bab ii pengaruh motivasi belajar terhadap...
TRANSCRIPT
9
BAB II
PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “ motivation “ dan
merupakan kejadian dari kata dasar “ motive “, motive punya arti alasan,
sebab, penggerak. Motivation dapat berarti pengaalasan, dorongan, daya
batin.1
Motivasi secara terminologi motivasi ada beberapa pendapat tokoh,
diantaranya:
a. MC. Donald seperti yang dikutip Sardiman, nerpemdapat motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapam terhadap adanya tujuan.2
b. Sartain seperti yang dikutim M. Ngalim Purwanto: pada umumnya suatu
motivasi adalah pernyataan yang komples di dalam suatu organisme yang
emngarah tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) dan perangsang
(incentive).3
c. Clifford T. Morgan dalam buku Introduction to Psychology dikatakan “
motivation is a general term referring to states that motivate behavior, to
the behavior motivated by these states and to the goals or ends of such
behavior”.4
1 John M. Echols dan hasaan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,
1992, hlm. 386 2 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pres, 1988),
hlm. 73 3 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya: 1998), hlm. 60 4 Clifford T. Morgan, Introduction To Psychology, (New York: Mc.Grow Hill Book
Company, Inc., t.th.), hlm.66
10
Sedangkan arti belajar belajar menurut Abdul Mu’ti mempunyai
beberapa dimensi, yaitu: pertama belajar ditandai oleh adanya perubahan
pengetahuan, sikap, tingkah laku dan ketrampilan yang relatif tetap dalam diri
seseorang sesuai tujuan yang diharapkan. Kedua, belajar terjadi melalui
latihan dan pengalaman yang bersifat komulatif. Ketiga belajar merupakan
proses aktif konstruktif yang terjadi melalui mental proses. Mental proses
adalah serangkaian proses kognitif yang meliputi persepsi (perception),
perhatian (attention), mengingat (memori), berpikir (thinking, reasoning)
memecahkan masalah dan lain-lain.5
Belajar menurut Morris L. Bigge seperti yang dikutip Maxdarsono
dkk. adalah perubahan yang menetap dalam diri seseorang yang tidak dapat
diwariskan secara genetis. Selanjutnya Morris menyatakan bahwa perubahan
itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi, motivasi, atau
campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam
situasi-situasi tertentu.6
Jadi yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arahan pada
kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki siswa tercapai.7 Motivasi
belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya
sangat khas ialah dalam hal gairah/semangat belajar, siswa yang motivasinya
kuat akan mempunyai banyak energi dalam belajar.
5 Chabib Thaha (editor), PBM-PAI di Sekolah, Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 94-95
6 Max Darsono dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP Semarang Press, 2000), hlm. 2
7 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 36
11
2. Macam-macam Motivasi Belajar
Secara umum motivasi dapat dibagi atas dua macam yaitu motivasi
intrinsik dan ekstrinsik.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tecakup dalam situasi
belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri.
Motivasi ini sering disebut “motivasi murni” atau motivasi yang
sebenarnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya informasi
dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil dan sebagainya.
Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik bersifat
nyata atau motivasi sesungguhnya yang disebut sound motivation. 8
Menurut Winkel motivasi intrinsik adalah “bentuk motivasi yang di
dalam aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan
yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar itu. 9 Misalnya:
anak rajin belajar untuk agar mendapatkan beasiswa.. Dalam Al-Qur’an
Allah memerintah manusia agar memotivasi dirinya untuk berubah:
…بأنفسهم ما يغيروا حتى بقوم ما يغير ال الله إن…
Artinya : “ Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.“(Q.S Al-Ra’d; ayat 11 )
8 Sardiman.AM.,Op.Cit., hlm. 86.
9 W.S. Winkel, op. cit., hlm. 27
12
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah Noehi Nasution motivasi ekstrinsik adalah
“motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar”.10 Motivasi belajar dari
luar adalah bentuk motivasi yang didalamnya aktivfitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak
berdasarkan aktifitas belajar.11 Misalnya: siswa belajar biologi karena
termotivasi ingin menjadi dokter.
Menurut Sardiman, motivasi yang ada pada setiap orang itu
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :12
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet mengadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang
dewasa.
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
f. Dapat mempertahankan pendapatnya.(kalau sudah yakin akan sesuatu).
g. Tidak mudah melepaskan hal yang telah diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Menurut L. Crow dan A. Crow motivasi mempunyai peranan besar
dalam belajar, diantaranya adalah:
a. Motif mendorong si pelajar dalam kegiatan belajarnya. Permulaan anak
masuk sekolah dapat dirangsang untuk melakukan pekerjaan yang baik
10 Noehi Nasution, dkk, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1991), hlm. 9
11 W.S. Winkel, op. cit., hlm. 28 12 Sardiman.AM.,Op.Cit., hlm. 82-83.
13
melalui pujian dari orang tua atau memperoleh hadiah-hadiah ekstrinsik
lainnya.
b. Motif bertindak sebagai penyaring jenis kegiatan yang ingin atau dilakukan
orang, misalnya ada siswa yang memulai belajarnya di rumah dengan
pelajaran yang paling mudah.
c. Motif mengarahkan tingkah laku, sebagai pengarah tingkah laku sangat
penting dalamproses belajar mengajar. Orang tua sebagai pendidik dalam
keluarga harus membantu anak agar mau belajar apa yang harus
dipelajari.13
Dalam prakteknya menumbuhkan motivasi belajar tidaklah gampang.
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh guru untuk menciptakan
pembelajaran yang dapat menggugah motivasi siswa:
1. Buat pembelajaran penuh arti
2. Buat siswa menentukan targetnya sendiri, sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
3. Tumbuhkan harga diri siswa dengan menciptakannnn harapan untuk
sukses dalam mencapai target yang ditetapkan.
4. Ciptakan hubungan yang hangat dengan siswa
5. Gunakan metode pengajaran yang inovatif
6. Salurkan minat dan kegemaran siswa dalam berbagai kegiatan.14
13 Crow. L dan Crow. A , Psychology Pendidikan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1989), hlm.309 14 Muchlas Samani, dkk., Panduan Manajemen Sekolah, (Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasinal, 2000), hlm. 146
14
3. Indikator Motivasi Belajar
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikator dari motivasi belajar,
yaitu:
a. Perhatian peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
Dalam proses belajar mengajar perhatian merupakan salah satu aspek yang
penting bagi peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang
optimal.
Perhatian sebagaimana dikatakan oleh Drs. Wasty Soemanto dapat
diartikan dua macam, yaitu :15
1) Perhatian adalah pemusatan tenaga/kekuatan jiwa tertuju pada suatu
objek.
2) Perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk menyertai sesuatu
aktivitas.
Untuk kepentingan pendidikan dan belajar peserta didik perlu dibimbing
oleh pihak pendidik atau lingkungan belajarnya, sehingga memiliki
perhatian yang efektif untuk memperoleh pengalaman belajar. Salah satu
usaha untuk membimbing perhatian peserta didik yaitu melalui pemberian
rangsangan atau stimuli yang menarik perhatian peserta didik.
Dari uraian diatas dapat peneliti ambil kesimpulan bahwa diantara wujud
perhatian peserta didik dalam mengikuti pelajaran adalah; peserta didik
tidak lagi berbicara dengan teman-temannya pada waktu mengikuti
pelajaran, peserta didik tidak lagi membolos, peserta didik tidak lagi
melamun pada waktu mengikuti pelajaran dan lain sebagainya.. Karena
dengan demikian tenaga/kekuatan jiwa peserta didik tersebut tidak
terpusat pada satu objek. Artinya peserta didik tidak memiliki perhatian
terhadap pelajaran yang disampaiakan oleh guru.
15 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 32.
15
b. Keaktifan belajar peserta didik.
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah
laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting
di dalam interaksi belajar mengajar.16 Dari sini jelas bahwa dalam
kegiatan belajar peserta didik harus aktif berbuat, karena tanpa aktivitas
dari peserta didik belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Aktivitas
yang dimaksud adalah aktivitas yang bersifat fisik dan mental.
Dalam kegiatan belajar, baik aktivitas yang bersifat fisik maupun mental
harus selalu berkait.17 Misalnya, seseorang yang sedang belajar dengan
membaca, secara fisik orang tersebut membaca menghadapi buku, tetapi
fikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada buku yang dibaca. Ini
menunjukkan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik dan mental.
Sebaliknya, misalnya ada orang yang berfikir tentang sesuatu atau
renungan ide-ide yang perlu diketahui oleh orang lain tetapi tidak disertai
dengan perbuatan, maka semua itu tidak ada gunanya.
Peserta didik yang memiliki motivasi untuk belajar, tentunya ia akan
selalu aktif berbuat sesuatu untuk mengubah tingkah laku.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar itu antara lain :18
1) Visual activities, seperti; membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, melakukan percobaan dan lain-lain.
2) Oral activities, seperti; menyatakan pendapat, bertanya tentang apa
yang belum diketahui, diskusi dan lain-lain.
3) Listening activities, seperti; mendengarkan uraian, pidato, percakapan
dan lain-lain.
16 Sardiman, A. M., Op. Cit., hlm.95. 17 Ibid., hlm. 99. 18 Ibid., hlm. 100.
16
4) Writing activities, seperti; menulis cerita, mencatat pelajaran, menulis
laporan dan laian-lain.
5) Drawing activities, seperti; menggambar, membuat grafik, peta,
diagram dan lain-lain.
6) Motor activities, seperti; berkebun berternak, membuat konstruksi dan
lain-lain.
7) Mental activities, misalnya; mengingat, memecahkan soal,
menganalisa.
8) Emotional activities, seperti; merasa bosan, gembira, bersemangat,
berani, tenang, gugup.
c. Kerajinan peserta didik dalam mengerjakan soal-soal latihan dan atau
pekerjaan rumah (PR).
Diantara fungsi motivasi adalah mendorong manusia untuk berbuat, jadi
sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam
hal ini merupakan faktor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan. Disamping itu motivasi juga dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi.19 Adanya motivasi yang baik
dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula. Motivasi pada
seseorang dapat kita interpretasikan dari tingkah lakunya.20 Kaitannya
dalam proses belajar mengajar peserta didik yang memiliki motivasi,
antara lain dapat dilihat dari ketekunan dan atau kerajinan peserta didik
dalam dalam mengerjakan soal-soal latihan dan pekerjaan rumah (PR)
yang diberikan oleh guru.
19 Ibid., hlm. 80. 20 Wasty soemanto, Op. Cit., hlm. 190.
17
B. Kedisiplinan
4. Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari bahasa Inggris discipline sedangkan dalam
bahasa arabnya adalah النظام. Kata Kedisiplinan berasal dari kata dasar
disiplin yang mendapat prefiks ke-an yang mempunyai arti ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dan sebagainya).21 Sedangkan
dalam bahasa Inggris, discipline diartikan: training or control, often using a
system of punishment, aimed at producing obedient to rules.22
Secara istilah disiplin oleh beberapa pakar diartikan sebagai berikut:
b. Keith Davis dalam Drs. R.A. Santoso Sastropoetra mengemukakan:
”Disiplin adalah pengawasan terhadap diri pribadi untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah disetujui/diterima sebagai tanggung jawab.”23
c. Mahmud Yunus dalam bukunya ”Attarbiyah wa Ta’lim” mengatakan:
احلسن السلوك روح تالميذه نفوس يف املدرس يبت ا الىت القوة هو النظام
واالنقياد للقوانني واخلضوع احلاكمة، القوة واحترام الطاعة عادة فيهم ويكون
عليه تدور الذى احملور وهو االنطباق كل بيةالتر قواعد على ينطبق انقيادا لـها
24باملدرسة عمال اال مجيع
21 Lukman Ali, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 237,
Lihat juga Pius Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1997), hlm. 115
22 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hlm. 329
23 R.A. Santoso Sastropoetra, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1988), hlm. 286
24 Mahmud Yunus dan Muhammad Qosim Bakri, Attarbiyah wa Ta’lim, Juz II, (Ponorogo: Darussalam Press, 1991), hlm. 36
18
Disiplin adalah kekuatan yang ditanamkan oleh para pendidik untuk menanamkan dalam jiwa tentang tingkah laku dalam pribadi murid dan bentuk kebiasaan dalam diri mereka, tunduk dan patuh dengan sebenar-benarnya pada aturan-aturan yang sesuai dengan prinsip pendidikan yang sesungguhnya yaitu inti yang dijalankan pada setiap aktivitas sekolah
d. Soegeng Prijodarminto, dalam buku “Disiplin Kita Menuju Sukses”
mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau
ketertiban.25
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah
suatu kondisi yang tercipta melalui proses latihan yang dikembangkan
menjadi serangkaian perilaku yang di dalamnya terdapat unsur-unsur ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, ketertiban dan semua itu dilakukan sebagai tanggung
jawab yang bertujuan untuk mawas diri.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Kedisiplinan bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara otomatis
atau spontan pada diri seseorang melainkan sikap tersebut terbentuk atas dasar
beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor tersebut yakni:
a. Faktor Intern
Yaitu faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, faktor-
faktor tersebut meliputi :
1.) Faktor Pembawaan Menurut aliran nativisme bahwa nasib anak itu sebagian besar
berpusat pada pembawaannya sedangkan pengaruh lingkungan
25 Soegeng Prijodarminto, Disiplin kiat Menuju Sukses, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994),
hlm. 23
19
hidupnya sedikit saja. Baik buruknya perkembangan anak.
Sepenuhnya bergantung pada pembawaannya.26
Pendapat itu menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan orang bersikap disiplin adalah pembawaan yang
merupakan warisan dari keturunannya seperti yang dikatakan oleh
John Brierly, “heridity and environment interact in the production of
each and every character.”27 (keturunan dan lingkungan berpengaruh
dalam menghasilkan setiap dan tiap-tiap perilaku)
2.) Faktor Kesadaran
Kesadaran adalah hati yang telah terbuka atas pikiran yang
telah terbuka tentang apa yang telah dikerjakan.28
Disiplin akan lebih mudah ditegakkan bilamana timbul dari
kesadaran setiap insan, untuk selalu mau bertindak taat, patuh, tertib,
teratur bukan karena ada tekanan atau paksaan dari luar.29 Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan jika seseorang
memiliki kesadaran atau pikirannya telah terbuka untuk melaksanakan
disiplin maka ia pun akan melakukan.
3.) Faktor minat
Minat adalah suatu perangkat manfaat yang terdiri dari
kombinasi, perpaduan dan campuran dari perasaan-perasaan, harapan,
prasangka, cemas, takut dan kecenderungan-kecenderungan lain yang
bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.30
26 Moh Kasiram, Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 27 27 John Brierly, “Give Me A Child Until The Is Seven”, Brain Studies Early Childhood
Education, (London and Washington DC: The Falmer Press, 1994), hlm. 98 28 Djoko Widagdho, dkk., Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 152 29 Soegeng Prijodarminto, Op.Cit., hlm. 15 30 Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah, (Jakarta: CV. Ghalia Indonesia,
1994), hlm. 46
20
Dalam berdisiplin minat sangat berpengaruh untuk
meningkatkan keinginan yang ada dalam diri seseorang. Jika minat
seseorang dalam berdisiplin sangat kuat maka dengan sendirinya ia
akan berperilaku disiplin tanpa menunggu dorongan dari luar.
4.) Faktor pengaruh Pola Pikir
Ahmad Amin dalam bukunya “etika” mengatakan bahwa ahli
ilmu jiwa menetapkan bahwa pikiran itu tentu mendahului perbuatan,
maka perbuatan berkehendak itu dapat dilakukan setelah pikirannya.31
Pola pikir yang telah ada terlebih dahulu sebelum tertuang
dalam perbuatan sangat berpengaruh dalam melakukan suatu kehendak
atau keinginan. Jika orang mulai berpikir akan pentingnya disiplin
maka ia akan melakukannya.
b. Faktor Ekstern
Yaitu faktor yang berada di luar diri orang yang bersangkutan. Faktor
ini meliputi :
1.) Contoh atau Teladan
Teladan atau modeling adalah contoh perbuatan dan tindakan
sehari-hari dari seseorang yang berpengaruh.32 Keteladanan
merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses,
karena teladan itu menyediakan isyarat-isyarat non verbal sebagai
contoh yang jelas untuk ditiru.
Mengarang buku mengenai pendidikan adalah mudah begitu
juga menyusun suatu metodologi pendidikan namun hal itu masih
31 Ahmad Amin, Etika, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 30 32 Charles Schaefer, Bagaimana Membimbing, Mendidik, dan Mendisiplinkan anak Secara
Efektif, terj. Turman Sirait, (Jakarta, Restu Agung, 2000), hlm. 14
21
tetap hanya akan merupakan tulisan di atas kertas, selama tidak bisa
terjamah menjadi kenyataan yang hidup.33
Dalam al-Quran Allah berfirman :
…لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة
Artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik”.(QS Al-Ahzab : 21)
Ayat tersebut sering diangkat sebagai bukti adanya metode
keteladanan al-Quran. Muhammad Qutb mengatakan bahwa diri Nabi
Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi
Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih
berlangsung.34
Menurut Abudin Nata metode ini dianggap penting karena
aspek agama yang terpenting yaitu akhlak yang termasuk dalam
kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku.35
2.) Nasihat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh
kata-kata yang didengar.36 Oleh karena itu teladan dirasa kurang cukup
untuk mempengaruhi seseorang agar bersiplin.
Menasihati berarti memberi saran-saran percobaan untuk
memecahkan suatu masalah berdasarkan keahlian atau pandangan
33 Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: PT al-Maarif, 1993), hlm. 325 34 Muhammad Qutb, op.cit., hlm. 325 35 H. Abuddin Nata, , Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 95 36 Muhammad Qutb. op.cit., hlm. 334
22
yang objektif.37 Dalam Bahasa Inggris nasihat disebut advice yaitu
opinion about what to do, how to be have.38
Al-Quran juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh
hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendaki.
Sebagai contoh dalam al-Quran surat al-Isra’ ayat 22 yang berbunyi :
تجعل مع الله إلـها آخر فتقعد مذموما مخذوال ال
Artinya: ”Janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)”.(QS. Al-Isra’ : 22)
Ayat tersebut menasihatkan kepada manusia agar tidak
menyekutukan Allah.
3.) Faktor latihan
Melatih berarti memberi anak-anak pelajaran khusus atau
bimbingan untuk mempersiapkan mereka menghadapi kejadian atau
masalah-masalah yang akan datang.39 Latihan melakukan sesuatu
dengan disiplin yang baik dapat dilakukan sejak kecil, sehingga lama-
kelamaan akan terbiasa melaksanakannya, jadi dalam hal ini sikap
disiplin yang ada pada seseorang selain berasal dari pembawaan bisa
dikembangkan melalui latihan.
4.) Faktor Lingkungan
Tiap-tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, sedangkan tiap
kebudayaan memiliki norma yang mengatur kepentingan anggota
masyarakat agar terpelihara ketertibannya. Dari sinilah terlihat bahwa
tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan
37 Charles Schaefer, op.cit., hlm. 130 38 AS Hornby, op. cit., hlm. 14 39 Charles Schaefer , op.cit., hlm. 176
23
masayarakatnya.40 Demikianlah pengaruh lingkungan masyarakat
terhadap pembentukan pribadi seseorang, termasuk didalamnya
pembentukan sikap disiplin. Jadi, jelasnya bahwa lingkungan
masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap disiplin pada diri seseorang khususnya santri.
Santri yang note bene remaja, Seperti dikemukakan oleh Zakiah
Daradjat bahwa para remaja sangat memperhatikan penerimaan sosial
dari teman-temannya, ingin diperhatikan dan mendapat tempat dalam
kelompok teman-temannya itulah yang mendorong remaja meniru apa
yang dibuat, dipakai dan dilakukan teman-temannya.41
3. Bentuk-Bentuk Disiplin
Mengingat betapa pentingnya kedisiplinan tersebut dibahas seperti ini,
maka penulis memandang perlu untuk membatasinya. Batasan kedisiplinan
yang dimaksud adalah disiplin-disiplin dalam belajar, mentaati peraturan, dan
disiplin dalam beribadah. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu
persatu batasan jenis-jenis kedisiplinan tersebut :
a. Disipin dalam belajar
Disiplin dalam belajar ini penting, karena itu perlu diberikan
penanaman disiplin bagi para siswa /santri. Caranya dengan memberikan
teladan yang baik oleh guru atau pendidik yang lain dan kemudian teladan
yang baik itu diusahakan agar jngan sampai dilanggar oleh guru atau
pendidik itu sendiri. Dengan demikian kesadaran berdisiplin anak akan
selalu tertanam dan tumbuh di hatinya sehingga akan menjadi disiplin diri
sendiri.
40 B. Simandjuntak, Latar Belakang Kanakalan Remaja, (Bandung: Alumni, 1984), hlm. 123. 41 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 88
24
Dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren disiplin
sangat ditekankan. Pagi-pagi antara pukul 04.30 atau pukul 05.00 bapak
Kyai atau pengurus telah membangunkan para santri, mereka diajak shalat
subuh berjamaah. Pendidikan semacam ini berpengaruh besar dalam
kehidupan para santri.42
Adapun cara belajar yang efisien dan mendukung kedisiplinan
belajar adalah dengan cara belajar sungguh-sungguh selama-lamanya 4
jam sehari dengan teratur.43
b. Disiplin dalam mentaati peraturan
Untuk menjamin kelancaran dan ketertiban proses pendidikan,
biasanya menyusun tata tertib yang berisi peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh seluruh siswa/santri yang ada. Di samping mentaati peraturan
pondok pesantren juga harus memahami dan mentati pila-pola kebudayaan
Pondok Pesantren yang berlaku. Pada Pondok Pesantren yang
menjalankan disiplin secara permissive dan lebih banyak membarikan
kebebasan pun terdapat norma-norma yang harus dipahami dan ditaati
oleh semua pihak disekolah seorang siswa/santri tidak boleh bercakap-
cakap atau mondar-mandir dalam kelas karena dapat mengganggu
jalannya pelajaran.44
Seorang siswa juga harus menghormati guru, yang menurut Islam
adalah wajib, berkaitan dengan hal tersebut Imam Az zarmuji mengatakan:
“Untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, di samping harus
menghormati keagungan ilmu dan ahli ilmu, juga keagungan gurunya,
yakni dengan selalu mencari ridhonya, menjauhi hal-hal yang membuat
42 Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, cet. I, (Surabaya: Al Ikhlas,
1993), hlM. 99. 43 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1982), hal. 57. 44 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Bumi Aksara, 1995), hlm. 68.
25
marah dan menjalankan perintahnya selama tidak bertentangan dengan
syariat Islam”.45
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, seorang siswa dapat
dikatakan mentaati peraturan Pondok Pesantren jika ia selalu taat pada tata
tertib, hormat dan taat pada perintah guru, serta tertib di dalam kelas. Agar
lebih jelasnya dapat dilihat tat tertib Pondok Pesantren yang terdapat
dalam lampiran.
c. Disiplin dalam beribadah
Pada dasarnya secara umum ibadah berarti berbakti manusia kepada
Allah Swt.46 Namun masalah ibadah di sini penulis maksudkan khusunya
ibadah shalat, karena shalat merupakan pokok pangkal ibadah, dan di
samping itu shalat juga merupakan amalan pertama yang ditanyaka kelak
di hari kiamat.
Shalat merupakan pekerjaan hamba yang beriman dalam situasi
menghadapkan wajahnya sukunya kepada Zat Yang Maha Suci, maka
manakala shalat itu dilakukan secara tekun dan kontinyu akan menjadi alat
pendidikan rohani manusia yang efektif memperbaharui dan memelihara
jiwa serta memupuk pertumbuhan kesadaran. Di samping itu juga akan
terhindar dari berbagai perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam Surat Al Ankabut ayat 45, sebagai berikut :
وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (Q.S. Al-Ankabut ayat 45).
45 Azzurmuji, Ta’lim Muta’allim, (Semarang: Toha Putra, t.th.), hlm. 17. 46 A. Nasruddin Razzak, Dinul Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989), hal. 44.
26
Di tinjai dari segi disiplin, shalat merupakan pendidikan positif yang
menjadikan mansuia dan masyarakat hidup teratur, sehubungan hal ini
kedisiplinan beribadah di Pesantren sangat ditekankan. Pagi-pagi antara
pukul 04.30 atau 05.00; kyai atau pengurus telah membangunkan para
santri untuk diajak shalat subuh berjamaah. Pendidikan semacam ini
mempunyai pengaruh besar bagi para santri.47
Karena itu, wajarlah jika di Pesantren diwajibkan untuk selalu shalat
berjamaah, tepat waktu. Kegiatan ini dapat dilihat dalam peraturan
pesantren yang terdapat pada bagian lampiran.
4. Pentingnya Kedisiplinan Santri dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengubah tingkah
laku sedemikian rupa sehingga menjadi tingkah laku yang diinginkan.48
Sedangkan disiplin dalam pembahasan sebelumya dijelaskan yaitu suatu
kondisi yang tercipta melalui proses latihan yang dikembangkan menjadi
serangkaian perilaku yang didalamnya terdapat unsur-unsur ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, ketertiban dan semua itu dilakukan sebagai tanggung
jawab yang bertujuan untuk mawas diri.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan dan disiplin
mempunyai sedikit kesamaan yaitu yang berhubungan dengan tingkah laku.
Dalam pendidikan yaitu mengubah tingkah laku dari yang kurang baik
menjadi lebih baik. Sedangkan dalam disiplin proses mengubah tingkah laku
tersebutlah.
47 Imam Bawani., Loc. Cit., 99 48 Y. Singgih D Gunarso dan Singgih D. Gunarso, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 130
27
Dalam rangka mengubah tingkah laku tersebut khususnya tingkah laku
para santri perlu diperhatikan:
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku.
Tujuannya ialah untuk membekali santri dengan pedoman perilaku yang
disetujui dalam situasi tertentu.49
b. Hukuman
Hukuman berarti suatu bentuk kerugian atau kesakitan yang
ditimpakan kepada orang yang berbuat salah tersebut.50 Fungsinya yaitu
untuk menghalangi santri melakukan perbuatan salah yang pernah
dilakukan, untuk mematuhi peraturan, memberi motivasi untuk
menghindari perilaku yang tidak diterima,51 khususnya di pondok.
Dalam Islam hal mendidik anak juga tidak lepas dari hukuman,
pendidikan yang terlampau halus akan sangat berpengaruh jelek, karena
membuat jiwa tidak stabil. Oleh karena itu haruslah ada ”sedikit”
kekerasan dalam mendidik, diantara bentuk kekerasan itu hukuman.52
Dalam surat at-Taubah Allah berfirman:
وإن يتولوا يعذبهم الله عذابا أليما في الدنيا واآلخرة…
Artinya: ”…Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirah”. (QS. At-Taubah : 74)
49 Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak, terj. dr. Med Meitasari Tjandrasa, (Jakarta, Erlangga, 1999), hlm. 85
50 Charles Schaefer, Op.Cit., hlm. 102 51 Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak, Alih Bahasa, dr. Med Meitasari Tjandrasa,
(Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 87 52 Muhammad Qutb, op.cit., hlm. 343
28
c. Penghargaan
Ahli filsafat Jeremy Benthan dalam Charles Schaefer mengatakan
bahwa dalam diri manusia, ada dua tenaga pendorong, yaitu kesenangan
dan kesakitan, kita cenderung untuk mengulangi tingkah laku yang
membawa kesenangan dan hadiah serta menghindari tingkah laku atau
perbuatan yang menimbulkan ketidaksenangan.53
Penghargaan dalam Islam biasanya disebut dengan pahala. Dalam
al-Quran surat Hud Allah berfirman :
كبري رأجة وفرغم مله لـئكات أوالحملوا الصعوا وربص إال الذين
Artinya: ”Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Hud : 11)
Ayat di atas menunjukkan bahwa masalah pahala diakui
keberadaanya dalam rangka pembinaan disiplin. Mereka para santri akan
memperoleh penghargaan khusus atas prestasi maupun ketaatannya dalam
berdisiplin.
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas atau
kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus menjadi ciri semua
aspek disiplin yaitu dalam peraturan, hukum maupun penghargaan.54
Dalam peraturan diharapkan tidak ada dispensasi. Peraturan yang
ada berlaku untuk semua santri, begitu juga hukuman, setiap yang
melanggar peraturan harus dihukum tak terkecuali dalam memberi
penghargaan walaupun hanya berupa pujian, harus dilakukan untuk yang
berprestasi.
53 Charles Schaefer., op.cit., hlm. 19 54 Elizabeth B Hurlock, op.cit., hlm. 90
29
C. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Kedisiplinan Santri
Santri adalah seseorang yang berlajar di pesantren. Pesatren merupakan
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang dipimpin oleh kiai55.
Pesantren selain merupakan tempat belajar, di sini juga asrama tempat para santri
tinggal hidup sehari-harai. Lingkungan tempat tinggal santri yaitu Pondok
Pesantren di dalamnya telah ditegakkan disiplin yang harus dipatuhi oleh santri
serta berbagai fasilitas yang menunjang, diharapkan dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar santri.
Dalam kehidupan sehari-hari santri yang berhubungan dengan tugas
kegiatan belajar, motivasi mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting,
sebab segala aktifitas yang dilakukan santri dengan belajar rang selalu
dilatarbelakangi oleh adanya motivasi. Jadi motivasi inilah yang santri mengapa
mereka melakukan aktifitas belajar. Seorang santri akan giat belajar karena
terdorong beberapa keinginan, seperti: mewujudkan cita-citanya jadi dokter, atau
ingin mendapat hadiah dan beasiswa, atau hanya ingin sekedar dipuji.
Dipesantren lingkungan sangat memotivasi santri untuk giat belajar.
Teladan dari kyai dan para guru juga dapat memotivasi santri untuk berkeinginan
seperti mereka yang menguasai berbagai ilmu agama dan ilmu-ilmu lain.. Tak
ketinggalan nasihat dari kyai yang sangat dibutuhkan guna mendorong semangat
belajar santri. Seseorang yang mempunyai motivasi hidup untuk belajar giat
biasanya punya disiplin tinggi. Soegeng Prijodarminto mengatakan bahwa
seseorang yang berhasil atau berprestasi biasanya mereka yang memiliki disiplin
tinggi.56
55 Ditenggarai Sudjoko Prasodjoko sebagai lembaga pendidikan pada umumnya sistem
belajar non klasikal, tetapi seiring dengan tuntutan zaman kini pesatren telah banyak menerapkan sistem pendidikan modern, yang menggunakan sistem klasikan, manejerial dan berijasah. Sudjoko Prasodjoko, dkk, Profil Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1974), hlm. 6
56 Soegeng Prijodarminto, op.cit., hlm. 3
30
Mempunyai prestasi yang lebih baik dari orang lain adalah kebanggaan,
karena itu untuk mewujudkannya dibutuhkan semangat dan disiplin belajar yang
tinggi. Soegeng Prijodarminto, mengatakan bahwa seseorang yang berhasil atau
berprestasi biasanya mereka yang memiliki disiplin tinggi.57
Para santri yang selalu berdisiplin dalam belajar dan taat menjalankan
tugasnya sebagai pelajar sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan
sebelumnya, mereka akan sangat mudah termotivasi untuk meraih prestasi yang
tinggi dalam belajar. Karena mereka bisa mengatur waktu untuk belajar.
Kedisiplinan yang ditanamkan pada santri diantaranya:
1. Disiplin Diri
Pembentukan disiplin diri erat hubungannya dengan penerimaan
otoritas. Santri yang menerima otoritas dari kyai, akan melakukan tugas-tugas
yang diinginkan dari padanya. Disiplin diri dapat dipupuk dengan
memberikan tata tertib yang mengatur kegiatan santri.
Hamzah Ya’qub berpendapat bahwa salah satu kewajiban terhadap diri
sendiri ialah menempa diri, melatih diri sendiri untuk membina disiplin
pribadi. Disiplin pribadi dibutuhkan sebagai sifat dan sikap yang terpuji
(fadlilah) yang menyertai kesabaran, ketekunan, kerajinan, dan kesetiaan.
Orang yang tidak memiliki disiplin pribadi tidak akan berhasil mencapai
tujuan dan cita-citanya. Karena setiap pribadi berkewajiban membinanya
melalui latihan, mawas diri dan pengendalian diri.58
2. Disiplin Ibadah
Ibadah yang ditekankan yaitu shalat tepat waktu dan berjamaah di
Mesjid sebagaimana disebutkan dalam al-Quran :
57 Ibid., op.cit., hlm. 3 58 H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam, Pembinaan AkhlakulKarimah (suatu pengantar),
(Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hlm. 140
31
إن الصالة كانت على المؤمنني كتابا موقوتا
Artinya: ”Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang yang beriman”. (an-Nisa : 103)
3. Disiplin Waktu
Syekh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya, “disiplin waktu”
menjelaskan bahwa waktu memiliki ciri-ciri cepat habis, waktu yang telah
habis tak akan dapat kembali dan tak mungkin dapat diganti.59 Berdasarkan
ciri tersebut dalam kesehariannya di pondok hampir tidak ada waktu yang
terbuang, semua kegiatan terjadwal dengan teratur dari bangun tidur hingga
tidur lagi.
Kedisiplinan merupakan bagian dari kehidupan pesantren, baik dalam
ibadah, belajar dan tututan patuh pada tata tertib. Disiplin menutut para santri juga
terbiasa dengan kehidupan yang teratur, terencana tanpa paksaan. Jika santri
melaksanakan disiplin dengan senang hati artinya dengan sungguh-sungguh tanpa
merasa dipaksa ia pun termotivasi untuk belajar dengan dengan sungguh.
Sikap disiplin para santri tidak lepas dan sangat erat hubungannya dengan
keinginan mereka untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan, inilah yang disebut
motivasi. Rangsangan dari diri dan dari luar mereka agar para santri berkringinan
giat belajar. Di antara motivasi yang yang mendorong untuk berdisiplin adalah:
1. Ingin menguasai ilmu-ilmu agama
2. Ingin bermanfaat bagi agama
3. Menunaikan amanat orang tua
4. Ingin punya masa depan yang lebih baik
5. mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
59 Syekh Yusuf al-Qardhawi, Disiplin Waktu dalam Kehidupan Seorang Muslim, Terj. M.
Qodirun Nur,., (Solo: Ramadhani, 1989), hlm. 25
32
D. Pengajuan Hipotesis
Secara teritis penulis telah menguraikan bahwa sisiplin akan berpengaruh
dalam motivasi belajar. Untuk melangkah pada penelitian maka penulis akan
mengajukan hipotesisi. Secara definitif, hipotesis dugaan yang mungkin salah, dia
akan ditolak jika salah dan akan diterima jika fakta membenarkannya.60 Adapun
hipotesis yang penulis ajukan dalam skripsi ini adalah “Semakin baik menerapkan
kedisiplinan atau ketentuan yang berlaku semakin baik pula motivasi belajar
santri dipesantren putri Al-Amien kec. Mranggen Kab. Demak.”
60 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach I, Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1980, hlm. 64.