bab ii pembelajaran sejarah dan kesadaran sejarah
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBELAJARAN SEJARAH DAN KESADARAN SEJARAH
2.1 Pengertian Sejarah
Sejarah adalah istilah tentang ceritera sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran
sejarah, dan arti subjektif (suatu konstruk yang disusun penulis sebagai suatu cerita).
Sebagai suatu konstruk sejarah merupakan proses pemikiran agar masa lampau itu
dapat dipahami, sejarah merupakan kemajuan pemikiran (Kartodirdjo, 1990: 14;
Frederick dan Soeroto, 1982: 4; Marx dalam Bauman, 1978: 48 ). Sejarah dalam
bentuk rangkaian cerita seperti terdapat pada buku pelajaran sejarah, merupakan
peristiwa nyata kehidupan manusia pada masa lampau. Cerita sejarah tersebut adalah
hasil kerja sejarawan dengan berdasar temuan sumber-sumber masa lalu,
menggambarkan pengalaman-pengalaman manusia yang hidup di dalam kelompok-
kelompok beradab, berupa deretan peristiwa yang berhubungan dengan negara,
masyarakat, seseorang, dan keadaan tertentu (Abdullah & Suryomiharjo, 1985: xii;
Renier, 1961; Ali, 1961).
Sejarah merupakan pengalaman manusia dalam berbagai kehidupan pada
masa lalu yang meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Daniels (1981:
40) mengatakan "History is the keystone of the entire study of human life." Sejarah
berarti peristiwa yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu di suatu
tempat tertentu. Fakta-fakta masa lalu merupakan sejarah dan mempunyai arti
apabila hubungannya diberi penjelasan dengan mekanisme dialektis antara proses
dan struktur (Kartodirdjo, 1986: 7; 1987: xvii).
34
tentang tindakan sosial. Tindakan menjadi sosial berkat kekuatan arti
selama hal ini berhubungan dengan orang lain dan prosesnya terarah (Gan
Inti ilmu sejarah adalah individu yang juga menjadi basic unit tei
88). Karya sejarah dapat dilihat dari tulisan Weber dengan topik-topik keagamaan,
organisasi birokrasi, bentuk-bentuk ketidaksamaan sosial, kapitalisme dan
Protestanisme, tindakan kolektif dan organisasi yang tumbuh dari status dan ketidak
samaan sosial, hubungan antara negara dan masyarakat, dan bentuk-bentuk
kekuasaan dan kebudayaan, semua topik-topik tersebut menurut Gamer (1999: 88)
adalah "...unified are by a sweeping argument that traces increasing domination of
human life by rational modes of action over the course of human history."
(...kesatuan adalah suatu argumentasi yang melacak peningkatan dominasi hidup
manusia dengan bentuk tindakan rasional melalui sejarah manusia).
Peristiwa sejarah digambarkan juga secara metafora dalam gambaran
perubahan dan perkembangan dalam wujud dunia tanaman dan binatang (Nisbet,
1977: 3). Metafora ini memiliki makna bahwa sejarah, kebudayaan dan masyarakat
tumbuh-berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa sejarah berupa: perang,
robohnya dinasti, penggulingan pemerintahan, sistem ekonomi yang membuat
kemakmuran dan kemiskinan, revolusi dalam kekuasaan, hak istimewa dan
kekayaan. Sejarah dapat untuk melihat kelangsungan generasi dari generasi,
kemerosotan moral, kreatifitas manusia dalam perdamaian, perang, perdagangan,
seni, pengetahuan dan teknologi (Nisbet, 1977).
Perubahan dan kontinuitas dapat dilihat dari peristiwa sejarah, sejarah adalah
catatan tentang kemajuan yang terus-menerus. Kemajuan dalam catatan sejarah
35
merupakan bentuk bahwa setiap generasi mewariskan pada generasi berikutnya
sesuatu yang berharga, kemudian dimodifikasi dengan pengalaman yang mereka
miliki dan diperluas (Robert Mackenzie dalam Fukuyama, 2001: 25). Sejarah
merupakan gambaran hasil interaksi antara individu atau kelompok sosial dengan
struktur sosial, perubahan sosial, dan upaya manusia ataupun kelompok sosial
(peristiwa) yang berhasil mengubah struktur sosialnya (Christopher Loyd dalam
Fukuyama, 2001: xiv).
Sejarah adalah kisah tentang pengalaman manusia yang tinggal dalam suatu
masyarakat yang mempunyai peradaban (Renter, 1965: 79; Huntington, 2002: 37).
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan peradaban masa lampau manusia di Lembah
Sungai Nil, Mesopotamia, atau Lembah Sungai Indus. Melalui rekaman sejarah dapat
terlihat bahwa Yunani Kuno mengapdofsi seni dan sastra kawasan Asia Kecil, Pulau
Kreta, Funisia dan Mesir. Sejarah telah memberikan gambaran bahwa peradaban
merupakan karya kolektif suatu bangsa dengan cara proses memberi dan menerima
dalam kurun waktu yang panjang (Will and Durant, 1968: 29).
Perubahan dan perkembangan dalam sejarah sebagai aktivitas manusia
digambarkan dalam bentuk gerak live cycle : (1) kegagalan (breakdown), (2)
kehancuran (disintegration), dan (3) kehilangan (disolution) sebagai periode
keruntuhan setelah melewati masa lahir (genesis) serta perkembangan (growth)
(Toynbee, 1972). Karya Toynbee (1972) memperlihatkan bahwa sejarah merupakan
perkembangan aktivitas manusia sebagai jawaban (response) terhadap tantangan
(challenge) yang datangnya dari alam, manusia, atau peperangan (Toynbee (1972).
36
Perspektif sejarah digunakan Toynbee (Perry, 1982: 7) untuk menganalisis
aktivitas manusia sebagai individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi
dunia, misalnya dalam sejarah Barat manusia telah menguasai alam dengan
teknologi, tetapi pemenangnya adalah teknologi (Toynbee dalam Perry, 1982 : 73).
Toynbee telah melakukan studi~ tentang asal usul pertumbuhan,
perkembangan, dan keruntuhan dua puluh satu macam peradaban dengan kaca mata
sejarah (Perry, 1982). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa sekularisme
(termasuk nasionalisme) sebagai bentuk modern dari tribal-mindedness harus
dibimbing oleh nilai-nilai spiritual, jika tidak akan mengakibatkan kehancuran
peradaban-peradaban. Demokrasi telah bergeser menjadi agen nasionalisme negara
yang berwawasan sempit sehingga kehidupan politik dunia modem pudar,
nasionalisme politik dapat melahirkan perang antar bangsa, sedangkan nasionalisme
ekonomi dapat melahirkan persaingan eksploatasi yang tidak memperhatikan batas-
batas moral dan etika. Perkembangan dan perubahan dalam sejarah barat modem
ditulis Toynbee dalam dua belas jilid buku A Study o/History, karya ini merupakan
jawaban terhadap sejarah barat yang hancur akibat perang dan totalitarisnisme, serta
jawaban terhadap perang dunia dan totalitarinisme yang hampir saja menghancurkan
peradaban Barat pada pertengahan pertama abad XX.
Kontinuitas digambarkan dalam sejarah sebagai suatu gerak yang tumbuh
berkembang secara berurutan. Kesinambungan inilah yang sering disebut dengan
gerak sejarah, sejarah merupakan cerita dari kemajuan (Beerling & Peursen, 1986).
Gerak sejarah terlihat dari perkembangan teknologi yang dikenal dengan revolusi,
contohnya: revolusi pertanian sebelum masehi sebagai dasar kebudayaan atau
37
peradaban manusia, revolusi industri yang terjadi pada abad ke-18 yang telah
mengubah kehidupan pertanian ke kehidupan industri, dan revolusi teknologi yang
lebih canggih yang memudahkan kegiatan manusia akibat temuan-temuan ilmu
pengetahuan dasar (Wibisono, 1992). Sejarah adalah dialektik antara kontinuitas dan
diskontinuitas, kompetisi antara konsolidasi dan transformasi, suksesi antara order
dan change, atau dalam semboyan Soekarno, sejarah adalah semacam simbol
revolusioner dari usaha menjebol dan membangun (Ignas Kleden, 1986: 69).
Sejarah adalah catatan tentang masyarakat dunia maupun lokal dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada watak suatu masyarakat. Jadi sejarah
merupakan gambaran tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Perubahan masyarakat serta kebudayaan merupakan perubahan sejarah atau
hisiorical change dan merupakan gerak sejarah (Ibn Chaldun dalam Issawi, 1962;
Ali, 1963: 65).
Dalam sejarah terdapat sisi luar dan sisi dalam. Sisi luar dari sejarah itu
adalah rekaman perputaran waktu dan perputaran kekuasaan pada masa lampau. Tapi
bila ditilik secara mendalam, sejarah adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang
cermat untuk mencari kebenaran atau hikmah (Ibn Khaidun dalam Issawi, 1962;
Maarif, 1985: 114). Sejarah memiliki unsur outside dan inside gambaran aktivitas
manusia pada masa lampau (Coilingwood, 1956: 213). Unsur Outside meliputi
segala sesuatu dari aktivitas manusia yang dapat ditangkap oleh sejarawan,
sedangkan unsur inside atau internal elements (Burston 1972: 23) adalah ide-ide dan
pikiran manusia (human thought) di balik aktivitas manusia pada masa lalu
berbentuk : motives, intentions, designs, purposes, dan policies.
38
Sejarah dalam perspektif Islam adalah revolusi yang dibimbing Nur Illahi
dan kesadaran manusiawi, diikuti gairah keagamaan dan rohani, motif-motif Illahi
dan nilai-nilai kemanusiaan (Muthahhari, 1998: 177). Hal ini adalah makna gerak
maju terus menerus yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an agar umat manusia bekerja
keras untuk bergerak maju, dalam bentuk gerakan ke atas yang mecerminkan
perkembangan dan evolusi sebagai Jalan Allah (sabililah) (Baqir, 1993 : 145).
Sejarah dalam perspektif Islam menekankan bahwa Tuhan adalah pencipta sejarah,
sejarah adalah panggung perwujudan kehendakNya. Dalam pemahaman Islam
bukanlah Tuhan sendiri yang bertanggung jawab terhadap proses historis, tiap-tiap
individu bertanggung jawab dengan berpegang pada Al Qur'an sebagai wahyu Tuhan
(Haddad, 1982: 6).
Peristiwa masa lampau tidak selalu sejarah, peristiwa masa lampau
mengandung arti sejarah jika diberi batasan-batasan berkenaan dengan dimensi
waktu, memusatkan peristiwa yang menyangkut tindakan dan perilaku manusia, dan
berkaitan dengan tempat kejadian (Abdullah dan Suryomihardjo, 1985). Batasan-
batasan tersebut merupakan sejarah bila faktanya berkaitan dalam suatu konteks
sejarah dan disusun sesuai dengan tujuan penyusun sejarah.
Sejarah menurut Lucy O'hara dan Mark O'hara (2001: 1-3) adalah :
"...as the study ofeverything that has happened, which, given the incomplete record available, would inevitable be less than full story but would still be extremely large and complex... studying the lives of prominent and powerful people from the past and the events surrounding their behaviour is certainly part of history(...sebagai studi tentang segala sesuatu yang telah terjadi, yang mana telah memberikan catatan yang kurang lengkap, akan diperhatikan sebagai cerita penuh yang komplek dan besar...belajar dari kehidupan orang-orang kuat dan terkemuka pada masa lalu dan peristiwa-peristiwa yang melingkupi mereka sebagai bagian dari sejarah).
39
Sejarah dikatakan oleh Dray and van der Dussen (2001) adalah "The ultimate aim of
history is not to know the past but to understand the present." (Tujuan sejarah yang
terakhir bukanlah untuk mengetahui masa lalu tetapi untuk memahami masa kini).
Berdasarkan uraian tentang pengertian sejarah, dapat diambil kesimpulan
bahwa sejarah adalah istilah untuk menggambarkan masa lampau manusia yang telah
disusun berdasarkan fakta dan metode keilmuan. Gambaran sejarah tersebut disusun
secara kronologis, berdasarkan tempat, dan pelaku. Melalui sejarah dapat terlihat
perubahan dan kesinambungan berbagai aspek dari kehidupan manusia.
Aktivitas kehidupan manusia menjadi fokus kajian sejarah, sehingga manusia
masa kini dapat melihat gambaran sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan masa
lampau yang berkaitan dengan peristiwa masa kini. Sejarah tidak hanya memberikan
gambaran tentang gejolak kehidupan manusia pada masa lampau tetapi juga
memberikan gambaran nilai-nilai berupa ide-ide dari peristiwa kehidupan manusia.
Mempelajari sejarah berarti melihat gambaran nyata tentang perjalanan
kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Gambaran nyata
tersebut menunjukkan adanya suatu perubahan sebagai hasil aktivitas sosial, politik,
ekonomi, dan kebudayaan. Melalui belajar sejarah dapat terlihat kaitan waktu dan
benang merah masa lampau, masa kini, dan masa mendatang. Sejarah suatu bangsa
misalnya dipelajari untuk melihat perubahan sebagai hasil perjuangan pendahulunya
dan adanya kesinambungan yang terus menerus.
40
2.2 Sejarah sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu ditegaskan Bury (Carr, 1965: 71) "history as a science,
no more and no less." Kuntowijoyo (1995: 7-17) menjelaskan bahwa sejarah sebagai
ilmu merupakan: (1) ilmu tentang manusia, (2) ilmu tentang waktu, (3) ilmu tentang
sesuatu yang mempunyai makna sosial, dan (4) ilmu tentang sesuatu yang tertentu,
satu-satunya, dan terinci. Brundage (1989: 14) menambahkan "...history is an
intellectuai discipline in which the process of revisionism in central. "
Sejarah sebagai ilmu tidak dapat dipisahkan dari prosedur penelitian ilmiah,
yaitu sumber yang berupa fakta. "The past and the historian are one,for history is a
process to which the historian himself is integral as at once part of it and the self-
knowledge of it". (Masa yang lalu dan ahli sejarah adalah satu, sejarah merupakan
suatu proses sedangkan ahli sejarah sendiri merupakan bagian integral dari masa lalu
dan pengetahuan itu sendiri) ( Collingwood dalam Renier, 1965: 47). Ditegaskan
oleh Carr (1965: 35):
The historian and the facts of history are necessary to one another. The historian without his facts it rootless and futile; the facts without their historian are dead and meaningless...What is history ? is that it is a continuous process of interaction between the historian and his facts, an unending dialogue between the present and the past. (Sejarawan tidak dapat dipisahkan dari fakta sejarah, sebaliknya fakta tidak akan berarti tanpa sejarawan. Sejarah adalah proses terus-menerus dari interaksi ahli sejarah dan fakta, dialog yang tidak ada hentinya antara masa kini dan masa yang lalu).
Clark (1973) merumuskan : "So we can say that history is a selective record of the
past characterized by the use of historical method to determine the facts, by both
change and continuity, and by attempts to go beyond the facts to determine their
meaning in the past, present, andfuture." (Sejarah merupakan hasil seleksi rekaman
41
masa lampau menggunakan metode sejarah, sehingga terlihat perubahan dan
kontinuitas serta keterkaitan masa lampau, masa kini dan masa mendatang).
Ciri keilmuan dari sejarah adalah metode sejarah, yang seperangkat azas dan
kaidah-kaidah sistematis dan digubah untuk membantu secara efektif pengumpulan
sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan menyajikan suatu sintesis hasil
yang dicapai dalam bentuk tulisan (Alfian, 1989: 2).
Sejarah ditulis berdasarkan fakta-fakta melalui penelitian dan pemikiran
kritis, sehingga diperoleh suatu kebenaran. "The study ofhistory, then, amounts to a
search for the tmth " (Nevins, 1933;. Elton, 1967: 51). Ditegaskan oleh Collingwood
(1973: 249) "...it must be science of some special kind." Walsh (1970: 38-39)
mengatakan "...that history can be described as scientijic in one respect at any rate,
namely that it is a study with its own recognized methods, which must be mastered by
anyone who hopes to be profilient in It" (jadi sejarah dapat digambarkan sebagai
ilmu pengetahuan, studi dilakukan dengan metode). Ilmu pengetahuan pada dasarnya
mempunyai ciri-ciri dicapai secara metodis dan berhubungan secara sistematis,
menunjukkan objektivitas, dan generalisasi serta memprediksi (Walsh, 1970: 37).
Sebagai ilmu, dalam penelitian sejarah terdapat enam langkah yaitu memilih topik,
mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik, mencatat temuan sesuai
topik pada waktu penelitian, melakukan kritik sumber, menyusun hasil penelitian
sesuai sistematika, menyajikan dan mengkomunikasikan (Gray dalam Sjamsuddin,
1996: 89).
42
Sejarah sebagai ilmu pengetahuan terlihat dari karakteristik sejarah yang
empiris, yaitu mempunyai: objek dan teori (Kuntowijoyo, 1995). Renier (1950: 245)
mengatakan bahwa:
We know, however, that history, though not a science, is a discipline which approaches its subject-matter in the same spirit as science. It has the same way of looking upon the gradual acquisition of accurate knowledge; like science, it seeks knowledge for the sake of action, and tests the vaiue of its knowledge in the process of action. (Sejarah merupakan suatu disiplin ilmu yang pendekatan masalah pokoknya memiliki spirit yang sama seperti ilmu. Hal ini merupakan pengetahuan yang akurat; seperti ilmu, sejarah mencari pengetahuan untuk tindakan, dan meguji nilai pengetahuannya pada proses tindakan).
HIlis (1977: 111) mempertegas karakter keilmuan dari sejarah :
Of all sciences that focus on human behavior, histoiy is perhaps the broadest in scope. In fact, because its subject matter encompasses past events...all areas of human endeavor, there is persistent question of whether history is a science or merely stories of the past and unfolding present. (Fokus ilmu pengetahuan adalah tingkah laku manusia, skope sejarah lebih luas. Fakta mencakup peristiwa-peristiwa masa lalu, semua area mengenai usaha manusia, ini merupakan pertanyaan yang terus menerus apakah sejarah adalah ilmu pengetahuan atau hanya cerita mengenai masa lalu dan berhubungan dengan masa sekarang).
Ditegaskan oleh Paul Ward (HIlis, 1977: 112):
Histoiy in its original meaning,everyone agrees, is inquiry...History is inquiry into myths and folk stories that grandmothers tell. It is inquiiy to find truer explanations for existing institutions and situations. It is also inquiry for the sake of inquiiy, for mankind is a very interesting phenomenon. All in all, history is inquiry into the heritage and burden that society would lay on us, an inquiry that frees us to select and learn from it. (Sejarah dalam pengertiannya yang orisinil, setiap orang mengakui, penelitian sejarah merupakan penelitian menemukan kebenaran untuk situasi dan lembaga yang ada. Sejarah juga adalah penelitian untuk kepentingan penelitian, merupakan sebuah phenomena yang sangat menarik. Semua ini, menunjukkan bahwa sejarah merupakan sebuah penelitian mengenai warisan, sebuah penelitian yang mana bebas untuk menyeleksi dan belajar dari sejarah).
43
Pendapat Paul Ward memberikan penegasan bahwa sejarah merupakan disiplin ilmu
berdasarkan hasil penelitian, sehingga diperoleh suatu kebenaran. Hal ini
ditambahkan oleh Sunal dan Haas (1993: 276) bahwa sejarah sebagai "a
ckronological study that interprets and gives meaning to events and applies
systemadc methods to discover the truth. " (Sejarah merupakan sebuah studi secara
kronologi dengan interpretasi dan memberikan pengertian-pengertian atau arti pada
peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode sistematik untuk mencari
kebenaran).
Ilmu sejarah sama dengan ilmu-ilmu lainnya mempunyai unsur sebagai alat
mengorganisir seluruh tubuh pengetahuannya serta mengstrukturasi pikiran, yaitu
metode sejarah. Teori dan metodologi sebagai inti ilmu sejarah menerangkan
kejadian dengan sebab-sebabnya, kondisi lingkungan, dan konteks sosial-kulturalnya
(Kartodirdjo, 1992: 2).
Sejarah merupakan studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami
manusia pada waktu lampau dan jejak-jejaknya pada waktu sekarang, disusun secara
ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudah
dipahami dan dimengerti (Widja, 1988: 9; Hugiono dan Poerwantana, 1987: 9).
Peristiwa sejarah yang menjadi kajian sejarah kritis adalah peristiwa yang unik,
dalam peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan budaya (Bauman, 1978: 69).
Ilmu sejarah adalah ilmu yang memiliki kedudukan sentral dalam penelitian
masyarakat. Antropologi, Sosiologi atau Ilmu Politik cenderung memberikan
fotografis suatu saat tertentu atau suatu bagian dari masyarakat. Ilmu-ilmu sosial
mengakui pentingnya sejarah bagi penelitian-penelitian mereka sendiri, karena
44
sejarah menggambarkan suatu proses perkembangan dan menjelaskan gerak suatu
masyarakat hingga saat ini. Sejarah adalah suatu penelitian untuk melihat bagaimana
masyarakat bergerak, berubah dan berkembang, dan juga sekaligus mempersoalkan
unsur-unsur dinamikanya (Anderson dalam Onghokham, 1992: xii).
Sejarah sebagai ilmu memiliki empat unsur pemikiran sejarah sebagai proses
untuk memahami masa lampau (1) pengertian waktu sebagai sesuatu yang langgeng
dan berurutan untuk mengerti kapan kejadian itu teg'adi dan apa kaitannya dengan
kejadian lain dalam waktu yang bersamaan atau berurutan, (2) kesadaran sifat dasar
fakta-fakta tidak berhenti pada angka tetapi menemukan makna lain dibalik angka
tersebut, dan memutuskan arti paling mendekati kebenaran, (3) menekankan pada
sebab musabab untuk mengetahui sejelas-jelasnya bukan saja kapan suatu kejadian
itu terjadi, apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi
juga mengapa sebagai ciri khas pemikiran sejarah modem, dan (4) tidak membatasi
wilayah penyelidikannya sebagai ciri khas sejarah dewasa ini (Novack, 1974: 18).
Sejarah bukan dongeng melainkan ilmu pengetahuan sama dengan disiplin
ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, antropologi, politik, dan sebagainya. Sebagai ilmu
sejarah memiliki metode yang dikenal dengan metode sejarah, sehingga sejarah
merupakan hasil kajian secara ilmiah untuk mendapatkan suatu kebenaran.
Pembelajaran sejarah selayaknya diarahkan pada ciri keilmuan dari sejarah,
penekanan pada berpikir ilmiah. Pembelajaran sejarah dengan penekanan pada
berpikir ilmiah mengajak peserta didik menggali permasalahan dan memecahkan
permasalahan berdasarkan fakta-fakta sejarah (bukan mendengar dan menghapal).
45
23 Pembelajaran Sejarah dan Guna Belajar Sejarah
2.3.1 Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah memiliki peran mengaktualisasikan dua unsur
pembelajaran dan pendidikan. Unsur pertama adalah pembelajaran (instruction) dan
pendidikan intelektual (intellectual traming), dan unsur kedua adalah pembelajaran
dan pendidikan moral bangsa dan civil society yang demokratis dan bertanggung
jawab kepada masa depan bangsa. Unsur pembelajaran (instruction) dan pendidikan
intelektual (intellectual training) pada pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan
gambaran masa lampau, tetapi juga memberikan latihan berpikir kritis, menarik
kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan
berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya melalui
pertanyaan "mengapa" (why) dan "bagaimana" (how) dapat melatih siswa berpikir
kritis dan analitis, berbeda dengan bentuk pertanyaan "siapa" (who), "apa" (what),
"dimana" (where), dan "kapan" (when).
Pengajaran dan pendidikan moral bangsa menuntut pengajaran sejarah
beorientasi pada pendidikan kemanusiaan (humaniora) yang meperhatikan nilai-nilai
dan norma-norma (Gottschalk, 1975: 10). Hasil pembelajaran sejarah menjadikan
peserta didik berkepribadian kuat, mengerti sesuatu agar dapat menentukan sikapnya.
Pentingnya pengertian tentang sejarah untuk kehidupan sehari-hari membuat peserta
didik mempunyai alat untuk menyingkap tabir rahasia gerak masyarakat Dengan
sejarah dapat diketahui hasil-hasil perjuangan sejak jaman dahulu. Sejarah dapat
diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia lewat hasil yang
dicapainya (Trevelyan, 1957: 228).
46
Keterampilan guru diperlukan di dalam kelas untuk membenJ^flgaflgbateaX
peristiwa sejarah secara jelas kepada siswa, sehingga siswa mempunya» gahibaraaS? s h \ v ^ s p ^ 3
dari suatu peristiwa sejarah. Gambaran peristiwa sejarah yang d i ^ j i r f t ^ ^ j j ^
diharapkan dapat berpengaruh pada sikap dan prilaku siswa sesuai dengan tujuan dari
pendidikan dan pembelajaran sejarah.
Siswa dalam pembelajaran sejarah mendapat informasi kesejarahan dari guru
yang berhubungan dengan ciri peristiwa sejarah, yaitu : what, when, who, where,
why, dan how. Imaginasi diperlukan siswa, karena siswa diajak oleh guru memahami
suatu peristiwa yang teijadi pada masa lampau. Peristiwa masa lampau sebagai
peristiwa sejarah tersebut dari segi waktu adalah peristiwa yang sudah lama terjadi
dan wujudnya hanya berupa rekonstruksi sumber-sumber masa lalu, tempatnya dan
pelaku dalam peristiwa tersebut tidak dikenal serta sudah tidak dapat dihubungi.
Gambaran peristiwa sejarah yang diterima siswa selanjutnya dihapalkan, dihayati,
dan diamalkan. Permasalahan timbul sehubungan dengan keterampilan pembelajaran
yang diperlukan, agar gambaran sejarah tersebut dapat dipahami dan dapat
digambarkan oleh siswa dengan benar.
Pembelajaran sejarah agar menarik dan menyenangkan dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara antara lain mengajak siswa pada peristiwa-peristiwa sejarah
yang teijadi di sekitar siswa. Lingkungan di sekitar siswa terdapat berbagai peristiwa
sejarah yang dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa
tentang masa lalu. Umumnya siswa akan lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila
berhubungan dengan situasi nyata di sekitarnya, sehingga siswa dapat
menggambarkan suatu peristiwa masa lalu seperti dalam pelajaran sejarah.
47
Kondisi nyata di sekitar siswa dapat digunakan oleh guru sebagai cara untuk
menggambarkan atau mengantarkan suatu peristiwa sejarah. Seperti diketahui hahwa
setiap daerah di Indonesia mengalami perjalanan waktu dan perubahan dari sejak
jaman pra-sejarah hingga jaman sekarang ini. Banyak daerah-daerah menyimpan
berbagai peninggalan sejarah sebagai bukti otentik terjadinya peristiwa sejarah di
suatu daerah, peristiwa-peristiwa sejarah di tiap daerah di Indonesia mempunyai
benang merah saling berkaitan. Setelah memperkenalkan peristiwa sejarah yang ada
di sekitar siswa, guru dapat membawa siswa pada lingkup yang lebih luas.
Peristiwa sejarah di sekitar siswa diharapkan dapat membantu memahami
bentuk-bentuk peristiwa masa lalu dan terjadinya suatu peristiwa masa lalu, selain itu
siswa mampu menggambarkan suatu peristiwa sejarah. Penggunaan peristiwa sejarah
di sekitar siswa dapat juga digunakan sebagai contoh untuk menerangkan konsep-
konsep kesejarahan, misalnya konsep tentang kepahlawanan, penjajahan, perjuangan,
perlawanan, kolonialisme. Penggunaan peristiwa sejarah dari lingkup sekitar siswa
atau lokal selanjutnya diarahkan ke lingkup daerah lain dan nasional bahkan
internasional dikenal sebagai pembelajaran induktif.
Pembelajaran sejarah bukan hanya untuk menanamkan pemahaman masa
lampau hingga masa kini, menumbuhkan adanya perkembangan masyarakat
kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, dan
memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia; melainkan
ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan pengalaman untuk menumbuhkan
rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal. Pembelajaran sejarah
juga menekankan pada cara berpikir, bernalar, kematangan emosional dan sosial,
48
serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan mereka untuk memahami
dan menghargai perbedaan. Pembelajaran sejarah adalah bagian dari proses
penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan (Abbas,
1998: 83)
Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan saLh satu wahana mencapai
tujuan pendidikan nasional, terutama sebagai upaya menumbuhkan dan
mengembangkan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan perseta didik
(Wiriaatmadja, 1998: 93). Pengetahuan peserta didik tentang sejarah diharapkan
dapat menumbuhkan kemampuan dan kearifan dalam menghadapi kehidupan masa
kini. Kesadaran akan kebangsaannya dapat menumbuhkan kepribadian yang tegar,
karena pengenalan jatidirinya akan menumbuhkan kemauan dan kesediaan bekeija
keras bagi diri dan bangsanya.
Pembelajaran sejarah memiliki fungsi untuk membangkitkan minat kepada
sejarah tanah airnya dan mendapatkan inspirasi sejarah dari kisah-kisah
kepahlawanan maupun peristiwa-peristiwa tragedi nasional, memberi pola berpikir
ke arah berpikir secara rasional-kritis-empiris, dan mengembangkan sikap mau
menghargai nilai-nilai kemanusiaan (Kartodirdjo, 1982: 43).
Pembelajaran sejarah di sekolah selain untuk melatih siswa berpikir kritis
juga mempunyai fungsi pragmatis sebagai pembentukan identitas dan eksistensi
bangsa (Kartodirdjo, 1989). Selain pengetahuan kesejarahan (kognitif), pembelajaran
sejarah juga menyimpan pendidikan nilai untuk pembentukkan kesadaran sejarah,
kepribadian bangsa dan sikap. Nilai-nilai tersebut antara lain : nasionalisme,
kepahlawanan, persatuan dan kesatuan, pantang-menyerah, ulet, bertanggung jawab,
49
kebajikan, religius, dan keluhuran. Pembelajaran sejarah dituntut mengsosialisasikan
dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut.
Tujuan umum pembelajaran sejarah untuk membentuk warga negara yang
baik, menyadarkan para siswa mengenal dirinya sebagai orang baik, dan memberikan
perspektif sejarah kepada siswa. Tujuan khusus dari pengajaran sejarah adalah :
mengajarkan konsep, mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan
informasi kesejarahan kepada siswa (Gunning, 1978: 178-180).
Pembelajaran sejarah sebagai sejarah normatif (Suryo, 1991), substansi dan
tujuannya ditujukan pada segi-segi normatif; yaitu nilai dan makna sesuai tujuan
pendidikan. Kegunaan pembelajaran sejarah bagi siswa (HiH, 1956: 10):
(1) Secara unik memuaskan rasa ingin tahu dari anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya, yang dapat menimbulkan gairah dan kekaguman.
(2) Lewat pembelajaran sejarah dapat diwariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain.
(3) Melatih tertib intelektual, yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran.
(4) Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan jaman sekarang dengan masa lampau.
(5) Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalah-masalah/pertentangan dunia masa kini.
Tujuan pembelajaran sejarah dijabarkan oleh Clark (1973: 179) sebagai :
(1) To teach pupils to think historically - that is, to use the historical method, to understand the structure of history, and to utilize the past in studying the present and the fiiture. (2) To teach pupils to think creatively. (3) To explain the present (leaming how the present got to the way it is, using the knowledge of the past to understand the present in order to help solve contemporary problems), (4) To understand the sweep of history, that is, that the status of anything today is the result of what happened in the past, and in time what happens today wili, in one way or another, influence the fiiture. (5) To enjoy history... (6) To help the pupils to become familiar with that body of knowledge that is history. (1. Mengajar siswa untuk berpikir sejarah
50
dengan menggunakan metode sejarah, memahami struktur dalam sejarah, dan menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Mengajar siswa untuk berpikir kreatif. 3. Untuk menjelaskan masa sekarang (belajar bagaimana masa sekarang, menggunakan pengetahuan masa lampau untuk memahami masa sekarang untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah kontenporer), 4. Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun hari ini adalah hasil dari apa yang teijadi di masa lalu, dan pada waktunya apa yang terjadi hari ini akan mempengaruhi masa depan. 5. Menikmati sejarah, 6. Membantu siswa akrab dengan unsur-unsur dalam sejarah).
Pembelajaran sejarah di sekolah bertujuan membangun kepribadian dan sikap
mental anak didik, membangkitkan keinsafan akan suatu dimensi fundamental dalam
eksistensi umat manusia (kontinuitas gerakan dan peralihan terus menerus dari yang
lalu ke arah masa depan), mengantarkan manusia ke kejujuran dan kebijaksanaan
pada anak didik, dan menanamkan cinta bangsa dan sikap kemanusiaan (Meulen,
1987: 82-84). Arti terpenting pelajaran sejarah adalah dapat memecahkan masalah
masa kini dengan menggunakan masa lampau.
Kaitannya dengan merosotnya kesadaran nasionalisme di kalangan pelajar
salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan terhadap sejarah
(Kartodirdjo, Kompas, 30 Oktober 2001). Pendidikan sejarah tidak hanya memberi
pengetahuan, tetapi juga memiliki afeksi memberikan pengaruh pada tingkat emosi.
Fungsi sejarah nasional adalah sebagai penumbuh kebudayaan nasional.
Lewat pengetahuan sejarah muncul kesadaran sejarah dan kesadaran nasional.
Generasi muda mendapatkan inspirasi dan aspirasi. Mereka mendapatkan model
peran kepahlawanan dan heroisme, generasi muda mendapat inspirasi bagaimana
para pemimpin besar mengabdikan diri kepada masyarakat dan negara.
51
Kemampuan berpikir kronologis dalam pembelajaran sejarah sebagai
kemampuan berpikir dasar dalam sejarah dan sikap toleransi hanya dikembangkan
sebagai nurturant effect bukan sebagai instructional effect. Peristiwa sejarah
menggambarkan perkembangan dan perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan
siswa di masa mendatang. Pendidikan sejarah pada masa mendatang menurut Hasan
(1999: 6-8) sebagai berikut:
• Pengetahuan dan pengembangan terhadap peristiwa sejarah yang cukup mendasar untuk digunakan sebagai dasar memahami lingkungan sekitarnya, membangun semangat nasionalisme, dan sikap toleransi.
• Kemampuan berpikir kritis yang dapat digunakan untuk mengkaji dan memanfaatkan pengetahuan sejarah, ketrampilan sejarah, dan nilai suatu peristiwa sejarah dalam membina kehidupan yang memerlukan banyak keputusan kritis dan dalam menerapkan ketrampilan sejarah untuk memahami berbagai peristiwa sosial, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi di sekitarnya.
• Ketrampilan sejarah yang dapat digunakan siswa dalam mengkaji berbagai informasi yang sampai kepadanya untuk menentukan kesahian informasi, memahami dan mengkaji setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat di sekitarnya, dan digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis.
• Kemampuan mengindentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah, kemampuan meyaring nilai yang ada, memilih dan mengembangkan nilai-nilai positif menjadi milik dirinya dan nilai-nilai negatif untuk pelajaran yang tidak terulangi, dan meniru keteladanan yang dipertunjukkan oleh berbagai pelaku dalam berbagai peristiwa sejarah.
Nash dan Crabtee dalam bukunya tentang National Standards for Historis
(Hasan, 1996: 9) menekankan pengembangan keterampilan sejarah. Pemahaman
keterampilan berpikir dan keterampilan sejarah merupakan kualitas yang dinyatakan
sebagai standar yang harus dikuasai setiap siswa yang belajar sejarah.
Pembelajaran sejarah memiliki nilai praktis dan pragmatis, untuk itu
pembelajaran sejarah juga menekankan keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari
siswa, pemahaman dan kesadaran akan karakteristik cerita sejarah yang tak pernah
52
bersifaf final, dan perluasan tema sejarah politik dengan tema sejarah sosial, budaya,
ekonomi, dan teknologi. Siswa diajak memahami makna perkembangan suatu
masyarakat baik secara global maupun di lingkungan sekitarnya serta proses
penjatidirian (Hasan, 1996: 9; Hasan, 1999). Pendekatan pembelajaran dalam bentuk
menghubungkan materi dalam buku-buku teks sejarah dengan lingkungan sekitar
siswa dan penuh makna, sehingga dapat memberikan kontribusi penyelesaian
masalah sekarang. Siswa disadarkan bahwa uraian sejarah dalam buku teks adalah
hasil rekontruksi sejarawan, untuk itu siswa dikembangkan pemahamannya bahwa
cerita sejarah tersebut dapat berubah bila terdapat temuan fakta baru dan bersifat
subyektif. Tema-tema dalam materi pelajaran sejarah diperluas meliputi tema-tema
sosial, budaya, ekonomi, bukan hanya tema politik.
Pelajaran sejarah bukan rentetan peristiwa yang kering dan partikularistik,
tetapi sebuah wacana intelektual yang kritis dan rasional, untuk itu dalam
pembelajaran sejarah hendaknya dilakukan tiga tahap (Abdullah, 1996: 10). Tahap
pertama memupuk kesadaran atas lingkungan sosial, rasa keakraban (sertse of
intimacy). Tahap kedua memperkenalkan siswa pada makna dari dimensi waktu
dalam dinamika kehidupan (sense of actuality) dan rasa hayat sejarah (sense of
history), materi pelajaran sejarah tidak didominasi oleh sejarah-politik, tetapi
bercorak sejarah sosial, sehingga dapat menumbuhkan kreativitas-lokal guna
mengatasi tantangan alam dan tantangan masa depan. Ditekankan pada siswa bahwa
pertumbuhan nasionalisme Indonesia melalui pengungkapan jaringan sosial-kultural,
yang terikat sejak lama, antara daerah-daerah di kepulauan Indonesia. Laut,
perdagangan, bahasa, agama akan terlihat sebagai jaringan sosio-kultural yang
53
menjadi semakin kuat ketika kolonialisme semakin berkuasa. Pada tahap ketiga
sejarah diajarkan sebagai kegiatan akademis untuk memahami corak perubahan
jaman, sehingga siswa dapat memahami perkembangan jaman pada masa kini.
Pembelajaran sejarah hendaknya dijauhkan dari antikuariat (kisah masa lalu
dipelajari hanya sekedar pelipur lara), dan keterangan sejarah {historical
explanatiori) yang ideologis tanpa pertanggungjawaban yang rasional.
Sejarah Indonesia dari sudut pengisahan dapat dibagi dalam tiga corak
pengisahan, yaitu : (1) romantik, (2) heroik, dan (3) patriotik. Pembelajaran sejarah
dalam kaitannya dengan integrasi nasional dan jatidiri bangsa hendaknya ditekankan
bahwa komunitas bangsa yang terdiri atas kesatuan suku bangsa dan kesatuan etnis
tidak tumbuh sendiri, tetapi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Jati diri
bangsa merupakan hasil terjadinya proses pematangan integrasi nasional (Abdullah,
1996: 13).
Pembelajaran sejarah harus dapat menumbuhkan sikap siswa untuk.belajar
dan problem oriented, tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh
pengetahuan (how to know) tetapi "bagaimana harus mengetahui " (to know how to
know). Siswa hendaknya dirangsang untuk mengenali dan mengkaji peristiwa sejarah
secara utuh, dengan melakukan restrukturisasi pengetahuan dan kesadaran yang
dimiliki (Hariyono, 1995). Sejarah punya peluang untuk menawarkan bagaimana
belajar untuk berpikir, dalam pembelajaran sejarah diharapkan siswa mampu
mengumpulkan, mengorganisir dan mengkalasifikasi data yang luas. Sejarah mampu
mengajar siswa bagaimana mencari informasi yang relevan, menggunakan untuk
memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan hasilnya (Wineburg, 2001: 155).
54
Sejarah dapat mengembangkan pengertian tentang warisan kebudayaan, dan
pelajaran sejarah dapat melatih murid-murid supaya teliti, menimbang bukti-bukti,
memisahkan yang tak penting dari yang penting, membedakan antara propaganda
dan kebenaran. Menurut Garvey dan Krug (1977: 2) :
Studying history can mean '„(a) to acquire knwledge of historical facts; (b) to gain an understanding or appreciation of past events or periode or people; (c) to acquire the ability to evaluate and criticize historical writing; (d) to learn the techniques of historical research; (e) to learn how to write history. (Dengan studi sejarah dimaksudkan dapat memperoleh pengetahuan fakta sejarah, mendapatkan pengertian atau apresiasi peristiwa-peristiwa atau periode atau masyarakat pada masa lalu, mendapatkan kemampuan mengevaluasi dan mengkritisi tulisan sejarah, belajar teknis penelitian sejarah, dan belajar bagaimana menulis sejarah).
Lucy O'Hara dan Mark O'Hara (2001: 9) mengatakan "...history can and
does make an important contribution to children 's education in general and a unique
contribution to their social, cultural and intelectual development particular."
(Sejarah memberikan kontribusi penting pada pendidikan anak dan pada
perkembangan secara partikular sosial, cultural, dan intelektual). Ditambahkan oleh
Lucy O'Hara dan Mark O'Hara (2001: 10):
(1) History offers children a means by which they can gain insights into the affairs of the modern worid (HMI, 1988) by revealing examples of how the past has influenced the present and by offering lessons for the future. (2) History provides opportunities for the development of key learning skills of use across the whole curriculum and adult life. (3) Histoiy involves subject matter that is intrinsically interesting and has the potential to motivate, stimulate and fire children* s curiosity, while the process of historical enquiry fits well with social interactionist (Bruce, 1977) views of how children learn. (4) History plays a unique and pivotal role in personal and social development through the transmission of society's 'cultural heritages' (HMI, 1988) as children explore the choices, attitudes and values of people in the past. (Pembelajaran sejarah dapat memperkaya pengetahuan siswa tentang berbagai peristiwa dunia dan membuka pikiran tentang masa lalu yang mempengaruhi masa sekarang dan memberikan pelajaran untuk masa datang. Sejarah juga memberikan kesempatan pengembangan keterampilan belajar
55
across the whole curriculum and adult life. Sejarah memiliki bahan-bahan menarik dan potensi untuk memotivasi, menstimulus dan membakar keingintahuan anak-anak sesuai proses penyelidikan sejarah dan interaksi sosial mengenai bagaimana anak-anak belajar. Sejarah memiliki peranan unik dan penting bagi perkembangan sosial dan personal, serta sebagai transmisi warisan kebudayaan masyarakat seperti mengadakan penyelidikan oleh anak-anak memilih, sikap dan nilai-nilai masyarakat pada wasa lampau).
Menurut Sunal dan Haas (1993: 279) : "Histoiy is one of the specifically
identified subjects in S goal of the National Goals for Education (1990) that will help
prepare students for responsible citizenship, further learning, and productive
employement in our modern economy. " (Sejarah memperkenalkan subjek pada tiga
nilai nasional untuk pendidikan yang dapat menolong mempersiapkan siswa menjadi
warganegara yang bertanggung jawab, meningkatkan belajar, dan pekerjaan
produktif dalam ekonomi modem).
Banks (1990: 282) mengatakan : "Many educators and lawmakers believe
ihat histor)> should be taught in the public schools because it contributes to the
development of patriotism and democratic attitudes(Banyak pendidik dan hamba
hukum percaya bahwa sejarah dapat mengajar masyarakat dan sekolah sebab sejarah
memberikan kontribusi pada perkembangan sikap patriotisme dan demokrasi). Lebih
lanjut Banks (1990: 283) menjelaskan bahwa pemahaman sejarah diperlukan untuk
menolong pemahaman tentang dunia. Pemahaman sejarah diperlukan untuk
menentukan alternatif masa yang akan datang yang berakar dalam realitas sejarah
(bukan mitos dan ilusi). Nilai utama belajar sejarah adalah membantu siswa
mengembangkan wawasan dan pemahaman tentang sejarah. Siswa tidak hanya
belajar produk sejarah dalam buku teks dan sumber-sumber lain; melainkan belajar
memecahkan masalah-masalah sejarah dengan metode sejarah. Metode sejarah dapat
56
menolong siswa menghargai langkah dan perubahan dalam dunia modei
masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Generalisasi
digunakan untuk menyusun generalisasi untuk memahami tingkah laku
2.3.2 Guna Belajar Sejarah
Sejarah penting untuk diketahui dan dipelajari sebab sejarah menurut Dewey
(1938: 23) "How shall the young become acquainted with the past w such a way
that the acquaintance is a potent agent in appreciation ofthe living present ? " yang
maksudnya bahwa anak muda harus diperkenalkan dengan masa lampau sedemikian
rupa, sehingga pengenalan itu menjadi sarana ampuh dalam pemahaman terhadap
kenyataan hidup sekarang.
Sejarah penting dipelajari agar seseorang dapat mengambil hikmah dari
peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Arti penting mempelajari sejarah
terdapat dalam beberapa ungkapan seperti yang dikatakan Collingwood (1946: 10)
"knowing yourself means knowing what you can do; and since nobody knows what
he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done
(pengetahuan diri anda berarti pengetahuan apa yang dapat dikerjakan; dan tidak ada
orang mengetahui apa yang ia dapat lakukan sampai ia mencoba, satu-satunya kunci
rahasia seseorang apa yang dapat dilakukan adalah apa yang telah dilakukan orang
tersebut). Bacon (Renier, 1965: 19) mengatakan "histories make men wise."
Pepatah Belanda mengatakan "a donkey does not twice hurt it self on the
same stone" (Renier, 1965: 19). Sejarah dapat membuat orang bijaksana, ibarat
seekor keledai tidak akan luka dua kali karena batu yang sama. Abdullah (Kompas,
57
19 Mei 1999) mengatakan bahwa sejarah menyimpan pengalaman berharga yang
dapat memberikan kearifan..
Sejarah berguna secara intrinsik dan ekstrinsik. Sejarah itu berguna sebagai
pengetahuan (intrinsik) dan sebagai liberal education (ekstrinsik), yaitu sebagai
pendidikan: moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan,
ilmu bantu, latar belakang, rujukan, dan bukti (Kuntowijoyo, 1995: 19). Sejarah
dapat memberi pendidikan, memberi inspirasi, dan memberi kesenangan bagi
manusia (Notosusanto, 1962).
Generasi muda selayaknya belajar sejarah, sebab sejarah itu tempat suatu
bangsa berangkat. Tanpa mengetahui sejarah, suatu bangsa tidak tahu ke mana tujuan
bangsa tersebut (Toer, 2002). Mengetahui dan belajar sejarah menurut Cleaf (1991:
38) "history should help children develop an understanding and appreciation of
their heritage and traditions. Children should then be able to compare the progress
of their nation with other nations." (Pembelajaran sejarah dan pemahaman tentang
sejarah akan dapat membantu anak-anak mengembangkan pengertian dan
penghargaan tentang warisan dan tradisi-tradisi mereka. Anak-anak kemudian akan
mampu membandingkan kemajuan negaranya dengan negara lain).
Manusia akan menjadi lebih beradab dengan mempelajari sejarah
(Kartodirdjo, Kompas, 30 Oktober 2001). Fungsi sosial politik dari sejarah tidak
sama pada seluruh masyarakat di dunia. Ada yang berfungsi untuk
mengkonsolidasikan persatuan dan kesatuan bangsa, ada pula yang bertujuan untuk
menemukan jati diri suatu bangsa serta mencari "kebenaran" mengenai masa lampau,
ada juga yang berperan untuk mencerdaskan warganegara. Pengetahuan sejarah
58
dapat membimbing masyarakat terhindar dari jebakan pidato normatif atau
propaganda ideologis yang disampaikan para penguasa dari berbagai bidang (politik,
agama, adat) (Adam, 1999: 576).
Sejarah yang memuat pengetahuan tentang peristiwa peluangan bangsa pada
masa lampau dapat merupakan sumber pelajaran yang mencerminkan penerapan
berbagai nilai. Fungsi didaktik pengetahuan sejarah secara implisit dan eksplisit
dimaksudkan agar generasi yang akan datang dapat mengambil hikmah dari
pembelajaran dan pengalaman nenek moyangnya, berupa nilai-nilai sebagai tauladan
dan model (Kartodirdjo, 1989). Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan
dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa kolonial dan diteruskan
oleh perjuangan fisik selama revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan,
karena prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya masih memerlukan pemantapan
atau perealisasian selama proses nation-buildmg di Indonesia masih berjalan terus
(Kartodirdjo, 2002).
Fungsi dan guna sejarah dirumuskan Siswoyo (Hugiono, 1987: 7) sebagai
berikut:
(1) Sejarah sebagai pegelaran dari kehendak Tuhan mempunyai nilai vital, orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala sesuatu pada hakekatnya ada padaNya. (2) Dari sejarah diperoleh suatu norma tentang baik dan buruk, dari sebab itu mempunyai teachability dan impact bagi perkembangan jiwa anak, sejarah dapat dipandang sebagai educator dan inspirer, sehingga sejarah mempunyai pengaruh bagi pembentukan watak dan pribadi. (3) Sejarah memperkenalkan hidup nyata dengan menyatakan personal dan nilai sosial, sejarah mengungkapkan gambaran tentang tingkah laku, cara hidup, serta cita-cita dan pelakunya. (4) Sejarah jiwa-jiwa besar dan pahlawan menanamkan rasa cinta tanah air, nasionalisme, patriotisme dan watak-watak yang kuat. (5) Sejarah dalam lingkungan tata-tertib intelektual dapat membuka pintu kebijakan, daya kritik yang dalam, melatih untuk teliti dalam pengertian memisahkan yang tak penting dari yang penting, membedakan
59
propaganda dengan kebenaran. (6) Sejarah mengembangkan pengertian yang luas tentang warisan budaya umat manusia. (7) Sejarah memberikan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia. (8) Sejarah mempunyai fungsi pedagogis dan merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita Pendidikan Nasional.
Rumusan tentang fungsi dan guna sejarah di atas memperlihatkan bahwa
sejarah memiliki fungsi religius, pedagogik, dan teladan. Berdasarkan rumusan di
atas berarti tujuan umum dari pendidikan juga sudah tercakup dalam pembelajaran
sejarah. Pelajaran dari generasi terdahulu tentang yang baik dan yang buruk dapat
diketahui dari belajar sejarah. Kesadaran sejarah akan berpengaruh positif dalam
menyikapi keberhasilan dan kegagalan. Arti penting pembelajaran sejarah dapat
dilihat dari kajian sejarawan Islam yang melihat Renaissance Eropa dalam abad ke
enambelas sebagai gerakan penelitian, penemuan, kebangkitan dan pembaharuan.
Mereka berlomba-lomba mempelajari masa lalu untuk mendapatkan dasar
memahami kekinian dan untuk melihat masa depan (Qadir, 1980: 17).
Sejarah adalah ilmu yang menggambarkan perkembangan masyarakat, suatu
proses yang panjang. Sejarah merupakan kisah manusia dengan perjuangan yang
dikenal dengan kebudayaan. Memahami asal usul kebudayaannya, berarti memahami
kenyataan dirinya dan kekiniannya. Memahami hakekat kekiniannya berarti mampu
mengambil pelajaran untuk menghadapi masa depan. Masa lalu, masa kini, masa
depan merupakan suatu kesatuan (Qadir, 1980: 20). Studi sejarah mengajarkan dan
mengambil motif-motif serta pemikiran-pemikiran (ide-ide) yang tersirat melalui
aktivitas-aktivitas nyata. Akibat pengabaian kontinuitas sejarah dicontohkan seperti
kegagalan puritan Inggris di dalam merealisir tata aturan mereka pada abad ke
60
sembilan belas dan kegagalan para pendukung Revolusi Perancis dalam
melanggengkan tata aturan mereka pada abad ke delapanbelas (Qadir, 1980:22).
Arah kemajuan atau kemunduran dapat diketahui dengan mempelajari
sejarah. Contohnya kolonialisme terhadap daerah jajahannya memutar balikan
sejarah untuk melemahkan moral daerah jajahan. Pemalsuan dan pemutarbalikan
kebenaran sejarah merupakan sarana efektif untuk memadamkan semangat suatu
bangsa. Suatu bangsa bila kekuatannya tidak bersumber dari sejarahnya tidak akan
mengenal arti kehormatan, harga diri dan kemerdekaan (Simatupang, 1981).
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari sejarah dan menggunakan
kesadarannya untuk menyadari eksistensi dirinya sebagai makhluk yang menyejarah
dan keterlibatan dalam sejarah. Mempelajari sejarah berarti mempelajari hubungan
antara masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lampau dapat
membahayakan jika kurang mampu mengembangkan gagasan-gagasan dalam
menghadapi tantangan-tantangan, oleh sebab itu diperlukan sikap kritis dan kreatif
terhadap masa lampau.
Aspek Kontinuitas dapat dipelajari dari sejarah bangsa Indonesia, sebab
perjuangan bangsa Indonesia menunjukkan kelanjutan dan perubahan yang bersifat
kualitatif. Kekuatan-kekuatan perjuangan bangsa Indonesia pada saat mencapai
kemerdekaan perlu terus dikobarkan, karena merupakan kekuatan raksasa untuk
mencapai cita-cita kemerdekaan (Simatupang, 1981: 21). Mempelajari sejarah
perjuangan bangsa Indonesia merupakan conditio sine qua non untuk memahami
phenomena peristiwa kemerdekaan. Sejarah mendidik kita supaya bertindak
bijaksana (Confutse dalam Kansil, 1972 : 7).
61
Sejarah berdasarkan kegunaannya terdiri dari sejarah empiris dan sejarah
normative (Suryo, 1991). Sejarah empiris menyajikan substansi kesejarahan bersifat
empirik dan akademik untuk tujuan ilmiah, sejarah normatif menyajikan substansi
kesejarahan berdasarkan ukuran nilai dan makna sesuai dengan tujuan penggunaan
yang bersifat normative. Sebagai sarana pendidikan pembelajaran sejarah termasuk
sejarah normative, karena substansi, tujuan, dan sarananya ditujukan pada segi-segi
normative berupa : nilai dan makna sesuai dengan tujuan pendidikan.
Setiap bidang selalu membangun tradisinya dan berlandaskan pada
sejarahnya, jika tidak akan mengalami kesulitan dalam bidang bersangkutan untuk
mengetahui state of the art dari perkembangan bidang tersebut, kesulitan melakukan
gerak perkembangan yang progresif, karena pembaruan sekarang (terputusnya
sejarah dan ketiadaan tradisi yang bisa direferensi) merupakan pengulangan dari
yang sebelumnya (Ignas Kleden, 1986: 69).
Pemahaman nilai guna sejarah dapat untuk memahami diri kita dan masalah-
masalah kemanusiaan pada masa kini dan mendatang sebagai peranan sosial
pendidikan sejarah. Sejarah selalu dikaitkan dengan kegunaan praktis berupa ajaran
moral dan pendidikan, namun bila dibesar-besarkan menjadikan sejarah sebagai
ajaran moral yang menggusarkan (Sjamsuddin, 1996: 17). Nilai guna ilmu sejarah
dikelompokkan menjadi nilai intrinsik dan nilai disiplin (Sjamsuddin, 1999: 13-14).
Nilai intriksik merupakan nilai yang dikandung sejarah sebagai tubuh ilmu
pengetahuan (a body of knowledge), yaitu : interpretasi dan eksplanasi, bimbingan
{guidance), inspirasi, dan kesadaran kelompok. Sedangkan nilai disiplin yaitu nilai-
nilai yang merupakan hasil sebuah medium disiplin intelektual. Sejarah dipelajari
62
tidak hanya untuk menafsirkan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa masa lalu
berkaitan dengan dinamika manusia, menyediakan bimbingan, inspirasi, dan
solidaritas kelompok daiam menjalani kehidupan, tetapi juga untuk menyiapkan
disiplin mental dengan melatih proses mental dan pengembangan sikap-sikap mental
sebagai olah intelektual. Nilai disiplin ilmu sejarah ini terdiri "melatih penggunaan
proses mental dan perkembangan sikap mental "(Sjamsuddin, 1999: 16).
Melalui pembelajaran sejarah dapat dilakukan penilaian moral saat ini
sebagai ukuran menilai masa lampau. Masa lampau dipelajari dan diajarkan dapat
untuk memberikan pembenaran hari ini. Contoh kekuasaan kolonial dapat menjadi
inspirasi memupuk komunitas baru yang disebut bangsa (Abdullah, 1996: 7).
Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan
guna atau tujuan dari belajar sejarah. Pembelajaran sejarah diharapkan dapat
menumbuhkan wawasan peserta didik untuk belajar dan sadar akan guna dari sejarah
bagi kehidupan sehari-hari sebagai individu maupun sebagai bangsa. Selayaknya
pembelajaran sejarah mengacu pada guna belajar sejarah, maka perlu dikembangkan
ragam pendekatan pembelajaran sejarah. Guna belajar sejarah dari perspektif tujuan
pembelajaran sejarah menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga output pembelajaran
sejarah adalah sosok siswa yang memiliki pengetahuan, penghayatan, dan prilaku
sesuai nilai-nilai sejarah yang mereka pelajari.
63
2.4 Model - Model Pembelajaran Sejarah dan Kesadaran Sejarah
Pembelajaran sejarah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran sejarah.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sejarah terkesan
konvensional, karena kurangnya pemahaman dan keterampilan mengaplikasikan
model-model pembelajaran.
Kesadaran sejarah sebagai output pembelajaran sejarah berkaitan dengan
kelebihan dan perbedaan model-model pembelajaran satu dengan yang lain yang
digunakan oleh guru. Pada hakekatnya semua model pembelajaran dapat untuk
meningkatkan kesadaran sejarah, tetapi perlu diadakan studi terhadap model
pembelajaran untuk mendapatkan model pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan kesadaran sejarah secara maksimal dan sesuai dengan karakteristik
ilmu sejarah.
Aspek-aspek kesadaran sejarah dalam kaitannya dengan pendekatan
pembelajaran perlu disoroti, sehingga proses pembelajaran selalu mengarah pada
arah yang diharapkan. Bagian di bawah ini menjabarkan pengertian kesadaran
sejarah berserta aspek-aspeknya. Berbagai model pembelajaran sejarah juga dibahas
untuk melihat model pembelajaran yang sesuai bagi peningkatan kesadaran sejarah.
2.4.1 Kesadaran Sejarah
Pemahaman kesadaran sejarah tidak dapat dipisahkan dari pembahasan
tentang kesadaran yang memiliki beberapa pengertian. Kesadaran merupakan
hubungan antara individu dengan lingkungannya sejauh lingkungan itu eksis bagi
individu (Mulyana, 2001). Kesadaran itu berarti hubungan diri yang mengamati,
64
mengetahui, berefleksi dan dunia sosial di sekelilingnya. Kesadaran adalah
pemahaman manusia atas pengalamannya.
Kesadaran merujuk pada suatu kondisi atau kontinum di mana mampu
merasakan, berpikir dan membuat persepsi (Kuper, 2000: 162).) Kesadaran adalah
pemahaman sesuatu dengan melibatkan mental, menyangkut : ide, perasaan,
pemikiran, kehendak dan ingatan (Hornby, 1974: 180). Kesadaran akan muncul pada
diri seseorang jika orang tersebut sedang memikirkan sesuatu yang ada di sekitarnya
(Morgan, 1971: 519).
Kesadaran berkaitan dengan perhatian sebagai kesadaran yang menyertai
sesuatu aktivitas (Suryabrata, 1984: 24) makin banyak kesadaran yang menyertai
sesuatu aktivitas, makin intensiflah perhatiannya. 'Sadar' sering digunakan untuk
merujuk pada seseorang yang memberikan perhatian pada peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sekitarnya dan menghubungkan aktifitasnya dengan peristiwa-peristiwa
tersebut. Seseorang dianggap sadar jika terdapat sederet perangsang dari alam sekitar
(Giddens, 2003). Kesadaran timbul dari diri manusia yang sadar tentang diri sendiri
pada saat melihat dirinya berhadapan dengan suatu objek (Drijarkara, 1978).
Kesadaran berhubungan dengan minat seseorang terhadap suatu obyek yang
merupakan salah satu faktor perasaan seseorang, dan faktor psikis nonintelektual
serta mempunyai pengaruh terhadap semangat dan gairah belajar siswa. Melalui
perasaannya, siswa mempunyai penilaian terhadap suatu obyek yang dihadapi, baik
penilaian positif maupun penilaian negatif. Minat sebagai salah satu kecenderungan
yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan
merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Minat seseorang ditimbulkan oleh
65
perasaan senang terhadap sesuatu, yang diperkuat oleh sikap positif. Penilaian yang
positif akan terungkap dalam perasaan senang, seperti rasa puas, rasa gembira, rasa
simpati. Sedangkan penilaian yang negatif akan terungkap dalam perasaan tidak
senang, seperti rasa segan, rasa benci, dan rasa takut (Winkel, 1983: 30).
Minat adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu (Nasution, 1982: 36).
Minat juga merupakan kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati
seseorang akan diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang, dan
dari perasaan senang ini akan diperoleh kepuasaan (Hilgard, 1962: 622).
Minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memberi stimulus yang
mendorong seseorang untuk memperhatikan orang, barang atau kegiatan. Siswa yang
mempunyai minat belajar terhadap pelajaran sejarah, berarti sadar dan mempunyai
dorongan membaca, senang terhadap mata pelajaran sejarah, dan selalu
memperhatikan materi pelajaran sejarah (Crow, 1958: 351).
Kesadaran berhubungan dengan berpikir yaitu meletakkan hubungan antara
bagian-bagian pengetahuan individu. Bagian-bagian pengetahuan yaitu segala
sesuatu yang telah kita miliki, yang berupa pengertian-pengertian. Proses berpikir itu
ada tiga langkah : (1) pembentukan pengertian, (2) pembentuan pendapat, dan (3)
penarikan kesimpulan (Suryabrata, 1984: 54).
Kemampuan untuk memperoleh kemampuan mengenai jiwa adalah
kesadaran. Jiwa sebagai kesadaran ditafsirkan dalam hubungannya dengan
pengetahuan yang dapat dimiliki secara bersama-sama. Sadar diri berarti mengetahui
adanya pengalaman. Kesadaran merupakan kesadaran akan sesuatu yang berarti
66
meliputi ingatan (Kattsoff, 1992: 321). Kesadaran itu adalah seluruh pengalaman dan
penghayatan yang dimiliki seseorang (van Peursen, 1991: 235).
Kesadaran merupakan penghayatan terhadap yang dilakukan secara sadar
akan yang dialami (dilihat, didengar), dan sadar akan proses pengamatan itu sendiri
yang bersifat athetis dan abstrak. Perhatian tidak terfokus pada objek pengamatan,
tetapi juga terfokus pada persepsi terhadap objek (Kartodirdjo, 1990).
Terdapat dua macam kesadaran, yaitu kesadaran rasional dan kesadaran
intuitif. Kesadaran rasional (sebagai esensi pendekatan ilmiah setelah digabung
dengan tangkapan empiris) akan mengantarkan subjek kepada pemahaman objek
yang hanya bersifat dimensional dan menghasilkan pengetahuan yang terpotong oleh
batasan ruang dan waktu. Sedang kesadaran intuitif (mengandalkan pengamatan dan
pengalaman batin) untuk memahami objek yang tidak terpotong-potong oleh batasan
ruang dan waktu (Mulyono, 1984: 190).
Pengertian kesadaran dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa
kesadaran merupakan aktivitas diri manusia dalam berinteraksi dengan
lingkungannya sehingga berkembang perhatian, pemikiran, dan penghayatan yang
pada gilirannya berpengaruh pada sikap dan prilakunya.
Kesadaran sejarah atau historical consciousness adalah kesadaran tentang
waktu atas dasar pengalaman masa lalunya (Berkhofer, 1971: 216-217). Kesadaran
sejarah disebut juga perasaan sejarah atau historical sense yang berarti
penerjemahan, penafsiran setiap generasi tentang masa lalu dilihat dari segi
urgensinya (Guinsburg, 1972: 51-56). Kesadaran sejarah merupakan pandangan,
pemikiran, atau konstruksi sejarah sebagai daya upaya yang direncanakan untuk
67
mengerti masa lalu di dalam lingkungan sendiri yang berfungsi mengukur dan
menentukan sikap manusia dalam kerangka sejarahnya atau historical mindedness
(Gottschalk, 1973: 93, 201; Kartodirdjo, 1982: 66-67).
Kesadaran sejarah dapat dibedakan sebagai gejala psikologis dan sebagai
gejala sejarah (Suryo, 1989 : 5). Kesadaran sejarah sebagai gejala psikologis
merupakan konstruksi pemahaman pengalaman masa lalu ditandai dengan pemilikan
perspektif waktu secara tajam, mampu membedakan dimensi masa lalu dengan masa
kini dan masa datang, serta penyusunan akumulasi pengalaman masa lalu secara
urut-runtut dalam ingatan (memory) atau kesadaran (consciousness). Kesadaran
sejarah sebagai gejala sejarah dapat dilihat melalui simbol-simbol monumental
proses sejarah baik dalam bentuk spiritual dan material. Simbol-simbol monumental
dalam bentuk spiritual misalnya : jiwa jaman, semangat jaman, pandangan dunia,
pandangan dunia, visi sejarah, nilai-nilai kultural. Simbol-simbol monumental dalam
bentuk material misalnya : bangunan sejarah atau monumen.
Pemahaman terhadap masa lalu manusia timbul dari dorongan dan kebutuhan
ingin tahu masa lalu dan juga maknanya. Pertanyaan tentang makna sejarah adalah
pertanyaan yang hidup dan terus menerus terutama tentang darimana dan menuju ke
manakah hidup ini, dari mana asalnya dan ke mana tujuannya. "Cogito ergo sum",
kata Rene Descartes (1596-1650), yang berarti: saya berpikir maka saya ada
(Bertens, 1976: 44-46), berarti juga berkembang kesadarannya. Untuk ini tiap
kebudayaan mempunyai bentuk jawabannya sendiri tergantung dari sifat dan
konstruksi kejiwaan kebudayaan tersebut. Huizinga mengatakan bahwa kesadaran
68
pertanggungjawaban masa silamnya (Kartodirdjo, 1986: 5).
Kesadaran sejarah sebagai rasa hayat sejarah, memahami
sejarah adalah bentuk kejiwaan suatu kebudayaan da
pada masa kini dipandang sebagai kelanjutan daripada kejadian yang lampau,
kejadian masa kini akan mempunyai akibat langsung atas kejadian-kejadian pada
masa mendatang (Soedjatmoko, 1992: 56). Kesadaran sejarah tidak lain adalah
kesadaran diri, sadar akan diri sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan
makhluk ciptaan Tuhan (Sardiman, 1993).
Kesadaran sejarah dengan demikian mengandung pengertian hasil pemikiran
dan penghayatan seseorang terhadap peristiwa masa lalu yang ditimbulkan oleh
aktivitas manusia, yang mempergunakan pengertian tersebut untuk kepentingan masa
kini dan perencanaan kehidupannya di masa datang.
Kesadaran sejarah berhubungan erat dengan kecenderungan untuk bersikap
dan bertindak. Ruslan Abdulgani mengatakan bahwa kesadaran sejarah adalah
mental attitude, suatu sikap kejiwaan sebagai kekuatan untuk aktif berperan dalam
proses dinamika sejarah (Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1985).
Kesadaran sejarah meliputi: (1) pengetahuan tentang fakta sejarah, (2)
pengisian alam pikiran dengan logika (adanya hukum tertentu dalam sejarah), dan (3)
peningkatan kearifan dan kebijaksanaan hati nurani untuk bercermin pada
pengalaman masa lalu. Pengalaman sejarah merupakan guru yang dapat mengajarkan
cara-cara menghindari kesalahan-kesalahan masa lalu dan menikmati keagungannya
(Abdullah & Suryomihardjo, 1985: 28).
69
Kesadaran sejarah menyangkut keinsyafan seseorang untuk menerima hasil
kerja nenek moyang di masa lampau sebagai warisan yang harus dipelihara,
disempurnakan serta dilestarikan keberadaannya (G. Moedjanto, 1987). Kesadaran
sejarah suatu bangsa berarti memahami kenyataan situasi historisnya (Soedjatmoko,
1995: 368).
Kesadaran sejarah berarti sadar bahwa peristiwa sejarah dinamis dalam ruang
dan waktu. Kemampuan melihat hubungan dinamis antara kejadian-kejadian atau
tokoh-tokoh masa lalu dengan dimensi ruang dan waktu akan menyajikan suatu
kerangka acuan yang subur dan absah untuk mencari pemecahan masalah sekarang
dan menghadapi masa depan. Suatu bangsa akan sulit berkembang jika kesadarannya
lemah, melalui kesadaran sejarah dapat dilakukan akumulasi pengalaman
kemanusiaan untuk menumbuhkan kebudayaan dan peradaban, kemandekan akan
dapat membahayakan suatu masyarakat dan bangsa (Madjid, 1996).
Pemahaman sejarah terletak di dalam kesadaran, seseorang merupakan
sebuah keberadaan sejarah, terutama terletak dalam partisipasi umum seseorang
dengan lainnya dalam "kehidupan", memungkinkan seseorang untuk memahami
"ekspresi kehidupan" sehingga menjadi tahu dirinya sendiri (Palmer, 2003: 210).
Kesadaran sejarah dipengaruhi oleh faktor lingkungan etnis, sosiokultural,
politik, dan edukasi (Suryo, 1989: 6). Bentuk dan fungsi kesadaran sejarah di
lingkungan sekolah disebut historis apabila ada kemampuan kritis membedakan
substansi sejarah dalam urutan waktu yang tepat, dan pemahaman substansi sejarah
secara runtut tidak terpotong-potong. Fungsi kesadaran sejarah yang diperoleh dari
pembelajaran sejarah adalah : kognitif, efektif, artistik, romatik, dan kritis. Unsur
70
yang terkandung dalam kesadaran sejarah berhubungan dengan peristiwa sejarah
Cevent), figur, tokoh sejarah, waktu (periode, abad, tahun), dan kelembagaan.
Kesadaran historis memperlihatkan adanya kesatuan meskipun berbeda pada
setiap waktu dalam masa silam, dan mengungkap sesuatu stabilitas di dalam proses
sejarah. Sifat perubahan historis merupakan bagian kesadaran historis. Melihat masa
silam dengan perspektif historis meningkatkan ketegangan antara ketunggalan dan
kebhinekaan, antara kontinuitas dan diskontinuitas, antara struktur dan proses
pertumbuhan. Ketegangan itu memperdalam kesadaran historis dan memberi bobot
dan keaslian. Kesadaran historis tumbuh akibat perubahan sosial dan politik
(Ankersmit, 1987: 350). Kesadaran sejarah adalah kondisi kejiwaan menunjukkan
tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa
datang (Widja, 1988).
Kesadaran sejarah adalah "kesadaran penuh akan historisitas setiap hal yang
ada sekarang {present) dan relativitas dari semua opini." Kesadaran sejarah untuk
mengetahui, bukan pada bagaimana orang-orang (mari), manusia-manusia (people)
atau negara-negara berkembang pada umumnya, sebaliknya pada bagaimana orang
ini, manusia ini, atau negara ini menjadi seperti sekarang, serta bagaimana masing-
masing kekhususan-kekhususan ini (particulars) dapat berlalu dan berakhir secara
khusus di situ (Gadamer dalam Sjamsuddin, 1996: 255).
Kesadaran sejarah dapat dicapai melalui (1) pemahaman kesejarahan sesuai
tingkat perkembangan mereka, dan (2) keterampilan berpikir kesejarahan sebagai
kemampuan menganalisis dan apresiasi terhadap aktivitas manusia (di masa lampau)
dan hubungannya dengan sesama (Nash dalam Kamarga, 2001). Keterampilan
71
berpikir kesejarahan dikelompokkan dalam 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan
yaitu : berpikir kronologis, komprehensif, interpretasi dan analisis kesejarahan,
kemampuan penelitian, dan kemampuan melakukan analisis terhadap isu-isu sejarah
(Nash dalam Kamarga, 2001: 74).
Kesadaran sejarah berarti" menyadari adanya kenyataan sejarah bahwa
manusia dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perkembangan secara terus-
menerus. Indikasi kesadaran sejarah adalah sadar bahwa keadaan sekarang
ditentukan oleh perkembangan masa lalu, dan apa yang dilakukan sekarang akan
menentukan arah perkembangan masa yang akan datang (Kardisaputra, 2003: 196).
Siswa yang belajar sejarah akan sadar setelah mengerti melalui inderanya
gejala sejarah. Siswa dengan menggunakan inderanya sadar akan eksistensi gejala-
gejala sejarah, sehingga mengetahui bahwa peristiwa sejarah memiliki masalah-
masalah yang harus dipecahkan. Kesadaran untuk memecahkan masalah sejarah
membantu siswa mengembangkan keterampilan motorik, sikap ilmiah dan metode
ilmiah. Proses perkembangan kesadaran ini adalah suatu perkembangan mental dari
"lack of understanding to understanding" (Amien, 1987) dapat dilukiskan :
Kesadaran akan adanya peristiwa sejarah t
Kesadaran akan adanya madalah dalam peristiwa sejarah
Kesadaran akan adanya ca^a-cara memecahkan masalah
Kesadaran akan adanya konsep-konsep pengertian i Kesadaran akan adanya saling hubungan antara konsep-konsep
Keadaran akan adanya pengembangan sikap dan metode ilmiah Bagan : 2. 1
Perkembangan Kesadaran
72
Perkembangan kesadaran dilakukan dengan proses pemahaman dalam
mempelajari sejarah. Belajar sejarah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memahami, menghayati peristiwa-peristiwa sejarah melalui proses mentalnya. Proses
mental ini berupa pengembangan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah.
Kesadaran sejarah berdasarkan pembahasan di atas mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psiko motor. Kesadaran sejarah dalam hubungannya dengan
pembelajaran sejarah mencakup aspek kognitif seperti pengenalan, mengingat,
mengetahui, melokasikan obyek sejarah dan mensistematisasikan rangkaian cerita
sejarah, tetapi juga memiliki aspek afektif seperti bersikap arif bijaksana,
meneladani, menghormati leluhur dan para pahlawan bahkan lebih luas mencakup
aspek-aspek artistik, romantik, mistik dan kritis yang kongruen dengan aspek
psikomotorik yang dikembangkan oleh Bloom (1974: 7).
Berpijak dari uraian tentang kesadaran sejarah dapat ditarik indikator
kesadaran sejarah, yaitu : pemahaman tentang peristiwa sejarah, memiliki perspektif
waktu, minat belajar sejarah, memahami guna sejarah, rasa nasionalisme, dan
memahami perubahan dan kontinuitas.
2.4.2 Model-Model Pembelajaran
Gambaran peristiwa sejarah disampaikan di kelas dalam bentuk pembelajaran
sejarah dengan berbagai model pembelajaran. Model-model pembelajaran salah
satunya mengacu pada model-model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000).
Model pembelajaran menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 3) adalah . .a
plan of pattern that can be used to shape curriculums (long-term course ofstudies)
73
to design instructional materials, and to guide instruction in the classroom and other
setting." (...suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam
setting pengajaran ataupun setting lainnya). Ditegaskan oleh Joyce, Weil dan
Calhoun (2000: 6) "Models of teaching are really models of learning. As we help
students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of
expressing themselves, we are also teaching them how to learn." (Model
pembelajaran merupakan perencanaan suatu pola yang dapat digunakan sebagai
desain dan petunjuk pembelajaran dalam ruang kelas. Model pembelajaran
merupakan bentuk nyata belajar sehingga dapat membantu siswa mendapatkan
informasi, idea, keterampilan, nilai, pandangan berpikir, dan cara pemahaman diri,
serta membantu siswa bagaimana belajar).
Ditegaskan oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 12):
A model cannot take the place of fundamental qualities in a teacher, such as knowledge of subject matter, creativity, and sensitivity to people. Rather it is a tool to help good teachers teach more effectively, by making their teaching more systematic and eflicient. Models provide the flexibility to allow teachers to use their own creativity, just as the builder uses creativity in the construction. As with the blueprint, a teaching model is a design for teaching, within which the teacher uses all the skiil and insights at his or her command. (Model tidak dapat mengganti tempat kualitas fundamental guru seperti pengetahuan tentang materi pembelajaran, kreativitas, dan sensitivitas terhadap masyarakat. Model pembelajaran hanyalah sebuah alat untuk menolong guru mengajar lebih efektif, sistematik dan efisien. Model pembelajaran digunakan secara fleksibel sehingga guru dapat kreaktif).
Pada setiap model pembelajaran hendaknya memperhatikan : syntax, social
system, principles of reaction, support system, dan nurturant effect. (Joyce, Weil dan
Calhoun, 2000).
74
Syntax adalah urut-urutan kegiatan pembelajaran dari tahap awal hingga akhir
pembelajaran. Social system adalah gambaran peranan dan hubungan guru dengan
murid serta norma yang mengikat di kelas. Principles of reaction merupakan prinsip-
prinsip reaksi, cara bagaimana memperhatikan peserta didik, memberikan
penghargaan dan merespon peserta didik, support system adalah segala sesuatu yang
dapat membantu terlaksananya tujuan, misalnya dengan mengusahakan sumber-
sumber belajar atau perpustakaan. Nurturant effect merupakan hasil sampingan atau
hasil tidak langsung dari pembelajaran dengan menggunakan model tertentu.
Joyce, Weil dan Calhoun (2000) telah mengembangkan model-model
pembelajaran dalam bukunya Models ofTeaching yang menempatkan siswa sebagai
pusat pembelajaran, kebalikan dengan model konservatif yang berpusat pada guru.
Gagasan-gagasan dan keterampilan berpikir siswa dalam model pembelajaran Joyce,
Weil dan Calhoun (2000) dikembangkan sejalan dengan pandangan UNESCO (1996)
tentang learning throught life, berarti tumbuh kesadarannya tentang makna belajar.
Model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000) terdiri dari empat rumpun,
yaitu : the social family models, the information-processing family models, the
personal family models, behavioral models.
The social family models adalah rumpun model pembelajaran tentang
hakekat manusia dan cara belajar. Rumpun model ini menekankan pada sifat dasar
masyarakat, dan belajar tingkah laku sosial, serta interaksi sosial dalam belajar.
Peranan sentral pendidikan model ini adalah mempersiapkan warganegara untuk
membangkitkan perilaku demokrasi, keduanya untuk mempertinggi kehidupan
personal dan sosial dan untuk menjamin hasil demokrasi. Cooperative menjadi sifat
75
mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan pengertian tentang
semangat dan menurunkan konflik sosial. Cooperative behavior adalah peransang
bukan hanya oleh masyakarat tetapi juga intelektual. Demikian juga memerlukan
interaksi sosial untuk dapat membangkitkan academic learning. Perkembangan
produk social behavior, academic skills dan knowledge saling bergabung (Joyce,
Weil dan Calhoun, 2000: 29). Keijasama akan menghasilkan collective energy yang
disebut synergy. Model sosial dalam pembelajaran merupakan bangunan untuk
mendapatkan keuntungan phenomena ini dengan membangun komunitas belajar.
Pada dasarnya classroom management adalah bahan mengembangkan kerjasama
dalam kelas. Perkembangan positif pada budaya sekolah merupakan proses
pengembangan cara-cara integrative dan produktif pada tnteraksi dan norma-norma
yang mendukung semangat aktivitas belajar (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 14).
Ciri-ciri model pembelajaran dalam the social family models dan pengembangnya
pada tabel berikut (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 15):
Tabel: 2.1 The social family models
Models Developers (Redevelopers) Partners in learning Positive interdependence
Structured inquiry Group investigatigation
Role Playing Jurisprudential inquiry
David Johnson, Roger Johnson, Margarita Calderon, Elizabeth Cohen Robert Slavin, (Aronson) John Dewey, Herbert Thelen, (Shlomo Sharan), (Bruce Joyce) Fannie Shaftel Donald Oliver, James Shaver
The information-processing family models memberi tekanan arah pada
peningkatan pembawaan manusia dalam membuat arah dunia dengan mendapatkan
76
data, mengumpulkan data, temuan masalah, meningkatkan solusi pada peserta didik,
mengembangkan konsep-konsep, dan bahasa untuk meningkatkan mereka. Beberapa
model diadakan oleh pembelajar dengan informasi dan konsep-konsep, penekanan
pada formasi konsep, menguji hipotesis, dan peningkatan keterampilan berpikir.
Beberapa desain meningkatkan kemampuan intelektual. Banyak model pemrosesan
informasi berguna untuk belajar bagi diri sendiri dan masyarakat, demikian juga
untuk mencapai nilai-nilai personal dan sosial bagi pendidikan (Joyce, Weil dan
Calhoun, 2000: 17). Terdapat tujuh model pembelajaran dalam the information-
processingfamily models, yaitu:
Tabel: 2.2 Information-Processing Models
Models Developers (Redevelopers)
Inductive thinking (classification-oriented) Concept attainment
Mnemonics (memory assits) Advance organizers Scientic inquiry Inquiry training Synectics
Hilda Taba (Bruce Joyce) Jerome Bruner, (Fred Lighthall), (Tennyson), (Cocchiarella), (Bruce Joyce) Michael Pressley Joel Levin, Richard Anderson David Ausubel, (Lawton and Wanska) Joseph Schwab Richard Suchman, (Howard Jones) Bill Gordon
The personal family berangkat dari pemahaman bahwa realita kemanusiaan
pada dasarnya terletak dalam kesadaran individual. Kita mengembangkan
kepribadian unik dan melihat dunia dari perspektif yang merupakan produk dari
pengalaman dan posisi kita. Biasanya pemahaman adalah produk perundingan
individu-individu yang harus tinggal, bekeija, dan kreatif bersama keluarga. Model
77
persona! memulai dari perspektif diri sendiri pada individu. Mereka memelihara
bentuk pendidikan dengan pemahaman yang baik, tanggap terhadap pendidikan
mereka, dan belajar mencari untuk menjadi kuat, lebih sensitive, dan lebih kreatif
dalam mendapat kehidupan yang lebih berkualitas. Model personal ini menekankan
pada perkembangan Jiri individu yang mengutamakan proses menolong individu
membentuk dan mengorganisasikan realita. Model ini mengajak siswa
mengembangkan hubungan produktif dengan lingkungan. Kelompok model personal
menekankan perhatiannya pada perspektif individu dan mencari untuk mendorong
kebebasan dalam memperoduksi, sehingga masyarakat memiliki kesadaran diri dan
tanggap terhadap nasib mereka. Rumpun model personal dan pengembangnya
terdapat pada table berikut (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 21):
Tabel: 2.3 Personal Models
Models Developers (Redevelopers) Nondirective teaching Enhacing self-esteem
Cari Rogers Abraham Maslow (Bruce Joyce)
Behavioral models atau pengembangan perilaku, berdasar pada teori social
learning theory, behavior modification, behavior therapy, dan cybernetics. Dasarnya
bahwa manusia melakukan self-correcting system komunikasi dengan merekayasa
perilaku dalam menanggapi informasi agar berhasil. Contoh imajinasi manusia :
cerita tentang mendaki tangga rumah dalam gelap yang tidak biasa dilakukan. Secara
berangsur-angsur perilakunya akan terbiasa dan mengalami kemajuan mendaki
tangga dan menyenangkan. Teori Skinner tahun 1953 menjadi motor behavioral
78
models. Berdasarkan aliran behaviorisme, kegiatan pembelajaran diarahkan pada
timbulnya tingkah laku baru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tabel di bawah ini
adalah rumpun model dan pengembangnya (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 23):
Tabel: 2.4 Behavioral Models
Models Developers (Redevelopers) Mastery learning Direct instruction
Simulation Social learning
Programmed schedule (task performance reinforcement)
Benjamin Bloom, James Block Tom Good, Jere Brophy, Cari Gereiter, Ziggy Engleman, Wes Becker Cari Smith, Mary Smith Albert Bandura, Cari Thoresen, Wes Becker B.F. Skinner
Empat rumpun model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000) di atas
diharapkan dapat menumbuhkan aktifitas siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa
memiliki kesadaran pentingnya subject matter yang dipelajarinya dan pentingnya
belajar, pada gilirannya siswa dapat merasakan manfaat belajar.
2.4.2.1 Model Pemrosesan Informasi
Diantara empat rumpun model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun
(2000), the information processing models adalah model pembelajaran yang banyak
berhubungan dengan tujuan pendidikan (kognitif, afektif dan psiko-motor).
Digambarkan oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979:4) :
Instructional Goals
Cognitive Affective Psychomotor
Bagan: 2.2 Tujuan Instruksional
79
Pemrosesan informasi menurut Joyce, Weil dan Calhoun (1972: 9)
merupakan "...the ways in which people handle stimuli from the environment,
organize data, sense problems, generate concepts and solutions to problems, and
employ verbal and non verbal symbols." (...cara di mana orang-orang menangani
stimuli dari lingkungan, mengorganisir data, merasakan permasalahan, menghasilkan
konsep dan solusi permasalahan, dan menggunakan simbol lisan dan bukan lisan).
Rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi dapat mengembangkan ranah
cipta siswa yang pada gilirannya dapat mengembangkan ranah afektif dan psiko
motor (Syah, 1995: 191). Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 5) mengatakan:
Perhaps the most important characteristic of this view of learning is the emphasis placed on the leamer's active involvement in the learning process, are not passive recipients of knowledge but rather are purposefiil investigators attempting to make their worlds more comprehensible. In their attempts to understand the world, people are slective inquires, focusing upon aspects of the environment that pertain to the problem. (Karakter penting pembelajaran model pemrosesan informasi adalah keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar, bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai peneliti. Peserta didik dihadapkan pada permasalahan dan mengumpulkan data untuk memecahkan masalah).
Sekolah bukan untuk menuangkan fakta-fakta pada kepala pserta didik, tetapi
untuk membantu peserta didik mendapatkan kemampuan dalam belajar untuk dirinya
sendiri (Niles, 1965: 35 dalam Eggen, Kauchak dan Harder, 1979: 8). Ditambahkan
oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 8) "Information processing strategies,
because of their emphasis on development of both process skills and knowledge of
content, provide one means of developing intellectual skills in students." (Strategi
pemrosesan informasi penekanannya pada keterampilan proses dan pengetahuan
tentang isi, mengadakan pengembangan keterampilan intelektual siswa). Menurut
80
Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 9) "Imformation Processing occurs in the
classroom when learners are actively involved in analyzing data to form abstractions
such as concepts, generalizations, and theories." (Pemrosesan informasi terjadi
dalam ruang kelas ketika para siswa dilibatkan secara aktif dalam menganalisis data
untuk membentuk sesuatu yang abstrak seperti konsep, generalisasi, dan teori).
Rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi {the Information-
processing family of models) sesuai tujuan pembelajaran yang diadakan di sekolah-
sekolah, karena mengarah pada tujuan pembelajaran ranah kognitif yang
berhubungan dengan pengembangan intelektual siswa, selanjutnya membawa siswa
pada pengembangan ranah afektif dan psikomotor. Pada kawasan kognitif tersedia
seperangkat tujuan utama, yaitu pemrosesan informasi yang diperkenalkan oleh
Joyce, Well dan Cahoun. Batasan pemrosesan informasi menurut Joyce, Well dan
Cahoun (2000) adalah cara untuk mengatur peransang yang berasal dari lingkungan,
mengorganisasikan data, menemukan masalah, memecahkan masalah, melahirkan
konsep-konsep serta penggunaan lambang verbal dan non verbal. Hasil belajar
pemrosesan informasi adalah hasil belajar kognitif yang memusatkan pengetahuan
dengan cara analisis data. Model pemrosesan informasi menekankan pada
pertumbuhan intelektual yang dilakukan oleh siswa secara aktif dengan lingkungan.
Strategi pembelajaran pemrosesan informasi mengajak siswa aktif diikuti
aktivitas penyelidikan dan berpikir serta menempatkan siswa sebagai peneliti bukan
sebagai penerima yang pasif. Hal ini sesuai dengan pandangan Bruner "...a view that
treats man as searcher after, processor of, and indeed, creator of Information"
(Edgen, Kauchak dan Harder, 1979: 3-7).
81
Hasil pembelajaran dengan pemrosesan informasi adalah: "(1) the delopment
of intelectual capabilities and (2) the acquisition of content" (Edgen, Kauchak dan
Harder, 1979: 15). Keterampilan intelektual untuk menganalisis informasi disebut
proses meliputi kemampuan observasi dan dengan menggunakan inferensi
melakukan generalisasi, prediksi dan menjelaskan kejadian-kejadian atau peristiwa.
Proses yang dilakukan siswa dapat meningkatkan memorization of Information
sampai pada pengetahuan yang lebih abstrak dan bermanfaat. Pengetahuan yang
dihasilkan dari pemrosesan informasi disebut content.
Berdasarkan pendapat di atas pemrosesan informasi memiliki arti penting
dalam pembelajaran di sekolah sebagai kegiatan pembelajaran untuk
mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik. Penumbuhan keterampilan
intelektual peserta didik diawali dengan pengumpulan data, selanjutnya berdiskusi
sehingga siswa dapat memahami dan mengembangkan konsep, generalisasi, dan
teori. Seperti terdapat pada tabel di atas contoh pembelajaran model pemrosesan
informasi adalah : pembelajaran induktif dan pembelajaran inkuiri.
2.4.2.2 Model Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan sikap dan kepribadian. Sikap
dan kepribadian yang berkembang dengan belajar inkuiri antara lain meragukan
kebenaran yang telah lama dan ingin mengetahui hal yang baru, menghargai
penalaran sebagai cara untuk memperoleh suatu kebenaran, menghargai data sebagai
alat untuk menguji kebenaran, objektif terhadap data yang ada serta menhindari
82
jawaban (Beyer, 1979: 18-20).
prasangka, bersedia menerima keputusan sementara sebelum mendapa
Siswa dengan menggunakan belajar penemuan dapat menghubungkan dan
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Pembelajaran dengan
penemuan dalam hal ini inkuiri merupakan pembelajaran yang mengembangkan
intelektual siswa, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berhasil
mengembangkan potensi seorang siswa secara maksimum (Hasan, 1996: 76), hal ini
seperti yang diharapkan Ausubel (1963) dapat mengembangkan belajar yang penuh
makna atau meaningful learning.
Aspek penting pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri adalah
bagaimana peserta didik dapat terlatih berpikir secara induktif (Abbas, 1998: 88).
Belajar berpikir secara induktif berkenaan dengan proses abstraksi dari sesuatu yang
bersifat konkret, khusus, dan terbatas menjadi sesuatu yang lebih abstrak, bersifat
lebih umum, dan memiliki kemungkinan pemanfaatan lebih luas (Hasan, 1996).
Kurikulum sejarah seharusnya mengacu kepada "fleksibilitas" (Sukmadinata,
1997: 150-151), rancangan pembelajarannya memperhatikan persiapan peserta didik
dalam memahami masa lampaunya agar mampu menghadapi persoalan hidupnya
pada masa kini, juga memperhatikan di mana siswa berada, dan mengingat kepada
potensi dan kemampuan yang berbeda.
Model kurikulum nasional memiliki kelemahan antara lain : (1)
menyeragamkan kondisi yang berbeda-beda (alam, sosial budaya dan tahap
perkembangan intelek siswa), penyeragaman sering akan sulit. Penyeragaman dapat
menghambat kreativitas, kemajuan sekolah yang sudah mapan dan perkembangan
83
sekolah yang masih terbelakang. Penyeragaman menjauhkan siswa dari kondisi dan
lingkungan di wilayah siswa tumbuh. (2) Ketidak-adilan dalam menilai hasil, dalam
kurikulum yang seragam sering dilakukan. Kurikulum yang seragam menyebabkan
siswa merasa asing dengan lingkungannya, siswa tidak menemukan hubungan antara
yang dipelajarinya di sekolah dengan kenyataan sehari-hari (Sukmadinata, 1997).
Karakteristik pembelajaran inkuiri selain induktif adalah keterampilan proses.
Belajar dengan keterampilan proses berarti belajar sebagai proses. Proses cara
menemukan pengetahuan, melibatkan mental siswa untuk meenghayati subjek yang
dipelajari. Inkuiri bukan berarti bertanya, tetapi mencari makna lebih dalam dengan
kegiatan intelektual agar dapat lebih menghayati (Wiriaatmadja, 2002: 137). Beyer
(1971: 10) mengatakan : "Inguiry is a quest for meaning that requires one to
perform certain intelectual operations in order to make experience..." (Inquiri
adalah pencarian arti yang memerlukan operasi intelektual untuk membuat
pengalaman). Salah satu komponen utama inkuiri adalah proses (Beyer: 1971)
berapa operasi proses intelektual. Inkuiri adalah keterampilan proses sebagai
pendekatan belajar-mengajar yang mengarah kepada pengembangan kemampuan
mental, fisik, dan sosial sebagai penggerak kemampuan dalam diri siswa.
Keterampilan proses sebagai pendekatan belajar mengajar menekankan
pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik agar mampu
memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat berupa :
fakta, konsep, maupun sikap dan nilai. Dalam pendekatan keterampilan proses siswa
berperan sebagai subyek dalam belajar, bukan hanya sebagai penerima informasi dan
menghafal seperti yang dikatakan Partington (1980 : 15) "too chalkand talk and by a
84
lack of involvement of children in their own learning." (juga kapur dan pembicaraan
dan tidak ada keterlibatan anak-anak dalam pembelajaran). Dalam pendekatan
keterampilan proses memberi kemungkinan pengembangan kemampuan siswa untuk
berpikir aktif kreatif dalam proses belajar, sehingga pembelajaran dapat memberikan
stimulus, menantang, mengesankan serta menggairahkan murid (Semiawan, 1988).
Siswa diajak berpikir dan melihat suatu proses pada pendekatan keterampilan
proses bukan suatu produk, ditegaskan oleh Bruner dalam Dahar (1989: 107) bahwa :
We teach a subject not to produce little living libraries on that subject, but rather to get a student to think mathematically for himself, to consider matters as an historian, to take pait in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not a product. (Kita mengajar siswa bukan mencetak perpustakaan-perpustakaan kecil, tetapi mengajak siswa berpikir secara matematik untuk diri mereka sendiri, seperti seorang sejarawan, sebagai proses pengetahuan. Pengetahuan merupakan suatu proses, bukan sebuah produk).
Pendekatan keterampilan proses menekankan prinsip : (1) motivasi, sebagai
pembangkitkan daya dalam pribadi siswa yang mendorong untuk melakukan sesuatu;
(2) latar atau konteks, yaitu menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang telah
dimiliki siswa; (3) keterarahan pada fokus tertentu dengan merumuskan batasan-
batasan masalah yang akan dipecahkan murid; (4) hubungan sosial yang menekankan
keijasama; (5) belajar sambil bekeija dengan menekankan aktivitas mental dan fisik;
(6) perbedaan perorangan sehingga tidak ada anak yang tertekan; (7) menemukan,
yang menekankan proses belajar di mana anak tidak hanya menerima informasi atau
konsep, tetapi di dorong untuk mencari dan menemukan sendiri informasi serta
konsep tersebut; (8) pemecahan masalah dengan menekankan pada kepekaan siswa
terhadap berbagai masalah dan kemudian mendorong memecahkan masalah-masalah
tersebut (Semiawan, 1988 : 10-13).
85
Pembelajaran dengan mengggunakan model inkuiri merupakan developing
thinking, tujuannya seperti dikemukakan Savage dan Amtrong (1996: 228) adalah :
Inquiry approaches encourage pupils to examine invidual places of information for the purpose of developing explanatoiy principles and generalizations. They encourage development of the kinds of rational decision- making skills that pupils will need through their adult lives. (Pendekatan inkuiri mendorong para siswa untuk menguji informasi untuk tujuan pengembangan prinsip-prinsip penyamarataan dan generalisasi. Mereka didorong mengembangkan macam-macam keputusan rasional-membuat keterampilan yang mana diperlukan para siswa sampai hidup dewasa).
Menurut Savage dan Amtrong (1996) inkuiri menggunakan pendekatan
"bastc steps, data charts, delimitmg and focusing." Pembelajaran inkuiri
menggunakan konsep inductive learning dari partikular ke general. Pada tahapan
dasar (basic steps) dalam pembelajaran inkuiri menggunakan pemikiran John Dewey
dari buku How we think, rekomendasinya adalah:
(1) describe the esential features of a problem or situation, (2) suggest possible solutions or explanations, (3) gather evidence that can be used to test the accuracy of these solutions or explanations, (4) evaluatethe sollutions or explanations in light of this evidence, (5) develop a conclusion that is supported by the best evidence. (1. Menggambarkan corak-corak esential tentang suatu masalah atau situasi. 2. Menyarankan kemungkinan pemecahan atau penjelasan. 3. Bukti yang dapat digunakan untuk menguji keakuratan dari penjelasan atau solusi. 4. Evaluasi solusi atau penjelasan untuk memperjelas bukti. 5. Mengembangkan kesimpulan yang didukung oleh bukti yang terbaik).
Pada tahapan using data chart dalam pembelajaran inkuiri digunakan untuk
compare, contras, and generalize bertujuan membantu siswa belajar bagaimana
membandingkan, membedakan, dan generalisasi. Data charts digunakan untuk
mengorganisasi informasi agar dapat digunakan oleh siswa dalam proses berpikir
(Savage dan Amtrong, 1996: 241). Pada tahapan delimiting and focusing pupils'
86
thinking, Suchman (dalam Savage dan Amtrong, 1996: 243) mengembangkan
tahapan yang dapat menyenangkan siswa, yaitu :
(1) pupils are presented with a discrepant event, (2) they are encouraged to explain it by asking the teacher guestions that can be answered either "yes " or "no ", (3) the exercise ends with a general discussion of explanations that pupils have suggeted and of the processes they used to arriveat them. (1. Para siswa mempresentasikan suatu peristiwa menarik. 2. Mereka didukung untuk menjelaskan dengan pertanyaan guru yang dapat dijawab " ya" atau " tidak". 3. Latihan berakhiri dengan suatu diskusi penjelasan] umum yang mana para siswa memiliki ketertarikan dan tentang proses yang telah mereka lakukan).
Jarolimek (1977: 71) mengatakan bahwa : "The knowledge and skills pupils
learn are the products of learning and the way they go about gaining that knowledge
and those skill the process of learning." (Pengetahuan dan keterampilan siswa
merupakan produk belajar, cara mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
merupakan proses belajar).
Pendidikan tradisional bertumpu pada hasil (product outcomes),
perkembangan terakhir penekanan pada proses (process outcomes), siswa menolong
dirinya sendiri belajar bagaimana belajar (learn how to learn) (Jarolimek, 1977: 72).
Pembelajaran inkuiri berhubungan dengan pengembangan sikap, keterampilan,
penyampaian masalah, melibatkan sikap ingin tahu, kemampuan menganalisis suatu
masalah, kemampuan membuat tes dan hipotesa, dan kemampuan menggunakan
informasi dan menarik kesimpulan (Jarolimek, 1977: 72). Pembelajaran Inkuiri
selalu menyangkut pencarian informasi dalam hubungannya dengan masalah
(masalah dapat berasal dari siswa sendiri). Wawasan inkuiri diarahkan kepada anak
didik agar berpikir kritis dan menjadi orang yang secara bebas dapat memecahkan
sendiri masalah yang dihadapinya (Sumaatmadja, 1984: 30).
87
Pembelajaran inkuiri merupakan metode, guru dan murid bersama-sama
mengindetifikasi masalah yang menarik perhatian mereka dan masyarakat,
berdasarkan fakta-fakta dan nilai-nilai yang akan diuji sesuai dengan kriterianya
(Barr, Shermis, Barth, 1978: 99). Siswa pada pembelajaran inkuri dilatih ketajaman
berpikirnya, sehingga menjadi warga masyarakat yang mampu berpikir kritis dan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Sumaatmadja, 1984). Siswa
dilatih mengidentifikasi masalah, membuat perkiraan berbagai aspek sosial yang
merupakan sebab akibat masalah tersebut, menggali informasi berkenaan dengan
permasalahan, dan akhirnya dilatih menyusun alternatif pemecahan masalah.
Pada pembelajaran inkuiri tidak hanya kemampuan berinkuiri saja yang
berkembang, menurut Sumaatmadja (1984: 92) juga dikembangkan aspek-aspek
mental dan keterampilan lainnya secara terpadu agar siswa mampu :
- mengidentifikasikan masalah dan pertanyaan tentang hal-hal yang sedang dibahas atau yang sedang dipelajari. Membuat referensi dan menarik suatu kesimpulan dari data yang diperoleh.
- Melakukan perbandingan-perbandingan, - Pengembangan suatu hipotesa atas persoalan yang sedang dibahas atau
dipelajari. - Menggali bukti-bukti untuk menguji hipotesa. - Merencanakan bagaimana melakukan penelaahan suatu persoalan atau
masalah. Mengumpulkan data dari berbagai sumber.
- Meramalkan bagaimana perkiraan hasil studi yang bersangkutan. - Menentukan bukti-bukti yang diperlukan untuk melakukan studi suatu
masalah. - Menentukan informasi-informasi yang relevan dengan masalah-masalah
yang dibahas.
Pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses, siswa dibimbing mencari
makna lebih dalam dengan aktivitas intelektual agar menghayati bukan hanya
88
menfengarkati. Tujuan pembelajaran inkuiri tidak hanya beyond knowing dan beyond
understanding, tetapi juga domain kognitif tinggi (analisis dan sintesis). Domain
afektif terjadi dalam aktivitas menjabarkan nilai dan membentuk sikap, domain
motorik terjadi dalam bentuk keterampilan aspek-aspek teknis inkuiri. Proses inkuiri
dalam pembelajaran adalah : (1) perumusan masalah, (2) memperkenalkan konsep-
konsep, (3) memformulasikan hipotesis, (4) mengumpulkan data dan informasi untuk
menguji hipotesis, dan (5) penarikan kesimpulan (Winaatmadja, 2002).
Pembelajaran model inkuiri memiliki kelebihan, yaitu informasi akan lama
diingat karena dicari sendiri oleh siswa, siswa akan mampu menghadapi
permasalahan dan situasi baru, siswa didorong oleh motivasi intrinsic, siswa
mengembangkan keterampilan (nilai, dan sikap) yang diperlukan dalam belajar
sendiri, mengembangkan daya kognitif sampai tingkat tinggi dan mengembangkan
berpikir intuitif, siswa dilatih berpikir induktif dan deduktif karena belajar
mengambil kesimpulan secara logis dari hasil inferensi dan data yang dikumpulkan
(Winaatmadja, 2002). Sumbangan utama belajar dengan model inkuiri adalah
memberi kesempatan pada siswa terlibat dalam proses mendapatkan pengetahuan
melalui kontak mendalam dengan informasi sehingga memperoleh perspektif penting
dari yang dibaca, dilihat, menunjukkan dan menceritakan seperti dalam buku, film,
ceramah, dan sumber informasi yang lain (Ellis, 1977: 74). Pada pembelajaran
dengan model inkuiri seluruh aspek pembelajaran dikembangkan, siswa tidak hanya
memiliki pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan.
89
EUis (1977: 75) membedakan pembelajaran exposition dengan inguiry:
Exposition Inguiry Passive student role Teacher as director Student recives knowledge Answers to questions are Predetermined (menetapkan sebelumnya) Promotes convergent thinking Learning consists chiefly recall and explanation
Active student role Teacher as facilitator Student generates knowledge Answers to guestions are discovered by students
Promotes divergent thinking Learning consists chiefly of anaysis, synthesis, andjudgement.
Belajar inkuiri berbeda dengan pemecahan masalah (Hasan, 1996: 235-236).
Pemecahan masalah adalah belajar berdasarkan kehidupan sehari-hari, pembelajaran
inkuiri berupa pemecahan masalah sesuai disiplin ilmu tertentu. Pembelajaran inkuiri
berdasarkan proses pengumpulan data dan uji hipotesis, proses pengumpulan data
pada belajar pemecahan masalah tidak berlandaskan disiplin keilmuan tertentu.
Pembelajaran inkuiri mengembangkan berpikir aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi : (1) perumusan masalah, (2) pengembangan hipotesis, (3) pengumpulan
data, (4) pengolahan data, (5) pengujian hipotesis, dan (6) penarikan kesimpulan.
Pembelajaran inkuiri didasari kebebasan disertai metode partisipasi siswa
pemecahan masalah secara ilmiah (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176-177). Siswa
pada pembelajaran inkuiri diajak bersikap bahwa pengetahuan itu bersifat sementara
(all knowledge is tentative), untuk itu dilakukan penyelidikan (Suchman dalam
Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176). Siswa mengembangkan pertanyaan "mengapa
peristiwa itu terjadi ?", cara mendapatkan dan mengolah informasi secara logis-
ilmiah untuk menjawab "mengapa terjadi peristiwa tersebut"; Suchman (dalam
Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176) mengatakan "He wants students to guestion
90
why events happen as they do and to acquire and process data logically and he
wants them to develop general intelectual strategies that they can use tofind out why
thins are as they are." (Siswa bertanya tentang peristiwa ketika mereka melakukan,
memperoleh dan memproses data secara logika dan ingin mereka mengembangkan
strategi intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan sebagaimana adanya).
Penyelidikan dilakukan ketika menemukan masalah, sadar dan analisis sebagai
strategi berpikir. Pembelajaran inkuri dilakukan secara kooperatif agar siswa kaya
cara berpikirnya dan belajar hakikat pengetahuan yang bersifat sementara.
Terdapat lima phase pembelajaran inkuiri (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000:
180) : (1) penyajian masalah (confrotation with the problem) berupa penjelasan
prosedur inkuiri (explain inquiry procedurs) dan masalah (present discrepant event),
(2) pengumpulan dan verifikasi data (data gathering-verification) berupa pembuktian
hakikat objek dan kondisi (verijy the nature of objects and coditions) dan
menyelidiki situasi masalah (verijy the occurrence of the problem situation), (3)
eksperimen dan pengumpulan data {data gathering-experimentation) berupa
memisahkan variabel yang relevan, mengadakan hipotesis dan uji hubungan sebab
akibat, (4) merumuskan penjelasan (organizing, formulating an explanation) dengan
menyusun penjelasan iformulate rulesor explanation). (5) mengadakan analisis
proses inkuiri {analyze of the inguiry process) dengan menganalisis strategi (analyze
inquiry strategy) dan mengembangkan inkuiri secara efektif (develop more effekiive
ones). Ditambahkan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 186):
The model promotes strategies of inquiry and the values and attitudes that are essential to an inquiring mind, including : (1) process skills (observing, collecting, and organizing data; indetifying and controling variabel;
91
formulating and testing hypotheses and explanations; infening); (2) active, autonomous learning; (3) verbal expressiveness; (4) tolerance of ambiguity, persistence; (5) logica! thinking; (6) attitude that all knowledgeis tentative. (Ide strategi model inkuiri dan nilai-nilai dan sikap yang mana essential bagi suatu pikiran ingin tahu, termasuk: (1) ketrampilan proses (pengamatan, mengumpulkan, dan mengorganisir data; indetifikasi dan control variabel; perumusan dan menguji hipotesis dan penjelasan); (2) aktif, kemandirian belajar, (3) ekspresif lisan; (4) toleransi kerancuan, ketekunan; (5) pemikiran logis; ( 6) sikap bahwa semua pengetahuan bersifat sementara).
Dikemukakan Welton dan Mallan (1988: 247) : "In an educational context,
inquiry is both an act and a process". Proses inkuiri : kesadaran akan masalah
(awaraness of a possible problem), definisi masalah (defining the problem), Review
data (reviewing the data), mengajukan hipotesis (hypothesizing), menguji hipotesis
{testing hypotheses), menarik kesimpulan {concluding, tentatively), menguji
kesimpulan (testing the conclusion). Keterampilan inkuiri berguna untuk kehidupan
informal, proses formal masalah, hipotesis, dan menguji jawaban secara tentatif
(Welton dan Mallan, 1988: 250). Orang dewasa berbeda dengan siswa yang selalu
gembira walaupun tidak mengerti. Siswa perlu data, tidak mengenal jawaban tentatif.
Guru pada pembelajaran inkuiri harus kooperatif dan membimbing (Skeel
dan Decaroli dalam Welton dan Mallan, 1988: 251). Welton dan Mallan (1988: 252)
menghendaki perubahan pembelajaran ke arah siswa "role that information and
skills play in the strategy." Pembelajaran inkuiri untuk membangkitkan minat,
pemikiran mendalam, pertanyaan, dan mengurangi kebosanan (Rogers dalam Welton
dan Mallan, 1988: 253). Guru bukan menekankan isi pelajaran dan mengajarkan
bahan. Siswa pusat process informaton, guru menyeleksi bahan dan mengembangkan
keterampilan siswa. Inkuiri adalah proses berpikir dalam pembelajaran, Michaelis
(1976: 180) menggambarkan aspek berpikir pada pembelajaran :
92
Bagan: 2.3 A Summary of Selected Aspects of Thinking
Pengetahuan itu berubah dan dapat menjadi usang, untuk itu diperlukan
produk kembali pengetahuan (Banks, 1990: 104). Proses pembelajaran dengan
menekankan pada pengetahuan pelajar mendapatkan fakta, konsep, dan genaralisasi
yang digunakan untuk membuat keputusan dan kebijaksanaan umum. Proses yang
menggunakan fakta, konsep, generalisasi, dan teori disebut social inguiry, social
science inguiry, atau the scientific method. Pengembangan pribadi siswa untuk dapat
93
berpikir dan berprilaku rasional dapat dikembangkan dengan iquiry, valuing, and
decision makingskills (Banks, 1990: 72).
Pembelajaran hendaknya berorientasi pada proses bukan pada produk saja
(Cleaf, 1991: 190). Pembelajaran yang berorientasi pada produk cenderung membuat
siswa pasif, yang penekanannya pada what. Pembelajaran yang berorientasi pada
proses penekanannya pada howy berpusat pada siswa dan guru sebagai petunjuk dan
fasilitator. Inquiry merupakan strategi dalam pembelajaran yang berorientasi pada
proses, penekanan pada siswa dengan memecahkan masalah dan mencari informasi
(Cleaf, 1991: 190). Proses digunakan oleh ahli-ahli ilmu sosial untuk memecahkan
masalah dan menemukan informasi. Temuan dari penelitian Muir (dalam Cleaf,
1990: 90) menunjukkan bahwa dalam pembelajaran inkuiri para pelajar terlibat aktif,
dan terjadi proses dan pengembangan kognitif. Dikatakan oleh Cleaf (1991: 191)
"The inquiry process is a variation of the scientificic method." Cleaf (1991: 191)
memodifikasi tahapan inkuiri tetap berpegang pada kaidah ilmu pengetahuan guna
menyesuaikan dengan sifat-sifat alamiah siswa. Tahapan hipotesa dimodifikasi
menjadi satu kesatuan dengan the problem statement. Perbandingan model science
dengan inquiry digambarkan oleh Cleaf (1991: 191) sebagai berikut:
SCIENTIFIC METHOD PROPOSEDINQUIRY J. Definition ofproblem 2. Statement ofhypotheses 3. Deductive reasoning (implications of
hypothesesj 4. Collection and analysis of data 5. Confirming or rejecting hypotheses
1. Identijy problem (and hypotheses or questions)
2. Collect data 3. Analyze data 4. Draw conclusions
Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Clark (1973, 64):
94
II 1. It helps pupils to establish deep understandings and firm conr
processes and relationship, and to develop taste, values, and at 2. It helps pupils develop intelectual skills, including the abi
rationally. 3. It has high motivating power. (1. Membantu para siswa untuk meneta
pemahaman lebih dalam dan konsep, memperjelas proses dan hubungan, dan untuk mengambangkan rasa, nilai-nilai, dan sikap. 2. Membantu para siswa cmengembangkan ketrampilan intelektual, mencakup kemampuan berpikir secara rasional. 3. Mempunyai motivasi tinggi).
Karakter umum pembelajaran inkuiri guru menstimulus siswa untuk berpikir
dengan cara bertanya, intepretasi, menerangkan, dan hipotesa, serta menanyakan
aplikasi prinsip-prinsip pada perbedaan situasi, implikasi data dan informasi,
menghadapkan para siswa dengan masalah-masalah, kontradiksi, implikasi, asumsi
nilai, dan konflik nilai. Karakter umum yang lain dalam pembelajaran inkuiri guru
mendorong siswa untuk berpikir dengan mendukung dan menerima, menonjolkan
positip, menerima dan menyelidiki, dorongan, persetujuan, memberi petunjuk-
petunjuk, memberikan kebebasan dan kreativitas, mendorong murid-murid bertukar
ide dan menganalisis perbedaan ide dan mengembangkan intepretasi. Karakter
pembelajaran inkuiri juga pada variasi pemecahan masalahnya menggunakan metode
pemecahan masalah secara kelompok atau individu. Metode inkuiri adalah terbuka
juga merupakan karakter pembelajaran inkuiri, kadang-kadang guru melakukan
pelajaran dengan discovery untuk memperbaiki generalisasi (Clark, 1973: 64-65).
2.4.2.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran lain yang diharapkan dapat mengembangkan kesadaran
sejarah adalah pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini sering disebut
dengan pembelajaran gotong royong, karena menekankan pada kerja sama dan
95
berangkat dari falsafah homo homini socious (Lie, 2002: 27). Menurut Arends (1989:
402) : "The cooperative learning model grew out of an educational tradition
emphasizing democratic thought and practise, active learning, cooperative
behaviour, and respect for pluralism in multicultural societies" (Model belajar
kooperatif tumbuh sebagai tradisi pendidikan dengan penekanan pada demokrasi
dalam berpikir dan bertindak, belajar aktif, prilaku keijasama, dan tanggap pada
kemajemukan dalam masyatakat multikultur).
Pembelajaran kooperatif berangkat dari pemikiran John Dewey, Herbert
Thelan, dan kelas demokratis. Konsep Dewey tentang pendidikan (Arends, 1989:
403) "...that the classroom should mirror the larger society and be a laboratory for
real-life learning." (...bahwa ruang kelas merupakan cermin masyarakat luas dan
sebuah laboratorium untuk belajat nyata tentang kehidupan). Pedagogi Dewey
diperlukan guru untuk menciptakan lingkungan belajar sebagai sebuah karakter
sistem sosial dengan prosedur demokrasi dan proses sains (ilmiah). Tanggung jawab
utama guru adalah melibatkan siswa menciptakan penyelidikan ke dalam masalah
interpersonal dan sosial. Prosedur ruang kelas oleh Dewey ditekankan dalam bentuk
kelompok kecil, problem -sol ving, pencarian jawaban dan prinsip-prinsip demokrasi
dengan interaksi satu sama lain (Arends, 1989: 403). Sesudah Dewey, Herbert
Thelen (1954; 1960) mengembangkan prosedur untuk membantu siswa bekerja
dalam kelompok. Kelas merupakan laboratorium atau miniature democracy untuk
tujuan studi dan penyelidikan masalah interpersonal dan sosial. Thelen berdasarkan
dinamika kelompok mengembangkan bentuk rinci dan terstruktur tentang
penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual untuk
96
mengembangkan pembelajaran kooperatif pada masa kini. Ciri pembelajaran
kooperatif (Arends, 1989:407) :
• Students work in teams to master academic materials • Team are made up of high, average, and how achievers • Teams are made up of racially and sexually mixed group of students
, • Reward systems are group oriented rather than individually oriented. (Para siswa bekerja dalam kelompok untuk menguasai material akademis, kelompok dibentuk berdasarkan tinggi, rata-rata, kelompok terdiri dari pencampuran ras dan jenis kelamin, Sistem Penghargaan secara kelompok bukannya secara individu).
Contoh model pembelajaran kooperatif : Students Teams Achievement Division
(STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), dan Pendekatan Struktural.
2.4.2.4 Model Pembelajaran Kontekstual
Kesadaran siswa akan arti penting belajar dan materi pelajaran dapat
dikembangkan dengan model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran ini
tengah dikembangkan di berbagai sekolah di Indonesia dan menjadi model
pembelajaran dalam kurikulum baru (KBK). Johnson (2002: 3) mengatakan
"Contextual teaching and learning engages students in significant activities that help
them connect academic studies to their context in real-life situations. By making
these connections, students see meaning in schoolwork." (Mengajar dan
pembelajaran kontekstual aktivitas siswa penting yang membantu menghubungkan
studi akademis kepada konteks mereka di dalam situasi kehidupan nyata. Dengan
pembuatan hubungan ini, para siswa melihat arti dalam ketja sekolah).
Siswa dalam pembelajaran menurut kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
merupakan pusat perhatian dan perlakuan. Guru dalam pembelajaran di kelas
97
peranannya bukan ditentukan oleh didaktik metodik yang akan dipelajari saja, tetapi
menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar anak (Diknas, 2002).
Pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang membantu
guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi
nyata yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan
terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan
masyarakat di mana dia hidup (Kasihani, 2002).
Menurut Johnson (2002: 11) ". . .CTL's central message...is that learning by
doing causes us to make connections that yield meaning, and when we see meaning,
we acquire and retain knowledge and sfalls. " Yulaelawati (2004: 119) mengatakan
bahwa kegiatan siswa dalam pembelajaran kontekstual: " (1) relating (mengaitkan),
(2) experiencing (mengalami), (3) applying (mengaplikasikan), (4) cooperating
(keijasama), dan (5) trans/erring (memindahkan)." CTL merupakan holistic system
meliputi delapan komponen (Johnson, 2002: 24) : "(1) making meaningful
connections, (2) doing significant work, (3) self-regulated learning, (4)
collaborating, (5) critical and creative learning, (6) nurturing the individual, (7)
reaching high standards, (8) using authentic assessment." Model pembelajaran
kontekstual menurut CTL Tim University of Washington (Kasihani, 2002: 6)
memiliki tujuh komponen utama "(1) constructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4)
learning community, (5) modeling,dan (6) authentic assessment. "
98
2.4.2.5 Model-Model lain Pembelajaran Sejarah
Berangkat dari pengertian sejarah, sejarah sebagai ilmu, guna sejarah, dan
kesadaran sejarah, pada pembelajaran sejarah diperlukan berbagai model
pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran berpegang pada hakekat belajar dan
pembelajaran, dengan tetap berdasui pada karekteristik ilmu sejarah. Model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah diperlukan agar tidak
menimbulkan kebingunan pada siswa dalam cara berpikir dan cara belajar karena
adanya perbedaan dengan mata pelajaran lain (Kardisaputra, 2003: 197).
Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah adalah : ( l)
mengajak siswa berpikir sejarah dengan cara berpikir imajinatif dengan
membayangkan sesuatu yang nyata-nyata pernah ada dan atau pernah teijadi, (2)
intelektual siswa dilatih dalam bentuk kegiatan belajar dengan menarik generalisasi-
generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar inkuiri, (3) siswa diajak
belajar konsep secara induktif maupun deduktif, konsep merupakan wahana berpikir
keilmuan, (4) mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dalam bentuk
pembelajaran yang bercirikan rote learning dan reception learning, dan (5)
menunjukkan realita-realita yang hidup dalam masyarakat dengan menanamkan
kesadaran sejarah dan perspektif sejarah (Kardisaputra, 2003: 197-202).
Proses pembelajaran sejarah untuk mencapai tujuan pembelajaran sejarah
(kesadaran sejarah) perlu diarahkan pada pembelajaran kolektif dalam bentuk model
cooperative learning yang memiliki lima unsur (Lie, 2002: 27) : (1) saling
ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4)
komunikasi antar anggota, (5) evaluasi proses kelompok. Salah satu faktor alami
99
dalam pembelajaran sejarah adalah mendorong siswa untuk bekeija sama (Hill, 1955:
38). Pembelajaran sejarah yang hidup dikembangkan dengan cara keija sama dalam
bentuk kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Pengalaman dalam keija sama
dapat membantu mengembangkan keijasama sosial, dengan memberi kesempatan
berdiskusi secara bersama-sama masalah-masalah yang lalu, misalnya menyusun
diskusi sesuatu pokok penting, dan belajar dalam bentuk proses penyelidikan secara
bersama-sama tentang masalah-masalah sosial sebagai suatu proses demokrasi.
Perdebatan-perdebatan dalam bentuk diskusi tentang masalah-masalah sejarah
merupakan bentuk latihan keijasama dan kesabaran, yang memungkinkan
pembicaraan bebas.
Pengembangan model pembelajaran sejarah juga mempertimbangkan
sumber-sumber belajar yang terkait (Garvey dan Krug, 1977:18-19), yaitu : bahan
kajian sejarah (peninggalan dan sumber-sumber tertulis tentang sejarah), kemampuan
siswa dan kemampuan profesional guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar.
Kemampuan potensial siswa yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran
sejarah adalah : menulis, mendramatisasikan, serta kemampuan kreatif lainnya
(kemampuan mengkomunikasikan pengetahuan dan pemahaman sejarah).
Pembelajaran sejarah bertujuan untuk peningkatan kesadaran sejarah dengan
indikator-indikatornya : pemahaman terhadap materi sejarah, penghayatan terhadap
sejarah, minat terhadap sejarah, sikap kebangsaan, pandangan tentang perubahan,
pandangan tentang kontinuitas, pandangan tentang guna sejarah, dan keterampilan
berpikir kesejarahan. Agar peningkatan kesadaran sejarah dapat tercapai secara
maksimal diperlukan beberapa pendekatan dalam pembelajaran sejarah.
100
Model-model pembelajaran dalam pembelajaran sejarah yang dapat
mendukung pengembangan kesadaran sejarah meliputi : (1) picture study, (2)
Document study, (3) questioning, (4) text book study, (5) simulation and drama, (6)
note-making,dan (7) map study (Garvey dan Krug, 1977).
Picture study merupakan pembelajaran sejarah yang dilaksanakan dengan
membagi kelas dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok mendiskusikan
bagian-bagian sebuah gambar yang ditugaskan guru. Pada model pembelajaran ini
siswa dituntut mengamati, berpikir kesejarahan, dan melakukan interpretasi sebuah
gambar. Tujuan utama model pembelajaran picture study ini adalah menumbuhkan
imajinasi peserta didik dan memecahkan masalah. Picture study digunakan sebagai
model pembelajaran sejarah berhubungan dengan (1) imaginative learning, dan (2)
picture and mental development (Garvey dan Krug, 1977: 26-28).
Imaginative learning adalah pengembangan imajinasi anak dengan
menggunakan gambar. Imajinasi siswa pada model pembelajaran ini dikembangkan
dalam bentuk konkrit berdasarkan fakta dan data. Peserta didik akan dapat
mengemukakan suatu peristiwa lebih jelas dengan melihat gambar. Terdapat
hubungan yang aktif antara gambar dengan imajinasi anak sehingga muncul
ungkapan kata yang benar.
Picture and mental development didasarkan pengertian bahwa gambar
berhubungan dengan perkembangan mental anak. Peristiwa sejarah yang dipelajari
siswa berkaitan dengan pengalaman peserta didik. Piaget dan Bruner mengatakan
bahwa perkembangan tingkah laku dan peristiwa sejarah merupakan hasil pemikiran
yang dihasilkan oleh manusia. Tingkat berpikir siswa dipengaruhi oleh sarana belajar
101
yang ada. Data dan fakta sejarah berupa gambar atau tulisan dapat mengembangkan
kesiapan siswa untuk belajar sejarah dengan baik, sehingga menggiring siswa
berpikir imajinatif, aktif, dan konkrit (iconic) (Garvey dan Kiug, 1977).
Gambar dapat digunakan pada awal pembelajaran untuk membawa kepada
suasana belajar yang diharapkan, dilanjutkan dengan penjelasan sehingga berpikir
kesejarahan dapat tumbuh dalam diri peserta didik. Strategi picture study terdiri dari
: (I) picture workcards for group study, (2) workcards for individual learning, (3)
class use of texbook pictures, (4) wali displays, (5) fdmstripe, slides (6) making
pictures (Garvey dan Krug, 1977: 28-29). Pembelajaran dengan picture study model
harus memperhatikan:
(I) select picture which relate to the historical problems of the subject under study, (2) in making a selection from the picture available, give greater weight to relevance than to attractiveness, (3) difficult pictures should not be avoides, but they need to be structured for pupil study by helpful questions, (4) give pupils an opportunity to interpret pictures for themselves, (5) pictures on wali displays should be clear, simple, and hung at eye level, (6) wali displays should be arranged with questions or explanations which invite examination and comment by pupils (Garvey, B dan Krug, M, 1977: 32). (1. Memilih gambar yang berhubungan dengan permasalahan sejarah sesuai dengan materi yang dipelajari. 2. Pemilihan dari gambar tersedia, memberi penekanan pada keterkaitan dibanding aktratif. 3. Gambar yang sulit tidak dihindari, tetapi diperlukan untuk studi siswa dengan bantuan pertanyaan. 4. Memberi para siswa kesempatan menginterpretasi gambar untuk diri mereka. 5. Menggambar pada dinding harus jelas, sederhana. 6. Dinding pajangan diatur, pertanyaan atau penjelasan harus mengundang pengujian dan komentar siswa).
Document study merupakan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan
dokumen, menurut Garvey dan Krug (1977: 35): " a period of revision directed to a
wali map ofthe area, a period of individual reading of the cyclo styled material, then
a teacher directed discussion of the documents." (Periode revisi diarahkan pada suatu
102
peta dinding tentang suatu area, suatu periode dari materi, kemudian guru
mengarahkan diskusi dokumen). Pembelajaran sejarah dalam bentuk document study
adalah : to describe, to translate, and to interpret. Peserta didik melakukan learning
by doing dan latihan proses berpikir kesejarahan. Penggunaan dokumen merupakan
model pembelajaran sejarah dengan praktik sejarah. Ide ini direncanakan oleh M.S.
Bames pada tahun 1904 dan M.W. Keatinge pada tahun 1910. Dasar penggunaan
dokumen dalam pembelajaran di dalam kelas adalah argumen Bruner (Garvey dan
Krug, 1977: 39) dengan konsepnya tentang "struktur" pengetahuan yang mengajak
siswa berpikir "There are of course several ways ofpracticing a mode of thinking. If
we read a good monograph, we follow the line of thought. We therefore practise in a
vicarious way the thought structures of a professional historian." (Terdapat beberapa
cara latihan suatu gaya berpikir. Jika kita membaca suatu monograf yang baik, kita
mengikuti baris pikiran. Kita oleh karena itu berlatih suatu cara seolah-olah
mengalami sendiri struktur pikiran sejarawan professional). Document study menurut
Garvey dan Krug (1977: 40) "...to stimulute the imagination and help to develop the
iconic stage of historical thinking." (.„untuk menstimulus tmaginasi dan membantu
mengembangkan tahap ikonik tentang berpikir sejarah).
Jenis document yang dapat digunakan dalam pembelajaran sejarah menurut
Garvey dan Krug (1977: 40) adalah : "original historical evidence, photographic
reproductions of original evidence, printed document." Dokumen dapat digunakan
dalam pembelajaran di dalam kelas dengan dua prinsip : as part of project dan as
structured exercises (Garvey dan Krug, 1977: 40). As part of project pembelajaran
dilakukan dengan latihan yang tidak terstruktur. Peserta didik menyajikan bahan
103
dengan berbagai pertanyaan serta memecahkan permasalahan. As structured
exercises dilakukan pada pembelajaran dengan latihan terstruktur dalam bentuk
memberikan bahan yang tersedia dengan aktivitas : "in a teacher-directed lesson, as
a group study exercise, dan as an individual assignment to be done in class time or
for homework " (di dalam suatu pelajaran teacher-directed, sebagai kelompok belajar
latihan, dan sebagai suatu tugas individu untuk dilaksanakan waktu di kelas atau
untuk pekerjaan rumah) (Garvey dan Kru g, 1977: 42). Pada pembelajaran sejarah
dengan cara document study menurut Garvey dan Krug (1977: 43) guru hendaknya
"(1) seleclion of the document, (2) preparation of the document, dan (3) presentation
of the document."
Questioning merupakan model pembelajaran dengan penekanan pada
keterampilan bertanya. Model ini diimplementasikan dalam pembelajaran sejarah
dalam bentuk pemecahan masalah (problem-solving). Pertanyaan di dalam kelas
dilakukan secara closed guestions dan open guestions. Berbagai pertanyaan untuk
pembelajaran sejarah disarankan oleh Garvey dan Krug (1977: 49-51) : "(1)
comprehension guestions, (2) interpretation guestions, (3) extrapolation questions,
(4) invention guestions, (5) evaluation questions."
Comprehension guestions adalah pertanyaan komprehensif tentang apa yang
telah dibaca atau dipahami peserta didik. Contoh pertanyaan what is in the picture ?
what does the document says ? Pertanyaan komprehensif memerlukan imajinasi
siswa untuk membentuk gambaran mental tentang apa yang telah dilukiskan yang
merupakan pemahaman tentang situasi pada level iconic dari berpikir (Garvey dan
Krug, 1977: 49-51).
104
Interpretation guestions merupakan pertanyaan untuk membandingkan atau
menghubungkan fakta dengan pengetahuan siswa yang signifikan dengan sejarah,
contoh pertanyaan : what is the historical meaning of this picture or piece of
writing ? (Garvey dan Kru g , 1977: 49-51).
Extrapolation questions merupakan pertanyaan yang memerlukan jawaban
siswa dalam bentuk kesimpulan suatu bahan sejarah yang telah dipahaminya. Siswa
dituntut mengembangkan bahan sejarah tersebut dalam bentuk hipotesis atau analisis
berpikir tentang gambaran yang telah diamati, contoh pertanyaan eksplorasi : what
can be concludedfrom the evidence which is not actually stated ? (Garvey dan Krug,
1977: 49-51).
Invention questions merupakan pertanyaan yang diarahkan kepada pendapat
siswa berdasarkan yang telah atau sedang dipikirkan siswa, contoh pertanyaan : what
would you have done or thought ifyou had been in this man 's position ? (Garvey dan
Krug, 1977: 49-51)
Evaluation questions terdiri dari dua pola pertanyaan yaitu pertanyaan yang
mengarah pada kemampuan siswa menghafal tahun, kejadian dan pertanyaan yang
mengarah pada jawaban sebab akibat terjadinya suatu peristiwa (Garvey dan Krug,
1977:49-51).
Text book study memiliki tujuan agar peserta didik menemukan keterangan
khusus dari buku teks dan dapat selaiu mengingat perbedaan batasan pengertian
antara satu dengan yang lain, serta dapat mengamati peristiwa berdasarkan informasi
atau gambar di dalam buku teks. Buku teks berperanan mengembangkan kreativitas
pengajar dan siswa agar mampu mendalami dan memiliki keterampilan sejarah.
105
Buku teks dapat mengembangkan reference skills, comprehension skills, anaiytical
and critical skills, imaginative skills, dan note making skills (Garvey dan Krug, 1977:
49-51).
Note making dapat menumbuhkan kebiasaan peserta didik untuk membaca
dan menulis, yang pada gilirannya mengembangkan kebiasaan berpikir analisis.
Dengan mencatat peserta didik dapat berimajinasi tentang peristiwa sejarah (Garvey
dan Krug, 1977: 49-51).
Map study digunakan selama pelajaran sejarah, menurut Garvey dan Krug
( 1977: 83):
(1) as an illustration or visual aid, which will help pupils to understand particular topics or episodes, (2) as a resource from which pupils can themselves learn history such leaming may relate to specifically historical events-battles, migrations, trade routes.-which can found symbolized on historical maps or atlase. Or the learning may be concerned with the interaction of geography and histoiy, the relationship between the environment and the activities of people who have controlled or sought control of it. Hver since the study of economic motivation became a legitimate part of academic history, geography has been of paramount importance in constmcting a satisfactoiy historical exp!anation. (1. Sebagai suatu ilustrasi atau bantuan visuil, yang akan membantu para siswa memahami peristiwa atau topik tertentu. 2. Sebagai sumber para siswa yang untuk belajar sejarah seperti belajar yag berhubungan dengan secara rinci peristiwa historis battles, migrasi, route perdagangan yang mana dapat ditemukan pada peta historis atau atlas atau pelajaran yang berkaitan dengan interaksi geografi dan sejarah, hubungan antar lingkungan dan aktivitas kehidupan. Sejak studi tentang motivasi ekonomi menjadi suatu bagian resmi dari sejarah akademis, geografi memiliki arti penting untuk membangun suatu penjelasan historis).
Peta bermanfaat dalam pembelajaran sejarah yang berhubungan dengan
kemampuan menyelidiki, mengamati. Para siswa harus menyadari bahwa factor
geografi dengan fakta sejarah dan bagaimana melibatkan lingkungan dan ekologi ke
dalam hipotesis sejarah. Beberapa variasi belajar sejarah dengan menggunakan peta
106
(1) historical maps, (2) Standard geography maps, (3) map s prept
exercises, \(4) wali maps,(5) chalk board (Garvey dan Krug, 1977: 83). ^
Steele (Widja, 1989: 32-40) menjabarkan model strategi beIajafc5QjjS|||Jflf
sejarah, yaitu : (1) model garis besar kronologis, (2) model tematis, (3) model garis
perkembangan khusus, (4) model regresif.
Model garis besar kronologis berangkat dari konsepsi pembelajaran sejarah
yang berdasarkan urutan waktu. Model ini merupakan model umum dalam
pembelajaran sejarah karena memberikan gambaran secara jelas tentang peristiwa
sejarah. Implementasi model ini sejalan dengan esensi pokok sejarah sebagai evolusi
atau proses berkelanjutan, peserta didik dalam model ini dapat memahami dan
merasakan dinamika kehidupan terutama bangsanya. Pemahaman dinamika dengan
menggunakan model ini dapat menjadi dasar berkembangnya rasa kebangsaan
(Steele dalam Widja, 1989: 32-40).
Model tematis adalah model pembelajaran sejarah untuk mengembangkan
pengertian mendalam periode tertentu peristiwa sejarah, dilaksanakan dengan
memilih tema-tema menarik, kontekstual, dan aktual dan dikaji secara interdisipliner
dengan muldimensional approach. Pelaksanaan model ini perlu memperhatikan time
sense agar peserta didik tetap dalam konteks sejarah yang lebih besar (Steele dalam
Widja, 1989: 32-40).
Model garis perkembangan khusus adalah model yang berangkat dari
perpaduan antara model garis besar kronologis dan model tematis. Kronologis dalam
pembelajaran menjadi focus utama dengan tetap memperhatikan aspek-aspek tertentu
(unik, strategis) dari peristiwa sejarah. Pada model garis perkembangan khusus
107
hanya menelusuri beberapa aspek khusus yang menarik saja dari kehidupan manusia
" (Steele dalam Widja, 1989: 32-40)..
Model regresif kebalikan model garis besar kronologis. Pembelajaran
menggunakan model ini memanfaatkan situasi sekarang sebagai langkah awal
pengkajian. Permasalahan masa kini dikaji berdasarkan perspektif sejarah sebagai
'backgroundPembelajaran model regresif hendaknya memperhatikan timbulnya
distorsi, kesalahan pemahaman perkembangan sejarah karena terjebak oleh nilai
masa kini yang tidak harus serupa dengan peristiwa yang teijadi pada masa lampau
((Steele dalam Widja, 1989: 32-40).
Kesadaran sejarah dalam keterampilan berpikir kesejarahan melibatkan
keterampilan intelektual siswa dikembangkan Gunning (1978) dalam bukunya The
Teaching of History. Gunning (1978: 34) mengembangkan model pembelajaran
sejarah untuk menumbuhkan keterampilan intelektual berbentuk penguatan,
penggunaan, penulisan dan pembicaraan konsep-konsep yang specific dalam banyak
situasi berbeda. Pemikiran Gunning tentang model pembelajaran keterampilan
intelektual mengajak peserta didik untuk aktif dan menggunakan rupa-rupa tugas,
rupa-rupa keerampilan yang berbeda, dan mengembangkan konsep. Model ini
diperlukan peserta didik untuk mengembangkan konsep. Dikatakan oleh Gunning
(1978: 34) "The idea of 'itsing' a concept is virtually inseparable from the idea of
practising a skill." (Gagasan untuk ' penggunaan' suatu konsep hampir tidak dapat
dipisahkan dari gagasan untuk berlatih suatu ketrampilan).
Model keterampilan intelektual Gunning (1978) diawali dengan translation,
Gunning (1978: 35) mengatakan :
108
...that of translation, gives rise to task which are of very obvious usefulness
in concept development. It involves literally translating information from one level of abstraction to another, ... firom the relatively abstract language of a textbook to the probably less abstract 'own words' of a student and also from one medium to another, for stample from a graph to words. (... terjemahan, menumbuhkan pada tugas yang kegunaannya jelas nyata dalam pengembangan konsep. Hal ini melibatkan secara harafiah menteijemahkan informasi dari satu tingkat abstrak ke yang lain, ... dari bahasa relatif abstrak suatu buku teks kepada kemungkinan lebih sedikit abstrak 'kata-kata kepunyaan' tentang seorang siswa dan juga dari satu medium ke yang lain, untuk contoh dari suatu gambar ke kata-kata).
Contoh konsep rebellion dalam translation pada pembelajaran sejarah
dengan mengembangkan kata-kata, menulis cerita tentang rebellion, dan
memberikan contoh sejarah mengenai rebellions.
Interpretation merupakan langkah ke dua model keterampilan intelektual.
Gunning (1978: 40) mengatakan : "Interpretation, like translation, can serve the
ends of concept learning, as well as being a very valuable cognitive skill in its own
right. " (Intepretasi, seperti terjemahan, dapat untuk belajar konsep, seperti halnya
menjadi keterampilan kognitif). Interpretation dilakukan dengan translation
menggunakan gambar-gambar, peta, dan sumber-sumber sejarah sehingga siswa
dapat memahami peristiwa sejarah lebih jelas. Dilanjutkan application dengan
menggunakan hasil translation dan interpretation dalam bentuk konsep-konsep.
Gunning (1978: 60) menggambarkan penggunaan konsep untuk memahami
peristiwa sejarah :
The new situation for the leamer can also be presented in the form of maps or graphs; for example, students could be presented with a sketch, maps or graphs of some imaginary or unidentified country and asked 'Is the country an industrial country ?' or 'Is this an under developed country V and so on. Pictures could also be very usefuL in this area. The basic interpretation question, with a picture is What is going on here?' The basic application question would be 'Is what is going on here an example of...?' (Situasi baru
109
untuk pelajar dapat juga diperkenalkan dalam bentuk peta atau grafik; sebagai contoh, para siswa bisa menampilkan suatu sket, peta atau grafik beberapa negeri yang tidak dikenal atau khayal dan menanyakan ' Apakah negara suatu negera industri?' atau ' Apakah ini suatu negara sedang berkembang ? dan seterusnya. Gambar sangat bermanfaat. Pertanyaan intepretasi dasar, dengan suatu gambar Apa yang terjadi di sini?' Pertanyaan aplikasi dasar akan ' Apakah apa yang terjadi di sini suatu contoh...?').
Application dilakukan dengan mengkaitkan source material, dan pictures
(Gunning, 1978). Langkah keterampilan intelektual selanjutnya adalah extrapolation
seperti dikatakan Gunning (1978: 82) "The skill of extrapolating involves the student
in consiructing quite complicated forecasts about how a given situation might
develop. "(Ketrampilan tentang ekstrapolasi melibatkan siswa dalam membangun
peramalan tentang bagaimana situasi ditentukan mungkin berkembang).
Extrapolation dilakukan dalam bentuk permainan, simulasi, dan diskusi.
Keterampilan intelektual yang berikutnya adalah evaluation, "The skill of evaluation
involves, quite, the making and communicating of judgements " (Gunning, 1978: 96).
Langkah keterampilan berikutnya adalah analysis yang merupakan kemampuan
menguraikan peristiwa sejarah ke dalam bagian-bagian sehingga susunannya dapat
dipahami. Analisis digunakan untuk mengembangkan pengetahuan tentang susunan
informasi disertai intepretasi, terjemahan, dan evaluasi. Langkah terakhir
keterampilan intelektual adalah syntesis sebagai kemampuan menggabungkan
bagian-bagian untuk membentuk keseluruhan yang baru (Gunning, 1978: 110).
Pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah dapat dilakukan
dengan mengembangkan empati siswa, dalam metode sejarah dikenal dengan
historical-mindedness. kemampuan menempatkan diri dalam tempat, jaman lain serta
menafsirkan peristiwa dan personalitas dengan pandangannya (Gottschalk, 1975: 93).
110
Shemift (Dickinson, Lee and Rogers, 1984: 66) menggambarkan model pembelajaran
untuk mengembangkan empati siswa sebagai berikut:
Tabel: 2.5 Model Pembelajaran Empati Shemilt (Dickinson, Lee and Rogers, 1984: 66)
; Nature of emphatetic response
Logic oftask Nature of activity ; Nature of
emphatetic response
Logic oftask Enactive Reactive i
Descriptive
i 1 i i l i
Synthesis of particulars
Personal projection
Drama
On-site re-enactment
Biography
Projective exercises ('Imaginaneyou are...') Imaginative reconstruction ('What was it like ?')
! Exp!anatory
i
Aduction of alternatives
Forging connections
Disconfirming expecrations
Resolving incongruities
Games and simulations
Games and simulations
Experimental re-enactment
Decision-making exercises
Link culture and economy
Disconfirmation exercises
Empathetic dilemmas Structured contrasts between past and present
Model pembelajaran sejarah yang efektif dikembangkan O'Hara (2001: 68),
yaitu : "evidence-based dan imaginative-creative approachesModel pembelajaran
sejarah dari O'Hara (2001) dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah
siswa karena berangkat dari sifat anak-anak yang ingin tahu dan mendorong untuk
bertanya 'V/ t / ' dan "how". Tabel di bawah ini gambaran pembelajaran sejarah
menggunakan model evidence-based (O'Hara, 2001: 70).
111
Tabel: 2.6
Model Evidence-Based (O'Hara, 2001: 70)
Aspek Belajar Contoh Chronological understanding
dan kontinuitas dengan menggunakan berbagai bentuk historical evidence. Mengembangkan pengertian tentang konsep, perubahan
Kelas menyaksikan gambaran Inggris sejak tahun 1930 hingga tahun 1970, kemudian berdiskusi tentang kemiskinan pada tahun 1930, perbaikan ekonomi pada tahun 1950, peningkatan kemakmuran dan kebebasan dalam tahun 1960 dan 1970
Past events and people
Pengetahuan dan pemahaman siswa tentang peristiwa dan masyarakat pada masa lalu berdasarkan informasi dari evidence. Model ini memungkinkan siswa membuat garis konkrit dengan waktu dan budaya dan menyingkap tangan pertamanya untuk contoh tentang perbedaan {diversities), kesamaan (similarity), dan kemajuan (progress). Contoh dengan mengingat desain, fungsi, estetika, fashion, style, komunikasi.
Siswa diajak menyaksikan gambar bangunan sejarah, kemudian diajak mencari kesamaan dan perbedaannya. Selanjutnya siswa berdiskusi tentang gambar-gambar bangunan sejarah tersebut.
Historical interpretation
Belajar merumuskan dan menguji hipotesis, diskusi, memprediksi dan mengenali.
Guru mengajak siswa melihat uang lama dan uang baru, kemudian siswa diajak ber-imajinasi dan mencatat cirri-ciri uang tersebut.
Historical inquiry
Mengembangkan keterampilan tentang umum seperti perlakuan, penyimpanan, pengamatan dan pengujian. Belajar untuk menyaksikan : kemunduran, waktu belajar. Belajar untuk bertanya. Belajar untuk menggolong-golongkan, menggunakan wama, susunan, bentuk, desain.
Guru mengumpulkan kartu pos, poster dan gambar-gambar lama dan kemudian siswa diajak berdiskusi.
Communication Belajar menggambarkan dengan menggunakan historical language. Belajar merekam informasi sejarah dan menggunakan gambaran, annotation, notation, dan menulis.
112
Model imaginative-creative sesuai dengan pengertian tentang how children
learn, berdasarkan pandangan dari Bruner tentang dimensi sosial pada
perkembangan kognitif (O'Hara, 2001: 91). Model imaginative-creative dalam
bentuk learning about the past through play (O'Hara, 2001: 93), sesuai dengan sifat
siswa yang menyukai permainan. Permainan dilakukan dengan menggunakan tema-
tema sejarah, ini dapat menumbuhkan empati tentang masyarakat pada masa lalu.
Widja (1989: 41) menguraikan bentuk pembelajaran sejarah yang dapat
digunakan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah peserta didik, yaitu : reseptif,
diskusi, discovery/inquiry, pengajaran sejarah di luar kelas, simulasi, dan drama.
Model reseptif dikembangkan dalam kaitannya dengan pentingnya
pemahaman tentang fakta-fakta sejarah yang berupa aktivitas manusia pada masa
lampau. Kegiatan pembelajaran dalam model reseptif ini berupa ceramah
(berceritera), membaca buku sejarah, mendengarkan radio atau tape recorder,
menyaksikan TV dan model-model sejarah (Widja, 1989: 41). Model diskusi yang
dikembangkan oleh Widja (1989: 45) bertujuan untuk mengembangkan berpikir dan
mengartikan sesuatu, sehingga diperoleh pengertian yang lebih mendalam. Widja
(1989: 46) mengatakan :
...melalui diskusi siswa dapat meningkatkan kesadarannya (awaraness) terhadap sikap orang lain yang meliputi aspek-aspek keyakinan, perasaan, serta tingkah laku. Selanjutnya dengan dasar ini, siswa dapat menganalisis atau menilai secara kritis sikapnya sendiri dalam perbandingannya dengan sikap orang lain. Kemudian dia mungkin membuat penyesuaian-penyesuaian dalam sikapnya sesuai dengan hasil analisis atau penilaiannya itu, . . .
Model discovery/inquiry bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
siswa dengan cara latihan mengembangkan daya nalar dan daya analisisnya.
113
Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan pada model ini adalah : bertanya
produktif, evaluasi terhadap bukti sejarah, menempatkan problema sejarah dalam
konteks sosio-kulturalnya, mengidentifikasikan faktor-faktor perubahan masyarakat,
dan latihan mengajukan argumentasi (Widja, 1989: 47), model ini pada hakekatnya
adalah praktek sejarah di sekolah.
Wineburg (2001: 63-173) menyarankan pembelajaran sejarah dengan
mengajak siswa membaca teks-teks sejarah. Model ini berguna untuk
mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Teks sejarah dapat berupa biografi
atau document yang merupakan sumber sejarah. Pembelajaran sejarah dalam
kerangka reflektif mempertimbangkan kegunaan pengetahuan pada masa sekarang
dan masa yang akan datang serta memahami sintesis untuk mengembangkan tema-
tema utama (Wineburg, 2001: 150-154).
Joseph O. Loretan (Burger: 1970: 52) mengembangkan Project Future
tentang pembelajaran sejarah, yaitu proses inguiry dan discovery. Strategi
pembelajarannya adalah : "(1) probing discussion guestions, (2) systematic analysis
of primary source materials, (3) case studies of concrete social phenomena, (4)
introduction of contrasting evidence."
2.5 Perspektif Filosofis dan Teori Belajar Pembelajaran Sejarah untuk Kesadaran Sejarah
Pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah menjadi tujuan
dari pembalajaran sejarah yang dilakukan di sekolah-sekolah. Peningkatan kesadaran
sejarah pada milenium ke tiga dan era reformasi semakin mutlak diperlukan oleh
bangsa Indonesia. Penguatan identitas dan jati diri bangsa menjadi tuntutan
114
(kesadaran sejarah), sehingga arus globalisasi dan arah reformasi tetap pada koridor
cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Kesadaran sejarah dalam pembelajaran sejarah memerlukan partisipasi aktif,
pemecahan masalah dan kerja sama. Guru berperan sebagai fasilitator, dan
pembimbing untuk mendorong berkembangnya how to learn pada diri siswa.
Beberapa Indikator siswa yang memiliki kesadaran sejarah adalah tumbuhnya minat,
perhatian, rasa hayat sejarah, dan kerja sama. Keseluruhan indikator tersebut
mencerminkan adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Peningkatan kesadaran sejarah siswa sebagai salah satu tujuan kurikulum
baru 2004 (KBK) berdasarkan pandangan filosofis konstruktivisme. Konstruktivisme
didasarkan pada pendapat bahwa kita semua membangun perspektif dunia kita
sendiri melalui bagan (schema) dan pengalaman individu. Konstruktivisme
memusatkan pembelajaran dengan menyiapkan siswa untuk memecahkan masalah
yang rancu (Mergel, 1998). Merrill (1991 dalam Mergel, 1998) dalam bukunya
Constructivism and instructionai design mengatakan bahwa :
• knowledge is constructed from experience, learning i s a personal interpretation of the world
• learning is an active process in which meaning is developed on the basis of experience
• conceptual growth comes from the negotiation of meaning, the sharing of multiple perspectives and the changing of our internal representations through collaborative learning
• learning should be situated in realistic settings; testing should be integrated with the task and not a separate activity (pengetahuan dibangun dari pengalaman, belajar adalah suatu penafsiran pribadi tentang dunia, belajar adalah suatu proses aktif di mana arti dikembangkan atas dasar pengalaman, pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi arti, pembagian berbagai perspektif dan mengubah penyajian yang internal melalui pelajaran kolaboratif, belajar harus diposisikan dalam situasi setting yang nyata; pengujian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan aktivitas terpisah).
115
Berdasarkan pandangan Merril tersebut pembelajaran menurut konstruktikvisme
berpijak pada membangun pengalaman dan proses aktif siswa.
Jalai dan Supriadi (2001: 98) menjelaskan beberapa implikasi filsafat
konstruksionisme terhadap proses belajar adalah :
a. belajar berarti membentuk makna b. makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka amati c. konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian yang telah dipunyai oleh
siswa d. konstruksi makna adalah proses yang terus menerus e. belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru f. proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu seseorang berada
dalam keraguan yang merangsang munculnya gagasan lebih lanjut sehingga disekuilibrium adalah situasi yang baik untuk memacu belajar
g. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dalam berhubungan dengan lingkungan fisik dan sosialnya
h. hasil belajar siswa tergantung pada apa yang telah diketahuinya, konsep-konsep, tujuan, motivasinya dalam mempelajari bahan yang dipejari.
Pembelajaran sejarah dengan penekanan pada kesadaran sejarah berarti mengajak
siswa membentuk makna berdasarkan aktivitas pembelajaran dengan proses belajar
terus menerus dan motivasi. Model pembelajaran sejarah yang sesuai dengan filsafat
kontruktivistivisme ini adalah inkuiri dan pemecahan masalah, hal ini didasarkan
pada filsafat kontruktivisme (Jalai dan Supriadi, 2001: 97) bahwa (1) pengetahuan
berdasarkan kegiatan subjek, (2) subjek membentuk sendiri skema kognitif, kategori,
konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan, (3) pengetahuan dibentuk dalam
struktur konsepsi seseorang yang membentuk pengetahuan ketika berhadapan dengan
pengalaman.
Dasar filsafat konstruktivisme adalah pemikiran Jean Piaget (Poedjiadi, 2001:
61) bahwa pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu sendiri dengan berbagai
116
cara dengan membaca, mendengar, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen,
dalam pandangan konstruktivisme peserta didik diharapkan memiliki kemampuan
berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan. Guru berfungsi sebagai mediator,
fasilitator, dan teman berperanan menciptakan situasi kondusif agar peserta didik
dapat membangun pengetahuannya sendiri (Poedjiadi, 2001: 63).
Sejalan dengan pemikiran Jean Piaget, Vigotsky mengembangkan
pemikirannya dalam bentuk konstruktivisme sosial dengan penekanan pada
pembelajaran kooperatif. Menurut Vigotsky semua cara belajar berlangsung secara
sosial, yaitu melalui interaksi dengan berbagai unsur (Poedjiadi, 2001: 63).
Teori-teori belajar dengan penekanan pada kesadaran sejarah siswa dapat
dikaji dari teori belajar kognitif, yaitu : Piaget, Bruner, dan Asubel. Teori belajar
Piaget berangkat dari pemikiran perkembangan pengetahuan siswa atau
perkembangan intelektual dengan cara beradaptasi dan mengorganisir lingkungan
sekitar (Ginn, 1995). Proses belajar akan terjadi melalui tahap asimilasi, akomodasi,
dan ekuilibrasi. Pada proses asimilasi terjadi pengintegrasian informasi baru ke
dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Pada proses akomodasi terjadi
proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan proses
ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi
(Piaget dalam Budiningsih, 2004: 36). Siswa akan mengalami overassimilation bila
pelajaran tidak memberikan hal baru, siswa akan mengalami overaccomodation bila
pelajaran tidak dapat dimengerti (Dahar, 1989: 151).
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kesadaran
sejarah siswa adalah pendekatan yang mengarah pada keterampilan intelektual siswa.
117
Pada kegiatan pembelajaran dengan penekanan keterampilan intelektual, siswa diajak
mengupas indikator-indikator dari kesadaran sejarah. Pembelajaran tidak hanya
penguasaan prinsip-prinsip, tetapi juga pengembangan sikap positif terhadap belajar
dan pemecahan masalah (Bruner, 1960 : 17-32). Keterampilan intelektual siswa
dapat dilakukan dengan pembelajaran dengan pendekatan penemuan, sehingga siswa
menemukan generalisasi-generalisasi. Bruner (1960 : 17-32) juga melihat arti
penting ingatan manusia, transfer, tekanan pada struktur dan prinsip-prinsip pokok
mata pelajaran. Hasil pembelajaran dapat diingat lama bila disajikan dalam pola
berstruktur. Memahami prinsip-prinsip utama merupakan cara terpenting untuk
mencapai transfer belajar, memahami hal-hal yang spesifik memungkinkan
seseorang memahami hal-hal lain dalam rangka pengertian fundamental. Proses
belajar atau the act of learning terdiri dari tiga episode, yaitu (l) informasi, (2)
transformasi, dan (3) evaluasi (Bruner, 1960 : 17-32).
Kesadaran sejarah pada siswa meningkat sejalan dengan meningkatnya
keterampilan intelektual siswa yang ditunjukkan dengan kegiatan pembelajaran
dengan fokus pada keterlibatan aktif siswa mengajukan permasalahan dan
memecahkan masalah, serta berpikir kritis dan rasional. Aktivitas belajar dengan
menggunakan keterampilan intelektual selalu diawali dengan mengajukan pertanyaan
atau menjawab pertanyaan dengan kata tanya "bagaimana" dan "mengapa".
Kemampuan intelektual siswa sebagai keterampilan berpikir ditunjukkan dengan
kemampuan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Bloom, 1956 : 38).
Ditegaskan oleh bahwa keterampilan intelektual termasuk dalam belajar tentang
konsep. Lewat konsep-konsep siswa belajar menterjemahkan (translation),
118