bab ii pembahasan - abstrak.ta.uns.ac.id · b. biografi shalahuddin al-ayyubi shalahuddin berasal...
TRANSCRIPT
22
BAB II
PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG DINASTI FATHIMIYAH HINGGA
MUNCULNYA DINASTI AYYUBIYAH
Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiyah (909-1171 M) meliputi
Afrika Utara, Mesir, dan Suriah. Berdirinya Dinasti Fathimiyah dilatar
belakangi oleh melemahnya Dinasti Abbasiyah. Ubaidilah Al-Mahdi
mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah.
Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Al-
Aziz. Kebudayaan Islam berkembang pesat pada masa Dinasti Fathimiyah
yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar. Masjid ini berfungsi
sebagai pusat pengkajian Islam dan ilmu pengetahuan. Dinasti Fathimiyah
berakhir setelah Al-‘Adid, khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah jatuh
sakit.1
Dinasti Fathimiyah mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari
pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut
mereka, Abdullah al-Mahdi sebagai pendiri dinasti ini merupakan cucu
Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq. Sedangkan Ismail merupakan Imam Syi’ah
yang ketujuh. Setelah Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat, Syi’ah terpecah
menjadi dua cabang. Cabang pertama meyakini bahwa Musa Al-Kazim
1 Prof. Dr. azyumardi Azra (Pemimpin Redaksi), Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hooeve, 2005 dalam Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah, halaman 254.
23
sebagai imam ketujuh pengganti imam Ja’far, sedangkan cabang kedua
meyakini Ismail bin Muhammad Al-Maktum sebagai imam Syi’ah
ketujuh. Cabang Syi’ah kedua ini disebut Syi’ah Ismailiyah. Syi’ah
Ismailiyah ini tidak menampakkan secara jelas sehingga muncullah
Abdullah bin Maimun yang membentuk Syi’ah Ismailiyah sebagai sebuah
sistem gerakan politik keagamaan. Ia berjuang mengorganisir propaganda
Syi’ah Ismailiyah dengan tujuan menegakkan kekuasaan wilayah muslim
untuk menyebarkan ajaran Syi’ah Ismailiyah. Kegiatan ini menjadi latar
belakang berdirinya Dinasti Fathimiyah di Afrika dan kemudian berpindah
ke Mesir.2
Dinasti Fathimiyah mengalami beberapa kali pergantian
kepemimpinan. Adapun para penguasa Dinasti Fathimiyah tersebut adalah
sebagai berikut:3 Al-Mahdi (909-934 M), Al-Qa’im (934-946 M), Al-
Mansur (946-953 M), Mu’iz Lidinillah (953-975 M), Al-Aziz (975-996
M), Al-Hakim (996-1021 M), Az-Zahir (1021-1036 M), Al-Mustansir
(1036-1094 M), Al-Musta’li (1094-1101 M), Al-Amir (1101-1130 M), Al-
Hafiz (1130-1149 M), Az-Zafir (1149-1154 M), Al-Fa’iz (1154-1160 M),
Al-‘Adhid (1160-1171 M).
Konflik persaingan memperebutkan jabatan khalifah dan perdana
menteri terus terjadi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
seterusnya. Para menteri juga selalu ikut campur dalam pengangkatan para
khalifah. Tak jarang mereka melakukannya tanpa mempedulikan ajaran-
ajaran Isma’iliyah.
2 Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, halaman 254.
3 Arifa Rahmi, Blog, Sejarah Dinasti Fatimiyah, diunggah pada 10 maret 2013, dilihat pada
27 Oktober 2016.
24
Pada periode akhir Dinasti Fathimiyah, persaingan memperebutkan
jabatan semakin meluas. Orang-orang yang berambisi menduduki jabatan
tidak hanya berkonflik satu sama lain, mereka juga meminta bantuan
kepada penguasa negeri-negeri tetangga.4 Syawar misalnya, menteri
Dinasti Fathimiyah yang dilengserkan petinggi militer bernama Dhargham
pada tahun 558 H, meminta bantuan kepada Nuruddin Mahmud, penguasa
Damaskus, untuk membantu merebut kembali kekuasaannya dari tangan
Dhargham. Apabila berhasil, Syawar berjanji memberi Nuruddin sepertiga
pendapatan pajak Mesir. Nuruddin setuju dan mengirim pasukan di bawah
pimpinan Asaduddin Syirkuh ke Mesir. Dhargham dapat dikalahkan dan
Syawar dapat menduduki jabatannya lagi sebagai perdana menteri pada
559 H. Namun Syawar mengingkari janjinya kepada Nuruddin dan
meminta Syirkuh pulang ke Syam. Pada saat yang bersamaan, Syawar
mengirim surat kepada raja Frank-Kristen (Prancis) di Baitul Maqdis.
Dalam surat tersebut, Syawar menakut-nakuti raja Frank akan ancaman
Nuruddin bila sampai menguasai Mesir. Sang raja kristen cepat-cepat
mengirim pasukan ke Mesir dan berhasil memaksa Syirkuh pulang ke
Syam.
Pada 562 H, Nuruddin mengirim pasukan ke Mesir yang dipimpin
oleh Syirkuh, yang diikuti oleh Shalahuddin Al-Ayyubi. Perdana Menteri
Syawar kabur setelah melihat kekuatan Syirkuh, dan meminta bantuan
4 Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, 2014, Buku Pintar Sejarah Islam (terjemahan),
Jakarta: Zaman, halaman 565.
25
kepada raja Frank-Kristen. Hingga akhirnya pasukan Syirkuh dan pasukan
Frank berhadap-hadapan. Dan kemenangan berpihak pada Syirkuh.5
Setelah kemenangan Syirkuh atas pasukan Frank, Syawar dibunuh
oleh Asaduddin Syirkuh atas perintah Khalifah Al-‘Adhid karena dianggap
telah berkhianat pada kekhalifahan. Kemudian Syirkuh ditunjuk sebagai
perdana menteri baru oleh Khalifah Al-‘Adhid sebagai hadiah. Namun
tidak lama setelah ia mendapat kedudukan sebagai seorang perdana
menteri, Syirkuh wafat sehingga kedudukannya digantikan oleh
Shalahuddin yang ditunjuk langsung oleh Khalifah Al-‘Adhid.
Shalahuddin adalah sosok yang sangat dermawan, sehingga
penduduknya mencintainya. Shalahuddin memerintahkan penyebutan
nama Nuruddin di mimbar-mimbar khutbah setelah nama Khalifah Dinasti
Fathimiyah. Shalahuddin juga memberi para pengikutnya jabatan-jabatan
tinggi di pemerintahan.6 Semua ini membuat Shalahuddin menjadi
ancaman baru bagi pemilik kepentingan di sejumlah wilayah kekuasaan
Fathimiyah. Mereka pun berencana menggulingkan Shalahuddin. Mereka
juga menggabungkan diri ke dalam barisan pasukan Frank-Kristen untuk
memerangi sang Perdana Menteri Shalahuddin al-Ayyubiy. Mereka dapat
dikalahkan dan dipukul mundur dan banyak dari mereka yang melarikan
diri hingga ke kota Sha’id. Namun Shalahuddin berhasil menangkap
mereka pada 572 H.
Shalahuddin tidak menghendaki Mesir jatuh ke tangan tentara
Salib. Dan ia membuktikan bahwa mampu mempertahankan Mesir dari
5 Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, 2014, Buku Pintar Sejarah Islam (terjemahan),
Jakarta: Zaman, halaman 566. 6 Ibid, halaman 569.
26
serangan tentara Salib. Setelah Khalifah Al-‘Adhid meninggal pada tahun
1171 M, maka berakhirlah Dinasti Fathimiyah dan Shalahuddin berkuasa
penuh atas Mesir dan mendirikan pemerintahan Ayyubiyah. Sehingga
mulai tahun 1171 M kekuasaan Fathimiyah berpindah tangan ke
Shalahuddin Al-Ayyubi dan beralih menjadi Dinasti Ayyubiyah.
Dinasti Ayyubiyah berkuasa tahun 564-643 H (1171-1250 M) di
Mesir. Didirikan oleh Al-Malik Al-Nashir Shalahuddin Yusuf (Al-
Ayyubi). Ia merupakan seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari
Tikrit daerah Utara Irak saat ini. Dinasti Ayyubiyah berdiri di atas puing-
puing Dinasti Fathimiyah Syi’ah di Mesir. Di saat itu Mesir mengalami
krisis dan pemerintahannya melemah di segala bidang. Orang-orang
Nasrani mengintai Mesir sebagai lawan dalam memproklamirkan salib
oleh Tentara Salib.
B. BIOGRAFI SHALAHUDDIN AL-AYYUBI
Shalahuddin berasal dari sebuah keluarga suku Kurdi yang
memiliki asal usul yang mulia dan sangat terhormat. Keluarga ini berasal
dari keturunan yang terhormat secara nasab dan klan. Klan suku ini
dikenal dengan Rawadiyah. Suku ini berimigrasi dari sebuah kota kecil
yang terletak di perbatasan paling ujung Azarbaijan, tidak jauh dari Kota
Taplis di Armenia. Shalahuddin lahir tahun 532 H/1137 M di benteng
Tikrit, sebuah kota tua yang jaraknya lebih dekat dengan Baghdad dari
pada ke Mosul.7 Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubiy (w.1193), memiliki nama
7 Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 294.
27
asli Abu al-Muzaffar Yusuf bin Ayyub bin Syadzi ibn Marwan dan
bergelar “al-Malik an-Nashir Shalahuddin”, sehingga dikenal dengan
nama Al-Malik An-Nasir Shalahuddin Yusuf ibn Syadzi ibn Marwan.8
Shalahuddin lahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140 km barat laut
kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1138 Masehi.9
Sejarah mencatat bahwa kelahiran Shalahuddin bertepatan dengan
keluarnya perintah dari Mujahisuddin Bahruz, seorang penguasa Baghdad
kepada gubernur Baghdad, Najmuddin Ayyub dan Asasuddin Syirkuh,
ayah dan paman Shalahuddin, agar meninggalkan kota Tikrit. Perintah
tersebut dikeluarkan menyusul pembunuhan yang dilakukan Syirkuh
terhadap salah seorang komandan Benteng Baghdad bernama Isfahsalar.
Pembunuhan ini dilatar belakangi oleh tindakan sang komandan yang telah
melakukan pelecehan terhadap kehormatan seorang wanita yang meminta
pertolongan kepada Syirkuh. Demi kehormatan dan harga diri, Syirkuh
pun membunuhnya. Sultan Bahruz kemudian memerintahkan Ayyub dan
Syirkuh untuk segera keluar dari Tikrit demi keselamatan mereka,
termasuk putra Ayyub yang baru lahir, Shalahuddin.10
Kedua bersaudara, Najmuddin dan Syirkuh akhirnya pindah dari
Baghdad menuju Mosul. Kedatangan keduanya disambut baik oleh
Imaduddin Zanki dan mereka diberi hadiah yang melimpah dan tempat
tinggal, sebagai balasan terhadap perlakuan baik mereka terhadapnya
dahulu. Imaduddin menghadiahkan sebidang tanah kepada keduanya
untuk hidup.
8 Alwi Alatas, 2014, Shalahuddin Al-Ayyubi dan Perang Salib III. Zikrul Hakim, halaman 32.
9 Syaifullah Oemar: video.
10 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman 5.
28
Masa yang Shalahuddin habiskan di Damaskus setelah wilayah
tersebut dikuasai oleh Nuruddin Mahmud adalah masa-masa paling
penting yang memperlihatkan kepribadian Shalahuddin. Ia menjadi pujaan
dan disegani, bahkan ia mempunyai kedudukan tinggi seperti layaknya
putra penguasa Damaskus sendiri. Ia terkenal di kalangan masyarakat
sebagai seorang pemuda pendiam, terdidik, dan teguh beragama. Ia
memiliki perhatian besar terhadap Islam dan kaum muslimin karena
pengaruh akhlak-akhlak Nuruddin yang mempunyai tempat khusus dalam
ruang hatinya.11
Semasa Shalahuddin di Damaskus, ia diberikan beberapa jabatan
oleh Nuruddin, diantaranya adalah jabatan sebagai kepala keamanan.12
Shalahuddin memikul jabatan ini dengan baik dan mampu membersihkan
Damaskus dari ulah pencuri dan kejahatan para pengacau. Shalahuddin
mengembalikan keamanan dan kestabilan di wilayah Suriah hingga rakyat
merasa tenang dan aman akan jiwa dan harta mereka.
Adapun masa yang Shalahuddin habiskan di Mesir merupakan
masa penting yang memperlihatkan kepahlawanannya yang luar biasa dan
kelihaiannya yang langka dalam perang. Hal ini terbukti ketika Syawar
yang memberontak terhadap Khalifah Dinasti Fathimiyah. Dengan
kepandaian dan strateginya, serta tindakan yang tepat, Shalahuddin
bersama pamannya mampu menyatukan kerajaan Mesir ke dalam
kekuasaan Nuruddin Mahmud. Hal tersebut terjadi pada tahun 563 H.13
11
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman 7.
12 Ibid.
13 Ibid, halaman 8.
29
Singkat cerita, Shalahuddin memulai karirnya dengan membantu
pamannya, panglima Asaduddin Syirkuh. Kemudian menjadi sekertaris
Nuruddin Mahmud. Ia menyertai tiga kali ekspedisi militer ke Mesir
bersama pamannya (antara tahun 1163 & 1169 M). Mereka berhasil
menguasai Mesir, dan Syirkuh dipercaya untuk memerintah daerah Mesir.
Namun tidak lama kemudian Syirkuh meninggal, sehingga kedudukannya
mengalami kekosongan dan Shalahuddin ditunjuk untuk menggantikan
kedudukannya sebagai pemimpin Mesir oleh Khalifah Fathimiyah.14
Shalahuddin tumbuh besar dan mendapatkan pendidikan di
lingkungan keluarga dengan belajar keahlian di bidang politik dari
ayahnya; belajar keberanian dalam berbagai peperangan dari pamannya
Syirkuh; sehingga ia tumbuh dewasa dalam keadaan “kenyang” dengan
keahlian politik, ia juga mempelajari berbagai bidang ilmu populer di
masanya. Ia menghafal Al-Qur’an, mempelajari kitab fikih dan hadits
dengan menjadi murid pada sejumlah ulama dan para ustadz di wilayah
Syam dan Al-Jazirah.15
Shalahuddin menghabiskan masa kecilnya di Ba’labak. Ia hidup
mulia dan memperoleh kesempatan berada di lingkungan para pembesar
kerajaan, sehingga wajar apabila ia selalu mendatangi tempat-tempat
belajar untuk belajar membaca, menulis, menghafal Al-Qur’an, ditambah
14
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman 8. 15
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 299.
30
lagi belajar kaidah bahasa dan dasar-dasar nahwu dari para ulama
sebagaimana putra-putra raja.16
Pengarang buku Thabaqat Ay-Syafi’iyyah menyebutkan bahwa
Shalahuddin adalah seorang ahli fiqih. Shalahuddin di samping menghafal
Al-Qur’an, ia juga tertarik pada ilmu fiqih dan syair.17
Para sejarawan
sependapat bahwa pada masa pemerintahan Nuruddin, para ulama
mendatangani Damaskus dari penjuru negeri, dari wilayah Samarkhan dan
Cordova untuk mengajar dan menimba ilmu di masjid-masjid dan pusat-
pusat pendidikan. Hal ini menguatkan pendapat bahwa Shalahuddin
menimba ilmu dari kebanyakan Ulama tersebut.18
C. KEKUASAAN PEMERINTAHAN SHALAHUDDIN AL-AYYUBI DI
MESIR
1. Kondisi Mesir Sebelum Dipimpin oleh Shalahuddin
Mesir adalah sebuah negara republik di sudut Timur Laut Benua
Afrika. Negara ini berbatasan dengan Laut Tengah (Utara), Laut Merah
(Timur), Sudan (Selatan), dan Libia (Barat).19
Semenjak zaman kuno (4000 tahun SM) Mesir telah mempunyai
peradaban yang tinggi. Mesir memiliki peranan penting dalam sejarah
perkembangan Islam, baik pada zaman pra modern maupun pada zaman
modern. Peranan yang dimainkan Mesir dalam sejarah perkembangan
16
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman 9.
17 Ibid.
18 Ibid, halaman 10.
19 Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, halaman 21 dalam Koto dan
Husin, 2012.
31
Islam dapat dilihat dalam berbagai bidang, antara lain bidang politik dan
perluasan daerah Islam, bidang ilmu pengetahuan, pendidikan,
kebudayaan, serta bidang ekonomi perdagangan.20
Islam masuk ke daerah ini pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Ketika ia memerintahkan Amr bin Ash membawa pasukan Islam untuk
mendudukinya. Setelah menduduki daerah ini, Amr bin Ash langsung
menjadi amir (gubernur) di sana (632 M) dan menjadikan kota Fustat
(dekat Kairo) sebagai ibukotanya. Pada masa selanjutnya, yang
memerintah Mesir berturut-turut adalah Dinasti Umayah dan Abbasiyah
(661-868 M), Dinasti Tulun (868-905 M), Dinasti Ikhsyid (935-969 M),
Dinasti Fathimiyah (909-1171 M). Pada masa sesudahnya, Mesir menjadi
bagian Kerajaan Turki Usmani (Ottoman).
Kota Kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh
panglima perang dinasti Fathimiyah yang beraliran Syi’ah, Jawhar al-
Siqili, atas perintah Khalifah Fathimiyah, al-Mu’izz Lidinillah (953-975
M), sebagai ibukota kerajaan dinasti tersebut. Bentuk kota ini hampir
merupakan segi empat. Di sekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan
tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar
tembok ini memanjang dari Masjid Ibn Thulun sampai ke Qal’at al-Jabal,
memanjang dari Jabal al-Muqattam sampai tepi sungai Nil. Daerah-daerah
yang dilalui oleh dinding ini sekarang disebut al-Husainiyah, Bab al-Luk,
Syibra, dan Ahya Bulaq.21
20
Koto dan Husin, 2012. 21
Badri yatim, 2000, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
32
Kota yang terletak di tepi Sungai Nil ini mengalami tiga kali masa
kejayaan, yaitu pada masa dinasti Fathimiyah, masa Shalahuddin al-
Ayyubi, dan di bawah Baybars dan al-Nashir pada masa dinasti Mamalik.
Periode Fathimiyah dimulai dengan al-Mu’izz dan puncaknya terjadi pada
masa pemerintahan anaknya, al-‘Aziz (975-996 M). Selama pemerintahan
al-Mu’izz dan tiga orang penggantinya, seni dan ilmu mengalami
kemajuan besar.22
Dinasti Fathimiyah ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiah yang
didirikan oleh Shalahuddin, seorang pahlawan Islam terkenal dalam
Perang Salib. Ia tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang
didirikan dinasti Fathimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari
Syi’ah kepada Sunni. Ia juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiah baru,
terutama masjid yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan
hukum. Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya dan sesudahnya
adalah kamus-kamus biografi, kompendium sejarah, manual hukum, dan
komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan di rumah-rumah
sakit. Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi
orang yang cacat pikiran.23
Sebelum datangnya Shalahuddin, Mesir penuh dengan pertikaian
dalam negeri dan persaingan antar kelompok-kelompok, seperti Mamalik
Turki, Sudan, dan Maroko. Kelaparan dan wabah penyakit merajalela.
Pembunuhan para khalifah dan menteri dilakukan dengan berbagai macam
cara. Khalifah dinasti Fathimiyah tidak memiliki pengaruh apa-apa
22
Badri yatim, 2000, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 23
Ibid.
33
melainkan kekuasaan berada di tangan para menteri dan panglima.
Pembantaian dan peperangan terjadi karena demi menjabat sebagai
menteri dalam daulah Fathimiyah, sehingga keadaan mesir pada tahun itu
(1163 M) tidak stabil.24
2. Kekuasaan Pemerintahan Shalahuddin Al-Ayyubi
Tabel kronologi Shalahuddin25
Tahun Peristiwa
1096-1099 Perang Salib Pertama pecah dan berujung pada
pendudukan Jerussalem oleh umat Kristen pada
tahun 1099
1138 Shalahuddin lahir
1144 Imaduddin Zengi menaklukkan Edessa dari
tangan orang-orang Kristen.
1146 Zengi terbunuh sehingga posisinya digantikan
oleh putranya yang bernama Nuruddin.
1147-1149 Perang Salib Kedua pecah dan pasukan Kristen
gagal menduduki Damaskus.
1152 Shalahuddin muda mengikuti pendidikan di
bawah pengawasan pamannya, Asaduddin
Syirkuh, di Aleppo.
24
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
15.
25 Ibid.
34
1154 Ayah Shalahuddin membuka jalan bagi karier
politik putranya dengan meyakinkan Damaskus
agar bersekutu dengan Nuruddin.
1156 Pada usianya yang ke-18, Shalahuddin kembali
berkumpul dengan ayahnya di Damaskus.
1164-1168 Shalahuddin menemani Syirkuh ke Mesir,
termasuk mempertahankan kota Alexandria dari
serangan bangsa Frank.
1169 Shalahuddin menjadi wazir di Mesir.
1171 Khalifah Dinasti Fathimiyah terakhir wafat,
kemudian Shalahuddin mengambil alih
kekuasaan Mesir.
1174 Nuruddin wafat, kemudian Shalahuddin segera
menuju Damaskus dan mengambil alih
kekuasaan di Syria. Maka, Khalifah Dinasti
Abbasiyah di Baghdad memproklamirkan
Shalahuddin sebagai Sultan Syria dan Mesir.
1174-1186 Shalahuddin mengonsolidasikan kekuasaannya
dalam serangkaian pertempuran melawan kota-
kota yang memberontak antara lain Mosul dan
Aleppo.
1187 Shalahuddin menyerang Palestina dan
mengalahkan pasukan Frank yang dipimpin oleh
Guy of Lusignan dan Raymond of Tripoli dalam
35
pertempuran Hattin. Kemudian ia melanjutkan
kemenangan ini dengan menaklukkan
Jerussalem.
1188 Pasukan Shalahuddin berhasil menduduki
hampir semua titik penting di kawasan Palestina,
kecuali Tripoli, Tyre, dan Benteng Krak des
Chevaliers.
1188-1191 Serangan pasukan Kristen di bawah pimpinan
Raja Inggris, Richard the Lionheart terhadap
kota muslim, Acre, merupakan kekalahan
terhebat bagi Shalahuddin.
1192 Richard dan Shalahuddin sepakat untuk
melakukan gencatan senjata dan berbagi
kekuasaan di Tanah Suci.
1193 Shalahuddin wafat pada usia yang ke-55 tahun.
a. Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi menteri dan prestasinya26
Shalahuddin menunjukkan kemampuannya ketika ia
mendampingi pamannya, Asaduddin Syirkuh dalam memimpin invasi
militer di Mesir. Ia menduduki jabatan sebagai menteri setelah
pamannya Asaduddin Syirkuh meninggal di usia 31 tahun, setelah
26
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 241.
36
ditunjuk langsung oleh Al-Adid. Ia saat itu dikenal sebagai seorang
pangeran paling muda sekaligus paling banyak kontribusinya.
Shalahuddin telah membelanjakan kekayaan yang berhasil
dikumpulkan dari peninggalan pamannya untuk keperluan perjuangan.
Ia benar-benar mampu menguasai kekuatan pasukan secara sempurna.
Diantara prestasi-prestasi yang dihasilkannya antara lain yaitu:
a. Menjamin Keberlangsungan Khilafah
Terjadi berbagai peristiwa cukup berbahaya dan kritis di Mesie
pasca diangkatnya Shalahuddin sebagai seorang menteri. Negara
benar-benar melewati saat-saat genting dalam perjalanan sejarahnya.
Orang-orang Dinasti Fathimiyah tidak mengakui Shalahuddin Al-
Ayyubi sebagai khalifah mereka setelah khalifah Dinasti Fathimiyah
wafat dan melakukan pemberontakan. Demikian juga ancaman dari
pihak pasukan salib masih terus mengintai di pintu gerbang Mesir
Timur. Dalam keadaan demikian Shalahuddin dituntut untuk
mengokohkan posisinya di pemerintahan guna mengendalikan
perkembangan politik yang ada. Shalahuddin tidak membutuhkan
waktu lama untuk memperlihatkan kemampuannya mengatur negara.
Ia berhasil membuktikan tekadnya yang kuat untuk mampu
mengelola dan menjalankan pemerintahan termasuk berkaitan
dengan posisi Khalifah.
37
b. Perluasan daerah Islam
Shalahuddin berhasil membuktikan bahwa ia memperluas
daerah Islam dan mengalahkan pasukan salib. Keberhasilannya
memperluas daerah Islam diraih baik dengan cara berperang maupun
damai. Contoh daerah perluasan Shalahuddin antara lain:
Yerussalem, Aleppo, dan daerah lainnya.
c. Perhatian Shalahuddin Terhadap Pembangunan Militer
Shalahuddin tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Ketika ia mendapat kepercayaan memegang amanah sebagai
menteri, ia langsung melakukan upaya penguatan kekuatan
militernya. Kekuatan ini suatu hari nanti akan menjadi benih bagi
kekuatan militer dan negara Mesir yang sanggup mempertahankan
keberlangsungan pemerintahan dan negara. Dengan pasukan ini juga
ia telah berhasil mematahkan kekuatan tentara Francs ketika mereka
melakukan penyerangan terhadap Mesir.
Di awal masa jabatannya sebagai seorang menteri,
Shalahuddin memilih menempuh langkah pembangunan militer
secara besar-besaran. Ia menambah jumlah pasukan dan melengkapi
persenjataan secara signifikan. Shalahuddin membentuk berbagai
brigade khusus yang masing-masing memiliki tugas dan peran
khusus.
38
b. Melepaskan diri dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah 27
Shalahuddin memiliki niatan keras untuk melakukan penaklukan
terhadap Dinasti Fathimiyah sebelum Nuruddin memintanya, sebagai
wakilnya di Mesir. Namun Shalahuddin merasa khawatir langkahnya
akan menimbulkan perlawanan dari warga Mesir kepadanya yang saat itu
warga Mesir menjadi pendukung utama Dinasti Fathimiyah, sehingga
Shalahuddin menundanya. Nuruddin cukup memahami situasi sulit yang
dihadapi Shalahuddin kala itu sehingga ia tidak langsung merespon
perintahnya tetapi ia menunggu Shalahuddin.
a. Proses bertahap menghapuskan khutbah ala Dinasti Fathimiyah
Shalahuddin menyusun strategi dengan teliti dan sungguh-
sungguh untuk menjalankan rencananya. Shalahuddin mula-mula
mengajak rakyat Mesir untuk beralih dari pemahaman dan akidah
Syiah berpindah ke Sunnah. Pada tahun 565 H (1169 M) Shalahuddin
menghapuskan kalimat tambahan yang ada dalam lafadz adzan:
“Hayya ‘ala khairil amal, Muhammad wa Ali khairul basyar.” 28
Langkah kedua, pada hari Jum’at bulan Dzulhijjah tahun 565 H
(1169-1170 M) Shalahuddin memerintahkan kepada khatib-khatib
yang berkhutbah Jum’at agar dalam khutbahnya menyebutkan nama-
nama Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Al-Khathab,
Utsman in Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Baru setelah itu
27
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 251. 28
Artinya, “Mari kita menuju amal kebajikan. Muhammad dan Ali bin Abi Thalib adalah
sebaik-baik manusia.”
39
diperintahkan menyebut nama Khalifah Al-Adhid. Cara demikian
bertujuan untuk mengelabuhi orang-orang Syiah supaya tidak terkesan
terlalu mencolok di mata mereka. Di mana para khatib mengatakan:
“Allahumma ash-lih Al-Adhid li dinika (Ya Allah perbaikilah khalifah
Al-Adhid demi agama-Mu).
Shalahuddin Al-Ayyubi juga menempatkan seorang hakim
Ahlus Sunnah yang ahli fikih, bernama Qadhi Isa Al-Hukari pada
pengadilan di Kairo. Ia juga mengutus para hakim bermadzab Syafi’i
ke seluruh pengadilan yang ada di seluruh wiilayah, dan mendirikan
sekolah-sekolah yang bermadzab Ahlus Sunnah. Di waktu yang
bersamaan, ia melakukan tekanan terhadap Khalifah Syiah, Al-Adhid.
Sedikit-sedikit dikurangi hal-hal khusus yang menjadi kebasaan dan
hobi sang Khalifah. Khalifah Al-Adid dibatasi geraknya di istana. Ia
dilarang keluar meninggalkankan istana kecuali untuk acara-acara
khusus yang sangat penting. Perannya sedikit demi sedikit dihapus,
hingga akhirnya ia ditangkap dan dihukum beserta para pengikutnya.
Pada permulaan tahun 567 H (1171-1172 M) Shalahuddin Al-
Ayyubi secara resmi mengakhiri penyebutan nama Khalifah Dinasti
Fathimiyah dalam khutbah-khutbahnya. Penghentian tersebut
dilakukan secara bertahap. Pada khutbah Jum’at pertama di bulan
Muharram tahun 567 H (1171-1172 M) dihapuskan penyebutan nama
“Al-‘Adhid”. Kemudian pada khutbah Jum’at kedua, disebutkan nama
Khalifah Al-Mustadhi’ bi Amrillah Abi Muhammad Hasan bin
Mustanjid Billah, di sinilah tidak disebutkan nama Khalifah Al-
40
‘Adhid li Dinillah, lalu terhapuslah dan tidak pernah disebutkan lagi
khutbah-khutbah model Fathimiyah itu. Maka khutbah model
Abbasiyah telah sempurna beredar di Iskandariah, sebelum Kairo dan
Mesir, dalam berminggu-minggu kemudian. Demikian itu karena
Shalahuddin telah melindungi madzhab Sunni di masa kekuasaan
Fathimiyah.
b. Kematian khalifah Al-‘Adid
Khalifah Al-‘Adhid meninggal dunia pada tanggal 10 bulan
Muharram tahun 567 H (1171-1172 M). Tidak lama setelah namanya
dihapus dalam khutbah-khutbah Jum’at.
c. Kegembiraan kaum muslimin atas runtuhnya Dinasti Fathimiyah
Setelah berita runtuhnya Dinasti Fathimiyah sampai kepada
Nuruddin di Syam, maka ia segera mengirimkan utusan kepada
Khalifah Daulah Abbasiyah, Khalifah Al-Muthi’, untuh
memberitahukan berita tersebut. Kemudian dihiaslah Kota Baghdad,
ditutup pintu-pintu gerbang yang ada, lonceng-lonceng dibunyikan,
sebagai bentuk luapan perasaan suka-cita segenap kaum Muslimin di
sana. Khutbah-khutbah yang menyebutkan pujian kepada Khalifah
Fathimiyah telah dihentikan di Mesir sejak tahun 359 H.
41
c. Menumpaskan sisa-sisa kekuatan Dinasti Fathimiyah 29
Negara dan penduduk Mesir ketika itu benar-benar merasakan
berada di era perubahan sejarah yang nyata. Mereka merasakan
perubahan di segala bidang, mulai dari bidang kepemimpinan, peraturan,
lembaga, tokoh-tokoh yang memimpin, dll. Mereka menuju hukum dan
negara baru, dengan segala situasi dan kondisi baru yang menyertainya.
Semuanya bergerak menuju kemajuan secara bertahap. Dalam situasi
demikian, Shalahuddin berupaya mengumpulkan manusia agar bersatu
untuk berjuang bersama. Dan upaya tersebut ternyata menghasilkan
kesuksesan yang gemilang.
Sebagian pemikir dan tokoh Dinasti Fathimiyah tidak menyerah
begitu saja atas kondisi yang dialaminya. Mereka berusaha untuk
mengembalikan kedudukan dan jabatan yang hilang dengan segala cara
yang mereka bisa. Mereka mencari orang-orang yang mempunyai
kecintaan dan ikatan kekeluargaan dengan Dinasti Fathimiyah, agar
bersama bergerak menyusun strategi untuk menghancurkan pemerintahan
Shalahuddin dan mengembalikan kekuasaan Dinasti Fathimiyah.
Anggota aliansi untuk memusuhi Shalahuddin telah siap dengan
rencananya. Mereka juga meminta bantuan kepada tentara Francs untuk
melakukan penyerangan terhadap Mesir. Namun mereka lupa, bahwa
Qadhi Al-Fadhil melalui wadah perkumpulan yang dimiliki, telah
melakukan pengintaian. Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil memimpin
29
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 257.
42
gerakan penghancuran Dinasti Fathimiyah, sehingga ia dianggap sebagai
pahlawan perang Mesir. Sementara mereka yang mendukung Dinasti
Fathimiyah dinyatakan sebagai penentang dan musuh negara yang dicita-
citakan, serta eksistensinya.
Orang-orang pendukung Dinasti Fathimiyah ini meskipun
menyatakan adanya perpindahan kekuasaan dari Fathimiyah ke Daulah
Abbasiyah, namun banyak dari mereka belum ada satu bulan atau satu
tahun, mereka telah menyusun kembali upaya tipu daya dan
pemberontakan. Tentara Francs tidak memenuhi keinginan para pengikut
Fathimiyah karena mereka takut kepada sosok Shalahuddin. Mereka
hanya mengirimkan bantuan-bantuan di waktu-waktu yang dianggapnya
benar-benar tepat.
Dengan pertolongan Allah, kesabaran dan kepemimpinannya,
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menghancurkan segala bentuk
konspirasi jahat dan fitnah yang ada di masa itu. Kemudian Shalahuddin
mengambil keputusan untuk bersikap tegas kepada sisa-sisa pengikut
Dinasti Fathimiyah yang masih ada. Mereka harus dibersihkan sebersih-
bersihnya.
d. Strategi Shalahuddin dalam menghancurkan madzhab Syi’ah di
Mesir dan sisa peninggalannya30
a. Membatasi ruang lingkup Sultan Fathimiyah, Al-‘Adhid dan
menempati istana Sultan Fathimiyah.
30
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 266.
43
b. Menghentikan khutbah jumat (yang memuji-muji Sultan
Fathimiyah) dari Masjid Al-Azhar dan menghapuskan pengajaran
pemahaman Syi’ah Islamiyah.
c. Memusnahkan buku-buku yang mengajarkan paham Syi’ah
d. Menghapuskan perayaan hari-hari besar Syi’ah dan
menghapuskan gambar-gambar dan mata uang khusus Dinasti
Fathimiyah.
e. Melemahkan peran Ibukota Dinasti Fathimiyah.
f. Membongkar kebohongan nasab Dinasti Fathimiyah yang katanya
masih keturunan keluarga Nabi.
g. Terus mengawasi dan mengejar sisa-sisa gerakan Syi’ah sampai
Syam dan Yaman.
e. Berbagai capaian kemenangan Shalahuddin Al-Ayyubi31
a. Jihad melawan Tentara Salib dan mengusir mereka dari negeri-
negeri muslim.
b. Menggabungkan wilayah Maghribi Dekat.
c. Menyatukan wilayah Yaman.
d. Menakhlukkan wilayah An-Nubah.
f. Hasil Artefak masa Shalahuddin
a. Pembangunan masjid
b. Pembangunan madrasah (sekolah)
31
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 275.
44
c. Pembangunan rumah sakit
d. Pembangunan lembaga-lembaga pendidikan
e. dan lainnya
D. KEBIJAKAN SHALAHUDDIN AL-AYYUBI DI MESIR
1. Bidang Administrasi
Kemunculan Dinasti Ayyubiyah mempunyai pengaruh besar
dalam reformasi sistem administrasi, hal ini berbeda dengan model
administrasi pemerintahan Fathimiyah. Al-Qalqasyandi menyebutkan
bahwa Dinasti Ayyubiyah ketika mewarisi pemerintahan Fathimiyah
telah mengambil langkah berbeda dengannya pada sejumlah tata tertib
kerajaan dan mengubah rambu-rambunya. Kedatangan orang-orang
Ayyubiyah dari Dunia Islam Timur membawa semangat baru di
bidang administrasi yang sumber utamanya adalah aturan-aturan
Dinasti Saljuk, Zanki, dan Abbasiyah. Beragam sisi perubahan yang
mereka masukkan ke dalam bidang administrasi, di mana yang paling
menonjol di antaranya adalah lahirnya posisi jabatan baru, seperti
Wakil Kesultanan. Jabatan ini dibutuhkan karena situasi dan kondisi
yang mendesak, misalnya saat Sultan keluar meninggalan negeri
untuk menjalani perang salib, saat itu ia membutuhkan dua orang yang
bisa mewakili Sultan di tengah-tengah ketidak-beradaannya.32
Shalahuddin telah membagi-bagi negaranya ke dalam beberapa
daerah administratif. Setiap daerah bebas mengurus potensi dan
32
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 483.
45
pendapatannya khasnya, seperti Mesir, Syam, Irak Utara, Naubah,
Maghribi, Yaman dan Hijaz. Shalahuddin telah menghabiskan
sebagian besar tahun-tahun pemerintahannya di berbagai medan
perang, sambil menjalankan kebijakan perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, serta mengarahkan kebijakan tertinggi negara. Kemudian
ia memberikan kebebasan dalam pelaksanaan berbagai urusan lokal,
untuk melakukan persiapan dan pertahanan, kepada para gubernur
sesuai dengan berbagai kondisi dan potensi setiap daerah. Kebijakan
ini dikenal dalam pengertian modern sebagai desentralisasi.33
2. Bidang Arsitektur (Pembangunan)
Pembangunan Tembok atau Benteng
a. Tembok Kota Kairo
Shalahuddin berhasil menghadirkan sebuah konsep kota yang
berbeda dengan konsep sebelumnya. Shalahuddin menginginkan
Kairo sebagai kota yang aman, sehingga Shalahuddin memagari Kota
Kairo dengan tembok-tembok kukuh dan kuat yang tidak tertembus.
Walaupun begitu, kota ini dapat berkembang dan bersatu. Shalahuddin
mengangkat seorang wakil yang bernama Thawasy Bahauddin
Qaraqusy untuk mengawasi pembangunan temboknya. Ukuran
tembok tersebut dari awal sampai akhir adalah 29.302 hasta (sekitar
13.396 m). Tembok ini membentang mengelilingi 3 buah kota yang
membentuk Kota Kairo pada masa pemerintahannya, yaitu kota Fustat
33
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 484.
46
yang dibangun oleh Amru bin Ash, Askar yang dibangun oleh Saleh
bin Ali Al-Abbasiy, dan Kota Kairo yang dibangun oleh Jauhar Ash-
Shaqily.34
Tujuan pembangunan tembok ini adalah untuk melindungi
wilayah tersebut dari serbuan musuh. Shalahuddin tidak hanya
membangun tembok untuk melindungi Kota Kairo dari serangan
musuh, tetapi ia juga membangun benteng Jabal untuk melindungi
Kota Kairo. Hanya saja sebelum Shalahuddin menyelesaikan
pembangunan semuanya, karena jihadnya di berbagai medan perang.
Benteng ini dianggap sebagai salah satu jejak peninggalan sejarah
Shalahuddin yang paling kokoh di Mesir.35
Walaupun Kairo dikelilingi oleh tembok-tembok besar yang
kokoh dan kuat, namun Shalahuddin berharap Kairo menjadi tempat
yang mampu berfungsi secara internal dengan segenap kebebasan
komersial dan kulturalnya tanpa kawasan elite dan istana yang megah.
Selain itu, ia juga menginginkan sebuah kota yang benar-benar
dimiliki oleh warga kota tersebut.
Shalahuddin menganggap Mesir sebagai sebuah sumber
pendapatan bagi setiap peperangannya. Ia juga menginginkan Kairo
sebagai tempat pengumpulan dana yang ia butuhkan untuk
membangun pertahanan terhadap serangan pasukan Perang Salib
Eropa.
34
Muhammad Yusuf Annas, Para Penakluk dari Timur, halaman 273 dan Lilik Rochmad
Nurcholisho, Shalahuddin Al-Ayyubiy, halaman 172. 35
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 480.
47
b. Benteng Sinai
Benteng Sinai didirikan di daerah Semenanjung Sinai, berjarak
57 km sebelah Timur Kota Suez. Di sisi Selatan benteng tersebut, ia
bangun dua masjid kembar yang berdampingan. Ia juga membangun
kolam penampungan air untuk memberi minum orang yang kehausan.
Di atas salah satu pintu masuk menuju kolam ini terdapat tulisan yang
berbunyi: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, semoga Allah memberi shalawat kepada junjungan kita
Muhammad. Semoga Allah mengabadikan kerajaan tuan kami An-
Nashir, kebaikan dunia dan agama, Raja Islam dan kaum Muslimin,
Khalifah Amirul Mukminin. Yang bertindak membangun kolam
penampungan aie ini adalah Al-Malik Ali bin An-Nashir Al-Adil Al-
Muzhaffar. Selesai pembangunannya pada bulan Sya’ban, tahun 590
H.”36
Pernyataan di atas dikuatkan oleh Prof. Noam Shaqir dalam
bukunya “Sejarah Sinai dan Arab”, bahwa dia pernah melewati
benteng ini dan dua masjid yang terdapat di sana, dan ia melihat
benteng tersebut mempunyai sebuah pintu yang besar di sebelah Barat
Laut darinya. Di atas pintu rumah terdapat sebuah batu bersejarah
besar dan berbentuk persegi empat, dilukiskan padanya nama
Shalahuddin dengan huruf yang sangat jelas: “Dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, semoga Allah memberi
shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad. Semoga Allah
36
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 481.
48
mengabdikan kerajaan tuan kami Al-Malik An-Nashir Shalahuddin,
Sultan Islam dan kaum Muslimin, Yusuf Al-Adil An-Nashir, pada
bulan Jumadal Akhir tahun 583 H.”37
c. Pembangunan Jazirah Raudhah dan Giza
Selain pembangunan pertahanan militer, Shalahuddin juga
memberikan perhatian terhadap pembangunan Jazirah Raudhah dan
Giza, pembangunan tempat pengukuran ketinggian air dan penggalian
saluran-saluran irigasi, sebagaimana dia memperhatikan pembangunan
rumah-rumah sakit, sekolah, dan khanqah. Pada masa Shalahuddin,
Kota Giza dan Raudhah termasuk di antara kota-kota penting.38
Ibnu Jubair dalam catatan perjalanannya berkata:39
Setiap hari Ahad di Gaza diadakan sebuah pasar di antara
pasar-pasar besar. Antara Giza dan Mesir dipisahkan oleh
sebuah pulau yang terdapat padanya tempat-tempat tinggal
yang bagus, rumah-rumah, tempat hiburan dan wisata. Di
sini juga terdapat sebuah Masjid Jami’ yang selalu didirikan
Shalat dan Khutbah Jum’at. Tersambung dengan Jami’ ini
sebuah alat pengukur yang digunakan untuk mengukur
ketinggian dan kerendahan air sungai Nil, sebagaimana
terdapat pula padanya beragam bebatuan, marmer dan lain-
lain yang merupakan bagian dari ragam keindahan dan
artistik. Shalahuddin juga membangun saluran irigasi,
mendirikan armada laut dan membuat kantor tersendiri yang
khusus menangani armada ini, yang dikenal dengan
“Dewan Armada Laut”, yang penanganannya diserahkan
kepada saudaranya Al-Adil. ....”
37
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 481. 38
Ibid. 39
Ibid, halaman 482.
49
Banyak faktor yang turut memberikan andil dalam kemajuan
pembangunan di masa Shalahuddin, yaitu: faktor agama, geografis,
politik, administrasi, ekonomi, sosial, perang, dan budaya. Dalam
bukunya “Pembangunan Kota Kairo dan Perencanaan di Era
Shalahuddin Al-Ayyubi” Dr. Adnan Muhammad Fayiz Al-Haritsi
menjelaskan hal tersebut secara rinci. Sedangkan Dr. Izzuddin Faraj
telah berbicara tentang keistimewaan pembangunan ala Al-Ayyubi
yaitu pembangunan pertahanan, antara lain meliputi pendirian menara-
menara dan pintu-pintu gerbang yang melengkapi tembok-tembok
Mesir dan bentengnya. Pintu-pintu yang dibuat oleh Shalahuddin dari
jenis yang berbelok yang dikenal dengan Al-Basyurah. Ini merupakan
penemuan di bidang arsitektur yang menambahkan kekuatan pada
benteng-benteng. Sebab, jalan masuk ke dalamnya tidak menembus
dinding secara garis lurus seperti jenis-jenis pintu masuk yang biasa,
tetapi memaksa musuh untuk melewati pintu yang terletak di antara
dua menara yang dilengkapi dengan celah-celah untuk melepaskan
anak panah darinya di beberapa sisinya yang terbuka tanpa
perlindungan dan tameng. Sebagaimana terdapat pula unsur arsitektur
baru yang digunakan oleh Shalahuddin dalam memperkuat
perlindungan, yaitu beranda dari batu yang menyembul di dinding
pagar yang disebutkan dengan As-Saqqathah, yang dilengkapi dengan
celah-celah yang tinggi tempat prajurit melepaskan anak panah
mereka ke arah musuh yang datang menyerang dari depan dan
beberapa sisi. Profesor Chris Weil memastikan bahwa unsur arsitektur
50
tersebut berasal dari Timur, sebagaimana ia memastikan bahwa sistem
madrasah yang memiliki ruangan-ruangan yang terpisah merupakan
sistem yang tumbuh dan berkembang di Mesir, yang konsepnya tidak
datang dari luar. Di masa ini terus berlanjut perkembangan ornamen
batu kapur dan berbagai kesibukan pertukangan, sebagaimana muncul
bentuk tulisan Naskhiyah berdampingan dengan penulisan Kufiyah.”40
3. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Shalahuddin, kerajaan Islam
mengalami kehidupan yang lapang dan sejahtera. Hal itu disebabkan
oleh sumber-sumber penghidupan yang banyak dan bermacam-
macam. Sumber-sumber penghidupan tersebut dapat kita simpulkan
sebagai berikut;41
1. Shalahuddin memegang kendali atas harta simpanan Dinasti
Fathimiyah setelah Mesir berada di bawah kekuasaannya.
2. Sumber-sumber penghasilan upeti yang diberlakukan kepada
orang-orang non-Islam.
3. Sumber pemasukan dari fidyah (tebusan) yang ditarik dari para
tawanan.
4. Sumber-sumber penghasilan dari ghanimah (rampasan) perang
yang didapat selama peperangan.
40
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 483. 41
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi, halaman 460 dan Lilik
Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, halaman 178.
51
5. Sumber-sumber pemasukan dari kharaj (pajak) tanah yang
diambil dari para pemilik tanah dari daerah-daerah yang telah
dikuasai oleh kaum muslimin dengan perjanjian damai.
6. Ditambah sumber-sumber kekayaan lain yang sah (legal) dan
dianjurkan, lagi melimpah.
Shalahuddin bukanlah seorang sultan yang membelanjakan harta
yang bukan pada jalan yang benar dan tidak pada tempatnya.
Shalahuddin membelanjakan hartanya di jalan Allah, seperti untuk
membangun benteng dan tembok pertahanan. Merenovasi berbagai
bangunan dan untuk semua hal yang mambawa manfaat besar bagi
kerajaan atau negara.
Di antara usaha Shalahuddin untuk menghindarkan negara dari
bahaya kelaparan yang disebabkan oleh peperangan yaitu sebagai
berikut:42
a. Sektor Pertanian dan Perdagangan
Usaha Shalahuddin untuk menghindari bencana kelaparan yang
menimpa masyarakatnya dan tidak jarang memicu peperangan. Ia
memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian dan sarana-sarana
perairan supaya tanah bisa menghasilkan buah dan berbagai macam
tanaman yang indah dipandangan mata. Di antara langkah yang
dilakukan adalah membangun jaringan antara Mesir dan Suriah
melalui mitra kerja sama saling menukarkan hasil-hasil pertanian dan
42
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 461.
52
meningkatkan kesejahteraan ekonomi, serta membekali pasukan
dengan kekayaan yang sewajarnya. Hasilnya, kemitraan strategis itu
menguatkan hubungan kedua pihak sehingga berhasil melawan
keganasan Eropa, dan juga untuk membekali pasukan Islam dengan
segala yang dibutuhkan berupa bahan pangan dan perlengkapan.
Selain sektor pertanian, Shalahuddin juga menaruh perhatian
besar terhadap sektor perdagangan. Pada masa pemerintahannya,
Mesir merupakan titik pertemuan hubungan dagang antara Timur dan
Barat. Banyak kota di Eropa menjadi hidup disebabkan oleh aktivitas
perdagangan tersebut, seperti Kota Venesia dan Pizza di Italia. Dalam
perkembangannya kemudian orang-orang Venesia membolehkan
pembangunan pasar perdagangan di Iskandaria yang dulu disebut
Suqul Aik (pasar Aik).
Shalahuddin menaruh segala perhatiannya terhadap pasar-pasar
perniagaan hingga aktivitas ekonomi berkembang pesat dan kegiatan
produksi meningkat dan semakin bertambah banyak jumlahnya di
Mesir dan Syam. Shalahuddin juga selalu memperhatikan perbaikan
dan perluasannya. Seorang ekspeditor, Ibnu Jubair pernah melintas di
beberapa pasar tersebut dalam ekspedisinya pada masa Shalahuddin
pada tahun 578 H dan mencatat kekagumannya pada sistemnya.
Ibnu Jubair memaparkan tentang Kota Aleppo sebagai berikut:
Adapun bangunan negeri tersebut besar sekali, bagus
penataannya, indah pemandangannya, pasar-pasarnya luas
lagi besar, berjajar teratur dan memanjang. Berbagai macam
keahlian seni sampai ke segala bentuk perindustrian sipil
mampu dihasilkan. Semua gedung beratapkan kayu, dimana
53
para penghuninya berada di bawah naungan yang
membentang luas dan hidup nyaman. Pasar-pasarnya
memikat pandangan mata, memaksa pasa musafir terhenti
sejenak karena mengaguminya. Kebanyakan toko-tokonya
terbuat dari kayu-kayu yang indah bentuknya (seni).
Di antara perindustrian-perindustrian yang mendapatkan
perhatian dari Shalahuddin adalah industri persenjataan, tekstil kain,
industri pakaian sutera sulaman, pelana kuda yang indah, dan industri
kaca. Pada masa pemerintahannya juga tersebar perindustrian
tembikar, perahu, armada, dan industri lainnya yang menghidupkan
sistem ekonomi dan melipat-gandakan produksi, serta memperkuat
keadaan kerajaan.
b. Pengembangan Dunia Industri
Shalahuddin menaruh perhatian pada industri pembuatan
senjata, tenun, kain, pakaian sutera, pelana-pelana kuda yang indah,
dan industri pembuatan kaca. Sebagaimana tersebar pada masanya
industri pembuatan tembikar, kapal, armada laut, dan lainnya. Semua
itu menjadikan ekonomi tumbuh berkembang, melipat-gandakan
produktivitas, sehingga memantapkan sumber-sumber kekuatan
negara. Pada masa Dinasti Ayyubiyah, para pengrajin dan pelaku
industri termasuk orang-orang yang setia memelihara tradisi industri
turun-temurun. Mereka bertahan dengan aturan-aturan dan teknik-
teknik industri dari masa-masa sebelumnya. Para pelaku industri ini
bergabung dalam asosiasi-asosiasi yang dapat melindungi hak-hak
54
mereka dan mengontrol pelaksanaan berbagai kewajiban mereka
secara baik. Organisasi ini memiliki aturan dan tradisi yang dihormati
oleh seluruh anggota dan didukung oleh negara dalam
pelaksanaannya. Di antara pusat-pusat industri terkenal era Al-Ayyubi
adalah:43
(a) Kota Kairo. Kota kairo pada awalnya tidak dibangun untuk
dijadikan sebagai ibu kota negara dan tempat tinggal bagi setiap
penduduk Mesir, akan tetapi pembangunan Mesir dimaksudkan
sebagai tempat tinggal khusus bagi Khalifah, keluarga, prajutit, dan
orang-orang terdekatnya. Namun pada kenyataannya, setelah satu
abad lebih Kota Kairo menjelma menjadi pusat peradaban yang
penting, menjadi tempat berkembangnya kehidupan masyarakat kota
dengan beragam status sosial dan kebutuhan. Maka bertebaranlah di
berbagai penjuru kota itu bermacam-macam kegiatan industri
rumahan dan besar yang berkembang sangat pesat selama era Al-
Ayyubi.
(b) Kota Fusthath. Kota ini dapat dikatakan hampir semua
wilayahnya hilang total disebabkan pembakaran kota yang dilakukan
oleh Syawar pada tahun 564 H, seandainya tidak mendapat perhatian
dari keluarga Bani Ayyub. Maka sejak Asaduddin Syirkuh menduduki
kursi Perdana Menteri, ia memperlihatkan keseriusannya untuk
membangun kembali Fusthath. Upaya ini selanjutnya diteruskan oleh
43
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar halaman 462.
55
Shalahuddin yang memiliki perhatian besar kepada kota ini. Ia
memperbaiki masjid-masjid dan berbagai fasilitas umum, serta
mendirikan sejumlah madrasah. Ia satukan berbagai pekerjaan ini
dengan membuat perlindungan bersama untuk dua kota, Fusthath dan
Kairo. Hingga kehidupan di Fusthath mengalami kemajuan, dan
pembangunan demi pembangunan dilaksanakan secara bertahap.
Upaya pembangunan kembali Kota Fusthath dimulai pada masa
Shalahuddin; Ia membangun sejumlah bangunan, pasar-pasar, dan
pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik Fusthath meliputi pabrik-pabrik
peleburan, seperti peleburan tembaga, peleburan baja, dan sebagaima.
Pabrik-pabrik ini dulunya menghasilkan bahan baku logam yang
dilebut dan dicetak. Dan oleh para pelaku industri logam, logam
dijadikan berbagai jenis senjata dan peralatan perang, peralatan
rumah-tangga, dan beragam perkakas lain.
(c) Tunis. Kota Tunis dianggap sebagai pusat industri kain tenun
terpenting di masa pemerintahan Dinasti Al-Ayyubiyah. Banyak di
antara sejarawan dan para petualang telah menulis secara panjang-
lebar seputar industri tenun ini. Kota ini bertahan di bidang industri
dan perdagangan, sampai ia dihancurkan oleh Al-Malik Al-Kamil
Muhammad bin Ayyub, dengan merobohkan tembok-tembok dan
rumah-rumahnya pada tahun 624 H (1226 M).
56
Kota-kota lain yang terkenal sebagai pusat industri masa Al-
Ayyubiyah adalah Kota Dimyat, Iskandaria, Damaskus, Aleppo, dan
lain-lain.
c. Penghapusan Berbagai Jenis Pungutan Ilegal
Jumlah simpanan Shalahuddin sesudah wafatnya sekitar 46
dirham perak dan satu dinar emas. Sedangkan income daulah-nya
sangat besar, sebagaimana belanja yang dikeluarkan untuk peperangan
juga sangat besar. Setiap kali bertambah wilayah yang jatuh ke
tangannya, maka pemasukan dan pengeluarannya untuk wilayah itu
turut meningkat pula secara berkelanjutan.
Prinsip pengembangan income yang diterapkan ialah: (a)
Penghapusan berbagai jenis pungutan dan pajak ilegal di seluruh
wilayah yang ditaklukkannya; (b) Mencukupkan diri pada sumber-
sumber income yang legal menurut Syari’at, yang terdiri dari zakat,
jizyah, pajak (kharaj), harta rampasan perang, dan pajak 1/10 hasil
perniagaan.
Kebijakan keuangan ini tampak jelas pada selebaran yang telah
tersebar di masanya di wilayah Riqqah:
Pejabat paling sengsara itu adalah orang yang
menggemukkan kantongnya dan menguruskan rakyatnya;
dan yang paling jauh dari kebenaran itu adalah orang yang
mengambil harta secara batil dan menyebutnya halal.
Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah,
niscaya Allah akan menggantinya; dan barangsiapa
57
menghutangi di jalan Allah dengan hutang yang baik,
niscaya Dia akan menepati pembayarannya. Manakala
urusan kami telah sampai ke penaklukkan kota Riqqah,
maka kami pun mengontrol minyak samin yang
dikonsumsi; kami hentikan kedzaliman yang telah
diperintahkan oleh Allah untuk dihentikan; kami
mewajibkan kepada diri sendiri dan kepada seluruh
gubernur untuk menghapuskan segala macam pungutan
serta menghapuskan catatan berbagai pajak di instansi-
instansi.
Berikut kebijakan keuangan yang ditetapkan oleh Shalahuddin
menurut selebaran yang telah tersebar di Riqqah pada masanya:44
a. Hasil ekspor Mesir merupakan sumber pendapatan negera.
b. Shalahuddin menghapuskan pungutan yang biasa ditarik dari
jamaah Haji dari Maghribi,
c. Shalahuddin menghapuskan pungutan yang biasa ditarik dari
para pedagang Yaman,
d. Shalahuddin menghapus pajak-pajak sejenis di Damaskus saat ia
membebaskan kota itu; juga pungutan-pungutan di Aleppo,
Sinjar, dan Riqqah.
Kebijakan keuangan yang ditetapkan oleh Shalahuddin selain di
Riqqah antara lain yaitu menghapus berbagai macam pajak yang dulu
ditarik oleh orang-orang salib di wilayah Ash-Shilt, Biqa’, Jabal Auf,
Sudan, dan Jaulan. Ia mengganti semua pungutan itu dengan berbagai
pendapatan yang sah menurut Syari’at. Ia menegakkan kewajiban
zakat (yang dulu dihapuskan oleh penguasa Dinasti Fathimiyah),
44
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 465.
58
menyediakan kantor khusus untuknya, dan menunjuk para pengurus
zakat. Zakat diambil dari emas, perak, perdagangan, peternakan dan
pertanian; dengan membebaskan beberapa komoditi pangan seperti
kismis, biji rami, zaitun, dan sayur-sayuran. Dulu kewajiban pajak
(kharaj) dipungut berdasarkan aturan dan waktu di Mesir. Kemudian
Shalahuddin menyesuaikan penarikan zakat sesuai kalender Hijriyah
pada tahun 567 H. Adapun wilayah-wilayah lain di Syam dan Al-
Jazirah, maka pajak ditarik sesuai dengan luas tanah dengan
menggunakan ukuran faddan (seukuran luas 0,5 hektar). Pajak
Jamawut (jelai) dan gandum adalah 2,5 ardab, untuk satu faddan. Para
petugas pajak mengumpulkan pajak kemudian menyetorkan ke kantor
Sultan. Ada pula pajak-pajak yang harus dibayar dengan uang yang
diwajibkan pada sebagian penghasilan, seperti anggur dan buah-
buahan, yang besarnya berkisar antara 1-5 dinar untuk satu faddan.
Namun pada tahun ketiga besarannya tidak lebih dari 3 dinar. Dari
kalangan Ahlud Dzimmah ditarik jizyah dengan membebaskan anak-
anak perempuan, kaum wanita, dan para pendeta. Ini disebabkan
dengan pajak al-jawali dengan besaran berbeda-beda sesuai dengan
kondisi personalnya, yang berkisar antara satu sampai 4,5 dinar di
samping kewajiban membayar 2,5 dirham untuk semua orang, setiap
tahun. Tatkala bahan-bahan tambang dan kayu-kayu dibutuhkan ubtuk
pembuatan berbagai jenis senjata, maka Shalahuddin melarang
seorang pun ikut campur padanya dan memperketat monopoli negara
atasnya. Ketentuan ini ditetapkan dalam kondisi perang melawan
59
pasukan Eropa, dan hukuman orang yang mencoba berkhianat
padanya sangat besar.45
Mayoritas penghasilan negara digunakan untuk membiayai
perperangan dan pembangunan benteng-benteng, tembok-tembok,
pertahanan, sekolah-sekolah, masjid-masjid, lembaga-lembaga,
penginapan-penginapan, di sejumlah jalan dan sudut-sudut negeri, gaji
para pegawai negeri, dan lain-lain.
4. Bidang Ideologi Keagamaan
Dalam bab keyakinan dan cara beribadah, Shalahuddin
mempunyai keistimewaan dalam keimanan, ibadah, ketakwaan, rasa
takut kepada Allah, kepercayaan kepada-Nya, serta berlindung
kepada-Nya. Al-Qadhi Baharuddin meriwayatkan bahwa Shalahuddin
adalah seorang yang kuat keyakinannya, banyak berdzikir dan belajar
melalui pengkajian ulama dan ahli fiqih.
a. Meluruskan pemahaman Islam yang salah pada masa
Fathimiyah
Dari pemahaman rasional dan keyakinan kuat tersebut,
Shalahuddin bangkit menghancurkan belenggu dan dogma-dogma
ateisme di seluruh negeri. Apabila ia mendengar ada orang yang
menyeru pada ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, ia
45
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 466.
60
langsung menyuruh untuk membunuhnya dengan cepat setelah
meminta nasihat dari fuqaha dan ulama. Al-Qadhi Bahauddin berkata
dalam hal ini, “Beliau sangat menjunjung tinggi hukum-hukum agama
dan membenci filsafat-filsafat dan pemikiran-pemikiran yang merusak
agama. Ia juga membenci orang yang menentang hukum Islam.
Apabila ia mendengar ada orang yang menyimpang dalam
kerajaannya, ia akan mengeluarkan perintah untuk membunuhnya.” 46
Ketika Shalahuddin menjadi menteri bagi dinasti Fathimiyah di
Mesir pada masa mudanya, ia sangat sedih setelah melihat keadaan
negeri yang penuh dengan aliran-aliran kebatinan dan sesat. Mazhab
atau aliran yang sesat tersebut terangkum sebagai berikut,
sesungguhnya imamah (kepemimpinan) bukan merupakan
kemaslahatan umum yang kembali kepada kehendak rakyat,
melainkan merupakan salah satu rukun agama yang tidak boleh
seorang nabi melalaikan ataupun mengembalikannya kepada umat.
Akan tetapi, rasul sebelum meninggal, harus melantik seorang imam
bagi kaum muslimin. Imam tersebut harus ma’shum (suci atau bersih)
dari dosa besar ataupun kecil. Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib telah
diangkat oleh Nabi Muhammad sebagai khalifah setelah beliau
meninggal, sementara Abu Bakar dan Umar telah merampas
kekhalifahan dari tangan Ali. Di antara mereka ada yang lebih ektrim
atau radikal yang mengklaim ketuhanan para pemimpin tersebut, baik
46
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
188.
61
dengan mengatakan bahwa mereka itu manusia, tetapi mempunyai
sifat-sifat ketuhanan atau mengatakan bahwa Tuhan inkarnasi ke
dalam jiwa mereka. Di antara mereka ada yang memiliki loyalitas
tinggi terhadap seorang pemimpin dan tidak mau berpindah kepada
pemimpin yang lain, serta mengatakan bahwa pemimpin itu hidup
abadi tidak akan mati meskipun hilang dari pandangan mata. Orang
tersebut juga mengklaim bahwa imam tersebut akan muncul di akhir
zaman dan membawa keadilan di muka bumi sebagaimana kezaliman
memenuhi bumi.47
Pada masa dinasti Fathimiyah terdapat segolongan ekstrim
Syi’ah dan Ismailiyah yang mengangkat Hakim bin Amrillah Al-
Fathimiy menjadi khalifah pada tahun 408 H ketika Hamzah bin Ali
mengatakan secara terang-terangan akan ketuhanan Hakim. Ia juga
mengarang buku yang menyebutkan bahwa ruh Allah bersenyawa
dalam diri Nabi Adam a.s lalu berpindah kepada Ali bin Abi Thalib
lalu ruh Ali berpindah ke diri Aziz kemudian ke anaknya, Hakim yang
menjadi Tuhan dalam pandangan mereka melalui reinkarnasi. Hamzah
bin Ali dianggap sebagai pendiri ajaran reinkarnasi bagi aliran-aliran
kebatinan.48
Setelah Shalahuddin menjabat sebagai menteri Mesir dan
berkuasa di sana, dengan segera ia menumpas aliran sesat tersebut. Ia
47
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
188.
48 Ibid, halaman 187.
62
mengumpulkan segenap kekuatannya untuk menghapus ajaran dan
pengaruh-pengaruh aliran sesat. Selain itu, ia juga mengganti aliran-
aliran sesat dengan ajaran Ahlussunnah waljama’ah atau Sunni.
Shalahuddin berhasil merealisasikan gagasannya tersebut tidak lama
setelah ia menjabat sebagai menteri. Bahkan ia sudah berhasil
membuka madrasah-madrasah di seluruh pelosok negeri yang
kemudian dikenal dengan Madrasah An-Nashiriyyah dan Al-
Kamiliyyah. Ia pun kemudian menghimbau seluruh kalangan
masyarakat untuk ikut memajukan sekolah-sekolah tersebut guna
mengajarkan agama Islam yang benar dan lurus. Di samping itu ia
membersihkan ajaran Ahlussunnah waljama’ah dari segala
penyimpangan dan penyelewengan.49
b. Upaya Shalahuddin menghidupkan pengaruh Sunni
Shalahuddin berambisi agar akidah Sunni mempunyai pengaruh
dalam berbagai lembaga pemikiran dan pendidikan yang dibangunnya.
Upaya tersebut antara lain:50
1. Pembangunan Madrasah-madrasah Sunni
Pembangunan madrasah ini dimulai pada tahun 572 H (1176
M), yaitu setelah kepastian sebagian besar wilayah Syam tunduk di
bawah kekuasaan Shalahuddin, kemudian kembalinya ia ke Mesir
49
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
187. 50
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 345.
63
untuk mengatur berbagai urusan. Pada tahun ini ia memerintahkan
pembangunan dua madrasah: Pertama, madrasah untuk pengikut
madzhab Syafi’i yang dibangun berdekatan dengan makam Imam
Asy-Syafi’i, madrasah ini dikenal sebagai Madrasah Shalahiyyah;
Kedua, madrasah untuk para penganut madzhab Hanafi. Sesudah
itu berturut-turut dibangun berbagai madrasah Sunni di beberapa
tempat di Kairo, serta wilayah-wilayah lain yang diprakarsai oleh
para pejabat Ayyubiyun dan para pembantu mereka.
Ibnu Jubair telah melengkapi gambarannya untuk kita ketika
ia melanjutkan pengamatannya terhadap berbagai usaha
Shalahuddin di Kairo dalam rangka memberikan berbagai
kemudahan menuntut ilmu bagi orang-orang yang meminatinya. Ia
mengatakan, “Yang mengherankan, disebutkan bahwa seluruh
qurafah adalah masjid-masjid yang dibangun dan masyhad-
masyhad yang dihuni sebagai tempat berlindung bagi orang-orang
asing, para ulama, orang-orang saleh, dan orang-orang fakir.
Bantuan untuk setiap tempat ini terus mengalir dari pihak Sultan
setiap bulan, demikian pula berbagai madrasah yang berada di
Mesir dan Kairo. Kita dapat memastikan bahwa biaya operasional
semua itu menelan dana lebih dari 200 dinar setiap bulan.
Dari sini telah jelas, bahwa Shalahuddin yang mengawasi
secara langsung jalannya penghidupan kembali gerakan Ahlus
Sunnah di Mesir tidak hanya cukup dengan mendirikan sejumlah
madrasah, tetapi sangat serius dalam menarik minat para ulama
64
Ahlus Sunnah untuk datang kepadanya dari segala penjuru wilayah
Islam. Hal itu dilakukan agar mereka turut terlibat dalam upaya
menghidupkan kembali pemikiran Sunni, yang sebelumnya para
ulama Ahlus Sunnah disingkirkan dari Mesir.
Sebagaimana perhatiannya yang dicurahkan untuk menarik
minat para ulama agar berbondong-bondong datang ke Mesir,
Shalahuddin juga mencurahkan perhatiannya untuk menarik
kalangan Sufi, maka ia pun membangun khanqah pertama untuk
mereka di Mesir. Ia menjadikannya sebagai tempat persinggahan
kalangan miskin dari kaun Sufi yang datang dari berbagai wilayah
yang jauh, dan mewakafkan harta untuknya dalam jumlah yang
besar. Untuk menangani urusan mereka, ia menunjuk seorang
syaikh yang dikenal Syaikh Asy-Syuyukh. Al-Maqrizi
menyebutkan, bahwa penghuninya terdiri dari kalangan Sufi yang
terkenal dengan ilmu pengetahuan dan kesalehan mereka. Jumlah
mereka mencapai 300 orang. Mereka diberikan perhatian yang
sangat khusus, dari tunjangan makanan berupa roti, daging, dan
manisan; mereka diberikan uang setiap tahunnya untuk membeli
pakaian; mereka dibangunkan pula kamar-kamar mandi khusus di
samping tempat mereka; dan barangsiapa hendak bepergian jauh,
maka akan diberi ongkos yang dapat membantunya untuk mencapai
tujuannya. Menurut dugaan, perhatian yang diberikan kepada
kalangan Sufi ini tentu memiliki tujuan tertentu, yang masih
berkaitan dengan gerakan menghidupkan kembali madzhab Sunni.
65
Meskipun tasawuf yang lurus mendapat penghormatan tersendiri
dari pihak penguasa maupun masyarakat secara umum pada masa
itu, namun perhatian Sultan terhadapnya seperti ini terutama di
Mesir, pasti merupakan pekerjaan yang disengaja dan memiliki
terget tertentu.
Jika Shalahuddin berupaya menarik minat para ulama Sunni
untuk datang ke Mesir dari setiap tempat agar mereka ikut terlibat
dalam gerakan menghidupkan kembali paham Ahlus Sunnah, maka
ada aspek penting yang harus pula dikerjakan untuk
memuaskannya dan memalingkannya dari orientasi yang dulu
diarahkan oleh penguasa. Aspek penting ini adalah sisi emosional
manusia, yaitu aspek yang dapat dikuasai oleh orang-orang Syiah
dengan mudah. Kebetulan kaum Sufi termasuk di antara golongan
yang mampu untuk memuaskan sisi ini melalui akhlak mereka
yang mudah, toleran, kezuhudan mereka terhadap kegemerlapan
dunia, kemampuan mereka untuk menarik emosi manusia melalui
majelis-majelis nasehat, dzikir, dan lainnya. Benar saja, golongan
Sufi pada masa Dinasti Ayyubiyah telah sukses menarik perhatian
banyak orang kepada gambaran dan ritual mereka.
2. Elemen-elemen Sunni
Perhatian Shalahuddin dalam mengukuhkan eksistensi
madzhab Sunni di wilayah-wilayah yang berada di bawah
kekuasaannya dilakukan secara intensif, bahkan para sultan
66
setelahnya pun tetap melanjutkannya. Berikut elemen-elemen
budaya Sunni yang menjadi perhatian keluarga Ayyubiyun, antara
lain:
a. Al-Quran yang Suci
Seluruh wilayah yang tunduk pada mereka diperintahkan
untuk mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak kecil dan
mendorong mereka untuk menghafalnya. Ibnu Jubair
menyebutkan, bahwa Shalahuddin telah memerintahkan agar
menyemarakkan beberapa tempat di Mesir dengan kegiatan
belajar-mengajar dan mengangkat sejumlah guru untuk
mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak miskin, terutama anak-
anak yatim, serta memberikan tunjangan yang memadai untuk
mereka. Bahkan dahulu Shalahuddin mensyaratkan orang yang
menjadi imam Shalat harus menguasai ilmu-ilmu Al-Quran dan
baik hafalannya.
Qadhi Baha’udin bin Syidad menggambarkan, bahwa suatu
hari Shalahuddin melewati seorang anak yang sedang membaca
Al-Quran, maka ia menganggap bagus bacaannya lantas
menyuruh anak tersebut mendekat padanya dan memberinya
bagian dari makanannya. Ia pun kemudian mewakafkan sebagian
lahan persawahan untuk anak itu dan orangtuanya.
67
b. Hadits yang Mulia
Perhatian khusus diberikan kepada hadits Nabi. Perhatian
ini diberikan untuk memenuhi dua kebutuhan mendesak yang
sedang dihadapi oleh masyarakat Islam di masa itu, baik di Syam
maupun di Mesir. Hadits ini memiliki dua kebutuhan, umum dan
khusus.
Dari sisi kebutuhan umum, ketika kaum Muslimin sedang
berhadapan dengan musuh yang selalu menantikan kehancuran
mereka dan melecehkan kesucian agamanya. Ambisi musuh-
musuh Islam untuk memerangi orang-orang beriman ini tentu
menuntut perhatian besar terhadap hadits Nabi. Tidak heran
apabila Shalahuddin sangat menggemari hadits Rasulullah,
berulang-ulang membaca dan mendengarkannya, bahkan ia
berusaha untuk menggalakkan penulisan kitab-kitab tentangnya.
Al-Imad Al-Ashfahani menyebutkan, di sela-sela kunjungannya
ke Iskandaria pada tahun 572 H (1176 M) ia bolak-balik bersama
Shalahuddin menemui Al-Hafizh As-Silafi dan mereka
mendengarkan hadits darinya; sebagaimana ia bersama anak-
anaknya mendengarkan Al-Muwatha’ Imam Malik dari seorang
faqih Iskandaria. Baha’uddin bin Syidad menggambarkan bahwa
Shalahuddin sangat suka mendengarkan hadits. Bahkan ia pergi
menemui ulamanya apabila mereka termasuk di antara orang-
orang yang menghindari pertemuan dengan para pejabat. Ibnu
Syidad berkomentar, “Dia suka untuk membaca sendiri hadits-
68
haditsnya. Ia meminta saya datang menemaninya, lalu
menghadirkan beberapa buku hadits dan membacanya.”
Perhatian kepada hadits tidak hanya dilakukan oleh
Shalahuddin, tetapi banyak pula kalangan pejabat Dinasti
Ayyubiyah yang berupaya mendengarkan hadits dan
meriwayatkannya. Di antara mereka adalah Taqiyuddin Umar
yang mendengarkan hadits dari As-Silafi di Iskandaria. Kemudian
Al-Malik Al-Kamil yang mengikuti jejak Nuruddin dan
membangun pusat kajian hadits pertama di Mesir.
c. Pokok-pokok Akidah Sunni
Orang-orang Ayyubiyun menaruh perhatian terhadap
pemeliharaan pokok-pokok akidah sesuai dengan madzhab Imam
Al-Asy’ari. Imam Al-Asy’ari termasuk ulama yang mengibarkan
panji ilmu pengetahuan di berbagai bidang dan klasifikasinya, dan
terhitung sebagai ulama yang sukses menyatukan beragam ilmu
pengetahuan dan seni.
d. Berbagai Kajian Fikih
Keluarga Ayyubiyun menaruh perhatian sangat besar pada
salah satu cabang Tsaqafah Sunni ini, melalui berbagai madrasah
yang mereka dirikan dan wakafkan. Madrasah-madrasah yang
dibangun untuk madzhab-madzhab fikih Sunni tidak begitu
mendapatkan perhatian oleh keluarga Ayyubiyun, karena
perhatiannya terfokus pada madzhab Syafi’i yang merupakan
69
madzhab resmi negara. Ditambah lagi, orang-orang yang
menduduki posisi utama di jajaran pejabat negara, umumnya
berasal dari kalangan pengikut madzhab Syafi’i.
3. Kerja Keras Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Menyatukan Front
Islam
Tahun 569 H, berita wafatnya Nuruddin yang mendadak
membuat kaum Muslimin begitu terpukul. Hanya berselang dua pekan
setelah pesta khitanan putanya di Damaskus pada Hari Raya Idul Fitri
tahun 569 H. Begitu berita wafatnya Nuruddin tersiar, berbagai ambisi
politik merebak terlepas dari ikatan-ikatannya. Ambisi tersebut tidak
hanya di antara keluarga Nuruddin saja, tetapi muncul di kalangan
para pejabat, panglima militer, bahkan penjajah Eropa. Masing-
masing berupaya mengambil keuntungan strategis dari ketiadaan
tokoh yang terkenal dengan kebesaran, keberanian, ketakwaan, dan
visinya yang jauh ke depan. Nuruddin wafat dengan meninggalkan
sebuah negara yang luas wilayahnya, membentang dari Baraq dan
Yaman hingga ke Syam, Jazirah, dan Mosul.
Shalahuddin kemudian berkirim surat kepada Khalifah Al-
Abbasiyah, Al-Mustadhi’, untuk menjelaskan sebab-sebab
keberangkatannya ke Syam. Tujuannya dari surat itu adalah untuk
mendapatkan legalitas Syariah atas tugas yang dijalaninya, selain juga
untuk mendapatkan dukungan dari Khalifah Al-Abbasiyah. Surat
Shalahuddin tersebut ditulis oleh Qadhi Al-Fadhil.
70
Dalam suratnya, Qadhi Al-Fadhil menjelaskan bahwa
Shalahuddin datang ke Syam karena terikat janji dengan Nuruddin,
agar kedua belah pihak (Mesir dan Syam) saling bergandengan tangan
dalam memelihara keamanan negeri. Setelah wafatnya, terbukalah
celah-celah kelemahan dan konflik di tubuh kaum Muslimin, sehingga
sebagian wilayah Islam jatuh ke tangan musuh. Kondisi diperparah
dengan adanya penguasa Muslim yang menjalin kerjasama dengan
kaum salib. Namun dibalik itu, ada kabar gembira, bahwa ummat
Islam tidak mengikuti jejak penguasanya untuk menjalin kerjasama
dengan salib, sebaliknya mereka membela kebenaran dan tetap
berpegang pada Islam.
Khalifah Abbasiyah mengabulkan beberapa tuntutan
Shalahuddin dan memberikan legatimasi untuk memerintah di Mesir
dan Syam. Sewaktu Shalahuddin melakukan pengepungan terhadap
Kota Hamah pada tahun 570 H (1174 M), Khalifah mengutus delegasi
kepadanya dengan membawa protokoler istana, surat pelantikan,
pemilihan jabatan, dan penyerahan kekuasaan. Ini merupakan bukti
atas keinginan Khalifah Abbasiyah untuk melakukan interaksi secara
jujur dengan Shalahuddin yang dianggap sebagai sosok paling tepat
untuk mengisi kekosongan kekuasaan setelah Nuruddin wafat.
Damaskus. Shalahuddin bersama pasukannya tiba di Damaskus
dan mendapatkan sambutan baik. Hari berikutnya, Shalahuddin
mendapatkan pintu-pintu kota yang diserahkan langsung oleh Al-
Muqaddam, kemudian ia pun berhasil membujuk Kamaluddin Raihan,
71
pelayan yang membawa kunci benteng Damaskus agar menyerahkan
kunci benteng padanya. Demikian Shalahuddin berhasil merangkul
Damaskus dan bentengnya dengan alasan untuk melindungi Al-Malik
Ash-Shalih Ismail dari ancaman orang-orang salib dan para pejabat
ambisius, serta sebagai upaya merebut kembali wilayah-wilayah yang
dikuasai oleh Saifuddin Ghazi (Gubernur Mosul dan Jazirah).
Di Damaskus Shalahuddin berusaha merebut simpati rakyat
dengan cara: membagikan kekayaan kepada rakyat, membatalkan
sejumlah pajak, menghapus berbagai jenis pungutan, membuat citra
positif, memuliakan para ulama yang memiliki pengaruh besar di
masyarakat, dan sebagainya. Sesudah merangkul Damaskus,
Shalahuddin mulai melaksanakan kebijakan politiknya dalam rangka
menyatukan Front Islam yang terbentang dari Irak, Syam, sampai ke
Mesir. Upaya ini perlu ia lakukan agar mendapat kemenangan dalam
Jihat Islam melawan kaum salib, yaitu jika kaum Muslimin dalam
kondisi sangat kuat dan bergandengan tangan. Setelah menguasai
Damaskus, ia pun mulai mengibarkan bendera keadilan, perlakuan
baik (ihsan), menghapuskan kezaliman dan permusuhan, membasmi
berbagai keburukan, kemungkaran, pungutan-pungutan, dan berbagai
hal yang diharamkan.
72
c. Upaya Ayyubiyah Melindungi Jalur Perjalanan Haji dan
Wilayah Dua Tanah Suci
Dengan pertolongan Allah, Dinasti Saljuk berhasil merebut
berbagai Hijaz dari cengkraman Dinasti Fathimiyah yang beraliran
Syiah. Hal itu berdampak pulihnya kedaulatan Khalifah Abbasyiyah
atas tanah Hijaz. Pada masa Nuruddin Mahmud tampak berbagai kerja
keras yang mendatangkan berkah dalam memberikan bantuan kepada
penduduk Kota Madinah dan Makkah. Ia mengirimkan pasukannya
untuk menjaga Kota Madinah, memberikan tunjangan kepada
Gubernur Makkah dan tunjangan untuk sejumlah pemimpin Suku
Arab, demi mengamankan jalur perjalanan ibadah Haji dari Damaskus
ke Hijaz. Ia menyempurnakan pembangunan pagar Kota Madinah dan
mengeluarkan mata air untuknya, sehingga doa-doa pun dipanjatkan
untuknya di atas mimbar-mimbar di kedua Kota Suci, setelah nama
Khalifah Abbasiyah disebutkan.51
Sejarah meriwayatkan bahwa ayah Shalahuddin, Najmuddin
Ayyub, sebagai pemimpin perjalanan Haji kaum Muslimin Syam pada
masa Pemerintahan Nuruddin, termasuk di antaranya faktor terpenting
yang mempengaruhi penguatan posisi keluarga Ayyubiyah.
Najmuddin Ayyub adalah pemegang kendali urusan Haji di wilayah
Syam, untuk Nuruddin sejak tahun 551 H (1156 M). Jabatan ini
kemudian diwarisi oleh saudaranya, Asaduddin Syirkuh, di mana ia
51
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 365.
73
telah ditunjuk oleh Nuruddin sebagai Amirul Hajj dari Damaskus.
Setelah Syirkuh meninggal, Kedaulatan Khilafah Abbasiyah atas
tanah Hijaz pun terus berlangsung di tangan para sultan dan para
penguasa Dinasti Ayyubiyah.52
1. Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai Pelayan Dua Tanah Suci
Shalahuddin selain mewarisi kesultanan secara umum dari
guru besarnya Nuruddin Mahmud, juga melanjutkan misinya dalam
menyatukan front Islam untuk bejihad melawan pasukan salib,
melalui gerakan menghidupkan kembali Khilafah Abbasiyah dan
pembelaannya kepada dakwah Sunni. Ia juga mewarisi tugas
penting terkait pelaksanaan Haji dan pengamanan jalurnya. Maka
pada tahun 562 H, ia memerintahkan penghapusan upeti yang
sebelumnya dipungut dari orang-orang yang melakukan perjalanan
melalui Laut Merah di Jeddah. Ia juga memberikan kompensasi
kepada pejabat Makkah sebanyak 8.000 irdab gandum setiap
tahunnya, sebagaimana ia telah menyerahkan pula berbagai bentuk
wakaf ntuk para Jamaah Haji dan kepentingan dua Tanah Suci.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban biaya mereka selama
menuanikan kewajiban.53
Kebijakan tersebut diikuti pula oleh kebijakan Shalahuddin
untuk menghapuskan berbagai jenis pungutan (pajak-pajak ilegal
yang biasanya ditarik dari perdagangan) dari jamaah Haji, sehingga
52
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 366. 53
Ibid, halaman 367.
74
pelaksanaan Haji pun menjadi lebih mudah setelah sebelumnya
hampir terhenti dan para jamaah tidak mampu untuk menunaikan
kewajiban Haji.54
Shalahuddin telah berusaha sekuat tenaga untuk terus
menerus mengamankan jalur perjalanan Haji, agar tugas ini
menjadi peninggalannya. Ia pun terus berkirim surat kepada
Gubernur Makkah seraya berpesan kepadanya agar memperhatikan
jamaah Haji setibanya mereka di Tanah Suci Makkah, sebagaimana
gubernur telah menulis surat kepadanya sebelum itu yang berisi
pesan agar menjaga para jamaah Haji dari wilayah-wilayah
Maghrib dan Andalusia ketika mereka melintasi wilayahnya. Juga
sebagaimana ia serius melakukan pertukaran duta persahabatan
bersama Gubernur Madinah dengan menghormati utusannya dan
merasa bangga atas berbagai hadiahnya, karena berasal dari
Gubernur Kota Nabawi yang mulia.
2. Perlindungan Shalahuddin terhadap Jalur Perjalanan Haji dari
Mesir, Maghribi dan Andalus
Kaum salib menyadari betul pentingnya kewajiban Haji
sebagai salah satu rukun Islam. Rukun ini dianggap dapat
mewujudkan kesatuan spiritual kaum Muslimin dan mempererat
berbagai ikatan social dan pemikiran di antara mereka. Maka dari
itu, seringkali kaum salib dengan sengaja melakukan penyerangan
54
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 368.
75
dan perampokan terhadap konvoi jamaah Haji yang menempuh
jalur Gurun Sinai dan jalur perjalanan Haji yang lain. Akibatnya
perjalanan Haji melalui darat ini terhenti bagi para jamaah dari
Andalusia, Maghrib, dan Mesir. Mereka pun terpaksa menempuh
jalur yang memiliki rute sangat panjang. Pemutusan jalur
perjalanan Haji melalui darat yang melintasi gurun Sinai oleh
orang-orang salib ini berlangsung sejak mereka berhasil menguasai
benteng Kurk, sehingga menjadikan perebutan kembali benteng ini
menjadi salah satu target besar Nuruddin Mahmud, kemudian
usaha tersebut dilanjutkan oleh Shalahuddin pada waktu ia masi
menjabat sebagai wakil Nuruddin di Mesir, sebelum ia sepenuhnya
menjadi Sultan.55
Maka ketika kaum Muslimin berhasil mengalahkan kaum
salib, Lu’lu’ sebagai panglima armada angkatan laut Mesir merasa
tidak cukup puas dengan hanya menangkap orang-rang Francs itu,
tetapi kemudian ia membawa mereka ke Kairo dengan cara-cara
yang rendah dan hina. Seperti yang digambarkan oleh Ibnu Jubair
melalui tulisannya: “Panglima Lu’lu’ pun mengirimkan beberapa
tawanan tersebut ke Madinah Al-Munawarah, supaya dilakukan
eksekusi terhadap mereka di sana (atas dosa-dosanya). Maka
tidaklah aneh jika Shalahuddin diberi gelar sebagai Khadimul
Haramain Syarifain (pelayan Dua Tanah Suci) dan Munqidzu
55
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 370.
76
Baitul Maqdis min Aidil Musyrikin (pembebas Baitul Maqdis dari
cengkeraman orang-orang musyrik).56
Tidak ada informasi yeng lebih akurat mengenai pengamanan
perjalanan Haji ke Makkah ini, selain informasi yang disampaikan
oleh Al-Imad Al-Ashfahani (sejarawan Shalahuddin), ia
menyebutkan bahwa pengamanan jalur perjalanan Haji merupakan
salah satu motivasi terpenting bagi Shalahuddin untuk
menaklukkan Baitul Maqdis dan merebutnya kembali dari tangan
oran-orang salib.57
3. Pengawasan Langsung Para Penguasa Bani Ayyub terhadap
Pelaksanaan Haji
Para penguasa Bani Ayyub terus-menerus melakukan
pengawalan dan pengamanan terhadap pelaksanaan Haji, serta
penjagaan terhadap bendera Haji dari Irak mewakili kepemimpinan
politik Khalifah Abbasiyah atas dunia Islam. Di antara pernyataan
yang menegaskan perhatian para Sultan Bani Ayyub terhadap
musim Haji yaitu tulisan yang dibuat oleh para sejarawan tentang
Biografi Shalahuddin. Di sana disebutkan bahwa Shalahuddin
mengadakan acara penyambutan rombongan jamaah Haji Syam
secara khusus, dan kegiatan ini berlangsung sewaktu ia berada di
56
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 371. 57
Ibid.
77
Damaskus. Waktu itu Shalahuddin mengendarai tunggangan
militernya dan mengenakan pakaian militer lengkap.58
Semenjak masa Shalahuddin, keluarga Ayyubiyun telah
memperoleh kehormatan sebagai pelindung pelaksanaan ibadah
Haji dan pengawas Dua Tanah Suci dan pendukung pemegang
bendera urusan Haji dari Irak di wilayah Hijaz. Kesultanan
Ayyubiyah juga telah mendapatkan kehormatan sebagai pelindung
Khilafah Abbasiyah dan petugas penyebaran syiar Khilafah di
seluruh wilayah Islam.59
5. Bidang Militer
Shalahuddin mulai memperkuat pertahanan berbagai kota,
membangun sejumlah benteng dan membentuk pasukan untuk
menghadang serangan apapun yang dilancarkan terhadapnya. Kala itu
ia memfokuskan pada pembangunan berbagai kekuatan laut. Karena ia
menyadari bahwa kekuatan bangsa Eropa terletak di laut dan
kelemahannya mereka di darat. Ia membangun armada perang untuk
mencegah konvoi armada laut bangsa Eropa ketika akan mendukung
kerajaan-kerajaan salib di pesisir Syam dengan pembekalan,
persenjataan dan bala tentara, setiap kali mereka mendapatkan tekanan
militer melalui darat. Ditambah lagi bahwa struktur negara Mesir
58
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 372. 59
Ibid, halaman 373.
78
sangat lemah dan banyak celah, maka ia harus melakukan penataan
kembali berbagai urusan administrasi dan Syariah sebelum terjun
langsung menghadapi orang-orang Eropa.
Shalahuddin memperhatikan pentingnya hubungan jalur
perdagangan dan transportasi antara dua lautan; laut tengah dan laut
merah, selain itu ia juga melihat adanya perbedaan kepentingan para
pedagang di kota-kota Eropa Tengah dengan para pejabat kerajaan-
kerajaan latin di Eropa Tengah, Barat, dan Utara. Oleh karena itu,
dengan berani ia menanda-tangani kesepakatan dagang dengan
pedagang Eropa, sebagai imbalan dari lepasnya keterikatan mereka
dengan para pejabat kerajaan-kerajaan salib tersebut. Apalagi ia telah
menemukan adanya upaya bangsa Eropa untuk memperluas
kekuasaan mereka dari pesisir Syam dan Palestina hingga ke laut
Merah. Ini mengindikasikan kemungkinan ancaman terhadap konvoi-
konvoi dagang Muslim dan peringatan bahaya bagi rombongan
jamaah Haji menuju Hijaz. Maka ia memerintahkan pengiriman
pasukan ke Yaman untuk mengamankan jalur-jalur perdagangan laut,
mencegah terjadinya perampokan dan serangan-serangan terhadap
rombongan-rombongan Haji.60
a. Perkembangan Sektor Militer
Sistem feodalisme Al-Ayyubi berlaku sebagai imbalan atas
peran keluarga Ayyubi dalam berbagai peperangan. Shalahuddin
60
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 493.
79
membagikan tanah-tanah Mesir dalam bentuk pemberian hak pakai
untuk mendapatkan hasilnya. Sebagian ia serahkan kepada
keluarganya, sebagian ia bagikan kepada para pejabatnya dan para
komandan pasukan. Ia memberikan kepada ayahnya, Najmuddin, hak
penguasaan hasil umi wilayah Iskandaria, Dimyat, dan Buhairah.
Kepada saudaranya Syamsuddin Turan Shah diberikan wilayah Qaus,
Aswan, dan Aidzab. Al-Maqrizi berkata: “Adapun sejak masa
pemerintahan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub hingga masa sekarang
ini, maka seluruh lahan di Mesir telah dibagi-bagi sesuai dengan
sistem feodalisme Al-Ayyubi kepada Sultan, para pejabat, dan para
prajuritnya.”61
Pembagian hasil-hasil tanah sebagai imbalan dari keterlibatan
dalam jihad ini tidak hanya terjadi di Mesir, tetapi juga terjadi di
sejumlah negeri lain misalnya, ketika Shalahuddin menguasai Homs
dan Hamah pada tahun 570 H (1174 M), wilayah pertama ia serahkan
kepada putra pamannya, Nashiruddin Muhammad bin Asaduddin
Syirkuh, wilayah kedua kepada paman dari ibunya, Syihabuddin Al-
Hazimi. Shalahuddin memanfaatkan sistem pembagian hasil-hasil
tanah ini sebagai wujud persatuan Islam.
Shalahuddin memberikan bagian dari hasil-hasil tanah kepada
orang-orangnya juga sebagai imbalan atas berbagai pekerjaan mulia
mereka contohnya, penguasa benteng Kaifa diberikannya bagian
61
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 493.
80
wilayah Amid, sebagai imbalan atas pengabdiannya dalam jihad;
begitu pula ia membebaskan Saifuddin Al-Masythub dari tawanan
orang-orang salib, dan ia menyambutnya denganbaik dan memberinya
kota Nablus dan daerah-daerah sekitarnya pada tahun 588 H (1192
M). Dalam pembagian hasil-hasil tanah ini, Shalahuddin juga
memperhatikan aspek-aspek keamanan bagi negaranya.
Shalahuddin dalam pembayaran gaji-gaji tentaranya mengikuti
cara yang dilakukan oleh pendahulunya dari Dinasti Zanki. Ia
membagi-bagikan hak-hak penguasaan hasil tanah pertanian kepada
para komandan, supaya menjadi pengganti dari pembayaran gaji-gaji
para tentara yang diharuskan kepadanya. Dahulu Shalahuddin cukup
berbicara kepada penerima hak atas hasil tanah ketika ia sudah
bertekad untuk berjihad melawan pasukan salib, maka sesuai
perannya, yang bersangkutan langsung datang kepadanya dengan
pasukannya yang dilengkapi dengan perbekalan dan biaya
peperangan. Shalahuddin adalah sumber pertama dalam pemberian
hak penguasaan atas hasil tanah, sehingga ia berhak pula membatalkan
pemberian tersebut kapan pun bilamana ia mendapati para penerima
hak tersebut tidak memenuhi tugas yang diwajibkan kepadanya atau
timbul tindakan mengabaikan berbagai kewajiban yang berhubungan
dengan perang dari si penerima, seperti yang terjadi pada tahun 573 H
(1177 M) ketika Shalahuddin menghentikan pasokan roti kepada
sekelompok orang-orang Kurdi disebabkan mereka menjadi biang
81
kekalahan pasukan Islam dalam peristiwa Ramalan di bukit Shafiyah,
saat melawan pasukan salib yang dipimpin oleh Renault.62
b. Pengaturan Divisi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa pertama kali yang
dilakukan oleh Shalahuddin dalam memerintah daerahnya yaitu
dengan membentuk pertahanan daerah dengan menguatkan pertahanan
militer yang dimiliki. Shalahuddin membentuk divisi-divisi sesuai
dengan tugas masing-masing.
1. Dewan Militer Ash-Shalabi
Dewan ini bertanggung-jawab terhadap berbagai urusan
tentara dan dipimpin seorang ahli dalam menghadapi berbagai
permasalahan di lembaga ini. Syarat seorang dewan adalah ia
seorang Muslim, memiliki pangkat tinggi dan status terhormat.
Kedudukan dewan dahulu sama dengan kedudukan kementrian
pertahanan di masa sekarang. Orang yang memimpinnya harus
mengetahui berbagai kondisi para prajurit, mencatat perkara-
perkara khusus yang berkenaan dengan kehadiran, kondisi
kesehatan, dan kematian mereka. Di antara tugas khusus dewan ini
adalah menerbitkan hasil sensus berkala tentang jumlah anggota
pasukan serta besaran biaya yang ditetapkan untuk mereka.
62
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 495.
82
Di antara tugas-tugas khusus dewan militer ini, seperti yang
disebutkan oleh Ibnu Khilikan dalam tulisannya tentang biografi
Al-Malik Azh-Zhahir, Ghiyatsuddin bin Shalahuddin, bahwa suatu
hari ia duduk untuk memeriksa pasukan, sedang kepala dewan
militer berada di hadapannya, maka setiap kali seorang prajurit
hadir dihadapannya, ia menanyakan kepadanya tentang nama untuk
memastikan namanya ada dalam daftar. Para pegawai di dewan
militer ini mencatat nama-nama para penerima hak penguasaan
hasil tanah sesuai dengan dengan pangkat mereka dan jumlah
prajurit yang berada di bawahnya. Di depan nama setiap penerima
hak tersebut dicatat pula bagiannya dengan simbol, bukan secara
terang-terangan. Barangkali hal tersebut untuk menjaga
kewaspadaan dan rahasia yang harus dijaga oleh para staf dewan.
Karena itulah, dewan menghindari penyebutan pemberian hak guna
tanah dan hasilnya, kecuali berdasarkan tulisan yang dibuat oleh
Sultan.63
Dewan militer ini juga bertugas membiayai berbagai proyek
pembangunan pertahanan yang menjadi perhatian Shalahuddin di
Mesir, dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap serangan
pasukan salib. Proyek-proyek yang dibiayai oleh dewan militer di
antaranya yaitu: pembangunan tembok Al-Ayyubi di Kairo,
pendirian benteng pertahanan di gunung Al-Maqtam, pembangunan
63
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 497.
83
benteng Kota Dimyat (kata Al-Maqrizi, proyek tersebut menelan
biaya ribuan dolar).
Para anggota Dewan Militer meliputi pengawas, lalu
penanggung-jawab yang bertugas mengawasi pelaksanaan berbagai
instruksi dari pengawas, kemudian kolektor yang bertugas menagih
iuran yang harus disetorkan oleh para pegawai sesuai waktu-
waktunya. Selain juga terdapat pegawai-pegawai lain. Sedangkan
seragam yang dikenakan oleh para prajurit pada masa Dinasti
Ayyubiyah merupakan kelanjutan alamiah dari seragam para
prajurit pada masa Dinasti Zankiyah. Kebiasaan mereka adalah
mengenakan Al-Kalutat berwarna kuning di atas kepala mereka
yang terbuka tanpa sorban, sementara ekor rambut mereka terjuntai
di bawahnya, semua sama mulai dari para bangsawan, para
komandan, dan lainnya.64
2. Perbekalan Militer
Bahan-bahan perbekalan biasanya diangkut di belakang
pasukan atau dalam jarak tertentu yang disebut bagasi. Adapula
yang terjadi dalam beberapa kali penyerangan, mereka
menempatkan perbekalan mereka di tengah-tengah pasukan, yaitu
di dekat jantung pasukan, mungkin hal tersebut disebabkan karena
kekhawatiran apabila perbekalan mereka akan dikuasai oleh
musuh. Pada tahun 584 H (1188 M) Sultan berangkat memobilisasi
64
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 497.
84
pasukan untuk menyongsong perjumpaan dengan musuh dan
menertibkan divisi-divisinya. Pertama-tama yang berjalan terlebih
dahulu adalah sayap kanan pasukan, kemudian jantung pasukan di
tengah dan sayap kiri pasukan di akhir. Di bagian depannya adalah
Muzhaffaruddin bin Zainuddin, sedangkan konvoi perbekalan
berjalan di tengah-tengah bala tentara. Para tentara juga membawa
kebutuhan pokok di perjalanan dalam kantong terbuat dari kulit,
yang digantung di pundak. Menjelang persiapan mereka untuk
berangkat, para tentara ditugaskan pergi ke pasar dan dengan
berbekal berbagai kebutuhan pokok. Barangkali perbekalan itu
tidak lebih dari roti, keju, bawang, sebagian daging kering, biji-
bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, dan kurma.65
3. Mobilisasi Pasukan
Mobilisasi di sini adalah sekumpulan tugas yang dijalankan
oleh panglima di bidang penghimpunan kekuatan prajurit dan
fasilitas di medan perang, dan mengarahkannya ke front-front
peperangan atau mengkoordinasikan kekuatan untuk menangkis
serangan musuh dan memperoleh kemenangan atasnya. Aturan
mobilisasi yang dijalankan oleh pasukan Ayyubi Sistem Takhmis
(pembagian pasukan ke dalam 5 kelompok).66
Penyusunan
pasukan Ayyubi menyerupai susunan anggota tubuh manusia, atau
menyerupai formasi “empat penuru angin”. batang berada di
65
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 498. 66
Ibid, halaman 500.
85
tengah-tengah menempati jantung pasukan, kepala di bagian depan
menempati pasukan perintis atau garis depan, dua tangan di kedua
sisinya menempati sayap kiri dan kanan, kemudian kedua betisnya
berada di belakang menempati pasukan garis belakang. Dari sini
anda dapat melihat bahwa penyusunan pasukan berdasarkan
formasi ini terdiri atas lima bagian, dan dari sini pasukan
dinamakan dengan Khamis.67
4. Pasukan Sesuai Jenis Persenjataan
Shalahuddin menggunakan prinsip pembagian pasukan dalam
beberapa kelompok. Terdapat dua kelompok bala tentara utama
dalam pasukan Shalahuddin di samping kelompok-kelompok
pasukan pembantu, yaitu:68
(a) Pasukan Berkuda. Pasukan ini merupakan tulang
punggung pasukan dan harus memiliki pergerakan yang cepat.
Tugas utama pasukan berkuda adalah bertempur, mengintai dan
menyelidiki. Biasanya untuk menjalankan tugas ini mereka
memilih orang yang memiliki keahlian dalam memberikan nasihat
dan sarat pengalaman dalam peperangan. Mereka harus pandai
mengelak dari kerajaan musuh ketika harus melakukan
penyelidikan. Tujuan dari tugas mereka adalah untuk mengukur
kekuatan musuh dan menyibak titik kelemahan mereka. Pasukan
berkuda juga harus memberikan bantuan ke posisi-posisi yang
67
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 500. 68
Ibid, halaman 503.
86
rentan terhadap ancaman bahaya yang datang secara tiba-tiba.
Hanya saja dalam formasi barisan tempur mereka berada di
belakang para prajurit berjalan kaki. Para prajurit berkuda biasanya
dipersenjatai dengan pedang, tombak panjang, mengenakan baju
zirah, tameng dan topi baja, sedangkan di atas kuda-kuda mereka
diletakkan perisai dan pelana.
(b) Pasukan Pejalan Kaki. Pasukan ini mengisi bagian
terbesar dari kekuatan pasukan secara keseluruhan. Pasukan ini
harus memikul berbagai bekal dan alat peperangan, menanggung
kesulitan dan akibat-akibatnya. Jenis persenjataan yang dibawa
oleh anggota pasukan ini termasuk senjata-senjata ringan, sebab
mereka harus berjalan kaki. Biasanya mereka menyandang pedang,
busur, dan tombak pendek. Pasukan ini bertugas mengeluarkan
anggota pasukan musuh dari parit-parit persembunyiannya, lalu
menghabisi mereka. Tugas lain yang sangat penting bagi pasukan
pejalan kaki ini adalah melindungi pasukan dari resiko serangan
musuh dan menjaga rombongan yang membawa perbekalan di
tengah pergerakan pasukan. Dalam urutan formasi pasukan,
pasukan pejalan kaki ini termasuk di barisan depan, setelah
pasukan berkuda dan para ksatria.
(c) Unit-unit Pasukan Pembantu. Kelompok ini dikenali dari
jenis senjata dan perlengkapan yang mereka gunakan, serta
kewajiban yang dijalankan oleh setiap divisinya. Contoh, pasukan
87
pemegang manjanik, pembawa dabbabah, pembawa minyak tanah,
barisan mata-mata, pembawa perbekalan, dan lainnya.69
5. Pasukan Pelengkap
Selain pasukan pembantu terdapat juga pasukan pelengkap,
antara lain:
(a) Kelompok Insinyur. Tugasnya melakukan pekerjaan yang
menuntut keahlian teknik, seperti memasang peralatan yang berat-
berat seperti majanik, dabbabah, dan busur-busur yang raksasa,
busur-busur yang dapat melontarkan anak panah ke berbagai arah,
dan pelontar-pelontar bola api, dan lainnya.
(b) Kelompok Tenaga Medis. Kelompok medis bertugas
merawat prajurit yang terluka, mengobati orang-orang yang jatuh
sakit. Para dokter dan para pembantunya membentuk semacam
“klinik berjalan” yang di dalamnya terdapat apa-apa yang
dibutuhkan, seperti obat-obatan, kain kasa, dan tandu-tandu untuk
mengangkut orang yang luka atau sakit, dan berbagai perlengkapan
ini diangkut di atas punggung kuda/ onta. Klinik darurat didirikan
dengan tenda-tenda, tersedia tempat menginap bagi yang
membutuhkan perawatan. Perhatian Shalahuddin terhadap dunia
medis sangat besar, karena besarnya kebutuhan ke arah itu dan
69
Manjanik adalah semodel pelontar batu dalam ukuran besar. Prinsipnya seperti “ketapel”,
tetapi fungsinya sepeti meriam kuno. Sedangkan Dabbabah adalah sejenis kendaraan yang
dibuat kuat, untuk menerobos barisan lawan. Di zaman modern dikenal sebagai tank. Hanya
saja, tank modern selalu dilengkapi meriam.
88
melimpahnya dana baik dari Shalahuddin sendiri maupun dari
sejumlah pejabatnya yang bermurah hati.70
Sultan sendiri memiliki dokter pribadi yang selalu menemani
dalam berbagai peperangan. Dokter pribadi tersebut tidak hanya
merawat Sultan, tetapi juga merawat para komandan dan pemimpin
pasukan yang terkemuka. Pada waktu penguasa Arbil Zainuddin
Yusuf menderita sakit demam, di tengah-tengah pengepungan
Akka, dokter Shalahuddin pergi untuk mengobatinya.
(c) Kelompok Musik Militer. Setelah sersan (Jawisy)
mengumumkan supaya seluruh prajurit bersiap, panji-panji pun
dikibarka, genderang-genderang pun mulai ditabuh. Musik ini
mirip musik militer atau lagu-lagu perjuangan, untuk
membangkitkan semangat para prajurit. Dalam berbagai momen
peperangan, musik militer ini memegang peran cukup penting,
mereka punya tempat khusus yang disebut Thabalkhanan, yaitu
tempat penyimpanan genderang. Al-Maqrizi menyebutkan bahwa
setelah stabilnya kekuasaan Shalahuddin di Mesir dan berakhirnya
Dinasti Fathimiyah, ia menertibkan tempat genderang dan
mengatur urusannya. Al-Qalqasyandi menjelaskan, “Maknanya
ialah rumah genderang yang mencakup genderang, terompet, dan
lainnya.” Alat-alat ini dipukul saat waktu-waktu perang dan di hari-
hari lain dibunyikan seperti sirine.71
70
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 507. 71
Ibid, halaman 509.
89
Orang yang menabuh genderang disebut Dabandar, orang
yang meniup terompet disebut Munafir, yang menepukkan
lempengan tembaga satu sama lain disebut Kusi. Para pemusik
dilatih untuk menabuh alat-alat, sedangkan para prajurit dilatih
untuk mendengarkannya. Ditabuh dengan bunyi khas kondisi
perang, tidak boleh dihentikan sekalipun kekalahan mengancam.
Genderang terus ditabuh baik dalam kondisi perang dan kekalahan
mengancam ataupun untuk menyebarkan berita gembira
kemenangan. Seperti yang terjadi pada bulan Syawwal 587 H
(1191 M) yang mengabarkan bahwa armada Islam berhasil
menguasai sejumlah kapal perang orang-orang Eropa yang berisi
lebih dari 500 orang tentara salib, maka orang-orang Muslim
bersuka-ria karenanya, musik dibunyikan dengan suka-cita,
terompet pun ditiup.72
(d) Para Pembawa Bendera. Mereka bertugas membawa
panji-panji negara dan menjaganya. Bendera atau panji itu sama
kedudukannya dengan simbol untuk membedakan satu kelompok
dari kelompok lain, satu negara dengan negara lain. Tiap negara
Islam (bahkan non Islam) mempunyai bendera khusus
(Shalahuddin) berwarna kuning, di tengahnya terdapat lambang
burung elang yang menandakan keberanian dan optimisme meraih
kemenangan. Di antara bendera itu ada sebuah bendera besar
terbuat dari kain sutra, dibordir dengan benang emas, terdapat
72
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 509.
90
tulisan gelar Sultan dan namanya. Ada pula bendera besar lain yang
di pucuknya terdapat seikat bulu yang disebut Jalisy, serta ada
beberapa bendera kecil berwarna kuning yang dikenal dengan
Sanajiq. Biasanya bendera besar dibawa di dalam rombongan
Sultan. Mengenai bendera Dinasti Shalahiyah ini, dalam
penaklukan Shaida oleh pasukan Al-Ayyubi pada tahun 583 H
(1187 M), Al-Imad mengatakan: “Telah datang utusan penguasa
dengan membawa kunci-kuncinya, dan kami hapuskan berbagai
kegelapan dari hati dengan lentera-lenteranya, dan berkibarlah
bendera kuning dengan tangan putih di atas temboknya.”73
Bendera adalah simbol kekuasaan, dikibarkan di benteng-
benteng, kapal-kapal, dan gedung-gedung utama. Ketika salah satu
pihak yang berperang menderita kekalahan, maka yang pertama
kali dilakukan oleh pihak pemenang adalah mencabut bendera
pihak yang kalah itu, kemudian menaikkan bendera penggantinya.
Hal ini juga dilakukan oleh kaum Muslimin di sejumlah benteng
yang telah berhasil direbut dari tangan pasukan salib. Adapun
bendera salib, maka digambarkan oleh Ibnu Syidad: “Bendera
musuh dikibarkan di atas roda yang ditancapkan padanya dan
ditarik oleh baghal. Mereka melindungi bendera itu yang
menjulang seperti menara itu, yang didominasi warna putih, dihiasi
dengan warna merah dalam bentuk salib.” Ia adalah bendera
73
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 510.
91
pasukan salib, yang menyerupai bendera Palang Merah
Internasional di masa sekarang.74
6. Sukarelawan
Dalam pasukan Shalahuddin terdapat pula orang-orang yang
menjadi sukarelawan dan menggabungkan diri dengan pasukan
resmi, karena didorong kemauan untuk berjihad di jalan Allah,
keinginan membebaskan negeri Islam dari penjajah, dan mencari
syahid. Semangat jihad para sukarelawan ini mencapai puncaknya
di masa Shalahuddin, walaupun di masa sebelumnya telah tumbuh.
Shalahuddin seperti mengembalikan kenangan umat Islam tentang
hari-hari Jihad sukarela seperti di era Nabi saw. Pasukan
Shalahuddin pada masa itu merangkul banyak sekali para relawan
jihad di setiap peperangan.
Para sukarelawan ini berasal dari berbagai golongan sosial;
mereka terdiri dari putra berbagai suku, warga pedesaan dan
perkotaan, orang-orang miskin dan orang-orang kaya, terutama
kalangan fuqaha dan sufi. Di masjid-masjid, para khathib
menganjurkan orang-orang supaya bergabung dengan pasukan
Islam. Apabila khathib telah turun dari mimbar, orang-orang yang
melaksanakan shalat pun mengulang-ulangi seruan dan anjuran
tersebut. Maka berdatanganlah mereka secara berombongan atau
sendiri-sendiri, dari segala penjuru negeri. Shalahuddin kadang
74
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 511.
92
memberi tugas kepada para sukarelawan untuk mengeksekusi para
tawanan dengan tangan mereka, terutama orang-orang murtad, atau
para pemanah pasukan salib, seperti yang terjadi di Baitul Ahzab
tahun 575 H (1179 M).
7. Urusan Pos dan Spionase
(a) Pengaturan Urusan Pos. Pengaturan urusan pos dilakukan
jawatan yang khusus yang disebut Dewan Pos. Jawatan pos dan
spionase di era Dinasti Ayyubiyah dikenal lebih handal dari
jawatan milik kaum salib. Dalam peristiwa Ramalah tahun 573 H
(1177 M), pasukan Al-Ayyubi mengalami kekalahan. Di sini
jawatan pos Shalahuddin bekerja efektif, sehingga mampu
meredam isu yang tersebar di Mesir bahwa Shalahuddin telah
terbunuh. Kecepatan kerja pos ini berhasil menggagalkan ambisi
sejumlah orang yang ingin merongrong pemerintahan Al-Ayyubi.
Shalahuddin mengirim beberapa utusan ke Kairo untuk
menegaskan bahwa dirinya masih hidup. Merpati pos pun
membawa berita-berita gembira tentang kepulangannya ke Kairo.75
(b) Al-Yazak atau Pasukan Pengintai. Al-Yazak berasal dari
bahasa Persia yang artinya pasukan pengintai. Ia adalah
sekelompok prajurit pengintai yang dikirim ke daerah musuh,
sebelum pasukan inti bergerak. Ini masih terkait sistem intelejen
dan tugas menyampaikan informasi militer terkini ke komandan
pasukan secepat mungkin. Anggota pasukan Yazak dipilih dari
75
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 511.
93
kalangan yang ahli memberikan pertolongan dalam peperangan.
Mereka harus berusaha menghindari konfrontasi langsung dengan
musuh ketika melakukan pengintaian. Tugas inti mereka adalah
untuk mengukur kekuatan musuh dan menyibak titik-titik
kelemahannya. Mereka biasa bergerak cepat, dengan memilih
kuda-kuda terbaik, tenang, cepat, tangkas, teguh, dan tidak mudah
goyah.
Pasukan Yazak ini berkembang seiring tugas-tugasnya dalam
menghadapi konfrontasi yang berlangsung terus-menerus. Ia
berkembang dari sekedar kelompok khusus yang bertugas
menyelidiki kegiatann musuh, hingga menjadi pasukan khusus
yang bertugas mengemban tugas sesuai dengan tujuan-tujuan yang
telah digariskan, dalam rangka melindungi pasukan Islam dan
kaum Muslimin.
(c) Merpati Pos. Sarana transportasi pos paling menonjol di era
Al-Ayyubiyah adalah penggunaan burung merpati pos atau yang
disebut dengan merpati Al-Hawadi, karena kemampuannya yang
mencengangkan dalam mencari jalan kembali ke sangkarnya,
sekalipun dipisah oleh jarak yang sangat jauh. Burung merpati jenis
ini pandai menemukan jalan pulang ke sarangnya, terkenal
kecepatan terbangnya, meskipun sudah terpisah dari tempat
kelahirannya selama 10 tahun atau lebih, ia bisa kembali ke
asalnya. Tidak heran apabila burung ini memiliki harga yang sangat
tinggi, bisa mencapai 700-1000 dinar. Merpati pos ini memiliki
94
sangkar-sangkar. Para penjaga menara dan pengawal sangat pandai
mengurusnya, melatih, memberi makan dan istirahat, melepaskan,
dan menyambutnya. Terdapat suatu aturan yang berlaku, jika
burung ini hinggap dengan membawa pesan pos, maka penjaga
menara tidak boleh langsung melepaskan pesan itu, tetapi ia harus
segera melapor pada Khalifah atau Sultan, sebab dikhawatirkan ia
membawa pesan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapapun
(selain Sultan sendiri). Jika Sultan sedang menyantap makanan atau
sedang tidur, maka ia akan segera diingatkan agar tidak terlewat
dari khabar yang dibawa burung tersebut. Maka Sultan sendiri yang
melepas surat tersebut atau ketua penjaga.76
Terminal-terminal yang banyak, tentu membutuhkan burung-
burung merpati pos yang banyak pula. Merpati pos yang berada di
menara Benteng Kairo saja ditaksir sebanyak 2000 ekor burung.
Sehingga profesi peternak burung merpati pos saat itu menjadi
profesi yang menguntungkan. Shalahuddin Al-Ayyubi telah
mengambil manfaat besar dari keberadaan merpati pos. Merpati
pos mengirimkan aneka kabar gembira dari Palestina ke Mesir,
tentang keselamatan Sultan dalam peristiwa Ramalah, dan lainnya.
Al-Imad mengatakan: “Kami kirimkan dengannya berbagai berita
gembira, kami terbangkan burung dengan kartu-kartunya untuk
76
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 514.
95
membungkam mulut-mulut para penebaran fitnah dan
menggantikan rasa takut dengan rasa aman.”77
(d) Detasemen-detasemen Khusus. Detasemen khusus adalah
unit pasukan berkuda yang dikirim ke posisi-posisi musuh, untuk
melancarkan serangan dadakan, melibatkannya dalam bentrokan-
bentrokan skala kecil dan terbatas, tidak sampai ke pertempuran
yang luas. Operasinya dimulai secara rahasia. Anggota pasukan ini
harus memenuhi sejumlah kriteria agar mereka sanggup
menjalankan tugas sesuai dengan misinya. Mungkin perlibatan
detasemen-detasemen khusus ini, sepanjang sejarah Islam paling
besar terjadi dalam Perang Salib, mengingat dekatnya wilayah
musuh dan waktu konflik yang sangat lama.
Sesudah tahun 585 H (1189 M) Shalahuddin menempuh cara
pengiriman detasemen ini untuk mengadu domba musuh dan tidak
memperluas area peperangan. Hal itu sangat terlihat saat
pengepungan Akka. Hal itu ditunjang oleh kondisi wilayah Syam
(terutama Palestina) yang memiliki hutan-hutan belukar lebat, serta
gunung-gunung yang dapat melindungi para anggota detasemen
khusus. Strategi ini mirip dengan operasi pasukan komando
(special forces).78
77
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 515. 78
Ibid, halaman 516.
96
c. Pengaturan Urusan Perang, Perdamaian dan Tawanan
1. Dewan Perang
Shalahuddin memiliki sejumlah pembantu dalam menyusun
rencana militer dan mengatur urusan negara. Ia berupa badan atau
dewan yang menyerupai Dewan Perwira Militer. Dewan ini terdiri
dari: Shalahuddin, saudara-saudaranya (terutama Al-Malik Al-
Adil), anak-anaknya (terutama Al-Malik Al-Afdhal Ali, Al-Malik
Azh-Zhahir Ghazi), keponakan (seperti Taqiyuddin Umar),
pamannya (seperti Syihabuddin Mahmud Al-Harimi), kalangan
pejabat terkemuka, para komandan militer, penasehatnya Qadhi Al-
Fadhil, hakim militernya Baha’uddin bin Syidad, sejarawan, para
petinggi militer, pejabat kota dan benteng benteng terkenal.
Masing-masing orang memiliki hak menyatakan pendapat secara
terang-terangan, demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin di
bawah kekuasaan Dinasti Shalahuddin. Dewan ini mengadakan
pertemuan setiap kali Shalahuddin meminta diadakannya
pertemuan.
2. Berbagai Strategi Perang
Tujuan utama jihad pasukan Al-Ayyubi adalah mengusir
pasukan salib yang telah merebut pesisir Syam, membentang dari
Antokhia (Utara) hingga ke Asqalan (Selatan), mereka juga
menguasai wilayah pedalaman seperti Baitul Maqdis, Kurk, Raha,
Thabaria, dan lainnya. Tujuan strategi jihad ini adalah merebut
97
kembali tanah-tanah yang telah diduduki kaum salib sejak akhir
abad ke-5 H (abad 11 M). untuk mewujudkan tujuan ini, pasukan
Islam pun menempuh berbagai cara, baik melalui konfrontasi
langsung atau dengan cara melemahkan musuh secara ekonomi dan
moral.79
Di antara strategi yang digunakan pasukan Al-Ayyubi untuk
mengalahkan atau melemahkan pasukan salib, yaitu:80
(a) Penebangan pepohonan. Shalahuddin memberikan instruksi
kepada pasukannya untuk membabat pohon-pohon anggur dan
sekaligus memanen hasilnya, di lahan pertanian Shafad di
pedalaman Yordania, dalam peristiwa Baitul Ahzan pada tahun 575
H (1179 M). Tindakan ini dimaksudkan untuk menghancurkan
ekonomi musuh dan menjadikannya tidak bisa mengambil
keuntungan dari pohon-pohon anggur tersebut.
(b) Memutuskan aliran air. Penguasaan pasukan Al-Ayyubi
atas sejumlah sumber air dalam Perang Hithin merupakan salah
satu sebab kekalahan pihak salibis. Saat itu pasukan Al-Ayyubi
menghalangi salibis untuk mencapai sumber air, hingga mereka
pun dicekam kehausan. Pasukan Al-Ayyubi juga menggunakan
taktik merusak sumber mata air di Baitul Maqdis pada tahun 587 H
(1191 M), untuk menghalangi jatuhnya kota tersebut ke tangan
79
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 517. 80
Ibid, halaman 518.
98
pasukan salib, setelah kekalahan kaum Muslimin dalam perang
Akka.
(c) Taktik serangan kilat. Taktik ini adalah taktik perang
gerilya, melakukan penyerangan terhadap musuh secara tiba-tiba
dan memperoleh kemenangan sebelum musuh mampu
menghimpun kekuatan. Taktik ini tampak pada tahun 583-584 H
(1187-1188 M). Seiring kemenangan di Hithin, pasukan Al-Ayyubi
melancarkan serangan secara beruntun ke Akka, Shafariyah,
Nashirah, Nablus, Darum, dan menaklukan semuanya, kecuali Kota
Shur, karena ketangguhan pertahanannya. Lalu pasukan Al-Ayyubi
meneruskan penaklukan ke wilayah-wilayah lain.
(d) Taktik bertempur secara bergantian. Shalahuddin
menerapkan taktik berbeda saat menyerang kembali Shur, yaitu
bertempur secara bergantian. Shalahuddin membagi pasukan dalam
tiga bagian, setiap bagian bertempur dalam waktu tertentu,
kemudian beristirahat, lalu dilanjutkan oleh kelompok kedua,
kemudian ketiga. Penerapan taktik ini dimaksudkan untuk
melemahkan pasukan salib dan tidak memberi mereka peluang
untuk beristirahat. Hanya saja cara ini terbentur kokohnya tembok
Shur, ditambah lagi dengan kondisi geografis kota itu sangat
menyulitkan.
(e) Taktik memecah-belah barisan musuh. Shalahuddin
mengadu domba barisan musuh dengan cara menjalin persahabatan
dengan sebagian pemimpin mereka. Ibnu Syidad menyebutkan,
99
pada Syawal tahun 578 H (1191 M) Sultan mengundang tokoh-
tokoh salibis dalam sebuah jamuan makan. Salah satu yang
diundang adalah Marquis Montferrat, penguasa Shur. Dalam
pembicaraan tertutup Sultan bersedia berdamai dengan Marquis
dengan syarat ia mau memusuhi penguasa-penguasa Eropa lainnya.
Sultan mematuhi kesepakatan ini sesuai dengan syarat-syarat yang
telah disepakati, demi tujuan mengadu domba musuh.
(f) Memperkuat hubungan perdagangan dengan beberapa kota
di Italia. Ini adalah strategi untuk memperlemah kekuatan musuh
secara ekonomi. Sultan menjalin hubungan dagang dengan
sejumlah negera kecil di Italia, seperti Pisa, Genoa, dan Vanesia.
Sejak menguasai pemerintahan di Mesir, ia serius menarik
perdagangan dari kota-kota ini ke Mesir dan mulai menjalin
berbagai kesempatan bersama negara-negara kecil tersebut. Tujuan
taktik ini yaitu untuk menambah penghasilan negara, juga
melemahkan perdagangan kaum salibis. Ditambah Shalahuddin
menguasai Laut Merah. Perdagangan ini menumbuhkan asa untuk
membangun kembali armada Angkatan Laut Islami Al-Ayyubi.
(g) Taktik penghancuran sejumlah kota. Saat melawan Richard
“Si Hati Singa”, Shalahuddin terpaksa menghancurkan Kota
Asqalan yang merupakan gerbang Selatan menuju Baitul Maqdis,
dan merupakan jalur perjalanan khalifah yang hendak menuju
Mesir. Kota ini sangat indah, sehingga kaum Muslimin biasa
menyebutnya “pengganti negeri Syam”. Sultan terpaksa
100
melakukannya karena pada saat itu dirasa pasukannya tidak
sanggup mempertahankan kota itu, dan ia khawatir ia akan jatuh ke
tangan pasukan salib. Saat itu Shalahuddin berpendapat untuk
menumpuk kekuatan pasukan untuk melindungi Baitul Maqdis.
Langkah yang sama dilakukan terhadap Benteng Ramalah dan
Benteng Nathirun yang masih dalam wilayah kekuasaan Ksatria
Templar, juga sebagian tembok di Yafa, Gaza, Lud, dan Darum di
pesisir Syam Selatan. Semua dihancurkan oleh Shalahuddin saat ia
menguasai wilayah pesisir tahun 584 H. Benteng Sarminiyah juga
dihancurkan, sesudah Al-Malik Azh-Zhahir Ghazi
menaklukkannya pada tahun 584 H (1188 M), ia mengeluarkan
seluruh warganya lalu meratakan benteng dengan tanah dan
menghapus jejaknya. Ia juga menghancurkan benteng Yazur di
pesisir Ramalah, masih termasuk saerah Palestina, dihancurkan
pula bersamanya Kota “Bait Jabrin” beberapa waktu sebelum
diadakan perjanjian damai dengan Richard.
(h) Pengamanan jalur perhubungan Mesir dan Syam. Jalur ini
jaraknya sekitar tiga puluh hari perjalanan. Sepanjang jalur ini
Shalahuddin mendirikan beberapa benteng, rumah-rumah singgah,
membangun pos-pos penjagaan, sehingga tercapai keamanan dan
kedamaian hingga daerah Sinai. Shalahuddin dan para
komandannya telah terbiasa melalui jalur ini saat berangkat ke
Syam atau pulang darinya.
101
(i) Membentengi kota-kota dan perbatasan. Shalahuddin
berusaha membentengi Kota Mesir, Kairo, Iskandaria, Dimyat,
Rasyid, ‘Aidzab, dan Nais. Belajar dari pengepungan Kota Dimyat
oleh pasukan salib, dari darat dan laut, pada tahun 565 H (1169 M),
mendorong Shalahuddin memperbuat pertahanan wilayah-wilayah
ini. Ia juga membentengi daerah-daerah pesisir Laut Merah,
wilayah pedalaman Mesir (terutama Kairo). Sultan membangun
Tembok Kairo, karena sebagian besar tembok ini sudah roboh, dan
tugas ini diserahkan kepada Qaraqusy Al-Khadim.
3. Musim Peperangan
Saat hari-hari peperangan tiba, Shalahuddin selalu
menyambut gembira tibanya hari Jum’at, mengingat mulianya
kedudukan hari ini dan kesuciannya bagi kaum Muslimin. Ia
berharap baik pada hasil peperangan, apabila bertepatan dengan
hari Jum’at. Dalam peristiwa Hithin, pasukan mulai bergerak saat
tengah hari Jum’at, tahun 583 H, untuk mencari berkah dari doa
para khatib di atas mimbar-mimbar, yang mana di hari itu sangat
dekat dengan dikabulkannya doa.81
Perang salib berlangsung selama 8-9 bulan, dimulai dengan
berakhirnya puncak musim dingin dan berakhir dengan tibanya
musim tahun berikutnya. Pasukan Islam berasal dari berbagai
negari Muslim, mereka bersatu mengumpulkan kekuatan. Dan para
81
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 523.
102
pasukan setelah selesai musim perang, para anggota akan kembali
ke negara masing-masing.
4. Perlakuan kepada Tawanan
Shalahuddin bukanlah tipe seorang pemimpin yang mudah
menumpahkan darah atau menuntut balas dendam terhadap para
tawanannya dari pasukan salib, sekalipun pada dasarnya mereka
datang sebagai penjajah di negeri-negeri Muslim. Hal ini
dibuktikan dengan wasiat yang ia berikan kepada putranya, Al-
Malik Azh-Zhahir (berusia 20 tahun), bahwa ia melarang anak-
anaknya membunuh para tawanan, supaya tidak tumbuh di dalam
diri mereka insting menumpahkan darah. Apabila mereka terbiasa
membunuh para tawanan, sedangkan usia mereka masih muda
belia, maka dikhawatirkan kelak mereka akan melakukan itu tanpa
membedakan antara orang Muslim dan kafir.
Pada tahun 587 H (1191 M) dihadirkan sebanyak 40 tawanan
salib dari Beirut ke hadapan Shalahuddin. Di antara mereka ada
seorang yang tua yang terkena tikaman di giginya, sehingga tidak
tersisa di mulutnya satu geraham pun. Saat melihat orang tua itu,
Shalahuddin meresa terharu, maka ia pun membebaskannya dan
mengembalikannya ke barisan musuh dengan mengendarai seekor
kuda. Shalahuddin berpandangan, yang terbaik adalah tetap
membiarkan para tawanan hidup untuk mengambil faedah dari
tenaga mereka. Saat mulai membangun Benteng Kairo, ia
mempekerjakan para tawanan tersebut untuk melakukan berbagai
103
pekerjaan berat, seperti memasang marmer, memahat batu-batu
yang besar, dan menggali parit yang mengelilingi tembok benteng.
Dulu parit digali dengan pangkur-pangkur yang dapat menembus
batu karang, seperti sebuah keajaiban. Kata Ibnu Jubair, pekerjaan
ini hanya bisa dilakukan oleh para tawanan dari bangsa Romawi.
Sejarawan Mesir modern menulis, dalam pembangunan benteng
dan tembok, Qaraqusy mempekerjakan sebanyak 50.000 tawanan
kaum salib.82
d. Persenjataan Militer
Ada bermacam-macam persenjataan yang dipakai militer Al-
Ayyubi,83
yaitu: (a) Persenjataan personal: pedang, pisau belati,
tombak, kapak, tiang-tiang dan pasak-pasak, busur dan bandil
(pelanting), (b) Persenjataan berat: bahan bakar dan pelontar api,
peralatan kolosal seperti manjanik, dabbabah, dan berbagai
perlengkapannya, (c) Persenjataan tubuh: baju besi, topi baja, zirah
(baju besi) dan perisai, yaitu pelindung badan. Pakaian yang
digunakan prajurit berkuda juga dikenakan pula oleh kudanya
untuk melindungi dari terkena api. Selain itu ada segi tiga, yaitu
alat kecil terbuat dari besi atau kayu yang memiliki ujung-ujung
berduri berbentuk segitiga, runcing ujungnya, dan lain-lain.
82
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 524. 83
Ibid, halaman 525.
104
Produksi senjata ditunjang oleh negara Syam yeng terkenal
dengan bahan baku kayu melimpah. Para pemimpin Al-Ayyubi
juga mengimpor besi dari Italia, karena persediaan besi sangat
terbatas di Syam dan Mosul. Mosul sendiri cukup kaya dengan
bahan besi, ter, bahan bakar (minyak) putih yang dibutuhkan untuk
senjata-senjata pelontar api. Mosul dari waktu ke waktu selalu
membekali Shalahuddin dengan apa yang dapat dihasilkan dari
tanahnya dan diproduksi oleh tangan-tangan para perajinnya.
Wilayah ini mengirim beton-beton bahan bakar (minyak) putih,
tameng-tameng, dan tombak-tombak dari jenis-jenis yang paling
kuat, paling lurus dan paling baik kualitasnya. Sementara Mesir
mendukung dengan berbagai jenius kayu untuk industri pembuatan
kapal-kapal.
e. Angkatan Laut Al-Ayyubiyah
Setelah berpindah ke Mesir, Shalahuddin menemukan
beberapa titik kelemahan di Mesir. Ia memperkuat benteng-benteng
kota dan pertahanan, serta membangun armada laut. Hal ini di atas
pertimbangan, kelemahan bangsa Eropa terletak pada pasukan
darat, karena itu sudah seharusnya membangun armada laut yang
tangguh untuk mencegah armada laut Eropa yang mendukung
pasukan salib di pesisir Syam dengan perbekalan, persenjataan dan
prajurit.
105
Proses pembangunan Angkatan Laut Al-Ayyubi dimulai
dengan mendirikan Dewan Armada Laut di bawah pimpinan
saudaranya. Sejak tahun 565 H (1168-1169 M) armada ini terus
berkembang dengan pesat. Pada tahun 575 H (1179 M) armada ini
telah memiliki 60 kapal perang dan 20 kapal penjelajah. Beberapa
kapal khusus untuk kapal perang, berlayar hingga memasuki
wilayah Romawi dan menaklukkan beberapa kota di pesisir Eropa,
dan menawan ribuan kaum salibis dan membunuh sebagiannya.
Pada tahun 575 H (1180 M) armada Angkatan Laut Al-Ayyubi
bentrok dengan pasukan musuh, lalu berhasil mendapat
kemenangan. Mereka berhasil merampas sebuah kapal laut ini
bersamaan dengan kemenangan Al-Ayyubi dalam peristiwa Baitul
Ahzan. Kemenangan terbesar armada Angkatan Laut Shalahuddin
bisa dikatan di Laut Merah (Laut Qulzum) pada tahun 578 H (1182
M).84
6. Bidang Pendidikan
Shalahuddin adalah orang yang cinta akan ilmu, mempunyai
perhatian besar terhadap para ulama, dan tidak segan-segan
memberikan harta dan tenaga untuk mengaktifkan dinamika
pengetahuan di seluruh negeri. Ia membangun banyak madrasah dan
menarik para penulis kitab, penyair, serta para ulama yang mempunyai
disiplin ilmu dan pengetahuan.
84
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 528.
106
a. Sistem Sekolah
Sistem sekolah sudah ada ketika itu. Setiap anak yang sudah
beranjak besar, ia akan masuk di sekolah-sekolah dasar untuk belajar
Al-Qur’an dan menghafal sebagian hadits Nabi. Selain itu, mereka
juga belajar kaligrafi Arab dan berusaha menyempurnakan sesuai
kemampuan. Anak-anak juga diberikan beberapa mata pelajaran,
seperti ilmu matematika dan menghafal beberapa bait syair atau prosa
hikmah dan perumpamaan. Di samping itu, mereka juga belajar
melaksanakan shalat secara berjamaah, berdoa kepada Allah, dan
khusyuk dalam sembahyang.
Apabila anak tersebut telah tumbuh dewasa dan ingin
menambah ilmu, maka ia bisa pergi ke pusat-pusat ilmu di Mesir,
Suriah, Mosul, Bagdad atau Mekah untuk menyempurnakan ilmu-
ilmunya. Seperti yang telah dipaparkan, Shalahuddin membangun
banyak madrasah (sekolah). Beberapa madrasah yang dibangun oleh
Shalahuddin yaitu:85
1. Madrasah Hanafiyyah
Madrasah Hanafiyyah didirikan pada tahun 572 H. Madrasah
Hanafiyyah yang pertama yang dik Hanafiyyah yang pertama yang
dikenal sebagai madrasah As-Suyufiyyah. Perhatian Shalahuddin
terhadap madrasah ditunjukkan dengan membangun 32 bangku,
dan bahkan ia tidak segan-segan mengeluarkarkan uang untuk
membayar dewan guru yang mengajar di sana. Madrasah ini tetap
85
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi, halaman 345 dan Lilik Rochmad
Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, halaman 176.
107
berfungsi menebarkan pelita ilmu pengetahuan sampai Perang
Salib berakhir.86
2. Madrasah Ash-Shalihiyyah atau Ash-Shalahiyyah
Shalahuddin membangun madrasah Ash-Shalihiyyah dan
menjadikannya sebagai madrasah bermazhab Syafi’i. Shalahuddin
sendiri beraliran mazhab tersubut, sehingga ia memiliki perhatian
besar terhadap madrasah tersebut. Shalahuddin juga berwasiat
supaya madrasah tersebut menjadi sebuah bangunan yang besar dan
luas pengaruhnya. Shalahuddin juga membuat kolam di
sampingnya dan sebuah pabrik roti di depannya, serta toko-toko.87
Pembangunan madrasah ini dimulai pada tahun 572 H (1176
M) di dekat makam Imam Syafi’i dengan status wakaf, untuk para
penganut madzhab Syafi’i. As-Suyuthi menggambarkan madrasah
ini melalui ucapannya: “Ini adalah mahkota seluruh madrasah.
Disebutkan, bahwa pengajaran pada madrasah ini diserahkan
kepada ilmuwan yang zuhud, yaitu Najmuddin Al-Khabusyani.”88
Ibnu Jubair pernah berkunjung ke madrasah ini di akhir bulan
Dzul Hijjah tahun 578 H (1183 M). Waktu itu proses perluasannya
masih terus berlangsung. Ibnu Jubair menyebutkan, bahwa tidak
ada suatu madrasah pun di Mesir yang dibangun seperti madrasah
86
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
176. 87
Ibid. 88
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 345.
108
ini, dan tidak ada tandingan dalam luasnya lahan dan megahnya
bangunan. Orang yang berjalan mengelilinginya akan
membayangkan seakan-akan ia sebuah negara yang berdiri sendiri.
Tidak terhitung biaya yang dikeluarkan untuknya yang ditangani
sendiri secara langsung oleh Syaikh Al-Khabusyani. Pihak yang
berwenang dalam hal ini yaitu Shalahuddin, memperkenannya
untuk itu dan mengatakan, “Tambahlah keramaian dan keelokan,
kami yang akan menanggung seluruh beban pembiayaannya.”89
Ibnu Jubair mengatakan, bahwa ia sangat ingin sekali
bertemu dengan Al-Khabusyani, karena nama ini cukup terkenal di
Andalusia. Barangkali sinyalemen yang disampaikan oleh Ibnu
Jubair menguatkan, bahwa Shalahuddin sengaja memilih para
ustadz untuk ditempatkan di berbagai madrasahnya dari kalangan
ilmuwan yang memiliki ilmu, keunggulan dan kesalehan, serta dari
nama-nama yang popularitasnya mencuat di seluruh dunia Islam;
dengan harapan melalui tangan-tangan mereka, kiranya dapat
terwujud berbagai tujuan yang hendak dicapainya, di samping agar
mereka menjadi magnet untuk menarik berbagai penuntut ilmu dari
seluruh wilayah Islam.90
3. Madrasah Al-Quds
Madrasah Al-Quds dibangun oleh Shalahuddin setelah
merebut kembali Baitul Maqdis pada tahun 583 H. Ia menugaskan
89
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 345. 90
Ibid, halaman 346.
109
Al-Qadhi Bahauddin Ibnu Syidad untuk mengajar di madrasah
tersebut. Banyak orang datang untuk menuntut ilmu di Baitul
Maqdis hingga reputasi kota itu harum di mana-mana.91
4. Madrasah Masyhad Al-Husaini
Shalahuddin juga membangun madrasah di Kairo di dekat
sebuah monumen (masyhad) yang dikait-kaitkan secara tidak benar
kepada Al-Husain, dan menyediakan wakaf yang besar untuk
pemeliharaannya. Hal ini seperti yang disinggung oleh Al-Maqrizi
di tengah-tengah pembicaraannya tentang masyhad Al-Husain, ia
berkata: “Tatkala Shalahuddin berkuasa, ia mengadakan kelompok
belajar padanya dan perkumpulan para Al-Faqih Al-Baha’ Ad-
Dimasyqi, yang biasanya duduk di sisi mihrab dengan
membelakangi makam. Kemudian tatkala ia mengangkat
Mu’inuddin Hasan bin Syaikh Asy-Syuyukh sebagai menteri untuk
Al-Malik Al-Kamil, berhasil dikumpulkan dari berbagai wakafnya
dana yang cukup untuk para Fuqaha.92
Apabila target umum yang hendak dicapai oleh Shalahuddin
dalam pembangunan berbagai madrasah Sunni di Mesir adalah
untuk memantapkan eksistensi madzhab Sunnah dan menggusur
keberadaan madzhab Syiah, maka pembangunan madrasah di area
masyhad Al-Husain ini mempunyai tujuan berbeda. Ini adalah
91
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
177. 92
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 346.
110
benteng terakhir yang dijadikan tempat berlindung oleh sisa-sisa
kaum Syiah di Mesir, dan merupakan salah satu strategi
penguasaan Ubaidiyah untuk meraih simpati kalangan awam dari
kaum Sunni. Oleh karena itu, sangat penting diadakan sebuah
madrasah di tempat ini dalam rangka mengajarkan agama yang
benar dam memerangi beragam akidah sesat Syiah yang telah
disebarkan oleh sisa-sisa Dinasti Ubaidiyah.93
5. Madrasah Al-Fadhiliyah
Di antara madrasah yang cukup penting peranannya yang
dibangun pada masa ini yaitu, Madrasah Fadhiliyah yang dibangun
oleh Qadhi Al-Fadhi pada tahun 580 H (1184 M) dan ditetapkan
sebagai wakaf untuk madzab Syafi’i dan Maliki. Bahkan salah satu
ruangannya dijadikan sebagai tempat khusus untuk pembacaan Al-
Quran yang mulia dan pengajaran ilmu Qiraat oleh Imam Al-Qasim
Abu Muhammad Asy-Syathibi, pemilik Asy-Syathibiyah pada
tahun 569 H (1294 M).94
Ia juga mewakafkan sejumlah besar buku untuk madrasah.
Buku yang diwakafkan diperkirakan mencapai 100 ribu eksemplar
buku dan menunjuk seorang juru tulis yang dibiayainya untuk
mengajar anak-anak yatim. Al-Maqrizi menggambarkan madrasah
93
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 347. 94
Ibid.
111
ini melalui ucapannya: “Madrasah ini merupakan madrasah
terbesar dan termegah di Kairo.”95
Shalahuddin pun membangun sebuah madrasah di Kota
Iskandaria, madrasah untuk madzhab Syafi’i pada tahun 577 H
(1181 M). Jumlah wakaf yang besar dan kemudahan fasilitas
kehidupan di madrasah-madrasah ini untuk para guru dan pelajar,
merupakan salah satu sarana penting yang turut andil dalam
menarik minat para ulama dan pelajar datang ke Mesir. Dahulu
setiap ada pembangunan madrasah selalu diikuti dengan gerakan
wakaf untuk menjaga kelangsungan kehidupan ilmiah di madrasah
tersebut.96
Ibnu Jubair berkata: “Di antara berbagai kebanggaan negeri
ini yaitu Kota Iskandaria; dan kebanggaan yang kembali kepada
Sultannya yaitu keberadaan sejumlah madrasah dan asrama yang
diperuntukkan untuk para pelajar; dan mereka itu menjalani
kehidupan zuhud, datang dari berbagai tempat yang jauh, sehingga
setiap orang dari mereka mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan
seorang guru yang mengajarkannya ilmu pengetahuan yang hendak
didalaminya, serta perhatian terhadap berbagai kondisinya.
Perhatian Sultan terhadap orang-orang yang datang ke sana
semakin meluas, ia memerintahkan pembuatan sejumlah kamar
mandi untuk mereka gunakan, bahkan didirikan pula klinik untuk
95
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 347. 96
Ibid, halaman 349.
112
mengobati setiap orang yang sakit di antara mereka, dan disediakan
para tabib untuk memeriksa kondisi kesehatan mereka.97
Ibnu Jubair juga menyinggung tentang banyaknya jumlah
masjid di Iskandaria, sampai-sampai di satu tempat terdapat empat
atau lima masjid. Barangkali di antaranya terdapat masjid-masjid
yang merupakan komplek, yang terdiri dari masjid dan madrasah.
Semuanya disediakan imam-imam yang digaji oleh Sultan. Ada
pun gaji yang didapat per bulannya berbeda. Ini merupakan
keutamaan yang besar di antara berbagai keutamaan Shalahuddin.98
Gambaran cemerlang yang dilukiskan oleh Ibnu Jubair
berkenaan dengan berbagai usaha Shalahuddin di Iskandaria ini,
mengingatkan kita akan besarnya kerja kerasnya di kota ini
dibandingkan di daerah lain. Hal itu dikarenakan kota ini telah
menjadi basis pertahanan Ahlus Sunnag di masa kekuasaan Dinasti
Fathimiyah.
Apabila wakaf Shalahuddin di Iskandaria, kota yang tetap
mempertahankan identitas Sunni-nya sedemikian besar, maka tidak
ada keraguan bahwa wakaf yang diperuntukkan untuk daerah-
daerah lain, dimana propaganda orang-orang Syiah sukses
mendapatkan sambutan, tentunya jauh lebih banyak dan besar. Apa
yang ditetapkan Shalahuddin untuk Najmuddin Al-Khabusyani,
guru di Madrasah Ash-Shalahiyyah, membuktikan hal tersebut.
97
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 349. 98
Ibid, halaman 350.
113
Secara khusus, ia memberikan kepadanya gaji sebesar 40 dinar
setiap bulannya untuk tugas mengajar dan 10 dinar sebagai
pengawas pada wakaf-wakaf madrasah. Ditambah dengan
tunjangan sebesar 60 kati roti setiap hari dan dua galon sir minum
dari Sungai Nil.99
Ibnu Jubair telah melengkapi gambarannya untuk kita ketika
ia melanjutkan pengamatannya terhadap berbagai usaha
Shalahuddin di Kairo dalam rangka memberikan berbagai
kemudahan menuntut ilmu bagi orang-orang yang meminatinya. 100
Ia mengatakan, “Yang mengherankan, disebutkan bahwa seluruh
qurafah adalah masjid-masjid yang dibangun dan masyhad-
masyhad yang dihuni sebagai tempat berlindung bagi orang-orang
asing, para ulama, orang-orang saleh, dan orang-orang fakir.
Bantuan untuk setiap tempat ini terus mengalir dari pihak Sultan
setiap bulan, demikian pula berbagai madrasah yang berada di
Mesir dan Kairo. Kita dapat memastikan bahwa biaya operasional
semua itu menelan dana lebih dari 2000 dinar setiap bulan.”
b. Kelompok Pengajar
Shalahuddin tidak hanya sekedar membangun madrasah-
madrasah tersebut tanpa mengelola semua dengan baik, tetapi ia
juga memerintahkan untuk mengatur administrasi di seluruh
madrasah yang dibangun berdasarkan spesialisasi masing-masing
99
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 350. 100
Ibid, halaman 351.
114
dalam bidang ilmu dan agama. Adapun para pengajar terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu;101
1. Kelompok pengajar, yaitu ustadz dan pakar ilmu yang bertugas
mengajarkan mata pelajaran kepada murid-murid. Di samping
itu, menjawab pertanyaan-pertanyaan.
2. Kelompok pengulang, yaitu kelompok yang bertugas
mengulang pelajaran yang disampaikan oleh dewan guru
kepada para murid hingga kuat tertanam dalam benak mereka
dan tidak hilang dari pemahaman mereka.
Para pengulang tidak jemu dalam memahamkan murid-
murid yang kurang paham dengan lapang dada dan lemah
lembut. Biasanya pengulang duduk di sebelah pengajar
sampai habis waktu pelajaran dan semua beranjak dari
kumpulan tersebut. Guru adalah orang yang pertama kali
keluar dan meninggalkan tempat. Adapun murid-murid
bersama pengulang untuk melaksanakan tugasnya. Tugas
pengulang antara lain yaitu menyempurnakan tugas seorang
pengajar.
7. Bidang Sosial
Kehidupan sosial masyarakat pada masa Shalahuddin mempunyai
karakteristik giat bekerja, keseriusan, disertai semangat juang melawan
101
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
177.
115
Eropa dan musuh. Pada masa itu, sangat jauh dari segala bentuk
kemegahan kososng dan palsu, serta melampaui batas.
Shalahuddin memberikan contoh yang baik kepada pasukan dan
rakyatnya dalam berpakaian dan makan, serta kesederhanaan hidup.
Imad Ashfahani melukiskan cara berpakaian dan bergaul Shalahuddin
bahwa ia seorang yang hanya berpakaian dengan pakaian yang ia rasa
baik, seperti baju yang terbuat dari rami, kapas, dan wol sampai orang
yang duduk dengannya tidak tahu bahwa ia sedang duduk dengan
seorang sultan karena kesederhanaannya.102
Shalahuddin adalah seorang olahragawan, gemar menunggang
kuda dan bermain bola, sekaligus menggalakkannya. Ia juga pernah
bepergian untuk menonton pertandingan-pertandingan bola dan hockey
selepas shalat Dzuhur bersama pengikut-pengikutnya dengan menaiki
kudanya. Ketika sampai ke medan, beliau langsung turun dari kudanya
untuk menonton pertandingan dari dekat, dan para pemain bertanding
sampai menjelang shalat Ashar. Sering kali ia ikut dalam pertandingan
tersebut bersama pengiringnya untuk bertanding melawan kawan-
kawannya. Selain itu, berburu juga merupakan hobinya yang paling
disukai. Berburu merupakan hobi yang disukai oleh banyak orang.
Dahulu, mereka berangkat secara berkelompok atau sendiri-sendiri,
untuk berburu burung, ikan, angsa, dan kelinci dan mereka
menggunakan anjing untuk berburu. Kegiatan tersebut apabila dikaitkan
102
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 477.
116
dengan peperangan, maka menunjukkan kesiapan yang sempurna dan
kesiagaan penuh untuk terjun ke medan perang dengan keberanian yang
luar biasa dan kegagahan tanpa tanding.103
Berikut beberapa kebijakan Shalahuddin dalam bidang Sosial104
a. Shalahuddin Merealisasikan Reformasi Besar dalam Masyarakat
Islam
Reformasi yang disebut di sini yaitu membasmi berbagai bentuk
kebebasan dan kemerosotan moral yang merajalela pada masa Dinasti
Fathimiyah, khususnya perayaan dan upacara seperti:
1. Perayaan Nairuz.
Al-Maqrizy mengungkapkan bebagai bentuk kemungkaran dan
kemerosotan moral dalam manuskripnya pada waktu itu. Suatu hari,
pangeran yang dipanggil dengan pangeran Nairuz berpawai bersama
orang banyak. Memaksa orang-orang untuk membayar pajak yang
telah disusun di rumah para pembesar kerajaan. Sang pangeran merasa
puas dengan pemberian yang banyak tersebut. Lalu orang-orang yang
menyerupai wanita dan para pelacur berkumpul di bawah istana
Mutiara dan khalifah dinasti Fathimiyah menyaksikan mereka
bermain alat-alat musik. Arak diminum sambil diiringi perbuatan
cabul. Dan apabila sadar dan keluar dari rumahnya, dia bertemu
dengan orang yang menyiram dan mengoyak bajunya, serta menghina
103
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 477. 104
Ibid.
117
kehormatannya maka dia di antara dua pilihan, mengorbankan dirinya
atau tersingkap kejahatannya.
Al-Maqrizi mengatakan dalam tulisannya: “Berbagai
kemungkaran tampak terang-terangan di hari raya Nairuz yang
dirayakan oleh kerumunan massa yang besar. Mereka bercampur-baur
melihat-lihat gambar yang tersusun rapi di rumah besar, mereka puas
dengan bermain judi. Bercampur di dalamnya orang-orang banci dan
wanita-wanita fasik di Istana Mutiara, agar dapat disaksikan oleh
Sultan. Mereka membawa berbagai alat musik di tangan mereka,
menari dan bernyanyi dengan suara tinggi, meminum minuman keras
di jalan-jalan dan orang-orang saling menyirami dengan air, air
dicampur arak, dan air dicampur berbagai kotoran. Maka, jika ada
orang yang bersembunyi melakukan kesalahan dengan keluar dari
rumahnya, ia akan disambut oleh orang yang menyiraminya air,
merusak pakaiannya, dan melecehkan kehormatannya. Jika ia bisa
menebus dirinya, ia akan selamat tetapi jika tidak maka ia akan
dipermalukan.”105
Hal inilah yang mendorong Shalahuddin untuk membasmi
berbagai bentuk kerusakan moral dan kemungkaran dan membawa
rakyat hidup suci dan bersih, menghidupkan kembali akhlak-akhlak
Islam dan adab yang mulia. Ia mengembalikan moralitas Islam dan
budi pekerti yang luhur.
105
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi, halaman 478 dan Lilik Rochmad
Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman 106.
118
2. Membasmi Bid’ah-bid’ah
Di antara bentuk-bentuk kerusakan yang dibasmi oleh
Shalahuddin adalah Bid’ah-bid’ah pada hari tertentu dan perayaan,
seperti bid’ah pada hari Asyura’ (hari ke-10 Muharram) yang
dianggap sebagai hari kesedihan dan kedukaan bagi dinasti
Fathimiyah. Pada hari tersebut banyak orang meratap dan menangis
keras, seluruh aktivitas masyarakat berhenti, pusat-pusat perdagangan
libur, serta orang-orang terlihat kalut seolah-olah setiap orang
kehilangan orang yang paling mulia dan paling dicintai oleh mereka.
Shalahuddin akhirnya mampu menghapus kebiasaan tercela dan
bid’ah-bid’ah buruk tersebut. Ia mampu mengubah masa itu ke dalam
masa yang penuh kegembiraan dan kebahagiaan, serta memberikan
keleluasaan bagi keluarga. Pada hari itu, orang-orang membuat
halawiyyat (roti manis), memakai baju bagus, dan makan-minum
berbagai makanan-minuman yang lezat. Tentunya apa yang dilakukan
oleh Shalahuddin tersebut sesuai dengan dasar-dasar syariat dan adab
Islam, bahkan memberikan keleluasaan bagi keluarga pada hari
Asyura’ merayakan sesuatu sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad
saw.
b. Karakter Shalahuddin
1. Senantiasa Memberi Tanpa Merasa Khawatir Kemiskinan
Menimpanya.
119
Kemurahan hati Shalahuddin terhadap rakyat dan
pemberiannya mengalir begitu saja sesuka hatinya. Dalam
pandangannya terhadap harta seperti pandangannya terhadap tanah.
Seperti contoh, Shalahuddin meninggal tidak meninggalkan emas
dan perak dalam simpanannya kecuali 47 dirham Nasiriyyah dan
sebiji emas. Beliau tidak mewariskan kerajaan, istana, bangunan,
kebun, kampung, dan ladang, bahkan tidak satu pun hak milik.
Shalahuddin tidak mengambil sebagian harta tersebut untuk
dirinya dan tidak mengistimewakan harta tersebut kepada salah
seorang anggota keluarga maupun kerabatnya. Harta tersebut ia
gunakan untuk proyek-proyek perbaikan, penyediaan sarana-sarana
perang, dan untuk orang-orang yang berhak dari rakyatnya sehingga
terwujud solidaritas sempurna, kekuatan bagi negara, dan
penghidupan yang penting bagi setiap individu.
Kesejahteraan yang Shalahuddin berikan rakyatnya salah
satunya dengan penghapusan berbagai jenis pajak yang dulu sangat
memberatkan rakyatnya dan meresahkan banyak orang, seperti pajak
yang diwajibkan oleh Gubernur Makkah terhadap kepada para
jamaah Haji. Para jamaah Haji diperintahkan membayar bea masuk
Makkah yang disetorkan lebih dahulu ke Jeddah. Maka semua
peraturan ini dihapuskan oleh Shalahuddin, dan untuk penguasa
Makkah ia berikan konpensasi dalam bentuk uang. Setiap tahunnya
disetorkan kepadanya upeti sebanyak 800 irdam gandum, dengan
120
syarat harus dibagi-bagikan kepada warga yang tinggal di Dua Tanah
Suci.106
2. Sifat-sifat Utama Shalahuddin Al-Ayyubi
Pribadi Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi istimewa dengan
keseimbangan moral luar biasa yang membantunya dalam
mewujudkan berbagai tujuan agung. Di antara sifat-sifat
Shalahuddin tersebut yaitu keberanian, kemurahan, kesetiaan,
toleransi, santun, adil, pemaaf, ksatria, sangat bergantung kepada
Allah, kecintaan kepada Jihad, berwibawa, kesabaran, kepasrahan,
kesungguhan menuntut ilmu, dan sikap rendah hati, pecinta syair dan
sastra.107
Selain sifat tersebut, Shalahuddin adalah seorang yang
gemar mendengarkan Al-Qur’an; suka mendengarkan Hadits Nabi;
mengagungkan syiar Agama; selalu berbaik sangka pada Allah.108
c. Wasiat Shalahuddin kepada putranya
Untuk menjaga keselamatan masyarakat dan kesatuan umat,
serta menghilangkan kedzaliman, Shalahuddin berwasiat kepada
putranya, Al-Malik Adz-Dzahir yang ia angkat sebagai gubernur
Aleppo. Shalahuddin berkata dalam wasiat tersebut seperti yang
diriwayatkan oleh Al-Qadhi Ibnu Syidad, “Aku wasiatkan kepada
kamu untuk bertakwa kepada Allah karena takwa adalah inti segala
kebaikan. Dan aku perintahkan kepadamu dengan perintah Allah
106
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 479. 107
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, Jakarta: Inti Medina, halaman
139. 108
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Op Cit, halaman 303.
121
karena itu adalah penyebab keselamatanmu. Hati-hatilah
menumpahkan darah dan menjerumuskan diri ke sana karena darah
tidaklah hilang begitu saja.109
Aku wasiatkan kepadamu untuk
menjaga hati rakyat dan memperhatikan keadaan mereka. Kamu
adalah orang kepercayaanku kepercayaan Allah atas mereka. Dan
aku wasiatkan kepadamu untuk menjaga umara dan pembesar-
pembesar penting kerajaan. Apa yang aku capai tidak lain karena
jasa mereka. Janganlah kamu mendengki seseorang karena
sesungguhnya kematian tidak menyisakan sedikit pun kepada
seseorang. Hati-hatilah dengan dosa dalam hubunganmu dengan
manusia yang lain karena dosa tersebut tidak terampuni kecuali
dengan keridhaan mereka. Adapun antara engkau dan Allah maka
Allah-lah yang akan mengampuninya dengan tobatmu.
Sesungguhnya Allah Maha Mulia.”110
d. Pembangunan Rumah Sakit
Pada masa Shalahuddin belum terdapat sekolah-sekolah
khusus untuk mempelajari kedokteran, tetapi bidang ini merupakan
spesialisasi yang dipelajari di rumah-rumah sakit. Setelah
penyampaian pelajaran, para pelajar dikerahkan di tengah-tengah
orang sakit untuk menolong para pasien dan mengobati penyakit
109
Ungkapan ini berarti, secara emosional, darah manusia sering bergerak untuk melampiaskan
amarah; secara sosial, sering terjadi konflik atau pertikaian berdarah. Dan secara medis,
darah manusia memang terus bergerak dalam pembuluh darah dengan dipompa oleh jantung
full 24 jam per hari, sehingga apabila darah ini membeku, maka meninggallah manusia itu. 110
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi, halaman 479 dan Lilik Rochmad
Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubiy, halaman 107.
122
mereka.111
Shalahuddin telah mendirikan sejumlah rumah sakit,
antara lain:112
a. Rumah Sakit An-Nashiri di Kairo. Shalahuddin memilih
salah satu istananya yang megah dan mengubahnya menjadi rumah
sakit besar. Ia memilih sebuah istana yang jauh dari keramaian. Dr.
Ahmad Isa berkomentar tentang Bimaristan (rumah sakit) An-
Nashiri, atau Bimaristan Shalahuddin ini:
Tatkala Sultan Shalahuddin berkuasa di Mesir pada tahun
567 H (1171 M) dan menguasai istana-istana para
penguasa Fathimiyah; di istana tersebut terdapat sebuah
ruangan yang dibangun oleh Al-Aziz Billah pada tahun
389 H (994 M). Oleh Sultan Shalahuddin ruangan ini lalu
dijadikan Bamaristan Al-Atiq di dalam istana.
Qadhi al-Fadhil berkata dalam Mutajaddidat tahun 577 H
(1181 M): “ Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub telah
memerintahkan untuk membuka rumah sakit buat orang-orang sakit
dan orang-orang lemah; maka dipilihlah suatu tempat di istana dan
secara pribadi mengeluarkan bantuan biaya seperempat Ad-
Diwaniyah, atau senilai 200 dinar dari hasil lahan pertanian Al-
Fayoum. Di rumah sakit ini dipekerjakan para dokter (tabib), dokter-
dokter mata, dokter-dokter bedah, pengawas, pekerja, dan pelayan,
sehingga orang-orang mendapatkan keramahan dan manfaat. Rumah
sakit An-Nashiri dilengkapi peralatan yang baik dan istimewa, yang
111
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 467. 112
Ibid.
123
berasal dari istana-istana indah. Di sana tersedia apapun yang
dibutuhkan untuk mengobati orang sakit dan kenyamanan.
Ibnu Jubair, sang pengembara, menggambarkan tentang rumah
sakit yang didirikan oleh Shalahuddin di Kairo dalam tulisannya: “
Di antara sejumlah kebanggaan Sultan yang telah kami saksikan
adalah maristan yang terdapat di Kairo. Awalnya tempat ini adalah
sebuah istana yang mengagumkan keindahan dan luasnya, kemudian
dia bangun rumah sakit demi mengharapkan pahala dan balasan. Dia
tunjuk sebagai penanggung jawabnya orang-orang dari kalangan
profesional, dia memberi keleluasaan kepadanya penggunaan
minuman dan peracikan obat dengan beragam komposisinya. Di
beberapa ruangan istana tersebut dipasang ranjang-ranjang yang bisa
digunakan oleh para pasien saat pagi dan petang. Mereka
mendapatkan pakaian dan minuman yang layak. Berhadapan dengan
tempat ini terdapat ruangan yang dikhususkan untuk kaum wanita
yang sakit dan tersedia para perawat yang merawat mereka.
Tersambung dengan dua tempat tersebut terdapat sebuah tempat lain
yang mempunyai beranda luas. Padanya terdapat bilik-bilik yang
dipasang terali-terali besi yang dijadikan sebagai tempat perawatan
orang-orang gila. Untuk mereka disediakan orang yang
memperhatikan kondisi mereka setiap hari dan merawat mereka
secara layak. Sultan selalu memperhatikan kondisi semua ini dengan
melakukan inspeksi dan peninjauan, serta meningkatkan perhatian
sebesar-besarnya.
124
Ali Mubarak Pasha berkata:
Tatkala Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub menduduki
kursi kesultanan dan membagi-bagikan beberapa tempat di
istana Dinasti Fathimiyah kepada para pejabatnya untuk
ditempati; ia jadikan sebuah istana sebagai rumah sakit,
yaitu dikenal sebagai rumah sakit Al-‘Atiq. Dia jadikan
pintunya dapat dilalui dari distrik Molukhiah (distrik
panglima tempo dulu), yang sekarang lokasinya ditempati
bangunan yang bernama Darul Ghamari Al-Hishri, bersama
dengan beberapa rumah yang berdampingan dengannya,
seperti yang terdapat di Hujaj Al-Amlak, yaitu terletak di
ujung distrik dari arah pintu kecilnya, menghadap ke arah
Istana Duri dan masuk darinya menuju RS Al-Atiq. Para
dokter yang bekerja di RS An-Nashiri, yang paling terkenal
di antara mereka adalah Ridhaduddin Ar-Rahbi, Ibrahim bin
Ar-Rais Maimun, Ibnu Abi Ushaibi’ah, Syaikh as-Sadid bin
Abi al-Bayan dan Qadhi Nafisuddin bin Az-Zubair.
b. Bimaristan Iskandaria.113
Dibangun oleh Shalahuddin
ketika ia mengunjungi Iskandaria pada tahun 577 H, untuk
mempelajari kitab Al-Muwaththa’ pada Syaikh Abu Ath-Thahir bin
Abi Auf. Ia juga mendirikan tempat menginap bagi orang-orang
yang datang dari wilayah Maghrib dan sebuah madrasah yang
diwakafkannya atas nama Turan Shah.
c. Bimaristan Ash-Shalahi di Baitul Maqdis. Shalahuddin
mendirikan rumah sakit ini di tahun 583 H (1187 M) setelah berhasil
membebaskan kota ini dari pendudukan kaum salib dan mengusir
mereka darinya. Ensiklopedia Palestina mengatakan tentang rumah
sakit Ash-Shalahi di Baitul Maqdis ini: “ Rumah sakit ini termasuk
di antara jejak peninggalan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Ia telah
mewakafkan rumah sakit ini dan menunjuk sejumlah dokter
113
Bimaristanat adalah rumah sakit, atau mustasyfa. Istilah bimaristanat dari bahasa Persia.
125
terkemuka untuk menanganinya. Untuk pembiayaan ia telah
menyerahkan wakaf yang banyak, sehingga rumah sakit ini menjadi
yang paling terkenal pada masa itu. Ilmu tentang kedokteran
dipelajari di sana di samping pelajaran melalui praktik.”
d. Bimaristan Akka. Tahun 573 H setelah Shalahuddin
berhasil menaklukkan Baitul Maqdis dan membebaskannya dari
tangan orang-orang salib, ia pergi ke Damaskus dan mengambil jalan
melewati Akka. Setibanya di tempat ini, ia singgah di bentengnya
dan menyerahkan urusan pembangunan serta renovasinya kepada
Baha’uddin Qaraqusy. Darul Istibar ia wakafkan menjadi dua bagian
yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan para fuqaha’.
Sementara Darul Uskup ia ubah menjadi sebuah rumah sakit dan ia
sediakan wakaf-wakaf produktif untuk pembiayaan semua itu.
Sebagai pengawas, ia angkat qadhi kota tersebut yaitu Jamaluddin
bin Syaikh Abi An-Najib. Setelah itu langsung kembali ke
Damaskus dengan membawa dukungan dan kemenangan.
Terlepas dari luasnya rumah sakit yang berbeda-beda dari satu
rumah sakit dengan yang lain, begitu pula kuantitas ornamen-
ornamennya, luas kebun-kebun yang dijadikan satu atap dengannya,
serta jumlah pancuran airnya, sesungguhnya rumah-rumah sakit
tersebut mempunyai tata ruang dasar yang terdiri dari:
1. Ruang-ruang khusus kaum laki-laki, yang terpisah dari ruang-
ruang kaum wanita.
126
2. Ruangan-ruangan pasien sesuai jenis penyakit yang diderita.
Ada ruangan yang dikhususkan untuk pasien yang terserang
demam; ada ruangan untuk pasien gangguan juwa; ada ruangan
untuk pasien penyakit mata dan lainnya.
3. Ruangan-ruangan untuk para dokter yang memeriksa pasien
tanpa memerlukan pembiusan.
4. Ruangan untuk dokter kepala dan para staf administrasi.
5. Ruangan kuliah, tempat para dokter menyampaikan pelajaran
dan para muridnya berkumpul.
6. Perpustakaan
7. Dapur untuk memasak makanan-makanan yang sehat. Sebab,
makanan dianggap salah satu cara mengobati penyakit.
Demikian pula untuk memasak bahan-bahan obat-obatan yang
direbus.
8. Apotik, tempat untuk persediaan obat-obatan.
9. Beberapa gudang penyimpanan.
10. Ruangan untuk memandikan jenazah.
11. Mushallah (Masjid).
12. Sejumlah WC dan kamar mandi.
Di samping itu ada pula ruangan-ruangan terbuka, beranda-
beranda, serta kebun-kebun yang berisi beragam pepohonan dan
tumbuh-tumbuhan yang buahnya dapat dimakan. Banyak pula di
antara rumah-rumah sakit ini yang menyediakan tempat-tempat
tinggal para karyawan.
127
e. Khanqah untuk Kaum Sufi
Kata khanqah berasal dari bahasa Persia yang artinya meja
makan atau tempat raja makan. Kemudian setelah itu digunakan
untuk khawaniq atau khanqawat, yaitu perumahan yang didirikan
oleh para penguasa (pejabat negara) yang menyukai perbuatan baik
dan kegiatan sosial untuk berbagai tujuan. Fungsi terpentingnya
adalah sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang asing dari
kaum Muslimin yang datang dari negara-negara asalnya, untuk
membantu kehidupan dan pendidikan mereka. Shalat lima waktu
dilaksanakan di ruangan khusus untuk shalat di khanqah-khanqah
ini, tetapi untuk Shalat Jum’at ikut ke Masjid Jami’. Jadi khanqah
adalah semacam rumah penampungan kaum Sufi yang lebih mirip
dengan asrama sekolah. Karena tempat ini sesungguhnya memang
madrasah untuk mereka yang telah menyerahkan diri mereka kepada
kehidupan zuhud dan jalan ruhani; baik mereka yang berasal dari
kalangan rakyat biasa atau dari kalangan yang memiliki tugas
menghidupkan amar makruf nahi munkar di jalan-jalan dan pasar-
pasar. Dengan demikian khanqah lebih mirip madrasah dari segi
bentuk dan fungsinya.114
Khanqah-khanqah ini sebenarnya adalah perumahan untuk
menuntut ilmu, mengerjakan ibadah, mengerjakan berbagai peran
agama, sosial, dan intelektual dalam kehidupan masyarakat Islam
114
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 471.
128
sejak kemunculannya. Pertama-tama, fungsinya segabagai ma’had
(lembaga kajian dan pendidikan) berbagai madzhab fikih dan hadits,
disediakan untuk orang-orang yang tidak mempunyai catatan buruk.
Kemudian sebagai pusat-pusat untuk mengasah intelektualitas
melalui fasilitas perpustakaan yang menyimpan buku-buku dari
berbagai bidang ilmu dan pengetahuan.
Ibnu Katsir mengatakan, Shalahuddin adalah seorang
pemberani dan banyak mengerjakan shalat. Ia memiliki khanqah di
Mesir dan Damaskus. Bahkan Ibnu Khillikan pernah melihat ia juga
punya khanqah di Balbek untuk kaum Sufi, yang diberi nama An-
Najmiyah, sesuai dengan namanya, dan ia memujinya karena banyak
kebaikannya.115
Shalahuddin merupakan orang pertama yang memasukkan
tempat-tempat semacam ini di Mesir. Al-Qalqasyandi berkata:
“Adapun khanqah-khanqah dan barak-barak termasuk hal yang
belum pernah ada di Mesir sebelum berdirinya Dinasti Ayyubiyah.
Dan perintisnya adalah Shalahuddin bin Ayyub.” Dalam hal ini
pendapatnya disetujui oleh Al-Maqrizi, As-Suyuthi dan lain-lain.116
Shalahuddin adalah orang pertama yang mendirikan khanqah
untuk kaum Sufi di Mesir dan menyediakan wakaf yang banyak
untuknya. Penghuni tempat ini dikenal dengan keilmuan dan
kesalehan mereka. Untuk menduduki dewan syaikh, maka ditunjuklah
115
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 472. 116
Ibid, halaman 473.
129
orang-orang terkemuka, dan dari kalangan yang diharapkan
keberkahan mereka di samping posisi mereka di kementerian,
pemerintahan, administrasi negara, pemimpinan militer, dan para
prajurit garis depan. Perkara ini tidak luput dari perhatian pengembara
Andalusia, Ibnu Jubair di sela-sela perjalanannya ke negeri Timur, ia
berkata: “ Di antara keutamaan negeri ini yakni Mesir yaitu berbagai
kebanggaan yang sebenarnya kembali kepada Sultannya berupa
madrasah-madrasah dan asrama-asrama yang diperuntukkan untuk
penuntut ilmu dan ahli ibadah. Kebiasaannya setiap kali singgah di
suatu tempat adalah mendirikan berbagai madrasah Syar’i dan
khanqah-khanqah secara berdampingan. Maka selama penaklukkan
yang dilakukan Shalahuddin terhadap Baitul Maqdis pada tahun 583
H, ia telah memerintahkan kaum Muslim untuk memelihara gereja dan
mendirikan tidak jauh darinya sebuah madrasah untuk para fuqaha
dari kalangan madzhab Syafi’i dan sebuah barak untuk orang-orang
saleh yang Sufi, dan mewakafkan untuknya sejumlah wakaf. Ia
persembahkan tempat-tempat tersebut untuk dua golongan tersebut
sebagai perbuatan baik. Ketika menaklukkan Akka, ia mewakafkan
separo markas Hospitaller (Darul Istibar) sebagai asrama untuk kaum
Sufi dan separonya lagi sebagai madrasah bagi para fuqaha.”117
Selain membangun khanqah, Shalahuddin telah membangun
pula rumah-rumah singgah di beberapa tempat terpisah, yang jauh dari
keramaian, dan di jalan-jalan yang menghubungkan antar kota-kota.
117
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 474.
130
Hal tersebut dimaksudkan untuk keperluan para musafir dan orang-
orang yang sedang berkelana. Ibnu Jubair telah menyaksikan rumah
singgah yang dibangun oleh Shalahuddin di jalan raya antar kota
Homsh dan Damaskus, dan tempat tersebut dinamakan dengan
“Rumah Singgah Sultan.”118
Inilah yang dilakukan Shalahuddin dalam rangka melakukan
perbaikan sosial dan meluruskan moral, supaya masyarakat Islam
pada masanya berbangga dengan pekerti yang paling mulia, adat
istiadat yang paling bagus dan etika yang paling unggul.
E. DAMPAK KEBIJAKAN POLITIK PASCA WAFATNYA
SHALAHUDDIN AL-AYYUBI
1. Dampak Positif
Rakyat hidup aman dan sejahtera di bawah pemerintahan
Shalahuddin. Bahkan, rombongan Kristen yang berziarah ke Baitul
Maqdis semakin banyak. Jumlah mereka meroket. Richard pun khawatir
hal ini akan membuat Shalahuddin marah, sehingga melalui sepucuk
surat, Richard menganjurkan supaya Shalahuddin melarang keras
peziarah Kristen memasuki Baitul Maqdis kecuali setelah mereka
mendapat izin resmi atau rekomendasi darinya. Tapi Shalahuddin
menolaknya. Dalam surat balasannya Shalahuddin menulis, “Mereka
118
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 475.
131
sudah datang jauh-jauh untuk berziarah ke tempat suci ini. Jadi, tidak
mungkin bagiku untuk menghalangi mereka.”119
27 Safar 589 H, Shalahuddin wafat. Orang-orang melihat bahwa
apa yang selama ini ia dicita-citakan sudah terwujud: terbebasnya Baitul
Maqdis dari tangan kaum Kristen. Namun cita-cita Shalahuddin ternyata
lebih tinggi dari itu. Ia pernah berkata:
Di dalam citaku, jika Allah memudahkanku untuk
menaklukkan sisa daratan yang ada, aku akan membagi negeri
ini, meninggalkannya, dan mengarungi lautan ini menuju
pulau-pulaunya, lalu menancapkan kakiku di sana hatta tidak
ada satu jengkal pun tanah di bumi ini yang kufur terhadap
Allah, atau aku harus mati ….”120
Dinasti Al-Ayyubi didirikan oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi.
Dinasti ini diakui keberadannya setelah sebelumnya Dinasti Fathimiyah
diruntuhkan oleh Shalahuddin. Di mana sebelumnya Dinasti Fathimiyah
telah terjadi perebutan kekuasaan di dalam, oleh para petinggi di
dalamnya.
Shalahuddin adalah seorang yang dikenal memiliki akidah yang
baik dan banyak mengingat Allah (dzikir). Dinasti Ayyubiyah
menetapkan kembalinya Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai sumber
hukum, yang sebelumnya Dinasti Fathimiyah terdapat banyak
penyimpangan dan berbagai bid’ah yang menyebar. Keadilan ditegakkan,
berbagai bentuk bid’ah dihapuskan dan Negara diwarnai dengan warna
Islam. Ia telah mewarnai daulahnya dengan akidah Ahlus Sunnah wal
Jamaah (Sunni) yang telah diterangkan oleh Rasulullah dan diikuti leh
119
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 622. 120
Ibid.
132
Khulafaur Rasyidun. Shalahuddin sendiri terjun langsung mengawasi
pembasmian berbagai kedzaliman tersebut dengan dukungan para
menterinya.
Para penerus Dinasti Ayyubiyah, setelah wafatnya Shalahuddin,
juga tetap berpegang kepada akidah ini. Mayoritas orang-orang
Ayyubiyun adalah para ulama di bidang pokok-pokok akidah. Salah satu
bentuk ajaran Shalahuddin yang masih berlanjut setelah wafatnya yaitu,
proses perubahan pemikiran akidah yang ditandai dengan pembangunan
madrasah-madrasah Sunni.
Periode ini dimulai pada tahun 572 H (1176 M), yaitu setelah
kepastian sebagian besar wilayah Syam tunduk di bawah kekuasaan
Shalahuddin, kemudian kembalinya dia ke Mesir untuk mengatur
berbagai urusan. Pada tahun itu ia memerintahkan untuk membangun dua
madrasah: pertama, madrasah untuk pengikut madzab Syafi’i, yaitu
Madrasah Shalahiyyah; kedua, madrasah untuk para pengikut madzab
Hanafi. Sesudah itu berturut-turut dibangun pula berbagai madrasah
Sunni di beberapa tempat di Kairo, serta wilayah-wilayah lain yang
diprakarsai oleh para pejabat Ayyubiyun dan para pembantu mereka.121
Pada masa Shalahuddin, Daulah menikmati kelapangan ekonomi
dan kehidupan sejahtera, karena masa itu pintu-pintu pemasukan banyak
dan sumber-sumber ekonomi beragam. Shalahuddin memprioritaskan
perhatiannya pada pasar-pasar perniagaan, hingga aktifitas ekonomi
berkembang pesat dan kegiatan produksi meningkat, dan semakin
121
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 345.
133
bertambah banyak jumlahnya di Mesir dan Syam. Shalahuddin selalu
memerhatikan perbaikan dan perluasannya.
Perhatian Shalahuddin pada bidang ekonomi selain pasar-pasar
perniagaan, yaitu perhatian pada industri pembuatan senjata, tenun, kain,
pakaian sutera, dan lain-lain. Pada masa Dinasti Ayyubiyah para perajin
dan pelaku industri termasuk orang-orang yang setia memelihara tradisi
industry turun-temurun. Mereka bertahan dengan aturan dan teknik-
teknik industry dari masa-masa sebelumnya. Contohnya Kota Tunis.
Kota Tunis dianggap sebagai pusat industri kain tenun terpenting di masa
pemerintahan Dinasti Al-Ayyubiyah. Kota ini tetap bertahan di bidang
industri dan perdagangan, sampai ia dihancurkan oleh Al-Malik Al-
Kamil Muhammad bin Ayyub, dengan merobohkan tembok-tembok dan
rumah-rumahnya pada tahun 624 H (1226 M).122
Demikian pula kebijakan Shalahuddin dalam bidang-bidang lain
yang dijadikan sebagai landasan pemerintahan oleh para penguasa
Ayyubiyah setelah wafatnya Shalahuddin.
2. Dampak Negatif
Setelah wafatnya Shalahuddin, kendali Dinasti Ayyubiyah
dipegang oleh Al-Aziz Imaduddin, tetapi Al-Aziz berkonflik melawan
saudaranya, Al-Afdhal, penguasa Damaskus. Pada masa ini, sesama
saudara ingin memperebutkan kekuasaan. Sehingga jabatan Al-Afdhal
kemudian diberikan kepada Al-‘Adil Sayfuddin Mahmud (saudara
122
Ali Muhammad Ash-Shalabi, 2013, Shalahuddin Al-Ayyubi (terjemahan), Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, halaman 461.
134
Shalahuddin) yang sebelumnya menjabat sebagai penguasa Jazirah. Al-
‘Adil dikenal pandai berpolitik dan ambisius. Setelah kendali Damaskus
dipegang, seluruh wilayah Syria lalu jatuh di bawah kekuasaannya.123
Pada 595 H, Al-Aziz wafat. Al-‘Adil segera datang ke Mesir,
mengalahkan anak-anak Shalahuddin dan melengserkan Al-Manshur bin
Al-Aziz yang masih berusia belia, dari kursi kesultanan. Pada 596 H,
hampir sebagian besar wilayah kekuasaan Shalahuddin berhasil dikuasai
Al-‘Adil lalu menjadikan kota Mesir sebagai pusat pemerintahan. Pada
597 H, Mesir dilanda paceklik dan wabah penyakit yang membuat
Dinasti Ayyubiyah melemah. Tetapi Al-‘Adil masih tetap memperkokoh
pilar-pilar dinasti, lalu menyatukan kalimat seluruh umat Islam dan
menjadikannya satu tangan di depan ancaman pasukan salib.124
Saat Al-‘Adil sibuk memperkuat kekuasannya di Syam, pasukan
Salib menerima pasokan bantuan dari Jerman (593 H). Konflik dan
perpecahan di tubuh umat Islam ingin mereka manfaatkan untuk merebut
Baitul Maqdis . alhasil mereka berhasil mengalahkan al-‘Adil dan
merebut kota Beirut. Tetapi setelah itu, mereka terpecah belah. Al-‘Adil
lalu membuat kesepakatan damai dengan menyerahkan kota Haifa dan
Ramallah ke tangan mereka. Al-‘Adil yakin bahwa kesepakatan ini bisa
memberinya waktu yang cukup untuk menghimpun kembali kekuatan
dan mengokohkan posisinya.125
123
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, 2014, Buku Pintar Sejarah Islam (terjemahan),
Jakarta: Zaman, halaman 622. 124
Ibid, halaman 623. 125
Ibid.