bab ii pembahasan a. analisis struktural cerbung ngonceki ... · bersaudara, seorang guru di sebuah...
TRANSCRIPT
41
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Struktural Cerbung Ngonceki Impen karya
Sri Sugiyanto
Data struktural merupakan unsur intrinsik yang membangun sebuah karya
sastra. Penyajian data penelitian cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Robert Stanton dalam bukunya yang
berjudul Teori Fiksi (2007) yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar),
tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme,
dan ironi).
1. Fakta-Fakta Cerita
Fakta-fakta cerita terdiri dari alur, karakter, dan latar. Ketiga elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Kesatuan dari
tiga elemen tersebut dinamakan „struktrur faktual‟ cerita. Fakta-fakta cerita
dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut.
a. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Alur terbatas
pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Dua elemen
dasar yang membangun alur yaitu konflik dan klimaks. Alur memiliki
tahapan-tahapan tertentu secara kronologis yaitu memiliki bagian awal,
tengah, dan akhir. Tahapan tersebut bisa menciptakan macam kejutan, alur
yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan
amanat sekaligus diakhiri ketegangan dalam sebuah cerita.
42
1) Bagian Awal
Bagian awal dari cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
dimulai ketika ada aturan bahwa guru harus mempunyai ijasah sarjana.
Sementara Waskitha hanya mempunyai ijasah diploma dua sehingga ia
harus kuliah lagi untuk meraih gelar sarjana. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
“Guru sekolah menengah saiki mbutuhake ijasah sarjana Dhik.
Kamangka ijasahku isih diploma loro, sing ateges kanggo nututi
aturan kuwi aku kudu kuliyah meneh”. (Seri 1:41)
Terjemahan:
“Guru sekolah menengah sekarang membutuhkan ijasah sarjana Dhik.
Padahal ijasah saya masih diploma dua, yang artinya untuk memenuhi
aturan tersebut saya harus kuliah lagi.”
Berdasarkan kutipan di atas bagian awal dari alur cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto ditandai dengan adanya aturan bahwa guru
harus mempunyai ijasah sarjana, dan Waskitha harus menempuh kuliah
lagi.
2) Bagian Tengah
Bagian tengah dari alur cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto adalah kabar putra Pakdhe Wirya, yaitu Suryatmo dan Pradapa
yang bekerja di kota terkena PHK dan rencananya pulang ke desa.
Waskitha menduga rumah yang mereka tempati akan diminta kembali
karena rumah yang ia tempati adalah milik Suryatmo. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
43
“Pakdhe Wirya ora tau ngendika ngono, nanging tembung mau mung
saka usule Budhe, durung dadi keputusan. Mas Suryatmo lan Mas
Pradapa dhewe ora nayogyani marang panemu kuwi, merga omah iki
ndhisik sing mbangun Mas Suryatmo. Mesthine budhe ora nduweni
pangandikan ngono”. (Seri 5:19)
Terjemahan:
“Pakdhe Wirya tidak pernah mengatakan begitu, tetapi perkataan tadi
hanya dari usul Budhe, belum jadi keputusan. Mas Suryatmo dan Mas
Pradapa tidak setuju dengan pendapat itu, karena rumah ini dahulu
yang membangun Mas Suryatmo. Seharusnya budhe tidak
mengatakan begitu.
Waskitha ingat bahwa Suryatmo dan Pradopo yang berhak memiliki
rumah tersebut. Maka Waskitha tidak langsung percaya pada pendapat
Budhe Wirya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Ndhisik Budhe lan Pakdhe dhewe sing ngendika yen omah iki
timbang disewa wong liya angur disewa awake dhewe. Sliramu ya
krungu dhewe lan isih kelingan jaman semana. Malah Mas Suryatmo
menehi keputusan ora perlu disewa waton dirumati”. (Seri 5:20)
Terjemahan:
“Dahulu Budhe dan Pakdhe sendiri yang mengatakan kalau rumah ini
daripada disewa orang lain lebih baik kita sewa. Kamu juga
mendengar sendiri dan masih teringat waktu itu. Malah Mas Suryatmo
memberi keputusan tidak perlu disewa asalkan dirawat.
Bagian tengah cerbung Ngonceki Impen ditandai dengan datangnya
kabar kedua putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota terkena PHK.
3) Bagian Akhir
Bagian akhir cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu
semua masalah sudah berlalu dan hidup Waskitha dan Kunthi menjadi
44
tenteram karena semakin terampil dalam menggeluti keterampilan masing-
masing. Cobaan dan godaan yang pernah dialami di waktu lampau
dijadikan pelajaran untuk menyambut hari yang akan datang. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut:
Wengi terus nggremet. Mbaka siji lumaku wiwit dionceki kanthi ati
temata lan kebak kaprayitnan. Ngelingi menawa urip iki kaya dene
cakra manggilingan. Kabeh bakal owah gingsir merga jantrane
lelakon. Dheweke wiwit padha metani lelakon sing kena kanggo
pepeling kanggo mecaki dina-dina candhake. Waskitha isih nggemeti
donyane pengarang crita Jawa. Kunthi dhewe wiwit ngonceki
donyane tata rias sing saya wimbuh kabisane. (Seri 24: 20)
Terjemahan:
Malam terus merambat. Demi satu berjalan mulai dikupas dengan hati
tertata dan penuh kewaspadaan. Mengingat bahwa hidup ini terus
berputar. Semua akan berubah-ubah karena perubahan keadaan. Ia
mulai mencari hikmah pengalaman yang bisa untuk pengingat untuk
melewati hari-hari berikutnya. Waskitha masih menikmati dunia
pengarang cerita Jawa. Kunthi sendiri mulai memperdalam dunia tata
rias yang semakin bertambah keterampilannya.
Bagian akhir cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah
masalah sudah berlalu dan hidup Waskitha dan Kunthi menjadi tenteram
karena semakin terampil dalam menggeluti keterampilan masing-masing.
4) Bagian Konflik
Bagian konflik yang terjadi dalam cerbung Ngonceki Impen karya
Sri Sugiyanto muncul dalam bentuk konflik sosial, yaitu ketika ada kabar
putra Suryatmo dan Pradopo putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota
terkena PHK. Rumah yang ditempati Waskitha adalah rumah milik Pakdhe
Wirya, dan kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta kembali. Hal
ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha kelangan gaweyan bakal bali neng ndesa. Sing njangget banget neng
pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu jatahe
anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryatmo. Mesthi wae yen sida
45
bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi bakal dijaluk.
Nadyan durung wujud keputusan sing gemana, nanging babagan
omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri 4:43)
Terjemahan:
Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan
pekerjaan dan akan kembali ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain
perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah anak laki-laki
Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau jadi pulang ke
desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta. Meskipun
belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah sempat
menganggu pikirannya.
Konflik kembali terjadi ketika Waskitha merasakan perubahan sikap
Kunthi setelah kehadiran Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Waskitha meneng sedhela. Dithithing saka pasuryane sisihane kuwi
pancen wis ana owah-owahan ing jati dhirine. Sedhela disawang
tajem tanpa esem sethithika nuli unjal ambegan landhung karo
ngipatake sesawangan adoh. Dheweke wis nanggapi menawa kang
diadhepi wengi iku dudu Kunthi sing ndhisik tansah semandhing lan
setya marang dheweke. Kunthi wis salin slaga. Ing pojok atine krasa
cuwa nanging ora dikatonake. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Waskitha diam sejenak. Dilihat dari wajah istrinya itu memang sudah
ada perubahan pada jati dirinya. Sebentar dilihat tajam tanpa senyum
sedikitpun lalu menghela napas panjang sambil mengalihkan
pandangan. Ia sudah menanggapi kalau yang dihadapannya malam itu
bukan Kunthi yang dahulu selalu bersanding dan setia kepada dirinya.
Kunthi sudah ganti perilaku. Di pojok hatinya merasa kecewa tetapi
tidak diperlihatkan.
Bagian konflik cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terjadi
dua kali yakni kabar putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK dan kehadiran
Jumeno di tengah-tengah keluarga Waskitha.
46
5) Bagian Klimaks
Bagian klimaks cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto ketika
pelaku penyebar fitnah perselingkuhan Waskitha dan Sulijah sudah
terbongkar, yaitu Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Niki ngaten Pak Was, critane mboten sisah kula baleni malih.
Mangke punapa sanes wekdal mawon panjenengan saget-saget
miterang. Ingkang baken underaning perkawis bilih Pak Sukra, Mas
Joko Luwak lan kanca-kancane sampun ngakeni bilih ingkang nyebar
pitenah dhateng panjenengan kalihan Sulijah punika inggih
piyambake. Namung dhalangipun panci wonten. Inggih punika
Jumeno.” (Seri 24:47)
Terjemahan:
“Begini Pak Was, ceritanya tidak usah saya ulangi lagi. Nanti di lain
waktu saja anda bisa-bisa bertanya. Yang baku perkaranya adalah Pak
Sukra, Mas Joko Luwak dan teman-temannya sudah mengakui bahwa
yang menyebar fitnah kepada anda dengan Sulijah adalah mereka.
Dalangnya memang ada. Yaitu Jumeno.”
Berdasarkan kutipan di atas, maka bagian klimaks cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto adalah terbongkarnya pelaku yang menyebar
fitnah perselingkuhan antara Waskitha dan Sulijah.
b. Karakter
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama,
merujuk pada individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, merujuk
pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan
prinsip moral dari individu-individu tersebut.
Tokoh-tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dapat
diklasifikasikan dalam beberapa bagian, yaitu peran tokoh dalam cerita,
fungsi penampilan tokoh, dan tokoh berdasarkan perkembangan perwatakan.
Karakter atau penokohan dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
diklasifikasikan sebagai berikut.
47
1) Peran tokoh dalam cerbung
Peran tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
diklasifikasikan menjadi karakter utama dan karakter bawahan.
a) Karakter Utama
Karakter utama adalah karakter yang selalu terkait dan selalu
tampil dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita.
Karakter utama atau karakter mayor dalam cerbung Ngonceki Impen
karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut:
1. Waskitha
Waskitha merupakan tokoh utama dalam cerbung. Seorang
guru di sebuah SMP dan gemar menulis cerita berbahasa Jawa. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut ini:
Waskitha pancen dudu guru Basa Jawa. Dheweke mung
pawongan kang tresna marang kasusastran Jawa. Wiwit
SMA wis duwe kareman nulis kasusastran Jawa kayata:
cerkak, geguritan lan kawruh-kawruh sapala sing
magepokan karo theg kliwere basa lan kasusastran Jawa.
Dheweke iku salah sijine guru kesenian lulusan D2, lan wis
kelakon diangkat dadi pegawe negeri. (Seri 1:19)
Terjemahan:
Waskitha memang bukan guru Bahasa Jawa. Ia hanya orang
yang mencintai kepada kesastraan Jawa. Mulai SMA sudah
memiliki kegemaran menulis kesastraan Jawa seperti: cerpen,
puisi dan pengetahuan-pengetahuan sejenis yang berkaitan
dengan seputar bahasa dan kesastraan Jawa. Ia merupakan
salah satu guru kesenian lulusan D2, dan sudah diangkat
menjadi pegawai negeri.
Waskitha selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Ia tidak
pernah mengeluh dan menyalahkan situasi. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut ini:
48
Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi
nalar dawa. Isih akeh wong sing urip ana sangisore
dheweke, ning nyatane kanggo mecaki lakune dina kaya ora
ana sandhungan apa-apa. (Seri 3:20)
Terjemahan:
Tetapi Waskitha tidak kecewa. Setiap permasalahan dicari
pemecahannya dengan pikiran tenang. Masih banyak orang
yang hidup di bawahnya, tetapi nyatanya untuk melewati hari
seperti tidak ada hambatan apa-apa.
Waskitha merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan
berani mengalah kepada saudara-saudaranya. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
Sedulur telu atine beda-beda. Dheweke klebu tuwa, atine
luwih longgar lan prasaja. Seneng ngulir budi lan kebak
kawicaksanan. Mula ora mokal menawa Pakdhe Wirya
tresna. (Seri 4:19)
Terjemahan:
Tiga saudara wataknya berbeda-beda. Ia termasuk tua,
hatinya lebih bijak dan sederhana. Senang mengulir budi dan
kebijaksanaan. Maka tidak heran kalau Pakdhe Wirya
menyayanginya.
49
Waskitha sebagai kepala keluarga sepenuhnya bertanggung
jawab memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
Aku duwe tanggung jawab minangka wong lanang Mbak.
Njaga prajane wong tuwa, lan aweh pangayoman marang
anak bojo”. (Seri 9: 20)
Terjemahan:
Saya mempunyai tanggung jawab sebagai orang laki-laki
Mbak. Menjaga nama orang tua, dan memberi perlindungan
kepada anak istri.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa Waskitha adalah tokoh utama yang selalu tampil dalam setiap
peristiwa dalam cerita. Waskitha merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara, seorang guru di sebuah SMP dan seorang kepala keluarga
yang mempunyai tanggung jawab kepada anak istri.
b) Karakter Bawahan
Karakter bawahan atau karakter minor adalah karakter yang
mendampingi karakter utama dalam berlangsungnya cerita. Karakter
bawahan yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto adalah sebagai berikut:
1. Kunthi
Kunthi adalah istri Waskitha yang memiliki watak setia. Ia
menyambut suaminya yang baru datang dari acara seminar. Hal itu
terbukti pada kutipan berikut ini:
50
“Ngapa ta Mas, lagi wae saka seminar ora katon bingar
malah kepara mangkel. Apa sajake ana sing ora nglegani?”
pitakone Kunthi sisihane sing wis nyepakake banyu anget
neng bak, merga baline Waskitha pancen wis kliwat jam
sanga bengi. (Seri 1:19)
Terjemahan:
“Kenapa sih Mas, baru saja dari seminar tidak kelihatan
gembira malah jengkel. Apa sepertinya ada yang tidak
menyenangkan?” pertanyaan Kunthi istrinya yang sudah
menyiapkan air hangat di bak, karena kepulangan Waskitha
memang sudah di atas jam sembilan malam.
Kunthi yang mempunyai watak optimis dan tidak pernah
memandang sesuatu hanya dari segi materi, terlihat pada kutipan
berikut ini:
Tumrape Kunthi dudu babagan opah sing narik kawigatene,
nanging pengalaman kanggo nggladhi kapercayan dhiri ing
jiwa wiraswasta. (Seri 1:42)
Terjemahan:
Bagi Kunthi bukan upah yang menarik perhatiannya, tetapi
pengalaman untuk melatih kepercayaan diri di jiwa
wiraswasta.
Karakter Kunthi yang gigih dan tekun membuatnya selalu
bersyukur dengan apa yang dia peroleh. Hal ini terbukti pada
kutipan berikut:
Atine mongkog opah saka kabisane kena nggo slempitan
tukon jajane Wisnu sithik-sithik. Sing baku dadi wong urip
aja wegah kangelan. Rejeki kuwi ngendi papan bakal
nggoleki waton manungsa gelem taberi. Ora perlu gengsi
dinulu liyan, sing baku kabeh dilakoni kanthi halal. Kunthi
ora rumangsa cilik ati. (Seri 1:42)
51
Terjemahan:
Hatinya bangga upah dari bakatnya berguna untuk tambahan
jajan Wisnu sedikit-sedikit. Yang penting jadi orang hidup
jangan tidak mau kesulitan. Rejeki itu dimana saja ada
asalkan manusia mau berusaha. Tidak perlu gengsi dilihat
orang lain, yang penting semua dilakukan dengan halal.
Kunthi tidak merasa kecil hati.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Kunthi merupakan
istri Waskitha yang setia, tidak pernah mengeluh, dan merupakan
sosok yang ulet dan terampil.
2. Wisnu
Wisnu adalah anak Waskitha dan Kunthi yang berusia sekitar
lima tahun dan belum sekolah. Es krim merupakan makanan
kegemaran Wisnu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
Wisnu anake lanang sing isih umur limang taun mara njaluk
pangku lan nyuwun diwarahi nggambar. (Seri 2: 20,42)
Terjemahan:
Wisnu anak laki-lakinya yang masih berumur lima tahun
menghampiri dan meminta diajarkan menggambar.
Makanan kesukaan Wisnu adalah es krim dapat dilihat pada
kutipan di bawah ini:
Sadurunge bali, kanggo nglipur atine Wisnu dijak mlebu toko
swalayan. Bocah kuwi karemane es krim, dijarake milih sing
disenengi. (Seri 11:42)
52
Terjemahan:
Sebelum pulang, untuk menghibur hatinya Wisnu diajak
masuk toko swalayan. Anak itu kesukaannya es krim,
dibiarkan memilih mana yang disukai.
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Wisnu merupakan anak semata wayang Waskitha dan
Kunthi yang berumur lima tahun.
3. Eyang Wira
Eyang Wira adalah seorang pemuka yang disegani di desa
Waskitha. Eyang Wira mempunyai kelebihan di bidang
kepengarangan sastra Jawa dan gemar menulis. Hal itu terdapat
pada kutipan berikut ini:
Eyang Wira kuwi paraga sing tresna banget marang Basa
Jawa. Nadyan panjenengane klebu priyayi nanging tetep
kerep nyerat artikel babagan sastra Jawa. (Seri 1:19)
Terjemahan:
Eyang Wira itu sosok yang sangat mencintai Bahasa Jawa.
Meskipun beliau termasuk orang terkemuka tetapi tetap
sering menulis artikel tentang sastra Jawa. (Seri 1: 19)
Berdasarkan kutipan di atas maka Eyang Wira adalah sosok
yang mempunyai kelebihan di bidang kesastraan dan kebudayaan
Jawa.
53
4. Pakdhe Wirya
Pakdhe Wirya merupakan orang yang dituakan di desa selain
Eyang Wira. Pakdhe Wirya memiliki watak adil dan bijaksana. Hal
ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Sliramu ora perlu was sumelang Dhik. Penggalihe Pakdhe
Wirya kuwi ora kaya panemune budhe. Adoh sungsate.
Mesthine sliramu wis isa nggagapi saka solah bawa yen
Pakdhe Wirya kuwi luwih wicaksana ketimbang Budhe
Wirya”. (Seri 5:20)
Terjemahan:
“Kamu tidak perlu khawatir Dhik. Pemikiran Pakdhe Wirya
itu tidak seperti pendapat Budhe. Jauh selisihnya. Pastinya
kamu sudah bisa menilai dari sikap dan perilakunya kalau
Pakdhe Wirya itu lebih bijaksana daripada Budhe Wirya.”
Berdasarkan kutipan di atas maka Pakdhe Wirya merupakan
orang yang memiliki watak adil dan bijaksana.
5. Budhe Wirya
Budhe Wirya sering gegabah dan tergesa-gesa dalam
bertindak. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Ning prayogaku nak Waskitha menawa wis ana rejeki angur
ndang golek lemah dhisik. Dak kira wektu telung sasi wis
kena kanggo ancang-ancang mandhiri lo Nak. Pegawe
negeri kaya sliramu kuwi dak kira ora perlu bingung, wis
ana sing dijagakake. Ya mung sliramu kuwi kurang kendel
kaya kanca-kancane”, panyelane Budhe Wirya. (Seri 5: 20)
Terjemahan:
“Tetapi menurutku nak Waskitha jika sudah ada rejeki lebih
baik segera mencari tanah dahulu. Saya kira waktu tiga bulan
sudah bisa untuk bersiap-siap mandiri lo Nak. Pegawai negeri
seperti kamu itu saya kira tidak perlu bingung, sudah ada
yang dijagakan. Kamu itu hanya kurang berani seperti teman-
teman,” sela Budhe Wirya.
54
Berdasarkan kutipan di atas maka Budhe Wirya merupakan
sosok yang gegabah dan memberikan solusi yang kurang tepat.
6. Suryani
Suryani merupakan putri Pakdhe Wirya. Walaupun bukan
saudara kandung perhatian Suryani kepada Waskitha melebihi
perhatian kepada saudaranya sendiri. Hal itu terdapat pada kutipan
berikut:
[...] Nadyan pernahe nak ndulur ning kawigatene ngluwihi
sedulure dhewe. [...] (Seri 9: 20)
Terjemahan:
[...] Walaupun pernahnya saudara sepupu tetapi perhatiannya
melebihi saudaranya sendiri. [...]
Mendengar ucapan Waskitha, Suryani teringat pada mantan
suaminya tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan rumah
tangganya berakhir bubar. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Diwangsuli ngono kuwi atine Suryani dadi kendho. Kelingan
lelakone omah-omah ora temanja kaya sing digantha. Ah
kena apa guru lakine ora duwe tanggung jawab kaya sing
diucapake dening Waskitha. (Seri 9:20)
Terjemahan:
Dijawab begitu hati Suryani menjadi lemah. Teringat
pengalaman rumah tangganya yang tidak seperti yang
55
diimpikan. Ah kenapa suaminya tidak memiliki tanggung
jawab seperti yang diucapkan oleh Waskitha.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryani merupakan putri
Pakdhe Wirya yang sudah menjadi janda. Meskipun antara Suyani
dan Waskitha merupakan saudara sepupu, tetapi perhatian Suryani
melebihi saudara kandungnya sendiri.
7. Paijo
Paijo merupakan tukang kebun di rumah Pak Wirya, dartang
ke rumah Waskitha. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
[...] Ora pangling sing teka, yaiku Paijo tukang kebone Pak
Wirya wis mundhuk-mundhuk nalika dheweke mbukak
lawange. (Seri 6: 20)
Terjemahan:
[...] Tidak keliru yang datang, yaitu Paijo tukang kebun Pak
Wirya sudah menunduk ketika ia membuka pintu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Paijo merupakan tukang
kebun Pakdhe Wirya.
8. Pak Warih
Pak Warih merupakan ayah Waskitha. Usianya tujuh puluh
tahun lebih. Hal itu terbukti pada kutipan berikut:
Wong lanang wis ngunduri umur kliwat pitung puluh taun
kuwi nyruput wedange, ambegan landhung ing sela-sela
watuke sing wis rada kendho. (Seri 4:19)
56
Terjemahan:
Pria yang sudah berumur tujuh puluh tahun lebih itu
meminum kopinya, menghela napas di sela-sela batuknya
yang sudah agak mereda.
Pak Warih senang memberi nasihat kepada anak-anaknya. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Umpama dituruti wong tuwa sing wis ngunduri tuwa kuwi
anggone ngudhal wewarah ora bakal ana enteke. Kamangka
yen nglakoni dhewe ya ora isa. Sing enom kudu nglenggana.
(Seri 4:19)
Terjemahan:
Upama dituruti orang tua yang sudah berusia senja itu
memberi nasihat tidak akan ada habisnya. Padahal kalau
melakukan sendiri juga tidak bisa. Yang muda harus
menyadari.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Warih merupakan
ayah Waskitha yang berusia tujuh puluh tahun dan senang memberi
nasihat.
9. Warsiti
Warsiti merupakan adik bungsu Waskitha. Ia masih lajang,
mempunyai watak gampang marah, iri, dan merasa berhak
menempati warisan rumah orang tuanya. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan berikut:
57
Ing batin sing ngrungokake keslenthik atine. Warsiti adhine
sing ragil wektu iki isih legan. Wong tuwa wis nggadhang
keprabon kanggo dheweke. Dheweke wis apal lambe atine
adhine, cugetan, merinan lan rumangsa duwe wewenang
nglungsur keprabon. (Seri 4: 19)
Terjemahan:
Dalam batin yang mendengarkan tersindir hatinya. Warsiti
adik bungsunya waktu ini masih bujang. Orang tua sudah
memutuskan rumah mereka untuk ia. Ia hafal watak adiknya,
mudah emosi, iri dan merasa mempunyai wewenang
menempati rumah warisan.
Berdasarkan kutipan di atas maka Warsiti merupakan adik
ketiga Waskitha yang berwatak mudah marah, iri, dan merasa
berhak mewarisi rumah orang tuanya.
10. Wangsit
Wangsit merupakan adik kedua Waskitha. Karakter Wangsit
yaitu bila sudah marah tidak ada orang lain yang mampu
meredamkan amarahnya, sekalipun Waskitha kakaknya sendiri. Hal
itu terdapat pada kutipan berikut:
Krungu kabar kakange diperkarani karo bocah-bocah
mendeman kuwi, Wangsit sakala muntab. (Seri 13:20)
Terjemahan:
Mendengar kabar kakaknya diganggu oleh anak-anak mabuk
tersebut, Wangsit seketika marah.
Kabar perkelahian antara Wangsit dan anak buah Joko Luwak
kemudian menyebar, dan Wangsit tidak takut jika Joko Luwak
tidak terima. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Pendhak dina kabar dredah kuwi wis dadi caturane warga
desa. Wangsit wis ora patiya nggagas. Sing dienteni kari siji.
58
Menawa Joko Luwak ora trima arep dirampungi sisan. (Seri
13:47)
Terjemahan:
Hari berikutnya kabar perkelahian tersebut menjadi
pembicaraan warga desa. Wangsit tidak memperdulikan.
Yang ditunggu tinggal satu. Jika Joko Luwak tidak terima
akan diselesaikan juga.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wangsit merupakan adik
kedua Waskitha yang memiliki karakter mudah marah yang sulit
dikendalikan.
11. Winarsih
Winarsih adalah kakak pertama Kunthi. Winarsih senang
membicarakan keburukan orang lain dan menutupi keburukannya
sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
[...] Dheweke ngerti lambe atine mbakyune sing seneng
nyacat alane liyan lan nutupi cewede dhewe. Nganggep
manawa apa sing dilakoni kuwi wis rumangsa pantes lan
kena dadi patuladhan. (Seri 6:19)
Terjemahan:
[...] Dia mengerti kata hati kakaknya yang senang
membicarakan keburukan orang lain dan menutupi
keburukannya sendiri. Menganggap bahwa yang dilakukan
itu sudah pantas dan bisa dijadikan contoh.
59
Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarsih merupakan kakak
pertama Kunthi yang memiliki keegoisan tinggi dan senang
membicarakan keburukan orang lain.
12. Pak Dwija
Pak Dwija merupakan teman guru Waskitha. Sebagai guru
bahasa Jawa Pak Dwija juga memperhatikan perkembangan
kesastraan Jawa. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini:
Teka sekolahan sing takon dhisik dhewe Pak Dwija.
Minangka guru Basa Jawa sithik-sithik duwe kawigaten
marang Waskitha saben mentas ana acara kang magepokan
karo theg kliwere kasusastran Jawa. Mung emane saben mentas takon, ya mung kemedal ing lathi thok wae. Bakda
kuwi ya wis ora sambung apa dene cawe-cawe kanggo
miyaki dalan sateruse. (Seri 1: 20)
Terjemahan:
Sampai di sekolah yang bertanya paling dahulu Pak Dwija.
Sebagai guru Bahasa Jawa sedikit-sedikit mempunyai
perhatian kepada Waskitha setiap mengikuti acara yang
berkaitan dengan seputar kesastraan Jawa. Hanya sayangnya
setiap habis bertanya, berhenti di ucapan saja. Setelah itu ya
sudah tidak sambung apalagi ikut campur untuk membuka
jalan selanjutnya.
Berdasarkan kutipan di atas maka Pak Dwija merupakan rekan
kerja Waskitha dan mengajar Bahasa Jawa, serta mempunyai
kepedulian terhadap perkembangan sastra Jawa.
13. Wening
Wening merupakan teman guru Waskitha dan mengajar di
sekolah yang sama. Wening pernah menaruh hati kepada Waskitha,
namun Waskitha sudah memiliki pilihan lain yaitu Kunthi. Wening
masih lajang, ia berperawakan menarik serta sikap yang baik. Hal
itu terdapat pada kutipan berikut:
60
Pancen nalika dheweke mlebu makarya neng sekolahan kono
Wening kuwi tau mambu ati karo Waskitha, nanging eman
priya sing diidham-idhamake kuwi wis duwe kenya pilihan
satemah rasa cuwa tansah ginawa ing telenge ati. Tujune
wae anggone nandur katresnan durung pati jero. Tumrap
Wening anggone kelangan Waskitha mujudake koncatan
tresna sing kaping pindho. Ora ana sing ngerti kena apa
padha ora nglanggati tresnane kenya kuwi. Kamangka
Wening kuwi samubarange ora nguciwani, wiwit rupa, dedeg
engga unggah-ungguh sarwa nengsemake. (Seri 2: 43)
Terjemahan:
Memang ketika dia masuk bekerja di sekolahan tersebut
Wening itu pernah menaruh hati kepada Waskitha, tetapi
sayang pria yang diidam-idamkannya itu sudah mempunyai
gadis pilihan sehingga rasa kecewa selalu terbawa di dalam
hati. Untung saja cintanya belum begitu dalam. Bagi Wening
kehilangan Waskitha merupakan kehilangan cinta yang kedua
kali. Tidak ada yang tahu kenapa tidak ada yang menanggapi
cinta gadis itu. Padahal dari keseluruhan Wening itu tidak
mengecewakan, mulai rupa, perawakan serta perilaku serba
menarik.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wening merupakan rekan
kerja Waskitha yang masih lajang dan pernah jatuh cinta pada
Waskitha.
14. Pak Nur Sholeh
Pak Nur Sholeh merupakan kepala sekolah baru di SMP
tempat Waskitha bekerja. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
Waskitha mung mesem tipis karo ndhingkluk sajak ana sing
disingidake ing telenging atine. Nanging mung sedhela,
agahan ndengengek mbales eseme Pak Nur Sholeh, kepala
sekolah anyar. (Seri 5: 19)
Terjemahan:
Waskitha hanya tersenyum tipis sambil menunduk seperti ada
yang disembunyikan di hatinya. Tetapi hanya sebentar,
61
menatap dan membalas senyum kepada Pak Nur Sholeh,
kepala sekolah baru.
Pak Nur Sholeh memiliki kepedulian kepada para bawahannya
termasuk Waskitha. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Kula mireng kabar saking kanca-kanca ing ngriki bilih
panjenengan menika asring pikantuk undangan penataran,
seminar ingkang magepok kalihan basa Jawi. Kula kinten
menawi Pak Waskitha nggayuh gelar sarjana basa Jawi,
asma panjenengan badhe langkung kuncara lan manjila,
amargi mboten geseh kalihan kegiyatan panjenengan”. (Seri
5: 19)
Terjemahan:
“Saya mendengar kabar dari teman-teman di sini bahwa anda
itu sering mendapat undangan penataran, seminar yang
berhubungan dengan bahasa Jawa. Saya kira kalau Pak
Waskitha memperoleh gelar sarjana bahasa Jawa, nama anda
akan lebih terkenal dan unggul, karena tidak berlawanan
dengan kegiatan anda.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nur merupakan kepala
sekolah baru di sekolah tempat kerja Waskitha. Pak Nur Sholeh
memiliki kepedulian yang besar kepada bawahannya.
15. Mas Antok
Mas Antok merupakan penjaga sekolah di SMP tempat
Waskitha bekerja. Ia mengantarkan Pak Gender sampai depan
kantor guru. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Disawang neng ngarep kantor guru katon Mas Antok
penjaga lagi bareng karo Pak Gender. (Seri 15: 20)
Terjemahan:
Dilihat di depan kantor guru kelihatan Mas Antok penjaga
sedang bersamaan dengan Pak Gender.
62
Berdasarkan kutipan tersebut maka Mas Antok merupakan
penjaga sekolah di tempat kerja Waskitha.
16. Pak Tarno
Pak Tarno bertemu dengan Waskitha di pematang sawah
sambil menyaksikan anak-anak bermain layang-layang. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Sesuk nyuwun bapak dipundhutake layangan sing gedhe
nggih Dhik, mumpung ketiga dawa sawahe durung digarap”,
celathune Pak Tarno wis ngadeg neng cedhake lan udut
nglepus, nuli njejeri lungguhe Waskitha neng galengan
sawah. (Seri 9: 43)
Terjemahan:
“Besuk minta bapak dibelikan layangan yang besar ya Dhik,
mumpung kemarau panjang sawahnya belum dikerjakan,”
kata Pak Tarno yang berdiri di dekatnya dan merokok, lalu
menyandingi duduk Waskitha di pematang sawah.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Tarno merupakan
tetangga Waskitha yang bekerja sebagai petani.
17. Bu Tarmidi
Bu Tarmidi senang sekali karena tanahnya dibeli Waskitha.
Meskipun belum dibayar lunas, Bu Tarmidi yang mengurus
pemindahan kepemilikan sertifikat atas nama Waskitha. Hal itu
terdapat pada kutipan berikut:
Luwih-luwih tumrap Bu Tarmidi lan garwane, bareng sing
ngarepake Waskitha bungahe ora jamak. Perkara bayaran
kena diangsur saduwene. Malah ben luwih mantep, nadyan
durung dibayar kes, lemah kuwi diwalikake pisan neng
notaris. Kabeh mau sing ngurusi Bu Tarmidi. (Seri 9:43)
Terjemahan:
Lebih-lebih bagi Bu Tarmidi dan suaminya, yang
menginginkan Waskitha sangat senang. Perkara biaya bisa
diangsur semampunya. Malah biar lebih mantap, walaupun
63
belum dibayar lunas, tanah itu sudah dibaliknamakan di
notaris. Semua itu diurus Bu Tarmidi.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Tarmidi merupakan
orang yang menjual tanahnya kepada Waskitha.
18. Pak Kadus/ Kadus Sumidi
Kadus Sumidi dulunya terkenal kaya karena tanahnya luas. Hal
tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kadus Sumidi biyen kondhang sugihe merga lemahe jembar,
anake telu gagah-gagah dipawiti lemah sebahu. Yen
nedhenge panen wis kaya juragan. Ning saiki wis beda, suda
bandha donyane bareng jaman ana owah-owahan. Lemah
mblangkrah ora kena dijagakake asile. (Seri 2:19)
Terjemahan:
Kadus Sumidi dahulu terkenal kaya karena tanahnya luas,
ketiga anaknya diberi modal tanah sepetak. Jika panen sudah
seperti juragan. Tetapi sekarang sudah berbeda, harta
bendanya menyusut ketika ada perubahan jaman. Hasil tanah
tidak bisa diharapkan.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Kadus Sumidi dulunya
merupakan orang yang kaya karena memiliki tanah yang luas.
19. Bu Kadus
Bu Kadus memiliki sifat penolong dan peduli dengan orang
lain. Bu Kadus mengingatkan Kunthi agar tidak langsung percaya
pada kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah. Hal tersebut
ditunjukkan pada kutipan berikut:
“Menawa atimu kukuh lan ora gampang keli krodhane
emosi, swara kuwi mengko bakal meneng dhewe. Waton
buktine ora ana, aja mbok lebokake ati lan mikirmu aja
kenceng-kenceng. Iki ora ateges aku melu cawe-cawe
babagan ruwet rentenge wong omah-omah. Nanging atiku
ora mentala, sliramu kuwi dadi kapitayanku kok nganti
nampa swara sing ora nggenah pok buntute.” (Seri 17: 43)
64
Terjemahan:
“Jika hatimu teguh dan tidak mudah terbawa emosi, suara itu
nanti akan hilang sendiri. Asalkan buktinya tidak ada, jangan
dimasukkan hati dan jangan terlalu dipikir. Bukan berarti
saya ikut campur masalah rumah tangga orang lain. Tetapi
hatiku tidak tega, jika kamu sebagai orang kepercayaanku
kok sampai menerima suara yang tidak jelas sumbernya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Kadus merupakan
sosok yang peduli terhadap orang lain yang sedang terkena
masalah.
20. Lasmini
Lasmini merupakan teman masa kecil Waskitha. Ia berprofesi
sebagai guru SD. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Wanita nunggal desa anake tilas kamituwa sing dadi mitra
angon jaman cilikane kuwi saiki ya dadi guru SD. Pancen
wis dadi gegayuhane jaman semana, mula anggone sekolah
milih SPG, betheke ngrumangsani anake wong biyasa. (Seri
2: 19-20)
Terjemahan:
Wanita satu desa anaknya mantan kamituwa yang menjadi
teman menggembala ketika kecilnya dahulu itu sekarang juga
menjadi guru SD. Memang sudah menjadi cita-citanya sejak
itu, maka sekolahnya memilih SPG, karena menyadari
anaknya orang biasa.
Lasmini digambarkan berperawakan gemuk, berbeda dengan
sewaktu ia masih gadis. Hal tersebut terdapat pada kutipan:
Jan, jeneng wong wadon kuwi yen ora gelem ngrumati awake
kok ya dadi ora nggenah dadine. Mangka dhek isih prawan
jeneng Lasmini iku pawakane lencir kuning, pipine dhekik.
Bareng saiki yen ngguyu dhekike wis ilang, bangkekane dadi
nawon dowan. (Seri 2: 20)
Terjemahan:
Memang, perempuan itu kalau tidak mau merawat tubuh kok
ya menjadi tidak jelas jadinya. Padahal ketika masih lajang
Lasmini itu perawakannya langsing kuning, lesung pipit.
65
Sekarang kalau tertawa lesung pipitnya sudah hilang,
pinggulnya jadi lebar.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Lasmini merupakan teman
semasa kecil Waskitha, anak seorang kamituwa yang berpofesi
sebagai guru SD.
21. Winarto
Winarto merupakan teman satu desa dengan Waskitha.
Winarto berperawakan kurus ditunjukkan pada kutipan berikut:
Winarto ndhisik awake gering, nanging bareng limalas taun
ora ketemu saiki katon lemu mbethethot, brengose claprang.
(Seri 4:20)
Terjemahan:
Winarto dahulu badannya kurus, tetapi setelah lima belas
tahun tidak bertemu sekarang kelihatan gemuk, kumisnya
tebal.
Winarto mengatakan kalau ia terkena PHK dan belum
mempunyai rumah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Omah rung duwe yen wis digadhang nglungsur keprabon
rak kari ndandani. Awakmu sih luwih beja tinimbang aku.
Omah rung duwe saiki kena PHK. Kono mben sasi wis ana
sing dijagakake, beda karo aku yen ora kemrembyah ora
mangan.” (Seri 4:20)
Terjemahan:
“Rumah belum punya kalau sudah diharapkan menempati
rumah warisan kan tinggal memperbaiki. Kamu masih
beruntung daripada saya. Rumah belum punya sekarang kena
PHK. Situ tiap bulan ada yang dijagakan, beda dengan saya
kalau tidak bergegas tidak makan.
66
Winarto merupakan anak yang cerdas, namun ketika ingin
kuliah orang tuanya tidak mempunyai biaya. Ia memiliki prinsip
akan menempuh kuliah dengan biayanya sendiri. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Dheweke klebu bocah pinter. Mung wae nalika kepengin
kuliyah wong tuwane ora duwe ragad, saengga kanggo
ngragadi adhine sing isih loro dheweke sengaja oncad
kanggo ndandani ekonomine wong tuwane. Dheweke duwe
krenteg anggone kuliyah bakal digoleki nganggo kringete
dhewe, lan bakal mujudake kekudangane wong tuwa anake
lanang isa dadi sarjana sing migunani. (Seri 4:20)
Terjemahan:
Ia termasuk anak yang pandai. Hanya saja ketika ingin kuliah orang tuanya tidak mempunyai biaya, sehingga untuk
membiayai kedua adiknya ia bekerja untuk memperbaiki
ekonomi orang tuanya. Ia bertekad kuliahnya akan dicari
dengan biaya sendiri, dan ingin menjadi anak laki-laki
kebanggaan orang tuanya sebagai sarjana yang berguna.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarto merupakan teman
satu desa dengan Waskitha yang berasal dari keluarga kurang
mampu sehingga lulus SMA langsung mencari pekerjaan di kota.
22. Karto Leging
Karto Leging adalah tetangga Waskitha yang sudah banyak
membantu keluarganya dan bekerja sebagai kuli angkut di pasar.
Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Wong lanang kuwi akeh labuh-labete marang kulawargane
nadyanta mung dadi tukang rewang. Saben-saben wong
tuwane ana kretheg-kretheg sing dadi sapu kawate tenaga
nggo ngrampungake pakaryan ya dheweke tanpa ngreken
bayaran. Arang krungu Karto Leging golek utangan, nadyan
pakaryane mung dadi kuli gendhong turut pasar. (Seri 3: 45)
Terjemahan:
Orang laki-laki itu banyak mengabdi kepada keluarganya
walaupun hanya menjadi tukang bantu. Sewaktu-waktu orang
67
tuanya memiliki pekerjaan yang menjadi tenaga untuk
menyelesaikan pekerjaan ya ia tanpa menghitung upah.
Jarang terdengar Karto Leging mencari hutangan, walaupun
pekerjaannya hanya menjadi kuli gendong di pasar.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging merupakan
tetangga Waskitha yang bekerja sebagai kuli angkut di pasar dan
sering membantu keluarga Waskitha.
23. Pak RT
Pak RT datang ke rumah Waskitha bersama Karto Leging.
Oleh Kunthi disuguh tahu petis dan pisang molen. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut:
Mbarengi Karto Leging lan Pak RT teka, Kunthi ngetokake
nyamikan tahu petis lan gedhang molen sing tuku ana pasar
malem mentas wae. (Seri 7: 20)
Terjemahan:
Bersamaan Karto Leging dan Pak RT datang, Kunthi
mengeluarkan makanan tahu petis dan pisang molen yang
dibeli di pasar malam baru saja.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak RT datang ke rumah
Waskitha ditemani Karto Leging.
24. Sulijah
Sulijah adalah janda beranak satu yang berjualan di warung
setiap hari. Ia senang bergurau sehingga lelaki manapun bisa saja
tergoda. Sulijah berparas cantik, hitam manis, dan bertubuh sedang.
Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
68
Sulijah pancen wong wedok sing seneng sembrana parikena
lan sok lemeran yen sing dijak sembranan mangan unjale.
Aja maneh statuse Sulijah wektu iki randha anak siji sing
jare bapake ora nggenah sapa. Mula ora mokal menawa
warung kuwi saben ndina dinggo jujugan wong lanang sing
sok kepengin mambu tai kucing. Apameneh rupane Sulijah
pancen ora nguciwani. Ireng manis, awake rada weweg
nadyan dedege rada endhek, ning yen disawang solahe
tregal-tregel kaya ora tau nesu ndadekake wong lanang
gregeten kaya kepengin nyiwel pipine sing empluh.
Sandhangan sing dinggo sarwa ngepas, kaos molor
ndadekake lekuk-lekuk awake katon cetha. (Seri 12: 20)
Terjemahan:
Sulijah memang wanita yang senang bercanda dan sok
menurut jika yang diajak ceroboh dalam berucap. Jangan lagi
statusnya Sulijah waktu ini janda anak satu yang kabarnya
bapaknya tidak jelas siapa. Maka tidak heran kalau warung
itu setiap hari dijadikan tempat tujuan orang laki-laki yang
sok berkeinginan mencium kotoran kucing. Hitam manis,
perawakannya berisi walaupun agak pendhek, tetapi kalau
dilihat tingkahnya tregal-tregel seperti tidak pernah marah
membuat orang laki-laki geregetan seperti ingin mencubit
pipinya yang putih. Pakaian yang dipakai serba ketat, kaos
molor menjadikan lekak-lekuk tubuhnya terlihat jelas.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah merupakan janda
beranak satu yang berjualan di warung setiap hari.
25. Joko Luwak
Joko Luwak adalah pemuda penggangguran di kampung
Waskitha. Ia gemar minum-minuman keras, judi, dan keluyuran di
jalan. Hal itu sesuai dengan kutipan berikut:
[...] Nanging durung nganti muter sepedha motore, kedadak
wong lanang numpak RX King mandheg neng ngarepe.
Jenenge Joko Luwak. Pawakane dhempal rembuge sugal,
gaweyane saben dina mung kluyuran dalan, adu jago, main,
ngombe. (Seri 7: 19)
69
Terjemahan:
[...] Tetapi belum sampai mumutar sepeda motornya, orang
laki-laki naik RX King mendadak berhenti di depannya.
Namanya Joko Luwak. Perawakannya tegap bicaranya
bengis, kerjaannya setiap hari hanya keluyuran di jalan,
mengadu jago, judi, mabuk.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Joko Luwak merupakan
seorang pemuda pengangguran yang gemar meminum minuman
keras, berjudi dan sering memalak orang di jalan.
26. Listyani
Listyani, merupakan adik Joko Luwak, datang ke rumah
Waskitha ketika sore hari. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
Lagi wae mangan sore, dumadakan neng njaba ana wanita
numpak Vario mandheg neng ngarep omah. Listyani, adhine
Joko Luwak. Praupane katon abang ireng. (Seri 7: 20)
Terjemahan:
Ketika makan sore, mendadak di luar ada wanita naik Vario
berhenti di depan rumah. Listyani, adik Joko Luwak.
Wajahnya terlihat malu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Listyani merupakan adik
Joko Luwak.
27. Pak Sukra
Pak Sukra merupakan ayah Joko Luwak dan Listyani yang
bekerja sebagai rentenir. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
70
“Pak Sukra kuwi lintah darat. Anakane njiret gulu. Dhuwit
rung ditampa wis kepotong sepuluh persen. Anak ra diangsur
dadi embok”, Kunthi numpangi gunem. (Seri 3:45)
Terjemahan:
“Pak Sukra itu lintah darat. Bunganya menjerat leher. Uang
belum diterima sudah dipotong sepuluh persen. Anak tidak
diangsur menjadi induk,” Kunthi menambahkan.
Pekerjaan Pak Sukra sebagai rentenir juga diperjelas pada
kutipan berikut:
“Apa atimu kurang percaya karo kejujuranku, dupeh
gaweyanku motangke dhuwit? Pikiren dhisik ora perlu
kesusu. Yen kurang percaya, iki ana dhuwit sayuta kanggo
persekot kesanggupan nyambut gawe bareng”, Pak Sukra
isih nyoba ngepek atine, karo nyelehke dhuwit sayuta
semeleh neng ndhuwur meja. (Seri 8: 43)
Terjemahan:
“Apa hatimu kurang percaya dengan kejujuranku, karena
pekerjaanku meminjamkan uang? Pikirkan dahulu tidak perlu
tergesa-gesa. Kalau kurang percaya, ini ada uang sejuta untuk
tanda jadi kesanggupan bekerja sama,” Pak Sukra masih
mencoba merebut hatinya, sambil menaruh uang sejuta di
atas meja.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sukra merupakan ayah
Joko Luwak yang sering meminjamkan uangnya (rentenir).
28. Penjual jamu
Bakul jamu berjualan di gardu dekat swalayan, dijumpai
Waskitha saat ia mencari tempat berteduh. Penjual jamu tersebut
agak centil meskipun usianya sudah paruh baya. Hal tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
71
Waskitha ora isa nulak nalika mbakyu bakul jamu kuwi wis
nyilingake beras kencur neng gelas. Karo mesam-mesem
dirahapi dadi sawangane wong akeh. Ora let sedhela tibake
wong lanang ing cedhake ya melu pesen nggo ngilangi rasa
nglangut. Bakule rada kemayu nadyan umure wis rada tuwa.
(Seri 3:20)
Terjemahan:
Waskitha tidak bisa menolak ketika penjual jamu itu sudah
meracik beras kencur di gelas. Dengan senyam-senyum
otomotis menjadi perhatian banyak orang. Tidak lama
ternyata orang laki-laki di dekatnya juga ikut memesan untuk
menghilangkan rasa suntuk. Penjualnya agak centil walaupun
umurnya sudah agak tua.
Berdasarkan kutipan tersebut maka penjual jamu merupakan
sosok wanita paruh baya yang bertingkah agak centil.
29. Mino Kompreng
Mino Kompreng berprofesi sebagai tukang ojeg. Ia merupakan
teman Waskitha di kalangan budaya. Waskitha mengojeg dan
diantarkan sampai di halaman rumah. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Ojege tekan plataran omah. Dhuwit lembaran puluhan ewon
diulungake. Angkahe Mino Kompreng emoh nampa, merga
ngelingi wis tau dadi kanca ing kalangane ulah budaya. (Seri
3:45)
Terjemahan:
Ojeknya sampai halaman rumah. Uang lembaran puluhan
ribu diberikan. Niatnya Mino Kompreng tidak menerima,
karena mengingat sudah pernah menjadi teman di kalangan
budaya.
72
Berdasarkan kutipan tersebut maka Mino Kompreng
merupakan teman Waskitha di kalangan budaya dan memiliki
profesi sampingan sebagai tukang ojek.
30. Bendhol
Bendhol merupakan anak buah Joko Luwak. Wangsit
menghajar Bendhol karena sudah menggganggu Waskitha. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Swara Yamaha bebek ngenther banter tanpa sarangan
knalpot. Sing krungu padha noleh. Wangsit. Tanpa cluluk,
agahan mudhun saka sepedha motore trengginas mencolot
nendhang Bendhol sakayange. Tungkake oleh dhadha. Kang ketiban tungkak durung pulih larane wis mbengok sambat
meneh mencelat tiba kedhungsang-dhungsang nganti awake
semampir neng tanggul, pundhak sak sirahe mbleseg neng
kalenan. (Seri 13: 47)
Terjemahan:
Suara Yamaha bebek terdengar keras tanpa peredam knalpot.
Yang mendengar menoleh. Wangsit. Tanpa basa-basi, segera
turun dari sepeda motornya dengan lincah melompat
menedang Bendhol sekuatnya. Tungkaknya mendapat dada.
Yang terkena tungkak belum pulih sakitnya sudah teriak lagi
jatuh sampai badannya menyangkut di tanggul, pundak dan
kepalanya jatuh di parit.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bendhol merupakan anak
buah Joko Luwak yang dihajar Wangsit habis-habisan di dekat
tanggul karena hendak menghajar Waskitha.
31. Dua pemuda suruhan Joko Luwak
Joko Luwak yang kurang terima menyuruh dua orang anak
buahnya untuk menghajar Waskitha karena uang dua puluh ribu.
Kedua pemuda suruhan Joko Luwak tersebut berambut gondrong
disemir merah hijau. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
73
Lagi enak-enak lengekan, dumadakan ana sepedha motor
protholan mandheg neng cedhake. Swara mesine gawe
kuping gatel. Nom-noman loro kuwi rambute gondrong
disemir abang ijo, sandhangane pating sranthil, tingkahe
briga-brigi. Sing siji mudhun, jumangkah nyedhaki lungguhe
Waskitha tanpa subasita. Seri 13: 47)
Terjemahan:
Sedang enak-enak santai, mendadak ada sepeda motor
pretelan berhenti di dekatnya. Suara mesinnya membuat
telinga gatal. Kedua pemuda itu berambut panjang disemir
merah hijau, pakaiannya awut-awutan, tingkahnya briga-
brigi. Yang satu turun, melangkah mendekati duduk
Waskitha tanpa tata krama.
Berdasarkan kutipan tersebut maka dua pemuda suruhan Joko
Luwak tersebut tidak mempunyai sopan santun dan hendak
menghajar Waskitha.
32. Jumeno
Jumeno merupakan teman sekolah Kunthi yang pernah
menaruh hati. Jumeno berkunjung ke rumah Kunthi pada suatu sore
hari. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Ngadhepke srengenge ngglewang ngulon ana Kijang Innova
klawu mandheg ana ngarepan omah. Agahan Kunthi marani
sing lagi mudhun lan ora let sedhela wis keprungu uluk
salam. Atine rada nratab sethithik, mergane sing lagi teka
kuwi Jumeno. Priya kanca sekolah sing ndhisik tau mambu
ati. [...] (Seri 6:43)
Terjemahan:
Menghadapkan matahari terbenam di barat ada Kijang Innova
abu-abu berhenti di depan rumah. Segera Kunthi
menghampiri yang baru turun dan tidak berselang lama sudah
terdengar ada yang memberi salam. Hatinya agak bergetar,
karena yang baru datang itu Jumeno. Pria teman sekolah yang
dahulu pernah menaruh hati. [...]
Selain wajahnya yang rupawan Jumeno mahir merangkai kata
untuk memikat wanita. Hal itu terdapat pada kutipan berikut ini:
74
[...] Jumeno pancen pinter gawe ukara sing marahi luluhe ati
wanita. Rupane sing bagus, lan kedunungan bandha bisa
dindelake ana ngarepe kanca sing padha kepranan. (Seri 11:
42)
Terjemahan:
[...] Jumeno memang pintar merangkai kata yang membuat
hati wanita luluh. Wajahnya tampan, dan memiliki harta yang
bisa dipamerkan di depan teman yang sedang terpikat.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno merupakan
seorang yang sukses, berwajah tampan, dan teman sekolah Kunthi
yang pernah menaruh hati.
33. Santi
Santi merupakan adik kelas Kunthi waktu SMP. Ia datang ke
rumah Kunthi mengatarkan Jumeno. Hal ini dapat dilihat pada
kutipan berikut:
Atine rada nratab sethithik, mergane sing lagi teka kuwi
Jumeno. Priya kanca sekolah sing ndhisik tau mambu ati. Ing
sisihe katon Santi kang ndhisik uga tau adhik kelas ing SMP.
(Seri 6: 43)
Terjemahan:
Hatinya agak bergetar sedikit, karena yang baru datang itu
Jumeno. Pria teman sekolah yang dulu pernah menaruh hati.
Di sampingnya terlihat Santi yang dulu juga pernah menjadi
adik kelas SMP.
75
Berdasarkan kutipan tersebut maka Santi merupakan adik kelas
Kunthi semasa SMP dan datang mengantarkan Jumeno.
34. Wirasthi
Wirasthi merupakan teman Waskitha sewaktu kuliah diploma
dua. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
[...] Waskitha kaget nalika driji alus sing ndemek pundhake
saka mburi iku jebul Wirasthi. Wanita ayu sing tau dadi
kanca sekolah rong puluh taun kepungkur. (Seri 8:19)
Terjemahan:
[...] Waskitha terkejut ketika tangan halus yang menyentuh
pundaknya dari belakang itu ternyata Wirasthi. Wanita cantik
yang pernah jadi teman sekolah dua puluh tahun yang lalu.
Wirasthi berprofesi sebagai dosen dan telah memperoleh gelar
strata 2, terbukti pada kutipan berikut:
“Gene wis isa mbadhe. Dheweke saiki wis duwe gelar S2,
kepara dadi dhosen barang. Garwane kontraktor sing
nduweni koneksi neng luar negeri.” (Seri 8:19)
Terjemahan:
“Nyatanya sudah bisa menebak. Ia sekarang sudah
memperoleh gelar S2, malah sudah menjadi dosen. Suaminya
kontraktor yang mempunyai koneksi di luar negeri.”
Wirasthi berparas rupawan, kulit putih, berperawakan sedang,
dapat dilihat pada kutipan berikut:
76
Sapa sing ora kepranan marang Wirasthi sing medhar
makalah Seni Tradhisi isih moncer. Praupane ayu, kulit
putih, dedege sedheng, rambut dawa ireng njanges ditali siji
mbuntut jaran. (Seri 8: 19)
Terjemahan:
Siapa yang tidak tertarik kepada Wirasthi yang menjelaskan
makalah Seni Tradisi masih lancar. Wajahnya cantik, kulit
putih, badannya sedang, rambut panjang hitam ditali satu
seperti ekor kuda.
Wirasthi merupakan mantan kekasih Waskitha, ia selalu ingin
mencari kesempatan untuk berdekatan dengan Waskitha, dan
sekarang ia menjadi dosen pembimbing Waskitha. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Satemene Wirasthi kepengin nggunakake kalodhangan kaya
ngono kuwi kanggo mecaki dina-dina kang wis kliwat. Dina
kang tau dadi kembang kamulyan ing jiwane, nanging uga
mujudake dina sing tau dadi pinggete ati. (Seri 21:19)
Terjemahan:
Sebenarnya Wirasthi ingin menggunakan kesempatan seperti
itu untuk mengulang hari-hari yang telah lalu. Hari yang
pernah menjadi kebahagiaan di jiwanya, tetapi juga
merupakan hari yang pernah menjadi luka di hati.
77
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wirasthi merupakan
mantan kekasih Waskitha semasa kuliah diploma dua, yang
sekarang menjadi dosen Waskitha.
35. Tutik
Sama halnya dengan Wirasthi, Tutik juga merupakan teman
kuliah Waskitha. Tutik berasal dari Madiun. Hal itu terbukti pada
kutipan berikut:
“ [...]”, suwarane Tutik saka mburi. Wanita asal Madiun
kuwi saiki pawakane tambah aking lan pencerete luwih
katon tuwa ketimbang Wirasthi. (Seri 8: 19)
Terjemahan:
“ [...] ”, suara Tutik dari belakang. Wanita dari Madiun itu
sekarang badannya makin kurus dan terlihat lebih tua
dibandingkan Wirasthi.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Tutik juga teman kuliah
Waskitha yang berasal dari Madiun.
36. Pak Gunawan
Pak Gunawan merupakan dosen pembimbing kedua Waskitha
setelah Wirasthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Anggone rembugan kapunggel, merga Waskitha agahan
mlebu neng ruwangane Pak Gunawan minangka Dhosen
Pembimbing loro sawise salah sijine mahasiswa menehi
kodhe supaya ndang mlebu. (Seri 22: 20)
78
Terjemahan:
Percakapannya terhenti, karena Waskitha segera masuk ke
ruangan Pak Gunawan sebagai Dosen Pembimbing kedua
setelah seorang mahasiswa memberi kode supaya cepat
masuk.
Pak Gunawan merupakan dosen yang sangat teliti. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Pak Gunawan klebu Dhosen Basa Jawa sing gemet lan tlesih
temenan anggone njlimeti skripsi, prasasat mung kurang sak
hurup wae diwenehi cawing, uga panyigeke tembung lan
sapanunggalane. (Seri 22: 20)
Terjemahan:
Pak Gunawan termasuk Dosen Bahasa Jawa yang sangat
tekun dan teliti dalam mengoreksi skripsi, ibarat hanya
kurang satu huruf saja diberi centang, juga tanda akhir kata
dan sebagainya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gunawan adalah dosen
pembimbing kedua Waskitha yang sangat teliti dalam mengoreksi
skripsi.
37. Pak Wijaya
Pak Wijaya merupakan ayah Wirasthi, bertemu dengan
Waskitha di rumah Wirasthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
79
[...] ” ngendikane priyayi kakung kang rikmane wis katon
mabluk putih sing ora liya bapake Wirasthi asmane Pak
Wijaya. (Seri 21:20)
Terjemahan:
[...]” kata orang laki-laki yang rambutnya sudah rata putih
yang tidak lain bapaknya Wirasthi namanya Pak Wijaya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Wijaya merupakan
ayah Wirasthi.
38. Parno
Parno merupakan teman baru Waskitha sesama pengarang.
Suatu sore Parno datang ke rumah Waskitha dengan maksud
mengajak Waskitha untuk menjadi juri dalam lomba membaca
geguritan yang akan diadakan oleh Forum Sastra. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut:
Yen diuja anggone crita ngalor ngidul ora ana cuthele,
nganti ora krasa wis meh Maghrib wektune. Dene intine
Parno teka ing kono mung njaluk tulung Waskitha dadi juri
lomba geguritan sing dianakake nganggo jeneng Forum
Sastra kang diembani dening Parno lan kanca-kancane. (Seri
2: 43)
Terjemahan:
Kalau dituruti ceritanya kesana-sini tidak ada habisnya,
hingga tidak terasa waktu sudah hampir Maghrib. Intinya
kedatangan Parno bermaksud meminta tolong Waskitha
menjadi juri lomba geguritan yang diadakan oleh Forum
Sastra yang diurus oleh Parno dan teman-temannya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Parno merupakan rekan
baru Waskitha di kalangan sastra yang tergabung dalam Forum
Sastra.
80
39. Pak Nugraha
Pak Nugraha adalah pemerhati kebudayaan dan kesastraan
Jawa, bertemu dengan Waskitha pada saat acara lomba membaca
geguritan yang diselenggarakan oleh Forum Sastra. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Dheweke wis ngerti bothekane Pak Nugraha nadyan anggone
paseduluran mung kaceneng saka anggone padha nresnani
donyane kasusastran. (Seri 3:19
Terjemahan:
Dia sudah tahu kehidupan Pak Nugraha meskipun
persaudaraan mereka hanya terikat karena sama-sama
mencintai dunia kesastraan.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nugraha merupakan
seorang pemerhati kesastraan.
40. Pak Sudigdo
Pak Sudigdo adalah kenalan baru Waskitha pada acara
Revitalisasi Budaya Jawa di Taman Budaya Surakarta. Pak
Sudigdo sudah agak tua, tetapi dia kelihatan segar bugar. Hal
tersebut terbukti pada kutipan berikut:
Merga tekane wis klebu Waskitha oleh kanca jenenge
Sudigdo. Priyayine wis rada sepuh nanging ing pasuryane
isih katon gagah lan semringah. (Seri 16: 19)
81
Terjemahan:
Karena datangnya sudah termasuk Waskitha mendapat teman
bernama Sudigdo. Orangnya sudah agak tua tetapi wajahnya
masih terlihat gagah dan segar bugar.
Waskitha dan Pak Sudigdo berasal dari daerah sama sehingga
keduanya cepat akrab yang ditunjukkan pada kutipan berikut:
Merga duwe asal kang padha antarane Waskitha lan Pak
Sudigdo ndadekake anggone tetepungan wis krasa raket.
(Seri 16: 19)
Terjemahan:
Karena berasal dari daerah sama antara Waskitha dan Pak
Sudigdo menjadikan perkenalan mereka sudah terasa dekat.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sudigdo bertemu
Waskitha dalam acara seminar di Taman Budaya Surakarta.
Keduanya berasal dari daerah yang sama.
41. Nuning
Waskitha bertemu dengan Nuning pada hari kedua penataran
di Taman Budaya Surakarta. Nuning merupakan lulusan ISI,
berasal dari Wonogiri. Hal tersebut terurai dalam kutipan berikut:
Dina candhake Waskitha isih ketemu karo Nuning mitra
penataran saka Wonogiri. Wanita manis sing pasemone
tregal-tregel lan renyah wicarane kaya Dewi Srikandhi kuwi
nyalami kenceng. Dedeg piyadege sedheng kulite nemu
giring. Lulusan ISI kuwi awake katon luwih seger tinimbang
setengah taun kepungkur. (Seri 16: 19)
Terjemahan:
82
Hari berikutnya Waskitha bertemu dengan Nuning mitra
penataran dari Wonogiri. Wanita manis yang tingkahnya
tregal-tregel dan ramah bicaranya seperti Dewi Srikandhi itu
menyalami. Perawakannya sedang kulitnya bersih. Lulusan
ISI itu badannya terlihat lebih segar daripada setengah tahun
yang lalu.
Nuning kini hidup menjanda, sudah lima bulan ia berpisah
dengan suaminya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut:
“Ya wis pisahan karo Mas Har. Wis ana limang sasi punjul
aku mbujang.” (Seri 16: 19)
Terjemahan:
“Ya sudah berpisah dengan Mas Har. Sudah lima bulan lebih
saya membujang.”
Berdasarkan kutipan tersebut maka Nuning merupakan lulusan
ISI dan sering bertemu Waskitha dalam acara yang berkaitan
dengan sastra. Nuning kini hidup menjanda.
42. Pak Gender
Pak Gender mempunyai nama asli Paimo. Panggilan Pak
Gender karena ia dahulu sering mengamen menggunakan alat
gender, salah satu gamelan Jawa. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Nami asli kula Paimo. Nanging tiyang-tiyang sami ngarani
Pak Gender. Awit kula ndhisik yen mbarang asring nggawa
gender. (Seri 11: 19)
Terjemahan:
83
Nama asli saya Paimo. Tetapi orang-orang memanggil Pak
Gender. Karena saya dahulu kalau mengamen sering
membawa gender.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gender atau Paimo
merupakan seorang pengamen yang dulunya mengamen dengan
alat gamelan Jawa gender.
43. Gimun
Gimun adalah penjual nasi goreng yang buka pada malam hari.
Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
“Enek apa Kang?” pitakone Gimun si bakul sega goreng.
(Seri 19:20)
Terjemahan:
“Ada apa Kang?” tanya Gimun si penjual nasi goreng.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Gimun merupakan seorang
penjual nasi goreng yang buka setiap malam.
44. Sumin Klanthung
Sumin Klanthung, seorang tukang ojek masuk warung dengan
wajah yang masih kelihatan marah. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Saka pangkalan ojeg krungu rame-rame, sajake lagi ana
perkara sing ora mranani. Let sedhela Sumin Klanthung
mlebu warung karo raine isih ketara mangar-mangar. (Seri
19: 20)
84
Terjemahan:
Dari pangkalan ojeg terdengar ramai-ramai, sepertinya ada
perkara yang tidak menyenangkan. Tidak lama Sumin
Klanthung masuk warung dengan wajah masih terlihat
marah.
Sumin Klanthung marah setelah menyadari kalau uang yang
dibawanya uang palsu dan ketika hendak membeli rokok uangnya
tidak laku. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Wonge ora nggenah. Ngertiku wis ana pangkalan, dhuwite
arep dak jajakke rokok ora payu,” wangsulane Sumin
Klanthung karo lungguh jigang neng cedhake Waskitha. (Seri
19: 20)
Terjemahan:
“Orangnya tidak jelas. Setahuku sudah di pangkalan, uangnya
akan saya belikan rokok tidak laku,” jawab Sumin Klanthung
sambil duduk di dekat Waskitha.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Sumin Klanthung
merupakan seorang yang bekerja sebagai tukang ojek, marah-
marah karena mengetahui uang hasil ojekannya adalah uang palsu.
45. Suryatmo dan Pradapa
Suryatmo dan Pradapa merupakan putra Pakdhe Wirya.
Keduanya terkena PHK dan berencana kembali ke desa. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“[...]Wigatine nakokake omah iki bakal dipundhut bali,
merga Mas Suryatmo lan Mas Pradapa kena PHK. Jare yen
85
ora entuk pegaweyan neng kutha bakal bali neng desane”.
(Seri 5: 19)
Terjemahan:
“[...] Intinya menanyakan rumah ini akan diminta kembali,
karena Mas Suryatmo dan Mas Pradapa terkena PHK.
Katanya kalau tidak mendapat pekerjaan di kota akan
kembali ke desa.”
Pradapa meneruskan usaha bangunan Pakdhe Wirya. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
[...] Saiki toko bangunan diterusake karo anake lanang sing
aran Pradapa. (Seri 24: 20)
Terjemahan:
[...] Sekarang toko bangunan diteruskan oleh anak laki-
lakinya yang bernama Pradapa.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryatmo dan Pradapa
merupakan putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota dan terkena
PHK.
46. Para mahasiswa semester dua di rumah Wirasthi
Waskitha diminta menjelaskan kesastraan Jawa kepada para
mahasiswa oleh Wirasthi. Waskitha menyanggupinya. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
“[...] Sing baku dina iki panjenengan dak butuhke supaya
nglonggarake wektu ngendikakake pengalamane minangka
86
pengarang sastra Jawa marang para mahasiswa semester
loro kae. [...]” (Seri 21: 20)
Terjemahan:
“[...] Yang baku hari ini anda saya butuhkan agar
meluangkan waktu menjelaskan pengalaman sebagai
pengarang sastra Jawa kepada para mahasiswa semester dua
itu. [...]”
Berdasarkan kutipan tersebut maka para mahasiswa semester
dua sedang diundang oleh Wirasthi.
Analisis peran tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto dapat disimpulkan bahwa karakter dalam cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto dibagi menjadi dua yaitu karakter mayor dan
karakter minor. Karakter mayor yaitu Waskitha terlibat dalam setiap
peristiwa. Karakter minor seperti Kunthi, Eyang Wira, Pakdhe Wirya,
Budhe Wirya, Suryani, Jumeno, Santi, Wening, Lasmini, Karto Leging,
Pak Tarno, Nuning, Tatik, Parno, Winarto, Pak Nugraha, Pak Sudigdo,
Sulijah, Joko Luwak, Listyani, Pak Sukra, Bendhol, Pak Warih, Warsiti,
Wangsit, Winarsih, Wirasthi, Pak Wijaya, Kadus Sumidi, Bu Kadus, Bu
Tarmidi, Pak Gunawan, dan Pak Gender, Gimun, Sumin Klanthung,
Suryatmo, Pradapa, dan para mahasiswa semester dua tidak begitu
mempengaruhi jalannya cerita.
87
2) Berdasarkan Fungsi Penampilan Tokoh
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh maka tokoh dalam cerbung
Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat (antagonis).
a) Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis atau tokoh baik merupakan tokoh yang
membawakan misi kebenaran dan kebaikan serta merupakan wujud
dari pengejawantahan norma-norma, etika, dan nilai-nilai yang ideal
bagi manusia. Tokoh protagonis dalam cerbung Ngonceki Impen karya
Sri Sugiyanto yaitu:
1. Waskitha
Karto Leging datang dengan maksud menggadaikan kulkas
untuk menebus cucunya di rumah sakit. Uang tersebut adalah
pinjaman Waskitha dari koperasi dan hendak digunakan untuk
membeli komputer, namun Waskitha tidak tega melihat Karto
Leging yang lebih membutuhkan, dan akhirnya Waskitha
membantu Karto Leging. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta
kuwi mau sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep
nggo tuku komputer. Nanging dheweke ora mentala
disambati pawongan sing tau labuh labet tanpa nodhi ukure
bandha. (Seri 3: 45)
Terjemahan:
Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta
itu tadi yang mengambil koperasi sekolah. Rencananya untuk
membeli komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan
oleh orang yang sering membantu tanpa mengharap besarnya
upah.
88
Waskitha tidak merasa kecewa karena tabungannya terpaksa
dipakai untuk kebutuhan mendadak serta untuk menebus orang
tuanya di rumah sakit. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Tabungan sing ndhisik dikira cukup nggo mlaku tibake ora
sempulur. Wong urip sandhungane lelakon kuwi akeh. Apa
sing diangen-angen kadhang mrucut saka panggantha.
Nyatane dheweke bola-bali kejeglong ing butuh. Wong
tuwane mlebu rumah sakit ambal pindho. Dhuwit slempitan
nggo mbayar semesteran kepeksa katut kebrandhat, isih
tambah utangan nggo nebus wong tuwane. (Seri 3: 19,20)
Terjemahan:
Tabungan yang dulu dikira cukup untuk cadangan ternyata
tidak sesuai. Orang hidup rintangannya itu banyak. Apa yang
diangan-angan terkadang meleset dari dugaan. Nyatanya ia
sering menemui kebutuhan mendadak. Orang tuanya masuk
rumah sakit dua kali. Uang cadangan untuk membayar
semesteran terpaksa terpakai, masih ditambah hutang untuk
menebus orang tuanya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki jiwa
sosial yang tinggi dan senang menolong orang yang sedang
kesulitan. Waskitha lebih memprioritaskan kepentingan yang
sangat mendadak sekalipun itu bukan kepentingan pribadinya.
2. Kunthi
Kunthi adalah sosok istri yang baik. Untuk menambah
penghasilan ia ikut menjahit masker di rumah Bu Kadus. Kunthi
tidak memiliki rasa gengsi dan tidak berkecil hati. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Sing baku dadi wong urip aja wegah kangelan. Rejeki kuwi
ngendi papan bakal nggoleki waton manungsa gelem taberi.
89
Ora perlu gengsi dinulu liyan, sing baku kabeh dilakoni
kanthi halal. Kunthi ora rumangsa cilik ati. (Seri 1:42)
Terjemahan:
Yang penting jadi orang hidup jangan tidak mau kesulitan.
Rejeki itu dimana tempatnya akan mencari asalkan manusia
mau berusaha. Tidak perlu gengsi dilihat orang lain, yang
penting semua dilakukan dengan halal. Kunthi tidak merasa
kecil hati.
Rumah sudah selesai dibangun, tetapi belum sempurna dan
sudah ditempati. Kunthi menerima keadaan yang ada. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
“Saiki ora perlu ngangsa Mas. Kahanan kaya ngene, aku wis
trima”, suwarane Kunthi keprungu alon. Dheweke
ngrumangsani dadi wong cilik. Kanggo mecaki lakune
gegayuhan kudu sabar, mbaka sethithik. (Seri 9: 43)
Terjemahan:
“Sekarang tidak perlu tergesa-gesa Mas. Kahanan seperti ini,
saya sudah terima,” suara Kunthi tersengar pelan. Dia
menyadari sebagai rakyat jelata. Untuk meraih keinginan
harus sabar, demi sedikit.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Kunthi tidak pernah
merasa gengsi, berkecil hati, dan menerima keadaan yang serba
belum mapan.
90
3. Eyang Wira
Kebaikan Eyang Wira nampak ketika ia bersedia membantu
biaya kuliah Waskitha jika sewaktu-waktu menemui kekurangan.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut:
Tekade Waskitha wis kenceng anggone kepengin kuliyah
njupuk jurusan Basa Jawa. Lan nalika krenteg kuwi
diaturake menyang Eyang Wira kasunyatane entuk
tanggapan kang mirunggan. Malah samangsa butuh ragad
mengko kersa nalangi, waton anggone sinau tumemen. (Seri
2: 20)
Terjemahan:
Tekad Waskitha sudah mantab ingin kuliah mengambil
jurusan Bahasa Jawa. Dan ketika keinginan itu disampaikan
kepada Eyang Wira kenyataannya mendapat tanggapan yang
baik. Malah sewaktu butuh biaya nanti bisa membantu,
asalkan belajarnya sungguh-sungguh.
Eyang Wira mengetahui perubahan sikap Kunthi. Ia menegur
dan mengingatkan untuk kembali pada tanggung jawabnya sebagai
ibu rumah tangga. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
“Anggonmu omah-omah wis meh ganep sewindu. Anggonmu
mangun bebrayan uga wis kinanthenan anak siji, Waskitha
kuwi tulus atine. Jiwane lugu lan mung seneng seleh marang
lelakon kang dirasa mung gawe rusake swasana. Nanging
mung merga saben wektu mbok rungu tembung manis lan
diiming-imingi gebyare kahanan merga rumangsa sukses
uripe, agahan atimu lirwa marang tanggung jawab.” (Seri
15: 19)
Terjemahan:
“Rumah tanggamu sudah hampir genap satu windu.
Keluargamu juga sudah dikaruniai anak satu, Waskitha itu
tulus hatinya. Jiwanya lugu dan hanya senang menyerah pada
keadaan yang dirasa hanya membuat runyamnya suasana.
Tetapi hanya setiap waktu kamu mendengar kata manis dan
diiming-imingi kemwahan karena merasa sukses hidupnya,
segera hatimu mengabaikan kepada tanggung jawab.”
91
Berdasarkan kutipan tersebut maka Eyang Wira memiliki
kepedulian kepada Waskitha dan gemar memberi nasihat serta
mengingatkan orang lain agar tidak terlena.
4. Pakdhe Wirya
Pakdhe Wirya memberi batas waktu tiga sampai dengan enam
bulan kepada Waskitha dan Kunthi untuk menempati rumahnya.
Pakdhe Wirya bermaksud agar Waskitha tidak kesulitan
membangun rumah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Disawang praupane Kunthi nyicil ayem nalika keprungu
ngendikane Pakdhe Wirya sing luwih wicaksana menehi inah
kurang luwih telung sasi nganti nem sasi. Priyayi sepuh kuwi
menehi kelonggaran supaya Waskitha ora kelabakan
anggone bakal golek papan liya. (Seri 5:20)
Terjemahan:
Dilihat wajah Kunthi berangsur tenang ketika mendengar
perkataan Pakdhe Wirya yang lebih bijaksana memberi batas
kurang lebih tiga bulan hingga enam bulan. Orang tua itu
memberi kesempatan agar Waskitha tidak kesulitan dalam
mencari papan lain.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pakdhe Wirya memberi
kesempatan kepada Waskitha agar tidak kesulitan mencari tempat
untuk mendirikan rumah.
5. Bu Tarmidi
Bu Tarmidi sangat senang karena yang membeli tanahnya
adalah Waskitha. Meskipun belum dibayar lunas Bu Tarmidi yang
mengurus semua pemindahan kepemilikan sertifikat atas nama
Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Luwih-luwih tumrap Bu Tarmidi lan garwane, bareng sing
ngarepake Waskitha bungahe ora jamak. Perkara bayaran
kena diangsur saduwene. Malah ben luwih mantep, nadyan
92
durung dibayar kes, lemah kuwi diwalikake pisan neng
notaris. Kabeh mau sing ngurusi Bu Tarmidi. (Seri 9: 43)
Terjemahan:
Lebih-lebih bagi Bu Tarmidi dan suaminya, ketika yang
menginginkan Waskitha senang sekali. Perkara bayaran bisa
diangsur semampunya. Malah agar lebih mantap, meskipun
belum dibayar tunai, tanah itu dibaliknamakan sekaligus di
notaris. Semua itu yang mengurus Bu Tarmidi.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Tarmidi mengurus akta
kepemilikan tanah atas nama Waskitha meskipun tanahnya belum
dibayar lunas.
6. Bu Kadus
Bu Kadus memberi nasihat kepada Kunthi agar tidak terbawa
emosi terkait kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah. Bu
Kadus peduli dengan masalah yang menimpa keluarga Kunthi. Hal
tersebut sesuai dengan kutipan berikut:
“Menawa atimu kukuh lan ora gampang keli krodhane
emosi, swara kuwi mengko bakal meneng dhewe. Waton
buktine ora ana, aja mbok lebokake ati lan mikirmu aja
kenceng-kenceng. Iki ora ateges aku melu cawe-cawe
babagan ruwet rentenge wong omah-omah. Nanging atiku
ora mentala, sliramu kuwi dadi kapitayanku kok nganti
napma swara sing ora nggenah pok buntute.” (Seri 17: 43)
Terjemahan:
“Kalau hatimu kuat dan tidak mudah terbawa emosi, suara itu
nanti akan hilang dengan sendiri. Asalkan buktinya tidak ada,
jangan kamu masukkan hati dan jangan kamu pikirkan.
Bukan berarti saya ikut campur masalah rumah tangga orang
lain. Tetapi hatiku tidak tega, kamu sebagai orang
kepercayaanku kok sampai menerima suara yang tidak jelas
sumbernya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Kadus memiliki
kepedulian terhadap masalah yang menimpa keluarga Kunthi.
93
7. Karto Leging
Karto Leging merupakan orang yang lugu dan dapat dipercaya.
Jika menyangkut uang, Karto Leging tidak mau ambil bagian dan
tidak pernah mengingkari janji. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut:
Waskitha meneng sedhela, karo noleh nyawang sisihane.
Wong lugu kaya Karto Leging kuwi pantes dipercaya. Wiwit
biyen ora tau nyelaki janji. Apa maneh yen babagan dhuwit,
dheweke trima nyerah. (Seri 7:20)
Terjemahan:
Waskitha diam sejenak, sambil menoleh istrinya. Orang lugu
seperti Karto Leging pantas dipercaya. Sejak dahulu tidak
pernah mengingkari janji. Apalagi kalau masalah uang, dia
menyerah.
Karto Leging bertemu dengan Waskitha yang baru saja dipalak
oleh Joko Luwak. Karto Leging sangat tidak senang dengan anak
muda yang suka minum-minuman keras. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Sing diwangsuli mencereng nyawang adoh pernahe Joko
Luwak mingked. Ambak-ambak wong cilik, dheweke yen
weruh cah nom urakan lan mendem gethinge kepati-pati.
(Seri 7:19)
94
Terjemahan:
Yang dijawab memandang jauh ke arah Joko Luwak
beranjak. Menyadari sebagai rakyat jelata, ia sangat tidak
suka jika melihat anak muda ugal-ugalan dan suka mabuk.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging merupakan
orang yang tidak pernah mengingkari janji dan tidak suka
kekerasan.
8. Suryani
Suryani siap membantu biaya kuliah Waskitha jika sewaktu-
waktu tidak mencukupi. Ia juga menasihati Waskitha yang terdapat
pada kutipan berikut:
“Pira suwene ta Dhik awakmu kuwi skripsi. Menawa kurang
ragat aku isa nalangi. Wong kuliyah kuwi yen gampang
selang atine ya gampang kendho, pikirane nglokro”, iki
panemune Suryani. (Seri 9:19)
Terjemahan:
“Berapa lamanya ta Dhik skripsi itu. Kalau kurang dana saya
bisa membantu. Orang kuliah itu jika hatinya tidak fokus
maka mudah malas, pikirannya loyo,” pendapat Suryani.
Bersama Sulijah, Suryani datang ke rumah Kunthi untuk
menjelaskan kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah tidak
benar, dan mengatakan ada pihak yang sengaja menyebar fitnah
tersebut. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
95
“Dhik Kun ora perlu abot-abot anggone mikir. Wong omah-
omah sing nedhenge mapan pancen kadhang kala akeh
godhane. Iki tekaku bareng Sulijah mung arep njlentrehake
dununge kahanan kang samesthine. Ora ana bukti kang perlu
dicubriyani tumrape Dhik Waskitha lan Sulijah. Kabar kuwi
wis kebongkar underane,” Suryani wiwit mbukani rembug
jumbuh karo tekane awan kuwi. (Seri 20:20)
Terjemahan:
“Dhik Kun tidak perlu berat-berat memikirkan. Orang
berumah tangga yang akan tenteram memang kadang-kadang
banyak godaan. Kedatangan saya bersama Sulijah hanya
ingin menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Tidak ada bukti
yang perlu dicurigai terhadap Dhik Waskitha dan Sulijah.
Kabar itu sudah terbongkar asalnya,” Suryani membuka
percakapan sesuai dengan kedatangannya siang itu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryani memiliki
kepedulian terhadap studi Waskitha serta berani mengungkap
kabar-kabar yang tidak jelas sumber dan buktinya.
9. Sulijah
Menyebarnya kabar perselingkuhan Sulijah dengan Waskitha,
maka Sulijah berniat untuk menjelaskan peristiwa yang sebenarnya
kepada Kunthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
[...] Kanggo ndhadhagi tanggung jawabe njaga jenenge
Waskitha, ing pojok atine duwe niyat kenceng bakal nemoni
Kunthi. (Seri 17:20)
Terjemahan:
[...] Untuk mewujudkan tanggung jawabnya menjaga nama
Waskitha, di pojok hatinya mempuyai niat akan menemui
Kunthi.
96
Hari itu Sulijah ditemani Suryani menjelaskan kepada Kunthi
bahwa kabar perselingkuhan antara dirinya dengan Waskitha tidak
benar dan tidak terbukti. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Saglugute kolang-kaling Mbak, aku ora tau mambu ati karo
Pak Waskitha. Semono uga suwalike. Ewadene Mbak Kun
isih kebak rasa cuwa lan cubriya aku mung pasrah arep
dikapakake manut,” Sulijah numpangi gunem karo nyalami
Kunthi. Driji lumer isih krasa anyep kuwi digegem kenceng.
(Seri 20: 20)
Terjemahan:
“Saya bersumpah Mbak, saya tidak pernah menaruh hati
kepada Pak Waskitha. Begitu juga sebaliknya. Jika Mbak
Kun masih merasa kecewa dan curiga saya hanya pasrah akan
diapakan menurut,” Sulijah menambahkan sambil menyalami
Kunthi. Tangan halus yang masih terasa dingin itu dijabat
erat.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah berani bertanggung
jawab dan berani mengungkapkan kejadian yang sebenarnya.
10. Listyani
Berbeda dengan Joko Luwak kakaknya yang gemar minum-
minuman keras dan memalak orang di jalan, Listyanilah yang
sering meminta maaf atas kelakuan kakaknya. Listyani datang ke
rumah Waskitha bermaksud mengembalikan uang Waskitha yang
dipalak Joko Luwak. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Listyani malih dadi blekukan. Saka dhompet wis nekad nyeler
lembaran eketan siji arep ditinggal neng meja, ning sing
duwe omah nduwa. Bingung rasane, anggone kepengin
nembel wirange kakange. Pancen dheweke wis
ngrumangsani yen mase kuwi kondhang tukang omben,
malaki dhuwit turut dalan ora ndulu sapa sing diadhepi.
(Seri 7:20)
Terjemahan:
97
Listyani berubah jadi sulit bicara. Dari dompet sudah nekat
mengambil lembaran lima puluhan satu akan ditinggal di
meja, tetapi yang punya rumah menolak. Bingung rasanya,
niatnya menambal malu kakaknya. Memang ia sudah tahu
kalau kakaknya itu terkenal tukang minum, memalak uang di
jalan tidak peduli siapa yang dihadapi.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Listyani sering meminta
maaf atas perbuatan Joko Luwak kakaknya.
11. Wirasthi
Sebagai teman Wirasthi peduli dengan kuliah Waskitha.
Wirasthi membayar semua administrasi Waskitha di kampus ketika
Waskitha selang kuliahnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Dina kuwi dheweke kepengin ngrampungake urusan kampus.
Jebul kabeh urusan wis dirampungi dening Wirasthi. Mitra
lawas kuwi dene isih nggatekke banget marang dheweke.
(Seri 18: 20)
Terjemahan:
Hari itu ia ingin menyelesaikan urusan kampus. Ternyata
semua urusan sudah diselesaikan oleh Wirasthi. Teman lama
itu masih sangat memperhatikan kepada dirinya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wirasthi memiliki
kepedulian terhadap kelanjutan studi Waskitha.
b) Tokoh Antagonis
Sebuah cerita fiksi tidak hidup jika tidak menampilkan konflik
dan ketegangan dalam jalannya cerita. Kemunculan konflik dan
ketegangan disebabkan oleh kehadiran tokoh antagonis. Tokoh
98
antagonis adalah tokoh yang selalu menimbulkan suatu konflik karena
kekuatan antagonis. Karena itu tokoh antagonis merupakan oposisi
dari tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto yaitu:
1. Jumeno
Bukti-bukti yang mengarah pada Jumeno sebagai perusak
rumah tangga Waskitha dan Kunthi semakin jelas. Jumeno
menggunakan kedok reuni untuk merebut hati Kunthi. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Kabeh kabar miring sing bakal ngrusak anggone omah-omah
cetha punjere saka Jumeno. Mitrane kuwi wis ngakoni kanthi
satriya. Patemon kanthi aling-aling reuni mung kanggo
kedhok anggone kepengin ngerah atine wis kedhudhah. (Seri
24:19)
Terjemahan:
Semua kabar miring yang akan merusak rumah tangganya
jelas bersumber dari Jumeno. Mitranya itu sudah mengakui
dengan satria. Pertemuan dengan kata-kata reuni hanya untuk
kedok keinginannya merebut hatinya sudah terbukti.
Tersiarnya kabar perselingkuhan Waskitha dengan Sulijah
merupakan ulah Jumeno. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
“Niki ngaten Pak Was, critane mboten sisah kula baleni
malih. Mangke punapa sanes wekdal mawon panjenengan
saged-saged miterang. Ingkang baken underaning perkawis
bilih Pak Sukra, Mas Joko lan kanca-kancane sampun
ngakeni bilih ingkang nyebar pitenah dhateng panjenengan
kalihan Sulijah punika inggih piyambake. Namung
dhalangipun panci wonten. Inggih punika Jumeno.” (Seri
23:47)
Terjemahan:
“Begini Pak Was, ceritanya tidak perlu saya ulangi lagi.
Nanti atau lain waktu saja anda bisa-bisa bertanya. Yang
baku perkaranya kalau Pak Sukra, Mas Joko dan teman-
temannya sudah mengakui bahwa yang menyebar fitnah
99
kepada anda dengan Sulijah ialah mereka. Tetapi dalangnya
memang ada. Yaitu Jumeno.
Wening beserta adik perempuannya berkunjung ke rumah
Waskitha, menceritakan bahwa adik Wening dan Pak Gender telah
ditipu oleh Jumeno. Jumeno ditangkap polisi karena kasus
penipuan dan mengedarkan uang palsu. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Awane Wening lan adhine wedok, uga Pak Gender, dolan
neng omahe Waskitha. Wong loro kuwi kapusan dhuwit
yutanan. Mula ora aeng nalika keprungu jeneng Jumeno
saba neng desa kono Pak Gender rada pethel anggone
ngamen ing sakiwa tengene desa kuwi. Kunthi mung isa
mesem kecut nalika weruh mitrane kuwi diborgol pulisi lan
dadi tontonan wong sadesa. Jebul dheweke uga kena kasus
ngedharake dhuwit palsu. (Seri 24:20)
Terjemahan:
Siangnya Wening dan adik perempuannya, juga Pak Gender,
berkunjung ke rumah Waskitha. Kedua orang itu tertipu uang
jutaan. Maka tidak aneh ketika terdengar nama Jumeno
masuk ke desa tersebut Pak Gender semakin giat mengamen
di seluruh desa itu. Kunthi hanya bisa tersenyum sinis ketika
menyaksikan mitranya itu diborgol polisi dan jadi tontonan
orang sedesa. Ternyata ia juga tersangkut kasus mengedarkan
uang palsu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno mempunyai niat
untuk merusak rumah tangga Kunthi dan Waskitha, serta menipu
orang lain dan tersangkut kasus pengedaran uang palsu.
2. Joko Luwak
Joko Luwak gemar minum-minuman keras, berjudi, adu jago,
dan keluyuran di jalan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Nanging durung nganti muter sepedha motore, kedadak
wong lanang numpak RX King mandheg neng ngarepe.
Jenenge Joko Luwak. Pawakane dhempal rembuge sugal,
gaweyane saben dina mung kluyuran dalan, adu jago, main,
ngombe. (Seri 7:19)
100
Terjemahan:
Tetapi belum sampai memutar sepeda motornya, orang laki-
laki naik RX King mendadak berhenti di depannya. Namanya
Joko Luwak. Perawakannya tegap bicaranya bengis,
kerjaannya setiap hari hanya keluyuran di jalan, mengadu
jago, judi, minum.
Selain gemar minum-minuman keras Joko Luwak juga sering
memalak orang di jalan. Dengan bangga Joko Luwak mengancam
Waskitha untuk segera memberikan uangnya. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
“Aku ora butuh alesanmu Pak. Ing desa kene ora ana wong
wani nulak panjalukku. Yen sampeyan isih alesan, kanca-
kancaku sing padha ngenteni neng warunge Sulijah kae
bakal dak undang mrene”. (Seri 7:19)
Terjemahan:
“Saya tidak butuh alasanmu Pak. Di desa ini tidak ada orang
yang berani menolak permintaanku. Kalau kamu masih
beralasan, teman-temanku yang menanti di warung Sulijah
itu akan saya undang kemari.
Joko Luwak merasa belum terima kalau belum membuat
Waskitha merasa malu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Joko Luwak kaya kurang trima menawa durung isa gawe
wirange Waskitha. Dhuwit diobral marang kanca-kancane
bocah ugal-ugalan. Ora susah maido prentah, cukup rokok
sak pak, ciu sak botol wis padha gumregah. (Seri 13:19)
101
Terjemahan:
Joko Luwak seperti kurang terima kalau belum bisa membuat
Waskitha malu. Uang diobral kepada teman-temannya anak
ugal-ugalan. Tidak usah diperintah, cukup rokok satu pak, ciu
sebotol sudah bergerak.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Joko Luwak merupakan
pemuda pengangguran yang suka berjudi, mabuk-mabukan, dan
sering memeras orang di jalan.
3. Bendhol
Bendhol meremehkan Listyani, dengan lantang dan agak
melecehkan Bendhol mencoba menyentuh pipi Listyani. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Aku kepengin ngrasakke apa tanganmu kuwi luwih atos
tinimbang kepelanku iki”, guneme Bendhol semu ngremehake
karo tangan kemlawe arep kurang ajar ngambah pipine.
(Seri 13:47)
Terjemahan:
“Aku ingin merasakan apa tanganmu itu lebih keras daripada
kepalanku ini,” kata Bendhol semu meremehkan sambil
tangannya kurang ajar akan menyentuh pipinya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Bendhol adalah anak buah
Joko Luwak yang mudah diperintah untuk berbuat jahat.
102
4. Pak Sukra
Waskitha menolak tawaran Pak Sukra untuk bekerja sama,
namun Pak Sukra tetap merayu dengan memberikan uang satu juta.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Apa atimu kurang percaya karo kejujuranku, dupeh
gaweyanku motangke dhuwit? Pikiren dhisik ora perlu
kesusu. Yen kurang percaya, iki ana dhuwit sayuta kanggo
persekot kesanggupan nyambut gawe bareng”, Pak Sukra
isih nyoba ngepek atine, karo nyelehke dhuwit sayuta
semeleh neng ndhuwur meja. (Seri 8:43)
Terjemahan:
“Apa hatimu kurang percaya dengan kejujuranku, karena
pekerjaanku meminjamkan uang? Pikirkan dahulu tidak perlu
tergesa-gesa. Kalau kurang percaya, ini ada uang sejuta untuk
tanda jadi kesanggupan bekerja sama,” Pak Sukra masih
mencoba merayu hatinya, sambil menaruh uang sejuta di atas
meja.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sukra berani berbuat
nekat dan pintar membujuk orang lain agar mau ikut dengan
rencananya.
5. Winarsih
Winarsih mempunyai sifat senang mengungkit-ungkit
keburukan orang lain dan menutupi keburukan diri sendiri. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Guneme mbakyune mung tembung manis ora tumus tekan
batine. Dheweke ngerti lambe atine mbakyune sing seneng
nyacat alane liyan lan nutupi cewede dhewe. Nganggep
manawa apa sing dilakoni kuwi wis rumangsa pantes lan
kena dadi patuladhan. (Seri 6:19)
Terjemahan:
Perkataan kakaknya hanya kata manis yang tidak berasal dari
batinnya. Ia mengerti kata hati kakaknya yang senang
membicarakan kejelekan orang lain dan menutupi keburukan
diri sendiri. Menganggap kalau apa yang dilakukan itu sudah
dirasa pantas dan dapat dijadikan teladan.
103
Winarsih sangat senang mendengar keputusan Kunthi yang
menyerahkan kuasa rumah warisan orang tua mereka kepadanya.
Keputusan Kunthi tersebut memberi kesempatan Winarsih untuk
memiliki rumah warisan. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Winarsih mesem kaya antuk kemenangan dene adhine wedok
wis duwe keputusan sing nglonggarake atine banget.
Kamangka ing batin, Winarsih tansah kepengin banget
bandhane wong tuwane kuwi isa direngkuh lan
digadhangake marang anake wedok sing ragil. (Seri 6:20)
Terjemahan:
Winarsih tersenyum seperti mendapat kemenangan karena
adik perempuannya sudah memutuskan yang sangat
menyenangkan hatinya. Padahal dalam batin, Winarsih selalu
menginginkan harta benda orang tuanya itu bisa didapat dan
dicadangkan untuk anak perempuannya yang bungsu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarsih memiliki watak
mudah iri, merasa paling benar dan serakah.
6. Dua orang suruhan Joko Luwak
Joko Luwak menyuruh dua orang temannya untuk menghajar
Waskitha. Selanjutnya kedua pemuda tersebut mendatangi
Waskitha dan mengancamnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
“Rokokku mung kari rong ler Pak. Mengko yen kancaku dha
teka ora keduman. Iki wae wit mau lambeku wis kecut merga
rung kambon rokok. Dak wet-wet rong ler, mbok menawa
ana rejeki sing kena dak nggo ngobori congor iki”, guneme
sengak karo dolanan keluk rokok sing dienerke neng raine
Waskitha. (Seri 13:19)
Terjemahan:
“Rokok saya hanya tinggal dua batang Pak. Nanti kalau
teman saya datang tidak kebagian. Ini saja sejak tadi bibirku
sudah asam karena belum tercium rokok. Saya awet-awet dua
batang, barangkali ada rejeki yang bisa saya gunakan untuk
104
menyalakan bibir ini,” katanya kurang sopan sambil bermain
asap rokok yang dikenakan di wajah Waskitha.
Pemuda yang lain menghampiri dan mengancam Waskitha
untuk segera menuruti permintaan mereka. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
“Ora susah kakehan gunem. Yen awakmu ora gelem njaluk
ngapura, iki aku sakanca sing arep tumandang. Kancaku isih
akeh tunggale. Sak wayah-wayah dak prentah ora mindho
gaweni. Awakmu malah cilaka. Mula becike ndang njaluka
ngapura. Gilho tanganku wis gatel, merga seminggu ora tau
nyaplag wong.” (Seri 13:19)
Terjemahan:
“Tidak usah banyak bicara. Kalau kamu tidak mau meminta
maaf, saya dan teman-teman yang akan bertindak. Temanku
masih banyak. Sewaktu-waktu saya perintah tidak perlu
mengulangi. Inilho tanganku sudah gatal, karena seminggu
tidak pernah menampar orang.
Berdasarkan kutipan tersebut maka dua orang suruhan mudah
melaksanakan perintah jahat Joko Luwak dan suka mengancam.
Analisis karakter berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam
cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibagi menjadi dua yaitu
karakter protaganis dan karakter antagonis. Karakter protagonis yaitu
Waskitha, Kunthi, Eyang Wira, Pakdhe Wirya, Bu Tarmidi, Bu Kadus,
Karto Leging, Suryani, Sulijah, Listyani, dan Wirasthi tampil sebagai
karakter yang membawa misi kebaikan dalam cerita. Karakter antagonis
seperti Jumeno, Joko Luwak, Bendhol, Pak Sukra, Winarsih, dan dua
orang suruhan Joko Luwak memiliki intrik buruk dan berbuat kejahatan.
105
3) Tokoh berdasarkan Perkembangan Perwatakan
Berdasarkan perkembangan perwatakan tokoh dalam cerbung
Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terdiri dari tokoh bulat dan tokoh
pipih, adalah sebagai berikut:
a) Tokoh bulat
Tokoh bulat/ kompleks merupakan tokoh yang memiliki
karakter kuat dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, kepribadian
dan jati dirinya. Tingkah lakunya sering tidak terduga dan
memberikan efek kejutan bagi pembaca. Tokoh bulat dalam cerbung
Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu:
1. Waskitha
Waskitha merupakan tokoh protagonis, membawa kebaikan
dan kedamaian. Waskitha selalu mengalah dan tidak menonjolkan
prinsipnya yang diangggap benar melainkan menerima keadaan
dengan penuh lapang dada. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Waskitha mung unjal ambegan. Saumpama wengi kuwi
dheweke atine ora isa nahan kebranange mesthi wis dadi
brantayuda. Nanging dheweke trima lumuh ngrasakake
nelangsane ati. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Waskitha hanya menghela napas. Seandainya malam itu ia
tidak bisa menahan amarah pasti sudah jadi pertengkaran
hebat. Tetapi ia memilih mengalah merasakan kesedihan hati.
106
Waskitha lebih memperhatikan Santi untuk menguji kesetiaan
Kunthi istrinya. Apalagi saat itu Jumeno juga tengah berkunjung.
Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Wektu kuwi Waskitha sengaja luwih nggatekake Santi
ketimbang sisihane. Srawunge digawe saya mepet kadhang
sok senggolan lengen karo api-api ngelusi tumpukan majalah
sing mentas diwaca Santi. (Seri 19:20)
Terjemahan:
Waktu itu Waskitha sengaja lebih memperhatikan Santi
daripada istrinya. Posisinya sengaja dibuat semakin dekat
kadang sok bersentuhan lengan sambil pura-pura merapikan
tumpukan majalah yang baru dibaca Santi.
Sebagai tokoh protagonis, namun tidak dipungkiri bahwa
karakter tersebut juga berbuat sebaliknya yang tidak mencerminkan
kebaikan. Waskitha menuruti egonya ketika menuju warung
Sulijah. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Nalika weteng krasa luwe, klithih-klithih neng warunge
Sulijah. Waskitha ora nggagas menawa lakune tansah diulati
dening wong akeh. Dheweke ora maelu, wong urip duwe
butuhe dhewe-dhewe. Waton ora ngganggu kamardikane
liyan. Ndadak kokehan petung. (Seri 16:20)
Terjemahan:
Ketika perut terasa lapar, pelan-pelan menuju warung Sulijah,
Waskitha tidak memperdulikan kalau jalannya selalu dilihat
oleh banyak orang. Dia tidak peduli, orang hidup memiliki
keperluan sendiri-sendiri. Asal tidak mengganggu kebebasan
orang lain. Mendadak kebanyakan perhitungan.
107
Pada mulanya Waskitha tidak menaruh curiga setiap Jumeno
ingin berkunjung. Pertemuan Jumeno dengan Kunthi dianggap
wajar sebagai perjumpaan sahabat lama. Waskitha sepenuhnya
percaya kepada Kunthi yang setia. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi
sok kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis
lumrah menawa kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa
kapang tumrape wong memitran dudu barang sing perlu
disujanani. Dheweke percaya marang sisihane. Kunthi dudu
blegere wanita sing gampang onya atine. Lan sing banget
dijaga, aja nganti memitran bakal malih dadi memungsuhan
merga mung rasa sujana tanpa alesan. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Bagi Waskitha tidak menaruh rasa curiga ketika pria itu
kadang ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah
wajar kalau ingin bertemu. Bercanda dan memuntahkan rasa
rindu bagi orang berteman bukan hal yang perlu dicurigai. Ia
percaya kepada istrinya. Kunthi bukan wanita yang mudah
goyah hatinya. Dan yang sangat dijaga, jangan sampai
pertemanan akan berubah menjadi permusuhan karena hanya
rasa curiga tanpa alasan.
Waskitha menjemput Kunthi di rumah mertuanya dan bertemu
dengan Jumeno. Waskitha sudah mulai curiga karena ada gelagat
yang disembunyikan. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan
berikut:
Dheweke uga ora ngerti kena apa priya sing aran Jumeno
kuwi saiki gelem teka mrono. Dheweke klebu salah siji saka
ewone wong sugih. Salah siji mitrane Kunthi kang klebu
sukses. Rasane kaya ana glagat sing kurang nuju prana.
Nanging Waskitha enggal ngipatake saka pojoke ati. (Seri
11:20)
Terjemahan:
Ia juga tidak tahu kenapa pria yang bernama Jumeno itu
sekarang mau datang ke situ. Dia termasuk salah satu dari
ribuan orang kaya. Salah satu mitra Kunthi yang termasuk
108
sukses. Rasanya seperti ada gelagat yang kurang baik. Tetapi
Waskitha segera menjauhkan dari pojok hati.
Menyaksikan perubahan sikap pada Kunthi, Waskitha menaruh
curiga terhadap Jumeno yang sering menemui istrinya. Hal itu
dapat dilihat pada kutipan berikut:
Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane
Jumeno bakal dadi underaning perkara ing tengah-tengah
kulawargane. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau
kedatangan Jumeno akan menjadi sumber permasalahan di
tengah-tengah keluarganya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki
karakter kuat dan sering berubah-ubah, ada kalanya berpikir baik,
dan ada kalanya juga memiliki pikiran buruk.
2. Kunthi
Kunthi merupakan istri yang setia dan mendukung semua
keputusan Waskitha. Waskitha dan Kunthi berencana membangun
rumah tetapi terhalang dana, Kunthi merelakan perhiasannya untuk
menambah modal jika dananya masih belum mencukupi. Hal itu
terdapat pada kutipan berikut:
“Yen panjenengan kenceng, aku njurung Mas. Mengko
menawa kurang, iki gelang kalung, suweng lan ali-ali isa
didol. Aku tanpa penganggon ora dadi ngapa. Sokur
panjenengan ora perlu nggadhekke SK dhisik, mengko wae
yen wis kepepet lagi obah”. (Seri 9:20)
Terjemahan:
109
“Kalau anda sudah niat, aku mendukung Mas. Nanti kalau
kurang, gelang kalung ini, anting dan cincin bisa dijual. Saya
tanpa perhiasan tidak jadi apa. Syukur kamu tidak perlu
menggadaikan SK dulu, nanti saja kalau sudah mendesak
baru bergerak.”
Kunthi merasa terabaikan karena Waskitha terlalu larut
mengarang dan tidak memperhatikan dirinya sebagai istri.
Perubahan sikap Kunthi tampak pada kutipan berikut:
“[...] Mas, yen dak gagas ya ana benere kok menawa
panjenengan kuwi kaya kurang nggatekke marang donyaku.
Panjenengan selawase iki mung tansah nengenake marang
pakaryan panjenengan lan hoby panjenengan. Sedheng aku
wanita sing mbok pingit kaya gambar mati,” celathune
Kunthi semu nutuh marang Waskitha. (Seri 18:43)
Terjemahan:
“[...] Mas, kalau saya pikir juga ada benarnya kok kalau
kamu itu kurang memperhatikan saya. Kamu selama ini
selalu mengutamakan pekerjaan dan hobi kamu. Sedangkan
saya wanita yang kamu pingit seperti gambar mati,” kata
Kunthi agak menuduh kepada Waskitha.
Kunthi mengalami dilema, ia merasa kasihan kepada Waskitha
yang rela mengarang hingga larut malam demi mencukupi
kebutuhan. Tetapi Kunthi juga merasa kecewa menyaksikan
Waskitha mengumbar inspirasi tanpa kenal waktu. Rasa sedih dan
bangga yang dirasakan Kunthi campur menjadi satu. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Kahanan ngono kuwi wis lumaku udakara setaun. Ing pojok
atine kadhang krasa cuwa dene sisihane tansah nengenake
marang tulisane. Nanging yen dhonge ngelingi marang
kebutuhane dheweke uga krasa mesakke dene anggone
direwangi melek wengi, nyengkut neng ngarep komputer
betheke kanggo nyukupi butuh. Mripate kethap-kethip, esem
tipis kadhang dirasa dhewe kanggo nyuwak rasa sepi ing
atine. Antarane esem getir lan esem mongkog tansah uleng
dadi siji. Kunthi mongkog dene sisihane minangka donyane
pengarang crita Jawa klebu penulis sing produktif nadyan
110
durung oleh embel-embel minangka sastrawan. Nanging
kadhang kala atine krasa getir menawa sisihane kuwi sok
luwih nengenake ngundha angen-angen uleng ing donyane
inspirasi nganti lirwa wektu. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Keadaan seperti itu sudah berjalan sekitar setahun. Di pojok
hatinya kadang merasa kecewa karena suaminya selalu
mengutamakan kepada tulisannya. Tetapi jika mengingat
kebutuhan ia juga merasa kasihan karena dibela begadang
saat malam, konsentrasi di depan komputer semata untuk
mencukupi kebutuhan. Matanya kedip, senyum tipis kadang
dirasakan sendiri untuk mengalihkan rasa sepi di hatinya.
Antara senyum sedih dan senyum bangga selalu campur jadi
satu. Kunthi bangga karena suaminya yang produktif
walaupun belum mendapat gelar sebagai sastrawan. Tetapi
kadang hatinya merasa sedih kalau suaminya itu lebih
mengutamakan mengumbar angan-angan sampai larut di
dunia inspirasi hingga lupa waktu.
Kunthi bingung menghadapi keadaan, dan memilih pulang ke
rumah orang tuanya. Ia tidak memperdulikan cibiran orang lain.
Kepulangan Kunthi juga karena tidak mau dikunjungi Jumeno
terus-menerus ketika Waskitha sedang tidak di rumah. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Atine Kunthi wektu kuwi lagi ora temata, beteke bingung
anggone ngadhepi kahanan. Neng omah tansah ditekani
Jumeno. Disawang liyan ora pantes, nedhenge sisihane ora
ana ngomah kok nampa pawongan sing lagi kepengin
ngrimuk atine. Wis ben wong liya ngarani purik. Wis ben
tangga teparo padha alok, merga atine tatu saka kabar angin
sisihane kedanan randha Sulijah. (Seri 17:43)
Terjemahan:
Hati Kunthi waktu itu sedang tidak menentu, karena bingung
menghadapi keadaan. Di rumah selalu dikunjungi Jumeno.
Dilihat orang lain tidak pantas, ketika suaminya tidak di
rumah kok menerima orang yang sedang ingin merebut
hatinya. Biarlah orang lain menyebut pulang. Biarlah orang
lain mengejek, karena hatinya terluka dari kabar angin
suaminya tergila-gila janda Sulijah.
111
Berdasarkan kutipan tersebut maka Kunthi merupakan istri
yang baik, tetapi sempat goyah hatinya karena kehadiran Jumeno.
3. Santi
Santi sebenarnya tidak tega jika rumah tangga Waskitha dan
Kunthi goyah karena kehadiran Jumeno. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Ing pojok atine satemene ora mentala lamun bale somahe
Waskitha dadi bubrah merga tekane Jumeno. Ngelingi kanca
kuliyahe sing wis bola-bali selang lan saiki wis aktif maneh
ngadhepke skripsi kuwi nduweni ati jujur, lembah manah, lan
kebak kapercayan marang sapa wae. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Di pojok hatinya sebenarnya tidak tega kalau rumah tangga
Waskitha jadi rusak karena datangnya Jumeno. Mengingat
teman kuliahnya yang sudah sering cuti dan sekarang sudah
aktif lagi menghadapi skripsi itu memiliki hati jujur, lapang
dada, dan penuh kepercayaan kepada siapa saja.
Tetapi di lain sisi Santi juga ingin memberikan kesempatan
kepada Jumeno yang ingin bertemu Kunthi jika tujuannya hanya
untuk mempererat persahabatan. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Nanging dheweke ya kepengin menehi kelonggaran marang
Jumeno sing tansah kepengin sesambungan karo Kunthi,
kanthi pawadan mung bakal ngraketake anggone memitran.
(Seri 19:19)
Terjemahan:
Tetapi ia juga ingin memberi kesempatan kepada Jumeno
yang selalu ingin berhubungan dengan Kunthi, dengan tujuan
hanya untuk mempererat pertemanan.
112
Jumeno kembali berkunjung ke rumah Kunthi dengan ditemani
Santi. Ketika keduanya berkunjung, Waskitha dan Kunthi sedang
berada di rumah. Santi mengetahui ada gelagat yang
disembunyikan antara Kunthi dan Jumeno. Hal itu terbukti dengan
kutipan berikut:
Polatane Kunthi katon semanak nampa tekane Jumeno, kaya-
kaya rasa gela sing mbebidhung akhir-akhir iki isa
kabengkas. Glagat sing disamudana dening wong-wong kuwi
sajake isa diwaca dening Santi. Kenya kuwi pancen ora
kentekan akal kanggo nggugah swasana ben ora katon
nyujanani. Minangka mitra sing padha apike tumrap
Suryani, Jumeno apa dene Waskitha, Santi isa mapan ajur-
ajer. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Sikap Kunthi terlihat ramah menerima kedatangan Jumeno,
seperti-seperti rasa kecewa yang dirasakan akhir-akhir ini
bisa hilang. Gelagat yang disembunyikan oleh orang-orang
itu agaknya bisa dibaca oleh Santi. Gadis itu memang tidak
kehabisan akal untuk membuat suasana agar tidak terlihat
tegang. Sebagai teman yang sama baiknya kepada Suryani,
Jumeno atau Waskitha, Santi bisa menempatkan diri.
Santi merasa kecewa menyaksikan interaksi Jumeno yang
dianggap keliru dan melebihi batas pergaulan. Untuk
menghilangkan suasana tegang, ia mengajak Waskitha
membicarakan tentang sastra Jawa. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Nanging jebul seje karo sing dikarepake. Jumeno wis
kumawani nerak paugeran mlumpat saka angger-anggere
wong memitran. Atine krasa gela lan rumangsa dosa
menawa wong-wong kuwi anggone mlumpat saya kadohan.
Agahan kenya kuwi njawil Waskitha api-api ngajak omong
bab sastra Jawa. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Tetapi kenyataannya lain dengan yang diduga. Jumeno sudah
terlalu berani menabrak peraturan melompat dari aturan
113
orang bergaul. Hatinya merasa kecewa dan merasa dosa kalau
orang-orang itu bertindak semakin jauh. Segera gadis itu
mencubit Waskitha pura-pura mengajak bicara bab sastra
Jawa.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Santi memiliki karakter
yang kuat yaitu bisa menempatkan diri dan melihat situasi, ia
memberi kesempatan bagi Jumeno untuk berkunjung pada Kunthi,
tetapi ia juga tidak tega jika rumah tangga bermasalah karena
kehadiran Jumeno.
b) Tokoh pipih
Tokoh pipih adalah tokoh sederhana dan hanya mempunyai satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan karakter yang tertentu saja.
Tokoh pipih tidak diungkap berbagai sisi kehidupannya dan tidak
memberi efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku tokoh
pipih bersifat datar dan monoton. Tokoh pipih yang terdapat dalam
cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto antara lain:
1. Wirasthi
Waskitha bertemu Wirasthi pada acara penataran di Solo dan
mengungkapkan dirinya teringat kisah masa lalu mereka ketika
membaca cerita karangan Waskitha. Hal itu terdapat pada kutipan
berikut:
“Aku kepranan karo critamu sing tansah ngunggulke
katresnan ing saben tema, nadyan sing mbok onceki wujud
kritik sosial lan ndhudhah babagan budaya Jawa. Yen
nedhenge maca angen-angenku nuli tumlawung kelingan
jaman semana nalika isih ana bangku kuliyah. Apa kira-kira
aku isih kena nggo inspirasi minangka tokoh ing critamu?”
(Seri 8:19)
114
Terjemahan:
“Saya tertarik dengan ceritamu yang selalu mengunggulkan
percintaan di setiap tema, meskipun yang kamu unggah
berwujud kritik sosial dan mengusung tentang budaya Jawa.
Kalau setiap membaca angan-anganku lalu mengait ingatan
jamana itu ketika masih di bangku kuliah. Apa kira-kira saya
masih bisa dijadikan inspirasi sebagai tokoh dalam
ceritamu?”
Waskitha konsultasi kepada Wirasthi perihal skripsi ia susun.
Pembicaraan Wirasthi tidak menyangkut skripsi, tetapi ingatan
pada masa lalunya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Aku mumet maca skripsimu. Saben maca lembar-lembar
kang mbok tulis tansah kemleyang angen-angenku marang
lelakon sing wis mungkur. Awakmu isa nglalekake aku merga
wis ana sisihan sing isa menehi rasa sih kanthi sempurna,
nanging tumrap aku beda.” (Seri 21: 49)
Terjemahan:
“Saya pusing membaca skripsimu. Setiap membaca lembar-
lembar yang kamu tulis selalu melayang angan-anganku pada
pengalaman yang telah berlalu. Kamu bisa melupakan saya
karena sudah ada pendamping yang bisa memberi rasa kasih
dengan sempurna, tetapi bagi saya beda.
Wirasthi juga mengatakan kisah di waktu lampau bersama
Waskitha dapat dijadikan sumber inspirasi cerita karangan
Waskitha. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut ini:
“Aku ora bakal nggugah macan turu, ning awakmu dak rasa
pantes nampa critaku. Merga nadyan kaya ngapa wae ora
bakal lali marang lambe atiku. Aku ora isin lamun cerita-
cerita lawas kuwi mbok onceki kayadene roman sing ora
keconggah mbabarake kasetyane.” (Seri 21:49)
Terjemahan:
“Saya tidak akan memicu masalah, tetapi saya rasa kamu
pantas menerima cerita saya. Karena bagaimanapun tidak
akan lupa kepada kata hatiku. Saya tidak malu kalau cerita-
cerita lama itu kamu ungkap seperti roman yang tidak
menjelaskan kesetiaannya.”
115
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wirasthi tetap
mengharapkan untuk selalu berdekatan dengan Waskitha.
2. Jumeno
Pertama kali berkunjung ke rumah Kunthi, Jumeno
mempunyai niat tersembunyi. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Tangane Kunthi digegem kenceng nalika nyalami Jumeno.
Kanthi klecam-klecem priya kuwi nyawang dheweke sajak
mengku surasa sembranan, nganti sing disawang krasa
kecipuhan. (Seri 6:43)
Terjemahan:
Tangan Kunthi digenggam erat ketika menyalami Jumeno.
Dengan klecam-klecem pria itu melihat ia seperti
menunjukkan rasa ceroboh, hingga yang dilihat merasa
tersipu.
Kunjungan Jumeno sebenarnya merupakan salah satu upaya
untuk merebut hati Kunthi. Jumeno merayu dan mengobral janji
untuk mewujudkan keinginannya. Berikut adalah kutipan yang
menguatkan keinginan Jumeno:
“Aku isa ngrasakake menawa sliramu mesthi kerep krasa
kesepen. Merga pengarang kuwi yen dhong katrem ing
donyane inspirasi kadhang sok lali wektu. Dheweke luwih
nengenake marang critane timbang liyane. Mangka wong
urip kuwi butuh kecukupan. Wong urip kuwi butuh
kamardikan, supaya atine ora krasa kejiret. Contone aku
dhewe, ndhisik aku rumangsa mongkog marang sisihanku,
nanging bareng atiku krasa kurang longgar saben mlaku,
suwe-suwe ya ora kuwat”. (Seri 10:42)
116
Terjemahan:
“Saya bisa merasakan kalau kamu pasti sering merasa
kesepian. Karena pengarang itu kalau menikmati di dunia
inspirasi kadang lupa waktu. Dia lebih mengutamakan
ceritanya daripada lainnya. Padahal orang hidup itu butuh
tercukupi. Orang hidup itu butuh kemerdekaan, supaya
hatimu tidak terasa terjerat. Contohnya saya sendiri, dulu
saya merasa bangga kepada pendampingku, tetapi ketika
hatiku merasa kurang senang setiap berjalan, lama-lama juga
tidak kuat.”
Jumeno berani memperlihatkan usahanya merebut hati Kunthi
sekalipun Waskitha berada di dekatnya. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Krungu pangalembanane Waskitha, Jumeno klecam-klecem
lan nglirik marang Kunthi. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Mendengar pujian Waskitha, Jumeno klecam-klecem dan
melirik kepada Kunthi.
Keinginan Jumeno untuk merebut Kunthi semakin nyata ketika
ia sendiri mengatakan langsung kepada Kunthi. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
“Aku kepengin sliramu dadi sisihanku. Aku kandha kanthi
jujur menawa ing pojok atiku ora isa nglalekake awakmu.”
(Seri 24:19)
Terjemahan:
117
“Saya ingin kamu menjadi pendampingku. Saya bicara
dengan jujur kalau di pojok hatiku tidak bisa melupakan
kamu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno memiliki karakter
buruk dan selalu melakukan tindakan yang menyimpang.
3. Pakdhe Wirya
Malam itu Waskitha dan Kunthi berpamitan dan mengucapkan
rasa terima kasih kepada keluarga Pakdhe Wirya karena hendak
menempati rumah baru mereka. Sebelum Waskitha dan Kunthi
pulang, Pakdhe Wirya memberi nasihat yang terdapat pada kutipan
berikut:
“Ning ya ngene welinge Pakdhe Was, wong omah-omah kuwi
godhane gedhe. Apa meneh yen wis wani madeg bale somah
tanpa ngejibake keprabone wong tuwa, mbuh kuwi merga
saka ubeng ingere ekonomi apa dene saru sikune wong
srawung. Dak jaluk awakmu sing jembar segarane lan ora
gampang kebrongot ati yen ngadhepi samubarang kalir.
Adhakane wong arep mulya kuwi sandhungane akeh”. (Seri
10:19)
Terjemahan:
“Tetapi ya begini pesan Pakdhe Was, orang berumah tangga
itu godaannya besar. Apalagi kalau sudah berani berdiri
rumah tangga tanpa menggantungkan rumah warisan orang
tua, entah itu karena dari kondisi ekonomi atau pengaruh
pergaulan. Saya minta kamu yang berpikir panjang dan tidak
mudah panas hati kalau menghadapi segala hal. Wajarnya
orang akan mulia itu hambatannya banyak.”
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pakdhe Wirya merupakan
sosok yang senang memberi nasihat.
118
4. Budhe Wirya
Budhe Wirya menyarankan supaya Waskitha cepat-cepat
mencari papan untuk mendirikan rumah. Menurut Budhe Wirya
seorang pegawai negeri tidak perlu bingung-bingung mencari
hutang untuk tambahan modal. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
“Ning prayogaku nak Waskitha menawa wis ana rejeki angur
ndang golek lemah dhisik. Dak kira wektu telung sasi wis
kena kanggo ancang-ancang mandhiri lo Nak. Pegawe
negeri kaya sliramu kuwi dak kira ora perlu bingung, wis
ana sing dijagakake. Ya mung sliramu kuwi kurang kendel
kaya kanca-kancane”, panyelane Budhe Wirya. (Seri 5:20)
Terjemahan:
“Tetapi menurutku nak Waskitha kalau sudah ada rejeki lebih
baik segera mencari tanah dahulu. Saya kira waktu tiga bulan
sudah bisa untuk siap-siap mandiri lo Nak. Pegawai negeri
seperti kamu itu saya kira tidak perlu bingung, sudah ada
yang dijagakan. Ya hanya dirimu itu kurang berani seperti
teman-temannya,” sela Budhe Wirya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Budhe Wirya merupakan
orang yang sering gegabah dalam bertindak.
5. Suryani
Suryani kagum kepada Waskitha yang sangat bertanggung
jawab kepada anak istrinya. Suryani merasa kalah karena pria yang
sering membantu keluarganya. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
[...] Atine ngalembana marang priya ing cedhake kuwi. Ora
ngira babar pisan wong sing uripe wiwit cilik krasa ora oleh
papan mirunggan, gedhene nunut wong tuwane, saiki
kegadhuhan ati sing disengsemi banget. (Seri 9:20)
119
Terjemahan:
[...] Hatinya memuji kepada pria di dekatnya itu. Tidak
mengira sama sekali orang yang hidupnya sejak kecil tidak
mendapat tempat yang semestinya, besarnya ikut orang
tuanya, sekarang memiliki hati yang sangat dikagumi.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryani merasa kagum
kepada Waskitha yang berani mengambil keputusan besar sebagai
kepala rumah tangga.
6. Pak Warih
Pak Warih benci kepada Pak Sukra yang baru saja pulang dari
rumah Waskitha. Kemarahan Pak Warih terdapat pada kutipan
berikut:
“Titenana yen nganti gawe kisruh wong omah-omah. Iki
dhangkelane ora trima!” ucape Pak Warih. (Seri 8:20)
Terjemahan:
“Awas kalau sampai membuat keruh orang rumah tangga. Ini
kepalanya tidak terima!” ucap Pak Warih.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Warih merupakan
sosok yang pemarah dan pemberani.
7. Wening
Wening marah-marah karena merasa cerita yang dikarang
Waskitha mirip dengan kisahnya di waktu lampau. Ia menuduh
120
Waskitha menceritakan kisah hidupnya. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
“Aku mung kepingin takon Pak, cerkak panjenengan ing
Panjebar Semangat isine ora geseh karo dak lakoni. Kenya
frustasi kang kepedhot katresnan merga ditandhing-
tandhingake karo kenya idhamane wong sing dak tresnani?”
(Seri 2:42)
Terjemahan:
“Saya hanya ingin bertanya Pak, cerkak anda di Panjebar
Semangat isinya tidak ada selisih dengan yang saya alami.
Gadis frustasi yang patah hati karena dibanding-bandingkan
dengan gadis idamannya orang yang saya cintai?”
Wening tetap menuduh Waskitha bahwa cerita yang
dikarangnya itu adalah kisahnya sendiri. Hal tersebut terdapat pada
kutipan:
“Ah, panjenengan kuwi mbok aja selak. Crita kuwi yen dudu
lelakonku njur sapa meneh, nyatane ora ana gesehe
sethithika. Mung jeneng lan settinge wae sing ora padha”.
(Seri 2:20)
Terjemahan:
“Ah, anda itu jangan menyangkal. Cerita itu kalau bukan
pengalamanku lalu siapa lagi, nyatanya tidak ada selisihnya
sedikitpun. Hanya nama dan setingnya saja yang tidak sama”.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wening merupakan sosok
wanita yang mudah tersinggung.
121
8. Sulijah
Sulijah marah-marah kepada Joko Luwak yang bertanya
tentang kabar perselingkuhan Sulijah dan Waskitha. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
“Ana sing gawe pitenah, kepengin ngrusak rumah tanggane
Pak Waskitha. Aku isin yen ora isa mbuktekake saka ngendi
underane pitenah kuwi. Aja mbok aku wong wedok ora wani
ngadhepi pepalang. Yen mung nyaplang lambene kanca-
kancamu kae tanganku iki isih atos,” guneme Sulijah
mecereng. Raine mbrabak kaya wong kesetanan. Lagi iki
Joko Luwak rumangsa atine kedher, nganti ora rinasa
bokonge kaya kelet karo dhingklike. (Seri 17:20)
Terjemahan:
“Ada yang membuat fitnah, ingin merusak rumah tangga Pak
Waskitha. Saya malu kalau tidak bisa membuktikan dari
mana asal fitnah itu. Jangan kamu kira saya wanita tidak
beradi menghadapi perkara. Kalau hanya menampar mulut
teman-temanmu itu tanganku ini masih keras,” kata Sulijah
garang. Wajahnya marah seperti orang kesetanan. Baru kali
ini Joko Luwak merasa hatinya bergetar, hingga tidak terasa
pantatnya seperti lengket dengan tempat duduknya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah tidak terima jika
ada orang lain yang berbuat buruk kepadanya.
9. Pak Gender
Pak Gender merupakan orang yang jujur dan berkata apa
adanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Wonten mergi punika ingkang penting rahayu Pak. Menawi
tiyang cilik kaya kula niki sing ajeng diburu napa. Waton
saben ndinten mpun angsal arta sekedhik cekap ngge nedhi
anak bojo mpun trimah, syukur Pak diparingi seger
kewarasan”. (Seri 15:20)
Terjemahan:
“Di jalan itu yang penting selamat Pak. Kalau orang kecil
seperti saya ini yang akan dikejar apa. Asal setiap hari sudah
122
dapat uang sedikit cukup untuk makan anak istri sudah
terima, syukur Pak diberi kesehatan”.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gender berkata apa
adanya dan menjalani hidup ala kadarnya.
10. Karto Leging
Karto Leging bermaksud menggadaikan kulkasnya kepada
Waskitha untuk membayar cucunya yang dirawat di rumah sakit.
Karto Leging berharap Waskitha mendengar keluh kesahnya. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Sinten melih sing ajeng kula sambati. Ajeng sowan Pak
Wirya kok nggih langka. Yen njenengan mboten kersa
mangke kepeksane kula mlajar teng nggene Pak Sukra”,
guneme Karto Leging keprungu melas. (Seri 3:45)
Terjemahan:
“Siapa lagi yang akan saya harapkan. Akan berkunjung Pak
Wirya kok ya jarang. Kalau anda tidak berkenan nanti saya
terpaksa menuju ke Pak Sukra,” kata Karto Leging terdengar
memelas.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging mengharap
pertolongan Waskitha.
11. Pak Nugraha
Pak Nugraha kagum kepada Waskitha yang tetap menggeluti
kesastraan Jawa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Dhik Waskitha dak acungi jempol dene tansah setya
marang majalah Jawa. Menawa kaya sliramu sajake aku wis
123
ora kuwat. Tekadku sing ndhisik tau prasetya bakal ndhepani
kasusastran Jawa saiki dak khiyanati dhewe. Aku oncat
merga kepepet butuh”, ngendikane Pak Nugraha. (Seri 3:19)
Terjemahan:
“Dhik Waskitha saya acungi jempol masih setia kepada
majalah Jawa. Kalau seperti kamu sepertinya aku sudah tidak
kuat. Tekadku yang dulu pernah setia akan menjunjung
kesastraan Jawa sekarang saya khianati sendiri. Saya
berpindah karena terdesak kebutuhan,” kata Pak Nugraha.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nugraha merupakan
pengarang sastra Jawa yang berpindah ke sastra Indonesia karena
tuntutan kebutuhan.
12. Nuning
Nuning menerima keadaan setelah bercerai dengan suaminya.
Ia merasa bahwa apa yang dicita-citakannya bersama suami sudah
musnah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Wong lanang kuwi sok mbelgedhes kok Pak. Dak rewangi
nggondheli rembug, jare prasetya ing janji. E jebul weruh
thukmis suwe-suwe kok ya kenyut. Saumpama aku duwe
keluwihan isa ngarang crita kaya panjenengan mesthi
lelakonku bakal dak gawe novel tanpa tedheng aling-aling.
Saiki impenku kang dak ronce seprana-seprene wis muspra.
Sing dak gadhang kari anakku mengko dadia bocah utama,”
ujare Nuning. (Seri 16:19)
Terjemahan:
“Orang laki-laki itu kadang berbohong kok Pak. Saya bela
menuruti komitmen, katanya setia di janji. E ternyata melihat
jidat mulus lama-lama kok ya terjerat. Saumpama saya punya
kelebihan bisa mengarang cerita seperti anda pasti
pengalaman saya akan saya buat novel tanpa tutup. Sekarang
impianku yang saya rancang sudah musnah. Yang saya
harapkan tinggal anakku nanti jadilah anak utama,” ucap
Nuning.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Nuning merupakan sosok
wanita yang tegar dan berani menghadapi resiko.
124
Berdasarkan analisis tokoh berdasarkan perkembangan perwatakan
di atas maka dapat disimpulkan tokoh bulat dalam cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto antara lain Waskitha, Kunthi, dan Santi
menunjukkan karakter kuat dan kadang berubah-ubah. Sedangkan
karakter pipih terdapat pada tokoh Wirasthi, Jumeno, Pakdhe Wirya,
Budhe Wirya, Suryani, Pak Warih, Wening, Sulijah, Pak Gender, Karto
Leging, Pak Nugraha, dan Nuning.
c. Latar atau setting
Latar adalah lingkup yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita.
Latar berupa dekor/ tempat untuk berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa
yang sedang berlangsung. Menurut stanton, latar dapat berwujud dekor,
waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode
sejarah. Latar yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto diuraikan berikut ini.
1) Latar berwujud dekor
Latar berwujud dekor adalah latar yang berupa nama tempat, lokasi,
dan letak tertentu. Latar berwujud dekor dalam cerbung Ngonceki Impen
karya Sri Sugiyanto meliputi:
1. Jalan Manyaran-Wuryantoro
Waskitha agak mengantuk karena kurang tidur, jalan Manyaran-
Wuryantoro terasa sepi pada sore hari. Hal tersebut terdapat pada
kutipan beikut:
Mripate krasa nggandhul merga anggone melek kewengen.
Dalan Manyaran-Wuryantoro krasa sepi yen ngadhepake
125
wayah Asar. Minibus padha njagang ditinggal liyer-liyer karo
sopire merga ora ana penumpang sing kemliwer. (Seri 11:19)
Terjemahan:
Matanya terasa menggantung karena begadang terlalu malam.
Jalan Manyaran-Wuryantoro terasa sepi kalau menghadap waktu
Asar. Minibus mangkal ditinggal tidur-tiduran oleh sopirnya
karena tidak ada penumpang yang berlalu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Jalan Manyaran-Wuryantoro
merupakan jalan yang dilewati Waskitha ketika menuju tempat kerja.
2. Randusari
Randusari merupakan tempat tinggal Waskitha, dan secara
keseluruhan adalah dekor terjadinya cerita Ngonceki Impen. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Nadyan umure ora sabarakan, nanging tumrap warga desa
Randusari wis padha ngerti sapa Waskitha iku. Ngelingi jaman
isih jaka akeh kenya sing kepengin nyandhing atine. (Seri 14:20)
Terjemahan:
Meskipun umurnya tidak sebaya, tetapi bagi warga desa
Randusari sudah mengerti siapa Waskitha itu. Mengingat waktu
masih jejaka banyak gadis yang ingin menyanding hatinya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Randusari merupakan tempat
tinggal Waskitha.
126
3. Terminal Ngadirojo
Waskitha membeli bubur kacang hijau dan tahu kupat untuk
Wisnu. Ketika hendak mengangkat HP, baterainya terlanjur drop. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Tekan kuthane wis ngadhepake jam setengah wolu bengi.
Sedhela mampir Terminal Ngadirojo. Golek ganepe oleh-oleh
bubur kacang ijo sarta tahu kupat senengane Wisnu. Arep
ngangkat HP ndadak kentekan batrey wiwit mlebu terminal Solo
mau. (Seri 16: 20)
Terjemahan:
Sampai kota sudah menghadapkan pukul setengah delapan
malam. Sebentar mampir Terminal Ngadirojo. Mencari oleh-
oleh bubur kacang hijau serta tahu ketupat kesukaan Wisnu.
Hendak mengangkat HP mendadak kehabisan baterai sejak masuk terminal Solo tadi.
Terminal Ngadirojo merupakan tempat Waskitha membeli oleh-
oleh ketika pulang dari Solo.
4. Solo
Suryani menghampiri Waskitha dan memberi tahu bahwa Bu
Wirya sedang di-opname. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:
“Ngabari Dhik Waskitha, menawa ibu dina iki opname neng
Solo. Aku wis nyuwun idin Dhik Kunthi dak suwun ngancani
besuk.[..]” (Seri 22: 39)
Terjemahan:
“Mengabari Dhik Waskitha, kalau ibu hari ini opname di Solo.
Aku sudah meminta ijin Dhik Kunthi saya minta menemani
besuk. [...]”
127
Berdasarkan kutipan tersebut maka Solo merupakan kota tempat
Bu Wirya dirawat.
5. Depan warung Sulijah
Ketika menuju rumah Eyang Wira, di depan warung Sulijah
Waskitha dihampiri oleh Joko Luwak yang wajahnya bengap dan
pakaiannya penuh dengan lumpur. Hal tersebut terbukti pada kutipan
berikut:
Sedyane Waskitha sowan Eyang Wira kanggo nyempurnakake
skripsine supaya luwih omber wawasane. Nyuwun iguh pratikel
marang priyayi kang wasis kawruhe babagan basa lan
kasusastran Jawa. Nanging lagi liwat neng ngarep warunge
Sulijah jebul wis diendheg Joko Luwak. Raine bengep abang
ireng, sandhangane gupak lendhut kabeh. (Seri 23:20)
Terjemahan:
Jadinya Waskitha mengunjungi Eyang Wira untuk
menyempurnakan skripsinya supaya lebih luas wawasannya.
Meminta saran dan pendapat kepada orang yang mahir
pengetahuannya tentang bahasa dan kesastraan Jawa. Tetapi
baru lewat warung Sulijah ternyata sudah dihadang Joko Luwak.
Wajahnya bengap merah hitam, pakaiannya terkena lumpur
semua.
Berdasarkan kutipan tersebut maka depan warung Sulijah
merupakan tempat Waskitha didatangi oleh Joko Luwak yang
wajahnya bengap dan pakaiannya penuh lumpur.
6. Pendapa dusun
Pak Warih dan Pak Sukra yang habis berkelahi dibawa ke
pendapa dusun dan menjadi perhatian banyak orang. Hal tersebut
terbukti pada kutipan berikut:
128
Ning pendhapa dhusun wis kebak wong. Pak Warih lagi mentas
gelut karo Pak Sukra neng tulakan sawah. (Seri 23:20)
Terjemahan:
Di pendapa dusun sudah penuh orang. Pak Warih baru saja habis
berkelahi dengan Pak Sukra di tulakan sawah.
Berdasarkan kutipan tersebut maka pendapa dusun merupakan
tempat Pak Warih dan Pak Sukra didamaikan karena telah berkelahi.
Berdasarkan analisis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
latar berwujud dekor dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
antara lain Jalan Manyaran-Muryantoro, Randusari, Terminal Ngadirojo,
Solo, depan warung Sulijah, dan pendapa dusun.
2) Latar Waktu
Latar waktu adalah waktu-waktu kejadian-kejadian yang terjadi
dalam suatu karya sastra fiksi. Latar waktu bisa berwujud waktu-waktu
(hari, bulan, dan tahun), cuaca, rentang waktu dan satu periode sejarah.
Latar waktu dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu:
1. Malam
Malam yang dimaksud adalah setelah waktu Isya‟, yaitu setelah
pukul tujuh malam. Waskitha berniat menjemput Kunthi dan
mengatakan fakta yang sebenarnya serta menjelaskan gosip yang
sudah menyebar hanyalah fitnah. Hal tersebut terbukti pada kutipan
berikut:
129
Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap
Kunthi lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang
jembar. Ewadene menawa sisihane ora gelem nampa, niyate
bakal dionceki bareng-bareng ana ngarepe Sulijah. (Seri 18:20)
Terjemahan:
Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertua. Diharap
Kunthi luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar
yang luas. Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya
akan dibuktikan bersama-sama di depan Sulijah.
Berdasarkan kutipan tersebut maka malam merupakan waktu
yang dipilih Waskitha untuk menjemput Kunthi ke rumah mertuanya.
2. Dua bulan
Rumah Waskitha sudah selesai dibangun dan sudah bisa ditempati
walaupun belum sempurna. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan
berikut:
Rong sasi candhake omah kuwi wis katon njeneggereng nadyan
mung wujud bata mringis. Cendhela isih padha mlompong mung
diwengku blabag cor sing ditata. Sing baku jogane wis dicor
luwih dhisik saengga ora patiya bledug. (Seri 9:43)
Terjemahan:
Dua bulan berikutnya rumah itu terlihat berdiri meskipun hanya
wujud batu-bata meringis. Cendela masih terbuka ditutup papan
130
kayu cor yang ditata. Yang penting lantainya sudah dicor
terlebih dahulu sehingga tidak begitu berdebu.
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dua
bulan merupakan rentang waktu pembangunan rumah Waskitha.
3. Satu tahun
Kunthi merasa kurang diperhatikan dan merasa Waskitha lebih
mementingkan menulis. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:
Kahanan ngono kuwi wis lumaku udakara setaun. Ing pojok
atine kadhang krasa cuwa dene sisihane tansah nengenake
marang tulisane. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Keadaan seperti itu sudah berjalan sekitar setahun. Di pojok
hatinya kadang merasa kecewa karena suaminya lebih
mengutamakan tulisannya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka satu tahun merupakan rentang
waktu Kunthi merasa tidak diperhatikan oleh Waskitha.
4. Dua hari yang lalu
Setengah tidak percaya Waskitha menanyakan penyakit Bu
Wirya. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
“Budhe gerah apa Mbak. Rong ndina kepungkur aku isih
ketemu neng pasar, katone seger wae?” pitakone Waskitha.
(Seri 21: 39)
131
Terjemahan:
“Budhe sakit apa Mbak. Dua hari yang lalu saya masih bertemu
di pasar, kelihatannya segar saja?” tanya Waskitha.
Dua hari yang lalu merupakan periode waktu Waskitha bertemu
dengan Bu Wirya di pasar.
5. Tiga tahun
Tiga tahun merupakan rentang waktu terjadinya cerita Ngonceki
Impen mulai awal hingga akhir. Cerita dimulai ketika ada kabar kedua
putra Pakdhe Wirya terkena PHK, Waskitha lalu membangun rumah
selama dua bulan. Di sela-sela menjadi guru, Waskitha juga aktif
mengarang, dan mendapat undangan penataran Revitalisasi Budaya
Jawa di Solo selama tiga hari. Hari demi hari Waskitha bertemu
dengan banyak orang, termasuk Pak Sukra, dan Jumeno.
Rumah Waskitha sudah ditempati dan untuk menghindari
hutangnya menumpuk ia terus mengarang, dan Kunthi merasa tidak
diperhatikan. Kondisi seperti itu terjadi selama satu tahun. Dalam
kondisi yang belum mapan tersebut Waskitha masih dihadapkan
dengan kehadiran Jumeno yang berniat merusak rumah tangganya,
hingga akhirnya Jumeno ditangkap polisi karena beberapa kasus
kejahatan.
Berdasarkan uraian tersebut maka tiga tahun merupakan rentang
waktu berjalannya seluruh peristiwa yang terdapat dalam cerbung
Ngonceki Impen.
132
Berdasarkan analisis di atas maka latar waktu yang terdapat dalam
cerbung Ngonceki Impen antara lain malam, dua bulan berikutnya, satu
tahun, dua hari yang lalu, dan tiga tahun.
2. Tema
Tema merupakan sebuah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu
diingat, membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak
(Stanton, 2007:36). Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi sesuai dan
memuaskan berkat kehadiran tema.
Tema dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah
perjuangan untuk menggapai cita-cita. Waskitha mempunyai cita-cita menjadi
pengarang yang berkualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung
ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing sela-
selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung. Nadyan urip
lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin dadi pengarang
sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra Jawa. Pengarang
sastra Jawa isih langka. (Seri 2:42)
Terjemahan:
Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata merangkai
cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di sela-sela angin
berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun hidup dan lahir di
desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi pengarang yang mumpuni,
utamanya pengarang di dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih
langka.
Waskitha sebagai tokoh sentral yang ingin mewujudkan keinginannya
untuk membangun rumah. Keinginan Waskitha inilah yang disebut mimpi,
yaitu mimpi yang harus diwujudkan dengan penuh tekad. Waskitha ingin
menjadi pengarang sastra Jawa yang produktif dan memenuhi tanggung
133
jawabnya memberi kesejahteraan bagi anak istrinya, termasuk membangun
rumah. Perjuangan Waskitha untuk membangun rumah didukung oleh kutipan
berikut:
“Omah kuwi wigati Dhik. Niyatku wis kenceng, sadurunge kesabet butuh
sing gedhe. Mbok menawa iki wis dadi tanggung jawabku minangka wong
lanang. Sliramu mesthi sok ngudarasa batin lan nduweni impen kapan isa
duwe omah dhewe”. (Seri 7: 43)
Terjemahan:
“Rumah itu penting Dhik. Niatku sudah bulat, sebelum terkena butuh yang
besar. Mungkin ini sudah menjadi tanggung jawabku sebagai orang laki-
laki. Kamu pasti kadang mengutarakan batin dan mempunyai impian
kapan bisa memiliki rumah sendiri.
Kuliah Waskitha terpaksa diputus karena kurang biaya. Biaya yang
sedianya untuk kuliah akan dipakai untuk membangun rumah. Padahal
Waskitha tinggal menyelesaikan skripsi, yang artinya selangkah lagi sudah usai
masa studinya. Membangun rumah adalah salah satu mimpi Waskitha untuk
mewujudkan tanggung jawabnya kepada anak istri. Perjuangan Waskitha untuk
membangun rumah semakin nyata pada kutipan berikut:
Sisihane meneng. Nyawang adoh kaya nglangut wae kegawa cumithake
angen-angen sing ora ana ganthane. Ing pojoke ati kaya isih ana rasa
eman, dene sisihane trima ngeculake kuliyah kanggo sauntara wektu
betheke kepengin mujudi impen tanggung jawabe minangka kamituwane
wong omah-omah. (Seri 9: 20)
Terjemahan:
Istrinya diam. Memandang jauh seperti larut saja terbawa angan-angan
yang tidak ada kelanjutannya. Di pojok hatinya seperti masih ada
penyesalan, bahwa suaminya terima melepaskan kuliah untuk sementara
134
waktu karena ingin mewujudkan impian tanggung jawabnya sebagai
kepalanya rumah tangga.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tema cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah perjuangan untuk
menggapai cita-cita, yaitu cita-cita Waskitha menjadi pengarang sastra Jawa
yang mumpuni dan perjuangan untuk mewujudkan impian sebagai kepala
keluarga.
3. Sarana-Sarana Sastra
Menurut Stanton, sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode
(pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang
bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat
melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud
fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Sarana-sarana
sastra yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
sebagai berikut:
a. Judul
Menurut Stanton, judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya
sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima
ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu.
Akan tetapi, judul tidak selalu mengacu pada detail yang menonjol. Judul
dari cerbung ini adalah Ngonceki Impen, kata ngonceki berarti mengupas
(dalam makna denotasi), dan impen yang secara harafiah berarti impian.
Berdasarkan arti kata Ngonceki Impen yang artinya mengupas impian, dan
lebih luas lagi artinya ialah mewujudkan keinginan yang belum tercapai
dengan cara-cara bijak dan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, judul
135
cerbung ini relevan dengan kenyataan. Relevansi judul dengan pokok
permasalahan dalam cerita terurai pada kutipan berikut:
“Wong urip kuwi pancen kebak impen. Manungsa kang ora bisa
ngonceki bakal kegiles ing wewayangan endah sing bakal gawe cilaka
jroning mecaki lelakone.” (Seri 20: 20)
Terjemahan:
“Orang hidup itu memang penuh impian. Manusia yang tidak bisa
mengartikan akan tergilas di bayangan indah yang akan membuat
celaka dalam mencapai langkahnya.”
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa untuk mewujudkan impian dan
keinginan, maka manusia harus mempunyai pendirian dan tidak mudah
tergoda. Jika terhanyut dalam godaan maka impian tersebut tidak akan
terwujud.
Judul Ngonceki Impen lebih tepat daripada ngonceki gegayuhan,
karena pada dasarnya gegayuhan atau cita-cita atau keinginan merupakan
mimpi yang harus diwujudkan. Impen Waskitha terwujud karena dia
memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah menyerah. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Wengi terus nggremet. Mbaka siji lumaku wiwit dionceki kanthi ati
temata lan kebak kaprayitnan. Ngelingi menawa urip iki kaya dene
cakra manggilingan. Kabeh bakal owah gingsir merga jantrane
lelakon. (Seri 24: 20)
136
Terjemahan:
Malam terus bergerak. Demi satu berjalan mulai dikupas dengan hati
tertata dan penuh kehati-hatian. Mengingat bahwa hidup ini seperti
cakra manggilingan. Semua akan berubah karena berputarnya waktu.
Berdasarkan kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa judul
Ngonceki Impen dipilih oleh pengarang karena cerbung ini berisikan tentang
keinginan seseorang untuk mewujudkan impian-impiannya demi mencapai
hidup yang lebih damai dan sejahtera.
b. Sudut pandang
Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami
setiap peristiwa dalam cerita. Posisi ini memiliki hubungan yang berbeda
dengan tiap peristiwa dalam tiap cerita: di dalam atau di luar satu karakter,
menyatu atau terpisah secara emosional. Sudut pandang yang digunakan
dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah orang ketiga
tidak terbatas. Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas adalah pengarang
mengacu setiap karakter dengan seakan-akan pengarang melihatnya.
Pengarang menyampaikan dialog-dialog pada tokohnya dan memberi
kebebasan bagi pembaca untuk memutuskan akhir cerita dengan melihat
fakta yang sudah ada.
c. Gaya dan tone
Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa juga
dapat disebut sebagai majas. Gaya dan tone setiap pengarang memiliki
perbedaan sehingga menghasilkan kekhasan tersendiri. Gaya yang
137
digunakan pengarang dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto
adalah sebagai berikut:
1) Durung ilang pupuk lempuyange
Pengarang menggunakan peribahasa tersebut sebagai gambaran
kepengarangan Waskitha yang masih dini. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Pancen manawa diwawas dheweke kuwi klebu pengarang sing
isih ijo, paribasan bocah bayi durung ilang pupuk lempuyange.
(Seri 1: 41)
Terjemahan:
Memang kalau dilihat ia termasuk pengarang yang masih hijau,
ibarat anak bayi belum hilang pupuk lempuyangnya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka peribahasa durung ilang pupuk
lempuyange merupakan gambaran kepengarangan Waskitha yang masih
dini.
2) Kaya jamur mangsa rendheng
Pengarang menggunakan perumpamaan tersebut untuk
menggambarkan lahirnya para penulis muda. Hal itu terdapat pada
kalimat berikut:
Mula ora sah diece yen ndhisik pengarang cerkak lan geguritan
mbrubul kaya jamur mangsa rendheng merga diwiwiti ati
seneng. (Seri 4: 20)
Terjemahan:
138
Maka tidak usah diejek kalau dulu pengarang cerpen dan puisi
bermunculan seperti jamur musim penghujan karena dimulai
hati senang.
Berdasarkan kutipan tersebut maka perumpamaan kaya jamur
mangsa rendheng merupakan penggambaran lahirnya para penulis
muda.
3) Paribasane didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat
Pengarang menggunakan peribahasa di atas untuk menggambarkan
rasa amarah Kunthi karena perkataan Winarsih kakaknya. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Krungu tembunge mbakyune kupinge wis gatel. Dhadhane
mbeseseg merga ngampet gronjalane ati sing wis arep njedhot.
Paribasane didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat. Sak
sabar-sabare menungsa kaya Kunthi kuwi isih klebu manungsa
lumrah, titah sawantah. (Seri 6: 19)
Terjemahan:
Mendengar perkataan kakaknya telinganya sudah gatal.
Dadanya sesak karena menahan gelombang hatinya yang sudah
hampir putus. Ibaratnya ditali terputus, dihadang mlumpat.
Sesabar-sabarnya manusia seperti Kunthi itu masih termasuk
manusia biasa, makhluk sewajarnya.
Berdasarkan kutipan tersebut, maka peribahasa tersebut merupakan
penggambaran rasa amarah Kunthi kepada Winarsih kakaknya.
4) Bagaskara katon sumringah gagah tanpa awer-awer mendhung ing
sakiwa tengene.
Pengarang menggunakan majas personifikasi untuk menjelaskan
suasana siang hari yang terang benderang setelah hujan reda. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
139
Ora nganti seprapat jam udane wis terang. Bagaskara katon
sumringah gagah tanpa awer-awer mendhung ing sakiwa
tengene. (Seri 11: 19)
Terjemahan:
Tidak sampai seperempat jam hujannya sudah reda. Matahari
terlihat berseri gagah tanpa tutup-tutup mendung di sekitarnya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi di atas
digunakan pengarang untuk menjelaskan suasana siang hari yang terang
benderang setelah hujan reda.
5) Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi
Pengarang menggambarkan rasa kekecewaan Waskitha yang
merasa sudah dibohongi oleh Kunthi dengan majas personifikasi yang
ditunjukkan pada kutipan berikut:
Waskitha panggah amem, nalika drijine digegem dening Kunthi.
Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi. Mbuh sapa sing
dicecenges, dheweke nganti ora isa ngonceki. (Seri 11: 42)
Terjemahan:
Waskitha tetap diam, ketika tangannya digenggam oleh Kunthi.
Bintang-bintang yang bertebaran seperti ikut mencibir. Entah siapa
yang diejek, ia sampai tidak bisa mengartikan.
Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi tersebut
menggambarkan rasa kekecewaan Waskitha yang merasa dibohongi
Kunthi.
140
6) Sega sayur kang cemawis ing meja kaya melu ngiris-iris atine.
Pengarang menggunakan majas personifikasi di tersebut untuk
menggambarkan kesedihan Kunthi ketika menyaksikan sikap Waskitha.
Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Saiki atine krasa lara. Sega sayur kang cemawis ing meja kaya
melu ngiris-iris atine. Apa ya kaya ngene iki sing dirasakake
wong wadon yen ora nglegani kakunge. Mesthine dheweke
ngerti rukune wong bebrayan kuwi kuncine ana ing ati. (Seri 12:
19)
Terjemahan:
Sekarang hatinya terasa sakit. Nasi sayur yang tersaji di meja
seperti ikut mengiris-iris hatinya. Apa ya seperti ini yang
dirasakan wanita kalau tidak menyenangkan lelakinya. Pastinya
ia mengerti rukunnya rumah tangga itu kuncinya ada di hati.
Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi di atas
merupakan penggambaran kesdihan Kunthi ketika menyaksikan sikap
Waskitha.
7) Sapa temen bakal tinemu, sapa bakuh bakal kukuh
Pengarang menggunakan peribahasa tersebut untuk
menggambarkan tekad manusia yang ingin mencapai kebahagiaan. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“[..] Ngadhepi kanyatan sok ora sumbut, nuli oncad kaya wong rai
gedheg. Ah jenenge wong urip niku gumantung nasib nggih Pak
wonten paribasan sapa temen bakal tinemu, lan sapa bakuh bakal
kukuh.” (Seri 15:20)
Terjemahan:
“[...] Menghadapi kenyataan sok tidak sesuai, lalu melompat seperti
orang wajah anyaman. Ah namanya hidup itu tergantung nasib ya
141
Pak ada peribahasa siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil,
dan siapa kuat pasti sentosa.
Berdasarkan kutipan tersebut maka peribahasa di atas merupakan
penjelasan tekad yang ingin mencapai kebahagiaan.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam
cerita. Tone tampak dalam berbagai wujud, baik ringan, ironis, misterius,
senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan. Pengarang menonjolkan tone
senyap dan tone tegang dalam cerbung Ngonceki Impen. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane Jumeno bakal
dadi underaning perkara ing tengah-tengah kulawargane. Dina kuwi
tekane Jumeno bebarengan karo Santi, saengga gawe kahanan ora
anyeb. Apamaneh Santi klebu wasis micara lan pinter ngempanake
papan. Dheweke pinter ngencerake swasana sing njendhel. (Seri 19:19)
Terjemahan:
Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau datangnya Jumeno
akan menjadi pusat perkara di tengah-tengah keluarganya. Hari itu
datangnya Jumeno bersamaan dengan Santi, sehingga keadaan tidak
dingin. Apalagi Santi termasuk mahir bicara dan pintar menempatkan
papan. Ia pintar mengencerkan suasana yang tegang.
Berdasarkan kutipan tersebut maka pengarang menonjolkan tone
senyap dan tone tegang ketika Jumeno ditemani Santi menemui Kunthi, dan
disaksikan oleh Waskitha.
d. Simbolisme
Salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi agar tampak
nyata adalah dengan menggunakan „simbol‟, yang berwujud detail-detail
konkret dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi
142
dalam pikiran pembaca. Beberapa simbol yang menarik dalam cerbung
Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibahas berikut ini.
1) Tegal sawah
Pengarang menggunakan kata tegal sawah untuk simbol mata
pencaharian Waskitha. Hal itu terbukti pada kutipan berikut:
“[...]Wektu kuwi terus lumaku, tegal sawah panjenengan ana
pakaryan kang wus dadi kapitayane negara. [...]” (Seri 1:41)
Terjemahan:
“[...] Waktu itu terus berjalan, ladang sawah kamu ada di pekerjaan
yang sudah menjadi kepercayaan negara. [...]”
Berdasarkan kutipan tersebut maka tegal sawah merupakan simbol
mata pencaharian Waskitha.
2) Garan
Pengarang menggunakan kata garan sebagai simbol penunjang atau
alat. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“[...] Raosipun kok kirang prayogi menawi mucal tanpa garan
ingkang gumathok”. (Seri 2:42)
Terjemahan:
“[...] Rasanya kok kurang baik kalau mengajar tanpa batang yang
pasti.”
Berdasarkan kutipan tersebut maka simbol garan merupakan
perwakilan penunjang atau alat.
143
3) Mambu ati
Simbol mambu ati digunakan pengarang untuk menunjukkan makna
atau rasa ketertarikan seseorang kepada lawan jenis. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
Pancen nalika dheweke mlebu makarya neng sekolahan kono
Wening kuwi tau mambu ati marang Waskitha, nanging eman priya
sing diidham-idhamake kuwi wis duwe kenya pilihan satemah rasa
cuwa tansah ginawa ing telenge ati. Tujune wae anggone nandur
katresnan durung pati jero. (Seri 2:43)
Terjemahan:
Memang ketika ia masuk bekerja di sekolah tersebut Wening itu
pernah menaruh hati kepada Waskitha, tetapi sayang pria yang
diidam-idamkannya itu sudah mempunyai gadis pilihan sehingga
rasa kecewa selalu terbawa di dalam hati. Untungnya saja
menanam cinta belum begitu dalam.
Berdasarkan kutipan tersebut maka kata mambu ati merupakan
simbol rasa ketertarikan seseorang kepada lawan jenis.
4) Ngalor-ngidul
Pengarang menggunakan simbol ngalor-ngidul untuk menjelaskan
situasi obrolan antara Waskitha dan Parno. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Yen diuja anggone crita ngalor ngidul ora ana cuthele, nganti ora
krasa wis meh Maghrib wektune. (Seri 2: 43)
Terjemahan:
Kalau dituruti cerita kesana-kemari tidak ada habisnya, hingga
tidak terasa sudah hampir waktu Maghrib.
Berdasarkan kutipan tersebut maka kata ngalor-ngidul
melambangkan situasi obrolan antara Waskitha dan Parno.
144
5) Kabar angin
Pengarang menggunakan simbol kabar angin untuk menjelaskan
kabar perselingkuhan Waskitha dengan Sulijah. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
Disawang liyan ora pantes, nedhenge sisihane ora ana ngomah
kok nampa pawongan sing lagi kepengin ngrimuk atine. Wis ben
wong liya ngarani purik. Wis ben tangga teparo padha alok, merga
atine tatu saka kabar angin sisihane kedanan randha Sulijah. (Seri
17:43)
Terjemahan:
Dilihat yang lain tidak pantas, di saat suaminya tidak di rumah kok
menerima orang yang sedang ingin merebut hatinya. Biarlah orang
lain menyebut purik. Biarlah tetangga menghina, karena hatinya
terluka dari kabar angin suaminya tergila-gila janda Sulijah.
Berdasarkan kutipan tersebut maka kabar angin merupakan
penjelasan tentang kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah yang
belum terbukti kebenarannya.
e. Ironi
Ironi adalah cara untuk meunjukkan bahwa sesuatu berlawanan
dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam
semua cerita yang dikategorikan bagus. Terdapat dua jenis ironi dalam
cerita fiksi yaitu „ironi dramatis‟ dan „tone ironis‟ atau „ironis verbal‟. Ironi
yang terkenal luas yaitu „ironi dramatis‟ dan „tone ironis‟. Ironis yang
terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen adalah sebagai berikut:
1) Ironi dramatis
Ironi dramatis muncul melalui kontras antara penampilan dan
realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya atau
antara harapan dengan faktanya. Ironi dramatis yang terdapat dalam
145
cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah ketika Waskitha
merasakan perubahan sikap pada Kunthi. Waskitha merasakan bahwa
Kunthi yang ada di hadapannya bukan Kunthi yang ia kenal dulu. Ia
merasa kecewa tetapi tidak diperlihatkan. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut:
Waskitha meneng sedhela. Dithithing saka pasuryane sisihane kuwi
pancen wis ana owah-owahan ing jati dhirine. Sedhela disawang
tajem tanpa esem sethithika nuli unjal ambegan landhung karo
ngipatake sesawangan adoh. Dheweke wis nanggapi menawa kang
diadhepi wengi iku dudu Kunthi sing ndhisik tansah semandhing lan
setya marang dheweke. Kunthi wis salin slaga. Ing pojok atine krasa
cuwa nanging ora dikatonake. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Waskitha diam sejenak. Dilihat dari wajah istrinya itu memang
sudah ada perubahan di jati dirinya. Sebentar dipandang tajam tanpa
senyum sedikitpun lalu menghela napas panjang sambil
memalingkan pandangan jauh. Ia sudah menanggapi kalau yang
dihadapnya malam itu bukan Kunthi yang dahulu selalu bersanding
dan setia kepada dirinya. Kunthi sudah ganti perilaku. Di pojok
hatinya merasa kecewa tetapi tidak diperlihatkan.
Berdasarkan kutipan tersebut maka ironi dramatis dalam cerbung
Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terjadi ketika Waskitha merasakan
perubahan sikap Kunthi karena rayuan Jumeno, sementara ia sendiri
tidak bisa berbuat banyak.
Kontras ironis antara harapan dengan kenyataan ditunjukkan ketika
Waskitha pulang, dan ternyata anak istrinya tidak di rumah.
Keinginannya untuk segera bertemu keluarga tidak sesuai dengan angan-
angannya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut:
Ben rada cepet trima ngojeg limang ewu saka terminal nadyan ora
ana sekilo adohe. Nanging atine Waskitha krasa gela dadakan,
146
nalika teka omah katon peteng lan sepi. Omah kuwi suwung. (Seri
16:20)
Terjemahan:
Agar lebih cepat memilih mengojeg lima ribu dari terminal
meskipun tidak ada satu kilo jaraknya. Tetapi hati Waskitha terasa
kecewa mendadak, ketika sampai rumah terlihat gelap dan sepi.
Rumah itu kosong.
Berdasarkan kutipan tersebut maka kontras ironi yaitu Waskitha
merasa kecewa ketika tiba di rumah dan tidak menjumpai anak istrinya.
2) Tone ironis
Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara
berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Tone
ironis dalam cerbung Ngonceki Impen ditunjukkan ketika Waskitha
menerima kabar bahwa kedua putra Pakdhe Wirya terkena PHK dan
berencana pulang ke desa. Jika jadi pulang, kemungkinan rumah yang ia
tempati akan diminta kembali. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha
kelangan gaweyan bakal dadi neng ndesa. Sing njangget banget
neng pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu
jatahe anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryanto. Mesthi wae
yen sida bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi
bakal dijaluk. Nadyan durung wujud keputusan sing gemana,
nanging babagan omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri 4: 43)
Terjemahan:
Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan
pekerjaan dan akan pulang ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain
perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah anak laki-laki
Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau jadi pulang di
147
desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta. Meskipun
belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah sempat
menganggu pikirannya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka tone ironis dalam cerbung
Ngonceki Impen yaitu ketika Waskitha menerima kabar kedua putra
Pakdhe Wirya terkena PHK.
4. Keterkaitan Antarunsur
Unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait antara
unsur satu dengan lainnya. Unsur dalam cerbung ini meliputi fakta-fakta cerita
yang meliputi karakter, latar atau setting dan alur, tema dan sarana-sarana sastra
yang meliputi judul, simbolisme, sudut pandang, gaya dan tone, serta ironi yang
dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk
makna secara keseluruhan cerita. Ditinjau dari fakta-fakta cerita yang meliputi
karakter, latar atau setting dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang
erat dan saling kait membentuk kesatuan yang utuh dan indah. Tema akan
mempengaruhi karakter, latar serta alur cerita yang akan disampaikan oleh
pengarang.
Tema dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah
perjuangan. Perjuangan dalam menggapai cita-cita. Tokoh utama ingin menjadi
pengarang yang mahir dan dikenal oleh banyak orang. Selain menjadi
pengarang, keinginan lainnya adalah mewujudkan impiannya sebagai kepala
keluarga yang memberi kesejahteraan bagi anak istri.
Ditinjau dari sarana-sarana sastra yang meliputi simbolisme, sudut
pandang, gaya dan tone, serta ironi adalah kekhasan pengarang dalam
148
menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah cerita yang dapat
dinikmati oleh pembacanya. Pengarang menyesuaikan tone dengan keadaan dan
suasana yang dialami oleh setiap tokohnya. Misalnya dalam situasi santai
pengarang menggunakan tone ringan, dan dalam situasi bingung pengarang
menggunakan tone penuh perasaan, akibat dari tema yang diangkat yaitu tentang
perjuangan untuk mewujudkan keinginan. Sudut pandang yang digunakan
pengarang adalah sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, artinya pengarang
sepenuhnya mengetahui tentang semua seluk beluk dalam cerbung ini.
Pengarang dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir,
pengarang juga dapat muncul ketika tidak ada satu karakterpun yang muncul.
Adanya sarana-sarana sastra dapat memberikan keindahan serta warna tersendiri
dalam sebuah cerita. Dengan demikian secara keseluruhan keterkaitan dalam
cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto mempunyai hubungan yang erat
sehingga membentuk suatu nilai estetik dalam sebuah karya sastra. Nilai estetik
dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dapat terlihat dari
keseluruhan keterkaitan yaitu yang berupa tema, alur, penokohan, setting dan
sarana-sarana sastra yang berupa judul, sudut pandang, gaya dan tone,
simbolisme dan ironi yang terdapat dalam cerbung.
B. Kejiwaan Tokoh Utama menurut Ilmu Jiwa Kramadangsa Ki Ageng
Suryamentaram
Manusia pasti menemui kesulitan dalam hidupnya. Hal itu tidak bisa
dipungkiri, melihat bahwa manusia adalah makhluk yang berpasang-pasangan dan
pasti berkeluarga. Permasalahan atau persoalan yang muncul dalam keluarga
tersebut beragam wujudnya, baik masalah yang datang dari dalam keluarga itu
149
sendiri maupun masalah yang berasal dari luar. Cerbung Ngonceki Impen karya
Sri Sugiyanto menunjukkan adanya persoalan-persoalan pada sebuah keluarga
dalam kehidupan sehari-hari serta memperlihatkan sikap dan tindakan tokoh
utama Waskitha sebagai kepala keluarga yang penuh tanggung jawab dan terus
berusaha mewujudkan keinginannya menjadi pengarang yang berkualitas dan
pengayom bagi anak istrinya. Waskitha sebagai tokoh utama memiliki wawasan
yang luas, berpikir matang-matang sebelum bertindak dan mampu mengendalikan
emosi di kala menghadapi masalah yang berat. Waskitha tidak pernah mengeluh
setiap menghadapi masalah dan tantangan serta selalu optimis dalam segala
situasi. Selanjutnya proses kejiwaan tokoh utama Waskitha dalam menghadapi
permasalahan akan diuraikan menggunakan teori ilmu jiwa kramadangsa Ki
Ageng Suryamentaram. Proses kejiwaan yang terdapat pada tokoh Waskitha akan
dibahas berikut ini.
Kramadangsa Waskitha tampak ketika sepulang dari acara penataran dan
sesampai di rumah ternyata sepi. Anak dan istrinya berada di rumah mertuanya, ia
kemudian bergegas menuju warung Sulijah tanpa memperdulikan pendapat orang
lain. Menurutnya orang hidup kebutuhannya sendiri-sendiri, asal tidak
mengganggu kebebasan orang lain. Sifat kramadangsa yang ingin mencari
kesenangannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain membuat Waskitha
melakukan hal tersebut, terbukti pada kutipan berikut ini:
Nalika weteng krasa luwe, klithih-klithih neng warunge Sulijah. Waskitha
ora nggagas menawa lakune tansah diulati dening wong akeh. Dheweke
ora maelu, wong urip duwe butuhe dhewe-dhewe. Waton ora ngganggu
kamardikane liyan. Ndadak kokehan petung. (Seri 16:20)
150
Terjemahan:
Ketika perut terasa lapar, pelan-pelan ke warung Sulijah. Waskitha tidak
memperdulikan kalau jalannya selalu diperhatikan oleh banyak orang. Ia
tidak peduli, orang hidup butuhnya sendiri-sendiri. Asal tidak mengganggu
kebebasan orang lain. Mendadak kebanyakan perhitungan.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kramadangsa sebagai tukang berpikir
mendorong Waskitha untuk mencari ketenangan di warung Sulijah. Sulijah
merupakan janda beranak satu yang senang bermain api, dan pendapat orang lain
pasti buruk tentangnya. Waskitha bisa saja menjadi bahan perbincangan warga
sekitar karena ia berada di warung tersebut, dan tidak biasanya ia mengunjungi
warung itu. Apalagi Waskitha merupakan guru yang telah berkeluarga, dipandang
tak pantas menghampiri seorang janda.
Psikologi kepribadian dalam istilah Jawa yang dipakai Ki Ageng
Suryametaram ialah pangawikan pribadi atau pengetahuan diri sendiri.
Pengetahuan diri sendiri yang dimaksudkan ialah penguasaan atau pengendalian
atas apa yang dihadapi, baik itu hal yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Pangawikan pribadi dialami Waskitha ketika Kunthi berubah
sikap dan lebih percaya kepada Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake dening
sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem kembronjale ati
sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi lagi kengguh ing
panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati murka bakal nuwuhake
brahala ing bale somahe. Jroning ati panggah terus istigfar. (Seri 18:43)
151
Terjemahan:
Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh istrinya.
Tetapi ia mencoba sabar. Mencoba menahan amarah hati yang terus
menggumpal di dalam dada. Kunthi sedang terkena godaan. Kalau
dihadapi dengan hati murka akan menimbulkan masalah di rumah
tangganya. Dalam hati terus istighfar.
Kutipan tersebut menunjukkan penguasaan dan pengendalian diri Waskitha
agar tidak menuruti ego dan lebih memprioritaskan logika dan resiko yang akan
terjadi jika ia bertindak gegabah.
Ki Ageng Suryamentaram menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya
memiliki rasa hidup yang terdiri dari tujuh rasa, yaitu rasa senang dan susah (raos
bingah-susah), rasa sama (raos sami), rasa damai (raos tentrem), rasa tabah (raos
tatag), rasa iri dan sombong (raos meri-pambegan), rasa sesal dan khawatir (raos
getun-sumelang), dan rasa bebas. Rasa hidup yang dialami oleh Waskitha akan
diuraikan berikut ini.
a. Rasa senang dan rasa susah (raos seneng lan raos susah)
Tokoh Waskitha mengalami rasa senang dan susah yang silih berganti.
Waskitha mengalami rasa senang dimulai ketika selain mencari nafkah juga
harus kuliah demi mengejar gelar sarjana, dan semua kebutuhan tercukupi.
Untuk menambah keterampilannya di bidang pembawa acara Waskitha
kursus di Permadani. Maka kesenangan Waskitha dalam hal ini mengalami
mulur. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Sajroning setaun anggone kuliyah krasa lancar. Kabeh kebutuhan
isa dicukupi, kepara isa nyisihake celengan saben sasine. Samben-
samben sing jumbuh karo keprigelane ora disepelekake. Sing
penting cagake gawe minangka guru ora kelepyan, merga kuwi
dadi tegal sawah sing sayektine. Kanggo njangkepi kawruh
babagan ulah budaya sastra Jawa, Waskitha melu kursus
pambiwara ing Permadani. (Seri 4: 20)
152
Terjemahan:
Selama satu tahun kuliahnya terasa lancar. Semua kebutuhan bisa
dicukupi, malah bisa menyisihkan tabungan setiap bulannya.
Sampingan-sampingan yang sesuai dengan keterampilannya tidak
diremehkan. Yang penting pekerjaan utamanya sebagai guru tidak
berantakan, karena itu sudah menjadi mata pencaharian yang
sesungguhnya. Untuk melengkapi pengetahuan tentang olah
budaya sastra Jawa, Waskitha ikut kursus pembawa acara di
Permadani.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Waskitha selalu menghadapi
tuntutan hidup dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab. Waskitha
melakukan semuanya tanpa keluh kesah, maka rasa senang Waskitha
kembali mulur. Keterampilan Waskitha mendapat sambutan baik dari warga
di desa karena belum luluspun sudah mendapatkan penghasilan dari hasil
pekerjaan sampingannya sebagai pembawa acara dalam hajatan mantu. Hal
ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Sing diarani urip pancen kudu kebak petungan kang memed
kanggo mlaku nuju gegayuhan. Kanggo ngompliti kawruh ing
kagunan basa dheweke nekad ambyar kursus ing Permadani
babagan pranata wicara, ing pangajap kena kanggo tambahing
seserepan lan pengalaman kang bakal migunani ing tengahe
masyarakat. Lan nyatane durung nganti lulus saka anggone kursus
Waskitha wis entuk kawigaten saka warga desane, yaiku babagan
atur pambagya raharja wong duwe gawe mantu. (Seri 4: 20)
Terjemahan:
Yang disebut hidup memang penuh perhitungan yang matang untuk
meraih cita-cita. Untuk melengkapi pengetahuan di bidang bahasa
ia nekat terjun kursus di Permadani tentang pengarah acara, dengan
harapan bisa untuk tambahan pengetahuan dan pengalaman yang
akan berguna di tengah masyarakat. Dan nyatanya belum sampai
lulus dari tempat kursus Waskitha sudah mendapat perhatian dari
warga desa, yaitu bagian mengatur sambutan perayaan orang punya
hajat mantu.
Kebahagiaan tidak selamanya dirasakan oleh setiap manusia.
Kebahagiaan pasti diselingi dengan kesedihan serta kekecewaan. Waskitha
merasa agak kecewa dengan perubahan sikap Kunthi. Untuk menghilangkan
153
penat di rumah Waskitha keluar rumah berjalan-jalan, lalu menuju warung
Sulijah. Waskitha merasa terhibur dengan sambutan Sulijah yang ramah
sehingga kesedihannya hilang. Rasa senang kembali dirasakan Waskitha
yang tadinya mengalami kesedihan dan kekecewaan. Maka dalam hal ini
kesenangan dan kesedihan Waskitha mengalami mulur-mungkret. Hal itu
terbukti pada kutipan berikut:
Waskitha mung mesem tipis. Ing pojok atine ana rasa sethithik rasa
mongkog krungu tembuge Sulijah, nadyan tembung kuwi yen
dirasakake karepe ya mung nggedebus alias rayuan gombal ben
sing teka kono kena diblengket kanggo ngregengake. Nadyan kaya
ngono ning sethithik wis kena kanggo tambah atine sing wektu
kuwi isih krasa gela. (Seri 12: 20, 49)
Terjemahan:
Waskitha hanya tersenyum tipis. Di pojok hatinya ada rasa sedikit
rasa bangga mendengar kata Sulijah, meskipun perkataan itu kalau
dirasakan tujuannya hanya gurauan atau rayuan gombal agar yang
datang ke situ bisa ditarik untuk meramaikan. Meski begitu tetapi
sedikit sudah bisa untuk tambah hatinya yang waktu itu masih
terasa kecewa.
Waskitha tidak selamanya mengalami kesenangan dan kebahagiaan.
Kesedihan Waskitha diawali ketika dia harus menempuh kuliah sarjana
untuk melengkapi salah satu syarat sebagai pendidik. Waskitha mengalami
kesedihan sebelum kebahagiaan. Keinginan Waskitha mungket, karena
dalam batin dia ingin tidak hanya menyelesaikan sarjana, tetapi juga
menempuh S2. Namun sayang keinginannya tersebut mungkret mengingat
kebutuhan keluarganya belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Waskitha mesem tipis meneh. Ngendikane Pak Nur Sholeh pancen
ngemu surasa bener. Nanging tumrap dheweke, pitutur kang becik
kuwi sajake kaya cengkah karo isen-isene ati. Krentege kepara ora
mung kepengin oleh gelar sarjana wae, nanging sadurunge wis
154
duwe pangangkah kepengin entuk gelar S2. Eman, tekad kang
sinurung niyat makantar-kantar kuwi nglokro bareng ngelingi
kebutuhane sing durung isa dicukupi. (Seri 5: 19)
Terjemahan:
Waskitha tersenyum tipis lagi. Perkataan Pak Nur Sholeh memang
mengandung maksud benar. Tetapi bagi dia, nasihat yang baik itu
sepertinya lain dengan isi hatinya. Keinginannya tidak hanya
memperoleh gelar sarjana saja, tetapi sebelumnya sudah punya
rencana mendapat gelar S2. Sayang, tekad yang didorong niat
menggebu-gebu itu tidak berdaya ketika mengingat kebutuhannya
yang belum bisa dicukupi.
Kesedihan Waskitha kembali nampak setelah ia konsultasi kepada
dosen pembimbing skripsinya. Waskitha hampir putus asa karena skripsi
yang ia susun banyak ditemukan kekeliruan. Kesenangan Waskitha dalam
hal ini semakin mungkret, karena ia merasa tidak dihargai. Hal itu terdapat
pada kutipan berikut:
“Aku ora guyon, delengen dhewe skripsi iki!” Waskitha
ngulungake skripsine marang Santi. Sing mbukaki lembarane
mlongo weruh ketikan skripsi kuwi kebak coretan prasasat saben
kaca ora linggar saka mangsi bimbingan. (Seri 22: 20)
Terjemahan:
“Saya tidak bercanda, lihatlah sendiri skripsi ini!” Waskitha
menyodorkan skripsinya kepada Santi. Yang membuka lembaran
melongo melihat ketikan skripsi itu penuh coretan hampir setiap
halaman tidak luput dari tinta bimbingan.
Kesedihan Waskitha yang diungkapkan pada kutipan di atas disusul
ketika ia konsultasi kepada Wirasthi. Kesedihan Waskitha berasal dari rasa
155
kekecewaannya karena dimarahi habis-habisan oleh Wirasthi. Waskitha
hampir putus asa dan merasa tidak mendapat apresiasi dari Wirasthi. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
”Tulisan salah, format kurang bener, isih didukani, apa ora ati
lara. Patuta aku wis mutung ora oleh gelar sarjana ora apa-apa.
Yen perlu golek pembimbing liyane wae.” (Seri 22: 20)
Terjemahan:
“Tulisan salah, format kurang benar, masih dimarahi, apa tidak
sakit hati. Pantasnya saya sudah putus asa tidak mendapat gelar
sarjana tidak apa-apa. Kalau perlu mencari pembimbing lainnya
saja.
Waskitha merasakan bahwa Kunthi tidak terus terang padanya.
Sepulang dari pertemuan dengan Jumeno di rumah orang tuanya sikap
Kunthi tidak seperti biasanya. Sebenarnya Kunthi masih ingin berbincang-
bincang dengan Jumeno lebih lama, namun sebagai istri ia harus mengikuti
suaminya pulang. Waskitha mengalami rasa sedih dengan sikap Kunthi
yang menyembunyikan sesuatu. Kramadangsa Waskitha sebagai tukang
berpikir menahan dia agar tenang sejenak dan berpikir dengan pikiran
pikiran jernih. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha panggah amem, nalika drijine digegem dening Kunthi.
Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi. Mbuh sapa sing
dicecenges, dheweke nganti ora isa ngonceki. Wekasane wengi
kang terus nggremet kuwi mung tambah sepi, lan suwung ing
angen-angen. (Seri 11: 42)
Terjemahan:
156
Waskitha tetap diam, ketika jemarinya digenggam oleh Kunthi.
Bintang-bintang yang bertebaran seperti ikut mencibir. Entah siapa
yang diejek, dia sampai tidak bisa mengungkapkan. Akhirnya
malam yang terus bergerak itu hanya tambah sepi, dan kosong di
angan-angan.
Kekecewaan kembali dirasakan Waskitha sepulang dari penataran di
Solo. Sesampainya di rumah anak istrinya tidak dijumpainya. Berkali-kali
Waskitha menelepon tidak diangkat. Keinginan untuk bertemu anak istrinya
seketika itu mungkret karena tidak seperti yang ia bayangkan. Hal ini
terdapat pada kutipan berikut:
Atine Waskitha krasa angluh. Oleh-oleh enting-enting, wingka
babad, bubur lan tahu kupat disawang kaya ora ana ajine.
Pengarep-arep rasa kangen ing paran kepengin ndang mulih
ketemu anak bojo geseh karo angen-angen. Wekasane dheweke
mung lengekan ana lincak. Angen-angene kothong mlompong.
(Seri 16: 20)
Terjemahan:
Hati Waskitha merasa sedih. Oleh-oleh enting-enting, wingka
babad, bubur dan tahu kupat dilihat seperti tidak ada harganya.
Harapan-harapan rasa rindu di perantauan ingin segera pulang
bertemu anak istri tidak sesuai dengan angan-angan. Akhirnya ia
hanya duduk di lincak. Angan-angannya sangat kosong.
Dengan iming-iming kesuksesan dan hendak memberikan pekerjaan
maka Kunthi semakin percaya kepada Jumeno teman lamanya itu. Kunthi
selalu membicarakan tentang kesuksesan Jumeno dan perhatian yang
diberikan kepadanya. Perubahan sikap Kunthi semakin nyata. Waskitha
merasa sedih karena dibanding-bandingkan dengan orang lain yang bukan
siapa-siapa. Maka kesedihan Waskitha bertambah, ditambah sebelum
peristiwa itu Kunthi pulang ke rumah orang tuanya dan kini lebih percaya
kepada Jumeno. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Satemene atine Waskitha krasa perih dene jejering wong lanang
ditandhing-tandhingake karo wong lanang liya sing dudu sapa-
157
sapa. Kamangka sajrone netepi dadi wong omah-omah dheweke
ora tau linggar saka tanggung jawab ngopeni anak bojo. (Seri 18:
43)
Terjemahan:
Sebenarnya hati Waskitha merasa perih karena sebagai orang laki-
laki dibanding-bandingkan dengan lelaki lain yang bukan siapa-
siapa. Padahal selama menjalani rumah tangga ia tidak pernah lari
dari tanggung jawab memperhatikan anak istri.
Setelah melalui berbagai cobaan hidup Waskitha semakin tegar.
Kesedihan berganti dengan kesenangan. Pemenuhan kebutuhan keluarga
dan godaan dalam rumah tangga yang pernah membuat kesedihan dan
keinginan menjadi mungkret telah berakhir. Kebahagiaan hidup Waskitha
mulur ketika kuliahnya sudah selesai, serta usaha rias yang dijalankan
bersama Kunthi semakin lancar. Keinginan untuk membahagiakan anak
istrinya terwujud. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Ora krasa wektune terus lumaku. Waskitha wis mentas wisudha.
Rasane bombong dene pacoban kanggo mecaki urip wis diliwati,
lan kena kanggo kaca benggala. (Seri 24: 20)
Terjemahan:
Tidak terasa waktunya terus berjalan. Waskitha sudah wisuda.
Rasanya bangga karena cobaaan untuk menjalani hidup sudah
dilewati, dan bisa untuk cermin benggala.
Kehidupan Waskitha semakin sejahtera karena ekonominya tertata
serta tunjangan sertifikasi sudah ia terima. Usaha dekorasi yang
dijalankannya lancar. Maka kesenangan Waskitha semakin mulur, karena
Waskitha telah menadapatkan kebahagiaan setelah melewati persoalan-
158
persoalan dalam hidupnya dalam proses yang panjang. Hal itu dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Omah wis njenggarong ora katon mringise bata. Sinawang katon
asri merga wasis anggone mranata papan. Uripe wis krasa mapan.
Utange nipis, kepara wis isa nambahi isine rekening. Garasi sisih
kering wis ana isine, nadyan dudu mobil anyar. Uripe krasa ayem,
ngelingi usaha dhekorasine saya mapan lan tunjangan sertifikasi
wis isa dirasakake. (Seri 24: 20)
Terjemahan:
Rumah sudah berdiri kokoh tidak tampak mringisnya batu bata.
Dipandang tampak asri karena bisa menata papan. Hidupnya sudah
terasa mapan. Hutangnya menipis, malah sudah bisa menambah isi
rekening. Garasi sebelah sudah ada isinya, walaupun bukan mobil
baru. Hidupnya terasa tenang, mengingat usaha dekorasinya
semakin mapan dan tunjangan sertifikasi sudah bisa dirasakan.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mengalami rasa
susah dan senang. Rasa senang dialami ketika ia kuliahnya terasa lancar dan
kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi, kemudian ia mendapat penghasilan
tambahan dari profesi sampingan sebagai pembawa acara di tempat warga
yang menyelenggarakan hajatan, dan di akhir cerita saat ia telah diwisuda
dan hidupnya terasa sejahtera berkat rumahnya sudah tertata, dan usaha rias
yang dijalankan istrinya semakin lancar sehingga keinginannya mulur. Rasa
susah juga dialami Waskitha ketika keinginan untuk meneruskan ke jenjang
Strata 2 tidak tercapai, dimarahi oleh Wirasthi sebagai dosen pembimbing,
dan perubahan sikap Kunthi yang tega membanding-bandingkan ia dengan
Jumeno mengakibatkan keinginan Waskitha mengalami mungkret. Tokoh
Waskitha mengalami rasa senang dan rasa susah yang mengakibatkan
keinginan menjadi mulur-mungkret.
159
b. Rasa Sama (raos sami)
Dalam cerbung Ngonceki Impen Waskitha mengalami rasa sama. Dia
memahami bahwa setiap manusia pasti mengalami rasa yang sama sebentar
senang dan sebentar susah silih-berganti. Waskitha mengetahui bahwa
setiap manusia pada hakikatnya mempunyai keinginan yang sama yaitu
ingin hidup bahagia.
Tokoh Waskitha merasakan hal yang sama dengan rasa yang dialami
oleh orang lain. Setiap manusia ada kalanya kurang dan ada kalanya cukup.
Serta ada kalanya manusia berbagi dengan orang yang sedang
membutuhkan pertolongan. Rasa sama menjadi rasa iba dan rasa untuk
berbagi Waskitha terhadap orang lain. Pengalaman hidup orang lain yang
mapan maupun yang kekurangan dijadikannya sebagai pelajaran hidup
untuk melangkah ke depannya. Rasa sama tidak harus berasal dari
pengalaman rasa diri sendiri, namun juga rasa atas pengalaman orang lain.
Waskitha memiliki keinginan menjadi pengarang sastra Jawa yang
mumpuni, karena pengarang sastra Jawa masih langka. Waskitha merasakan
rasa sama bahwa setiap manusia pasti memiliki keinginan yang harus
diwujudkan dengan cara masing-masing. Kramadangsa sebagai tukang
menginginkan dan tukang berpikir nampak pada Waskitha dalam hal ini.
Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung
ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing
sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung.
Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan
kepengin dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing
jagad sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita
ing majalah Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul
160
tulisan pengarang anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora
katon irunge. (Seri 2:42)
Terjemahan:
Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata
merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di
sela-sela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata.
Meskipun hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita
ingin menjadi pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di
dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih langka. Cerita-
cerita di majalah Jawa yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul
tulisan pengarang baru hanya sekilas saja, setelah itu tidak
kelihatan batang hidungnya.
Rasa sama dialami Waskitha mengojek Mino Kompreng. Setelah
menerima ongkos Mino Kompreng hendak memberikan uang kembalian
kepada Waskitha namun ditolak. Waskitha tahu bahwa Mino Kompreng
bekerja sampingan sebagai tukang ojeg semata-mata karena memburu
rejeki. Rasa sama Waskitha terhadap kondisi ekonomi orang lain kembali
muncul sebagai rasa berbagi untuk mereka yang membutuhkan. Waskitha
menyadari di jaman sekarang jika tidak memiliki penghasilan yang tetap
maka akan sukar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut ini:
Ojege tekan platarane omah. Dhuwit lembaran puluhan ewon
diulungake. Angkahe Mino Kompreng emoh nampa, merga
ngelingi wis tau dadi kanca ing kalangane ulah budaya. Ning
Waskitha ngotot. Dheweke ngerti marang pakaryane mitrane kuwi
anggone ngojeg beteke mburu rejeki. (Seri 3: 45)
Terjemahan:
Ojeknya sampai halaman rumah. Uang lembaran puluhan ribu
diberikan. Niatnya Mino Kompreng enggan menerima, karena
mengingat sudah pernah jadi teman di kalangan olah budaya.
Tetapi Waskitha ngotot. Ia mengerti bahwa pekerjaan mitranya itu
mengojek lantaran mengejar rejeki.
Karto Leging bertamu ke rumah Waskitha dengan maksud
menggadaikan kulkas untuk menebus cucunya di rumah sakit. Waskitha
161
sebenarnya memerlukan uang tersebut untuk membeli komputer, namun ia
tidak tega kepada Karto Leging yang lebih membutuhkan. Rasa sama
dialami Waskitha bahwa ia harus menolong orang yang lebih
membutuhkan, walaupun ia juga membutuhkan uang tersebut dan tidak
membutuhkan kulkas. Apalagi Karto Leging merupakan orang yang sering
membantu keluarganya tanpa memathok besarnya imbalan materi.
Kramadangsa Waskitha menuntunnya untuk berbuat baik dan peduli
sesama. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta kuwi
mau sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep nggo tuku
komputer. Nanging dheweke ora mentala disambati pawongan sing
tau labuh labet tanpa nodhi ukure bandha. (Seri 3: 45)
Terjemahan:
Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta itu
tadi yang pinjaman dari koperasi sekolah. Rencananya untuk
membeli komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan oleh
orang yang sering membantu tanpa mengharap besarnya upah.
Kutipan di atas menunjukkan rasa sama Waskitha terhadap nasib
orang lain yang benar-benar sedang mengalami kesukaran. Jika Waskitha
menuruti Kramadangsa-nya, ia tidak akan mempertimbangkan keluh-kesah
Karto Leging, dan tidak akan meminjamkan uang tersebut. Kramadangsa
Waskitha lebih mengutamakan dirinya, menggunakan uangnya untuk
membeli komputer. Maka, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa
sama dialami Waskitha atas musibah yang menimpa orang lain.
162
Di tempat kerja, Wening menceritakan tentang adik perempuannya
yang ditipu oleh kenalan baru adiknya. Mendengar penuturan tersebut
Waskitha juga memiliki rasa yang sama dengan Wening bahwa kadang-
kadang sesuatu yang tampak tulus dalam pergaulan hanyalah tipu muslihat
untuk mengelabuhi orang lain. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
“Ah kadhangkala jroning srawung iku ati jujur lan tulus durung
mesthi entuk piwales kang murwat. Merga donya kuwi kaya dene
sandiwara,” panggresahe Waskitha. (Seri 20: 20)
Terjemahan:
“Ah, kadang-kadang dalam bergaul itu hati jujur dan tulus belum
pasti mendapat balasan yang berharga. Karena dunia itu ibarat
sandiwara,” keluh Waskitha.
Setelah mendengar cerita adik Wening yang ditipu oleh kenalan
barunya, Waskitha merasakan Kutipan ungkapan Waskitha yang
menyatakan rasa sama. Waskitha menunjukkan rasa sama atas pengalaman
rasa orang lain. Hal tersebutdapat dilihat pada kutipan berikut ini:
“Wong urip kuwi pancen kebak impen. Manungsa kang ora bisa
ngonceki bakal kegiles ing wewayangan endah sing bakal gawe
cilaka jroning mecaki lelakone.” (Seri 20: 20)
Terjemahan:
Orang hidup itu memang penuh impian. Manusia yang tidak bisa
mengartikan akan tergilas oleh bayangan indah yang akan membuat
celaka dalam menjalankan hidupnya.”
163
Rasa sama dialami Waskitha sepulang dari rumah Wirasthi. Waskitha
tanggap dan tahu apa yang dirasakan Wirasthi. Dari segi materi Wirasthi
memang sudah mapan, namun di lain sisi kemapanan tersebut, Wirasthi
hidup tanpa suami. Waskitha memahami bahwa hidup perlu adanya
pendamping untuk melewati hari demi hari tanpa rasa sepi. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan berikut:
Waskitha mesem karo ndhisiki metu saka ruwang mangan. Ing
batin mbenerake apa kang dikandhakake dening Wirasthi tanpa
basa-basi kuwi. Dheweke wis isa nggagapi menawa kanggo mecaki
dina-dina sing lumaku mesthi wae atine krasa sepi, apa meneh yen
wis manjing wektu wengi. (Seri 22: 19)
Terjemahan:
Waskitha tersenyum sambil mendahului keluar dari ruang makan.
Dalam batin membenarkan apa yang dikatakan oleh Wirasthi tanpa
basa-basi itu. Ia sudah bisa merasakan bahwa untuk menjalani hari-
hari yang berlalu pasti saja hatinya merasa sepi, apalagi kalau
waktunya menginjak malam.
Wirasthi berprofesi sebagai dosen, dan dari segi materi ia
berkecukupan. Rumahnya megah, dan serba mudah untuk mendapatkan apa
yang diinginkan. Namun Wirasthi merasa kesepian, suaminya tidak pernah
berada di rumah karena tuntutan pekerjaan. Rasa sama dialami Waskitha
sepulang dari rumah Wirasthi. Otomatis perhatian yang diberikan oleh
suami Wirasthi juga kurang. Waskitha merasa bahwa pada dasarnya
manusia membutuhkan perhatian dari pasangan agar hidup terasa indah dan
nyaman. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Sadalan-dalan pikirane dadi uleng. Wewayangan Wirasthi bali
ngranuhi mbabarake crita kebak panelangsa. Wong urip pancen
perlu banget anane kawigaten. Apameneh tumrape wong omah-
omah. Kawigaten kang jumbuh lan mungguh bakal dirasakake dadi
beteng kang bisa mecut krenteg kanggo mecaki ing dina candhake.
(Seri 22: 19)
164
Terjemahan:
Di sepanjang jalan pikirannya menjadi tidak tenang. Bayangan
Wirasthi kembali datang menjelaskan cerita penuh penderitaan.
Orang hidup itu memang perlu adanya perhatian. Apalagi bagi
orang berumah tangga. Perhatian yang sesuai dan tepat akan
dirasakan menjadi benteng yang bisa mendorong keinginan untuk
menjalani di hari selanjutnya.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mengalami rasa
sama dari pengalaman hidup diri sendiri dan orang lain. Waskitha mengerti
dan memahami bagaimana rasanya kekurangan, kesulitan, dan kesepian.
Rasa sama tidak harus berasal dari pengalaman batin diri sendiri, tetapi juga
pengalaman batin yang dialami oleh orang lain.
c. Rasa damai (raos tentrem)
Ki Ageng Suryamentaram menyatakan bahwa rasa damai atau raos
tentrem dapat dirasakan jika manusia bertindak seenaknya, sebutuhnya,
seperlunya, secukupnya, semestinya dan sebenarnya. Rasa damai yang
dialami oleh Waskitha diuraikan berikut.
Tindakan Waskitha yang seenaknya terjadi di saat ia menerima komisi
dari cerita pendek karangannya yang dimuat merupakan tindakan yang
seenaknya. Meskipun honornya sedikit namun ia terima dengan senang hati.
Waskitha menerima apa yang ia dapatkan dengan enak dan tidak mengeluh.
Hal itu terdapat pada kutipan berikut ini:
Honor kang ditampa saka penerbit majalah nadyan ora gedhe
nanging mirunggan ajine. Saben cerkak apadene geguritane
dipacak atine krasa bungah, nadyan honor sethithik nanging kena
dijagakake nggo nambahi ekonomine. (Seri 2: 42)
165
Terjemahan:
Honor yang diterima dari penerbit majalah meskipun tidak besar
tetapi sangat berharga. Setiap cerpen atau puisi yang dimuat
hatinya merasa senang, meskipun honor sedikit tetapi bisa
dijagakan untuk menambah ekonominya.
Waskitha merupakan pengarang sastra Jawa yang produktif. Ia
berpendapat bahwa orang yang senang menulis harus diimbangi dengan
membaca. Jika Waskitha menuruti kemauan Kramadangsa, ia tidak mau
membaca dan lebih memilih terus menulis, karena terfokus pada materi.
Dalam hal ini Waskitha bertindak seperlunya, semestinya dan sebenarnya.
Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini:
Bokong lagi wae diselehake neng kursi. Majalah Jawa diranggeh,
dithinthingi saben rubrik kanggo ngumbar ati lan pikirane supaya
tambah seserepan. Wong dhemen nulis kudu gelem ngimbangi
dhemen maca kanggo nangkarake jiwane supaya luwih jembar
wawasane. Merga ambak-ambak mung maca, nyatane ora saben
pawongan gelem ngulinakake. Aja maneh wong salumrahe, lha
wong kanca-kanca guru neng sekolahan wae arang tinemu sing
gelem ngasah uteg mbukaki buku. Racake sing diutheg-utheg ya
gur buku bidhange, ora tau nyenggol buku-buku penunjang kanggo
njembarake wawasane. (Seri 1: 41)
Terjemahan:
Pantat baru saja diletakkan di kursi. Majalah Jawa diambil, dilihat
setiap rubrik untuk mengumbar hati dan pikirannya supaya tambah
wawasan. Orang senang menulis harus mau mengimbangi senang
membaca untuk menangkar jiwanya supaya lebih luas
wawasannya. Karena sedikit-sedikit hanya membaca, nyatanya
tidak setiap orang mau membiasakan. Jangankan orang pada
umumnya, lha teman-teman guru di sekolah saja jarang dijumpai
yang menyempatkan melatih otak membuka buku. Rata-rata yang
dibuka-buka ya hanya buku bidangnya, tidak pernah menyentuh
buku-buku penunjang untuk memperluas wawasannya.
166
Setelah mengunjungi Wirasthi yang hidup sendiri tanpa suami
mendadak Waskitha teringat pada Kunthi istrinya yang juga merasa kurang
diperhatikan. Waskitha berpikir sesaat apakah Kunthi nantinya juga merasa
kesepian seperti Wirasthi. Namun Waskitha tetap tegar menghadapi
masalah. Ketegaran Waskitha yang membuat dia berpikir positif
menunjukkan bahwa dia bertindak seenaknya dan sebenarnya yang terurai
dalam kutipan berikut:
Ngadhepi pacoban kudu ngati-ati, aja nganti kepleset ing dalan
kang tanpa guna sing tundhone mung bakal nggeret lelakone
marang kahanan kang luwih bubrah. Linandhesan ati sabar,
tawakal lan pana marang ubeng ingere lelakon bakal isa nemokake
budhelane perkara, kang wekasane sithik-sithik bakal kena
diudhari. (Seri 22: 19)
Terjemahan:
Mengadapi cobaan harus hati-hati, jangan sampai terpeleset di jalan
yang tanpa guna yang akhirnya hanya akan menyeret hidupnya
kepada keadaan yang lebih rusak. Landasan hati sabar, tawakal dan
berusaha kepada putar gesernya hidup akan bisa menemukan
rangkaian perkara, yang akhirnya sedikit-sedikit akan bisa
dilepaskan.
Waskitha menyadari dan mengerti bahwa kondisi ekonominya belum
mapan dan harus menempuh kuliah sarjana. Jika sedang kurang dana untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari maka dia meminjam uang di koperasi.
Tindakan Waskitha tersebut adalah tindakan yang sebutuhnya dan
secukupnya. Waskitha butuh uang tersebut untuk mencukupi kebutuhan diri
dan keluarganya. Waskitha tidak mau meminjam uang kepada orang lain
karena ia memandang kurang etis. tindakan Waskitha cukup untuk memutar
roda ekonomi keluarganya. Tindakan Waskitha yang sebutuhnya dan
secukupnya yang diuraikan di atas terdapat pada kutipan berikut:
167
Sing dijagakake saben kepengkok butuh ora ana liya kejaba
koperasi sekolah. Kanggo nututi ragad kuliyah, paribasane gawe
jeglongan nuli diurugi meneh. Lha piye maneh jenenge wae klebu
wong cilik, cagake ya mung ugil-ugil durung linambaran cakar
ayam, menawa ora ngati-ati malah keblondrong dlongap-dlongop
kaya sapi ompong. (Seri 3: 19)
Terjemahan:
Yang dijagakan setiap menemui kebutuhan mendadak tidak lain
koperasi sekolah. Untuk memburu dana kuliah, ibaratnya membuat
lubang lalu ditutup lagi. Lha bagaimana lagi namanya saja
termasuk orang kecil, tiangnya ya hanya kecil belum dilengkapi
cakar ayam, kalau tidak hati-hati malah tersesat dlongap-dlongop
seperti sapi ompong.
Mengetahui sepeda motornya mogok dan tidak bisa dihidupkan
Waskitha menuntunnya dan hendak membawa ke bengkel terdekat. Tetapi
Joko Luwak datang dan menghadang, kemudian memalaknya agar diberi
uang. Joko Luwak mengancam akan menggunakan kekerasan jika
permintaannya tidak dipenuhi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha ngerti menawa Joko Luwak yen dhong mendem ngono
kuwi wis ora gelem disanak. Dheweke wegah regejegan malah dadi
masalah. Mula Waskitha banjur ngetokake dhompete. Dhuwit sing
mung kari telung puluh ewu kuwi kepeksa diseler rong puluh ewu
diwenehake wong mendem kuwi. (Seri 7:19)
Terjemahan:
Waskitha tahu jika Joko Luwak sedang mabuk begitu sudah tidak
mau diakrabi. Ia enggan bertikai malah menjadi masalah. Maka
Waskitha kemudian mengeluarkan dompetnya. Uang yang tinggal
tiga puluh ribu itu terpaksa diambil dua puluh ribu diberikan orang
mabuk tersebut.
Jika Waskitha menuruti kramadangsa maka ia tidak akan mengalah
kepada Joko Luwak dan membiarkan pertengkaran terjadi semata untuk
menjaga harga dirinya. Tetapi karena pengalaman dan penguasaan jiwa
yang matang ia memilih untuk menyingkirkan kramadangsa untuk
168
sementara. Kutipan di atas menunjukkan Waskitha melakukan tindakan
yang seenaknya, secukupnya, dan seperlunya. Seenaknya, karena ia
menyadari bahwa Joko Luwak merupakan tipikal individu pemarah dan
suka memaksakan kehendak, maka ia mengalah. Secukupnya, supaya tidak
menjadi pusat perhatian orang lain karena berbuat kekerasan. Seperlunya
karena untuk menghindari pertikaian yang berakibat fatal.
Waskitha tidak takut dengan ancaman orang-orang suruhan Joko
Luwak, meskipun ia menyaksikan gelagat yang kurang baik. Waskitha tidak
takut dan tetap menahan emosi. Maka, dalam hal ini Waskitha bertindak
yang seperlunya dan sebutuhnya. Ia perlu membela diri dan tetap waspada
menghadapi ancaman. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Glagat ora kepenak saya nyata dirasakake. Atine sakuku ireng wae
ora ngedhap ngadhepi wong papat kuwi. Saupama kepepet
bengkerengan, yen mung ngadhepi wong papat kuwi ora bakal cilik
ati. Dheweke ngadeg. Siji mbaka siji disawang tajem, karo ora lali
esem tipis panggah ana lathine. (Seri 13:19)
Terjemahan:
Gelagat kurang baik semakin nyata dirasakan. Hatinya sekuku
hitam saja tidak takut menghadapi keempat orang tersebut.
Seupama terdesak bertengkar, kalau hanya menghadapi keempat
orang tersebut tidak akan berkecil hati. Ia berdiri. Satu demi satu
dilihat dengan tajam, sambil tidak lupa tersenyum tipis tetap di
bibirnya.
Para pemuda suruhan Joko Luwak mengepung Waskitha dan bersiap
mengeroyok. Waskitha tanggap dengan gelagat dan dapat menduga kejadian
yang akan terjadi. Namun Waskitha tidak segera menanggapi dengan
amarah, melainkan dengan sikap tenang dan waspada. Maka, Waskitha
melakukan tindakan yang secukupnya dan seperlunya. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
169
Waskitha nyoba unjal ambegan landhung. Menet atine kang wiwit
kemranyas kaya umub tekan mbun-mbunan. Pancangan kuwi
nuwuhake kawigaten wong-wong ing sakiwa tengene, nanging ora
ana sing nyedhak kejaba mung nyawang saka kadohan. Waskitha
isih ngadeg kebak kaprayitnan, samangsa wong-wong kuwi
tumindak mesthi dheweke ora bakal meneng wae. (Seri 13:20)
Terjemahan:
Waskitha mencoba menghela napas panjang. Menekan hatinya
yang mulai marah seperti mendidih hingga ubun-ubun. Kejadian itu
menimbulkan perhatian orang-orang di sekitarnya, tetapi tidak ada
yang mendekat kecuali hanya melihat dari kejauhan. Waskitha
masih berdiri penuh kewaspadaan, sewaktu orang-orang tersebut
bertindak ia pasti tidak akan tenang saja.
Waskitha bertindak secukupnya dan seperlunya ketika mendengar
Kunthi marah-marah atas tindakan anak buah Joko Luwak. Waskitha
sengaja tidak menceritakan kejadian yang baru ia alami di warung Sulijah
kepada istrinya, melainkan mencoba menenangkan Kunthi. Rasa damai
yang dimiliki Waskitha terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha unjal ambegan. Atine Kunthi dirasakake kok kagole
tenanan. Dheweke mangsuli ngono kuwi beteke mung kepengin
ngedhem atine aja kedunungan rasa serik kang kedawa-dawa.
Upama dheweke crita lelakon sing mentas dialami saka polahe
Joko Luwak ngono mesthi gethinge tambah kepati-pati. (Seri
13:20, 47)
Terjemahan:
Waskitha menghela napas. Hati Kunthi dirasakan sangat marah. Ia
menjawab seperti itu hanya untuk menenangkan hatinya jangan
memendam rasa benci yang berkepanjangan. Upama ia
menceritakan kejadian yang baru dialami atas ulah Joko Luwak
pasti rasa bencinya semakin menjadi-jadi.
Setelah Pak Warih dan Pak Sukra berkelahi keduanya dibawa ke
Pendapa Dusun. Pak Sukra dan Joko Luwak sudah mengaku bahwa mereka
yang menyebar telah fitnah perselingkuhan Waskitha dan Sulijah atas
perintah Jumeno. Warga dusun yang hadir menyimpan amarah kepada
170
Jumeno yang nyata-nyata sudah berbuat licik. Lain lagi dengan Waskitha
yang menanggapi perkara tersebut dengan tenang. Dalam hal ini Waskitha
bertindak seenaknya, semestinya, dan sebenarnya agar tidak semakin
memperkeruh suasana. Waskitha tidak mau memperpanjang masalah yang
telah selesai dan ditemukan sumber penyebabnya. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Swara dadi umyeg. Wong-wong sebagian ana sing duwe pangigit-
igit marang Jumeno. Nom-noman sing durung suwe mlebu ing
desane kanthi mamerake anggone sukses uripe bakal ngentas
warga desa saka pengangguran jebul wis ngatonake belange.
Nyata ngisin-isini yen nganti ngambra-ambra. Tujune Waskitha
anggone ngadhepi kahanan ora kanthi getapan. Umpama oleh
wong brangasan rak sida dadi urusan karo pulisi. (Seri 23: 47)
Terjemahan:
Suara menjadi ricuh. Orang-orang sebagian ada yang mempunyai
kebencian kepada Jumeno. Pemuda yang belum lama masuk di
desanya dengan memamerkan kesuksesan hidupnya akan
mengentas warga desa dari pengangguran ternyata sudah
memperlihatkan belangnya. Sangat memalukan kalau sampai
menyembar. Untungnya Waskitha menghadapi keadaan tidak
dengan emosi. Upama mendapat orang galak akan jadi urusan
dengan polisi.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha memiliki rasa
damai. Waskitha melakukan semua tindakan yang terdapat pada rasa damai
yakni tindakan yang seenaknya (segala sesuatu dilakukan dengan enak),
sebutuhnya (segala sesuatu dilakukan karena memang butuh), seperlunya
(segala sesuatu dilakukan karena memang perlu), secukupnya (segala
sesuatu dilakukan dengan cukup), semestinya (segala sesuatu dilakukan
menurut aturan), dan sebenarnya (segala sesuatu dilakukan dengan benar/
tidak menyalahi aturan).
171
d. Rasa tabah (raos tatag)
Ki Ageng Suryamentaram memberi penjelasan bahwa tabah artinya
berani menghadapi segala hal, baik hal-hal yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan.
Waskitha memikirkan dua perkara yang berat. Di tengah-tengah
menempuh kuliah sarjana hari itu Waskitha memikirkan rumah yang harus
segera dibangun. Menghadapi kedua masalah yang harus segera dituntaskan
itu Waskitha tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Waskitha memiliki
rasa tabah dan pemikiran yang matang. Hal itu terbukti pada kutipan
berikut:
Waskitha wis isa nggagas, ngadhepi urip pancen kebak pituwas.
Pangorbanan kudu ana kanggo tumuju gegayuhan. Dheweke ora
kendho, dheweke ora nglokro. Nanging dina kuwi atine cawang
loro. Ing kahanan sing durung mapan nglengkara kabeh bakal
dilakoni. Iki dudu donyane karangan sing mrentul saka thukule
inspirasi wae. Dheweke ora kaget kanggo menehi wangsulan sing
gumathok. Dipikira rina wengi kanthi jero, ya mung bakal mangan
wektu sing tanpa guna. Dalane wong urip kuwi kudu diliwati, ora
mung disinau lan dijlimeti. (Seri 9: 19)
Terjemahan:
Waskitha sudah bisa mengira, menghadapi hidup memang penuh
perhitungan. Pengorbanan harus ada untuk menuju kemuliaan. Ia
tidak menyerah, ia tidak patah semangat. Tetapi hari itu hatinya
bercabang dua. Di keadaaan yang belum mapan semua akan
dijalani. Ini bukan dunia pengarang yang berkembang dari
tumbuhnya inspirasi saja. Ia tidak terkejut untuk memberi jawaban
yang pasti. Dipikirkan siang malam dengan sungguh-sungguh, ya
hanya akan makan waktu yang tanpa guna. Jalannya orang hidup
itu harus dilewati, tidak hanya dipelajari dan diteliti.
Rasa tabah Waskitha nampak lagi di saat ia difitnah berselingkuh
dengan Sulijah. Ditambah lagi Kunthi pulang ke rumah orang tuanya karena
merasakan bahwa suaminya sudah bertindak serong dengan wanita lain.
172
Dengan tindakan Kunthi seperti itu maka beban yang dirasakan Waskitha
bertambah. Meski diterpa keadaan yang tidak menyenangkan itu Waskitha
tetap tabah dan mencari solusi. Ia berani menghadapi hal-hal yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan dengan solusi yang ia punya.
Kutipan berikut sesuai dengan hal itu:
Dipikir kanthi jero. Diwawas kanthi ati wening. Nggemeni wektu
kanggo mecaki lelakon kudu gelem tanggap marang kahanan. Ora
ana wong urip tanpa pacoban. Dheweke bakal ngadhepi pacoban
kuwi kanthi tatag lan jiwa satriya. Ewadene sisihane isih kegubel
ati cubriya lan ora gelem dijak mlaku bebarengan, dheweke bakal
panggah arep lumaku kanthi bakuh kanggo mecaki wektune. Urip
butuh kukuhing tekad lan santosan ing budi. Kena apa ndadak
nglokro? (Seri 18: 19)
Terjemahan:
Dipikir dengan dalam. Dipandang dengan hati jernih. Mengingat
waktu untuk menjalani hidup harus mau tanggap kepada keadaan.
Tidak ada orang hidup tanpa cobaan. Ia akan menghadapi cobaan
itu dengan tabah dan jiwa satria. Kalau istrinya masih terikat hati
curiga dan tidak mau diajak berjalan bersama, ia akan tetap akan
berjalan dengan kuat untuk menjalani waktunya. Hidup butuh
kuatnya tekad dan sentosanya budi. Kenapa mendadak lemah?
Dari kutipan di atas dapat dibuktikan bahwa Waskitha berani
menghadapi resiko yang akan terjadi jika Kunthi tetap tidak mau kembali
padanya. Waskitha tetap tenang dan tabah menghadapi segala ujian dan
cobaan yang menimpanya. Oleh karena itu, Waskitha berniat ke rumah
mertuanya menjemput Kunthi dengan harapan istrinya bisa menerima kabar
yang kurang menyenangkan itu. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan:
Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap
Kunthi lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang
jembar. Ewadene menawa sisihane ora gelem nampa, niyate bakal
dionceki bareng-bareng ana ngarepe Sulijah. Sadalan-dalan atine
wiwit mletik bakal nggagapi underane perkara. (Seri 18: 20)
173
Terjemahan:
Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertuanya. Diharap
Kunthi luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar yang
luas. Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya akan
dibuktikan bersama-sama di depan Sulijah. Sepanjang jalan hatinya
mulai tumbuh akan mengerti pokok perkara.
Kunthi sudah pulang dan berkumpul lagi dengan Waskitha. Namun
bukan berarti hati Kunthi sudah lega. Kunthi masih kesal kepada Waskitha,
dan sedang tergoda oleh rayuan orang lain. Waskitha tidak menyikapinya
dengan hati murka. Ia tetap memperlakukan Kunthi seperti biasa. Hal ini
terbukti pada kutipan berikut:
Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake
dening sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem
kembronjale ati sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi
lagi kengguh ing panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati
murka bakal nuwuhake brahala ing bale somahe. Jroning ati
panggah terus istigfar. (Seri 18: 43)
Terjemahan:
Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh
istrinya. Tetapi ia mencoba sabar. Mencoba mendinginkan
mendidihnya hati yang terus menggumpal di dalam dada. Kunthi
sedang terkena di godaan. Kalau dihadapi dengan hati murka akan
menimbulkan masalah di rumah tangganya. Dalam hati terus
istighfar.
Kesabaran dan ketabahan Waskitha terbukti ketika kondisi rumah
tangganya belum tenang dia harus menyelesaikan kuliahnya. Dia
memandang bahwa setiap ada manusia yang menikmati ketenangan pasti
ada orang lain yang ingin merusaknya. Peristiwa yang dialami sama persis
dengan cerita fiksi tersebut, Waskitha tetap berpikir tenang dan tabah untuk
menyambut hari yang akan datang. Dia sendiri menyadari bahwa setiap
perjalanan pasti menemui godaan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
174
Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang
lelakone kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben
ana wong kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong
seje sing gawe ukara supaya onya katentreman. Ah... atine
kepengin enggal nyimpen rasa tatu kang tundhone nuwuhake
keputusan peteng. Atine dipeper supaya panggah kukuh. Apa
meneh lelakon kuwi nedhenge dheweke kudu ngrampungake
kuliyah. Dina-dina sing wis mungkur ora bakal dibaleni meneh,
merga wektune terus lumaku nggiles tanpa menehi kelonggaran.
Ora perlu atine kemba. Ngelingi kabeh lelakon bakal nglakoni
panggodha. (Seri 22: 19)
Terjemahan:
Di sela-sela hatinya sedih ia tersenyum. Tersenyum kepada
pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja.
Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain
yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman. Ah... hatinya
ingin cepat menyimpan rasa luka yang menuju menimbulkan
keputusan gelap. Hatinya dilatih supaya tetap kuat. Apalagi
pengalaman itu ketika ia harus menyelesaikan kuliah. Hari-hari
yang sudah berlalu tidak akan diulangi lagi, karena waktunya terus
berjalan menggilas tanpa memberi kesempatan. Tidak perlu hatinya
lemah. Mengingat semua perjalanan akan menemui godaan.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha mengalami rasa
tabah berulang kali setiap menemui masalah dalam hidupnya. Masalah-
masalah yang membuatnya tabah antara lain ia harus memilih dua
keputusan antara meneruskan kuliah dan membangun rumah, kemudian
fitnah perselingkuhan antara ia dan Sulijah, dan Kunthi yang berubah sikap
karena tergoda oleh Jumeno. Waskitha berani menghadapi segala hal, baik
hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang tidak menyenangkan.
e. Rasa iri dan rasa sombong (raos meri – pambegan)
Iri adalah merasa kalah dengan orang lain dan sombong itu merasa
menang dibandingkan dengan orang lain. Rasa iri dan sombong tidak
175
dideskripsikan oleh pengarang melalui tokoh utama Waskitha, tetapi
gambaran rasa iri dan sombong dirasakan tokoh Jumeno dan Joko Luwak.
Tokoh Jumeno mengalami rasa iri kepada Waskitha yang berhasil
mempersunting Kunthi. Jumeno ingin merebut hati Kunthi, maka dengan
memamerkan kesuksesannya ia mendekati Kunthi. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
Tangane Kunthi digegem kenceng nalika nyalami Jumeno. Kanthi
klecam-klecem priya kuwi nyawang dheweke sajak mengku surasa
sembranan, nganti sing disawang krasa kecipuhan.
[...]Panyawange Jumeno nadyan lagi ketemu dina kuwi diwawas
duwe niyat seje. (Seri 6:43)
Terjemahan:
Tangan Kunthi dipegang erat ketika menyalami Jumeno. Dengan
senyum sinis pria itu melihatnya dengan maksud ceroboh, hingga
yang dilihat tersipu malu. [...] Pandangan Jumeno meskipun baru
bertemu hari itu dirasa mempunyai niat lain.
Kutipan tersebut merupakan penjabaran rasa iri yang dimiliki oleh
Jumeno. Selanjutnya, pengarang menjelaskan rasa sombong melalui tokoh
Joko Luwak. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Sing ditinggal isih mlongo merga ora ngerti karepe. Nanging saka
sikepe Joko Luwak sing kurang sopan kuwi mesthi nyimpen sengit
sing didhelikake. Ah rasane ndonya kuwi kok kaya dhagelan wae.
Wong wis ngalah malah dianggep salah. Joko Luwak lan kancane
saka kadohan isih pating brigi. Nganggep atine Waskitha ciyut.
Kamangka suwalike sing diece atine malah krasa nelangsa marang
sifate wong-wong kuwi dene nedhenge nduweni awak seger, isih
rosa awit peparingane Sing Kuwasa kok olehe padha ora eling.
Sepira ta dayane menungsa menawa ketandhing karo
Panguwasane Gusti. Oh... menungsa... sing wis padha keblinger
marang tindak nistha, atine wis padha wuta marang paugeraning
agama. Ora ana wong duraka bakal mulya. (Seri 12:50)
Terjemahan:
Yang ditinggal masih melongo karena tidak tahu maksudnya.
Tetapi dari sikap Joko Luwak yang kurang sopan tersebut pasti
menyembunyikan kebecian. Ah rasanya dunia itu seperti lelucon
saja. Yang sudah mengalah dianggap salah. Joko Luwak dan
176
temannya dari kejauhan masih mengejek. Menganggap Waskitha
tidak berani. Padahal sebaliknya yang diejek hatinya merasa sedih
menyaksikan sifat orang-orang tersbut dikala dalam keadaan sehat,
masih kuat karena anugrah Yang Maha Kuasa tidak mengingat.
Seberapa daya manusia jika dibandingkan dengan kekuasaan
Tuhan. Oh... manusia... yang sudah terlanjur berbuat nista, hatinya
sudah buta pada aturan agama. Tidak ada orang durhaka akan
mulia.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Waskitha tidak mengalami rasa iri dan rasa sombong. Pengarang
menjelaskan rasa iri dan rasa sombong melalui tokoh Jumeno dan Joko
Luwak.
f. Rasa sesal dan khawatir (raos getun – sumelang)
Waskitha merasakan sesal setelah menegur Kunthi. Sebagai suami dia
merasakan setiap hari melihat sikap Kunthi yang semaunya tanpa diketahui
penyebabnya. Kramadangsa Waskitha memuncak dan mendorong ke-
akuannya sebagai suami yang harus mengerti dan memahami masalah yang
sedang dirasakan sang istri. Rasa sesal Waskitha ditunjukkan pada kutipan
berikut:
“Esemmu wae krasa sepa, ngendi ana wong lanang gelem
mrangguli kahanan kaya ngono kuwi. Umpama wetengku luwe, ora
perlu mbok tunggoni wae ora apa-apa. Aluwung Wisnu kena nggo
tamba perihing ati”, wangsulane Waskitha nyoba luwih nandhes,
nadyan satemene ing pojok atine ora mentala kudu gawe ati tatu
tumrap sisihane. Nanging kedaya awak kesel, tanpa diwenehi
ngerti dhodhok selehe perkara saben ndina mung oleh ulat sepa.
(Seri 12: 19)
Terjemahan:
“Senyummu saja terasa hambar, mana ada orang laki-laki mau
menjumpai keadaan seperti itu. Upama perutku lapar, tidak perlu
kamu tunggui saja tidak apa-apa. Lebih baik Wisnu bisa untuk obat
perihnya hati,” jawab Waskitha mencoba lebih tegas, meskipun di
pojok hatinya tidak tega harus membuat hati luka bagi istrinya.
Tetapi terbawa badan lelah, tanpa diberitahu pokok perkara setiap
hari mendapat sikap dingin.
177
Setelah Waskitha menegur Kunthi yang ditunjukkan pada kutipan di
atas ia keluar rumah dengan harapan bisa menghibur hatinya yang masih
diliputi sesal. Namun rasa sesal Waskitha justru bertambah. Kramadangsa
Waskitha kembali muncul, ia berpendapat lebih baik jujur daripada
menyembunyikan sesuatu kepada pasangan jika sudah berumah tangga. Ia
juga menyadari masalah dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Hal itu
terdapat pada kutipan berikut:
Satemene Waskitha ora duwe niyat gawe lara atine. Nanging jejere
wong lanang sapa sing isa nggunakake ati samodra, menawa
tanpa ngerti underane perkara dumadakan ana ulat sing ora nuju
prana. Aluwung walaka, ana barang sing ora nyocogi isa
dirembug bareng. Jenenge wae wong omah-omah kuwi yen mung
congkrah lan kleru penampa wis dudu barang langka. Nanging ora
kena kedawa-dawa, ngelingi wutuhe kulawarga mung saka ati
tinarbuka lan linambaran rasa sabar sing kebak nalar. (Seri 12:
19)
Terjemahan:
Sebenarnya Waskitha tidak punya niat membuat sakit hatinya.
Tetapi sebagai orang laki-laki siapa yang bisa menggunakan hati
samudra, kalau tanpa mengerti pokok perkara mendadak ada sikap
yang tidak menyenangkan. Lebih baik jujur, ada sesuatu yang tidak
cocok bisa dirundingkan bersama. Namanya saja orang berumah
tangga itu kalau hanya berselisih dan keliru menerima sudah bukan
barang langka. Tetapi tidak bisa berkepanjangan, mengingat
utuhnya keluarga hanya dari hati terbuka dan disertai rasa sabar
yang penuh nalar.
Selain mengalami rasa sesal, Waskitha mengalami rasa khawatir. Rasa
khawatir dialami Waskitha pada saat dia harus menempuh kuliah lagi. Ia
mengetahui penghasilannya pas-pasan. Atas pengalaman tersebut Waskitha
pernah mengalami rasa khawatir timbul menjadi rasa pesimis untuk
sementara waktu. Ia khawatir dengan peristiwa atau pengalaman yang
belum terjadi. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut:
178
“Nanging kuliyah butuh ragad Dhik. Blanjane awake dhewe saben
sasine wae isih krasa cumpen. Celengan sethithik nggo jagan
awake dhewe menawa samangsa ana kebutuhan ndadak”. (Seri
1:41)
Terjemahan:
“Tetapi kuliah butuh dana Dhik. Belanja kita setiap bulan saja
masih terasa pas-pasan. Tabungan sedikit untuk jaga-jaga kita
kalau sewaktu ada kebutuhan mendadak.”
Waskitha mengalami rasa khawatir karena penuturan Sulijah yang
menceritakan Listyani menyimpan foto Waskitha di dompetnya. Waskitha
khawatir kalau hal tersebut memang benar. Lebih-lebih kalau diceritakan
kembali ke orang lain pasti akan mendatangkan masalah. Ia khawatir hal itu
menjadi penyebab pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan yang akan
terjadi. Kutipan berikut menujukkan rasa khawatir yang dialami Waskitha
atas uraian tersebut:
Metu saka warunge Sulijah bali mlaku neng trotoar kanthi pikiran
tumlawung. Srengenge sisih kulon durung angslup nadyan wis
werna abang semburat. Tembunge Sulijah sethithik ana sing
nylempit ati. Tembung kuwi yen nganti tenan mesthi bakal dadi
perkara. Listyani adhine Joko Luwak sing jare nyimpen photone.
Yen mung disimpen dhewe wae ora apa-apa, ning yen nganti dadi
crita karo liyan lan dirungu dening Kunthi rak ateges bakal dadi
gagasan. Ah, muga-muga wae critane Sulijah kuwi nggedebus kaya
yen lagi crita karo wong lanang sing kulina thongkrongan turut
warunge. (Seri 12:49)
Terjemahan:
Keluar dari warung Sulijah kembali berjalan di trotoar dengan
pikiran melayang. Matahari sebelah barat belum terbenam
meskipun sudah berwarna kemerah-merahan. Perkataan Sulijah
sedikit ada yang tersimpan di hati. Perkataan itu kalau memang
benar akan menjadi perkara. Listyani adik Joko Luwak yang
179
katanya menyimpan fotonya. Kalau hanya untuk disimpan sendiri
tidak apa-apa, tetapi kalau sampai menjadi cerita dan didengar
Kunthi berarti akan menjadi pikiran. Ah, semoga saja cerita Sulijah
hanya gurauan seperti jika bercerita dengan lelaki yang biasa
tongkrongan di warungnya.
Kekhawatiran dirasakan Waskitha setelah mendengar cerita Kunthi
bahwa kedua putra Pakdhe Wirya, yaitu Suryatmo dan Pradapa yang bekerja
di kota terkena PHK. Jika mereka tidak mempunyai pekerjaan lagi, maka
keduanya berencana kembali ke desa. Rumah yang ditempati Waskitha
merupakan jatah Suryatmo, dan sewaktu-waktu diminta kembali. Waskitha
khawatir karena ia belum memiliki cukup modal untuk membangun rumah
sendiri. Ia menyadari bahwa rumah tersebut milik orang lain dan ia tidak
berhak untuk mempertahankan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha
kelangan gaweyan bakal dadi neng ndesa. Sing njangget banget
neng pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu
jatahe anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryatmo. Mesthi wae
yen sida bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi
bakal dijaluk. Nadyan durung wujud keputusan sing gemana,
nanging babagan omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri
4:43)
Terjemahan:
Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan
pekerjaan dan akan kembali ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain
perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah putra
Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau pasti pulang
ke desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta.
Meskipun belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah
sempat menganggu pikirannya.
Rasa khawatir Waskitha terjadi ketika Jumeno berkunjung ke
rumahnya. Kedatangan Jumeno ditemani oleh Santi. Waskitha memiliki rasa
khawatir kepada Kunthi yang terbuka menyambut Jumeno setiap kali ingin
180
bertemu dengannya. Perubahan sikap Kunthi dirasa ada hubungannya
dengan kehadiran Jumeno. Kramadangsa Waskitha mengalah dan pasrah
dengan keadaan supaya tidak semakin memperkeruh suasana. Rasa khawatir
Waskitha sesuai dengan kutipan berikut:
Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane Jumeno
bakal dadi underaning perkara ing tengah-tengah kulawargane.
Dina kuwi tekane Jumeno bebarengan karo Santi, saengga
kahanan krasa ora anyeb. Apa maneh Santi klebu wasis micara lan
pinter ngempanake papan. Dheweke pinter ngencerake swasana
sing njendhel. (Seri 19: 19)
Terjemahan:
Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau kedatangan
Jumeno akan menjadi sumber perkara di tengah-tengah
keluarganya. Hari itu kedatangan Jumeno bersamaan dengan Santi,
sehingga keadaan tridak terasa dingin. Apalagi Santi termasuk
lincah bicara dan pintar menempatkan papan. Ia pintar mencairkan
suasana yang tegang.
Skripsi Waskitha yang dicoret-coret Wirasthi menimbulkan rasa
khawatir pada Waskitha. Waskitha awalnya merasa optimis segera
menyelesaikan kuliahnya, tetapi setelah menemui Wirasthi untuk konsultasi
dan skripsinya dicoret-coret Waskitha merasa kecewa yang akhirnya
menimbulkan rasa sesal serta rasa khawatir. Rasa sesal timbul karena
Wirasthi yang dahulu menjadi teman kuliah dan pernah menjadi kekasih
kini menjadi dosen pembimbingnya. Waskitha merasa khawatir jika
skripsinya tidak kunjung selesai. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
”Tulisan salah, format kurang bener, isih didukani, apa ora ati
lara. Patuta aku wis mutung ora oleh gelar sarjana ora apa-apa.
Yen perlu golek pembimbing liyane wae.” (Seri 22:20)
181
Terjemahan:
“Tulisan salah, format kurang benar, masih dimarahi, apa tidak
sakit hati. Pantasnya aku sudah putus asa tidak memperoleh gelar
sarjana tidak apa-apa. Kalau perlu mencari pembimbing lain saja.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Waskitha mengalami rasa sesal dan rasa khawatir. Rasa sesal dialami
Waskitha ketika menegur Kunthi yang menunjukkan sikap dingin
kepadanya dan tidak seperti biasanya. Rasa khawatir juga dialami Waskitha
ketika ia harus kuliah sarjana untuk melengkapi syarat pendidik, kabar
kedua putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK sehingga rumahnya hendak
diminta kembali, kedatangan Jumeno yang berkaitan dengan perubahan
sikap Kunthi, dan penyesalan Waskitha karena skripsinya banyak kesalahan.
g. Rasa bebas
Rasa bebas adalah rasa tidak bertentangan (konflik). Waskitha melihat
dan mengerti bahwa untuk setiap masalah harus dihadapi dengan tenang.
Kramadangsa Waskitha sebagai tukang menggagas nampak lagi, bahwa
untuk mencapai hidup bahagia manusia harus mewujudkan keinginannya.
Tetapi terkadang keinginan itu harus dipupus karena ada kepentingan lain
yang mendesak. Namun Waskitha berpegang pada prinsipnya bahwa Tuhan
itu memiliki kepastian yang adil dan bijaksana. Maka rasa bebas Waskitha
nampak pada kutipan berikut:
Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi nalar
dawa. Isih akeh wong sing urip ana sangisore dheweke, ning
nyatane kanggo mecaki lakune dina kaya ora ana sandhungan apa-
apa. Kabeh gumantung sing nglakoni, merga Sing Kuwasa wis
182
duwe pepesthen kang adil lan wicaksana. Wong urip ora kena
nglokro. Apa kabisane wajib disyukuri lan digemeni. (Seri 3: 20)
Terjemahan:
Tetapi Waskitha tidak kecewa. Semua pengalaman dihadapi
dengan nalar panjang. Masih banyak orang yang hidupnya berada
di bawahnya, tetapi nyatanya untuk menjalani kehidupan seperti
tidak ada halangan apa-apa. Semua tergantung yang menjalani,
karena Yang Kuasa sudah punya kepastian yang adil dan bijaksana.
Orang hidup tidak boleh menyerah. Apapun keterampilannya wajib
disyukuri dan dimanfaatkan.
Setelah melihat dan mengalami rasa bebas pada kutipan di atas,
Waskitha dihadapkan pada kewajiban dirinya sebagai kepala keluarga dan
sebagai mahasiswa. Namun Waskitha menjalaninya dengan penuh
semangat. Kramadangsa dalam diri Waskitha kembali membangkitkan dia
untuk mensyukuri dan menerima dengan ikhlas semua kewajibannya. Sifat
kramadangsa sebagai tukang menggagas nampak dalam hal ini, yaitu untuk
mencapai kebahagiaan manusia harus berusaha untuk mewujudkan
keinginannya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
Sajroning setaun anggone kuliyah krasa lancar. Kabeh kebutuhan
isa dicukupi, kepara isa nyisihake celengan saben sasine. Samben-
samben sing jumbuh karo keprigelane ora disepelekake. Sing
penting cagake gawe minangka guru ora kelepyan, merga kuwi
dadi tegal sawah sing sayektine. Kanggo njangkepi kawruh
babagan ulah budaya sastra Jawa, Waskitha melu kursus
pambiwara ing Permadani. (Seri 4: 20)
Terjemahan:
Selama satu tahun kuliahnya terasa lancar. Semua kebutuhan bisa
dicukupi, malah bisa menyisihkan tabungan setiap bulannya.
Sampingan-sampingan yang sesuai dengan keterampilannya tidak
diremehkan. Yang penting pekerjaan utamanya sebagai guru tidak
berantakan, karena itu sudah menjadi mata pencaharian yang
sesungguhnya. Untuk melengkapi pengetahuan tentang olah
budaya sastra Jawa, Waskitha ikut kursus pembawa acara di
Permadani.
183
Rasa bebas yang dimiliki Waskitha belum berhenti di situ saja.
Kramadangsa Waskitha nampak lagi ketika dia harus berangkat kerja.
Pengalaman inderawi Waskitha menyadarkan ia akan kewajibannya sebagai
pendidik. Sebagai guru, Waskitha tidak pernah lepas dari kewajiban
mengajar. Waskitha memiliki rasa bebas karena ia mengerti apa yang harus
diperbuat seorang guru dan sesuatu yang harus dilakukan untuk
mewujudkan rasa bebas itu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha gragaban nalika digugah Kunthi wis jam enem esuk.
Dhadha isih krasa mbeseseg, mripat nggandhul. Nanging kedaya
saka tugas sing kudu dilakoni, dheweke gumregah. Agahan adus,
nuli ganti sragam. (Seri 20: 19)
Terjemahan:
Waskitha terkejut ketika dibangunkan Kunthi sudah pukul enam
pagi. Dada masih terasa sesak, matanya menggantung. Tetapi
teringat dari tugas yang harus dilakukan ia bergegas. Segera mandi,
lalu ganti seragam.
Waskitha melepaskan kuliahnya demi membangun rumah karena
keterbatasan dana. Dana yang seharusnya untuk membayar kuliah terpaksa
digunakan untuk memenuhi kepentingan lain. Padahal kuliah Waskitha
tinggal skripsi, dan sebentar lagi selesai. Waskitha tidak menyesali
keputusannya karena ia tahu keputusan yang ia ambil adalah pilihan yang
paling tepat sebagai kepala rumah tangga. Maka, Waskitha dalam hal ini
184
melakukan tindakan rasa bebas karena ia mengetahui dan mengerti
keinginannya sendiri, dan ia. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan
bank, lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan
samangsa kurang dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi
kepeksa dipunggel merga danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni,
kabeh wis digagas kanthi pikiran sing dawa. (Seri 9:43)
Terjemahan:
Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari
hutang bank, dan kalau perlu perhiasan Kunthi bisa untuk cadangan
sewaktu kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi
terpasa diputus karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua
sudah dipikir dengan pikiran yang panjang.
Jumeno kerap kali ingin bertemu Kunthi. Waskitha tidak menaruh rasa
curiga atau cemburu. Ia percaya bahwa Kunthi bukan wanita yang setia dan
tidak mudah goyah hatinya. Ia tidak ingin ikatan persahabatan menjadi
permusuhan karena rasa curiga tanpa alasan. Dalam hal ini Waskitha
melakukan tindakan rasa bebas, ia tidak mempunyai pikiran buruk yang
nantinya menyebabkan rasa curiga tanpa alasan. Waskitha tidak menuruti
kemauan kramadangsa-nya dan mengekang Kunthi untuk menemui
Jumeno, serta tidak memiliki rasa cemburu yang mendalam. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi sok
kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis lumrah
menawa kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa kapang tumrape
wong memitran dudu barang sing perlu disujanani. Dheweke
percaya marang sisihane. Kunthi dudu blegere wanita sing
gampang onya atine. Lan sing banget dijaga, aja nganti memitran
bakal malih dadi memungsuhan merga mung rasa sujana tanpa
alesan. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Bagi Waskitha tidak memiliki rasa curiga ketika pria tersebut
kadang ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah wajar
jika ingin bertemu. Bergurau dan menumpahkan rasa rindu bagi
185
orang berteman bukan barang yang perlu dicemburui. Ia percaya
kepada istrinya. Kunthi bukan sosok wanita yang mudah goyah
hatinya. Dan yang sangat dijaga, jangan sampai persahabatan
berganti menjadi permusuhan karena hanya rasa cemburu tanpa
alasan.
Pengalaman batin dirasakan Waskitha ketika dia mengalami dan
melihat sendiri sikap Kunthi yang acuh tak acuh. Namun Kramadangsa
Waskitha menolak untuk berpikir buruk dan bertindak gegabah. Meskipun
hati Waskitha gelisah ia mencoba untuk menenteramkan hatinya. Maka
dalam hal ini Waskitha mencapai rasa bebas, dan timbullah rasa damai,
terhindar dari prasangka buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya lemah.
Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang
lelakone kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben
ana wong kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong
seje sing gawe ukara supaya onya katentreman. Ah... atine
kepengin enggal nyimpen rasa tatu kang tundhone nuwuhake
keputusan peteng. Atine dipeper supaya panggah kukuh. Apa
meneh lelakon kuwi nedhenge dheweke kudu ngrampungake
kuliyah. Dina-dina sing wis mungkur ora bakal dibaleni meneh,
merga wektune terus lumaku nggiles tanpa menehi kelonggaran.
Ora perlu atine kemba. Ngelingi kabeh lelakon bakal nglakoni
panggodha. (Seri 22:19)
Terjemahan:
Di sela-sela hatinya sedih ia tersenyum. Tersenyum kepada
pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja.
Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain
yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman. Ah... hatinya
ingin cepat menyimpan rasa luka yang menuju menimbulkan
keputusan gelap. Hatinya dilatih supaya tetap kuat. Apalagi
pengalaman itu ketika dia harus menyelesaikan kuliah. Hari-hari
yang sudah berlalu tidak akan diulangi lagi, karena waktunya terus
berjalan menggilas tanpa memberi kesempatan. Tidak perlu hatinya
lemah. Mengingat semua perjalanan akan menemui godaan.
186
Berdasarkan kutipan-kutipan yang telah diuraikan di atas maka
Waskitha mengalami rasa bebas yang mengarah pada dampak positif yakni
tercapainya rasa hidup. Waskitha memiliki rasa bebas karena ia memiliki
rasa yang tidak bertentangan (konflik) dan mengerti keinginannya sendiri.
Berdasarkan uraian ketujuh rasa hidup di atas maka dapat ditarik kesmpulan
bahwa tokoh utama Waskitha mengalami rasa senang dan susah, rasa sama karena
terjadinya rasa senang dan susah silih berganti, rasa damai karena ia melalukan
semua tindakan yang seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, semestinya
dan sebenarnya, rasa tabah karena ia berani menghadapi hal-hal yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, rasa iri dan rasa sombong,
rasa sesal dan khawatir karena banyaknya konflik yang ia hadapi, dan rasa bebas .
dan rasa senang karena pada dasarnya dia mengerti keinginannya sendiri
berdasarkan pengalaman inderawi dan pengalaman batin yang ia alami.
C. Optimisme Tokoh Utama dalam Cerbung Ngonceki Impen
karya Sri Sugiyanto
Optimis diartikan sebagai sikap percaya diri bahwa individu mempunyai
kemampuan menghasilkan sesuatu yang baik. Optimisme sebenarnya adalah
kemampuan memperkirakan kebahagiaan yang mungkin terjadi berdasarkan
reaksi individu terhadap suatu situasi, dengan kata lain, belajar memandang hidup
ini sebagai akibat dari tindakan individu sendiri.
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi antara satu dengan lain.
Interaksi antar individu sering kali tidak hanya membawa sikap positif, tetapi juga
sikap negatif karena pada dasarnya manusia selalu berpikir untuk memecahkan
187
masalah. Cara berpikir positif akan menimbulkan sikap optimis, dan pikiran
negatif akan menimbulkan sikap pesimis. Waskitha sebagai tokoh utama atau
tokoh sentral dalam cerbung Ngonceki Impen menunjukkan cara berpikir positif
yang berakibat sikap optimis. Maka, Waskitha dapat berpikir positif dan
mengarah pada kebaikan yang menghindarkannya pada resiko fatal. Sikap optimis
dan pikiran optimis Waskitha akan diuraikan berikut ini.
Sikap optimis ditunjukkan Waskitha ketika dalam waktu yang bersamaan ia
harus menyelesaikan kuliah dan membangun rumah. Ia sendiri menyadari
kepastian datangnya cobaan dalam hidup manusia. Namun Waskitha tetap optimis
untuk menyelesaikan masalah yang ditanggungnya. Optimisme Waskitha dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
Waskitha wis isa nggagas, ngadhepi urip pancen kebak pituwas.
Pangorbanan kudu ana kanggo tumuju gegayuhan. Dheweke ora kendho,
dheweke ora nglokro. Nanging dina kuwi atine cawang loro. Ing
kahanan sing durung mapan nglengkara kabeh bakal dilakoni. Iki dudu
donyane karangan sing mrentul saka thukule inspirasi wae. Dheweke ora
kaget kanggo menehi wangsulan sing gumathok. Dipikira rina wengi
kanthi jero, ya mung bakal mangan wektu sing tanpa guna. Dalane wong
urip kuwi kudu diliwati, ora mung disinau lan dijlimeti. (Seri 9:19)
Terjemahan:
Waskitha sudah bisa mengira, menjalani hidup memang penuh
perhitungan. Pengorbanan harus ada untuk menuju cita-cita. Ia tidak lesu,
ia tidak patah semangat. Tetapi hari itu hatinya bercabang dua. Pada
keadaan yang belum mapan semua akan dijalani. Ini bukan dunianya
karangan yang tumbuh dari tunas inspirasi saja. Ia tidak terkejut untuk
memberi jawaban yang pasti. Dipikir siang malam dengan sungguh-
sungguh, hanya akan menyita waktu yang tanpa guna. Jalannya orang
hidup itu harus dilewati, tidak hanya dipelajari dan disimak.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki sikap dan pemikiran
optimis dalam menghadapi masalah dan ia berpandangan positif sebagai dorongan
dalam diri untuk melakukan yang terbaik.
188
Di antara rasa optimis, Waskitha pernah mengalami rasa kecewa yang
mengakibatkan rasa pesimis. Rasa pesimis terjadi ketika menjumpai Wirasthi
teman kuliah yang pernah menjadi kekasih Waskitha sekarang menjadi orang
berhasil, bahkan sudah berprofesi sebagai dosen. Waskitha merasa minder kepada
te,an lamanya tersebut. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha manggut-manggut. Ing pojok atine krasa ciyut bareng dicritani
kahanane Wirasthi saiki klebu wanita karier kang manjila. Lelakon-
lelakon kang wis mungkur sing maune bakal kedhudhah saiki wis kendho
lan ora bakal nguthik-uthik meneh. Turna lelakon nalika semana rak ora
disengaja. (Seri 8:20)
Terjemahan:
Waskitha mengangguk-angguk. Ia berkecil hati setelah mendengar cerita
keadaan Wirasthi sekarang termasuk wanita karir yang gigih. Kejadian-
kejadian yang sudah berlalu yang tadinya akan dibicarakan sekarang
tidak akan diungkit-ungkit lagi. Lagian kejadian waktu itu tidak
disengaja.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha juga mengalami rasa pesimis
selain ia mengalami rasa optimis. Rasa pesimis dialami Waskitha terjadi ketika ia
harus memutuskan antara membangun rumah atau menyelesaikan skripsi. Kedua
pilihan tersebut merupakan perkara yang rumit dan membutuhkan perhitungan
dan perencanaan yang matang. Rasa pesimis yang pernah muncul dapat diatasi
Waskitha memalui banyak hal secara matang dan menjatuhkan pilihan menurut
skala prioritas. Waskitha memilih membangun rumah karena pilihan tersebut
sangat penting demi dirinya dan keluarganya. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan bank,
lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan samangsa kurang
dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi kepeksa dipunggel merga
danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni, kabeh wis digagas kanthi
pikiran sing dawa. (Seri 9:43)
189
Terjemahan:
Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari hutang di
bank, dan kalu perlu perhiasan Kunthi dapat dijadikan cadangan sewaktu
kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi terpasa diputus
karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua sudah dipikir dengan
pikiran yang panjang.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha juga pernah
menngalami rasa pesimis. Rasa pesimis yang pernah dialami dapat teratasi dan
berubah menjadi rasa optimis karena Waskitha juga memiliki jiwa yang matang.
Watak dasar yang didukung oleh profesi dan pergaulan yang menyebabkan
Waskitha mampu mengatasi persoalan-persoalan yang ada dan semuanya itu
ditujukan untuk meraih mimpi utamanya. Selanjutnya optimisme Waskitha
diuraikan berikut ini berdasarkan ciri-ciri optimisme, aspek-aspek optimisme, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme.
1. Sikap dan Tindakan Tokoh Utama berdasarkan Ciri-Ciri Optimisme
Ciri-ciri optimisme antara lain, jarang terkejut oleh kesukaran; mencari
pemecahan sebagian; merasa yakin bahwa individu mempunyai pengendalian
atas masa depannya; memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur;
menghentikan pemikiran yang negatif; meningkatkan kemampuan apresiasi;
menggunakan imajinasi untuk melatih sukses; selalu gembira bahkan ketika
tidak merasa bisa bahagia; merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang
hampir tidak terbatas untuk diukur; suka bertukar berita baik; membina cinta
dalam kehidupan; dan menerima apa yang tidak bisa diubah.
Merujuk pada ciri-ciri optimis yang dikemukakan Ginnis di atas, sikap
dan tindakan tokoh utama Waskitha dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri
Sugiyanto akan diuraikan sebagai berikut.
190
a. Jarang terkejut oleh kesulitan
Waskitha menyadari bahwa hidup tidak selalu menyenangkan. Manusia
terkadang menemui kesulitan, ia tidak terkejut dengan kondisinya yang
belum mapan. Di saat ekonominya belum tercukupi, ia harus mengambil
kuliah lagi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Sing dijagakake saben kepengkok butuh ora ana liya kejaba koperasi
sekolah. Kanggo nututi ragad kuliyah, paribasane gawe jeglongan
nuli diurungi meneh. Lha piye maneh jenenge wae klebu wong cilik,
cagake ya mung ugil-ugil durung linambaran cakar ayam, menawa
ora ngati-ati malah keblondrong dlongap-dlongop kaya sapi ompong.
(Seri 3:19)
Terjemahan:
Yang dijagakan setiap terkena butuh tidak lain kecuali koperasi
sekolah. Untuk memburu dana kuliah, ibaratnya membuat lubang lalu
ditutup lagi. Lha bagaimana lagi namanya saja termasuk orang kecil,
tiangnya ya hanya kecil belum dilengkapi cakar ayam, kalau tidak
hati-hati malah tersesat dlongap-dlongop seperti sapi ompong.
Sikap optimis Waskitha nampak lagi ketika ia kembali menemui
halangan. Uang untuk membayar kuliah terpaksa dipakai untuk membiayai
orang tuanya di rumah sakit. Waskitha tetap optimis bahwa hidup harus
disyukuri dan terus berusaha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi nalar dawa.
Isih akeh wong sing urip ana sangisore dheweke, ning nyatane
kanggo mecaki lakune dina kaya ora ana sandhungan apa-apa. Kabeh
gumantung sing nglakoni, merga Sing Kuwasa wis duwe pepesthen
kang adil lan wicaksana. Wong urip ora kena nglokro. Apa kabisane
wajib disyukuri lan digemeni. (Seri 3:20)
Terjemahan:
Tetapi Waskitha tidak kecewa. Semua pengalaman dihadapi dengan
nalar panjang. Masih banyak orang yang hidupnya berada di
bawahnya, tetapi nyatanya untuk menjalani kehidupan seperti tidak
ada halangan apa-apa. Semua tergantung yang menjalani, karena Yang
Kuasa sudah punya kepastian yang adil dan bijaksana. Orang hidup
tidak boleh menyerah. Apa keterampilannya wajib disyukuri dan
dimanfaatkan.
191
Berdasarkan kutipan di atas maka Waskitha adalah sosok yang jarang
terkejut setiap menemui kesulitan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain latar belakang pendidikan, dan juga kemampuan untuk mengolah
rasa dan batin.
b. Mencari pemecahan sebagian
Waskitha tidak setuju dengan pendapat Kunthi yang menyarankan agar
mereka tinggal dengan orang tua Kunthi untuk sementara waktu selama
mereka belum membangun rumah. Ketidaksetujuan Waskitha karena
menghindari terjadinya masalah yang tidak terduga. Disana-sini telah
ditemui masalah yang terjadi karena dua keluarga tinggal serumah.
Waskitha mencari jalan lain dan tidak ingin menumpang di rumah
mertuanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Dadi wong urip, yen isa aja nganti suduk gunting tatu loro Dhik. Ati
sing wis tatu angel tambane. Ketambahan tatu kapindho kaya
ketutungan rasane. Pasrawungan becik isa congkrah mung barang
sepele. Sagedhogan jaran lima, kothakan papan pangan siji arang
keprungu mbeker gudangan rebutan pangan. Ning wong omah-omah?
Kulawarga luwih saka siji pawone nunggal, menawa ora dilambari
ati jembar lan kebak kawicaksanan wekasane malah mung dadi
mungsuhan”. (Seri 5:43)
Terjemahan:
“Menjadi orang hidup, kalau bisa jangan sampai tusuk gunting luka
dua Dhik. Hati yang pernah terluka sulit obatnya. Ditambah luka
kedua seperti utuh rasanya. Pergaulan yang baik bisa rusak karena
barang sepele. Sekandang lima kuda, empat kotakan satu tempat
makan jarang terdengar ada yang membekik rebutan makanan. Tetapi
orang berumah tangga? Keluarga lebih dari satu dapurnya sama, kalau
tidak dilandasi hati lapang dan penuh kebijaksanaan akhirnya hanya
jadi permusuhan”.
Kutipan di atas menunjukkan Waskitha mencari pemecahan sebagian
masalah yang sedang dihadapi. Ia tidak mau serumah dengan mertuanya. Ia
juga memberitahu istrinya tentang cara mudah untuk segera pindah dari
192
rumah yang mereka tempati, yaitu mencari kos-kosan. Namun cara tersebut
bukanlah cara yang tepat mengingat nama baik orang tua untuk selalu
dijaga. Maka, Waskitha mencari pemecahan sebagian masalah adalah
dengan memilih tetap menempati rumah Pakdhe Wirya demi menjaga nama
baik orang tuanya termasuk mertuanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
“Yen mung mburu kamardikan lan ngugemi ati kebranang, dalane
akeh lan gampang Dhik. Awake dhewe oncat saka kene, golek kos-
kosan wong liyan brayan. Sing baku isa mbayar, dilakoni ora
tanggungan. Cara ngono kuwi ana benere, ning akeh ora penere.
Njaga jenenge wong tuwa, lan aja nganti gawe lingseme sedulur kudu
dadi thinthingan”. (Seri 5:43)
Terjemahan:
“Kalau hanya mengejar kebebasan dan menuruti keinginan hati
belaka, caranya banyak dan mudah Dhik. Kita pergi dari sini, mencari
kos-kosan milik orang lain. Cara begitu ada benarnya, tetapi banyak
salahnya. Menjaga nama orang tua, dan jangan sampai membuat malu
saudara harus menjadi pertimbangan”.
Waskitha memilih membangun rumah dan melepas kuliahnya. Ia
berpikir lebih utama rumah dahulu, karena itu merupakan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga. Ia yakin dengan keputusannya. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Omah kuwi wigati Dhik. Niyatku wis kenceng, sadurunge kesabet
butuh sing gedhe. Mbok menawa iki wis dadi tanggung jawabku
minangka wong lanang. Sliramu mesthi sok ngudarasa batin lan
nduweni impen kapan isa duwe omah dhewe”. (Seri 7:50)
193
Terjemahan:
“Rumah itu penting Dhik. Niat saya sudah bulat, sebelum kedatangan
kebutuhan yang besar. Mungkin ini sudah menjadi tanggung jawab
saya sebagai orang laki-laki. Kamu pasti kadang berpikir lan memiliki
impian kapan bisa mempunyai rumah sendiri”.
Keputusan Waskitha untuk melepaskan kuliahnya semakin bulat.
Membangun rumah merupakan sebagian pemecahan masalah yang ia
tanggung. Ia mengatakan kepada Kunthi untuk segera membangun rumah
sebelum mereka menanggung beban biaya yang lebih besar ketika anak
mereka besar kelak. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
“Kabeh wis dak niyati Dhik. Dak jaluk sliramu aja nggandhuli
pancadanku iki. Sapa ngerti kabeh iki mujudake pacoban supaya
mecut awake dhewe urip mandhiri. Kabeh mumpung durung
mbutuhake ragat. Mengko yen kedlarung anak gedhe tambah brayat
ora wurung bakal dadi gandhulane ati”. (Seri 9:20)
Terjemahan:
“Semua sudah saya niati Dhik. Saya minta kamu jangan menghalangi
keputusan saya ini. Siapa tahu semua ini merupakan cobaan supaya
menyemangati kita hidup mandiri. Semua mumpung belum
mebutuhkan biaya. Nanti kalau bersamaan anak sudah besar tambah
momongan tidak mungkin akan menjadi beban hati”.
Keterbatasan dana untuk membangun sebuah rumah membuat Waskitha
berpikir kembali dan mencari solusi lain. Maka ia berpikir hendak
menggadaikan SK-nya untuk menambah modal, dan yang terpenting rumah
segera selesai meskipun belum sempurna wujudnya. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut:
“Wis wancine awake dhewe kudu gumregah. Mengko nggadhekake
SK ditambah celengan sing wis genep sepuluh yuta kae dak kira
cukup kanggo tuku lemah lan omah elek-elekan wae. Sing baku awake
194
dhewe isa nduweni wengkune, perkara apike omah kena diajap karo
mlaku”. (Seri 9:20)
Terjemahan:
“Sudah saatnya kita harus bertindak. Nanti menggadaikan SK
ditambah tabungan yang sudah genap sepuluh juta itu saya kira cukup
untuk membeli tanah dan rumah jelek-jelekan saja. Yang penting kita
bisa mempunyai sepenuhnya, perkara bagusnya rumah bisa dilakukan
sambil berjalan”.
Waskitha diisukan berselingkuh dengan janda Sulijah, sementara
Kunthi memilih pulang ke rumah orang tuanya. Waskitha berkeinginan
untuk menjelaskan berita yang sebenarnya kepada Kunthi. Namun jika
Kunthi masih belum percaya ia akan berusaha membuktikan isu tersebut
bersama-sama di depan Sulijah. Maka, tindakan Waskitha ini secara
langsung merupakan sebagian pemecahan masalah agar masalah yang ia
hadapi tidak berkepanjangan dan segera selesai. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap Kunthi
lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang jembar. Ewadene
menawa sisihane ora gelem nampa, niyate bakal dionceki bareng-
bareng ana ngarepe Sulijah. Sadalan-dalan atine wiwit mletik bakal
nggagapi underane perkara. Sapa satemene wong sing mitenah kanthi
nyebar warta ngayawara kuwi? (Seri 18:20)
Terjemahan:
Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertua. Diharap Kunthi
luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar yang luas.
Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya akan dibuktikan
bersama-sama di depan Sulijah. Sepanjang jalan hatinya mulai
tumbuh akan mengerti pokok perkara. Siapa sebenarnya orang yang
memfitnah dengan menyebar berita tanpa bukti tersebut?
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha selalu mencari
pemecahan masalah yang tepat dan benar-benar diperhitungkan. Pemikiran
positif yang menimbulkan tindakan positif itulah yang dilakukan Waskitha
selanjutnya membuat ia memiliki rasa optimis.
195
c. Merasa yakin bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa
depannya
Setelah mendengar nasihat Eyang Wira, Waskitha merasa yakin dengan
keinginannya untuk terus melestarikan sastra Jawa. Ia merasa yakin bahwa
keinginannya ini akan terlaksana dengan baik dan bisa mengendalikan
masalah-masalah di luar keinginannya itu. Ia ingin menjadi pengarang yang
berkualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha mung ngrungokke apa kang dadi ngendikane Eyang Wira.
Ati tidha-tidha wis sirna. Sing ana saiki mung greget kanggo
nglestarekake Basa Jawa lan terus nulis, kepingin dadi salah sijine
pengarang Basa Jawa sing gamben, kaya pengarang-pengarang crita
Kasusastran Jawa kang wis pada murud ing kasidan jati. (Seri 1:
19,20)
Terjemahan:
Waskitha hanya mendengarkan apa yang dibicarakan Eyang Wira.
Hati ragu-ragu sudah hilang. Yang ada sekarang hanya keinginan
untuk melestarikan Bahasa Jawa dan terus menulis, ingin menjadi
salah satu pengarang Bahasa Jawa yang berkualitas, seperti
pengarang-pengarang cerita Kesastraan Jawa yang sudah berpulang ke
alam kekal.
Waskitha tetap optimis dengan kepengarangannya di sastra Jawa.
Sementara teman-temannya memilih berpindah ke sastra Indonesia karena
berbagai faktor termasuk upah yang diterima setelah karya dimuat. Nominal
imbalan dari karya sastra sastra Indonesia lebih besar dibanding karya sastra
Jawa. Pada acara seminar Waskitha bertemu Pak Nugraha yang telah beralih
ke sastra Indonesia. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Pancen yen dietung babagan sembulih adoh sungsate karo
kasusastran Indonesia. Nanging kang diarani katresnan wis mbalung
sungsum mosok tega ngoncadi ngono wae”. Wangsulane Waskitha
semu guyon. Pak Nugraha rada kesrempet, nanging tumrap dheweke
ora rumangsa kesinggung malah ngguyu nggleges karo ngepuk-
ngepuk pundhake mitrane kuwi. (Seri 3:19)
196
Terjemahan:
“Memang kalau dihitung masalah pendapatan jauh selisihnya dengan
kesastraan Indonesia. Tetapi yang dinamakan kecintaan sudah
mendarah daging apa tega melepas begitu saja”. Jawaban Waskitha
semu bergurau. Pak Nugraha agak terkena, tetapi bagi ia tidak merasa
disinggung malah tertawa sambil menepuk pundak mitranya itu.
Keinginan Waskitha untuk menjadi pengarang yang berkualitas
terutama dalam sastra Jawa semakin nyata. Ia melihat karya-karya yang
dimuat dalam majalah Jawa berasal dari pengarang-pengarang itu saja. Ia
optimis karena pengarang sastra Jawa masih langka. Hal tersebut terdapat
pada kutipan berikut:
Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung
ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing
sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung.
Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin
dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra
Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita ing majalah
Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul tulisan pengarang
anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora katon irunge. (Seri
2:42)
Terjemahan:
Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata
merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di sela-
sela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun
hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi
pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa.
Pengarang sastra Jawa masih langka. Cerita-cerita di majalah Jawa
yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul tulisan pengarang baru
hanya sekilas saja, setelah itu tidak kelihatan batang hidungnya.
Tindakan Waskitha di atas menujukkan keoptimisannya menjadi
pengarang yang berkualitas. Tindakan tersebut merupakan salah satu usaha
mewujudkan prinsip, yaitu yakin atas pengendalian masa depannya.
Waskitha tidak khawatir atau pesimis melainkan menaruh harapan besar
melalui usaha-usahanya mewujudkan diri sebagai pengarang.
197
Waskitha melepaskan kuliahnya karena kekurangan biaya. Kuliah yang
hampir selesai tersebut terpaksa diputus karena dananya difokuskan untuk
membangun rumah. Waskitha yakin dengan keputusan yang diambil. Ia
tidak akan menyesali keputusannya, karena sudah diperhitungkan matang-
matang. Maka, tindakan Waskitha adalan sebuah keyakinan bahwa individu
mempunyai pengendalian atas masa depannya. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan
bank, lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan
samangsa kurang dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi kepeksa
dipunggel merga danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni, kabeh wis
digagas kanthi pikiran sing dawa. (Seri 9:43)
Terjemahan:
Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari hutang
bank, dan kalau perlu perhiasan Kunthi bisa untuk cadangan sewaktu
kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi terpasa diputus
karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua sudah dipikir
dengan pikiran yang panjang.
Orang yang yakin yakin bahwa ia mempunyai pengendalian atas masa
depannya selalu memiliki rencana-rencana baik untuk diaplikasikan dalam
tindakan nyata. Kutipan-kutipan di atas merupakan wujud rancangan yang
baik bagi Waskitha karena keyakinannya untuk mengendalikan masa
depannya.
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki keyakinan untuk
mengatur dan menyambut masa depannya sendiri. Ia tahu langkah-langkah
dan tindakan yang harus ia lakukan.
198
d. Memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur
Waskitha tidak tergesa-gesa karena keinginannya untuk segera
membangun rumah. Ia harus berpikir matang-matang agar tidak terjerat
masalah di kemudian hari. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan
berikut:
Anggone mikir ora kena grusa-grusu. Nadyan atine saben ndina wis
kinepung dumelinge pengin duwe omah, nanging kudu permati aja
nganti mlakune keponthalan lan dadi memala sing angel tambane. Isa
wae kabeh dilakoni kaya kanca-kancane sing kulina nekad tanpa
mikir tembe mburine. Dupeh ana undhak-undhakan gaji terus
semrinthil lan kemrangga ngejokake utangan. (Seri 7:50)
Terjemahan:
Pikirannya tidak boleh tergesa-gesa. Meskipun setiap hari hatinya
sudah dirasuki keinginan untuk membangun rumah, tetapi harus teliti
jangan sampai langkahnya kesulitan dan menjadi luka yang sulit
obatnya. Bisa saja semua dilakukan seperti teman-temannya yang
biasa nekat tanpa memikirkan selanjutnya. Karena ada kenaikan gaji
lalu berani mengajukan hutang.
Sebenarnya Waskitha marah dan ingin melawan anak buah Joko Luwak
karena bertingkah kurang sopan. Tetapi Waskitha ingat pada profesinya
sebagai pendidik, maka ia mencoba bersabar dan mengalah. Dalam hal ini
melawan keinginannya untuk melawan anak buah Joko Luwak. Hal tersebut
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Nadyan kaya disampluk raine, nanging dheweke isih nyoba sabar.
Upama ora ngelingi dheweke guru ngono, mesthi wis diladeni wiwit
mau. Yen isa kanthi disabari lan sikep ngalah bakal nuwuhake atine
wong-wong kuwi kendho niyate. (Seri 13:50)
Terjemahan:
Meskipun seperti ditampar wajahnya, tetapi ia masih mencoba sabar.
Upama tidak mengingat ia guru, pasti sudah dilawan dari tadi. Kalau
199
bisa dengan sabar dan sikap mengalah akan menumbuhkan hati orang-
orang tersebut melemah niyatnya.
Berdasarkan kutipan di atas maka Waskitha melakukan perlawanan
pada keinginannya. Waskitha sangat ingin segera membangun rumah namun
ia tidak boleh tergesa-gesa dalam bertindak untuk menghindari akibat yang
fatal nantinya. Tindakan Waskitha mengalah terhadap anak buah Joko
Luwak selain melawan keinginannya sendiri juga karena untuk menjaga
nama baiknya sebagai guru. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Waskitha melawan keinginannya dan dilakukan secara sadar.
e. Menghentikan pemikiran yang negatif
Waskitha melakukan tindakan menghentikan pemikiran yang negatif
dimulai ketika Jumeno kerap kali ingin bertemu dengan Kunthi. Waskitha
menganggap hal tersebut adalah wajar. Menumpahkan rasa rindu dengan
teman lama bukanlah sesuatu yang perlu dicurigai. Dalam hal ini, waskitha
menghentikan pemikiran negatif Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi sok
kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis lumrah menawa
kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa kapang tumrape wong
memitran dudu barang sing perlu disujanani. Dheweke percaya
marang sisihane. Kunthi dudu blegere wanita sing gampang onya
atine. Lan sing banget dijaga, aja nganti memitran bakal malih dadi
memungsuhan merga mung rasa sujana tanpa alesan. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Bagi Waskitha tidak mempunyai rasa curiga ketika pria itu kadang
ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah wajar kalau ingin
bertemu. Bercanda dan mencurahkan rasa rindu bagi orang berteman
bukan hal yang perlu dicurigai. Ia percaya kepada istrinya. Kunthi
bukan wanita yang mudah goyah hatinya. Dan yang sangat dijaga,
jangan sampai pertemanan akan berubah menjadi permusuhan karena
hanya rasa curiga tanpa alasan.
200
Waskitha tidak menaruh curiga terhadap Kunthi yang berkunjung ke
rumah mertuanya secara mendadak. Maka, dalam hal ini Waskitha berpikir
positif dan tidak mempunyai pikiran negatif terhadap orang lain. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Atine Waskitha gela nalika teka omah kahanane sepi. Dheweke lagi
nampa SMS nalika ditakokake marang sisihane, jare Wisnu lagi
kangen karo mbahe. Dheweke kepengin bobuk kana merga sesuk prei
nggone sekolah. Waskitha ora sujana marang sikepe Kunthi, merga
sisihane kuwi yen duwe karep kadhang mung meneng-meneng wae,
jare emoh ngrepoti. (Seri 11:19)
Terjemahan:
Hati Waskitha kecewa ketika sampai rumah keadaannya sepi. Ia baru
menerima SMS ketika ditanyakan kepada istrinya, katanya Wisnu
sedang rindu dengan kakek neneknya. Ia ingin menginap di sana
karena besuk libur sekolah. Waskitha tidak curiga kepada sikap
Kunthi, karena istrinya tersebut kalau mempunyai keinginan kadang
janya diam-diam saja, katanya tidak mau merepoti.
Waskitha menjemput Kunthi dan Wisnu di rumah mertuanya.
Sebenarnya Waskitha merasakan perubahan sikap Kunthi setelah bertemu
Jumeno. Tetapi Waskitha segera menghentikan pemikiran negatifnya. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha mung mesem karo nyalami Jumeno lan Winarsih sadurunge
menehake oleh-oleh menyang Wisnu sing lagi asik nonton TV. Ing
pojok atine sethithik wis krasa menawa Kunthi ana owah-owahan.
Tekane paraga Jumeno kang dianggep mitra lawas kaya wis kuwawa
ndhedher tulisan anyar ing atine. Nanging dheweke ora kena cubriya
kedawa-dawa, mengko malah ora becik dadine. (Seri 11:20)
Terjemahan:
Waskitha hanya tersenyum sambil menyalami Jumeno dan Winarsih
sebelum memberikan oleh-oleh kepada Wisnu yang sedang asyik
menonton TV. Di pojok hatinya ada sedikit rasa kalau Kunthi ada
perubahan. Kedatangan Jumeno yang dianggap mitra lama seperti
sudah mampu menanam tulisan baru di hatinya. Tetapi ia tidak boleh
curiga berlama-lama, nanti malah tidak baik jadinya.
201
Kecurigaan Waskitha terhadap Jumeno semakin kuat. Namun
kecurigaan yang semakin bertambah itu oleh Waskitha juga segera
dihentikan. Ia menghentikan pemikiran negatifnya, karena ia sendiri
mengetahui sesuatu yang mengganjal di hati harus segera dihilangkan agar
tidak menghambat dalam bertindak. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Teka omah eseme Kunthi durung sumringah. Wengine nggremet mung
dionceki kanthi rasa tumlawung. Mripate diremke, nanging atine kaya
lagi nglembara turut lurung-lurung lelakon. Apa lupute lan apa
karepe...? Apa swasana kuwi ana sambung rapete karo tekane
Jumeno? Ah kena apa pikirane ndadak ngambra-ambra. Dheweke
unjal ambegan. Samubarang kang ngganjel ati enggal-enggal
dioncadi. (Seri 12:50)
Terjemahan:
Sampai rumah senyum Kunthi belum lega. Malam merambat hanya
dinikmati dengan rasa hambar. Matanya dipejamkan, tetapi hatinya
seperti sedang mengembara pada jalan-jalan pengalaman. Apa
salahnya dan apa keinginannya...? Apa suasana itu ada kaitannya
dengan kedatangan Jumeno? Ah kenapa pikirannya mendadak
kemana-mana. Ia menghela napas. Sesuatu yang mengganjal di hati
cepat-cepat dibuang.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha melakukan
menghentikan pikiran negatifnya, dan mengarahkan pendapatnya menuju
hal yang lebih logis, dan berusaha melihat banyak hal dari segi pandangan
yang menguntungkan.
f. Meningkatkan kemapuan apresiasi
Waskitha menikmati keindahan alam di desanya. Ia sering berjalan-
jalan di persawahan maupun perkebunan. Dalam hal ini, Waskitha
meningkatkan kemapuan apresiasi terhadap alam. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
202
Sadurunge angslup surya, dheweke nglencer nyawang pesawahan lan
pategalan kaya pakulinane. Saiki kahanane wis beda. Jagung sakiwa
tengene wis padha njeplok. Pari-pari wis ora katon maneh merga
mentas dipaneni. Kari tilase tunggak-tunggak dami lan kacang
lanjaran sing kawistara mrambat ijo. (Seri 8:20)
Terjemahan:
Sebelum matahari terbenam, ia berjalan-jalan melihat persawahan dan
ladang seperti biasanya. Sekarang keadaannya sudah berbeda. Jagung
kanan kiri sudah terlihat. Padi sudah tidak kelihatan lagi karena sudah
dipanen. Tinggal bekas batang-batang padi dan kacang panjang yang
kelihatan merambat hijau.
Sebagai guru, Waskitha tidak tergesa-gesa berangkat ke temapt kerja. Ia
menikmati keindahan alam di sepanjang perjalanan. Ia tahu bahwa dunia
dengan segala keindahannya adalah hal-hal baik yang dapat dirasakan dan
dinikmati. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Anggone numpak sepedha motor mung alon-alon wae karo nyawang
endahe alam ing sakiwa tengene dalan. Mripate krasa nggandhul
merga anggone melek kewengen. Dalan Manyaran-Wuryantoro krasa
sepi yen ngadhepake wayah Asar. (Seri 11:19)
Terjemahan:
Sepeda motornya dikendarai dengan pelan-pelan saja sambil
menikmati keindahan alam di kanan kiri jalan. Matanya terasa berat
karena begadang terlalu malam. Jalan Manyaran-Wuryantoro terasa
sepi kalau hampir waktu Asar.
Waskitha agak kecewa dengan sikap Kunthi yang masih dingin. Ia tidak
mau berlarut-larut memikirkan hal itu. Maka, untuk menghilangkan pikiran
penat ia berjalan-jalan sambil menghibur diri. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
203
Timbang kedawa-dawa anggone ngundha perkara ora temanja kuwi
wekasane aluwung ngalahi klithih-klithih nyang ndalan golek hawa
padhang nyawang montor pating sliwer. (Seri 12:50)
Terjemahan:
Daripada berlama-lama memikirkan masalah tidak jelas tersebut
akhirnya lebih baik mengalah pelan-pelan menuju jalan mencari
suasana terang melihat kendaraan yang melintas.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mampu merasakan
dan menikmati semua keindahan guna memulihkan dan menghibur dirinya.
Waskitha mengetahui kalau segala yang ada di dunia dapat dirasakan dan
dinikmati dengan cara-cara bijak.
g. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses
Imajinasi sukses yang ditunjukkan tokoh Waskitha mulai nampak
ketika ia tidak memiliki pikiran ingin mewarisi rumah orang tua maupun
mertuanya. Ia optimis bisa membangun rumah sendiri dengan hasil kerja
kerasnya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Dak jaluk Dhik Kunthi isa mupus sakabehe lelakon. Dak kira ya
mung kanthi cara ngene iki awake dhewe bakal kegugah kanggo
mecaki urip iki. Menawa ngenteni keprabon tangeh bakal gantha,
malah isa dadi sandhungane awake dhewe. Nyatane sedulur liya isih
padha kepengin mengkoni. Pancen sing diarani babad alas kanggo
adege kahanan panguripan kuwi luwih rekasa tinimbang nampani
warisan, nanging yen kabeh mau dilakoni kanthi temen bakal
nuwuhake urip kepenak. Kaya paribasan rekasa dhisik bakal mulya
ing tembe”. (Seri 10:20)
Terjemahan:
“Saya minta Dhik Kunthi bisa menghentikan semua pengalaman. Saya
kira dengan cara seperti ini kita akan bangkit untuk menjalani hidup
ini. Kalau menanti rumah warisan tidak bisa diharapkan, malah bisa
menjadi masalah kita. Nyatanya saudara lain masih ingin memiliki.
Memang yang dinamakan menebang hutan untuk mendirikan keadaan
204
kehidupan itu lebih berat daripada menerima warisan, tetapi kalau
semua tadi dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menumbuhkan
hidup enak. Seperti peribahasa kesulitan dahulu akan mulia di
kemudian”.
Waskitha semakin giat mengarang untuk menambah penghasilan.
Namun bukan berarti materi yang menjadi tujuan utamanya, tetapi juga
melatih dan mengasah otaknya agar semakin terampil dan peka terhadap
keadaan sekitar. Mengumbar inspirasi dan membaca buku juga merupakan
wujud nyata dari imajinasi untuk melatih sukses. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Mula kanggo nutup kebutuhane kuwi supaya ora kededel utang,
Waskitha anggone nulis saya grengseng. Ora ateges grengsenge nulis
merga kepepet butuh, nanging kahanan kuwi kaya dadi pamecut
anggone kepengin dadi pengarang Jawa sing produktif. Nyatane asil
karyane okeh sing kababar ing media masa, nadyan saben wengi kudu
melek kliwat lingsir wengi ngundha angen-angen, apa dene maca
buku kanggo njembarake wawasan. (Seri 10:42)
Terjemahan:
Maka untuk menutup kebutuhan itu supaya tidak terjerat hutang,
Waskitha semakin giat menulis. Bukan berarti giatnya menulis karena
terdesak kebutuhan, tetapi keadaan seperti itu seperti menjadi pemacu
keinginannya menjadi pengarang Jawa yang produktif. Nyatanya hasil
karyanya banyak yang termuat di media masa, meskipun setiap malam
harus begadang larut malam mengumbar angan-angan, apa membaca
buku untuk memperluas wawasannya.
Ketegaran dan keoptimisan Waskitha nampak lagi ketika ia berusaha
untuk memperbaiki dan mengembalikan keadaan rumah tangganya seperti
semula. Kunthi sedang tergoda oleh rayuan Jumeno dan Waskitha sendiri
difitnah berselingkuh dengan janda Sulijah. Waskitha merancang upaya agar
Kunthi percaya dengan keadaan yang sesungguhnya. Ia yakin dengan
rencananya dan berharap Kunthi menerima kabar yang sebenarnya. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
205
Dipikir kanthi jero. Diwawas kanthi ati wening. Nggemeni wektu
kanggo mecaki lelakon kudu gelem tanggap marang kahanan. Ora
ana wong urip tanpa pacoban. Dheweke bakal ngadhepi pacoban
kuwi kanthi tatag lan jiwa satriya. Ewadene sisihane isih kegubel ati
cubriya lan ora gelem dijak mlaku bebarengan, dheweke bakal
panggah arep lumaku kanthi bakuh kanggo mecaki wektune. Urip
butuh kukuhing tekad lan santosan ing budi. Kena apa ndadak
nglokro? (Seri 18:19)
Terjemahan:
Dipikir dengan dalam. Dipandang dengan hati jernih. Mengingat
waktu untuk menjalani hidup harus mau tanggap kepada keadaan.
Tidak ada orang hidup tanpa cobaan. Ia akan menghadapi cobaan itu
dengan tabah dan jiwa satria. Kalau istrinya masih terikat hati curiga
dan tidak mau diajak berjalan bersama, ia akan tetap akan berjalan
dengan kuat untuk menjalani waktunya. Hidup butuh kuatnya tekad
dan sentosanya budi. Kenapa mendadak lemah?
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha memiliki pikiran
optimis untuk sukses dan keyakinan yang besar untuk meraih cita-citanya.
Ia menggunakan imajinasi untuk melatih sukses dan memiliki rencana dan
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka pemrosesan untuk
menggapai cita-cita.
h. Selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia
Setelah membangun rumah ekonomi Waskitha belum tercukupi, maka
ia mencari sampingan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.
Terkadang jika akhir bulan keuangannya tidak cukup. Namun ia tidak
mengeluh, melainkan menjalani semua denghan ikhlas dan penuh tanggung
jawab. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha isa ngrasakake menawa saiki anggone nata ekonomi kudu
ngati-ati. Dhuwit gaji sing wis dipotong neng bank krasa ora
nyandhak yen dinggo nyukupi kebutuhan saben ndina. Nanging yen
dhonge sasi becik wong duwe gawe ya isih kena nggo ambegan
anggone entuk sembulih andhegan. Kunthi sing duwe kabisan riyas
uga sithik-sithik kena nggo nambahi menawa kesasak ana
sumbangan. Nadyan krasa kejiret-jiret ekonomine, nanging kabeh
dilakoni kanthi nrima saengga ora krasa abot. (Seri 10:20)
206
Terjemahan:
Waskitha bisa merasakan kalau sekarang harus hati-hati menata
ekonominya. Uang gaji yang sudah dipotong di bank terasa tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Tetapi kalau sedang
bulan baik orang punya hajat juga masih bisa untuk menambah
penghasilan. Kunthi yang memiliki keterampilan merias sedikit-
sedikit juga bisa untuk menambahi jika sedang terdesak adanya
sumbangan. Meskipun terasa terjerat-jerat ekonominya, tetapi semua
dijalani dengan ikhlas sehingga tidak terasa berat.
Waskitha mencoba berpikir positif dengan perlakuan Kunthi yang
semakin hari semakin berubah. Ia tidak mau terbawa perasaan sedih karena
sikap Kunthi. Ia mencoba merasa bahagia meskipun hatinya sedang dilanda
masalah yang tidak jelas asal-usulnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
Esem tipis kuwi dirasa pancen ampang, nanging Waskitha nyoba
nampa kanthi tulusing ati. Dheweke emoh ngongkreh-ongkreh
bundhelane atine merga mung bakal salah tampa sing ndadekake
hawa omahe tambah ongkeb. Ana wadi siningid ing pojok eseme.
(Seri 14:19)
Terjemahan:
Senyum tipis itu dirasa memang hambar, tetapi Waskitha mencoba
menerima dengan ketulusan hati. Ia enggan mengingat-ingat isi hati
karena hanya akan menimbulkan salah paham yang mengakibatkan
suasana rumahnya tambah bermasalah. Ada rahasia tersembunyi di
pojok senyumnya.
Waskitha berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya. Ia
belum terlepas dari belenggu permasalahan rumah tangganya. Kedatangan
Jumeno membawa pengaruh besar pada Kunthi, kini Kunthi bersikap
dingin. Waskitha mengetahui dengan hal tersebut. Menyikapi hal itu, ia
mencoba bahagia sekalipun dirinya sedang tidak merasa bahagia. Hal
tersebut nampak pada kutipan berikut:
207
Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang lelakone
kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben ana wong
kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong seje sing
gawe ukara supaya onya katentreman. (Seri 22:19)
Terjemahan:
Di sela-sela hatinya sedih dia tersenyum. Tersenyum kepada
pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja.
Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain
yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Waskitha yang selalu optimis juga sering mengalami rasa yang tidak
menyenangkan. Tatapi dengan keikhlasan hati dan besarnya rasa positif ia
bisa menunjukkan rasa bahagia meskipun dalam keadaan hati yang
sebaliknya.
i. Merasa yakin bahwa manusia memiliki kemampuan yang hampir tidak
bisa diukur
Waskitha menyadari bahwa orang yang senang menulis harus
diimbangi dengan membaca. Maka dengan begitu wawasannya akan lebih
luas. Ia merasa bahwa apa yang diinginkannya belum tercapai, yaitu
menjadi pengarang yang berkualitas. Membaca merupakan salah satu usaha
untuk menjembatani keinginannya tersebut. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan berikut:
Bokong lagi wae diselehake neng kursi. Majalah Jawa diranggeh,
dithinthingi saben rubrik kanggo ngumar ati lan pikirane supaya
208
tambah seserepan. Wong dhemen nulis kudu gelem ngimbangi
dhemen maca kanggo nangkarake jiwane supaya luwih jembar
wawasane. Merga ambak-ambak mung maca, nyatane ora saben
pawongan gelem ngulinakake. Aja maneh wong salumrahe, lha wong
kanca-kanca guru neng sekolahan wae arang tinemu sing gelem
ngasah uteg mbukaki buku. Racake sing diutheg-utheg ya gur buku
bidhange, ora tau nyenggol buku-buku penunjang kanggo njembarake
wawasane. (Seri 1:20)
Terjemahan:
Pantat baru saja diletakkan di kursi. Majalah Jawa diambil, dilihat
setiap rubrik untuk mengumbar hati dan pikirannya supaya tambah
wawasan. Orang senang menulis harus mau mengimbangi senang
membaca untuk menangkar jiwanya supaya lebih luas wawasannya.
Karena sedikit-sedikit hanya membaca, nyatanya tidak setiap orang
mau membiasakan. Jangankan orang pada umumnya, lha teman-teman
guru di sekolah saja jarang dijumpai yang menyempatkan melatih otak
membuka buku. Rata-rata yang dibuka-buka ya hanya buku
bidangnya, tidak pernah menyentuh buku-buku penunjang untuk
memperluas wawasannya.
Wirasthi meminta Waskitha untuk menjelaskan pengalamannya sebagai
pengarang kepada mahasiswa semester dua. Waskitha merasa bahwa ia
belum pantas menceritakan pengalaman tersebut kepada mahasiswa, karena
ia sendiri menyadari kepengarangannya belum pantas untuk diceritakan, dan
ia merasa kepengarangannya belum matang. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
Waskitha manggut-manggut. Ujare Wirasthi dirasa ora guyon
nanging serius. Dheweke ya nanggapi kanthi serius amarga
ngrumangsani menawa anggone nulis ing jagad Jawa nganti seprene
kuwi durung pantes lamun kudu mbabarake pengalamane marang
mahasiswa, dirasa kok kedhuwuren. Menawa marang bocah SMP
apadene SMA ngono isih tinemu nalar. (Seri 21:20)
Terjemahan:
Waskitha mengangguk-angguk. Perkataan Wirasthi dirasa tidak
bercanda tetapi serius. Ia juga menanggapi dengan serius karena
merasa kalau kepengarangannya di jagad Jawa sampai sekarang belum
pantas jika harus menceritakan pengalamannya kepada mahasiswa,
dirasa kok terlalu tinggi. Kalau kepada anak SMP atau SMA masih
bisa dinalar.
209
Waskitha sadar bahwa ia harus meneruskan kuliahnya yang pernah
selang. Ia sadar keinginannya untuk menjadi sarjana belum terpenuhi. Maka
Waskitha berusaha untuk menyelesaikan kuliahnya di tengah masalah
keluarganya belum terpecahkan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Dheweke isih ngadeg kaya tugu nguntabke Honda Jazz sing wis nleser
ninggalake papane nganti wekasane ilang diuntal tikungan dalan.
Bali neng omah, ngenam pikir. Agahan jumangkah menyang pernahe
tumpukan buku kuliyah sing wis ora nggenah rupane. Siji mbaka siji
dijlimeti kanggo ngyakinake atine. Ah... atine ora kena ringkih. Saben
menungsa mesthi ngadhepi pacoban kanggo ngonceki lelakone.
Mitra-mitrane sing padha nekat kuliyah nyatane ya isa rampung
nadyan kudu nggadhekake SK-ne apa njerokake utang koperasi.
Kabeh mung gumantung tekat. Saiki wis padha methik asile. Sedheng
dheweke isih kemampul ketinggalan jaman. (Seri 18:19)
Terjemahan:
Ia masih berdiri seperti patung mengantarkan Honda Jazz yang sudah
berjalan meninggalkan tempatnya hingga akhirnya menghilang di
tikungan jalan. Kembali ke rumah, merancang pikiran. Segera
melangkah ke tumpukan buku kuliah yang sudah tidak jelas
wujudnya. Satu demi satu diteliti untuk meyakinkan hatinya. Ah...
hatinya tidak boleh lemah. Setiap manusia pasti menghadapi cobaan
untuk menjalani prosesnya. Mitra-mitranya yang nekat kuliah
nyatanya juga bisa selesai meski harus menggadaikan SK-mereka atau
memperdalam hutang koperasi. Semua hanya tergantung tekat.
Sekarang sudah sama-sama memetik hasilnya. Sedang ia masih
mengapung ketinggalan jaman.
Waskitha memiliki keinginan untuk menjadi pengarang yang
berkualitas. Jika malam sudah sepi, ia memulai menulis untuk
mengungkapkan isi angan-angannya. Keinginannya yang terbilang besar itu
belum terwujud, maka ia berusaha semaksimal mungkin untuk
mewujudkannya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung
ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing
sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung.
Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin
210
dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra
Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita ing majalah
Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul tulisan pengarang
anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora katon irunge. (Seri
2:42)
Terjemahan:
Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata
merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di sela-
sela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun
hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi
pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa.
Pengarang sastra Jawa masih langka. Cerita-cerita di majalah Jawa
yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul tulisan pengarang baru
hanya sekilas saja, setelah itu tidak kelihatan batang hidungnya.
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha mempunyai
keyakinan yang sangat kuat karena apa yang terbaik dari dirinya dan
keinginannya belum tercapai.
j. Suka bertukar berita baik
Waskitha bertemu dengan Lasmini, mereka kemudian bercakap-cakap.
Dalam perbincangan tersebut, Waskitha dan Lasmini menyinggung dunia
pendidikan karena mereka berdua sama-sama berprofesi sebagai guru. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Jeneng pakaryan ora ana bedane, waton tumemen bakal tinemu”,
wangsulane Waskitha karo bali nyawang pernahe langit jingga.
Kadhang kala wong loro kuwi pandeng-pandengan karo mesem
kelingan jaman cilikane biyen. Waskitha luwih tuwa telung taun
tinimbang Lasmini. Watake cugetan, gampang muring yen ketonyok
tembung. Mula arang ana jaka wani nggojegi. Apamaneh jejere anak
kamituwa, klebu pinisepuh lan sesepuh sing pantes diajeni. (Seri 2:20)
Terjemahan:
“Namanya pekerjaan tidak ada bedanya, asalkan telaten akan
berhasil”, jawaban Waskitha sambil kembali memandang langit
jingga. Kadang kala kedua orang tersebut saling memandang sambil
tersenyum teringat waktu kecil dahulu. Waskitha lebih tua tiga tahun
daripada Lasmini. Wataknya pemarah, mudah memaki kalau slah
paham. Maka jarang ada jejaka berani menggoda. Apalagi anak
kamituwa, termasuk pinisepuh dan sesepuh yang pantas disegani.
211
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha suka bertukar berita baik.
Ia berpendapat bahwa berbicara dengan orang lain membawa pengaruh
besar terhadap suasana hati. Orang yang suka bertukar pendapat akan
menimbulkan tingkat optimisme yang tinggi.
k. Membina cinta dalam kehidupan
Waskitha merupakan suami yang bertanggung jawab. Ketika ia
konsentrasi penuh menulis, istrinya merangkul. Waskitha tanggap dengan
keinginan istrinya yang butuh perhatian. Ia kemudian merangkul istrinya
dengan penuh kasih sayang. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha durung aweh wangsulan. Driji alus epek-epek kuwi
nggegem kenceng ing epek-epeke tengen. Sepisan meneh praupane
sisihane katon ayu lan alus prebawane kuwi disawang ora entek-
entek. Esem kuwi dudu esem kang ampang, dudu esem sepa, nanging
esem kang butuh kawigaten. Dheweke agahan nimbangi eseme.
Ngrangkul keked sisihane. Nedhenge ngenthire gangsir saya banter,
keprungu cetha. (Seri 15:48)
Terjemahan:
Waskitha belum memberi jawaban. Jemari halus itu menggenggam
erat di telapak tangannya. Sekali lagi wajah istrinya yang terlihat
cantik dan halus perangainya itu dipandang tanpa henti. Senyum itu
bukan senyum yang enteng, tetapi senyum yang butuh perhatian. Ia
segera mengimbangi senyumnya. Merangkul erat istrinya. Ketika
suara jangkrik semakin keras, terdengar jelas.
Waskitha kagum kepada Pak Gender. Meskipun pekerjaan Pak Gender
sehari-hari hanyalah pengamen namun memiliki kelebihan di bidang sastra
Jawa. Hari itu Pak Gender datang ke tempat kerja Waskitha dan
memberikan selembar surat yang bertuliskan huruf Jawa. Waskitha kagum
dan penasaran kepada Pak Gender. Hal itu nampak pada kutipan berikut:
Ora mung babagan tulisan wae sing digumuni dening Waskitha,
nanging uga surasane layang sing ora kaya undangan ing padatane
wae, nanging ukarane sinanggit ing tembang Asmarandana sapada.
212
Tembunge runtut netepi pathokane sekar Macapat wiwit saka guru
lagu, guru wilangan lan guru gatrane. (Seri 15:20)
Terjemahan:
Tidak hanya masalah tulisan saja yang diherani oleh Waskitha, tetapi
juga isi surat yang tidak seperti undangan pada biasanya saja, tetapi
kalimatnya tersusun di tembang Asmarandana satu bait. Tembangnya
runtut memenuhi aturan tembang Macapat mulai dari rima, suku kata,
dan jumlah barisnya.
Individu memperhatikan orang-orang yang berada dalam kesulitan, dan
menyentuh banyak arti kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengagumi
dan menikmati banyak hal dari orang lain. Karto Leging bermaksud
menggadaikan kulkasnya kepada Waskitha karena ia membutuhkan uang
untuk menebus cucunya di rumah sakit. Waskitha sebenarnya membutuhkan
uang tersebut, tetapi ia tidak tega dengan keluhan Karto Leging, lalu ia
menerima maksud Karto Leging. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta kuwi mau
sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep nggo tuku komputer.
Nanging dheweke ora mentala disambati pawongan sing tau labuh
labet tanpa nodhi ukure bandha. (Seri 3:45)
Terjemahan:
Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta itu tadi
yang mengambil koperasi sekolah. Rencananya untuk membeli
komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan oleh orang yang
sering membantu tanpa mengharap besarnya upah.
213
Dalam hal ini Waskitha mempunyai perhatian kepada orang-orang yang
berada dalam kesulitan, dan Waskitha mengagumi sosok Karto Leging yang
tidak pernah mengeluh.
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Waskitha memiliki kepedulian dan rasa cinta kasih terhadap sesama. Ia
menunjukkan rasa kepedulian yang besar terhadap orang-orang yang berada
dalam kesulitan.
l. Menerima apa yang tidak bisa diubah
Setelah bertemu dengan Winarto, Waskitha semakin sadar jika ijasah
sarjana harus segera didapat. Perubahan jaman yang semakin maju
menimbulkan perubuhan juga pada semua bidang tanpa kecuali dunia
pendidikan. Ia menerima peraturan yang tidak bisa diubah sehubungan
dengan kualifikasi ijasah seorang pendidik. Mau tidak mau ia harus segera
meneruskan kuliah sarjana. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Dheweke lungguh ijen neng latar. Awak diglethakke sandhuwure
tlasah watu rasane kaya dipijeti. Disawang antarane lintang lan
rembulan silih gumanti karo nyoba ngonceki tembung-tembunge
Winarto kang ngemu surasa jero. Sepisan sing kemliwer ing pikirane
babagan kuliyah. Wis wancine guru SMP kudu sarjana. Aja maneh
guru SMP, sedhenge guru SD wae padha nyengkut anggone golek
ijasah D2, lan padha ora gelem ketinggalan paraga-paraga
pendhidhikan kuwi kepengin nganthongi ijasah sarjana. Jamane
pancen wis seje. Jaman ndhisik ijasah isih gedhe ajine, ngalor ngidul
nduweni aji kena kanggo golek gaweyan. Nanging jaman saiki bareng
saya maju, ijasah SMA mung mujudake ijasah pendhidhikan dhasar
kang kudu diterusake menyang pawiyatan luhur. (Seri 4:43)
Terjemahan:
Ia duduk sendirian di halaman. Badan diletakkan di atas batu rasanya
seperti dipijat. Dilihat anatara bintang dan bulan silih berganti sambil
mencoba mengartikan kata-kata Winarto yang mengandung makna
dalam. Pertama yang terlintas di pikirannya adalah kuliah. Sudah
saatnya guru SMP harus sarjana. Jangankan guru SMP, sedang guru
SD saja sama-sama nekat mencari ijasah D2, dan tidak mau
214
ketinggalan peraga-peraga pendidikan tersebut ingin mengantongi
ijasah sarjana. Jamannya memang sudah berbeda. Jaman dahulu ijasah
masih besar harganya, kemana-mana mempunyai senjata untuk
mencari pekerjaan. Tetapi jaman sekarang yang semakin maju, ijasah
SMA hanya merupakan ijasah pendidikan dasar yang harus diteruskan
ke perguruan tinggi.
Berita tentang kedua putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK telah
didengar Waskitha. Jika putra Pakdhe Wirya tersebut tidak mendapat
pekerjaan, rencananya hendak kembali ke desa. Padahal, rumah yang
ditempati Waskitha merupakan jatah putra Pakdhe Wirya yang sewaktu-
waktu bisa diminta kembali. Ia tidak bisa mengubah keputusan Pakdhe
Wirya jika kedua putranya pulang ke desa dan meminta kembali rumah
yang ia tempati. Memang pada dasarnya putra Pakdhe Wirya yang lebih
berhak menempati rumah tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
kutipan berikut:
Wewayangan kuwi ngreridhu ati, nanging ana sing luwih nggandholi
jroning uripe yaiku babagan papan. Nadyan wis duwe anak bojo,
uripe disawang mapan merga duwe gaji anggone dadi pegawe negeri,
ning nyatane nganti saiki dheweke durung duwe omah sing gumathok.
Nganti dina iki omah sing dinggoni duweke pakdhene. Mesthine omah
kuwi klebu baku kanggo ngeyub saben ndinane, apa meneh tumrape
wong wis anak bojo, sing ateges butuh papan lan kapitayan kanggo
mecaki uripe supaya gemana lan mandhiri ora nggantungake marang
wong tuwa apa dene mara tuwa. (Seri 4:43)
Terjemahan:
Bayangan itu mengganggu hati, tetapi ada yang lebih mengganggu
dalam hidupnya yaitu masalah papan. Meskipun sudah mempunyai
anak istri, hidupnya terlihat mapan karena mempunyai gaji pegawai
negeri, tetapi nyatanya sampai sekarang ia belum mempunyai rumah
yang pasti. Hingga hari ini rumah yang ditempati milik Pakdhenya.
Pastinya rumah itu penting untuk berteduh setiap harinya, apalagi bagi
orang yang sudah beranak istri, yang berarti membutuhkan papan dan
kepercayaan untuk menjalani hidup supaya lebih tenang dan mandiri
tidak bergantung pada orang tua maupun mertua.
215
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha harus lebih cepat
bertindak untuk menyesuaikan dengan keputusan yang telah disepakati.
Rasa lapang dada yang dirasakan Waskitha terjadi ketika Joko Luwak
datang mengembalikan uang. Waskitha tidak emosi atau marah dengan
sikap Joko Luwak yang kurang sopan, karena Waskitha sendiri tahu watak
dan karakter Joko Luwak. Oleh karena itu ia memilih mengalah. Hal
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha ora enggal nampani dhuwit sing diulungake. Ning sajake
Joko Luwak selak ora sabar, agahan lembaran rong puluhan ewon
kuwi diuncalake karo lambene pecuca-pecucu mambu arak mak
slenthing. Saumpama ora ngelingi minangka guru ngono mesthi raine
wis mbrabak lan ngajeni marang ajining dhiri. Upama tandhing gelut
ijen padha ijen ora wedi. Atine lumuh. Ngadhepi kahanan kudu
jembar ing pangrasa. Sing waras ya isa ngalah. Nanging sawijine
dina yen sabare wis ora dikendhaleni arep kepriye maneh. Jenenge
wae menungsa, nadyan sabar lan jembar ing ati kabeh winates. (Seri
12:50)
Terjemahan:
Waskitha tidak segera menerima uang yang diulurkan. Tetapi
sepertinya Joko Luwak tidak sabar, uang dua puluhan ribu segera
dilemparkan sambil mulutnya digerak-gerakkan beraroma minuman
keras. Seandainya tidak mengingat sebagai guru pasti wajahnya
memerah dan menghargai diri sendiri. Upama tanding duel satu lawan
satu tidak takut. Hatinya disabarkan. Menghadapi keadaan harus
berbesar hati. Yang waras ya bisa mengalah. Tetapi suatu hari jika
kesabarannya sudah tidak bisa dikendalikan akan bagaimana lagi.
Namanya juga manusia, meskipun sabar dan tabah semua terbatas.
Kutipan tersebut menunjukkan kebesaran hati Waskitha di saat
menjumpai karakter lain yang bisa memicu konflik.
Berdasarkan ciri-ciri optimisme dan kutipan-kutipan yang telah diuraikan
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha menunjukkan sikap
dan melakukan tindakan atas dasar ciri-ciri optimisme menurut Ginnis yakni
jarang terkejut oleh kesulitan, mencari pemecahan sebagian, merasa yakin
216
bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa depannya,
memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur, menghentikan pemikiran
yang negatif, meningkatkan kemampuan apresiasi, menggunakan imajinasi
untuk melatih sukses, selalu gembira bahkan ketika tidak merasa bahagia,
merasa yakin bahwa manusia memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk
diukur, suka bertukar berita baik, membina cinta dalam kehidupan, dan
menerima apa yang tidak bisa diubah.
2. Aspek-Aspek Optimisme Tokoh Utama
Optimis atau tidaknya seseorang dapat ditinjau dari gaya penjelasan yang
ditunjukkan. Gaya penjelasan tersebut tidak hanay sekedar perkataan seseorang
ketika mengalami kegagalan, tetapi juga dipengaruhi kebiasaan berpikir yang
dipelajari sejak masa muda. Gaya penjelasan (explanatory style) terdiri dari
tiga aspek, yaitu permanensi, pervasivitas, dan personalisasi. Selanjutnya
aspek-aspek optimisme yang terdapat pada tokoh utama cerbung Ngonceki
Impen karya Sri Sugiyanto akan diuraikan sebagai berikut.
a. Permanensi
Mendapat honor dari setiap karya yang dimuat adalah kebanggaan bagi
Waskitha. Waskitha menemui sesuatu yang menyenangkan. Ia melihat dan
memandang peristiwa yang menyenangkan tersebut bersifat permanen atau
tetap. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Honor kang ditampa saka penerbit majalah nadyan ora gedhe
nanging mirunggan ajine. Saben cerkak apadene geguritane dipacak
atine krasa bungah, nadyan honor sethithik nanging kena dijagakake
nggo nambahi ekonomine. (Seri 2:42)
217
Terjemahan:
Honor yang diterima dari penerbit majalah meskipun tidak besar tetapi
sangat berharga. Setiap cerpen atau puisi dimuat hatinya merasa
senang, meskipun honor sedikit tetapi bisa dijagakan untuk menambah
ekonominya.
Waskitha memandang konflik dalam rumah tangganya adalah hal
wajar. Godaan tersebut selalu muncul mengikuti proses hidup untuk meraih
cita-cita. Waskitha melihat dan memandang bahwa peristiwa yang tidak
menyenangkan ini bersifat temporer, dan ia menanggapinya juga secara
temporer. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Waskitha mung unjal ambegan landhung wae. Atine panggah
disabarake. Godhane wong omah-omah pancen werna-werna. Apa
meneh yen wis mapan mandhiri, godha kuwi mesthi bakal ngetutke
laku ngreridhu gegayuhan. Dheweke nyelehke bokonge, ora nggagas
sisihane wis semparet mlebu kamar. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Waskitha hanya menghela napas panjang saja. Hatinya tetap
disabarkan. Godaan orang berumah tangga memang bermacam-
macam. Apalagi kalau sudah berani mandiri, godaan itu pasti akan
mengikuti proses menggoda keinginan. Ia menaruh pantatnya, tidak
memperdulikan istrinya yang langsung masuk kamar.
Keinginan untuk membangun rumah semakin besar. Namun ia tidak
tergesa-gesa mewujudkan keinginannya tersebut. Waskitha memandang
masalah tersebut secara temporer, dan tidak permanen. Ada cara dan waktui
lain untuk mewujudkannya, selain membesarkan hutang. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Anggone mikir ora kena grusa-grusu. Nadyan atine saben ndina wis
kinepung dumelinge pengin duwe omah, nanging kudu permati aja
nganti mlakune keponthalan lan dadi memala sing angel tambane. Isa
wae kabeh dilakoni kaya kanca-kancane sing kulina nekad tanpa
218
mikir tembe mburine. Dupeh ana undhak-undhakan gaji terus
semrinthil lan kemrangga ngejokake utangan. (Seri 7:50)
Terjemahan:
Pikirannya tidak boleh tergesa-gesa. Meskipun setiap hari hatinya
sudah dirasuki keinginan untuk membangun rumah, tetapi harus teliti
jangan sampai langkahnya kesulitan dan menjadi luka yang sulit
obatnya. Bisa saja semua dilakukan seperti teman-temannya yang
biasa nekat tanpa memikirkan selanjutnya. Karena ada kenaikan gaji
lalu percaya mengajukan hutang.
Wening menceritakan pengalaman adik perempuannya kepada
Waskitha. Adik Wening ditipu oleh kenalan barunya. Waskitha menanggapi
dan memandang masalah yang menimpa adik Wening itu adalah peristiwa
yang tidak menyenangkan dan bersifat temporer. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
“Ah kadhangkala jroning srawung iku ati jujur lan tulus durung
mesthi entuk piwales kang murwat. Merga donya kuwi kaya dene
sandiwara,” panggresahe Waskitha. (Seri 20:20)
Terjemahan:
“Ah, kadang-kadang dalam bergaul itu hati jujur dan tulus belum pasti
mendapat balasan yang berharga. Karena dunia itu ibarat sandiwara,”
keluh Waskitha.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Waskitha melihat dan memandang sebuah peristiwa yang tidak
menyenangkan secara temporer, dan peristiwa yang menyenangkan bersifat
permanen.
219
b. Pervasivitas
Pervasivitas adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi
ruang lingkup. Orang yang pesimis mengungkap pola pikir dalam
menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan secara universal,
sedangkan orang optimis memandang secara spesifik. Orang optimis
menghadapi peristiwa yang menyenangkan secara universal, dan orang
optimis memandang karena faktor-faktor tertentu.
Setiap hari menjumpai Kunthi yang sikapnya berubah, Waskitha tidak
terkejut. Ia menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut secara
spesifik, yakni Kunthi sedang terkena godaan. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut:
Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake dening
sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem
kembronjale ati sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi lagi
kengguh ing panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati murka
bakal nuwuhake brahala ing bale somahe. Jroning ati panggah terus
istigfar. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh
istrinya. Tetapi dia mencoba sabar. Mencoba mendinginkan
mendidihnya hati yang terus menggumpal di dalam dada. Kunthi
sedang terkena di godaan. Kalau dihadapi dengan hati murka akan
menimbulkan masalah di rumah tangganya. Dalam hati terus istighfar.
Waskitha merasa senang mempunyai dosen pembimbing seperti Pak
Gunawan yang teliti dan bisa menambah wawasan. Ia melihat secara
universal atau keseluruhan dalam menghadapi peristiwa yang
menyenangkan. Waskitha senang karena dengan konsultasi pada Pak
Gunawan, pengetahuannya semakin luas. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut:
220
Pak Gunawan klebu Dosen Basa Jawa sing gemet lan tlesih
temenan anggone njlimeti skripsi, prasasat mung kurang sak hurup
wae diwenehi cawing, uga panyigege tembung lan
sapanunggalane. Atine Waskitha bungah ketemu dhosen
Pembimbing kaya Pak Gunawan ngene iki, sing ateges isa nambahi
wawasan lan kena kanggo panjurung anggone duwe pawitan
penulis jagad Jawa. (Seri 22:20)
Terjemahan:
Pak Gunawan termasuk Dosen Bahasa Jawa yang sangat tekun dan
teliti menyimak skripsi, ibarat hanya kurang satu huruf saja diberi
centang, juga tanda akhir kata dan sebagainya. Hati Waskitha
senang bertemu dosen Pembimbing seperti Pak Gunawan begini,
yang berarti bisa menambah wawasan dan bisa untuk mendukung
kepenulisannya di jagad Jawa.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Waskitha mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang
tidak menyenangkan dengan cara spesifik, dan mengungkap pola pikir
terhadap peristiwa yang menyenangkan dengan cara universal atau
keseluruhan.
c. Personalisasi
Orang yang optimis memandang masalah yang menekan berasal dari
lingkungan (eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan
berasal dari dalam dirinya (internal). Sebaliknya, orang pesimis memandang
masalah-masalah yang menekan bersumber dan dalam dirinya (internal) dan
menganggap keberhasilan sebagai akibat dari situasi diluar dirinya
(eksternal).
Waskitha sebenarnya merasa sedih karena dibanding-bandingkan
dengan lelaki lain oleh Kunthi. Waskitha menganggap peristiwa yang tidak
menyenangkan tersebut tidak berasal dari dirinya, melainkan ada penyebab
yang datang dari luar. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
221
Satemene atine Waskitha krasa perih dene jejering wong lanang
ditandhing-tandhingake karo wong lanang liya sing dudu sapa-sapa.
Kamangka sajrone netepi dadi wong omah-omah dheweke ora tau
linggar saka tanggung jawab ngopeni anak bojo. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Sebenarnya hati Waskitha merasa perih notabene sebagai orang laki-
laki dibanding-bandingkan dengan lelaki lain yang bukan siapa-siapa.
Padahal selama menjalani orang berumah tangga dia tidak pernah lari
dari tanggung jawab memperhatikan anak istri.
Kutipan di atas kemudian diperkuat lagi dengan kutipan berikut yang
menunjukkan faktor penyebab perubahan sikap Kunthi. Waskitha
memandang masalah dalam rumah tangganya selain bersumber dari faktor
internal (rumah tangganya sendiri) juga berasal dari luar. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha mung unjal ambegan landhung wae. Atine panggah
disabarake. Godhane wong omah-omah pancen werna-werna. Apa
meneh yen wis mapan mandhiri, godha kuwi mesthi bakal ngetutke
laku ngreridhu gegayuhan. Dheweke nyelehke bokonge, ora nggagas
sisihane wis semparet mlebu kamar. (Seri 18:43)
Terjemahan:
Waskitha hanya menghela napas panjang saja. Hatinya tetap
disabarkan. Godaan orang berumah tangga memang bermacam-
macam. Apalagi kalau sudah berani mandiri, godaan itu pasti akan
mengikuti proses menggoda keinginan. Ia menaruh pantatnya, tidak
memperdulikan istrinya yang langsung masuk kamar.
Mendengar sambutan Sulijah yang ramah, rasa kecewa Waskitha
berganti menjadi rasa senang. Waskitha memandang peristiwa yang
222
menyenangkan dengan kesenangan pada dirinya tersebut berasal dari diri
sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Waskitha mung mesem tipis. Ing pojok atine ana rasa sethithik rasa
mongkog krungu tembunge Sulijah, nadyan tembung kuwi yen
dirasakake karepe ya mung nggedebus alias rayuan gombal ben sing
teka kono kene diblengket kanggo ngregengake. Nadyan kaya ngono
ning sethithik wis kena kanggo tambah atine sing wektu kuwi isih
krasa gela. (Seri 12:20,49)
Terjemahan:
Waskitha hanya tersenyum tipis. Di pojok hatinya ada rasa sedikit rasa
bangga mendengar kata Sulijah, meskipun perkataan itu kalau
dirasakan tujuannya hanya candaan atau rayuan gombal agar yang
datang ke situ bisa ditarik untuk meramaikan. Meski begitu tetapi
sedikit sudah bisa untuk tambah hatinya yang waktu itu masih terasa
kecewa.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Waskitha memandang masalah yang menekan dan tidak
menyenangkan berasal dari lingkungan (eksternal) dan memandang
peristiwa yang menyenangkan berasal dari dalam dirinya (internal).
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek optimisme
seorang individu didasarkan pada gaya penjelasan (explanatory style) yang
terdiri dari permanensi, pervasivitas, dan personalisasi. Berdasarkan kutipan-
kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan gaya penjelasan yang Waskitha
dalam menghadapi masalah merupakan gaya penjelasan seorang yang optimis.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Optimisme Tokoh Utama
Optimisme seseorang disebabkan oleh empat faktor, yaitu pendidikan,
pekerjaan, lingkungan, dan konsep diri. Keoptimisan tokoh utama Waskitha
disebabkan oleh keempat faktor tersebut, yang akan diuraikan pada bahasan
berikut ini.
223
a. Pendidikan
Pendidikan Waskitha dapat dikatakan tinggi, ia merupakan lulusan
diploma dua. Meskipun ada peraturan baru bahwa guru sekolah menengah
harus memiliki ijasah sarjana ia tidak terkejut. Ia dengan penuh keyakinan
melanjutkan kuliah ke jenjang sarjana, meskipun keadaan ekonominya
belum mapan dan kebutuhan sehari-hari kadang belum tercukupi. Waskitha
tetap optimis, dan yakin jika dirinya memiliki potensi yang harus
dikembangkan terus menerus dan mampu mengatasi masalah yang terus
bermunculan.
Berdasarkan uraian tersebut maka lingkungan pendidikan mampu
mempengaruhi tingkat optimis seorang individu. Waskitha merupakan
sosok yang berpendidikan dan memiliki wawasan yang luas.
b. Pekerjaan
Ditinjau dari pekerjaan, Waskitha merupakan guru Bahasa Jawa di
sekolah menengah. Waskitha berinteraksi dengan teman sesama pengajar
dan para siswa di tempat kerja. Waskitha selalu berkomunikasi dengan
teman satu profesi di tempat kerjanya, maka dari pengamatan dan menengok
pengalaman teman-teman kerja ia belajar dan memperbaiki diri untuk
berubah ke arah yang lebih baik. Waskitha tidak pernah mengeluh dengan
pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan. Ia selalu
menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja dan tidak pernah lupa pada
tanggung jawabnya sebagai pengajar.
Selain berprofesi sebagai guru, Waskitha memiliki keahlian di bidang
sastra dan seni. Semasa muda Waskitha mahir menari, hingga ia berkenalan
224
dengan Kunthi teman sesama penari yang juga kursus di tempat Eyang
Wira. Tidak hanya itu, di bangku kuliahpun Waskitha masih
mengembangkan bakat tari yang ia miliki. Wirasthi merupakan duet menari
Waskitha semasa menempuh kuliah diploma dua. Dalam dunia kesastraan,
Waskitha merupakan seorang pengarang. Ia sering mengarang, menciptakan
karya-karyanya dan selanjutnya dikirim ke media untuk dimuat.
Kepengarangan Waskitha dimulai ketika ia ikut Eyang Wira sejak SMA.
Waskitha mempunyai keinginan untuk menjadi pengarang yang berkualitas,
terutama dalam dunia kesastraan Jawa.
Karena giat mengarang, Waskitha sering mendapat undangan yang
berkaitan dengan seni, sastra, maupun budaya Jawa. Oleh karena itu, ia
berusaha untuk selalu mencari nasihat dan sumber referensi kepada rekan-
rekan di dunia sastra, selain kepada Eyang Wira. Usaha Waskitha untuk
menjadi pengarang yang produktif tidak sia-sia. Berkat bantuan Wirasthi
dan Eyang Wira banyak cerita bersambung dan cerita pendek yang dikarang
oleh Waskitha telah dibukukan.
Berdasarkan uraian tersebut maka pekerjaan juga tidak kalah penting
sebagai penyebab optimisme seseorang. Pekerjaan tetap Waskitha yaitu
sebagai pengajar, namun ia juga mempunyai rutinitas dan kegiatan selain
mengajar, yaitu mengarang. Sehingga pribadi yang memanfaatkan waktu
dengan baik untuk lebih produktif dalam bekerja akan berpengaruh pada
keyakinan dan keoptimisan yang tinggi.
225
c. Lingkungan
Sejak SMA Waskitha diberi kesempatan membantu usaha Pakdhe
Wirya. Karena ikut Pakdhe Wirya, maka tidak heran kalau Waskitha juga
dekat dengan putra-putri Pakdhe Wirya terutama Suryani. Waskitha
merupakan anak pertama dari tiga saudara. Adik bungsu Waskitha
mempunyai pola pikir yang belum matang meskipun usianya sudah
produktif, dan ingin mewarisi rumah orang tuanya. Oleh karena itu,
Waskitha timbul rasa tanggung jawab dan mengalah pada adiknya.
Waskitha sering meminta nasihat kepada Eyang Wira dalam hal akademik
dan dunia kesastraan. Eyang Wira merupakan pensiunan Kepala Dinas
Kebudayaan. Karena sering berkunjung ke rumah Eyang Wira, keinginan
Waskitha untuk memulai mengarang tumbuh. Maka, kepengarangan
Waskitha juga disebabkan oleh Eyang Wira, seorang yang mahir merangkai
kata dan memiliki kelebihan pada sastra budaya Jawa. Meskipun tinggal di
desa, tidak menghambat keinginan Waskitha untuk menjadi pengarang yang
produktif dan berkualitas. Sikap dan pola pikir inilah yang akan menuntun
Waskitha menggapai cita-citanya.
Semakin lama menggeluti dunia kepengarangan membuat Waskitha
mengenal para pengarang lainnya. Pada mulanya Waskitha menggunakan
nama pena, tetapi karena ingin dikenal secara mudah oleh rekan-rekan
pengarang ia menggunakan nama asli. Kepedulian Waskitha terhadap
perkembangan sastra Jawa sangat besar, sehingga hal itu mendorongnya
untuk selalu aktif dalam kegiatan yang berhubungan dengan sastra. Ketika
diminta bantuan oleh Parno dalam acara lomba membaca geguritan yang
226
diselenggarakan oleh Forum Sastra, maka dengan senang hati Waskitha
menyetujuinya.
Berdasarkan uraian di atas maka lingkungan Waskitha adalah
lingkungan para pendidik dan lingkungan sastra. Lingkungan tersebut secara
langsung maupun tidak langsung menyebabkan Waskitha untuk melatih dan
terus mengembangkan keterampilan diri agar menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan terus berusaha meningkatkan keterampilan yang dimiliki.
d. Konsep diri
Waskitha memiliki pandangan positif tentang dirinya dan memiliki
potensi yang harus terus dikembangkan. Waskitha memiliki prinsip dan
pendirian yang kuat. Ketika menjumpai teman-temannya berpindah ke
sastra Indonesia, Waskitha tetap menekuni sastra Jawa. Ia berpandangan
positif bahwa menekuni dunia sastra tidak terfokus pada materi saja, tetapi
lebih pada kecintaan dan ketekunan untuk terus turut melestarikan apa yang
ia kagumi.
Peraturan ijasah sarjana bagi pendidik dan rumah Pakdhe Wirya ayang
akan diminta kembali merupakan tantangan yang tidak terduga bagi
Waskitha. Dalam keadaan yang serba terbatas ia harus menempuh kuliah
sarjana. Karena kegigihannya dan semangat yang tidak pernah putus ia
dapat mencukupi kebutuhan keluarganya dan kuliahnya lancar. Waskitha
giat mengarang dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pembawa
acara di tempat orang yang mempunyai hajatan. Ia yakin bahwa manusia
tidak akan kesulitan mencari pekerjaan asal mau berusaha. Pak Sukra datang
menawarkan kerja sama namun ditolak secara sopan oleh Waskitha karena
227
ia tidak ingin menjalani usaha yang penuh resiko dan masalah yang rumit. Ia
tidak tergesa-gesa menerima tawaran tersebut meskipun sedang dalam
keadaan mendadak yaitu membutuhkan dana.
Kuliah Waskitha hampir selesai, namun ia harus membangun rumah,
sehingga kuliahnya diputus karena keterbatasan dana. Keputusan tersebut
tidak akan disesali karena pada dasarnya ia yakin akan ada cara lain untuk
menyikapi keadaan selanjutnya. Wirasthi sebagai teman sekaligus dosen
Waskitha memberikan bantuan dengan mengurus administrasi kuliah
Waskitha. Waskitha yang sudah tidak memiliki harapan kuliahnya tuntas
seketika bangkit dan terus berusaha untuk segera lulus karena ia mengetahui
keinginannya belum terpenuhi.
Kehadiran Jumeno membuat Kunthi berubah sikap. Waskitha awalnya
tidak menaruh rasa curiga terhadap teman lama Kunthi tersebut. Tetapi
karena perubahan sikap Kunthi semakin lama semakin terlihat akhirnya
kecurigaan Waskitha muncul juga. Waskitha tidak pernah membalas sikap
dingin Kunthi dengan reaksi yang sama. Hingga suatu hari ia difitnah
dengan janda Sulijah. Waskitha mengalah dan menyikapi semua dengan
lapang dada karena memiliki keyakinan berita yang tidak benar akan reda
dengan sendirinya. Waskitha memiliki pengendalian yang besar terhadap
dirinya dan terhadap peristiwa yang terjadi. Di tengah persoalan
keluarganya tersebut Waskitha tidak putus asa, ia harus menyelesaikan
skripsi dan mencari cara untuk mengungkap keadaan yang sebenarnya.
Waskitha menyadari bahwa hidup tidak terlepas dari cobaan dan godaan.
Dengan pengalaman penguasaan atas dirinya maka semua masalah yang
228
menderanya dapat terselesaikan dan semua keinginannya terwujud,
kuliahnya selesai dan kepengarannya diharagai oleh orang lain.
Oleh karena itu, Waskitha memiliki konsep diri yang tinggi sehingga ia
tidak mudah terombang-ambing oleh situasi serta tidak mudah terseret ke
dalam masalah-masalah besar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan, pekerjaan, lingkungan, dan konsep diri merupakan faktor yang
penting dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat optimisme
individu. Waskitha sebagai individu yang optimis memiliki konsep diri yang
tinggi. Ia memiliki pandangan yang positif tentang dirinya dan melakukan
refleksi diri dan akan merefleksi pengalamannya sehingga dapat mengetahui
dirinya dan sekitarnya. Tantangan-tantangan yang tidak terduga dihadapi
dengan pengalaman penguasaan sehingga memunculkan titik awal perubahan
ke dalam optimisme yang berlangsung sepanjang waktu.