bab ii optik snellen
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Skrining kartu snellen dan kartu snellen E
a. Sejarah
Dahulu Prof. Hermann Snellen dari Belanda menciptakan alat
uji penglihatan jauh yang sekarang dikenal dengan optotip Snellen atau
kartu Snellen. Kartu ini berupa huruf atau angka yang disusun
berdasarkan daya pisah konus di retina. Dua titik yang terpisah dapat
dibedakan oleh mata dengan syaraf 2 konus yang diselingi 1 konus
harus terangsang. Lebar 1 konus = 2 mikron, berarti jaraknya adalah 4
mikron. Kalau sinar yang datang ke retina dipantulkan lagi oleh 2
konus yang diselingi oleh 1 konus keluar bola mata, maka sinar ini
akan berpotongan tepat di belakang lensa (titik nodus, pada mata
skematik titik ini adalah titik pusat kelengkungan kornea ) dan
membentuk sudut sekitar 1 menit. Apabila sinar yang berpotongan ini
diperpanjang ke depan pengamat, maka pada jarak 60 meter, jarak
kedua sinar tadi adalah sama dengan diameter jari telunjuk (1,8 cm).
Apabila terus diperpanjang 300 meter di depan mata, maka jarak kedua
sinar tadi sama dengan diameter tangan (9 cm).
13
14
Diameter tangan ini kemudian diturunkan dalam bentuk angka
atau huruf dan sebagai patokan digunakan huruf “E”. diameter jari
telunjuk ini sesuai dengan lebar balok huruf snellen yang paling besar
(paling atas) yaitu 1,8 cm. Huruf Snellen ini semestinya diletakkan 60
m di depan pasien. Karena ruang pemeriksaan tidaklah sebesar
lapangan sepak bola, supaya mudah dibuat 6 meter jaraknya, dan huruf
E-nya diperkecil jadi 1,8 mm. Kalau pasien bisa melihat huruf ini,
dikatakan visus 6/6. kalau pasien hanya bisa melihat huruf yang
pailing atas, visusnya dikatakan 6/60. Untuk keperluan pengukuran
visus yang besarnya 6/60 sampai 6/6, maka dibuatlah ukuran huruf
Snellen.
Kalau huruf paling atas tidak dapat dibaca, maka pasien
diminta untuk menghitung jari pada jarak 5m, 4m, 3m, 2m, 1m, dan
visusnya masing – masing dikatakan 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, 1/60.
Apabila pasien tak bisa melihat jari pada jarak 1 m maka digunakan
lambaian tangan pada jarak 1 m. Apabila pasien bisa melihat arah
gerak tangan dikatakan visusnya 1/500. Kalau masih tidak bisa juga,
digunakan rangsang cahaya senter pada jarak 1 m. Kalau bila melihat
dikatakan visusnya 1/8, tapi kalau tidak bisa melihat apa – apa, maka
visusnya nol atau buta. Untuk pasien yang tidak bisa membaca,
digunakan optotip snellen bertuliskan huruf “E” dengan berbagai
posisi arah kaki huruf “E” (atas, bawa, kanan, kiri). Pasien diminta
15
menunjukkan arah kaki huruf “E” dengan jari tangannya (Suhardjo
2007).
b. Prosedur kartu ketajaman
Prosedur ini dikembangkan untuk memperpendek waktu yang
diperlukan untuk mendapat dan memperkirakan ketajaman pada bayi
secara individual, sehingga memungkinkan prosedur looking
preferential dikombinasikan dalam klinis. Looking preferential adalah
pada bayi diperlihatkan gambar – gambar, ada yang warnanya kontras,
ada yang warnanya homogen. Bayi akan lebih menyukai melihat
gambar kontras (Suhardjo 2007).
c. Pengkajian ketajaman penglihatan
Uji ketajaman pada anak – anak tidak mudah dan dapat
dipengaruhi secara langsung oleh anak, perawat, dan lingkungan.
Tidak ada metode sederhana untuk uji ketajaman penglihatan yang
tepat pada anak – anak kurang dari 3 tahun.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau
dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa secara terpisah. Biasakan
memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu
mencatatnya. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan
pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat
benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.
16
Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau
standar, misalnya kartu baca snellen yang setiap huruf membentuk
sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60,
berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter;
dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5
menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang
membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga huruf ini pada
orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.
Rumus visus atau ketajaman V= d/D, dimana,
V = Visus
d = Jarak Optotype Snellen dengan subjek
D = Skala sejauh mana mata masih bisa membaca
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam atau
kemampuan melihat seseorang (IIyas, 2003), seperti :
1) Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ini dapat melihat huruf
pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat
dilihat pada jarak 6 meter.
2) Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang
menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah
6/30
17
3) Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang
menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah
6/50.
4) Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat melihat
pada jarak 6 meter yang hanya oleh orang normal tersebut dapat
dilihat pada jarak 60 meter.
5) Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu
Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah
oleh orang normal pada jarak 60 meter.
6) Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari
yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam
3/60. dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai
sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak
1 meter.
7) Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam
penglihatan pasien yang lebih buruk dari pada 1/60. orang
normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak
300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada
jarak 1 mater, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
8) Kadang – kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja
dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut
18
sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat
adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
9) Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 ( nol ) atau buta total.
Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajam penglihatan
kedua mata anak dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata.
Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi berbeda pada sikap
anak, yang berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau
kurang baik dibanding dengan mata lainnya.
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang
akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan
pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang
dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan
organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan
penglihatan menurun.
Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau ada
perbiopia, maka apabila melihat benda – benda yang sedikit
didekatkan akan terlihat kabur.
19
Sebaiknya diketahui bahwa :
1) Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan maka
penderita ambliopia akan mempunyai tajam penglihatan huruf
tunggal lebih baik dibandingkan memakai huruf ganda.
2) Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena
bentuknya kadang – kadang sulit dibaca seperti huruf T dan W.
3) Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu
meletihkan anak.
4) Gangguan lapang pandangan dapat memberikan gangguan
penglihatan pada satu sisi pembacaan uji baca.
5) Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibanding
dengan membaca dengan satu mata.
6) Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan
mengintip dengan matanya yang lain.
d. Pengkajian uji Snellen
Gunakan kartu snellen pada dinding yang berwarna terang
dengan posisi yang tepat. Sebaiknya tidak ada cahaya yang
menyilaukan pada kartu. Suruh anak berdiri 6,1 meter dari kartu. Uji
kedua mata terlebih dahulu, kemudian mata kanan, dan mata kiri.
Kecuali anak mempunyai penglihatan yang sangat buruk, mulai
20
pemeriksaan dengan garis pada kartu yang cocok dengan dengan jarak
12,2 meter. Anak harus mampu melihat tiga dari empat atau empat dari
enam symbol pada sebuah garis untuk memvisualisasikan garis
tersebut dengan benar. Lakukan pemeriksaan dengan kaca mata atau
lensa kontak jika anak memakainya.
1) Pengkajian dengan kartu Snellen
Alat :
a) Kartu Snellen
b) Balok huruf
c) Ruangan yang bersih, terang dengan penyinaran yang baik.
d) Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa.
e) Alat penunjuk
f) Alat tulis untuk mencatat hasil pemeriksaan
Langkah kegiatan
a) Persiapan
(1) Pilih ruangan yang bersih, terang dengan penyinaran
yang baik
21
(2) Letakkan 2 buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa
dengan jarak 6 meter
(3) Pasang poster snellen di dinding samping penguji
(4) Letakkan balok – balok huruf di dekat anak
(5) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan
dan tahun anak lahir. Bila umur anak 6 bulan atau lebih
dibulatkan menjadi 1 tahun.
(6) Tanyakan kepada orang tua atau anak apakah anak
kelihatan janggal, duduk terlalu dekat dengan televise,
mengalami kesulitan melihat papan tulis
(7) Tanyakan mengenai adanya nyeri, rabas, air mata yang
berlebihan, mata juling, penglihatan kabur atau ganda,
rasa terbakar, gatal, dan sensitivitas terhadap cahaya
(8) Tanyakan apakah ada riwayat keluarga yang
berhubungan dengan masalah penglihatan (glaukoma,
buta warna)
b) Cara melakukan tes daya lihat :
(1) Latih anak untuk menunjukan huruf yang benar dengan
menggunakan balok huruf di samping anak sesuai yang
22
ditunjuk pada poster snellen oleh pemeriksa. Beri pujian
setiap kali anak mau melakukannya.
(2) Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf pada poster
snellen, satu persatu, mulai baris pertama sampai baris
keempat atau baris huruf terkecil yang masih dapat
dilihat.
(3) Puji anak setiap kali dapat menunjukkan huruf yang
sama sesuai dengan huruf yang ditunjuk oleh
pemeriksa.
(4) Catat hasil pemeriksaan pada kertas yang telah
disediakaan.
c) Interpretasi:
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami
kesulitan melihat sampai baris ketiga pada poster snellen.
Bila kedua mata anak tidak dapat melihat baris ketiga
poster snellen, artinya tidak dapat menunjukkan huruf yang
sama sesuai dengan huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa,
kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat
(Departemen Pendidikan, 2008).
23
d) Intervensi :
Bila kemungkinan anak mengalami gangguan daya
lihat, minta anak datang lagi untuk periksa ulang. Bila pada
pemeriksaan berikutnya, tidak dapat melihat pada baris
yang sama, atau tidak dapat melihat baris yang sama
dengan kedua matanya, rujuk ke Rumah Sakit dengan
menuliskan mata yang mengalami gangguan (kanan, kiri,
atau keduanya) (Departemen pendidikan 2008).
2) Pengkajian dengan kartu snellen “E”
Alat :
a) Kartu snellen “E”
b) Ruangan yang bersih, terang dengan penyinaran yang baik.
c) Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa.
d) Alat penunjuk
e) Alat tulis untuk mencatat hasil pemeriksaan
Langkah kegiatan :
a) Persiapan
(1) Pilih ruangan yang bersih, terang dengan penyinaran
yang baik
24
(2) Letakkan 2 buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa
dengan jarak 6 meter
(3) Pasang poster snellen “E” di dinding samping penguji
(4) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan
dan tahun anak lahir. Bila umur anak 6 bulan atau lebih
dibulatkan menjadi 1 tahun.
(5) Tanyakan kepada orang tua atau anak apakah anak
kelihatan janggal, duduk terlalu dekat dengan televise,
mengalami kesulitan melihat papan tulis
(6) Tanyakan mengenai adanya nyeri, rabas, air mata yang
berlebihan, mata juling, penglihatan kabur atau ganda,
rasa terbakar, gatal, dan sensitivitas terhadap cahaya
(7) Tanyakan apakah ada riwayat keluarga yang
berhubungan dengan masalah penglihatan (glaukoma,
buta warna)
b) Cara melakukan tes daya lihat :
(1) Latih anak untuk menunjuk arah kaki snellen dengan
menggunakan tangan kanannya seperti menunjuk
kearah atas, bawah, kanan, dan kiri sesuai yang ditunjuk
pada poster “E” oleh pemeriksa. Beri pujian setiap kali
25
anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak
dapat mengarahkan tangan kanannya dengan benar.
(2) Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf “E” pada poster,
satu persatu, mulai baris pertama sampai baris keempat
atau baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
(3) Puji anak setiap kali dapat mengarahkan tangan
kanannya dengan benar sesuai dengan huruf “E” yang
ditunjuk oleh pemeriksa.
(4) Catat hasil pemeriksaan pada kertas yang telah
disediakaan.
c) Interpretasi:
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami
kesulitan melihat sampai baris ketiga pada poster “E”. Bila
kedua mata anak tidak dapat melihat baris ketiga poster
“E”, artinya tidak dapat mengarahkan tangan kanannya
dengan arah kaki poster “E” pada baris ketiga yang
ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak mengalami
gangguan daya lihat (Departemen Pendidikan, 2008).
d) Intervensi :
Bila kemungkinan anak mengalami gangguan daya
lihat, minta anak datang lagi untuk periksa ulang. Bila pada
26
pemeriksaan berikutnya, tidak dapat melihat pada baris
yang sama, atau tidak dapat melihat baris yang sama
dengan kedua matanya, rujuk ke Rumah Sakit dengan
menuliskan mata yang mengalami gangguan (kanan, kiri,
atau keduanya) (Departemen pendidikan 2008).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Definisi pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah dalam besar, jumlah,
ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang
(cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi
kalsium dan nitrogen tubuh ) (Soetjiningsih 1995).
b. Definisi perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel – sel tubuh,
jaringan tubuh, organ – organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat memenuhi
fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intilektual, dan
27
tingkah lak sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
(Soetjiningsih 1995).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi organ/ individu. Walaupun demikian,
kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu.
c. Ciri – ciri tumbuh kembang anak
1) Tumbuh kembang anak adalah proses yang kontinyu sejak dari
konsepsi sampai maturitas/ dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor
bawaan dan lingkungan. Ini berarti bahwa tumbuh kembang sudah
terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran merupakan
suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh kembang anak dapat
dengan mudah diamati.
2) Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa
perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara
organ – organ. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat adalah pada
masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas. Sedangkan
pertumbuhan organ – organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola
umum, limfoid, neural, dan reproduksi.
3) Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi
kecepatannya berbeda antara anak satu dengan yang lainnya.
28
4) Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan
saraf.
5) Aktifitas seluruh tubuh diganti respons individu yang khas.
6) Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal. Langkah pertama
sebelum berjalan adalah perkembangan menegakkan kepala.
7) Refleks primitive seperti refleks memegang dan berjalan akan
menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.
d. Faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor –
faktor tersebut antara lain :
1) Faktor internal :
a) Ras/ suku bangsa.
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/ suku bangsa.
Bangsa kulit putih/ ras Eropa mempunyai pertumbuhan
somatik lebih tinggi dari pada bangsa Asia.
29
b) Jenis kelamin.
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat dari pada laki – laki, tetapi setelah melewati masa
pubertas pertumbuhan anak laki – laki lebih cepat.
c) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan, dan masa remaja.
d) Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh
tinggi, pendek, gemuk, dan kurus.
e) Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik
yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
f) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindrom Down’s dan sindrom
Turner’s.
30
2) faktor ekstrinsik :
a) Pranatal
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain
adalah :
(1) Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang buruk sebelum terjadinya kehamilan
maupun pada waku sedang hamil, lebih sering
menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahir rendah)
atau lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan.
Disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir,
bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan
sebagainya.
(2) Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat
menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang
dilahirkan. Demikian pula dengan posisi janin pada
uterus dapat mengakibatkan talipes, dislokasi panggul,
tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes.
31
(3) Toksin/ zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka
terhadap zat – zat teratogen. Misalnya obat – obatan
seperti thalidomide, phenitoin, methadion, obat – obat
anti kanker, dan lain sebagainya dapat menyebabkan
kelainan bawaan. Demikian pula dengan ibu hamil yang
perokok berat/ peminum alkohol kronis sering
melahirkan bayi berat badan lahir rendah, lahir mati,
cacat, atau retaldasi mental.
(4) Endokrin
Hormon – hormon yang mungkin berperan pada
pertumbuhan janin, adalah somatotropin, hormon
plasenta, hormon tiroid, insulin, dan peptida – peptida
lain dengan aktifitas mirip insulin.
(5) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu
dapat mengakibatkan kematian janin, kerusakan oak,
mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya. Sedangkan pada
orang laki – laki, dapat mengakibatkan cacat bawaan
pada anaknya.
(6) Infeksi
32
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat
bawaan adalah TORCH (Toxoplasmois, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi
lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada
janin adalah varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria,
leus, HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira,
mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis.
(7) Stress
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat
bawaan, kelainan kejiwaan, dan lain – lain.
(8) Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan
abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.
(9) Anoksia embrio
Menurunnya oksigen janin melalui gangguan pada
plasenta atau tali pusat, berat badan lahir rendah.
33
b) Persalinan
Persalinan yang berjalan mulus tanpa komplikasi pada bayi,
akan memberi dampak yang baik bagi tumbuh kembang anak
dikemudian hari. Adanya berbagai komplikasi dalam
persalinan seperti asfiksia dan trauma lahir dapat
mengakibatkan kelainan tumbuh kembang.
c) Pasca salin
Bayi baru lahir harus berhasil melawati masa transisi, dari
suatu sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung pada
organ – organ ibunya, kesuatu sistem yang tergantung pada
kemampuan genetik dan mekanisme himeostatik bayi itu
sendiri.
Faktor pasca salin yang mempengaruhi kualitas anak yaitu :
(1) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh
kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan
orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga
untuk pertumbuhan. Satu aspek yang penting yang perlu
ditambahkan adalah keamanan pangan yang mencakup
pembebasan makanan dari berbagai racun fisika, kimia dan
biologis, yang kian mengancam kesehatan manusia.
34
(2) Penyakit kronik
Anak yang menderita penyakit menahun akan
terpengaruh tumbuh kembangnya dan pendidikannya,
disamping itu anak juga mengalami stres yang
berkepanjangan.
(3) Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan sering disebut milleu adalah tempat
anak hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan
dasar anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurang
sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu
mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan anak.
(4) Psikologis
Aspek psikologis adalah aspek hubungan anak
dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau selalu merasa tertekan,
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
(5) Endrokin
Aspek gangguan hormon misalnya penyakit
hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami gangguan
pertumbuhan.
35
(6) Sosio – ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, dan ketidak
tahuan, akan menghambat pertumbuhan anak, kondisi
rumah yang merupakan refreksi kepribadian dan intelegensi
orang tua, mempunyai pengaruh yang lebih besar pada
pertumbuhan dari pada persoalan ekonomi.
(7) Pengaruh budaya
Sistem nilai orang dewasa direfleksikan dalam
kegiatan sehari – hari. Ketika jumlah makanan terbatas,
budaya yang meletakkan kedudukan pria lebih tinggi dari
pada wanita, akan mengutamakan makanan tersebut untuk
pria. Jika anak – anak tumbuh di lingkungan dengan budaya
tersebut maka derajat malnutrisi menjadi lebih parah.
Beberapa kelompok etnis menganggap bahwa sehat itu
“gemuk”. Anak – anak yang dibesarkan dalam sistem
tersebut akan diberi konsumsi makanan berlebihan,
sehingga menyebabkan berat badan mereka lebih dari
normal.
(8) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau
stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan
36
penyediaan mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan
anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
(9) Obat - obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan
menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan
pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf akan
menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan.
e. Tahap tumbuh kembang anak
1) Masa prenatal
a) Masa mudigah/embrio: konsepsi – 8 minggu
b) Masa janin/fetus: 9 minggu – lahir
2) Masa bayi: usia 0 – 1 tahun
a) Masa neonatal dini : 0 – 28 hari
(1) Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
(2) Masa neonatal lanjut : 8 – 28 hari
b) Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
3) Masa pra-sekolah : usia 1 – 6 tahun
4) Masa sekolah : usia 6 – 18/20 tahun
37
a) Masa pra-remaja : usia 6 – 10 tahun
b) Masa remaja :
(1) Masa remaja dini
(a) Wanita, usia 8 – 13 tahun
(b) Pria, usia 10 – 15 tahun
(2) Masa remaja lanjut
(a) Wanita, usia 13 -18 tahun
(b) Pria, usia 15 – 20 tahun
f. Pertumbuhan dan perkembangan anak masa prasekolah
Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada anak pertumbuhan
fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata – rata
pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus tetapi aktivitas motorik
tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan seperti jalan,
melompat dan lain – lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi
badan anak akan bertambah rata – rata 6,75 – 7,5 centi meter setiap
tahunnya.
Pada masa ini anak mengalami proses pertumbuhan pada pola
makan dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk
makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan poses
kemandirian dan masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif
38
sudah dimulai perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri
untuk memasuki sekolah dan tampak sekali kemampuan anak belum
mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak
membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang
tuanya. Sedangkan perkembangan psikososial pada anak sudah
menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta
mampu mengidentifikasi identitas dirinya.
Perkembangan motorik kasar, diawali dengan kemampuan
untuk berdiri dengan satu kaki selama 1 – 5 detik, melompat dengan
satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat
posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan.
Perkembangan motorik halus mulai memiliki kemampuan
menggoyangkan jari – jari kaki, menggambarkan dua atau tiga bagian,
memilih garis yang lebih panjang, dan menggambar orang, melepas
objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,
menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke dalam
wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan,
menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat
coretan di atas kertas.
Pada perkembangan bahasa diawali mampu menyebut hingga 4
gambar, menyebut satu hingga dua warna, menyebut kegunaan benda,
menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan,
39
mengerti beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi
untuk mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan berbagai
bunyi kata, menirukan arti larangan, berespon terhadap panggilan dan
orang – orang anggota keluarga dekat.
Perkembangan adaptasi social dapat bermain dengan
permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permainan
sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan kecemasan terhadap
perpisahan, mengenali anggota keluarga (Alimul, 2008).
3. Mata
a. Anatomi dan fisiologi mata
Mata sering digambarkan sebagai cermin jiwa atau jendela hati.
Karena segala kesedihan, kesehatan, keresahan, kebahagiaan,
keletihan, semangat, akan terpancar lewat mata (Mangoenprasodjo,
2005).
Mata tersusun dari tiga lapisan. Pertama, lapisan terluar terdiri
dari sklera atau bagian putih mata yang tidak tembus cahaya dan
kornea yang tembus cahaya. Lapisan di bawah kornea adalah iris, yang
agak gelap dan mengandung otot. Di tengah iris adalah pupil. Lensa
terletak di belakang pupil, yang digantung oleh otot – otot siliaris.
Lapisan terakhir, retina, mengandung sel batang dan sel kerucut, yang
40
menerima stimulus visual dan mengirimkannya ke otak melalui nervus
optikus. Fovea sentralis, yang tampak seperti lekukan kecil di belakang
retina, mengandung sejumlah besar sel kerucut. Makula mengelilingi
fovea sentralis. Nervus optikus memasuki orbita melalui discus
optikus. Enam buah otot menahan mata pada posisinya di rongga mata.
Gerakan otot yang terkoordinasi menghasilkan penglihatan binokular.
Kelopak mata, yang melindungi mata, dibatasi oleh konjungtiva,
mengandung pembuluh darah (Ilyas, 2003).
Mata mulai terbentuk pada 22 hari kehamilan, dan pada 8
minggu kehamilan dianggap dalam bentuk yang lazim. Struktur dan
bentuk mata terus berkembang sampai anak mencapai usia sekolah.
Pada saat lahir mielinisasi serat – serat saraf sudah lengkap dan
respons pupil dapat diperoleh. Bayi baru lahir, bagaimanapun juga,
mempunyai penglihatan yang terbatas. Neonatus mampu mengenali
bentuk ibunya dan mengenali cahaya dan gerakan, ditandai dengan
refleks berkedip. Nistagmus yang tajam umum terjadi. Kemampuan
untuk mengikuti objek tidak berkembang sampai umur 4 minggu,
ketika bayi mampu mengikuti cahaya melewati garis tengah, walaupun
strabismus menjadi jelas.
Strabismus konvergen intermiten umum terjadi sampai umur 6
bulan, kemudian menghilang. Otot – otot dianggap berfungsi dengan
sempurna pada umur satu tahun. Makula dan fovea sentralis secara
struktural mengalami diferensiasi pada umur 4 bulan. Maturasim
41
makula dicapai saat berumur 6 tahun. Perbedaan warna ada antara
umur 3 dan 5 bulan. Bayi normalnya berpenglihatan jauh. Seperti anak
kecil, bayi melihat dengan baik pada rentang yang sempit. Ketajaman
penglihatan pada bayi mempunyai rentang dari 20/300 sampai 20/50.
Iris biasanya dianggap berwarna permanen saat umur 6 bulan, tetapi
pada beberapa anak tidak sampai 1 tahun. Lakrimasi mulai ada saat
berumur 6 sampai 12 minggu.
b. Media penglihatan
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah makula lutea.
IIyas (2003) menyatakan media penglihatan terdapat 5 bagian,
yaitu :
1) Kornea
Kornea ( latin cornum = seperti tanduk ) adalah selaput
bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan
lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas :
a) Epitel
42
(1) Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,
sel polygonal dan sel gepeng
(2) Pada sel batang sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di
depannya melalui desmosom dan mokula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
(3) Sel basal menghasilkan membrane basal yang merekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
(3) Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b) Membran bowman
(1) Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
(2) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c) Stroma
43
(1) Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibrobas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d) Membran Descemet
(1) Merupakan membrane aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea yang dihasilkan sel edotel dan
merupakan membrane basalnya.
(2) Bersifat sangat elastik dan berkembang seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
e) Endotel
Berasal dari mesotalium, berlapis satu, bentuk
heksagonal, besar 20 – 40 µm. Endotel melekat pada
membrane descemet melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
44
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama
berasal dari saraf siliar lingus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran bowman melepaskan selubung Schwannya.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 0 dioptri pembiasan
sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
2) Cairan Mata
Pada kornea ( selaput bening ), air mata membentuk tiga
lapis tipis ( lapis lemak, lapis air, lapis lendir ) yang menjaganya
tetap jernih, halus, lembab, dan bebas kuman. Lapis lemak
memperlambat keringnya permukaan kornea, lapis air mengandung
lisozim (protein penghancur bakteri), betalisin, immunoglobulin
(pecahan protein jaringan tubuh berisi antibodi), dan leukosit untuk
mengatasi infeksi. Bila lapis lendir di bagian terdalam pecah,
kornea tak terlindungi. Air mata juga mengandung oksigen untuk
pernafasan epitel kornea.
Air mata disebar di seluruh permukaan kornea oleh kelopak
mata saat kita mengedip. Kedipan berlangsung dengan sendirinya,
biasanya tanpa kita sadari, tiap 2 – 10 detik. Mengedip kelopak
mata melakukan gerakan bagian luar atas ketengah mata juga
45
seketika terjadi bila ada sesuatu didekatkan pada mata dengan tiba
– tiba. Terjadinya amat cepat, biasanya sebelum kita menyadari
suatu bahaya. Ini adalah tanggapan pelindung tubuh yang biasa
disebut gerak refleks.
Perbandingan yang jelas bisa dilihat pada orang koma.
Matanya terus melotot, walau pelupuknya ditutupkan akan terbuka
lagi. Karena tak mengedip teratur, juga tak bisa memejam, matanya
bisa kering. Bila dibiarkan, kornea bisa rusak, yang mengurangi
bahkan menghilangkan kemampuan melihat. Untuk menjaganya
tetap basah, air mata buatan perlu diteteskan secara teratur
(Mangoenprasodjo, 2005).
3) Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang
berbentuk lensa di dalam mata yang bersifat bening. Lensa di
dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lensa cakram bikonveks yang terletak di
dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel
lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
46
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa
yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan
nukleus embrional, fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks
lensa. Kortek yang terletak disebelah depan nukleus lensa disebut
sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior.
Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada bahan siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
a) Kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung.
b) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan
c) Terletak di depan
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a) Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan
presbiopia
b) Keruh atau apa yang disebut katarak
47
c) Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
4) Badan Kaca
Badan kaca merupakan satu jaringan seperti kaca bening
yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi
cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90 % sehingga
tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca
sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata
agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang
disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
5) Panjang Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24
mm. Bola mata di bagian depan ( kornea ) mempunyai
kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan
kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
a) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan
memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar
yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut
48
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar
masuk ke dalam bola mata. Kornea lebih besar dibanding
sklera.
b) Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan
sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial yang
mudah dimasuki oleh darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris badan siliar, dan
koroid. Pada iris didapat pupil yang oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata.
Otot dilatator dipersarafi oleh saraf simpatis, sedangkan
sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh saraf
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di bada siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
c) Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling
dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis
yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saat optic dan
diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut ablasi retina.
49
c. Perkembangan penglihatan
Perkembangan kemampuan melihat sangat bergantung pada
perkembangan tumbuh anak pada keseluruhan, mulai dari daya
membedakan sampai pada kemampuan menilai pengertian melihat.
Walaupun perkembangan bola mata sudah lengkap waktu lahir,
mielinisasi berjalan terus sesudah lahir. Demikian pula ERG mulai
dengan gelombang rendah berkembang terus sampai dewasa. Tajam
penglihatan anak baru dapat diukur secara kuantitatif pada usia 2
tahun.
Dr Farida menjelaskan, penglihatan anak berkembang secara
bertahap. Secara normal, pada bayi yang baru lahir ke dunia, sampai
usia 4 minggu, mereka hanya dapat membedakan terang dan gelap. Hal
ini tampak bila anak terkena sinar akan segera mengedip. Ketika usia
bayi bertambah, sampai umur tiga bulan, kedua matanya mulai
berfungsi bersamaan. Dalam fase ini dia sudah bisa mengikuti gerakan
benda – benda di dekatnya.
Berikutnya sampai umur sekitar enam bulan, perkembangan
matanya ditandai dengan kemampuan memperhatikan benda – benda
dalam jarak jangkauannya dan dia selalu berusaha menyentuh benda
tersebut. Perkembangan penglihatan berjalan dengan pesat setelah bayi
berumur enam bulan sampai dua tahun. Disini tajam penglihatannya
menuju ketajam penglihatan optimal. Untuk mencapai perkembangan
50
penglihatan normal, dibutuhkan rangsangan visual yang terus menerus
pada daerah selaput jala mata ( retina ).
Tajam penglihatan bayi sangat kurang dibandingkan
penglihatan anak. Perkembangan penglihatan berkembang cepat
sampai usia 2 tahun dan mencapai penglihatan normal pada usia 5
tahun.
IIyas (2003) menyatakan tajam penglihat bayi berkembang sebagai
berikut :
Baru lahir - Menggerakkan kepala ke sumber cahaya besar
6 minggu - Mulai melakukan fiksasi
Gerakan mata tidak teratur kea rah sinar
3 bulan - Dapat menggerakkan mata kearah benda bergerak
4-6 bulan - Kordinasi penglihatan dengan gerakan mata
- Dapat melihat dan mengambil objek
9 bulan - Tajam penglihatan 20/200
1 tahun - Tajam penglihatan 20/100
2 tahun - Tajam penglihatan 20/40
3 tahun - Tajam penglihatan 20/30
5 tahun - Tajam penglihatan 20/20
51
Buta dinyatakan dalam penilaian yang berbeda pada setiap
Negara seperti :
1) Inggris : tajam penglihatan kurang dari 3/60
2) Amerika dan Kanada : tajam penglihatan kurang dari 20/200
Buta menurut WHO sebagai berikut
Tabel 2.1 Buta menurut WHO
No Kategori Keterangan Snellen jarak 6 meter
1 1 Rabun atau penglihatan < 6/18
2 2 Rabun, tajam penglihatan < 6/60
3 3 Buta :
Tajam penglihatan Lapang pandangan
< 3/60
< 10 derajat
4 4 Buta :
Tajam penglihatan Lapang pandangan
< 1/60
< 5 derajat
5 5 Buta dan tidak ada persepsi sinar ~ (0)
Sumber : Iiyas, 2003
Penglihatan akan memberikan hambatan tertentu. Pada setiap
hambatan diperlukan alat bantu sehingga terdapat kemudahan dalam
penyesuaian dengan kehidupan normal.
52
Catat penglihatan, ( low vision ), dibagi atas dua kelompok: ringan
dan berat:
1) Penglihatan kurang ringan dimana terdapat gangguan penglihatan
ringan dengan tajam penglihatan kurang 0.3 (5/15,6/18 atau 6/20,
20/80 atau 20/70 ).
2) Penglihatan kurang berat yang pada negara tertentu dimasukkan
kedalam golongan buta, dimana terdapat gangguan penglihatan berat,
tajam penglihatan kurang dari 0.12 ( 5/40, 6/48, atau 20/160 ).
d. Kelainan refraksi
Kelainan refraksi pada anak dapat dicurigai dari kebiasaan cara
melihat televisi ( suka menonton dalam jarak dekat ), saat belajar di
sekolah (biasanya anak suka duduk di depan, karena tidak jelas duduk
di belakang), membaca terlalu dekat, dan posisi duduk miring. Anak
yang mempunyai pusat fiksasi penglihatan diluar fovea sentralis akan
selalu berusaha mensejajarkan posisi aksis visual atau menjatuhkan
fokus sinar di bagian retina yang berfungsi sebagai fovea dengan cara
miringkan kepala (Suhardjo 2007).
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan air mata, lensa, badan kaca,
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
53
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata
emtropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti
Puhgtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih
dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh
dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau
foveola bila mata istirahat. Pada emetropi pungtum remotum terletak
di depan mata sedang pada mata hipermetropia titik semu di belakang
mata.
Emetropi
Emetropi berasal dari kata Yunani emetos yang berarti ukuran
normal atau dalam keseimbangan wajar sedang arti opsis adalah
penglihatan. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya
kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal.
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh
difokukan sempurnadi daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut
ametropia.
54
Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6
atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan
kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke makula lutea. Pada
keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100%
atau 6/6.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan
oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola
mata. Kornea mempunyai dua pembiasan sinar terkuat dibandingkan
bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang
dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda – beda. Bila
terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencekung )
atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau pendek) bola mata
maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini
disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma.
Suhardjo (2007) menyatakan jenis – jenis kelainan refraksi, yaitu :
1) Ambliopia
Istilah ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu ablys
(tumpul) ops (mata). Ambliopia adalah keadaan turunnya visus
unilateral atau bilateral walaupun dengan koreksi terbaik, tanpa
kelainan struktur yang tampak pada mata atau lintasan visus bagian
55
belakang. Kelainan ini dianggap sebagai akibat gangguan
perangsangan terhadap perkembangan fungsi visual pada tahap –
tahap awal kehidupan. Denan kata lain ambliopia adalah buruknya
penglihatan akibat kelainan perkembangan visual akibat
perangsangan visual abnormal.
Berdasarkan penebabnya ambliopia bisa digolongkan
menjadi strabismik, anisometropik, ametropik, dan ambliopia ex-
anopsik. Ambliopia strabismik diakibatkan oleh di plopia dan
convusian yang diikuti dengan supresi fovea. Ambliopia strabismik
bisa juga dikatakan sebagai hasil dari interaksi binokular abnormal
yang berlanjut dengan supresi monokuler mata yang mengalami
deviasi. Hal ini ditandangi dengan kegagalan penglihatan walaupun
mata sudah dipaksa untuk fiksasi.
Pada ambliopia anisometropik, bayangan di fovea kedua
mata berlainan bentuk dan ukurannya akibat kelainan refraksi mata
kanan dan kiri, sehingga terjadi gangguan fusi. Perbedaan mata kiri
dan kanan yang besarnya lebih dari 1 D ( dioptri ) akan
mengakibatkan mata sulit untuk menyatukan bayangan karena
salah satu bayangannya lebih kabur.
Pada ambliopia ametropik visus turun bilateral walaupun
sudah dikoreksi maksimal. Hal ini disebabkan oleh kelainan
refraksi bilateral. Yang tinggi pada anak yang tidak di koreksi,
56
yaitu hiperopia lebih dari 5 D atau myopia lebih dari 10 D. Jika
hiperopianya hanya 1 – 2 D maka masih bisa dikompensasi dengan
akomodasi, jadi tak sampai menyebabkan ambliopia. Penanganan
untuk ambliopia amtropik dengan koreksi maksimal meminta
pasien memakai kaca mata terus – menerus.
Ambliopia ex- anopsia ( deprevation ambliopia/ occlusion
ambliopia ) disebabkan hilangnya penglihatan disebabkan
kekeruhan media refrakta ( kornea keruh, katarak, perdarahan
viterus ). Anak – anak yang paling rentan terhadap ambliopia sejak
dari lahir hingga usia 7 atau 8 tahun. Periode kritis perkembangan
visual sendiri mungkin terjadi antara minggu pertama hingga bulan
kedua kehidupan.
2) Miopia
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat
terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a) Miopia refraksi, bertambahnya indeks bias media penglihatan
seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa
menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi
akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang
terlalu kuat.
57
b) Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a) Miopia ringan, dimana miopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri
b) Miopia sedang, dimana miopia antara 3 – 6 dioptri
c) Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6
dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a) Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b) Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambahnya panjangnya bola mata
c) Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila
miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okula dan
pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum
yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang – kadang terjadi ruptur membrane Bruch
yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
58
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch
berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensori
retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila
dekat malahan melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur
atau disebut pasien rabun jauh. Pasien dengan miopia akan
membarikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan
celah kelopak yang sempit.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan
demikian juga bila diberi S -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa
koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
sesuda dikoreksi.
3) Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan
gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Pada hipermetropia sinar sejajar di fokuskan di belakang mokula
lutea.
Hipermetropia dapat disebabkan :
59
a) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan
kelainan refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu
anteroposterior yang pendek
b) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau
lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
c) Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang pada sistem optik mata.
Hipermetropia dikenal dalam bentuk :
a) Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat
dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas
hipermetropia absolute yang ditambah denagn hipermetropia
fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa sikloplegik
dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal.
b) Hipermetropia absolute, dimana kelainan refraksi tidak
diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif
untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada
berakhir denagn hipermetropia absolute ini. Hipermetropia
manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali
disebut sebagai hipermetopia absolute, sehingga jumlah
60
hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah
hipermetropia manifes.
c) Hepermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan
melihat normal tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata
positif yang memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasi akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia maifes
yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai
hipermetropia fakultatif.
d) Hipermetropia laten, dimana dimana kelainan hipermetropia
tanpa sikloplegia ( atau dengan otot yang melemahkan
akomodasi ) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermetropi laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia. Makin muda makin besar kimponen hipermetropia
laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan
akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia
fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut.
Hepermetropia laten sehari – hari diatasi pasien dengan
akomodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda dan
daya akomodasinya masih kuat.
61
e) Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan
sesudah diberikan sikloplegia.
Gejala yang ditemukan pada gejala hipermetropia adalah
penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau, dan kadang
rasa juling atau lihat ganda.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi
hepermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan
ukuran lensa positif maksimal yang diberikan tajam penglihatan
normal ( 6/6 ).
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan
kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau
bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi
positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan
kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang
masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25 hal ini untuk
memberika istirahat pada mata.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan
keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat
untuk melihat benda dengan jelas.
62
4) Astigmatisme
Pada astigmatisme berkas sinar tidak tidak difokuskan pada
satu titik denagn tajam pada retina akan tetapi pada dua garis api
yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan
permukan kornea. Pada mata dengan astigmatisme lengkungan jari
– jari pada satu meridian kornea lebih panjang dari pada jari - jari
meridian yang tegak lurus padanya.
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang
bulat atau sferis yang dalam perkembangannya terjadi keadaan apa
yang disebut sebai astigmatisme with the rule (astigmatisme lazim)
yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah
atau lebih kuat atau jari – jarinya lebih pendek disbanding jari –
jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan
astigmatime lazim ini diperlukan lensa silinder negatif denagn
sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang
terjadi.
Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali
sehingga astigmatisme menjadi against the rule (astigmatisme tidak
lazim).
Astigmatisme tidak lazim (astigmatisme against the rule).
Suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme dimana koreksi
dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60 –
63
120 derajat) atau dengan silinder positif subu horizontal (30 – 150
derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea
vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Bentuk astigmatisme :
a) Astigmatisme regular : astigmatisme yang memberikan kekuat
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara
teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya.
Bayangan yang terjadi pada astigmatime regular degan bentuk
yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
b) Astigmatisme ireguler : astigmatisme yang terjadi tidak
mempunyai 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi ireguler. Astigmatisme ireguler terjadi akibat infeksi
kornea, trauma pada distrofi, atau terjadi akibat kelainan
pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Pengobatan pada
lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak
lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk
memberikan efek permukaan yang regular.
5) Presbiopia
64
Presbiopia merupakan refraksi mata dimana punctum
proksimal telah begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang halus
seperti membaca dan menjahit sukar dilakukan. Proses ini
merupakan fisiologis, terjadi pada setiap mata, dan dianggap
sebagai suatu penyakit. Sepanjang hidup terjadi pengerasan sedikit
demi sedikit pada lensa, dimulai dari nukleus. Ini menyebabkan
lensa mendapatkan kerusakan dalam mengubah bentuknya pada
penglihatan dekat untuk menambah daya biasnya karena lensa
tidak kenyal lagi. Dengan demikian daya akomodasinya berkurang
akibat proses skerosis ini. Ditambah lagi dengan daya kontraksi
dari otot siliar yang berkurang sehingga pengendoran dari zonula
zinnia tidak sempurna.
Gejala dan tanda dari presbiopia berupa keluhan yang
timbul pada penglihatan dekat. Kalau dibiarkan tidak dikoreksi
akan menimbulkan tanda astenopia, mata sakit, lekas lelah,
lakrimasi, selain sukar melihat dekat.
Individu presbiopia memerlukan penambahan kacamata
baca tergantung umur dan ukuran status refraksinya. Apabila
individu tersebut miopia 3 dioptri tidak perlu tambahan kacamata
baca. Bahkan individu presbiopik dengan miopia lebih dari 3
dioptri malah menggunakan kacamata baca negatif dengan
menyisakan 3 dioptri untuk membaca.
65
6) Anisometropia
Anisometropia merupakan keadaan dimana didapat
perbedaan status refraksi pada kedua mata. Derajat perbedaannya
bisa kecil sampai besar. Meski ada perbedaan refraksi tetapi basih
terdapat penglihatan binokular tunggal (kedua mata bisa fokus
melihat satu objek). Bila terdapat perbedaan yang sangat besar
hingga mata dipakai bergantian atau satu mata tidak diapakai sama
sekaliang disebut dengan penglihatan monokular. Gejala yang
penting adalah kelelahan mata.
Anisometropia bisa memiliki beberapa akibat sebagai
berikut. Akibat anisometropia yang pasti adalah perbedaan visus
karena perbedaan status refraksi. Anisoforia bisa muncul, yaitu
perbedaan derajat heteroforia pada berbagai lirikan posisi bola
mata. Heteroforia juga bisa muncul, yang merupakan deviasi bola
mata saat melihat lurus pada penglihatan binokular. Selain itu ada
juga esoforia (bola mata cenderung adduksi) dan exoforia (bola
mata cenderung abduksi). Bentuk kelainan lainnya adalah
hiperforia (bola mata cenderung supraduksi) dan hipoforia (bola
mata cenderung infraduksi) karena berbedanya kekuatan refraksi,
terjadi perbedaan ukuran bayangan yang jatuh di retina, yang
dikenal sebagai aniseikonia.
7) Aniseikonia
66
Aniseikonia merupakan keadaan yang ditandai adanya
bayangan di kedua retina tidak sama besar atau tidak sama
bentuknya, sehingga menimbulkan kesukaran dalam usaha otak
untuk menyatukan dua bayangan ang tidak sama itu yang dapat
menimbulkan keluhan astenopia yang tidak dapat disembuhkan
dengan pemberian kacamata, bagaimanapun baiknya koreksi
dilakukan. Anisometropia yang hebat dapat menimbulkan
aniseikonia.
8) Afakia
Afakia merupakan ketiadaan lensa, biasanya karena diambil
(misalnya operasi katarak). Bisa juga berkaitan dengan suatu
sindrom congenital. Pada orang yang tadinya emetropik, maka
akan timbul hiperopia. Kira – kira 10 D setelah operasi kekuatan
lensa mata kira – kira 20 D. Terapi koreksinya dengan kaca mata
afakia besarnya hanya separuh yaitu 10 D. hal ini disebabkan oleh
jarak antara kacamata afakia ke retina adalah 2 kali jarak lensa asli
ke retina.
67
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Anatomi dan
fisiologi mata
Media penglihatan : kornea, cairan mata, lensa mata, badan kaca, panjang bola mata
Ametropi (mata ideal)
Visus menurun
Ambliopia, miopia, hipermetropia, astigmatisme, presbiopia, aniseikonia, afakia
Tumbuh kembang anak : kemampuan daya lihat
Deteksi dini tumbuh kembang anak : Skrining kartu Snellen dan kartu Snellen “E”
keluarga
Tenaga kesehatan
Guru paud
Faktor internal: ras, keluarga, jenis kelamin, umur, kelainan
kromosom, genetik
Faktor eksternal: prenatal, persalinan,
pasca natal
68
C. Kerangka konsep
Keterangan : : yang diteliti
: tidak diteliti
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini :
Ha : “Ada perbedaan antara skrining kartu Snellen dengan kartu
Snellen E terhadap deteksi dini perkembangan daya lihat pada anak
prasekolah di Paud Putra Bangsa Gulurejo Lendah Kulon Progo
Tahun 2010”.
keluarga Tenaga kesehatan
Guru paud
Deteksi dini tumbuh kembang anak : Skrining kartu Snellen
dan kartu Snellen “E”
Tumbuh kembang
anak : kemampuan daya
lihat
Ametropi (mata ideal)
Visus menurun