bab ii latar belakang teori 2.1 kandang sapi model tertutup
TRANSCRIPT
5
BAB II
LATAR BELAKANG TEORI
2.1 Kandang Sapi Model Tertutup
Kandang sapi tipe tertutup bertujuan untuk mengkondisikan kondisi di
dalam kandang akibat pengaruh dari lingkungan sekitar seperti radiasi panas
matahari, suhu udara panas dari sekitar bangunan kandang dan kondisi akibat
hujan sehingga tidak terlalu berpengaruh banyak pada kondisi di dalam kandang.
Pada kandang sapi model tertutup secara umum material penutup kandang yang di
gunakan sebagi dinding penutup adalah tembok dan atap berbahan seng. Untuk
sistem sirkulasi udara di gunakan bukaan ventilasi di bagian depan kandang dan
kipas buang di bagian belakang kandang untuk menyedot udara luar dari bukaan
ventilasi dan di alirkan sampai pada ujung belakang di kipas buang. Kandang sapi
dengan model tertutup di haruskan dapat semaksimal mungkin mengeluarkan
panas yang berlebih dan gas beracun yang di sebabkan veses dan urine.
Sistem ventilasi di kandang tertutup merupakan bagian yang penting untuk
di perhatikan karena berperan dalam sirkulasi udara dan proses penyerapan panas
akibat produksi panas sapi. Proses cara kerja dari kipas buang pada sistem
ventilasi udara di kandang tertutup di bagi menjadi dua cara yaitu menyedot dan
mendorong udara masuk ke dalam kandang sapi.Model kandang sapi tertutup
terdapat pada Gambar 2.1 di bawah ini
6
Gambar 2.1 Kandang sistem tertutup ( Dunlop, 2016 )
Unsur-unsur selain sistem ventilasi dan pendinginan yang perlu di
perhatikan dalam kandang sistem tertutup antara lain jenis kipas buang,
pencahayaan lampu, panel control dan elektrik. Semua unsur tersebut menjadi
satu kesatuan konsep global yang ada pada kandang tertutup.
2.2Panas Hasil Metabolisme Sapi Didalam Kandang
Panas hasil metabolisme adalah panas yang di hasilkan dari proses
fisiologis sapi itu sendiri yang di sebabkan oleh fakor – faktor antara lain adalah
banyak sedikitnya makanan yang di kosumsi, kondisi lingkungan sekitar dan
bobot badan sapi itu sendiri. Panas yang di hasilkan dari metabolisme tersebut
akan di lepaskan yang pada akhirnya sering di sebut panas laten dan panas.
Proses menurunya suhu panas yang terjadi pada lingkungan dalam
kandang akan meningkat dengan seiring menurunya berat bobot sapi sehingga
temperatur di dalam kandang akan menurun. Produksi panas hasil metabolisme
yang berkaitan dengan bobot sapi akan memperlihatkan menurunya kehilangan
panas. Pada sapi dengan bobot sapi 400 s/d 500 kilogram akan menghasilkan
panas 2 W/kg, lebih rendah di bandingkan domba dengan bobot 40 s/d 50
7
kilogram yang mengasilkan panas 3 s/d 4 W/kg dan hewan jenis unggas pada
bobot 2 kg akan menghasilkan panas 6 W/kg (Esmay and Dixon, 1986). Produksi
panas sapi akibat metabolisme dengan bobot sapi 455 kilogram pada beberapa
suhu yang terjadi dapat di lihat pada Tabel 2.1.
Pada Tabel 2.1 kenaikan suhu yang terjadi di dalam kandang secara tidak
langsung akan menurunkan total panas yang di hasilkan sapi dan akan
mempertahankan panas tubuh tersebut sesuai dengan lingkunganya.
Tabel 2.1 Hasil produksi metabolisme panas sapi perah (bobot 455 kg )
Suhu (ᴼC) Panas Laten (W) Panas sensibel (W) Total Panas (W)
4,45 278,5 766,6 1045
10 322,4 674 996
15,56 392,7 556,8 949
21,11 410,3 498,2 908
26,67 556,8 293,1 849
Sumber : Esmay and Dixon (1986)
Pengaruh suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman sapi akan
menyebabkan penambahan panas yang terjadi pada tubuh sapi sehingga akan
menyebabkan cekaman panas. Apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman
sapi itu sendiri maka akan terjadi proses kehilangan panas pada tubuh sapi.
Penambahan panas selain dari metabolisme panas sapi itu sendiri dapat di
sebabkan adanya panas radiasi matahari dan konveksi panas akibat material atap
kandang. Kondisi saat suhu udara yang terjadi di dalam kandang lebih tinggi dari
suhu nyaman jalur pelepasan panas adalah melakukan pertukaran panas dari jalur
permukaan kulit, fases, urine dan pernafasan.
8
2.3Kondisi Fisiologis Sapi Jenis Friesian Holstein
Sapi jenis Friesian Holstein telah tersebar banyak di berbagai wilayah di
dunia, karena memiliki produksi susu tertinggi di bandingkan dengan jenis sapi
perah lainnya dan memiliki kandungan lemak rendah.
Kondisi fisiologis tubuh sapi dapat menggambarkan produktifitas sebagai
respon terhadap lingkungan dan respon fungsional sapi akibat metabolisme tubuh
secara sitematis yang tujuanya adalah untuk meyeimbangkan fisiologis sapi
terhadapa lingkunganya. Pada penelitian yang di lakukan oleh sudono et al(2003)
produksi susu sapi jenis frisiean holstein di daerah tropis tidak terlalu berbeda
jauh dari daerah yang memililiki iklim subtropis apabila kondisi lingkungan
memiliki suhu 18 s/d 21 oC dan kelembaban udara mencapai 55 % dan akan
mengalami penurunan produksi susu apabila mencapai suhu 26 oC.
2.4 Pengaruh Kelembaban Dan Suhu Udara Terhadap Sapi Perah
Kelembaban dan suhu udara merupakan dua faktor yang mempengaruhi
produksi susu pada sapi perah, karena kondisi tersebut dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan panas hasil metabolisme dalam tubuh ternak,
keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Berdasarkan Mc
Dowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksi susu padaternak
sangat membutuhkan suhu lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiologis sapi
itu sendiri sehingga tidak mengalami cekaman panas atau. Batas thermonetral
suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar pada suhu 17 – 21 ºC (Hafez, 1968 ); 13 –
18 ºC (McDowell, 1972); 5 – 25 ºC (Jones & Stalling , 1999). Bligh dan Johnson
(1985 ) telah membagi beberapa batas suhu lingkungan berdasar pada perubahan
9
produksi panas sapi yang terjadi, sehingga akan didapatkan kondisi suhu yang
nyaman bagi sapi perah, yaitu antara batas suhu minimum dan maksimum, dapat
di lihat pada Gambar 2.2 . Hubungan besaran suhu dan kelembapan udara atau
bisa di sebut Temperatur Hamudity Indexs yang berakibat dapat meningkatkan
stress padasapi perah. Hubungan tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.2. Sapi perah
akan sangat nyaman ketika pada nilai Temperatur Hamudity Indexs di bawah 72,
dan apabila nilai THI melebihi 72 maka sapi perah akan mengalami cekaman
panas ringan , sedangkan THI di ( 80 ≤ THI ≤ 89 ) maka akan mengalami
cekaman panas sedang dan cekaman panas berat ( 90 ≤ THI ≤ 97 ) ( Wirema,1990
).
Gambar 2.2. Batasan suhu nyaman bagi ternak (Wirema, 1990)
Tabel 2.2. Indeks kelembaban relatif dan suhu sapi perah (Wierama, 1990)
10
Sapi jenis Frisiean Holstein akan memiliki produktifitas susu yang baik apabila
suhu lingkungan berada pada suhu 18 oC dengan memiliki kelembaban 55%.
Apabila suhu melebihi suhu tersebut, sapi perah akan melakukan penyesuaian diri
secara fisiologis dan secara tingkah laku. Peneyesuaian diri secara fisiologis
akibat cekaman panas akan berakibat pada menurunya produktifitas susu dan
kualitas susu, penurunan katabolisme dan metabolisme sapi, penurunan nafsu
makan, peningkatan kosumsi minum, peningkatan pelepasan panas tubuh sapi
melalui penguapan, peningkatan denyut jantung dan suhu tubuh pada sapi.
Cekaman panas yang terjadi dapat di reduksi dengan menurunkan suhu
tubuh sapi dan cara yang di gunakan untuk menurunkan suhu tubuh sapi dapat di
lakukan dengan memberi semprotan air pada tubuh sapi, memberi aliran udara
segar yang dapat menyerap panas tubuh sapi yang kemudian di keluarkan dari
kandang sapi sehingga produktifitas susu sapi dapat kembali meningkat.
2.5Perpindahan Panas Dan Massa Udara Dalam Kandang Sapi
Panas yang terjadi di dalam kandang dapat di peroleh dari panas hasil
metabolisme tubuh sapi, konveksi, radiasi dan kondisi di lingkungan sekitar
kandang sapi. Untuk proses perpindahan panas secara konduksi tersebut akan
melalui media dinding kandang dan atap bangunan, dari perpindahan panas
tersebut cepat rambat panas hasil konduksi di pengaruhi oleh material penyusun
dinding dan atap. Perpindahan panas secara konveksi di sebabkan oleh suhu
lingkungan luar kandang sapi yang lebih tinggi terbawa masuk akibat udara yang
mengalir dari luar kandang menuju ke dalam kandang dan pada akhirnya
menyebabkan suhu dalam kandang akan naik. Panas radiasi matahari dan
11
refleksinya akan memancarkan gelombang panjang dari permukaan bangunan dan
akan di terima oleh lingkungan sekitar bangunan kandang.
Akibat dari perpindahan panas konveksi, radiasi, konduksi yang terjadi
maka untuk menyetimbangkan agar suhu udara dalam kandang tetap terjaga di
perlukan massa udara yang mengalir untuk menyerap energi panas yang di
hasilkan dan kemudian di keluarkan melalui kipas buang. Jumlah massa udara
yang mengalir di pengaruhi dari bukaan ventilasi dan kecepatan udara yang
mengalir di dalam kandang. Semakin banyak massa udara yang bisa di alirkan ke
dalam kandang, maka untuk proses penyerapan panas dan menjaga suhu yang di
inginkan akan lebih mudah tercapai.
2.5.1 Perpindahan Panas Secara Radiasi
Perpindahan panas radiasi merupakan perpindahan panas yang terjadi
akibat dari kontak bendabertemperatur lebih tinggi dengan kontak benda yang
bertemperatur lebih rendah dengan melaluiperantara gelombang
elektromagnetik.Lain halnya dengan konduksi dan konveksi bahwa perpindahan
panas radiasi tidak memerlukan media dan lebih efisien dalam ruang
hampa.Jumlah dari energi yang mengalir ke suatu permukaan sebagai energi
panas radiasi akan sangat tergantung pada suhu mutlak dan sifat dari permukaan
tersebut
Besarnya radiasi maksimal yang dapat dipancarkan dari suatu permukaan
pada suatu temperatur absolut ditunjukkan oleh hukum Stefan-boltzmann sebagai
berikut:
Qrad =𝜀𝜎. As . (Ts4- T
4surr)......................................(2.1)
12
Dimana :
Qrad = Panas radiasi ( W )
𝜎 = Konstanta ( 5,67.10 -4
W/m2 K
4 )
As = Luas permukaan yang terkena radiasi (m2 )
Ts = Temperatur absolut dari permukaan
𝜀 = Emisivity Permukaan
Gambar 2.3 Perpindahan panas radiasi (Cengel, 2003)
2.5.2 Perpindahan Panas Secara Konduksi
Perpindahan panas secara konduksi merupakan perpindahan panas yang
diperoleh karena perpindahan energi dari sebuah substansi yang memiliki energi
partikel yang lebih besar ke substansi yang berdekatan yang memiliki energi
partikel yang lebih kecil sebagai hasil dari interaksi antar partikel.Besar laju rata-
rata perpindahan panas pada sebuah medium tergantung pada geometri medium
yaitu ketebalan dan jenis bahan dari medium tersebut. Berdasarkan pada
perpindahan panas konduksi dalam keadaan tetap ( steady) yang terjadi pada
dinding yang memiliki ketebalan (Δx) dan luas penampang (A) dan perbedaan
13
temperatur yang melewati dinding ΔT = T2 – T1 yang seperti ditunjukkan pada
persamaan di bawah ini :
Laju Perpindahan panas Konduksi = 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝐷𝑖𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒
𝑇ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠
Sehingga besar laju dari perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Qcond = k A𝑇1−𝑇2
∆𝑥 (W).......................................................(2.2)
Dimana :
Qcond = Panas konduksi (W )
K = Konduktivitas thermal bahan ( W/m ºC )
T1 = Temperatur dinding x1 ( ºC )
T2 = Temperatur pada dinding x2 ( ºC )
∆𝑥 = Tebal Lapisan ( m )
Gambar 2.4 Perpindahan panas konduksi ( Cengel, 2003)
2.5.3 Perpindahan Panas Secara Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi merupakan salah satu bentuk
perpindahan energi antara sebuah permukaan benda padat dengan fluida yang
14
mengalir atau gas yang berdekatan dalam keadaan bergerak dan merupakan
kombinasi dari konduksi dan gerakan fluida.Besarnya kecepatan gerakan fluida
menunjukkan besarnya perpindahan panas konveksi. Ada beberapa mekanisme
perpindahan panas yang terjadi secara konveksi antara lain yaitu :
1. Perpindahan Konveksi Alamiah
Perpindahan konveksi secara alamiah yatu ketika ada benda ataupun
komponen yang memiliki temperatur tinggi, kemudian secara langsung udara
yang mengalir secara alami melewati benda tersebut akan mengalami perubahan
energi sehingga udara yang mengalir akan memiliki perubahan suhu menjadi lebih
tinggi
2. Perpindahan Konveksi paksa
Perpindahan konveksi paksa merupakan kebalikan dari konveksi alamiah,
karena konveksi paksa mengandalkan bantuan gaya dari luar misalkan
penggunaan kipas buang, blower dan lain sebagainya. Untuk persamaan laju
perpindahan secara konveksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Qconv = h As ( Ts – T∞).............................................................(2.3)
Dimana :
Qconv = Perpindahan panas konveksi ( W )
h = Koefisien panas konveksi ( W/m3ºC )
As = Luas penampang kontak panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan (ºC)
T∞ = Temperatur aliran Fluida (ºC)
15
Gamabar 2.5 Perpindahan panas konveksi (Cengel, 2003)
2.6 Ventilasi
Ventilasi pada umumnya digunakan sebagai pintu sirkulasi agar udara
masuk ke dalam ruangan untuk melakukan sirkulasi udara. Pada kandang sapi
perah model tertutup ventilasi di gunakan dengan tujuan hampir sama seperti
ventilasi pada umumnya, yaitu sebagai pintu udara masuk yang akan mengalir ke
dalam kandang sehingga dapat melakukan sirkulasi dan mengendalikan suhu,
kelembaban udara dan membawa keluar gas-gas yang beracun. Sistem ventilasi
udara akan terjadi dan udara akan masuk apabila terjadi perbedaan tekanan antara
tekanan di luar kandang dan di dalam kandang. Ventilasi dengan bukaan dan
tekanan tertentu akan dapat mempengaruhi kecepatan udara dan pola aliran yang
mengalir di dalam kandang.
Pada kandang sapi umumnya sistem ventilasi di gunakan dengan sistem
alami karean biaya lebih murah tanpa harus melakukan sistem kandang model
tertutup, namun faktor yang mempengaruhi sapi akan lebih besar antara lain
faktor panas akibat radiasi matahari yang memancar akan mudah masuk ke dalam
kandang, suhu udara luar yang panas akan lebih banyak masuk ke dalam kandang
dan ketika hujan, air akan masuk ke dalam kandang.
16
2.7Kipas Buang
Kipas buang adalah mesin atau alat yang digunakan untuk menarik udara
dan mendorong udara sehingga udara mendapatkan gaya luar dan dapat di alirkan
ataupun di hempaskan. Selain itu kipas buang juga mengatur volume udara yang
akan disirkulasikan pada ruangan. Setiap ruangan yang berbeda akan memerlukan
jenis kipas buang yang berbeda, tergantung dari kebutuhan yang akan di gunakan.
Pada umumnya kipas buang memiliki beberapa macam dan fungsinya
yang berbeda - beda sesuai dengan kebutuhan , macam – macam kipas antara lain
adalah sebagai berikut :
2.7.1 Kipas Buang Aksial
Kipas buang aksial memiliki cara kerja dengan mengalirkan udara
disepanjang sumbu kipas buang. Kerja dari kipas buang aksial seperti impeler
pada pesawat terbang,bentuk sudu (blade) dari kipas buang aksial menghasilkan
pengangkatan aerodinamis dengan menekan udara. Jenis kipas buang ini terkenal
di industri karena harga relatif murah, kipas buang aksial dapat di lihat pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kipas Buang Aksial (CEATI International inc, 2008)
2.7.2 Kipas Buang Sentrifugal
Karakteristik kipas buang sentrifugal adalah dengan bentuk blade yang
berbeda dan peningkatan kecepatan udara yang di hasilkan karena perputaran di
17
area impeler. Kecepatan aliran udara yang meningkat di ujung blade akan
menghasilkan tekanan yang tinggi sehingga kipas buang jenis ini mampuuntuk
kondisi operasi yang membutuhkan tekanan tinggi, seperti sistem dengan suhu
tinggi dan sistem dengan udara kotor yang memiliki massa jenis udara lebih berat.
Kipas buang sentrifugal dapat di lihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Kipas Buang Sentrifugal(CEATI International inc, 2008)
2.7.3 Kipas Buang Propller
Kipas buang propller pada dasarnya prinsip kerja dengan menghasilkan
laju aliran udara yang tinggi dan tekanan yang di hasilkanya relatif kecil dan
banyak di gunakan sebagai ventilasi udara. Gambar dapat di lihat Pada Gambar
2.8
Gambar 2.8 Kipas Buang Propller(CEATI International inc, 2008)
18
2.8Computational Fluid Dynamic
Camputational Fluid Dynamic adalah alat yang di gunakan untuk
menganalisis sistem yang meliputi pergerakan aliran fluida, perpindahan panas
dan massa aliran fluida serta fenomena lainya seperti fenomena reaksi kimia yang
metode analisisnya menggunakan simulasi berbasis komputer. Computational
Fluid Dynamic telah banyak di gunakan untuk mendesain dan merekayasa
pesawat terbang dan mesin jet untuk mengetahui pengaruh gaya yang terjadi
karena aliran fluida dan perpindahan panasnya. CFD pada dasarnya adalah alat
yang di gunakan sebagai prediksi secara kuantitatif apa yang terjadi pada saat
aliran fluida mengalir, sehingga untuk prediksi aliran fluida pada sistem dapat
dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah di
bandingkan dengan metode eksperimen. Pada saat memprediksi aliran fluida pada
kondisi tertentu, program pada CFD haruslah dapat menerjemahkan persamaan
yang terjadi pada fluida sehingga pemahaman dari sifat-sifat dasar aliran fluida
sangat penting. Persamaan yang mengatur aliran fluida merupakan persamaan
diferensial parsial sehingga komputer digital secara langsung tidak dapat
digunakan, untuk penyelesaiaan masalah tersebut maka persamaan tersebut harus
terlebih dahulu di transformasikan ke dalam persamaan aljabar sederhana dengan
metode diskritisasi( Versteg dan Malalasekera, 1995).
Metode diskritisasi memiliki beberapa jenis dan pengguanaan dari masing-
masing memiliki cara kerja yang berbeda seperti metode elemen hingga ( finite
element methode), metode volume hingga (finite volume methode) dan metode
beda hingga ( finite different methode ). Pada proses simulasi, pola aliran udara
yang terjadi digambarkan secara kuantitatif dalam persamaan diferensial dan
19
koordinat kartesain dengan pemecahan menggunakan teknik CFD 3 dimensi yang
berdasarkan analisis numerik metode beda volume (finite different volume)
( Versteg dan Malalasekera, 1995 ).
Persamaan diskritisasi yang di hasilkan dari persamaan diferensial pada
umumnya dalam bentuk implisit dengan pertanyaan secara simultan atas
banyaknya persamaan individual yang di hasilkan, dan pada persamaan tersebut
harus di selesaikan dengan metode persamaan tertentu yaitu salah satunya dengan
pendekatan iterasi. Proses iterasi adalah sebuah analsisis yang akan menebak
variabel yang terdapat pada implisit dan iterasi akan terus berjalan sampai selisih
antara persamaan ruas kanan dan kiri mendekati konvergen.
Dalam penyelasaian persamaan diferensial diperlukan inputan variabel
syarat batas ( boundry condition ) dan kondisi awal (initial condition) yang
merupakan variabel turbulensi, tekanan, temperatur dan kecepatn aliran udara.
Pada kondisi batas bukaan ventilasi dan material penyusun kandang haruslah
memiliki acuan sehingga penyelesaiaan persamaan diferensial dapat di selesaikan.
Dalam simulasi hal yang perlu di perhatikan adalah jenis grid yang digunakan,
jenis grid menjadi suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap domain aliran,
program sover dan kesalahan diskritisasi yang muncul akibat grid tidak sejajar
dengan arah aliran (numerical diffusion).
Sebelum membuat simulasi menggunakan teknik Computational Fluid
Dynamic maka perlu di lakukan tahap pra-pengolahan, tahap ini berguna untuk
mendifinisikan input dari simulasi yang akan di buat. Pada pra-pengolahan
didefinisikan beberapa hal berikut sebagai input :
20
a. Menentukan batas computational domain geometri yang akan di
analisis.
b. Menentukan sifat bahan gambar geometri dan sifat fluida yang akan di
analisis melalui modul engginering database CFD yang tersedia.
c. Menentukan syarat batas boundary condition yang akan di analisis
d. Menentukan tngkat mesh yang akan di analisis
e. Menentukan tujuan yang akan di analisa pada proses pemecahan
masalah.