bab ii latar belakang pemikiran kh. ahmad dahlan a ...digilib.uinsby.ac.id/1309/5/bab 2.pdf · 12...
TRANSCRIPT
16
BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN
A. Biografi KH. Ahmad Dahlan
1. Masa Kecil dan Muda
KH. Ahmad Dahlan pada masa mudanya bernama Muhammad
Darwis.1 Beliau dilahirkan di Kauman Yogyakarta pada tahun 1285 H,
bertepatan dengan 1868 M.2 Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin Kiai
Sulaiman, seorang imam dan khatib di Masjid besar Kraton Yogyakarta.
Ibunya bernama Siti Aminah putri KH. Ibrahim, penghulu kesultanan
Yogyakarta.3 Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersudara.4
Saudara Ahmad Dahlan adalah Nyai Ketib Harum, Nyai Mukhsin atau Nyai
Nur, Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim, Nyai Muhammad
Pakin dan Basir.5
Kauman adalah suatu tempat yang biasanya berada di sekitar kraton
atau kompleks penguasa seperti bupati, atau kepala daerah, yang dilengkapi
dengan alun-alun dan Masjid besar. Penduduknya terkenal sangat taat
beragama.6 Selain sebagai tempat bersejarah, Yogyakarta dikenal sebagai
kota revolusi. hal ini karena Yogyakarta seringkali tampil sebagai pusat
1 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 295. 2 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 100. 3 Mustafa Kamal dan Adaby Derban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Idealis (Jakarta: LPPI, 2003), 10. 4 Musthafa Kamal Pasha, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam untuk Angkatan Muda (Yogyakarta: Persatuan, 1975), 8. 5 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 56. 6 Mansur, dkk, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Depag, 2005), 86.
17
perjuangan sejak zaman Pangeran Diponegoro, sampai perjuangan awal
kemerdekaan Indonesia.
KH. Ahmad Dahlan berasal dari keluarga berpengaruh dan terkenal di
lingkungan kesultanan Yogyakarta, yang secara biografis silsilahnya dapat
ditelusuri sampai pada Maulana Malik Ibrahim,7 seorang wali besar dan
seorang yang terkemuka diantara Walisongo.8 Silsilah KH. Ahmad Dahlan
hingga Maulana Malik Ibrahim melalui 11 keturunan, yaitu Maulana Malik
Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana Muhamad Fadlullah, Maulana Sulaiman,
Ki Ageng Giring (Jatinom), Demang Jurang Juru Sapisan, Demang Jurang
Juru Kapindo, Kiai Ilyas, Kiai Murtadha, Kiai Muhammad Sulaiman, Kiai
Haji Abu Bakar dan KH. Ahmad Dahlan.9
Muhammad Darwis sejak kecil sudah menampakan tanda-tanda
kecerdasan dan bakat kepemimpinannya. Kauman tempat tinggal Darwis
dikenal memiliki ikatan agama yang kuat. Nama ini diambil dari kata
“qaum”, yang artinya pejabat keagamaan atau kepala kampung. Suatu
tempat diberi nama Kauman lantaran ditempat tersebut tinggal para qaum
dan santri serta ulama yang menjaga kemakmuran Masjid. Melalui ikatan
agama (Islam) yang kuat, tercipta suasana yang menjadikan penduduknya
secara ketat memberlakukan norma dan prilaku Islami.10 Menurut
7 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, 296. 8 Herry Muhammad dkk., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20; Cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 8. 9 Yusuf Abdullah, Perjuangan dan Pengabdian Muhamadiyah (Jakarta: Pustaka Antara, 1989), 53-54. 10 Khozin dan Miftahul Alif, Pendidikan Kemuhammadiyahan, untuk SMP/MTs Muhammadiyah kelas VII (Surabaya: Majlis Dikdsmen PWM Jatim, 2013), 10.
18
G.F. Pijper pada waktu itu merupakan tempat tinggal orang-orang saleh.11
Menelaah masa kecil dan muda KH. Ahmad Dahlan, dapat dikatakan beliau
termasuk pribadi yang sholeh yang dilahirkan dari keturunan orang-orang
yang memegang nilai-nilai agama.
1. Pendidikan
Muhammad Darwis tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Hal ini
lantaran tradisi yang berjalan kala itu, bahwa siapa yang masuk ke sekolah
milik pemerintah (Gubernemen) akan dipandang kafir dan kristen.
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera Kiai. Pendidikan
dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan
kitab-kitab agama lainnya. Pendidikan ini diperoleh langsung dari
ayahnya.12 Karena itu ia hanya dididik dan dibina langsung oleh
ayahandannya khususnya tentang ilmu-ilmu keagamaan. Ia menguasai
beragam ilmu dari belajar secara otodidak baik belajar kepada ulama atau
seorang ahli.13
Ia meneruskan pelajaran mengkaji tafsir dan hadith serta bahasa Arab
dan fiqih kepada beberapa ulama lain di Yogyakarta dan sekitarnya.14 Di
antara guru-gurunya di Jawa adalah Kiai Haji Muhammad Nur (kakak
iparnya), Kiai Haji Said, R. Ng. Sosrosugondo (ayah Ir. Suratin), dan
R.Wedana Dwidjosewajo. Dalam ilmu ia pernah belajar Kiai Haji 11 G.F. Pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, terj. Tudjimah dan Yessy Augusdin, Cet. II, (Jakarta: UI-Press, t.th.), 108. 12 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 327. 13 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 6. 14 Biyanto, dkk., Materi Kuliyah Pendidikan Kemuhammadiyahan (Sidoarjo: Umsida Press, 2011), 19.
19
Dahlan Semarang, menantu Kiai Darat Semarang, dan kepada Syekh M.
Djamjil Djambek.15 Beliau belajar ilmu fikih dari Kiai Muhammad Saleh,
belajar ilmu nahwu dari K.H. Muhcsin, belajar ilmu falaq dari K.H. Raden
Dahlan dari Pondok Pesantren Termas, belajar ilmu hadith dari Kiai
Mahfudz, belajar Qiroatul Qur’an dari Syekh Amin.16 Sejak usia dini, ia
sudah menguasai beberapa ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab, nahwu
saraf dan balaghah. Selain itu juga memperdalam ilmu tafsir al-Qur’an, ilmu
hadith dan ilmu fiqih.
Muhammad Darwis tumbuh menjadi remaja yang berpikiran cerdas.
Ia merasakan suatu kesenjangan yang membuat hati dan akalnya gelisah.
Dari ilmu yang diperolehnya, ia merasa bahwa agama Islam di Indonesia
tidak orisinil (murni), sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadith. Ia berijtihad
bahwa sumber agama Islam adalah di Makkah. Maka pada usia yang masih
muda (15 tahun) Ia bertolak ke Makkah. Selain untuk menunaikan ibadah
haji, beliau juga memperluas pengetahuan tentang Islam. Beliau pergi haji
dan tinggal di Makkah selama lima tahun.17 Di sana ia bermukim dan
belajar kepada seorang ulama Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari
tokoh Islam KH. Hasyim Asy’ari. Ia banyak belajar ilmu agama dari para
ulama terkenal. Di antara gurunya adalah Sayyid Bakri Syata’, salah
seorang mufti Madzhab Syafi’i yang bermukim di Makkah. Bahkan
Sayyid Bakri Syata’-lah yang memberikan atau mengganti nama
Muhammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan. 15 Ibid., 19. 16 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan, 6. 17 Herry Muhammad dkk., Tokoh-tokoh Islam, 8.
20
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888 H, KH. Ahmad
Dahlan melanjutkan aktivitasnya berdakwah sembari berdagang ke beberapa
daerah. Namun ia merasa belum cukup ilmunya untuk merubah masyarakat
Islam yang dalam pengamalannya masih bercampu dengan agama lain.
Sepulang dari tanah suci, jiwa Dahlan masih gelisah, karena belum dapat
menemukan titik terang kekuatan Islam dalam memberi kemajuan bagi umat
manusia. KH. Ahmad Dahlan kemudian melakukan serangkaian diskusi
dengan para pemuka Islam di Indonesia untuk mengkonsultasikan apa yang
menjadi bahan renungannya. Pada akhirnya ia bertemu dengan orang-orang
Arab yang mengadakan gerakan Islam di Indonesia (Jami’yatul Khai>r). Dia
mendapat informasi bahwa saat itu di Makkah sedang berkembang
pemikiran Islam yang baru, yakni faham-faham pembaruan yang ingin
kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadith.
Setelah memperoleh informasi penting itu, tahun 1902 H, KH. Ahmad
Dahlan bertolak ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua dan
menetap di kota ini selama dua tahun.18 Ia memperdalam ilmu agama Islam
terutama terhadap para pemikiran para tokoh pembaru Islam yang karya dan
tulisannya saat itu sedang digandrungi di Makkah. Melalui kajian ilmiah,
beliau mulai bersentuhan dengan gerakan pembaruan Islam untuk kembali
kepada al-Qur’an dan al-Hadith. Di tempat ini, KH. Ahmad Dahlan sempat
pula melakukan diskusi dengan para ulama nusantara, seperti Syekh Ahmad
Khatib dari Minangkabau yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim
18 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet.VIII, (Jakarta: LP3ES, 1996), 85.
21
Asyari,19 Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan
Kiai Faqih Kumambang dari Gresik.20
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam melalui majalah dan
kitab. Seperti: Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim, Muhammad bin Abdul Wahab,
Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Dahlan aktif
membaca majalah dan kitab. Majalah yang dibacanya adalah al-Mana>r
(Rasyid Ridho) dan al-Urwat al Wutsqa> (Jamaludin Al-Afghani).
Sedangkan kitab yang sering dikaji dan diajarkannya adalah Fi’il
Bid’ah (Ibnu Taimiyah), at-Tauhi>d (Muhammad bin Abdul Wahab), Tafsir
Juz Amma, al-Isla>m wal Nasriyyah (Muhammad Abduh). Serta pemahaman
Dahlan terhadap Ibnu Qoyyim sebagai “kamus berjalan” tentang mazdhab
dan salaf, sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah dalam karya Fi’il Bid’ah.
Setelah melakukan pergumulan intelektual, terutama dikuatkannya terhadap
kajian kitab tafsir al-Mana>r, mulai muncul titik terang yang
membimbingnya untuk memikirkan nasib dan kondisi umat Islam di
Indonesia.
Sekembalinya dari Makkah, dengan berbekal ilmu yang cukup Dahlan
diangkat sebagai khatib di Masjid Agung Yogyakarta, menggantikan
ayahnya. Pada posisi ini ia mendapatkan gelar “mas”, yang menurut Karel
19 Herry Muhammad dkk., Tokoh-tokoh Islam, 8. 20 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, 294.
22
A. Steenbrink, sudah dapat digolongkan sebagai kelompok kaum
bangsawan atau ningrat, meskipun dengan strata rendah.21
Walau KH. Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal,
tetapi pengembaraanya ke beberapa ulama menjadikan beliau pribadi yang
berilmu. Pengembaraannya mencari limu mengantarkan beliau hingga ke
Tanah Suci. Selain melakukan rangkaian ibadah haji beliau sempatkan
belajar ilmu ke beberapa ulama yang menggagas pembaruan, yang kala itu
menggema di Arab hingga keilmuan yang diperolehnya menjadi bekal untuk
melakukan pembaruan Islam di Indonesia.
2. Pernikahan
KH. Ahmad Dahlan pernah nikah dengan Nyai Abdullah, janda dari
H. Abdullah. Pernah juga nikah dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar
Muzakir) adik ajengan penghulu Cianjur. Beliau juga pernah nikah dengan
Nyai Solekah putri Kanjeng Penghulu M. Syari’i adik Kiai Yasin Paku
Alam Yogyakarta. Terakhir KH. Ahmad Dahlan nikah dengan Nyai
Walidah binti Kiai penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan nama Nyai
KH. Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal
dunia.22
Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro,
21 Karel A. Streenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalan Kurun Modern, Terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman, Cet. I, (Jakarta: LP3IS, 1986), 51. 22 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, 77. 114. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: IAIN Press, 1986), 204.
23
Irfan Dahlan, Siti Aisyah dan Siti Zaharah.23 Pernikah-pernikahan tersebut
dilakukan untuk menyebarkan faham pembaruan Islam di berbagai daerah di
Indonesia.
3. Perjuangan
Kesempatan yang baik ketika beliau dapat bertukar pikiran langsung
dengan Rasyid Ridho yang diperkenalkan oleh KH. Bakir. Sekembalinya
dari Mekkah, ide reformasi meresap dihatinya. Demikian pula pengalaman
keagamaan yang ia alami selama di Makkah, mendorong melakukan
perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan yang berarti
di tanah airnya.24
KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai ulama yang arif yang dapat
melihat bakat terpendam anak-anak muda Kauman seperti sifat kesatria dan
fanatik terhadap agama Islam. Beliau membimbing mereka dan menularkan
ilmu agama termasuk faham pembaruannya, sehingga banyak anak muda
Kauman yang belajar dan berguru serta mengikuti fahamnya. KH. Ahmad
Dahlan juga berkeliling daerah untuk berjualan batik. Disela-sela itu beliau
sempatkan untuk bersilaturrahim ke beberapa sahabat dan ulama sekaligus
berdiskusi menyampaikan gagasan kondisi umat Islam yang
memprihatinkan. Jangkauan perniagaan beliau sangat luas hingga sampai
Jakarta dan Sumatra Utara, tentunya pemikiran pembaruannya juga
dikembangkan sampai di sana.
23 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 235. 24 Biyanto, dkk., Materi Kuliyah Pendidikan, 21.
24
Setelah melakukan serangkaian kegiatan secara konsisten, mulailah
beliau dikenal dan tersebar namanya sebagai ulama yang cerdas, progresif
dan revolusioner. KH. Ahmad Dahlan pun mulai menapak jalan baru yakni
mengajar di sekolah-sekolah resmi seperti Kweekschool (sekolah raja) di
Jetis Yogyakarta dan sekolah Pamong Praja (sekolah calon pejabat) di
Magelang. Bertambahnya amanah ini, tidak lantas menyurutkan langkahnya
untuk terus menyampaikan gagasan pembaruannya kepada khalayak. Beliau
semakin intens berkeliling dan menjalin komunikasi dengan ulama besar di
Surabaya, Jombang, Gresik, Pasuruan, Semarang, Priangan dan di daerah
lainnya. KH. Ahmad Dahlan memang ulama berjiwa gerakan, yang senang
melakukan dakwah dengan aksi nyata. Bukan dengan tulisan, karena itu
beliau termasuk ulama yang miskin karya ilmiah, tetapi kaya karya nyata.
KH. Ahmad Dahlan masuk dan aktif di Budi Utomo. Dia sempat
menjadi salah satu pengurusnya. Dalam bidang politik, KH. Ahmad Dahlan
juga masuk dalam organisasi sosial politik Sarikat Islam dan termasuk salah
satu penasehatnya. Sementara itu untuk memperteguh jiwa revolusioler
Islam dan mendalami gerakan Tajdi>d, beliau masuk menjadi anggota ke-770
Jami’atu Khai>r.25 Itu semua beliau lakukan untuk mengembangkan potensi
diri dan mengambil banyak manfaat yang pada akhirnya digunakan pada
kepentingan umat Islam. Sebelum benar-benar mendirikan Muhammadiyah,
KH. Ahmad Dahlan terlebih dahulu merintis kegiatan berupa kelompok-
kelompok pengajian yang dilakukan di Musholla Ahmad Dahlan dan
25 Khozin dan Miftahul Alif, Pendidikan Kemuhammadiyahan, 13.
25
lembaga-lembaga pendidikan yang dilakukan di gedung untuk mengajarkan
keilmuan.
Pada akhirnya, setelah mempertimbangkan segala hal dan mendapat
masukan dari para santri, murid dan sahabatnya, dengan hati mantap KH.
Ahmad Dahlan mendirikan organisasi baru yang memiliki karakter dan arah
perjuangan baru pula, gerakan pembaruan (tajdi>d) yang berpihak kepada
umat Islam, yakni persyarikatan Muhammadiyah.26 Beserta teman dan
muridnya, seperti; Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam,
Haji Syarkawi, dan Haji Abdul Gani.
Akhirnya pada 18 November 1912, KH. Ahmad Dahlan mendirikan
perkumpulan Muhammadiyah di Yogyakarta.27 yang bertepatan dengan
pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. Organisasi ini mempunyai maksud
”menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-
anggotanya”. Untuk mencapai ini, organisasi itu bermaksud mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di mana
dibicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid
serta menerbitkan brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah-majalah.28
KH. Ahmad Dahlan adalah salah seorang diantara tokoh-tokoh
pembaru dalam rangka kebangkitan dunia Islam. Cita-cita pembaruannya
tidak jauh beda dengan Jamaludin Al-Afghani (1838-1897), Muhammad
Abduh ( 1849-1905), Rasyid Ridho (1856-1935) di Mesir, Ahmad Khan 26 Khozin dan Miftahul Alif, Pendidikan Kemuhammadiyahan, 14. 27 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 102. 28 Deliar Noer, Gerakan Moderen, 86.
26
(1817-1898), Ameer Ali (1849-1928) dan Muhammad Iqbal (1873-1938) di
India. Sementara di Indonesia dipelopori Ahmad Surkati (Al-Irsyad), H.
Samanhudi dan HOS Cokroaminoto (Sarekat Islam), Wahidin Smirohusodo
dan Sutamo (Budi Utomo), Kihajar Dewantara (Taman Siswa) dan lain-
lain.29
Semangat dan cita-cita pembaruan KH. Ahmad Dahlan, kendati
menghadapi berbagai kendala, namun berhasil dihadapinya dengan arif dan
bijaksana. Melalui kharismanya, akhirnya perkumpulan Muhammadiyah
menjadi sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia dan telah
memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pembangunan peradaban
umat hingga saat ini.
4. Kepribadian
Sebagai manusia biasa, KH. Ahmad Dahlan memiliki kekurangan dan
kelebihan. Pendidikannya hanya dilakukan dari berpindah-pindah guru,
yang penulis istilahkan pesantern kilat. Bahasa asing yang dikuasainya
adalah bahasa Arab. Dibanding dengan tokoh pembaru lainya, beliau tidak
memiliki banyak karya. Namun kepribadiannya terletak pada keikhlasan
dalam berjuang dan berkorban. Karena itu beliau adalah pribadi yang suka
beramal, bukan hanya teori.
Ia adalah seorang yang keras kemauannya, pribadinya mencerminkan
sebagai orang yang sungguh-sungguh dan tidak pernah lelah dalam
merealisasikan cita-cita. Disamping itu keberaniannya dalam bertindak telah
29 Biyanto, dkk., Materi Kuliyah Pendidikan, 22.
27
dibuktikan dengan usaha-usaha yang dilakukan meskipun mendapatkan
kecaman dari masyarakat umumnya. Oleh Djarnawi dikatakan, pernah suatu
ketika ia mendapatkan ancaman berupa surat kaleng, yang isinya akan
membunuhnya jika berkehendak memberikan ceramah di Banyuwangi.
Ancaman tersebut ternyata beliau abaikan. Dengan penjagaan yang ketat ia
memberikan ceramah agama Islam dan masalah-masalah organisasi di
Banyuwangi. Selain itu ia adalah orang yang bersifat sabar, ikhlas dan
gemar beramal.
Sebagai pendidik beliau sangat sabar dan bijak dalam membina kaum
muda, termasuk wanita. Beliau termasuk guru yang cerdas, kaya cara untuk
mendidik orang. Karena yang terpenting dilakukannya adalah pendidik yang
mampu bertindak sebagai teladan dalam beramal perbuatan. Namun dia
ulama yang menekankan pribadi dalam amanah, hatinya jauh dari kecintaan
akan kemewahan dunia, memikirkan umat Islam, dekat dengan kaum lemah
dan selalu membela umat Islam yang tertindas.
5. Akhir Hayat
Melihat Muhammadiyah sekarang ini, kiranya tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang pejuang yang gigih dan
tidak mengenal lelah. Pada saat beliau sakit keras, dokter menasehatinya
agar istirahat dahulu. Beliau mengikuti anjuran dokter dan pergi
mengasingkan diri di luar Yogyakarta dan menuju daerah Tosari Pasuruan
di lereng gunung Bromo. Namun sampai disana, KH. Ahmad Dahlan justru
membuka pengajian bagi para pekerja rumah dan para tetangganya.
28
Akibatnya sakit yang dideritanya tidak sembuh, dan makin parah.
Mengetahui hal ini, para murid dan juga istrinya memintanya untuk
beristirahat total, namun beliau menolak dan berujar:
“Saya mesti bekerja keras untuk meletakan batu permata pada amal yang besar ini, kalau sekiranya lambat, atau saya hentikan lantaran sakitku, maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin yang tinggal sedikit itu, maka mudah bagi yang di belakang untuk menyempurnakannya.” 30 Akhirnya setelah sekian lama sakit keras, pada tanggal 7 Rajab 1340
H bertepatan dengan 23 Februari 1923 M, pendiri Muhammadiyah itu
berpulang ke rahmatullah,31 dirumah kediamannya Kauman Yogyakarta.
Beliau dimakamkan di Karangkajen Kemanten Mergangsan, 1,5 Km sebelah
tenggara Yogyakarta.32
Pembaruan-pembaruan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan baik
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial diteruskan oleh
murid-muridnya. KH. Ahmad Dahlan tidak meninggalkan karya ilmiah,
tetapi meninggalkan karya nyata dalam amal perbuatan, seperti: mendirikan
madrasah diniyah, kweekschool mu’allimin, kweekschool mu’allimat,
memberikan pengobatan gratis di masyarakat dan menyantuni fakir miskin.
Semua ide dan gagasan Dahlan pada akhirnya diteruskan oleh para murid-
muridnya hingga generasi saat ini.
30 Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 12. 31 Ibid., 12. 32 Khozin dan Miftahul Alif, Pendidikan Kemuhammadiyahan, 15.
29
B. Dasar Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Hampir seluruh pemikiran KH. Ahmad Dahlan berangkat dari
keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang
tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan.
Kondisi ini diperparah dengan politik kolonial Belanda yang sangat merugikan
bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah
mengilhami munculnya ide pembaruan Dahlan.33 Ide ini sesungguhnya telah
muncul sejak kunjungan pertama ke Makkah. Kemudian ide tersebut lebih
dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua. Hal ini berarti, bahwa kedua
kunjungannya merupakan proses awal terjadinya kontak intelektualnya, baik
secara langsung maupun tak langsung dengan ide-ide pembaruan yang terjadi
di Timur Tengah pada awal abad 20.
Secara umum, ide-ide pembaruan KH. Ahmad Dahlan dapat
diklasifikasikan kepada dua dimensi:
1. Berupaya memurnikan ajaran Islam dari khufarat, tahayul dan bid’ah yang
selama ini telah bercampur dalam aqidah dan ibadah umat Islam.
2. Mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui
reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang
dapat diterima oleh rasio.34
KH. Ahmad Dahlan merupakan tokoh besar yang mampu menghimpun
muridnya dan menggerakan Muhammadiyah hingga saat ini. Karena itu untuk
menelusuri latar belakang pemikiran KH. Ahmad Dahlan dibutuhkan 33 Delier Noer, Gerakan Modern Islam, 316. 34 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 110.
30
penjelasan panjang dan mendalam dari berbagai sumber informasi. Menurut
Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam, Mengenal tokoh pendidikan Islam di dunia Islam dan Indonesia, hampir
seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan
kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan
(stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan.35 Kondisi ini sangat merugikan
bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami
munculnya ide pembaruan Dahlan.
Maka hasil kajian penulis terhadap pemikiraan KH. Ahmad Dahlan dapat
disimpulkan bahwa yang melatarbelakangi pemikiran KH. Ahmad Dahlan,
penulis membaginya menjadi dua faktor yaitu: faktor Subjektif dan faktor
Objektif.
1. Faktor Subjektif
Faktor subjektif adalah faktor pelaku, yaitu KH. Ahmad Dahlan.
Bermula dari pemahaman beliau terhadap ajaran Islam, kemudian melihat
kesenjangan nyata antara Islam yang difahami dengan Islam yang
dipraktekan kaum Muslimin kala itu. Adanya Sinkretisme yang merupakan
percampuran Islam dengan kepercayaan lokal, taklid dan mazhabisme yang
merupakan fanatisme buta terhadap kelompok. Menjadikan umat Islam
tidak memiliki gairah untuk maju, terlebih tumbuh suburnya TBC
(takhayul-bid’ah-churafat) di Nusantara. Yang semuanaya itu sangat
membelenggu umat Islam untuk maju.
35 www.adabpadang.co.com, (9 Maret 2013).
31
Menurut KH. Ahmad Dahlan, Islam harus diimani, dan diamalkan
dengan ilmu, bukan sekedar ikut-ikutan (taqlid). Karena itu orang Islam
harus dibina dengan ilmu yang benar, agar bisa mengamalkan dengan benar
pula. Maka harus ada segolongan umat Islam yang bersedia mengayomi
umat dan mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah dari yang jahat.
Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an yang mendorong beliau
mendirikan organisasi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. 36
Mengkaji ayat tersebut, KH. Ahmad Dahlan bergerak hatinya untuk
membangun sebuah perkumpulan atau persyarikatan yang teratur dan tertata
rapi dengan sistem dan menejemen yang solid dan baik. Sehingga organisasi
tersebut mampu melaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar ditengah-tengah peradaban dunia yang semakin kompleks.
Bagi Amin Abdullah, pilihan pendiri Muhammadiyah untuk
membentuk organisasi sosial keagamaan memang patut disebut terobosan
baru dalam sejarah perjuangan umat Islam. Bahkan tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa untuk ukuran Indonesia, Muhammadiyah sesungguhnya
36 Al-Qur’an, 3 (Ali Imron): 104.
32
layak disebut pelopor gerakan pembaruan Islam dalam bentuk organisasi.
Pilihan pendirian Muhammadiyah untuk membentuk organisasi juga
menjadikan strategi perjuangan umat Islam lebih bercorak praksis sosial dan
tidak hanya berhenti pada mengemukakan wacana, ide dan gagasan.37 Maka
melalui persyarikatan Muhammadiyah inilah yang menjadi ujung tombak
untuk menyuarakan kebaikan (ma’ruf) dan mencegah dari yang jahat
(munkar).
2. Faktor Objektif
Penetrasi dalam misi Kristen di Indonesia yang dikembangkan oleh
pemerintah Hindia Belanda, pemerintah Kolonial tidak saja menanamkan
pengaruh politiknya untuk menguasasi negeri jajahannya, tetapi juga
membawa paham keagamaan yang bertentangan dengan ajaran Islam
(Barat-Kristen). Inilah yang dikhawatirkan KH. Ahmad Dahlan.38
Selain karena adanya kristenisasi oleh penjajah Belanda terhadap
rakyat pribumi, baik karena intimidasi dan kemiskinan. Maka faktor utama
yang melatar belakangi pemikiran KH. Ahmad Dahlan terhadap pembaruan
pemikiran pendidikan Islam adalah Pembaruan yang kala itu sedang
menggema dibeberapa negara muslim, terutama ditimur tengah dan mesir
yang sangat menginspirasi pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan.
37 M. Amin Abdullah, “Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah” dalam Kuntowijoyo, dkk., Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru (Bandung: Mizan, 1990), 26. 38 Khozin, Menggugat Pendidikan Muhammadiyah (Malang : UMM Press, 2005), 35.
33
C. Tokoh Pembaruan Penginspirasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Peradaban pasca kejatuhan Baghdad dan Andalusia sungguh meluas
dan berlangsung beberapa abad. Umat Islam tertidur lelap dalam
kejumudan. Apalagi setelah kejatuhan tiga kerajaan besar yakni dinasti
Ustmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India pada rentan tahun
1500-1800 masehi.39 Baik di Timur dan Barat umat Islam benar-benar jatuh
ke lembah kemunduran. Di Spanyol usai kekalahan Andalusia umat Islam
bahkan dipaksa masuk Kristen. Sementara di jazira Arabia, Turki, Persia
dan India Islam menglami kemunduran di bidang akidah. Konflik Sunni dan
Syi’ah kian meluas ditengah-tengah terpuruknya dunia Islam. Sementara
taklid kian meluas dan pintu ijtihad benar-benar tertutup, hingga lahirlah
gerakan pembaru fase kedua yang dipelopori oleh pembaru-pembaru Islam
dari Timur Tengah.
1. Tokoh Pembaruan Timur Tengah
Pembaruan (reformasi dan modernisasi) Islam sejatinya telah dimulai
sejak bergulirnya pemikiran Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qayim al-Jauziyah.
Pemikiran kedua ulama ini kemudian disempurnakan dalam bentuk gerakan
pembaruan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Jazira Arab dan populer
dikenal dengan gerakan Wahabi. Beberapa tahun kemudian estafet
pembaruan dilanjutkan oleh Sayyid Jamaludin al-Afghani di Mesir dengan
“senjata” majalah Al-Urwatu al-Wutsqa. Jejak ini dilanjutkan oleh muridnya
39 Haedar Nasir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), 88.
34
Muhamad Abduh, melalui tulisan-tulisan tajam terutama tafsir al-Mana>r.
Cita-cita Muhammad Abduh disempurnakan oleh muridnya Muhammad
Rasyid Ridho, yang mengoleksi tulisan-tulisan sang guru dan disulap
menjadi “senjata” yang ampuh berupa majalah perjuangan al-Mana>r.
Diantara tokoh-tokoh pembaru Timur Tengah tersebut penulis sampaikan
biografi dan pemikiran pembaruan masing-masing, yaitu:
a. Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi
Al-Halim bin Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari Senin tanggal 10
Rabiul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin
tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Wafatannya telah menggetarkan
dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum
Muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Ahmad bin
Abi Al-Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah, seorang
Syaikh, Khatib dan hakim dikotanya.40
Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun
ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan
mengenai masalah hukum secara resmi. Para ulama merasa sangat risau
oleh serangan-serangannya serta iri hati terhadap kedudukannya di istana
gubernur Damaskus, telah menjadikan pemikiran-pemikiran Ibnu
Taimiyah sebagai landasan untuk menyerangnya. Dikatakan oleh lawan-
lawannya bahwa pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai klenik,
40 Syakih Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), 10.
35
antropomorpisme sehingga pada awal 1306 M Ibnu Taimiyah dipanggil
ke Kairo kemudian dipenjara.41
Ibnu Taimiyah hidup pada masa yang penuh dengan sekte-sekte
teologi Islam, seperti al-Mu’aththol al-Jahmiah, Mu’tazilah, nazhiriah,
dan lain-lainya. Hal ini mengetuk hati Ibnu Taimiyah untuk tekun
mempelajari teologi Islam, dengan menghasilkan karya kitab Fi’il
Bid’ah. Karena dia akan berhadapan dengan penantang-penantangnya
yang berasal dari golongan sekte tersebut.
Pemikiran teologi Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim
Madzkur, adalah sebagai berikut:
1) Sangat berpegang teguh pada nash (al-Qur’an dan al-Hadith)
2) Memberikan ruang gerak kepada akal.
3) Berpendapat bahwa al-Qur’an mengandung semua ilmu agama.
4) Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat,
tabi’in dan tabi’ tabi’in).
5) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid.42
Tema utama pemikiran Ibnu Taimiyah ialah gerakan al-ruju’ ila> al-
Qur’an wa as-Sunnah. gerakan ini sering disebut dengan muhyi atsar al-
sala>f, yakni menghidupkan kembali ajaran salaf yang sahih, yakni praktik
ajaran Islam zaman Nabi dan tiga generasi sesudahnya yaitu sahabat,
tabi’in dan tabi’tabi’in.
41 Harun Nasution dan tim penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Vol. 3 O-Z, Cet. 2 ed. revisi (Jakarta: Djambatan, 2002), 1137. 42 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), 116.
36
Masa hidup Ibnu Taimiyah bersamaan dengan kondisi dunia Islam
yang sedang mengalami disintegrasi dan dekandensi moral dan akhlak.
Kelahirannya terjadi lima tahun setelah Bagdad dihancurkan pasukan
Mongol, Hulagu Khan. Oleh sebab itu, dalam upayanya mempersatukan
umat Islam, mengalami banyak tantangan, bahkan ia harus wafat di
dalam penjara.
b. Ibnu Qayim al-Jauziyah
Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin
Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i. Dikenal dengan Ibnul
Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh
Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi
yang wafat pada tahun 656 H, Di kampung Zara’ dari perkampungan
Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil. Beliau
belajar ilmu ushul dari Syekh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu fiqih dari
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syekh Isma’il bin Muhammad al-
Harraniy. Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-
temannya, mashur disegenap penjuru dunia dan amat dalam
pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf.
Beliau melanjutkan pembaruan dari Ibnu Taimiyah (gurunya),
terutama dengan tekanan pemurniannya. Karya-karyanya beliau memang
benar-benar merupakan “kamus berjalan”, terkenal sebagai orang yang
mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat
37
tersebarluaskan. Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada tanggal 13 Rajab
751 H.
c. Muhammad bin Abdul Wahab
Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada (1115-1206 H/1703-
1791 M) di kota kecil al-‘Uyaynah di Najad. Wilayah bagian timur dari
apa yang dewasa ini disebut sebagai kerajaan Arab Saudi.43 Ia Mulai
belajar pertama kali kepada orang tuanya sendiri tentang fiqih Hambali,
tafsir dan hadith. Dan sudah hafal al-Qur’an ketika berusia 10 tahun.
Pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, kemudian ke Madinah
untuk menuntut ilmu syari’ah. Di kota Rasul ini, ia berjumpa dengan
Syekh Muhammad Hayat Al-Sindi, penulis Shahih Bukhari. pengaruh
Syekh tersebut terhadap diri Muhammad bin Abdul Wahab sangat besar.
Ia terpaksa harus meninggalkan Basrah menuju al-Ahsa’, dan
kemudian pindah lagi ke Huraimala, setelah ayahandanya berpindah ke
kota ini untuk bekerja sebagai qadhi. Di kota inilah Muhammad bin
Abdul Wahab mulai menggelar dakwahnya.44 Ia juga menyisihkan waktu
untuk menyusun buku kecil yang diberi judul Kitab al-Tauhi>d.45 Dan
masa>il al-Ja>hiliyyah.46 Ditekankan perlunya merujuk kepada al-Qur’an
dan as-Sunnah, di jazirah Arabia dengan corak pemurnian yang lebih
keras, yang dikenal pula dengan gerakan Wahabiyah atau Wahabi. Yang
menyeru kepada pemurnian tauhid, dihidupkannya kewajiban jihad,
43 Hamid Alghar, Wahabisme; Sebuah Tinjauan Kritis (Jakarta: Paramadina, 2008), 33. 44 M. Ahsan al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), 16. 45 Hamid Alghar, Wahabisme; Sebuah Tinjauan, 44. 46 Ibid., 46.
38
menyebarkan dakwah, menghancurkan berbagai kemusyrikan dengan
segala manifestasinya.
d. Sayid Jamaludin al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabad Afganistan pada tahun
1838 sebagai seorang anak dengan kualitas intelektual yang sangat luar
biasa. Ia meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam silsilah
keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayidina Ali ra.
Pada umur 18 tahun ia telah menguasai berbagai cabang ilmu
pengetahuan, filsafat, politik, ekonomi, hukum dan agama. Ketika baru
berusia dua puluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran
Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat
Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam
Khan menjadi Perdana Menteri. Jamaludin Al-Afgani adalah seorang
pemimpin pembaruan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya
berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar
ditinggalkan di Mesir.47
Di tempat ia tinggal kemudian menjadi tempat pertemuan murid-
muridnya. Disanalah ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi.
Muridnya berasal dari berbagai golongan, seperti orang pemerintahan,
pengadilan, dosen dan mahasiswa al-Azhar serta perguruan tinggi lain.48
Selama delapan tahun menetap di Mesir ia pergi ke Paris, disini ia
mendirikan perkumpulan “al-Urwatul Wusqa” yang anggotanya terdiri 47 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: t.p., th.), 155-156. 48 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 51-52.
39
dari orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika utara dan lain-
lain. Di antara tujuan yang ingin dicapai ialah memperkuat rasa
persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa Islam kepada
kemajuan. Kemudian di Paris inilah ia bertemu dengan muridnya yang
setia yaitu Muhammad Abduh dan kemudian ia kembali ke Istambul,
sampai akhir hayatnya.49
Selama di Mesir, al-Afghani mengajukan konsep-konsep
pembaruannya, antara lain:
1) Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan
perang Salib.
2) Umat Islam harus menantang penjajahan dimana dan kapan saja.
3) Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan
Islamisme).50 Pan Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan
Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan
bersatu dalam kerja sama.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaruan tersebut di atas menurut
al-Afghani rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan,
orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi
luhur, rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan
kehidupan manusia bukan sekedar ikutan belaka, Setiap generasi umat
harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan
49 Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaruan dalam Dunia Islam (Jakarta: t.p., t.th.,), 78. 50 Ibid., 77.
40
pendidikan pada setiap manusia dan juga memerangi hawa nafsu jahat
dan menegakkan disiplin.
Pembaruan Pendidikan yang dilakukan al-Afghani adalah didasari
pada pendapatnya bahwa Islam adalah relevan pada setiap zaman,
kondisi, dan bangsa. Untuk itu kemunduran umat Islam adalah karena
tidak diterapkannya Islam dalam segala segi kehidupan dan
meninggalkan ajaran Islam murni. Jalan untuk memperbaiki kemunduran
Islam hanyalah dengan membuang segala bentuk pengertian yang bukan
berasal dari Islam, dan kembali pada jaran Islam murni.51 Ini
membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama
agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Pada
tahun 1892 ia pergi ke Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid,
namun kemudian ia terjebak dan tidak bisa keluar dari Istambul karena
dijadikan tahanan hingga ia wafat pada 9 maret tahun 1897.
e. Muhamad Abduh
Membincangkan modernisasi Islam tidak bisa melupakan jasa
besar Muhammad Abduh. Ulama dan pemikir progresif asal Mesir ini
telah menginspirasi hampir sebagian besar dunia Islam, tak terkecuali
Islam di Indonesia, untuk melakukan reformasi total keagamaan.
Gagasan pembaruan Islam sesungguhnya muncul pada akhir abad 18 dan
awal abad 19 Masehi. Dari sekian para pembaru, Muhammad Abduh
adalah tokoh yang monumental dan paling bersemangat melakukan
51 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 300.
41
pembaruan bagi dunia Islam. Muhammad Abduh sebagai tokoh
pembaruan dalam Islam patut dikenang dan diteladani, karena ia telah
banyak berjuang untuk merubah kebiasaan masyarakat yang sebelum
bersikap statis menjadi dinamis.52
John L. Esposito menyebutkan bahwa Muhammad Abduh adalah
tokoh awal dalam pembaruan pendidikan dan hukum.53 Pemikiran Abduh
tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari kebangkitan umat Islam di
awal abad 20. Pemikiran Abduh yang disebarluaskan melalui tulisannya
di majalah al-Mana>r dan al-’Urwah al-Wusqa>, menjadi rujukan para
tokoh pembaru dalam dunia Islam, hingga diberbagai negara Islam
muncul gagasan mendirikan sekolah. Perhatian Abduh untuk
memperbarui pendidikan dan untuk mencari apa yang bermanfaat dari
Barat.
Adapun tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh Muhammad
Abduh ditekankan kepada pendidikan akal, yang dianggap sama
pentingnya dengan pendidikan agama. Dari situlah melahirkan pemikiran
Abduh dalam bidang pemikiran pendidikan formal dan non formal. Ia
bertolak dari tujuan pendidikan yang dirumuskan, bahwa tujuan
pendidikan adalah mendidik akal dan jiwa dan menyampaikannya kepada
52 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam, 250. 53 John L. Esposito, Ancaman Islam; Mitos Atau Realitas? Terj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1995), 70.
42
batas-batas kemungkinan seorang mencapai kebahagiaan hidup dunia
akhirat.”54
Muhammad Abduh menekankan pentingnya pendidikan akal dan
mempelajari ilmu-ilmu yang datang dari Barat, termasuk di sekolah
formal. Pendidikan akal dapat dilakukan dengan mengadakan
pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam, sebagaimana yang
banyak diungkapkan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Ia berpandanga bahwa
Allah menurunkan dua buah kitab, yakni kitab yang diciptakan berupa
alam semesta dan kitab yang diwahyukan berupa al-Qur’an.
Adapun rincian kurikulum yang dirumuskan oleh Muhammad
Abduh pada dasarnya disesuaikan dengan jenjang pendidikan, yaitu
tingkat sekolah dasar, tingkat menengah dan pendidikan tingkat atas.55
Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor
dan mencakup pendidikan universal bagi semua anak baik laki-laki
maupun perempuan. Menurutnya semua masyarakat harus mempunyai
kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Muhammad Abduh
dengan agenda reformasinya tampaknya menghendaki lenyapnya
dualisme pendidikan agama dan umum. Dan telah menawarkan kepada
sekolah modern agar memperhatikan aspek agama dan moral.
54 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbadingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 156. 55 Ibid., 160.
43
f. Muhammad Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia
lahir pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang
letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria). ia belajar ide-ide pembaruan
Jamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah al-Urwah
al-Wusqa. Sewaktu Muhammad Abduh dibuang ke Beirut, ia mendapat
kesempatan untuk berjumpa dan berdialog. Kemudian pada bulan
Januari 1898 ia pindah ke Mesir untuk belajar dan berguru lebih dekat
dengan Muhammad Abduh.56 Di Mesir, ia mendirikan majalah
al-Mana>r untuk menyiarkan ide-ide pembaruan gurunya, begitu juga
artikel-artikel yang ditulis gurunya dimuat di majalah tersebut. Begitu
juga tafsir-tafsir yang disampaikan oleh Muhammad Abduh, ia catat dan
setelah diperiksa disiarkan melalui majalah al-Mana>r tersebut.
Rasyid Ridha sangat terkenal bersama dengan Abduh (gurunya)
menerbitkan majalah al-Mana>r yang kemudian menjadi sebuah tafsir
modern yang bernama tafsir al-Mana>r . Dalam bidang pendidikan,
Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
bertentangan dengan Islam.57 Justru Rasyid Ridha mengambil ilmu
pengetahuan Barat sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan
dari Timur.
Ide-ide pembaruan Rasyid Ridha beberapa diantaranya di bidang
agama, pendidikan dan bidang politik. Dalam bidang agama umat Islam
56 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam, 60-61. 57 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995), 151.
44
lemah karena tidak mengamalkan ajaran agama Islam yang murni
melainkan ajaran yang sudah bercampur dengan kurafat dan bid’ah,
sehingga ajaran Islam harus kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah
Rasululah dan tidak terikat kepada ulama terdahulu yang tidak sesuai
dengan tuntutan hidup modern. Lebih lanjut faham fanatisme mazhab
yang menyebabkan perpecahan umat Islam harus diganti dengan
toleransi bermazhab. Disamping itu Rasyid Ridha memperoleh tambahan
ilmu dan semangat keagamaan melalui membaca kitab-kitab yang ditulis
al-Ghazali, antara lain Ihya Ulumuddin sangat mempengaruhi jiwa dan
kehidupannya, terutama sikap patuh pada hukum dan baktinya terhadap
agama. Rasyid Ridha mulai mencoba dan menerapkan ide-idenya ketika
masih berada di Suriah, tetapi usaha-usahanya mendapat tantangan dari
pihak kerajaan Usmani. Ia merasa terikat dan tidak bebas, karena itu ia
memutuskan pindah ke Mesir.
Pendidikan Rasyid Ridha merasa perlu diadakan pembaruan di
bidang pendidikan, dan melihat perlu ditambahkannya kedalam
kurikulum mata pelajaran berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi,
ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, kesehatan, bahasa asing,
disamping fiqih, tafsir, hadith dan lain-lain.58 Rasyid Ridha sebagai
ulama yang selalu menambah ilmu pengetahuan dan selalu berjuang
selama hayatnya, ia meninggal pada tanggal 23 Jumadil ula 1354/ 22
agustus 1935.
58 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam, 71.
45
2. Strategi Pemikiran Tokoh Pembaru dan Pendekatan KH. Ahmad Dahlan
Strategi perjuangan pendiri Muhammdiyah berbeda dengan cara yang
ditempuh para pembaru lain di dunia Islam seperti Muhammad bin Abdul
Wahab (1703-1787), Jamaludin al-Afghani (1839-1897), dan Muhammad
Abduh (1849-1905). Muhammad bin Abdul Wahab adalah pendiri gerakan
Wahabi di Arab Saudi.59 Gerakan ini dapat dukungan sepenuhnya dari
penguasa dan sangat aktif melancarkan pemurnian Islam yang secara
radikan memberantas bid’ah dan khurafat dalam pengamalan ajaran Islam.
Gerakan Wahabi sangat dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah (1263-1328) yang
menganut madzhab Hambali.
Sementara itu, al-Afghani yang menempuh perjuangan melalui jalur
politik dengan menyebarkan gagasan mengenai Pan Islamisme. Istilah Pan
Islamisme banyak digunakan pengamat Barat untuk melabeli gerakan al-
Afghani. Sebenarnya, al-Afghani menyebut gerakannya dengan nama
Jam’iyah Isla>miyah. Pan Islamisme berpandangan bahwa Islam merupakan
satu kesatuan karena itu umat Islam harus bersatu menghadapi dominasi
Barat. Berbeda dengan al-Afghani, model pembaruan Muhammad Abduh
secara lebih khusus banyak ditekankan dalam bidang pendidikan. Gagasan
pembaruan Muhammad Abduh dibidang pendidikan nampak dalam
usahanya untuk mereformasi universitas al-Azhar sebagai pusat pendidikan
59 Wahabisme sungguhnya bukan istilah yang digunakan oleh Muhammad Abdul Wahab. Istilah Wahabi diberikan oleh kelompok yang bertentangan dengan gerakan yang dipelopori Muhammad Abdul Wahab. Sementara istilah yang digunakan Muhammad Abdul Wahab adalah al-Muwahhidin atau Muwahhidun. Lihat, Ahmad Amin, Zu’ama al-Islah fi al-‘Asr al-Hadith (Mesir: Maktabah an-Nahdhah, 1979), 10. Bandingkan dengan H. A. R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terj. Mahnun Husaini (Jakarta: Rajawali Press, 1991), 44.
46
umat Islam saat itu. Misalnya, Muhammad Abduh menentang pemisahan
sistem dualisme pendidikan. Menurutnya, disekolah umum harus diajarkan
agama dan sebaliknya di sekolah agama pun dianjurkan ilmu pengetahuan
modern.60
Muhammadiyah merupakan matarantai gerakan pembaruan Islam
yang memiliki spirit dan pemikiran yang terjalin dengan gerakan
kebangkitan Islam di dunia Islam pada khususnya yang dipelopori oleh Ibnu
Taimiyah, Muhammad Bin Abdul Wahab, Jamaludin al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Tokoh-tokoh ternama
tersebut merupakan lokomotif gerakan kebangkitan di dunia Islam. KH.
Ahmad Dahlan memiliki semangat dan pemikiran yang lekat dengan para
pembaru Islam tersebut. KH. Ahmad Dahlan tampak jelas sangat
menekankan aspek sosial dengan bidang perjuangan yang jauh lebih luas,
hampir menyentuh seluruh bidang kehidupan. Dengan memasuki wilayah
sosial keagamaan KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya telah
melaksanakan ajakan melalui amalan dan tindakan kongkrit.
Menurut beberapa studi terdahulu, seperti Achmad Jainuri,61 Mitsuo
Nakamura,62 Biyanto,63 Ahmad Tafsir,64 dikemukakan bahwa aspek
pragmatisme Muhamadiyah tampak begitu menonjol. Kecenderungan 60 Ibid., 82-83. 61 Ahmad Jaenuri, The Formation of the Muhammadiyah’s Ideology (Disertasi--McGill University, Montreal Kanada, 2002). 62 Mitsuo Nakamura mengemukakan aspek pragmatisme Muhammadiyah melalui teori banyak wajah (dzu> wuju>d) sebagaimana telah dikemukakan dalam bagian pendahuluan karyanya, Lihat, Mitsuo Nakamura, The Crescent Arises the Banyan Tree: A Study of the Mu-hammadiyah Movement in A Central Java, Disertasi Cornell University, (June1976). 63 Biyanto, Pluralisme Keagamaan dalam Perdebatan (Malang: UMM Press, 2009). 64 Ahmad Tafsir, Konsep Pendidikan Formal dalam Muhammadiyah (Disertasi--IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1987).
47
pragmatisme pendiri Muhammadiyah ini dapat dibuktikan melalui
pembentukan beberapa amal usaha di bidang pendidikan, pelayanan sosial
seperti rumah sakit dan panti asuhan yang semuanya sangat menyentuh
seluruh aspek kehidupan.
Gerakan pembaruan Islam ini memiliki dampak yang cukup serius dan
layaknya kucuran air yang menyirami jiwa-jiwa pembaru di wilayah
lainnya. Hal ini bisa difahami sebagai pertautan emosional antara jiwa-jiwa
pembaru yang sedang menggelorakan perlawanan terhadap dunia imperialis
(penjajahan disatu sisi), dan kecintaan yang dahsyat terhadap agama dan
bangsa di sisi lain. Dan gema itu merasuk sampai kewilayah Asia Tenggara
termasuk Indonsia. Beberapa majalah yang berisi buah pikiran para
pembaru, secara berlahan tapi pasti pada akhirnya dapat menembus rapatnya
blokade dan sensor penjajah Belanda di Indonesia dan akhirnya jatuh ke
tangan pemuka-pemuka Islam termasuk KH. Ahmad Dahlan.65
Gagasan pembaruan dalam Islam sesungguhnya muncul pada akhir
abad ke-18 dan awal ke-19. Hal ini ditandai dengan terjadinya kontak Islam
dengan Barat untuk kali kedua.66 Kontak ini diantaranya telah
mengakibatkan masuknya ilmu pengatahuan dan teknologi Barat ke dalam
dunia Islam.67 Maka dari para tokoh pembaru yang gergulir di Timur
65 Tim Penulis, KEMUHAMMADIYAHAN untuk SMP/MTS kelas VII, (Surabaya: Majlis Dikdasmen PWM Jatim, 2007), 9-10. 66 Kontak Islam dengan Barat di sini berbeda dengan Barat yang terjadi pada periode Klasik (650-1250). Kontak Islam dengan Barat pada periode Klasik merupakan masa kemasan Islam sehingga yang dilakukan Barat adalah belajar dari Islam. Sedangkan kontak Islam dengan Barat pada periode modern, adalah masa kemajuan Barat sehingga yang dilakukan Islam adalah belajar dari Barat. 67 Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam,11.
48
Tengah telah menginspirasi KH. Ahmad Dahlan dalam melakukan gerakan
Muhammadiyah terutama di Indonesia.
Karena itu gerakan Muhammadiyah lebih menekankan nilai-nilai
kesantunan dalam mengaplikasikan langkahnya. Berbeda dengan
Wahabisme yang memiliki watak yang keras.68 Yang lebih banyak
melakukan gerakan secara radikal. KH. Ahmad Dahlan melalui gerakan
Muhammadiyah berdakwah melalui pengajian ke pengajian, dialog dan aksi
nyata.
D. Usaha dan Jasa KH. Ahmad Dahlan Dalam Pembaruan
Gagasan pembaruan KH. Ahmad Dahlan sesungguhnya berupaya
memurnikan ajaran Islam dan mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring
pemikiran tradisional kearah modernisasi sesuai dengan doktrin Islam yang
rasional. Pemikiran dan perjuangannya banyak mengadopsi pemikiran dan
perjuangan tokoh-tokoh Islam yang berasal dari Timur Tengah.
KH. Ahmad Dahlan lebih menampilkan sosoknya sebagai manusia amal
atau praktisi dari pada filosof yang banyak melahirkan pemikiran dan gagasan
tetapi sedikit amal. Sekalipun demikian tidak berarti bahwa KH. Ahmad
Dahlan tidak memiliki gagasan. Amal usaha Muhammadiyah merupakan
refleksi dan manisfestasi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam bidang
pendidikan dan keagamaan. Istilah pendidikan di sini dipergunakan dalam
konteks yang luas tidak hanya terbatas pada sekolah formal tetapi mencakup
68 Hamid Alghar, Wahabisme; Sebuah Tinjauan, 72.
49
semua usaha yang dilaksanakan secara sistematis untuk mentransformasikan
ilmu pengetahuan, nilai dan keterampilan dari generasi terdahulu tua kepada
generasi muda. Dalam konteks ini termasuk dalam pengertian pendidikan
adalah kegiatan pengajian, tabligh dan sejenisnya.
Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti
gagasan-gagasan pembaru Islam, KH. Ahmad Dahlan kemudian aktif
menyebarkan gagasan pembaruan Islam ke pelosok-pelosok tanah air. Baginya
kebenaran harus tetap dilaksanakan dan ditegakkan, sekalipun harus
berhadapan dengan kekuasaan. Beliau pun patut diberikan penghargaan
terhadap ide, jasa, dan perjuangannya. Hal ini dibuktikan dalam usaha dan jasa-
jasanya yang besar :69
1. Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut mestinya.
Umumnya masjid-masjid dan langgar di Yogyakarta menghadap ke jurusan
Timur dan orang-orang shalat di dalamnya menghadap ke arah barat lurus.
Padahal kiblat yang sebenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa haruslah
miring ke arah utara +24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu
pengetahuan tentang ilmu falak bahwa orang tidak boleh menghadap kiblat
menuju barat lurus, melainkan harus miring ke utara +24 derajat.
2. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan secara popular, bukan
saja di pesantren, melainkan beliau pergi ke tempat-tempat lain seperti
mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad
Dahlan adalah bapak Muballigh Islam di Jawa Tengah.
69 Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996), 267-268.
50
3. Memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul yang bertentangan dengan
ajaran Islam.70
4. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada tahun 1912, yang hidup dan
tersebar seluruh Indonesia sampai sekarang. Pada permulaan berdirinya
Muhammadiyah mendapat halangan dan rintangan yang sangat hebatnya,
bahkan KH. Ahmad Dahlan dikatakan telah keluar dari mazhab
meninggalkan ahli sunnah wal jama>h. Pendeknya bermacam-macam
tuduhan dan fitnahan yang dilemparkan kepadanya, tetapi semuanya itu
diterimanya dengan sabar dan tawakal sehingga Muhammadiyah menjadi
salah satu perkumpulan yang terbesar di Indonesia serta berjasa kepada
rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah dari Taman kanak-kanak sampai
sekolah Tinggi. Dalam masalah pemikiran dan perjuangannya
mendakwahkan Islam di Indonesia, KH. Ahmad Dahlan memang banyak
mengadopsi pemikira dan perjuangan tokoh-tokoh Islam dari Timur Tengah
(Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha) yang menjadi
motivator dan inovator bagi KH. Ahmad Dahlan dalam mengambil
kesimpulan. Dalam perjalanannya, beliau banyak mendapatkan perlawanan
dari pertentangan dari masyarakat. Sebab, apa yang dipergunakan KH.
70 Agama Islam di Indonesia saat itu telah bercampur dengan kepercayaan lain yang bertentaan dengan Islam yang murni. Faham Hinduisme dan animism merongrong semangat tauhid. Kaum Muslimin mengerjakan hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh Islam seperti minta berkah kepada kuburan keramat, meminta tolong kepada kuburan sihir, kepada benda-benda sakti dan sebagainya. Kepercayaan kepada Tuhan telah dikaburkan dengan syirik. Karena kaum muslimim telah mengkaurkan tauhid, goyanglah tiang lurus dari agama. Hal inilah menimbulkan bid’ah (pembaruan ajaran agama Islam yang menyalahi ajaran yang benar), khurafat (ajaran yang bukan-bukan), takhayul (kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada, tetapi sebenarnya tidak ada, misalnya membersihkan dunia Islam dari kepercayaan yang dianggap jahiliyah), Lihat bukunya Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaruan Pendidikan dan Pengajaran Islam oleh Pergerakan Muhammadiyah (Jember : Universitas Muhammadiyah Jember, 1985), 57.
51
Ahmad Dahlan dalam mengambil suatu kesimpulan dan hukum pada saat
itu dianggap melenceng dan jauh dari tradisi yang sudah mendarah daging
dalam komunitas Indonesia.71
Dalam pandangan A. Mukti Ali, usaha dan jasa yang dilakukan KH.
Ahmad Dahlan dalam pembaruan, diantaranya yaitu:
1. Melakukan purifikasi ajaran Islam dari khurafat tahayul dan bid’ah yang
selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam, dan
mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran teradisional
melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan
yang dapat diterima oleh rasio.
2. Usaha dan jasanya mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat
menurut mestinya. Umumnya masjid-masjid dan langgar-langgar di
Yogyakarta menghadap timur dan orang-orang shalat mengahadap ke arah
barat lurus. Padahal kiblat yang sebenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa
haruslah miring ke arah utara +24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan
ilmu pengetahuan tentang ilmu falak itu, orang tidak boleh menghadap
kiblat menuju barat lurus, melainkan harus miring ke utara + 24 derajat.
3. Berdasarkan perhitungan astronominya, KH. Ahmad Dahlan menyatakan
bahawa hari raya Idul Fitri yang bersamaan dengan hari ulang tahun Sultan,
harus dirayakan sehari lebih awal dari yang diputuskan para ulama
“mapan”. Dan melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan. Sultan menerima
71 Adi Nugraha, KH. Ahmad Dahlan; Biografi Singkat (Yogyakarta: Garasi, 2009), 43.
52
pendapat KH. Ahmad Dahlan namun karena ini pula beliau kehilangan lebih
banyak lagi simpati dari kalangan ulama “mapan”.
4. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan popular, bukan saja di
pesantren, melainkan ia pergi ke tempat-tempat lain dan mendatangi
berbagai golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan
adalah bapak Muballigh Islam di Jawa Tengah, sebagaimana syekh M.
Jamil Jambek sebagai bapak Muballigh di Sumatra Tengah.
5. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah yang tersebar diseluruh
Indonesia sampai sekarang.
6. Sebuah refleksi dan kritik realita sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu.72
Terobosan lain yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan adalah
mengadopsi pendidikan yang dikembangkan oleh Barat (Belanda). Usaha
Muhammadiyah dalam mengembangkan sistem pendidikan berkembang pesat,
jauh meninggalkan gerakan Budi Utomo. Para tokoh Budi Utomo umumnya
masih ketakutan dengan pengaruh individualisme, intelektualisme, dan
sekulerisme dari budaya Barat. Apresiasi positif dan sikap tegas itulah yang
dikatakan oleh KH. Ahmad Dahlan. Misalnya, KH. Ahmad Dahlan dengan
sikap tegasnya telah meluruskan arah kiblat masjid Keraton, melaksanakan
shalat dua hari raya (‘i>dain) di lapangan, dan membentuk badan amil zakat
yang sebelumnya menjadi hak prerogatif Kiai, demikian yang dikatakan
Biyanto.73
72 A. Mukti Ali, The Muhammadiyah Movement (t.t.: t.p., t.th.), 32. 73 Biyanto, Pluralisme Keagamaan, 101.
53
Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada umat manusia)
tersebut, maka Dahlan mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan
Madrasah Mu’llimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’llimat
(Kweekschool Putir Muhammadiyah).74 Dahlan mengajarkan agama Islam, dan
tidak lupa mengajarkan pembaruannya.
Kepeloporan KH. Ahmad Dahlan juga ditunujukkan tatkala mendorong
kaum perempuan untuk berkiprah agar kaum perempuan memperoleh hak
sebagaimana kaum laki-laki. Menurut A. Mukti Ali usaha KH. Ahmad Dahlan
unutk membuka dan melancarkan pendidikan bagi kaum perempuan ini dapat
dipandang mendahului pembaru muslim lainnya. Sebab, pada masa itu wanita
masih menjadi masalah di dunia Arab. Sementara di Indonesia posisi wanita
juga tertinggal jauh.75
Karena itu pembaruan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan, banyak orang
terinspirasi dan banyak orang masuk dalam persyarikatan Muhammadiyah
untuk menggerakan dan memperjuangkannya. Adapun maksud dan tujuan
Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.76 Masyarakat
yang dimaksud adalah masyarakat yang adil, makmur dan diridhoi oleh Allah
SWT.
74 Khozin, Eko Wagianto, M. Musfiqon, Abdullah Sidiq Notonegoro, Pendidikan Kemuhammadiyahan Tingkat SMP/MTs Muhammadiyah Kelas 8 (Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2007), 10. 75 A. Mukti Ali, “Amalan Kiai Haji Ahmad Dahlan,” dalam Muhammadiyah dan tantangan masa depan; Sebuah dialog intelektual , ed. Sujarwo, dkk. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 350. 76 Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 4 ayat 1 dan pasal 6. Lihat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, (Yogyakarta: PP. Muhammadiyah dan Suara Muhammadiyah, 2005), 9.
54
Namun, berkat keuletan serta kerja keras, akhirnya sedikit demi sedikit
tantangan dan halangan yang dihadapi KH. Ahmad Dahlan semakin melemah,
dan hingga saat itu sudah tidak terasa lagi pengaruhnya. KH. Ahmad Dahlan
telah ikut serta memajukan dan mensejahterakan bangsa dan negara Indonesia.
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaruan pendidikan, maka pemerintah republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden
no. 657 tahun 1961.77 Dengan dasar penetapan sebagai berikut:
a. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.
b. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangasanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat
dengan dasar iman dan Islam.
c. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempeopori amal usaha sosial
dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan
bangsa dengan jiwa ajaran Islam.
d. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (‘Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.78
77 Adi Nugraha, KH. Ahmad Dahlan; Biografi, 44. 78 Khozin, Eko Wagianto, M. Musfiqon, Abdullah Sidiq Notonegoro, Pendidikan Kemuhammadiyahan Tingkat, 10-11.