bab ii landasan teori -...

21
BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka Pembahasan landasan teori ini meliputi logam berat tembaga, bahan-bahan yang digunakan untuk menjerap dan teori tentang adsorpsi seperti berikut ini. 1. Logam Berat Tembaga (Cu) Tembaga atau cuprum dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk senyawa. Bijih tembaga yang terpenting yaitu pirit atau chalcopyrite (CuFeS 2 ), copper glance atau chalcolite (Cu 2 S), cuprite (Cu 2 O), malaconite (CuO) dan malachite (Cu 2 (OH) 2 CO 3 ) sedangkan dalam unsur bebas ditemukan di Northern Michigan Amerika Serikat. Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH) 2 CO 3 . Pada kondisi yang istimewa yakni pada suhu sekitar 300 O C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000 O C, akan terbentuk tembaga(I) oksida (Cu 2 O) yang berwarna merah. Logam ini, apabila dalam keadaan serbuk menimbulkan bahaya api. Pada kepekatan lebih daripada 1 mg/L, tembaga masih diperbolehkan mencemari pakaian dan benda-benda yang dicuci dalam air. Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling sering terjadi pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga. Sindroma Menkes adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan tembaga. Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun. Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat menyebabkan mual dan muntah. Makanan atau minuman yang diasamkan, yang bersentuhan dengan pembuluh, selang atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat

Upload: duongmien

Post on 05-Mar-2018

239 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

Pembahasan landasan teori ini meliputi logam berat tembaga, bahan-bahan yang

digunakan untuk menjerap dan teori tentang adsorpsi seperti berikut ini.

1. Logam Berat Tembaga (Cu)

Tembaga atau cuprum dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor

atom 29. Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk bebas

maupun dalam bentuk senyawa. Bijih tembaga yang terpenting yaitu pirit atau

chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite (Cu2O), malaconite

(CuO) dan malachite (Cu2(OH)2CO3) sedangkan dalam unsur bebas ditemukan di

Northern Michigan Amerika Serikat.

Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap

korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang

berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3. Pada kondisi

yang istimewa yakni pada suhu sekitar 300OC tembaga dapat bereaksi dengan oksigen

membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar

1000OC, akan terbentuk tembaga(I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah. Logam ini,

apabila dalam keadaan serbuk menimbulkan bahaya api. Pada kepekatan lebih daripada 1

mg/L, tembaga masih diperbolehkan mencemari pakaian dan benda-benda yang dicuci

dalam air. Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Paling sering terjadi

pada bayi-bayi prematur atau bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari

malnutrisi yang berat. Orang-orang yang menerima makanan secara intravena

(parenteral) dalam waktu lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga.

Sindroma Menkes adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kekurangan

tembaga. Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun.

Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat

menyebabkan mual dan muntah. Makanan atau minuman yang diasamkan, yang

bersentuhan dengan pembuluh, selang atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat

tercemar oleh sejumlah kecil tembaga. Fungsi tembaga dalam tubuh jika pembebatan

larutan garam tembaga digunakan untuk mengobati daerah kulit yang terbakar luas,

apabila sejumlah tembaga bisa terserap dan merusak ginjal, menghambat pembentukan

air kemih dan menyebabkan anemia karena pecahnya sel-sel darah merah (hemolisis).

2.Bahan koagulan aluminium sulfat atau tawas

Tawas, atau dalam bahasa Inggrisnya disebut "Alum" adalah suatu kristal sulfat dari

logam-logam seperti lithium, potassium, calcium, alumunium, dan logam-logam lainnya.

Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda

tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas telah dikenal sebagai flocculator yang

berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Selain itu,

tawas juga digunakan sebagai deodorant, karena sifat antibakterinya. Tawas merupakan

bahan perdagangan yang penting pada abad ke 15 dan dipergunakan sebagai

mordan~pada pewarnaan.

Zat ini ditemukan secara besar-besaran dari kalsinasi dan "lixiviation" alunite yang

didapatkan dari berbagai tempat di Timur Dekat & dari deposit alunite di Tofla. Italia.

Tawas mempunyai rumus umum M(I) M(III) (S04)2 .12 H2O. dengan K(I) adalah ion

positif bervalensi satu dan M(III) adalah ion positif bervalensi tiga. Pada saat ini tawas

banyak dipakai sebagai pewarna pada pakaian. pemurnian air dan “sizing" paper. Alum

merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis

garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium, juga sering dikenal dengan

alum, mempunyai rumus formula yaitu K2SO4.Al2(SO4)3.24 H2O. Alum kalium

merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak

berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan

aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut

bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika kristalin alum kalium

dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi

terlarut dalam air. Alum kalium memiliki titik leleh 900OC.

Tipe lain dari alum adalah aluminium sulfat yang mencakupi alum natrium, alum

amonium, dan alum perak. Alum digunakan untuk pembuatan bahan tekstil yang tahan

api, obat, dan sebagainya (http://encarta.com). Aluminium sulfat padat dengan nama

lain: alum, alum padat, aluminium alum, cake alum, atau aluminium salt adalah produk

buatan berbentuk bubuk, butiran, atau bongkahan, dengan rumus kimia Al2(SO4)3. x

H2O, tawas sebagai penjernih air kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui

penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan.

Pada umumnya bahan seperti Aluminium Sulfat [Al2(SO4)3.18 H2O] atau sering disebut

alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik

dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan

yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana

dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts &

Santika, 1984).

Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan

pencemar dalam bentuk koloid. Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini

disebabkan: a.Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu

yang pendek (beberapa jam). b. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu,

bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada

permukaan, elektrostatis antara muatan partikel satu dan yang lainnya. Stabilitas partikel-

partikel bahan pencemar ini dapat diganggu dengan pembubuhan koagulan. Dalam

proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu koagulasi dan flokulasi

(Alearts & Santika, 1984).

Proses koagulasi adalah suatu proses pertumbuhan dan pencampuran dilakukan secara

tepat dari suatu proses koagulan, stabilisasi dan partikel-partikel koloid tersuspensi, serta

agregasi awal dari partikel-partikel terstabilisasi (Reynold, 1982). Partikel-partikel

koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan

pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila koloid-koloid tersebut distabilkan dengan

cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel yang lebih besar maka koloid-koloid

tersebut dapat dihilangkan dengan cepat (Metcalf & Eddy, 1978).

Terdapat tiga mekanisme koagulasi yaitu komponen lapisan ganda (doeble layer

compression), adsorbsi (adsorption) dan absorbsi oleh polimer (absorption by polymer).

Koagulasi merupakan proses penambahan bahan kimia (koagulan) yang memiliki

kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap

membentuk flok. Flokulasi merupakan proses pembentukan dan penggabungan flok dari

partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga

mudah mengendap. Flokulan yang digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini

karena pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer

yang bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses pengendapan lebih cepat

(Soeparman & Suparmin, 2002).

Terdapat tiga tahap penting pada proses pengolahan air dengan penambahan zat kimia

seperti tawas yaitu: tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, tahap pemisahan

flok dengan cairan. Koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses yang umum

dilakukan dalam pengolahan limbah cair industri. Koagulasi adalah proses penambahan

bahan kimia atau koagulan kedalam air limbah yang bertujuan untuk mengurangi daya

tolak menolak antar partikel koloid, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung

menjadi flok-flok kecil. Flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok kecil sehingga

menjadi flok-flok yang lebih besar sehingga akan mudah mengendap. Biasanya

pengolahan air dengan menggunakan tawas ini, dilakukan pada awal proses pengolahan

air kotor. Tawas ditambahkan ke dalam air sehingga menyebabkan partikel-partikel

tersuspensi akan mengendap dan kemudian air dapat diolah lebih lanjut. Salah satunya

dengan proses filtrasi. Kemudian didesinfeksi lalu dapat dikonsumsi.

Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih air seperti

sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air mampu mengikat

kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga menjadikan air menjadi

jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan didalam pengolahan air limbah. Sebagai

koagulan tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam

bentuk koloid maupun suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air, tawas juga dapat

digunakan sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant).

Tawas sendiri adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat

isomorf. Tawas ini dikenal dengan nama potassium aluminium sulfat dodekahidrat atau

KAl(SO4)2.12 H2O. Tawas ini dipasaran dibedakan atas 2 jenis berdasarkan bentuknya,

yaitu tawas butek dan tawas bening. Tawas atau alum ini dibuat melalui dua cara yaitu :

1. Proses Bauxite dengan proses bauxite ini tawas dibuat langsung dari bauxite dan asam

sulfat, dimana bauxite mengandung kurang lebih 50% Al(OH)3. 2. Proses Al(OH)3

dengan proses Al(OH)3 ini tawas dibuat dari Al(OH)3 yang direaksikan dengan asam

sulfat membentuk alum sulfat. Prosedur pembuatannya yang pertama dilakukan adalah

dengan menimbang Al(OH)3 sebanyak 100 gram dengan 300 mL air. Air ini digunakan

untuk mengencerkan tawas sehingga tawas tersebut berubah dari padatan menjadi

larutan, karena tawas dalam bentuk padatan akan sulit bereaksi dengan asam sulfat encer.

Kemudian ditambahkan 200 mL asam sulfat pekat 98% secara perlahan-lahan dan

diaduk pelan-pelan selama kurang lebih 60 menit sampai homogen. Penggunaan asam

sulfat disini berfungsi sebagai reaktan. Proses pencampuran tersebut dilakukan di ruang

asam, hal ini dilakukan karena salah satu bahan pembuat tawas adalah asam sulfat pekat

yang merupakan zat kimia berbahaya yang apabila terhisap dapat mengganggu kesehatan

dan proses pencampuran tersebut menghasilkan reaksi eksoterm (mengeluarkan panas)

sehingga bersifat eksplosif dan dapat meledak. Setelah semua bahan dicampurkan,

kemudian diaduk agar homogen. Setelah itu tunggu beberapa saat, kemudian cetak pada

wadah yang telah disediakan. Pada saat dikemas ke dalam wadah, tawas tidak boleh

terlalu dingin. Jika terlalu dingin, tawas akan mengkristal dan mengendap karena

kelarutannya rendah dalam suasana dingin, akibatnya tawas sulit untuk dicetak.

Untuk menguji tawas yang telah dibuat dapat dilakukan dengan menggunakan air limbah

(air yang sudah tidak jernih lagi) yaitu dengan cara tawas ditambahkan dengan koagulan,

koagulan tersebut memiliki kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil

sehingga partikel siap membentuk flok. Setelah itu ditambahkan flokulan yang terbuat

dari polimer, flokulan yang digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini karena

pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer yang

bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses pengendapan lebih cepat.

Lalu campuran tersebut diaduk dan dibiarkan beberapa saat hingga kotoran-kotoran yang

terdapat di air mengendap semuanya. Tawas yang baik adalah tawas yang mampu

mengikat banyak kotoran-kotoran dan mengendapkannya sehingga air menjadi jernih.

3. Bahan penjerap tanah alofan.

Alofan termasuk kelompok alumino silikat alam yang bersifat amorf dengan patikel

utamanya berbentuk bola berongga dengan diameter 3,5 – 5 nm (Iyoda et al.,2011a).

Tipe permukaannya dibentuk oleh –Si-OH, yang disebut permukaan silanol, dan –

Al-OH, yang disebut permukaan aluminol. Biasanya senyawa dengan permukaan silanol

dan aluminol tersebut memiliki luas permukaan yang sangat besar (Tan, 1982). Alofan

dikalisifikasikan sebagai bahan yang bersifat “short range-ordered” karena memilki

struktur yang berulang pada skala molekul dan komposisinya relatif teratur. Bahan

“short range-ordered” umumnya terbentuk sangat cepat melalui proses kristalisasi,

dimana “inti” benih kristal terjadi dengan mudah dan banyak benih yang dibentuk.

Besarnya jumlah benih disebabkan pembentukan mikrokristal yang memiliki lebar

dimensi sekitar 10-1000 Å (Wada, 1989).

Alofan memiliki komposisi kimia Al2Si2O5.nH2O. Rasio Si : Al alofan bervariasi antara 1

: 1 sampai 2 : 1. Semakin tua alofan maka perbandingan Si : Al lebih dari 2. Alofan

dengan perbandingan Si : Al = 1 : 1 disebut alofan kaya Si, sedangkan alofan dengan

perbandingan 2 : 1 disebut alofan kaya Al. Alofan kaya Al paling sering

ditemukan pada andisol sedangkan alofan kaya Si jarang ditemukan (Parfit, 2009).

Munir (1996) memberikan gambaran tentang ciri-ciri alofan, yaitu:

a. Kandungan bahan piroklastik (bahan vulkanik) tinggi (lebih dari 80%).

b. Kandungan bahan organik lebih dari 1% dengan sedikit Al yang dapat ditukar.

c. Kapasitas tukar kation (KTK) lebih dari 150 meq/100 g pada pH 8,2.

d. Luas permukaan besar dan mempunyai kemampuan menahan air.

e. pH pengukuran 1 gram tanah andisol dengan 50 cc NaF 1N selama 2 menit menunjukkan

besaran lebih dari 9,4.

Struktur alofan yang terdiri dari SiO4 , Al(OH)3 , dinding dan lubang kecil-kecil seperti

pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Struktur Alofan (Iyoda et al, 2011b

Tanah-tanah yang banyak mengandung alofan dicirikan oleh nilai kerapatan lindak

(berat volume) yang rendah dan plastisitas yang tinggi, meskipun tanah tersebut bersifat

tak lekat sewaktu basah. Kapasitas menangkap air meningkat dengan adanya alofan.

Peningkatan kapasitas jerapan dapat dilakukan dengan aktivasi kimia dan fisika.

Widjonarko, dkk. (2003) melakukan aktivasi kimia pada alofan alam Tawangmangu

dengan aktivator H2SO4 3N dan NaOH 3N, dan pengaruhnya terhadap luas permukaan

dan keasaman alofan dengan melakukan variasi waktu kontak 1 jam, 3 jam dan 5 jam.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa NaOH 3N mampu meningkatkan luas

permukaan spesifik dan keasaman total lebih besar dari H2SO4 3N dengan waktu

optimum 5 jam.

Heraldy, dkk. (2004) melakukan jerapan ion logam seng (Zn) limbah elektroplating

dengan penjerap alofan alam Gunung Lawu, Tawangmangu. Sulistyarini (2012) juga

telah melakukan aktivasi kimia pada alofan alam dari gunung Arjuna dengan

aktivator NaOH dengan variasi konsentrasi 1M, 2M dan 3M serta membandingkan

pengaruhnya terhadap luas permukaan alofan yang diaktivasi dan tanpa aktivasi

kimia. Hasil dari penelitian tersebut diperoleh kondisi optimum alofan yang

diaktivasi NaOH 3M selama 5 jam memiliki luas permukaan 33,445 m2/g dengan

prosentase penyerapan sebesar 86,901% sedangkan alofan tanpa aktivasi memiliki

luas permukaan 18,229 m2/g dengan penyerapan optimum sebesar 30,541% terhadap

ion logam tembaga (Cu). Sebaran tanah andisol yang terdapat pada gunung berapi di

Pulau Jawa seperti pada gambar 3 berikut ini.

16

Gambar 3. Sebaran tanah andisol di Pulau Jawa

17

Gambar 3 diatas menunjukkan sebaran tanah andisol di seluruh Pulau Jawa yang tersebar

dari wilayah Jawa Barat sampai Jawa Timur dan daerah-daerah itu merupakan daerah

gunung berapi yang masih aktif sampai sekarang.

Pranoto et al., (2013) melakukan identifikasi, karakterisasi dan aktivasi alofan

alam dari berbagai daerah (gunung Papandayan, Arjuna dan Wilis) sebagai

penjerap logam berat Cr, Fe, Cd, Cu, Pb dan Mn. Penelitian dilakukan dengan aktivator

NaOH (1N dan 3N) selama 1 jam, 3 jam dan 5 jam dan jerapan dilakukan secara batch

dengan variasi waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Kondisi aktivasi dan jerapan

optimum untuk penjerapan logam Cr dan Cd adalah NaOH 3N selama 3 jam dan waktu

kontak 120 menit, logam Fe dengan aktivator NaOH 3N selama 1 jam dan waktu

kontak 30 menit, logam Pb dan Mn dengan aktivator NaOH 3N selama 5 jam dan waktu

kontak 90 menit, logam tembaga (Cu) dengan aktivator NaOH 3N selama 5 jam dan

waktu kontak 60 menit.

Tanah yang berkomposisi andesit merupakan tanah andisol, sedangkan alofan

merupakan aluminosilikat yang terdapat dalam tanah andisol. Alofan mempunyai

karakteristik sebagai penjerap yang baik, seperti porositas, daya serap dan

pertukaran kation yang tinggi. Pranoto et al., (2013) memanfaatkan alofan alam dari

berbagai gunung di pulau Jawa (Papandayan, Arjuna dan Wilis) untuk jerapan logam

berat (Cr, Fe, Cd, Cu, Pb dan Mn) dengan metode batch. Kombinasi antara alofan

alam dan lempung alam dari daerah Sokka, Kebumen, Jawa Tengah sebagai

penjerap ion logam tembaga (Cu2+

) dilakukan oleh Sistha (2014). Pengembangan

alofan alam sebagai penjerap perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas

jerapannya. Bahan-bahan alam dipilih untuk memodifikasi alofan alam sebagai

penjerap logam berat. Lempung dan Abu sekam dipilih sebagai campuran alofan

sebagai penjerap ion logam dalam larutan, akan tetapi kelestarian tanah andisol yang

banyak mengandung alofan juga harus menjadi prioritas dalam pelestarian lingkungan,

oleh karena itu perlu teknologi yang tepat dalam pengelolaannya.

4. Arang aktif dari tempurung kelapa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chereminisoff , komposisi kimia

tempurung kelapa adalah seperti berikut: Sellulosa 26,60 %, Lignin 29,40 %, Pentosan

18

27,70 %, Solvent ekstraktif 4,20 %, Uronat anhidrid 3,50 %, Abu0,62%, Nitrogen 0,11

%, dan Air 8,01 %. Karbon aktif banyak terbuat dari material seperti kayu, serbuk

gergaji, biji buah dan batok kelapa, batu bara, lignite, dan residu minyak tanah.

Pembentukan karbon aktif ini terdiri dari karbonisasi dari padatan diikuti aktivasi

menggunakan uap panas.(Reynold dan Paul, 1995) Di kalangan kimiawan dan pakar

lingkungan hidup, kelapa juga dapat didayagunakan sebagai adsorben/penyerap.

Untuk polutan yang masuk ke tubuh manusia seperti keracunan pestisida ataupun

kation logam seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, air kelapa sangat dianjurkan untuk

diminum. Hal ini dikarenakan air kelapa dapat menetralkan racun sebagaimana susu.

Untuk polutan yang masuk ke lingkungan hidup, bagian dari sabut dan tempurung kelapa

sangat potensial didayagunakan sebagai adsorben terutama untuk polutan logam berat

yang sangat berbahaya bagi manusia. Sebagai contoh untuk masyarakat yang air

minumnya bergantung pada air sumur dapat memanfaatkan matras sabut kelapa yang

telah dicelup pada zat pewarna wantex untuk menyerap logam berat mangan (Mn)

dengan hasil 1 g matras wantex dapat menyerap 4,69 mg Mn. Dari penelitian lain di

Universitas Lampung menyebutkan arang tempurung kelapa juga mempunyai

kemampuan untuk menyerap logam berat Pb, Fe, dan Cu yang ditunjukkan pada tabel1

berikut ini.

Tabel 1. Kemampuan Arang Tempurung (Hardoko, 2006)

Adsorben Pb Fe Cu

1 Kg Arang Tempurung Kelapa 35.8 mg 15.5 mg 13.8 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi) 56.3 mg 43.8 mg 39.9 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi + ZnCl2) 72.3 mg 36.1 mg 52.7 mg

Dari tabel di atas secara umum diketahui bahwa arang tempurung kelapa yang

paling efektif untuk menyerap logam berat adalah arang yang telah diaktivasi dan

ditambahkan ZnCl2. Selain untuk logam berat, arang tempurung kelapa juga baik

diterapkan dalam pengolahan limbah air industri dan dalam pengolahan emas (Wibisono,

2010).

19

Sebagian besar di pedesaan Sabut dan Tempurung Kelapa dimanfaatkan untuk

bahan bakar, baik dalam bentuk tempurung kering atau arang tempurung. Beberapa

tahun terakhir ini tempurung kelapa juga sering digunakan sebagai alat peraga edukatif

(APE) seperti pada pelajaran biologi, matematika dan fisika, atau juga bisa dipakai

sebagai bahan pembuatan suvenir . Tempurung Kelapa disamping dipergunakan untuk

pembuatan arang, juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan arang aktif, yang dapat

berfungsi untuk mengadsorbsi gas dan uap. Arang aktif dapat pula digunakan untuk

menurunkan kadar kesadahan, kadar besi, dan kadar NaCl dalam air sumur.Dalam

penelitian ini, pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dilakukan melalui 2 tahapan

yaitu:1.metoda pengarangan dengan cara metoda drum, dan 2. Metoda pengaktifan

menggunakan bahan pengaktif NaOH dan H2SO4 , beberapa hal detil tentang arang aktif

seperti berikut ini.

a. Arang Aktif

Arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai

daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap. Arang

aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik,

tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu dan batubara.

Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Dalam

jumlah kecil digunakan juga sebagai katalisator. Sifat adsorpsinya selektif, tergantung

pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat

besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif .

b. Struktur Arang Aktif

1. Struktur arang/karbon aktif menyerupai struktur grafit. Grafit mempunyai

susunan seperti pelat-pelat yang sebagian besar terbentuk dari atom karbon yang

berbentuk heksagonal. Jarak antara atom karbon dalam masing-masing lapisan

1,42 A. Pada grafit, jarak antara pelat-pelat lebih dekat dan terikat lebih teratur

daripada struktur karbon aktif. Dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil

samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-6000C.

2. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasaan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap

atau CO2 sebagai aktivator.

3. Dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan

karbon terjadi pada temperatur 400-6000C.

20

4. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasaan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap

atau CO2 sebagai aktivator.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil destilasi kering tempurung adalah

kematangan/kekerasan tempurung, suhu, tekanan dan lama destilasi .Struktur grafit dan

arang aktif seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur grafit dan Struktur karbon aktif

c.Sintesis Arang Aktif

Hasil dari destilasi kering diaktifasi dengan variasi suhu atau konsentrasi NaOH, hasil

yang diperoleh bisa digunakan sebagai adsorben.

d.Aplikasi Arang Aktif.

Arang aktif atau karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorphous atau

mikrokristalin yang dengan perlakuan khusus dapat memiliki luas permukaan dalam

yang sangat besar antara 300-2000 m2 /gram. Daya serap dari arang aktif umumnya

tergantung kepada jumlah senyawaan karbon yang berkisar antara 85 sampai 95%

karbon bebas . Arang aktif dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air .

Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku

yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang

yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan

hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang mengalami

perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar

dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi ( Ajayi dan Olawale, 2009 ). Proses yang

melibatkan oksidasi selektif dari bahan baku dengan udara, juga digunakan baik untuk

pembuatan arang aktif sebagai pemucat maupun sebagai penyerap uap. Bahan baku

dikarbonisasi pada temperatur 400-500°C untuk mengeleminasi zat-zat yang mudah

menguap. Kemudian dioksidasi dengan gas pada 800-1000 OC untuk mengembangkan

pori dan luas permukaan (Ami Cobb ,2012)

21

Adapun pembuatan arang aktif melalui dua cara:

1) Proses Kimia Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu,

kemudian dibuat pada. Selanjutnya pada tersebut dibentuk menjadi batangan

2) dan dikeringkan serta dipotongpotong. Aktifasi dilakukan pada temperature

100OC. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan

pada temperatur 300OC Dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi

terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia. Pada aktifasi

kimia ini arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi sebelum

dipanaskan. Pada proses aktifasi kimia, arang direndam dalam

larutanpengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu

600-900 O

C selama 1- 2 jam.

3) Proses Fisika Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang

tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan

pada temperatur 1000OC yang disertai pengaliran uap. Pada aktifasi fisika ini

yaitu proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap air atau CO2 yang

dialirkan pada arang hasil karbonisasi, menurut Ami Cobb ,2012, proses ini

biasanya berlangsung pada temperatur 800 – 1100 O

C.

5. Proses penjerapan (Adsorption)

Penjerapan adalah proses akumulasi di permukaan antara dua fase yang terjadi

secara fisika dan kimia, atau proses terserapnya molekul-molekul pada permukaan

eksternal atau internal suatu padatan. Akumulasi yang terjadi dapat berlangsung

pada proses cair-cair, cair-padat dan padat-padat. Penjerapan biasanya terjadi pada

dinding dinding pori atau pada tapak tertentu pada partikel (Warren et al., 1999;

Mahentiran, 2002). Proses penjerapan terjadi karena adanya gaya tarik-menarik dari

permukaan penjerap (adsorben) dan energi kinetik molekul terjerap (adsorbat) antara

dua fase yang berbeda, adapun tahapan jerapan terdiri dari tiga tahap yang dapat

digambarkan seperti pada gambar 5.

22

Gambar 5. Tahap-tahap Jerapan (Connor, et al., 2013)

Proses jerapan berlangsung dalam tiga tahap: tahap 1, pergerakan molekul-

molekul terjerap menuju permukaan penjerap; tahap 2, penyebaran molekul-molekul

terjerap ke dalam rongga-rongga penjerap dan tahap 3, penarikan molekul-molekul

terjerap oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat

(Gambar 5) (Meriatna, 2008 dan Connors et al., 2013). Efektifitas jerapan sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi awal larutan, luas

permukaan penjerap, temperatur, ukuran partikel, pH dan waktu kontak.

Mekanisme jerapan dapat dibedakan menjadi jerapan kimia (kemisorpsi) dan jerapan

fisika (fisisorpsi)

a. Jerapan kimia (kemisorpsi)

Jerapan kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada

jerapan kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi jerapan kimia

± 100 kJ/mol. Jerapan jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan kimia sehingga

diikuti dengan reaksi kimia, maka jerapan jenis ini akan menghasilkan produksi

reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat

mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit

untuk dilepaskan kembali (irreversibel). Dengan demikian dapat diartikan bahwa

pelepasan kembali molekul yang terikat dipenjerap pada kemisorpsi sangat kecil

(Alberty, 1997 dalam Sistha, 2014).

b. Jerapan fisika (fisisorpsi)

Jerapan fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada jenis jerapan fisika

ini, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi jerapan fisika ± 10 kJ/mol. Molekul-

molekul yang dijerapan secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan

23

biasanya terjadi proses balik cepat (reversibel), sehingga mudah untuk diganti dengan

molekul yang lain.

Jerapan fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi pada

permukaan yang polar dan non polar. Jerapan juga mungkin terjadi dengan

mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat menjerapan ion-ion dari larutan

dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena itu, ion pada gugus senyawa permukaan

padatan penjerapnya dapat bertukar tempat dengan ion-ion terjerap. Mekanisme

pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi,

karena jerapan jenis ini akan mengikat ion-ion yang dijerap dengan ikatan secara

kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepaskan kembali untuk dapat terjadi pertukaran ion

(Atkins, 1990 dalam Sistha, 2014).

Isoterm jerapan menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi ion

terjerap dalam fluida dan pada permukaan penjerap, pada suhu tetap. Kesetimbangan

terjadi saat laju pengikatan penjerap terhadap ion terjerap sama dengan laju

pelepasannya. Proses adsorpsi isotermis atau penjerapan yang banyak terjadi di dunia ini

baik secara alami atau teknologi mempunyai dua macam model yang mengikuti suatu

persamaan yaitu :

a. Isoterm Langmuir

Model isoterm Langmuir diterapkan dengan asumsi bahwa seluruh permukaan

penjerap mempunyai afinitas yang relatif sama atau perbedaannya tidak signifikan

terhadap logam. Proses jerapan berlangsung secara kemisorpsi satu lapisan. Pada

setiap situs aktif hanya ada satu molekul yang dapat dijerap, sehingga sekali molekul

terjerap menempati tempat tidak ada lagi penjerapan yang terjadi pada tempat

tersebut. Persamaan jerapan isoterm Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut :

( )

Keterangan :

C : konsentrasi ion terjerap pada keadaan setimbang (mg/L)

x : jumlah bahan terjerap (mg/L)

k1, k2 : konstanta empiris

m : masa penjerap (g)

24

b. Isoterm Freundlich

Model Isoterm Freundlich terjadi secara fisisorpsi pada lebih dari satu lapisan

tunggal dengan permukaan homogen sehingga ikatan di masing-masing tempat

pelekatan berbeda. Persamaan isoterm Freundlich didasarkan atas terbentuknya

lapisan tunggal molekul-molekul terjerap pada permukaan penjerap. Namun, tapak-tapak

aktif pada permukaan penjerap bersifat heterogen. Isoterm Freundlich diterapkan

pada proses jerapan zat terlarut ke permukaan padatan.

Persamaan Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut :

( )

Keterangan :

x : jumlah bahan terjerap (mg/l)

m : massa penjerap (g)

C : konsentrasi ion terjerap pada keadaan setimbang (mg/l)

k dan n : konstanta empiris

6. Asas-Asas Lingkungan

Azas- azas lingkungan terdiri azas 1 sampai dengan azas 14, pada penelitian ini

terdapat dua asas yang sesuai. Asas-asas tersebut adalah asas 3 meliputi Materi, energi,

ruang, waktu dan keanekaragaman semuanya termasuk kategori sumber alam. Alofan

merupakan materi sumber alam. Gambar azas 1 sampai 14 seperti gambar 6 berikut.

25

Gambar 6. Hubungan Logis antara 14 Asas Lingkungan (Watt, 1973)

Pengadaan alofan sebagai bahan penjerap masih dapat diterima oleh alam hingga

batas tertentu. Ketika pengadaan bahan penjerap dilakukan secara besar-besaran maka

dapat mempengaruhi keseimbangan alam. Tanah alofan mengandung mineral-

mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.

Kekurangan mineral-mineral tersebut dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah dan

pada akhirnya menghambat pertumbuhan tanaman dan asas 4 adalah untuk semua

26

kategori sumber daya alam, kalau pengadaannya sudah mencapai optimum, pengaruh

unit kenaikannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu

tingkat maksimum. Melampaui batas maksimum ini tak akan ada pengaruh yang

menguntungkan.

Asas keempat ini dinamakan asas penjenuhan, asas ini sama halnya dengan

mekanisme proses jerapan dimana penambahan waktu kontak mampu meningkatkan

kapasitas jerapan hingga sampai batas maksimum. Ketika sudah terlampaui batas

maksimum maka penambahan waktu kontak tidak akan memberikan pengaruh yang

signifikan. Bahkan, ada kemungkinan akan menurunkan kapasitas jerapannya karena

terjadinya proses desorpsi.

B. Kerangka Berpikir

Tawas atau aluminium sulfat merupakan bahan kimia yang berfungsi sebagai

koagulan bagi kotoran-kotoran yang terdapat dalam air limbah yang berukuran sangat

kecil dan sulit dipisahkan dengan cara diendapkan atau melalui penyaringan, oleh

karena itu dalam proses penjerapan sebaiknya air limbah dibersihkan dari kotoran-

kotoran yang melayang-layang agar proses penjerapannya lebih baik. Besarnya

konsentrasi penambahan aluminium sulfat akan menentukan banyaknya kotoran yang

menggumpal menjadi pertikel yang lebih besar.

Arang aktif dari tempurung kelapa dan alofan merupakan material berpori dengan

luas permukaan spesifik yang besar dan mempunyai kapasitas tukar kation yang

tinggi. Alofan termasuk mineral alumino silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O) dengan komponen

utamanya adalah Si, Al dan H2O. Adanya gugus-gugus aktif berupa Si-OH, Al-OH

dan –OH menyebabkan alofan bermuatan elektronegatif sehingga memungkinkan

terjadinya pertukaran kation. Berdasarkan karakteristik alofan tersebut dapat

digunakan sebagai penjerap ion logam berat, misalnya tembaga (Cu).

Beberapa variasi dilakukan untuk memperoleh kapasitas jerapan yang maksimal.

Salah satunya dengan kombinasi arang aktif dan alofan. Kombinasi antara arang aktif

dan tanah alofan (g/g) dilakukan untuk memperoleh komposisi terbaik dengan

kapasitas jerapan maksimal. Arang aktif dari tempurung kelapa dan tanah alofan

diaktivasi secara fisika dengan variasi suhu kalsinasi. Semakin tinggi suhu

kalsinasi maka pori akan terbuka dan luas permukaannnya semakin meningkat

dengan daya serap semakin baik. Variasi waktu kontak dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan waktu kontak optimum. Waktu kontak akan berpengaruh dan sangat

27

menentukan dalam proses jerapan. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan

proses difusi dan penempelan molekul terjerap pada permukaan penjerap berlangsung

lebih baik.

Mekanisme jerapan ditentukan melalui isoterm jerapan. Penjerap dengan

komposisi dan kondisi terbaik dilakukan jerapan pada serangkaian variasi konsentrasi

ion logam. Konsentrasi ion logam yang terjerap dianalisis dengan persamaan Langmuir

dan Freundlih untuk menentukan jenis isotermnya jerapannya. Komposisi penjerap

dengan kapasitas jerapan tinggi digunakan sebagai acuan untuk membuat komposisi

bahan filter arang aktif dan alofan. Proses penjernihan air dilakukan menggunakan filter

arang aktif dan alofan,dengan komposisi tertentu untuk menghasilkan pengurangan

kandungan logam Cu yang baik.

Efektivitas filter arang aktif dan alofan dibandingkan dengan hasil pengukuran

konsentrasi tembaga ( Cu ) air limbah sebelum dan sesudah penyaringan dengan filter

arang aktif dan alofan, skema atau gambaran kerangka berpikir seperti pada gambar 7.

28

Air Limbah

Tawas

Alofan Arang Aktif

Gambar 7 . Kerangka Berpikir

Penjernihan

Penjerap Logam Berat

Tembaga (Cu)

Persentase Penurunan Cu2+

Suhu Aktivasi

Kondisi Optimum

Efektifitas penjerapan Tembaga (Cu)

Penentuan Persamaan adsorpsi

isotherm untuk Alofan

Komposisi Waktu Kontak

29

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran, maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Konsentrasi tawas berpengaruh terhadap pengendapan kotoran yang berbentuk flok-

flok dalam limbah laboratorium

2. Waktu kontak.komposisi tanah alofan - arang aktif dan suhu aktivasi berpengaruh

terhadap persentase penurunan ion logam berat tembaga (Cu) dalam limbah

laboratorium.

3. Bentuk persamaan adsorpsi isotermis pada kondisi optimum penjerap alam alofan

sebagai penjerap ion logam berat tembaga (Cu) dapat mengikuti persamaan

Langmuir atau Freundlich