bab ii landasan teori - library.binus.ac.id filememperhatikan teknik-teknik pengawasan kualitas...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Kualitas merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh konsumen untuk membeli
suatu produk, yang mana suatu produk dapat dibandingkan dengan pesaingnya
berdasarkan kualitasnya. Banyak sekali definisi mengenai kualitas adalah sebagai
berikut:
Menurut Deming (1986) Kualitas adalah mentranslate untuk mengubah kebutuhan
yang akan datang dari penggunan kedalam suatu karakteristik yang diperlukan
agar sebuah produk dapat di desain dan dibuat untuk memberikan kepuasan
dengan harga yang dibayar oleh pengguna.
Menurut Goestch dan david (1994) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Juran (1974) Kualitas adalah kelayakan atau kecocokan dalam
penggunaan.
Menurut Crosby (1979) Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan dari
spesifikasi ( Conformance to requirement ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kualitas merupakan kesesuaian atau kecocokan suatu produk yang dihasilkan oleh
10
perusahaan yang dengan spesifikasi yang diharapkan oleh pelanggan.
Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem verifikasi dan penjagaan
atau perawatan dari suatu tingkatan / derajat kualitas suatu produk atau proses
yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan
yang sesuai, inspeksi yang terus menerus serta tindakan korektif bila mana
diperlukan. (Sritomo,2001)
Tujuan dari pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijakan dan target perusahaan secara efisien.
2. Perbaikan hubungan manusia.
3. Peningkatan moral karyawan.
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.
Dengan mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi peningkatan
produktifitas dan provitabilitas usaha. Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa
tujuan pengendalian kualitas adalah memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan
dan penurunan ongkos kualitas secara kualitas.
Sedangkan menurut Anang Hidayat dalam bukunya “Strategi Six Sigma: Peta
Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis”, kualitas bisa digambarkan secara
kuantitatif dengan rumusan matematis sebagai berikut:
Q = P / E
Dimana:
Q = quality (kualitas)
P = performance (kinerja)
11
E = expectation (harapan-harapan)
Manajemen kualitas yang efektif menghendaki agar para supplier dapat
menunjukkan bukti bahwa keseluruhan komponen yang mereka pasokkan
memenuhi standar kualitas tertentu. Oleh karena itu perusahaan harus
memperhatikan teknik-teknik pengawasan kualitas untuk menentukan apakah
akan menerima atau menolak suatu komponen yang dikirim oleh para supplier.
Di samping memperhatikan kualitas pada komponen, manajemen kualitas yang
efektif menghendaki pula agar tidak meneruskan pengerjaan produk yang cacat
atau rusak pada proses berikutnya atau tidak meneruskannya kepada konsumen,
untuk itu diperlukan pengawasan kualitas agar dapat mengurangi jumlah produk
cacat yang ditimbulkan oleh sistem operasi perusahaan.
Terdapat beberapa alasan mengapa pengawasan kualitas diperlukan, yaitu:
a. Untuk menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan
b. Untuk menjaga atau menaikkan kualitas sesuai standar
c. Untuk mengurangi keluhan atau penolakan konsumen
d. Memungkinkan pengkelasan output (output grading)
e. Untuk menaati peraturan
f. Untuk menaikkan atau menjaga company image
2.2 Kualitas Sebagai Faktor Penentu Keberhasilan
Peningkatan kualitas membantu perusahaan meningkatkan penjualan dan
mengurangi biaya yang kemudian akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan
12
penjualan kerap terjadi saat perusahaan mempercepat respon mereka,
merendahkan harga jual sebagai hasil dari skala ekonomis, dan meningkatnya
kualitas menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan produktivitas
dan menurunkan rework, bahan yang terbuang ( scrap ), dan biaya garansi. Seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Cara Kualitas Meningkatkan Keuntungan
Sumber : Heizer dan Render, 2007, P301
Suatu penelitian mengemukakan bahwa perusahaan dengan kualitas terbaik lima
kali lebih produktif ( dengan ukuran unit yang diproduksi per jam kerja )
dibandingkan perusahaan dengan kualitas rendah.
Kualitas atau kualitas yang rendah berpengaruh terhadap organisasi secara
keseluruhan, mulai dari pemasok hingga ke pelanggan dan dari desain produk
hingga pemeliharaannya. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah
Penjualan Meningkat melalui :
• Respon yang lebih baik
• Harga yang fleksibel
• Reputasi yang lebih baik
Pengurangan Biaya melalui :
• Produktivitas yang meningkat
• Biaya rework dan scrap yang lebih rendah
• Biaya garansi yang lebih rendah
Kualitas yang
meningkat Keuntungan
yang meningkat
13
membangun sebuah organisasi yang dapat mencapai kualitas dan mempengaruhi
organisasi secara keseluruhan yang memang merupakan tugas yang dibutuhkan.
14
2.3 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin mengembangkan dimensi kualitas
ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang.
Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Performance ( kinerja , yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
2. Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3. Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian.
4. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.
6. Serviceabilty, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang
memuaskan.
7. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8. Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung
jawab perusahaan terhadapanya.
15
Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam penelitiannya berhasil
mengidentifikasikan lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh pelanggan
dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yiatu :
1. Tangibles ( bukti langsung ), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapanm
pegawaim dan sarana komunikasi.
2. Reliability ( kehandalan ), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
3. Responsiveness ( daya tangkap ), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance ( jaminan ), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun
keragu – raguan.
5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan
pelanggan.
2.4 Pengertian produk cacat dan produk rusak
2.4.1 Produk cacat
Pengertian menurut Mulyadi (2005:306) adalah produk yang tidak memenuhi
standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan
kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat
16
disempurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik. Sedangkan pengertian produk
cacat menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006:136) adalah produk yang
dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak
sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Adapun pandangan mengenai produk cacat menurut PT. Percetakan Gramedia
Cikarang produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan dan tidak dapat diteruskan ke tahap proses selanjutnya, melainkan
harus dihancurkan atau didaur ulang kembali.
2.4.2 Produk Rusak
Pengertian Produk Rusak menurut Mulyadi (2007:302) adalah produk yang tidak
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, secara ekonomis tidak dapat
diperbaiki menjadi produk yang baik.
Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006:147) produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan
tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis
produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu.
2.5 Statistical Process Control
Seperti kita ketahui bersama, mutu produk tidak terjadi pada saat diperiksa atau
diinspeksi, tetapi terjadi pada saat produk tersebut sedang diproses. Oleh karena
itu, penting sekali untuk mengendalikan proses. Alat bantu yang terpenting adalah
Statistical Process Control atau yang lebih dikenal sebagai SPC.
17
SPC adalah suatu teknik statistik umum yang digunakan untuk memastikan
serangkaian proses memenuhi standar. Pada dasarnya, semua proses dipengaruhi
oelh berbagai variablitias. Walter Shewhart dari Bell Laboratories membuat
pembedaan antara variasi – variasi tersebut sebagai sebab – sebab alamiah
(natural) dan sebab – sebab khusus atau terusut (assignable). Walter Shewhart
mengembangkan suatu alat bantu yang sederhana tetapi sangat efektif untuk
membedakan keduanya, yaitu diagram kendali (control chart).
SPC digunakan untuk mengukur kinerja sebuah proses. Sebuah proses dikatakan
beroperasi dalam kendali statistic bila sumber variasi berasal hanya dari sumber
yang alamiah. Pertama kali proses harus dibawa ke dalam kendali statistik
dengan mendeteksi dan menghilangkan sumber variasi buatan (assignable).
Setelah itu, barulah kinerja proses dapat diramalkan, d an kemampuannya untuk
memenuhi harapan konsumen dapat diperkirakan. Tujuan sebuah system
pengendalian proses adalah untuk memberikan peringatan stastik bila terdapat
penyebab variasi buatan. Peringatan ini dapat mempercepat pengambil
keputusan mengambil tindakan yang sesuai untuk menghilangkan penyebab
buatan. Variasi alamiah adalah variabilitas yang mempengaruhi setiap proses
produksi pada suatu tingkat dan diharapkan; juga dikenal sebagai penyebab
umum. Sedangkan variasi buatan adalah variasi dalam sebuah proses produksi
yang dapat ditelusuri penyebab khususnya. (Heizer dan Render, 2005, p287)
18
2.6 Total Quality Management
TQM atau Total Quality Management adalah strategi manajemen yang ditujukan
untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi.
Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen
untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua
anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan
pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
masyarakat.". Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh W. Edwards Deming,
Kaoru Ishikawa, Josep M. Juran, dan beberapa tokoh di bidang kualitas lainnya.
(Hidayat, 2007, p18)
TQM mengacu pada penekanan kualitas yang meliputi organissai keseluruhan,
mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan komitmen manajemen
untuk mendapatkan arahan perusahaan yang terus ingin meraih keunggulan
dalam semua aspek produk dan jasa yang penting bagi pelanggan.
TQM penting karena keputusan kualitas mempengaruhi masing – masing dari
sepuluh keputusan yang dibuat manajer operasi. Setiap keputusan tersebut
berhadapan dengan suatu aspek identifikasi dan pemenuhan ekspektasi
pelanggan. Pemenuhan ekspektasi tersebut membutuhkan penekanan TQM saat
suatu perusahaan bersaing untuk menjadi pemimpin di pasar dunia. (Heizer dan
Render, 2009, P307 )
19
2.7 Sigma, Standar Deviasi dan Pengertian Variasi
Dalam abjad Yunani, “Sigma” = σ merupakan kependekan dari standar deviasi
pada statistik. Standar deviasi adalah cara statistikal untuk menggambarkan
seberapa banyak variasi terjadi dalam sekumpulan data, sekelompok item, atau
sebuah proses.
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output yang dihasilkan.
Penyebab utama terjadinya masalah kualitas adalah adanya variasi. (Miranda
dan Amin, 2006, p13)
Beberapa penyebab variasi dapat kita kendalikan seperti metode,
peralatan, manusia, dan material. Sedangkan penyebab variasi yang tidak
dapat kita kendalikan adalah lingkungan.
Menurut Gasperz (1998, p28-29), penyebab variasi ada dua macam, yaitu :
o Variasi penyebab umum (Common causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab umum adalah faktor–faktor
di dalam sistem yang menyebabkan timbulnya variasi dalam
sistem. Satu cara untuk menurunkan variasi penyebab umum
adalah dengan membuat peningkatan pada proses
manufacturing. Perluasan dari variasi penyebab umum dapat
diukur secara statistik dan dibandingkan dengan
spesifikasinya, jika dibutuhkan perbaikan maka perlu
dilakukan tindakan dalam prosesnya. Penyebab umum
ini mempunyai pola yang acak (random causes).
20
o Variasi penyebab khusus (Special causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab khusus adalah faktor–faktor
di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem.
Variasi penyebab khusus inilah yang dapat dikendalikan dan
dapat diidentifikasi. Penyebab khusus ini mempunyai pola yang
tidak acak (non random patterns).
Semua perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk
menghapus variasi atau cacat, yang bertujuan untuk mengurangi
pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Six sigma menjadi
alat yang tepat untuk merespon kebutuhan perusahaan dalam peningkatan
kualitas dan menghilangkan atau meminimalisasi cacat atau defect yang
ada.
2.8 Six Sigma
2.8.1 Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk
mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang
berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan
menggunakan fakta, data dan analisi statistik serta terus menerus
memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha.
(Miranda, Havarindo 2006 )
Six Sigma dapat didefiniskan sebagai metode peningkatan proses bisnis
yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor – faktor
21
penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya
operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan
dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi,
serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi
produksi maupun pelayanan. ( Evans dan Lindsay, 2007, P3 )
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki
proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process
variances) sekaligus mengurangi cacat (produk / jasa yang diluar
spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools
secara intensif.
Secara harafiah, Six Sigma adalah suatu besaran yang bisa kita
terjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki
kemungkinan cacatan ( defects opportunity ) sebanyak 3.4 buah dalam satu
juta produk/jasa. Ada banyak kontroversi di sekitar penurunan angka Six
Sigma menjadi 3.4 dpmo ( defects per million opporunities ).
Dari beberapa pengertian mengenai Six Sigma diatas, secara statistik Six
Sigma digunakan untuk menggambarkan variabilitas, atau standar deviasi,
seperti cacat per unit.
2.8.2 Konsep dasar six sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang
mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada
tingkat kinerja kualitas six sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4
22
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966% dari
apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk (barang dan/atau
jasa) itu. Dengan demikian, Six Sigma dapat dijadikan ukuran target
kinerja proses industry tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi
produk antara pemasok (industry) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi
target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri. Sehingga
6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3-sigma. Six Sigma
juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan
perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat
bawah dan sebagai pengandali proses industry yang berfokus pada
pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007,
P37)
Beberapa orang berpendapat bahwa Six Sigma hanya sekedar
pengepakan ulang alat-alat dan teknik-teknik dari TQM. Sebuah
pengamatan yang teliti dari konsep dan teknik-teknik Six Sigma dan
sebuah perbandingan diantara Six Sigma, TQM, dan metode manajemen
kualitas tradisional membuktikan bahwa pendekatan dengan menggunakan
Six Sigma tidak secara perlu menyatakan kekurangan atau ketidakadaan
teori yang ada di dalamnya. Walaupun alat-alat dan teknik-teknik Six
Sigma sama dengan beberapa metode manajemen kualitas, Six Sigma
menyediakan sebuah struktur organisasi yang belum ada sebelumnya,
yang mengurangi variasi yang ada di dalam proses-proses organisasional
dengan menggunakan spesialis perbaikan, sebuah metode yang terstruktur,
23
dan matriks kinerja. Ada tiga praktek yang penting dalam menggunakan
prinsip-prinsip dan metode-metode Six Sigma, yang terdiri dari struktur
peran di dalam Six Sigma, prosedur perbaikan yang terstruktur, dan
fokus pada matriks. Prosedur perbaikan yang terstruktur dan fokus pada
matriks adalah inti metodologi dari Six Sigma. (Zu dan Fredendall, 2009,
P42)
Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep penting:
1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan
pelannggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan.
2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang
bertanggung jawab mensukseskan proyek-proyek penting, mendukung
kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah, dan
menggalang sumber daya.
3. Menekan system pengukuran yang dapat dikuantifikasi, seperti cacat per
satu juta kemungkinan (defect per million oppotunities-DPMO) yang
bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan : produksi, rekayasa,
administrasi, piranti lunak, dan lain lain.
4. Memastikan bahwa system pengukuran yang tepat teridentifikasi di
awal setiap proses serta memastikan bahwa system tersebut terfokus
pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan system insentif dan
akuntabilitas.
5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim
proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang
24
tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus.
6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualitas tinggi yang
dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat
memimpin tim.
7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
Konsep-konsep ini memberikan sebuah pendekatan yang logis dan
disiplin untuk meningkatkan kinerja bisnis, melibatkan seluruh jajaran
pekerja, dan mencapai sasaran dan tujuan para manajer. Dengan
demikian, tidak seperti metode perbaikan lainnya seperti rekayasa
ulang, Six Sigma dapat disesuaikan dengan struktur organisasi yang
ada. (Evans dan Lindsay, 2007, P4)
2.8.3 Apresiasi Level pada Six Sigma
Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan
peningkatan Six Sigma disebut dengan “Six Sigma Improvement
Initiative” . Tujuan model statistik adalah untuk menggambarkan unit-
unit ‘sigma’ sehubungan dengan pengukuran suatu kinerja proses.
Misalnya, jika kinerja proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma,
berarti tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99.9767%. Hal itu
berarti, dalam setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233
kali kegagalan proses, dan kinerja prosesnya berada di bawah satu
tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik (sigma level enam). Lihat
tabel di bawah ini. (Hidayat, 2007, p62-63)
25
Tabel. 2.1 Six Sigma Harga / Nilai Sigma
Six Sigma
Harga / nilai sigma
Kegagalan per juta peluang /
kesempatan
Yield (%)
1 691.462 30,85
2 308.538 69,146
3 66.807 93,379
4 6.210 99,379
5 233 99,9767
6 3,4 99,99966
Sumber: Hidayat, 2007, p63
2.8.4 Six Sigma Process Improvement (SSPI)
Dalam program/proyek pengembangan dan peningkatan Six
Sigma, tim kerja yang ditunjuk akan menyeleksi berbagai strategi
peningkatan proses Six Sigma yang bersifat regular. Kemudian lima
tahapan proses diterapkan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan
proses yang sudah ada. (Hidayat, 2007, p52)
Kelima tahap tersebut adalah :
o Pendefinisian berbagai permasalahan proses dan kebutuhan
konsumen.
o Pengukuran cacat-cacat (defect) dari aktivitas operasional proses
26
(kuantitatif maupun kualitatif).
o Analisis data sebagai dasar pemecahan masalah yang ada.
o Meningkatkan proses dan memangkas penyebab-penyebab
terjadinya cacat (defect).
o Pengendalian proses dan memastikan cacat-cacat (defect) tidak
terjadi lagi.
2.8.5 Dasar Statitik Six Sigma
Dari perspektif pengukuran, “sigma enam” mewakili tingkatan
kualitas dimana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per satu
juta kemungkinan. Tingkatan kualitas sigma enam adalah tingkat yang
setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi
oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan
agar rata – rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi standar dari
target. Gambar 2.2 Menjelaskan dasar teori six sigma dalam konteks
spesifikasi manufaktur. Adalah penting untuk memberikan kesempatan
pada kurva distribusi untuk bergeser, karena tidak ada proses yang bisa
dipertahankan pada tahap sempurna.
27
Gambar 2.2 Dasar Teori Six Sigma
Sumber : Evans dan Lindsay, 2007, P44
Dalam Gambar 2.2 Wilayah dibawah ekor kurva yang bergeser di
luar wilayah sigma enam ( baik di atas maupu di bawah batas toleransi )
hanya berukuran seluas 0,0000034, atau, 3,4 per per satu juta.
Artinya, jika rata – rata suatu proses dapat dikontrol agar bergeser
paling banyak 1,5 deviasi standar dari target, maka kita dapat
mengharapkan cacat hanya terjadi sejumlah 3,4 per satu miliar kejadian.
Jika rata – rata tersebut dapat dijaga tepat sesuai target ( area distribusi
yang diarsir di Gambar 2.2 ), maka kemungkinan terjadinya cacat di luar
wilayah sigma enam ke dua arah ekor hanyal per satu miliar kejadian.
Jika pergeseran terjadi ke dua arah, maka kemungkinan cacat pada
tingkatan sigma enam paling banyak hanyalah 6,8 per satu juta kejadian,
28
dan jika terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanyalah dua
per satu miliar.
2.8.6 Kelebihan Six Sigma
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan pengertian Six Sigma
dari sudut pandang statistik. Tools untuk statistik dan metode
pemecahan masalah yang ada dalam Six Sigma tidak terlalu berbeda
dengan strategi peningkatan kualitas lainnya. Namun, Six Sigma
menekankan aplikasi dari tool ini secara methodical dan sistematis
yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas.
Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat
diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.
Penerapan Six Sigma jelas memiliki fokus pada peningkatan mutu,
baik pada barang maupun jasa ke pelanggan. Yang berarti melakukan
lebih baik, sumber data yang lebih efisien. Melakukan dengan lebih
cepat dan dengan mutu yang lebih tinggi dari perspektif permintaan
pelanggan. Berdasarkan permintaan pelanggan karena merekalah yang
memutuskan akan menggunakan barang atau jasa yang dihasilkan
atau tidak.
Semakin baik upaya untuk secara terus menerus memenuhi
harapan pelanggan atau bahkan melampui harapan pelanggan
itulah yang menjadi titik utama penerapan mutu dalam Six Sigma.
Penerapan konsep Six Sigma dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama
ke dalam berarti peningkatan efisiensi dan efektivitas seluruh proses
29
yang saling terkait dan kedua keluar yang berarti peningkatan
layanan yang melebihi harapan pelanggan.
Jika terjadi proses peningkatan mutu, yang disertai dengan
peningkatan kinerja, baik dalam bentuk kecepatan (speedy),
ketepatan (accuracy), tingkat kepuasan pelanggan (customer
satisfication level), efisiensi kerja (efficiency), maka secara langsung
akan berpengaruh terhadap penghasilan bersih (Net Income)
perusahaan.
Dengan dilakukannya peningkatan mutu dalam perusahaan Six
Sigma, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif yaitu berupa
penghematan dalam pengeluaran.
2.8.7 Komponen Utama Six Sigma
Menurut Peter Pande, dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way :
Team Fieldbook, ada 6 komponen utama konsep Six Sigma sebagai
strategi bisnis :
1. Benar-benar mengutamakan pelanggan : seperti kita sadari bersama,
pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja
kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum
pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta : bukan berdasarkan
opini, atau pendapat tanpa dasar.
30
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan : Six Sigma sangat
tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan
manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.
4. Manajemen yang proaktif : peran pemimpin dan manajer sangat
penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas : kerja sama antar tim yang harus mulus.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.
2.8.8 Prinsip Kualitas dan Six Sigma
Manajemen Kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar:
1. Fokus pada pelanggan.
2. Partisipasi dan kerjasama semua individu di dalam perusahaan
3. Fokus pada proses yang di dukung oleh perbaikan dan
pembelanjaran secara terus-menerus.
Prinsip-prinsip ini merupakan landasan Six Sigma, dan walaupun terdengar
sederhana, amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dengan
fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas, maka sebuah organisasi akan secara
aktif berusaha untuk terus-menerus memahami kebutuhan serta tuntutan
pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikannya ke
dalam proses- proses kerja dengan cara menimba ilmu serta pengalaman dari
para karyawannya, dan terus memperbaiki semua sisi organisasi. Memahami dan
menerapkan prinsip- prinsip ini merupakan kunci dari Six Sigma :
31
1. Fokus pada Pelanggan
Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan
kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi
selama pembelian, kepemilikan, dan jasa pelayanan pelanggan
tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini perusahaan harus lebih
mematuhi spesifikasi produk, mengurangi kecacatan dan kesalahan,
atau melayani keluhan pelanggan. Upaya yang dilakukan juga
harus termasuk mendesain produk baru yang membuat pelanggan
puas serta respons yang cepat terhadap permintaan pasar dan
pelanggan.
2. Partisipasi dan Kerjasama
Para karyawan diizinkan untuk berpartisipasi, baik secara
individu maupun dalam tim dalam keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan dan pelanggan mereka akan memberi kontribusi terhadap
kinerja bisnis dan kualitas. Six Sigma bergantung pada partisipasi dan
kerjasama karyawan pada setiap tingkatan dari garis depan hingga
manajemen tingkat atas untuk memahami masalah-masalah
bisnis, menemukan sumber permasalahan tersebut, menghasilkan
solusi untuk perbaikan, dan mengimplementasikannya.
3. Fokus Proses dan Perbaikan
Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai
beberapa hasil. Perbaikan proses merupakan aktivitas paling
utama dalam Six Sigma. Perbaikan baik dalam arti perubahan secara
32
perlahan- lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat
terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini
dapat bisa berupa meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui
produk dan jasa yang baru dan lebih baik, mengurangi (kesalahan,
cacat, serta biaya- biaya yang terkait), meningkatkan produktivitas
dan efektivitas semua jenis sumber daya dan memperbaiki respons
dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi keluhan
pelanggan. (Evans dan Lindsay,2007, p15-19)
2.8.9 Metodologi DMAIC Six Sigma
Metodologi DMAIC ( Define – Measure – Analyze – Improve –
Control ) adalah metodologi peningkatan terus menerus, terrutama di
pergunakan dalam program Six Sigma.
o Define (Perumusan)
Setelah sebuah proyek Six Sigma dipilih, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah mendefinisikan masalah. Aktivitas ini sangat
berbeda dari pemilihan proyek. Pemilihan proyek adalah aktivitas
yang dilakukan untuk merespons gejala suatu permasalahan yang
kemudian membuahkan sebuah kesepakatan proyek diama otoritas
dan tanggung jawab diberikan kepada tim Six Sigma. Garis besar
masalah biasanya dideskripsikan di dalam kesepakatan proyek, tetapi
sering kali tidak terlalu jelas. Untuk analisis lebih lanjut, masalah
33
tersebut harus dijelaskan dengan istilah operasional yang sangat
spesifik. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mungkin memiliki
sejarah produksi motor listrik yang tidak memuaskan, sehingga
mengadakan proyek Six Sigma untuk memperbaiki keandalan motor.
Setelah mempelajari data garansi dan perbaikan lapangan, diduga
bahwa sebagian besar masalah berasal dari ausnya sikat, dan lebih
spesifik lagi yaitu masalah pada variabilitas kekerasan sikat. Dengan
demikian, masalah ini bisa didefinisikan sebagai
”pengurangan variabilitas kekerasan sikat.” Proses menyempitkan
definisi masalah ini terkadang juga disebut penentuan cakupan proyek
(project scoping).
Pernyataan masalah yang baik juga harus mengidentifikasi pelanggan
dan CTQ yang memiliki pengaruh terbesar pada kinerja produk dan
jasa, menggambarkan tingkat kinerja saat itu atau sifat kesalahan
ataupun keluhan pelanggan, mengidentifikasi metrik kinerja yang
bersangkutan, menentukan tolok ukur standar kualitas terbaik,
menghitung implikasi biaya/pendapatan proyek tersebut, serta
mengukur tingkat kinerja yang diharapkan dari usaha Six Sigma yang
berhasil. Fase perumusan juga harus menjawab isu-isu manajemen
proyek seperti apa saja yang harus dilakukan oleh siapa dan kapan.
o Measure (Pengukuran)
Fase proses DMAIC ini berfokus pada bagaimana cara mengukur
proses internal yang memengaruhi CTQ. Ini membutuhkan
34
pemahaman akan hubungan sebab akibat antara kinerja proses
dan nilai pelanggan. Metodologi Six Sigma menggunakan
istilah fungsi dalam ilmu matematika untuk menggambarkan
hubungan ini :
Dimana Y mewaliki seperangkat variabel respons yang penting,
atau CTQ, dan X mewakili seperangkat variabel input penting yang
memengaruhi Y. Misalnya, Y dapat mewakili waktu pengiriman tas
dari sebuah pesawat ke tempat penanganan bagasi, jumlah truk, waktu
pengiriman truk, keakuratan pemindaian kode batang (bar code), dan
lain-lain. Pendekatan ini membantu mengomunikasikan faktor-
faktor yang terpenting yang dapat dikendalikan atau diubah
untuk memperbaiki CTQ. Pendekatan ini juga membantu
mendefinisikan eksperimen yang harus dilakukan untuk memberi
kepastian bagaimana cara variabel input memengaruhi variabel
respons. Pendekatan ini juga memberikan landasan bagi fase
pengendalian dengan cara menemukan faktor-faktor yang
membutuhkan pengawasan dan pengendalian. Setelah hubungan sebab
akibat ini ditemukan, prosedur untuk menemukan bukti –
mengumpulkan data yang dapat diandalkan, observasi, dan
mendengarkan dengan baik – harus dibuat dan dilaksanakan. Data
dari proses serta aktivitas yang sudah ada sering kali menyediakan
informasi yang penting, sama halnya dengan masukan dari supervisor,
35
pekerja, pelanggan dan karyawan pebaikan lapangan.
o Analyze (Analisis)
Kekurangan utama yang ditemui pada kebanyakan pendekatan
pemecahan masalah adalah kurangnya penekanan pada analisis yang
tajam. Yang amat sering terjadi adalah kita melompat langsung
kepada suatu solusi tertentu tanpa sepenuhnya memahami suatu
masalah serta mengidentifikasi sumbernya, atau ”akar
permasalahan,” dari masalah. Fase analisis dari DMAIC berfokus pada
pertanyaan mengapa cacat, kesalahan, atau variasi yang berlebihan
terjadi.
Setelah variabel yang dicurigai terkumpul dan diukur, dilakukan
eksperimen untuk memverifikasi hubungan yang telah dihipotesiskan
sebelumnya, yaitu apakah faktor X benar-benar memengaruhi Y ?
Eksperimen ini sering kali dilaksanakan dengan cara memformulasikan
beberapa hipotesis untuk menyelidiki data yang dikumpulkan atau
melakukan percobaan yang lain, sehingga dapat disimpulkan secara
beralasan serta dapat didukung secara statistik sebagai akar dari
permasalahan yang sebenarnya. Cara berpikir secara statistik dan
analisis memainkan peran yang amat penting pada fase ini. Ini
merupakan salah satu alasan mengapa statistik menjadi satu bagian
yang utama dari pelatihan Six Sigma (dan pada saat yang bersamaan,
tidak terlalu ditekankan pada kebanyakan kurikulum teknik maupun
bisnis).
36
o Improve (Peningkatan)
Setelah akar permasalahan dapat dipahami, maka analis atau tim
yang menangani harus mengumpulkan ide untuk menghilangkan atau
memecahkan masalah serta memperbaiki kinerja pengukuran variabel
X sehingga memperbaiki CTQ. Fase pengumpulan ide ini merupakan
aktivitas yang amat membutuhkan kreativitas, karena kebanyakan
solusi tidak secara gamblang dapat terlihat. Salah satu kesulitan dari
tugas ini adalah insting spontan untuk menilai ide sebelum sepenuhnya
mengevaluasinya. Kebanyakan orang memiliki kekhawatiran untuk
mengajukan ide yang ”bodoh” atau takut telihat bodoh. Padahal ide-
ide yang pada awalnya tampak bodoh mungkin saja menjadi awal
solusi yang kreatif dan berguna. Orang-orang yang bertanggung
jawab memecahkan masalah harus belajar untuk tidak cepat
menilai dan mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan
ide sebanyak mungkin pada tahap proses ini, tanpa memedulikan
apakah ide tersebut dapat segera diterapkan maupun tidak.
Setelah perangkat ide diajukan, ide tersebut perlu dievaluasi dan ide
yang paling menjanjikan dipilih. Proses ini termasuk
mengonfirmasikan bahwa solusi yang diajukan akan secara positif
memengarhi variabel proses utama dan CTQ, dan mengidentifikasi
maksimum kisaran variabel yang dapat diterima. Penyelesaian masalah
sering diikuti dengan perubahan teknis atau organisasional.
Sering kali beberapa model keputusan atau penilaian digunakan
37
untuk menilai solusi yang memungkinkan dibandingkan kriteria
yang penting seperti biaya, waktu, potensi peningkatan kualitas,
sumber daya yang dibutuhkan, pengaruh pada supervisor dan
karyawan, hal yang merintangi implementasi seperti keengganan
untuk berubah atau budaya organisasional. Untuk
mengimplementasikan solusi secara efektif, tanggung jawab harus
diberikan pada orang atau kelompok yang akan mengikuti hal apa
yang harus dilakukan, dimana, kapan, dan bagaimana hal tersebut
dilakukan.
o Control (Pengendalian)
Fase pengendalian berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan
agar terus berlangsung, termasuk menempatkan perangkat pada
tempatnya untuk meyakinkan agar variabel utama tetap berada
dalam wilayah maksimal yang dapat diterima dalam proses yang
sedang dimodifikasi. Perbaikan ini bisa saja termasuk menentukan
standar serta prosedur baru, mengadakan pelatihan untuk karyawan,
serta mencanangkan sistem pengendalian untuk meyakinkan agar
perbaikan tidak lekang oleh waktu. Bentuk pengendalian bisa
sesederhana daftar periksa (checklist) atau pemeriksaan berkala untuk
meyakinkan bahwa prosedur yang benar telah diikuti, atau
penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor
kinerja cara pengukuran yang terpenting. (Evans dan Lindsay, 2007,
p48-51)
38
2.8.10 Tools Six Sigma
2.8.10.1 Diagram Alir (flowchart)
Peta proses (process map) atau diagram alir (flowchart)
mengidentifikasi urutan aktivitas atau aliran berbagai bahan baku dan
informasi di dalam suatu proses. Peta proses dapat membantu orang-
orang yang terlihat dalam proses tersebut untuk memahaminya secara
lebih baik dan lebih objektif dengan cara memberikan gambaran
mengenai langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas. Peta proses disusun dengan cara melibatkan orang-orang yang
terlibat dalam proses tersebut pegawai, supervisor, manajer, dan
pelanggan untuk membuatnya. Setelah diagram alir dibuat, diagram ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber kesalahan
atau cacat, variasi yang tidak diinginkan, dan kesempatan-kesempatan
untuk melakukan perbaikan. Diagram alir dapat membantu proses
untuk lebih baik, mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah dan
mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan. Salah satu hal yang
perlu dilakukan dalam membuat diagram alir yaitu suatu proses yang
besar mulailah dengan membuat aliran kegiatan-kegiatan utama.
Kemudian buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan
utama. (Evans dan Lindsay, 2007, P177-178)
39
2.8.10.2 Critical to Quality (CTQ)
Salah satu aspek dasar dari metodologi Six Sigma adalah
mengidentifikasi hal-hal yang bersifat penting untuk kualitas (critical
to quality) yang menentukan kepuasan pelanggan. Dalam proses
menghasilkan produk maupun jasa, amatlah penting untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan internal
untuk aktivitas- aktivitas yang berkaitan dengan prngendalian proses
untuk menjaga agar produk tersebut memenuhi CTQ. Jika CTQ tidak
terpenuhi, maka perusahaan harus membangun system pengukuran dan
pengendalian yang lebih baik. (Evans dan Lindsay, 2007, P16)
Setelah semua varibel yang dipandang penting oleh pelanggan
didapatkan dan diberi nilai terukur (varibel terukur tersebut disebut
CTQ). dengan kata lain CTQ adalah sebuah karakteristik dari sebuah
produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan (pelanggan
internal atau eksternal). (www.wikipedia.org)
2.8.10.3 Peta Kendali (Control Chart)
Pada tahun 1920, Walter dari Bell Laboratories telah mempelajari
data hasil dari berbagai proses serta membedakan mana terjadinya
variasi yang khusus dan yang umum. Walter mengembangkan alat
sederhana yang dapat memisahkan kedua jenis variasi tersebut yang
berupa bagan kendali proses atau yang biasa disebut dengan Control
40
Chart.
Render dan Heizer (2001) mengungkapkan bahwa suatu proses
dikatakan terkendali secara statistik apabila sumber terjadinya variasi
hanya dikarenakan oleh sebab yang alami (umum). Proses ini
digambarkan ke dalam peta kendali proses lewat pendeteksian dan
penghapusan sebab – sebab variasi yang khusus. Setelah tergambarkan
dalam peta barulah kemampuan dan kinerja dapat ditentukan
untuk memenuhi apa yang diharapkan.
Peta Kendali p
Peta Kendali p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (
penyimpangan atau sering disebut cacat ) dari item – item dalam kelompok
yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk
mengendalikan proporsi dari item – item yang tidak memenuhi syarat
spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang dihasilkan dalam suatu
proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio
banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok
terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item – item itu dapat
mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara
simultan oleh pemeriksa. Jika item – item itu tidak memenuhi standart pada
satu atau lebih kerakteristik kualiats yang diperiksa, maka item – item itu
digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifiaksi atau cacat. (
Gazper, 2012, P575 )
41
Rumus untuk batas kendali atas dan bawah dari diagram p adalah (
Heizer dan Render, 2007, P357 ) :
UCLp = p-bar + z σp
LCLp = p-bar - z σp
Dimana:
p-bar = rata – rata bagian yang rusak pada sampel.
Z = Jumlah standar deviasi
σp = standar deviasi dari distribusi sampling
σp diperkirakan dengan rumus :
σp =
dimana n = banyaknya ukuran pada setiap sampel.
Peta Kendali u
Pada peta kendali u mengukur banyaknya ketidaksesuaian per unit
laporan inspeksi dalam kelompok ( periode ) pengamatan. Peta kontrol
u dapt diterpkan untuk beberapa kondisi, dimana pete kendali u dapat
dipergunakan apabila ukuran contoh lebih dari satu unit dan mungkin
bervaariasi dari waktu ke waktu. ( Gazper, 2012, P595 )
Rumus untuk batas kendali peta kendali u adalah (Heizer dan
Render, 2007 ) :
UCL = u-bar + 3√(u-bar/n)
42
LCL = u-bar - 3√(u-bar/n)
Dimana:
u-bar = rata – rata dari jumlah yang cacat dan produksi per unit
n = ukuran tiap sampel.
Gambar 2.3 Contoh Peta Kendali
Sumber : www. isixsigma.com
2.8.10.4 Defect per Million Opportunities (DPMO)
Six Sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas
yang berlaku secara umum. Dalam terminologi Six Sigma, sebuah
cacat (defect), atau ketidaksesuaian (non-conformance), adalah
43
kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Unit kerja
(unit of work) adalah output suatu proses atau tahapan proses.
Kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan per unit (defect per
unit – DPU).
Akan tetapi, jenis pengukuran output seperti ini cenderung lebih
berfokus pada produk akhir, bukan pada proses yang menghasilkan
produk tersebut. Selain itu, cara ini sulit diterapkan pada proses dengan
tingkat kesulitan yang berbeda, sehingga menyulitkan perbandingan.
Konsep Six Sigma mendefinisikan ulang pengertian kinerja kualitas
sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan (Defect Per Million
Opportunities– DPMO). (Evans dan Lindsay, 2007, P42-43)
Berikut ini adalah perhitungan DPMO adalah
sebagai berikut :
1. Tingkat Kecacatan Per Unit (Defect Per Unit).
Tingkat Kecacatan Per Unit = Jumlah cacat yang ditemukan
Jumlah unit yang diproduksi
2. Tingkat Kecacatan Per Juta Kemungkinan (Defect Per Million
Opportunities).
DPMO = Jumlah cacat yang ditemukan * 1.000.000
Jumlah unit yang diproduksi * CTQ Potensial
Pengukuran level sigma juga dapat dilakukan dengan menggunakan
44
program calculate sigma. Variabel-variabel yang diperlukan untuk
mendapatkan hasil dari program ini antara lain adalah jumlah kecacatan,
jumlah unit yang diinspeksi, dan peluang cacat per unit. Dengan
diketahui hal-hal tersebut, maka DPMO sekaligus level sigma suatu
proses dapat langsung diketahui.
Gambar 2.4 Six Sigma Calculator
Sumber: www.spcwizard.com
2.8.10.5 Diagram Pareto ( Pareto Chart )
Diagram Pareto ( Pareto Chart ) adalah sebuha metode untuk
mengelola kesalahan, masalah, atau cacat guna membantu memusatkan
perhatian untuk upaya penyelesaian masalahnya. Diagram ini dibuat
berdasarkan karya Vilfredo Pareto, seorang pakar ekonomi diabad ke-
19. Joseph M Juran mempopulerkan pekerjaan Pareto dengan
menyatakan 80 % permasalahan perusahaan merupakan hasil dari
45
penyebab yang 20 % saja. ( Hezier dan Render, 2007, P319 )
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak
terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta
ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang
paling sedikit terjadi ditunjuukan oleh gradik batang terakhir yang
terrendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagia alat
interpretasi untuk :
- Menentukan frekuensi relatif dan ururtan pentingnya masalah –
masalah atau penyebab – penyebab dari masalah yang ada.
- Memfokuskan perhatian pada isu – isu kritis dan peting melalui
membuat ranking terhadapa masalah – masalah atau penyebab –
penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan. ( Gazper,
2012, P466 )
Manfaat diagram pareto adalah cocok digunakan pada tingkatan
yang bervariasi dalam program perbaikan mutu untuk menentukan
langkah apa yang harus diambil selanjutnya. ( Miranda dan Amin ,
2006)
Distribusi pareto adalah salah satu jenis distribusi dimana sifat-sifat
yang diobservasi diurutkan dari yang frekuensinya terbesar hingga
terkecil. Analisis pareto sering kali digunakan untuk menganalisis data
yang dikumpulkan di lembar pemeriksaan. Penggambaran secara visual
46
seperti ini dengan jelas akan menunjukan ukuran relatif suatu kecacatan
dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan
untuk melakukan perbaikan. Masalah-masalah yang paling signifikan
atau memiliki biaya yang paling tinggi akan segera tampak
menonjol. Diagram pareto dapat juga menunjukan dampak
program-program perbaikan seiring waktu. (Evans dan Lindsay,
2007, P87-89)
Gambar 2.5 Contoh Diagram Pareto
Sumber : www.dbentrance.com
47
2.8.10.6 Diagram Sebab-Akibat (Fishbone)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan
hubungan diantara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian
proses statistikal, diagram sebab akbiat dipergunakan untuk
menunjukkan faktor – faktor penyebab ( sebab ) dan karakteristik
kualitas ( akibat ) yang disebabkan oleh faktor – faktor penyebab itu.
Diagram sebab akibat ini sering juga disebut sebagai diagram “tulang
ikan” ( fishbone diagram ) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau
diagram Ishikawa (shikawa’s Diagram) karena pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada
tahun 1953.
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk
kebutuhan – kebutuhan berikut :
• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
• Membantu membangkitkan ide – ide untuk solusi suatu masalah.
• Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
48
Gambar 2.6 Contoh Diagram Fishbone ( Diagram Sebab-akibat )
Sumber : id.wikipedia.org
Pada akhir garis horizontal, sebuah permasalahan dituliskan.
Setiap cabang yang menunjukan ke ranting utama mewakili suatu
kemungkinan penyebab. Cabang-cabang yang menunjuk ke sebab-sebab
merupakan kontributor dari sebab tersebut. Diagram ini
mengidentifikasi penyebab yang mungkin dari suatu masalah
sehingga pengumpulan data dan analisis lebih lanjut dapat
dilaksanakan.
Diagram sebab-akibat disusun dalam suatu atmosfer
brainstorming. Semua orang dapat terlibat dan merasa bahwa mereka
adalah bagian yang penting dari proses pemecahan masalah. biasanya
kelompok-kelompok kecil yang diambil dari wilayah operasi atau
manajemen bekerja dengan seorang fasilitator terlatih dan
49
berpengalaman. Fasilitator tersebut bertugas memandu perhatian kepada
diskusi mengenai masalah yang dibicarakan dan sebab-sebabnya, bukan
pada pendapat. Sebagai teknik kelompok, metode sebab-akibat
membutuhkan interaksi yang signifikan antar anggota kelompok.
Fasilitator yang mendengarkan para peserta dengan hati-hati dapat
mencatat ide-ide yang penting. Suatu kelompok dapat bekerja lebih
efektif dengan cara memikirkan masalah tersebut secara lebih luas sambil
mempertimbangkan faktor-faktor lingkugan, politik, kepegawaian, dan
bahkan kebijakan pemerinyah, jika mungkin. (Evans dan Lindsay, 2007,
P187)
2.8.10.7 Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
FMEA merupakan alat Six Sigma yang sering dipergunakan untuk
mengidentifikasi sumber – sumber dan akar penyebab dari suatu
masalah kualitas. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (
failure modes ). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk
dalam kecacfatan / kegagalan dalam desain, kondisi di luar batas
spesifikai yang telah ditetapkan, atau perubahan – perubahan dalam
produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Melalui
menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan
keandalan dari produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan
pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanaan itu. FMEA dapat
50
diterapkan dalam semua bidang, baik manufaktur maupun jasa, juga
pada semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan paling
efektif apabila diterapkan pada produk atau proses – proses baru, atau
produk dan proses sekarang yang akan mengalami peruabahan –
perubahan besar dalam desain sehingga dapat mempengaruhi
keandalaan dari produk dan proses itu.
Potential Problem Anaysis dan Failure Modes and Effects
Analysis (PFMEA) adalah sistematika dari aktivitas yang
mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkat kegagalan (failure)
potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses terutama pada
bagian akar-akar fungsi produk/proses pada faktor-faktor yang
mempengaruhi produk/proses. PFMEA juga merupakan bentuk-
bentuk desain “rank order potential”, dan sebagai pendefinisi proses.
Sebagai perangkat kerja metode kualitas, PFMEA berfungsi sebagai
berfungsi sebagai pengilustrasi dan implementasi metode-metode
kualitas yang sesuai, yaitu sebagai media pengeliminasi dan
pereduksi adanya perubahan-perubahan nilai yang terjadi karena
adanya “failure occuring”. Tujuan PFMEA adalah mengembangkan,
meningkatkan, dan mengendalikan nilai/harga probabilitas dari
“ failure” yang terdeteksi dari sumber (input), dan juga mereduksi efek-
efek yang ditimbulkan oleh kejadian “failure” tersebut. Fokus
PFMEA adalah strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-
faktor “non-conformance”, dan merupakan salah satu perangkat
51
kerja dalam menganalisis resiko-resiko dalam sistem, produk, maupun
proses.
Dalam inisiatif Six Sigma, PFMEA dikolaborasikan dengan
model Kano sebagai landasan penerjemahan tingkat-tingkat
ekspektasi konsumen. Model Kano berperan dalam fungsi-fungsi
pendefinsian praktis atas ekspektasi konsumen (termasuk definisi
kepuasan konsumen), sedangkan PFMEA berperan sebagai perangkat
kerja dalam mereduksi tingkat-tingkat ketidakpuasan konsumen dan
bukan sebagai metode peningkatan kepuasan konsumen. (Hidayat,
2007, P244-245)
Definisi berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai
berikut (Pzydek, 2003, P596-597):
1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh
pengguna akhir.
2. Potential Failure Mode adalah penyebab kegagalan-kegagalan
atau penyebab kecacatan yang mungkin terjadi.
3. Potential Failure Effect adalah efek-efek yang terjadi karena
kegagalan tersebut.
4. Potential Causes adalah kemungkinan penyebab terjadinya
potential failure
5. Severity (S) adalah penilaian tentang seberapa signifikan efek
dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen. Penilaian
untuk severity dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Pzydek,
52
2003, P598-599)
Rating Severity
1
Minor. Konsumen tidak akan mengetahui efek yang diakibatkan,
atau konsumen akan menganggapnya tidak terlalu penting.
2 Konsumen akan mengetahui efek yang diakibatkan oleh cacat.
3
Konsumen akan merasa terganggu terhadap efek yang diakibatkan
dan kinerja akan melemah.
4 Ketidakpuasan konsumen karena melemahnya kinerja.
5 Produktivitas konsumen akan melemah.
6
Konsumen akan komplain. Biasanya output yang dihasilkan akan
perlu untuk diperbaiki atau dikembalikan. Biaya internal akan naik
(scrap, rework, dan lain-lain)
7
Kritikal. Loyalitas konsumen akan melemah. Operasi internal akan
sedikit terpengaruh oleh efek yang diakibatkan.
8 Hilangnya goodwill konsumen. Operasi internal sangat terganggu.
9 Keselamatan konsumen atau karyawan terganggu.
10
Sangat buruk. Konsumen maupun karyawan terancam bahaya tanpa
warning. Pelanggaran dari ketentuan pekerjaan ataupun hukum.
Sumber : (Pzydek, 2003, P598)
53
6. Occurence adalah penilaian tentang seberapa sering penyebab
dari kegagalan ini terjadi. Penilaian dengan pemberian rating
untuk Occurence bisa dilihat pada tabel di bawah ini. (Pyzdek,
2003, p598-599)
Rating Occurrence
1 Kerusakan hampir tidak pernah terjadi.
2 Kerusakan jarang terjadi.
3 Kerusakan yang terjadi sangat sedikit.
4 Kerusakan yang terjadi sedikit
5 Kerusakan yang terjadi pada tingkat rendah.
6 Kerusakan yang terjadi pada tingkat medium.
7 Kerusakan yang terjadi agak tinggi.
8 Kerusakan yang terjadi tinggi.
9 Kerusakan yang terjadi sangat tinggi.
10 Kerusakan selalu terjadi.
Sumber : (Pzydek, 2003, P598)
7. Detectability adalah penilaian tentang seberapa mungkin penyebab
kegagalan itu bisa terdeteksi oleh sistem yang telah ada di perusahaan
54
saat ini. Penilaian dengan pemberian rating untuk Detectability bisa
dilihat pada tabel di bawah ini.
Catatan: p adalah perkiraan probabilitas suatu kegagalan tidak
terdeteksi. (Pyzdek, 2003, p598-599)
Rating Detectability
1 Hampir selalu diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (p = 0)
2 Kemungkinan untuk tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen
sangat rendah. (0<p<0,01)
3 Kemungkinan untuk tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen
rendah. (0,01<p<0,05)
4 Biasanya diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,05<p<0,20)
5 Mungkin diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (0,20<p<0,50)
6 Terkadang tidak diketahui sebelum diterima oleh konsumen.
(0,50<p<0,70)
7 Kemungkinan besar tidak diketahui sebelum diterima oleh
konsumen. (0,70<p<0,90)
8 Kemungkinan untuk dapat diketahui sebelum diterima oleh
konsumen buruk. (0,90<p<0,95)
9 Kemungkinan untuk dapat diketahui seebelum diterima oleh
konsumen sangat buruk. (095<p<0,99)
10 Pasti tidak akan diketahui sebelum diterima oleh konsumen. (p=1)
Sumber : (Pzydek, 2003, P599)
55
8. Risk Priority Number (RPN) adalah hasil perkalian antara Severity
(SEV), Occurrence (OCC), dan Detectabiilty (DET).
9. Recommended Action adalah usulan-usulan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi penyebab-penyebab kegagalan tersebut dan
mengurangi angka RPN.
2. 9 Penelitian Terdahulu
Nama
Peneltiti
Judul Kesimpulan
Sekhar, H;
Mahanti, R.
Confluence of
Six Sigma,
simulation and
environmental
quality: An
application in
foundry
industries.
Penelitian ini menggunakan pendekatan terpadu - simulasi
dan Six Sigma untuk meningkatkan kualitas udara ambien.
Integrasi simulasi dan Six Sigma metodologi DMAIC dalam
pengecoran telah digunakan untuk meningkatkan kualitas
udara ambien. Berbagai elemen dari toolkit Six Sigma seperti
diagram Sebab Akibat dan Mode Kegagalan dan Analisis
Efek telah digunakan untuk menemukan akar penyebab yang
mendasari masalah dan memprioritaskan tindakan dan
memasukkan biaya-efektif solusi. Simulasi telah digunakan
untuk memperbaiki dan mengontrol efisiensi lingkungan
dengan memantau kinerja Scrubber Venturi - peralatan
pengendalian pencemaran, dengan menjalankan model di
bawah kondisi yang berbeda-beda. Aplikasi terintegrasi dari
Six Sigma dan simulasi telah berhasil dalam mengurangi
56
emisi partikulat dari 200 miligram per meter kubik menjadi
kurang dari 20 miligram per meter kubik dan emisi sulfur
dioksida dari 45 miligram per meter kubik menjadi kurang
dari 4,5 miligram per meter kubik, sehingga mengurangi
polusi udara.
Neri,
Robert A,
MBA;
Mason,
Cindy E;
Demko,
Lisa A,
CCC/SLP;
Mazer,
Sherry
Application of
Six Sigma/CAP
Methodology:
Controlling
Blood-Product
Utilization and
Costs/PRACTITI
ONER
APPLICATION
Sebuah sistem kesehatan multihospital melakukan studi ketat
darah-produk pola pemanfaatan dan proses manajemen
untuk mengatasi masalah pengendalian biaya dalam
organisasi. Alat sistem proses leveraged dua peningkatan
luas diterapkan di luar industri kesehatan: (1) metodologi Six
Sigma untuk mengidentifikasi darah-utilisasi driver dan
untuk membakukan praktik transfusi, dan (2) perubahan
percepatan model proses untuk mendorong perubahan yang
efektif. Inisiatif ini menghasilkan tingkat penurunan transfusi
pantas sel darah merah dikemas dari 16 persen menjadi
kurang dari 5 persen.
Chabukswa
r, A;
Jagdale, S;
Kuchekar,
B; Joshi, V;
Deshmukh,
Six sigma:
Process of
understanding
the control and
capability of
ranitidine
Berbagai kecacatan tak terduga telah di temukan dan
didiskusikan dalam analisis, peningkatan tahap dari DMAIC,
rekomendasi dan saran – saran bermunculan untuk membuat
proses sekarang lebih kuat terhadap kecacatan-kecacatan,
salah satunya dengan membawa langkah – langkah baru
dalam proses atau dengan mengimprove proses yang telah
57
G; dkk. hydrochloride
tablet
ada saat ini. Ini akan menghasilkan keuntungan, sesuatu
yang terlihat dan tidak terlihat. Memberikan beberapa
tambahan nilai dari proses produksi RHCL yang diperoleh
dengan mengimplementasikan instalasi PUCC dengan high
kapasitas pencampur 1000 kg, menggantikan 300kg
pencampur saat ini, demikian menyimpan 66% jam kerja /
jam produksi (kurang lebih ). Mengajukan kapasitas tot-bins
(angkat-taruh) 200-300kg, dimana akan mengurangi waktu
bongkar dari pencampur (blender), pelapisan mendulang 1/3.
Manusia dan material akan berkurang 1/3. Waktu dari
bongkar muat dari mulai angkut-taruh ( tote-bins), gotong,
dan ke atau dari lantai tengah menjadi 1/3. Sejumlah
perubahan waktu akan berkurang 33% dari waktu saat ini,
dan karena, kurang banyak dari UR akan dihasilkan. OEE
mengimprove untuk kompresi, pelapisan, dan tahap
pengemasan akan menjadi lebih mudah dan meningkat 30 –
35 % pada OEE untuk produksi tablet – tablet RHCL 150
MG. Susunan waktu keseluruhan proses berkurang 40-50%.
Penghematan tenaga kerja 20-30%. Pengurangan
pemborosan proses, keduanya dalam kompresi dan
pengemasan mengurangi 30%. Pengerjaaan ulang 50-7-%.
Pengurangan dalam pengemasan jalur pemberhentian (tidak
ada penumpukan). Kapabilitas proses meningkat disebabkan
58
oleh level sigma yang meningkat. Proses lebih
terstandarisasi.
.
Iemel
Faranila
Perbaikan Proses
Striping dengan
metode DMAIC
pada PT. SIP
Metode DMAIC sebagai model perbaikan Six Sigma
digunakan untuk melakukan analisis perbaikan yang
diperlukan. Proses Striping yang berlangsung memiliki
kinerja yang cukup baik dengan level Sigma 5.05 dan
DPMO 67. Tetapi, proses tersebut tidak berada dalam
kendali statistik ( proses tidak stabil ) akibat variasi jumlah
produk cacat yang ada. Untuk mengurangi produk cacat,
perusahaan perlu melakukan penjadwalan yang lebih
optimum untuk mengurangi WIP. Berdasarkan hasil
perhitungan dengan metode fuzzy setting awal mesin harus
dilakukan dengan baik untuk menjaga perubahan suhu pada
saat mesin beroperasi, agar tidak melebihi batas ketentuan
setting awal mesin (80-110oC)
Dwi
Iryaning
Handayani
Perencanaan
perbaikan proses
pada produksi
genteng dengan
metode six
sigma
Hasil identifikasi cacat menunjukkan bahwa cacat yang
paling berpengaruh dalam proses produksi genting mendit
adalah jenis cacat keropos, penyebab terjadinya jenis cacat
tersebut adalah Keropos disebabkan karena kurangnya
keahlian dan ketelitian pengrajin dalam mengolah bahan
baku ( dilihat dari mode kegagalan pengaturan komposisi
59
adonan dan pencampuran adonan ) menjadi genteng yang
berkualitas. Dari proses pencampuran, pembentukan hingga
penggilingan merupakan proses – proses kritis yang harus
dilakukan perbaikan terlebih dahulu untuk dapat
meningkatkan kualitas genteng mendit.
Berdasarkan nilai RPN terbesar pada FMEA dan analisi 5W-
H, untuk menentukan rencana perbaikan cacat yang sering
terjadi adalah : pemilik menyelenggarakan kegiatan
pelatiahan untuk para pengrajin genteng, dan pemilik lebih
meningkatkan pengawasannya kepada para pengrajin
genteng.
Gunawan
Hartanto
Tri
Nugroho
Putro,
Ferdy
Farhan,
Rizky
Fitrianingty
as.
Analisi kinerja
proses dan
Produk dengan
pendekatan
metodologi Six
Sigma ( DMAIC
) untuk produk
Teh Botol pada
PT. XYZ.
Berdasarkan pengelolaan dan analisis baik terhadap data
historis perusahaan maupun data hasil pengamatan, maka
simpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah (1)
Pendekatan Six Sigma dengan metode DMAIC dapat
membantu penulis dalam melakukan identifikasi permasalah
yang terjadi di perusahaan, mengukur kinejra proses dan
kinerja produk, lalu menganalisis faktor permasalah tersebut
guna memberikan solusi dan ususlan perbaikan terhadap
kinerja perusahaan saat ini. (2) Dari hasil pengelolaan data
mengenai pengukuran kinerja proses, menunjukkan bahwa
nilai kapabilitas proses ( Cp ) pengukuran berat botol isi
60
sebesar 1,26 ( awal shift ), 1,17 ( tengah shift ), dan 1,27
(akhir shift ). Untuk pengukuran kinerja produk, penulis
mendapatkan hasil nilai tingkat sigma sebesar 3,091 ( bagian
selektor botol kotor ), 3,156 ( bagian selektor botol bersih ),
dan 3,624 ( bagian selektor botol isi ) dan (3) Berdasarkan
hasil analisis data menggunakan diagram fishbone, diagram
five whys dan FMEA, diketahui penyebab permasalahan
produk non-standar di tiap bagian proses disebabkan oleh
faktor breakdown machine dan ketidakdisiplinan operator
dalam menajalankan SOP.
Heri M.
Kholik
Aplikasi DMAIC
dalam metode
Six Sigma dan
Eksperimen
Shainin Bhote
sebagai
penurunan
persentase cacat
berikut hasil aplikasi siklus DMAIC dalam metode six sigma
menunjukkan Pinholes merupakan kategori produk cacat
terbanyak dari ke 10 jenis persyaratan kualitas yang menjadi
CTQ karaktertistik kualitas dari produk tromol mobil jenis
Kijang F yang diproduksi oleh PT. Bumi Buana Citra,
dengan persentase sebesar 27,6%. Kemampuan proses
produksi pada PT. Bumi Buana Citra dalam memproduksi
suku cadang tromol meobil jenis Kijang F memiliki
probabilitas terhadap kegagalan sebesar 7725 dari satu juta
kesempatan. Atau tingkat pengendalian kualitas sebesar 3,92
sigma. Faktor – faktor yang berpengaruh secara significant
terhadap cacat pinholes pada tromol mobil Kijang F pada
61
proses adalah : Penyebab utama ( Red X ) adalah waktu
pengecoran dengan jumlah end count sebesar 12, tingkat
kepercayaan sebesar 99,7 %. Temperatur molten metal pada
saat pengecoran dengan jumlah end-count sebesar 12, tingkat
kepercayaan sebesar 99,7%. Penyebab kedua ( Pink X )
adalah temperatur pada furnace dengan jumlah end-count
sebesar 7,5, tingkat kepercayaan sebesar 95,5%. Penyebab
ketiga ( Pale pink X ) adalah faktor pemberian tekanan pada
saat pembuatan mold dengan jumlah end-count sebesar 6,
tingkat kepercayaan sebesar 90%. Setelah dilakukan
improvemnet, terjadi penurunan tromol cacat dari 120 unit
tiap bulan menjadi 25 unit.
62
2.10 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
MULAI
Observasi Lapangan dan
wawancara langsung
Literature Survey
Measure ( Menentukan
CTQ, membuat peta kendali, menghitung DPMO dan
level Sigma )
Define ( Menggunakan
Flow Chart )
Analyze ( Menggunakan Pareto Chart,
Fishbone Diagram )
Improve ( Membuat FMEA )
Control
Identifikasi Masalah
Hasil dan Rekomendasi