bab ii landasan teori - library & knowledge...

37
8 BAB II LANDASAN TEORI Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator merata. Jadi masalah keseimbangan adalah bagaimana agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan beban kerja setiap stasiun kerja menjadi seimbang dan menghasilkan jumlah keluaran atau output yang hampir sama persatuan waktu (rata-rata). Dengan kata lain keseimbangan lini yang dimaksud adalah persamaan kapasitas keluaran atau output dari setiap operasi berikutnya dalam suatu lintasan. Dimana apabila semua kapasitas keluaran atau output tersebut sama, maka tercapailah keseimbangan yang sempurna. Namun jika kapasitas keluaran atau output tersebut tidak sama, maka keluaran maksimum yang mungkin tercapai untuk lintasan tersebut secara keseluruhan akan ditentukan oleh operasi yang paling lambat dalam runtunan tersebut. Operasi yang paling lambat atau yang mengalami kemacetan (bootle neck) itulah yang akan membatasi arus pada lintasan tersebut. 2.1. Definisi Line Balancing Istilah line balancing atau penyeimbangan lini atau dengan nama lain assembly line balancing adalah suatu metode penugasan terhadap sejumlah pekerjaan ke dalam

Upload: ngocong

Post on 07-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas

yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja

dari para operator merata. Jadi masalah keseimbangan adalah bagaimana agar suatu

pekerjaan dapat diselesaikan dengan beban kerja setiap stasiun kerja menjadi

seimbang dan menghasilkan jumlah keluaran atau output yang hampir sama persatuan

waktu (rata-rata).

Dengan kata lain keseimbangan lini yang dimaksud adalah persamaan kapasitas

keluaran atau output dari setiap operasi berikutnya dalam suatu lintasan. Dimana

apabila semua kapasitas keluaran atau output tersebut sama, maka tercapailah

keseimbangan yang sempurna. Namun jika kapasitas keluaran atau output tersebut

tidak sama, maka keluaran maksimum yang mungkin tercapai untuk lintasan tersebut

secara keseluruhan akan ditentukan oleh operasi yang paling lambat dalam runtunan

tersebut. Operasi yang paling lambat atau yang mengalami kemacetan (bootle neck)

itulah yang akan membatasi arus pada lintasan tersebut.

2.1. Definisi Line Balancing

Istilah line balancing atau penyeimbangan lini atau dengan nama lain assembly

line balancing adalah suatu metode penugasan terhadap sejumlah pekerjaan ke dalam

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

9

stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun

kerja memiliki waktu kerja yang besarnya tidak melebihi waktu siklus dari stasiun

kerja tersebut. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan

pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau precedence

network (Bedworth, 1987).

2.2. Tujuan Line Balancing

Banyak pendapat yang dilontarkan mengenai tujuan keseimbangan lini,

diantaranya adalah menurut James L. Rigg yang mengatakan: untuk meminimumkan

waktu menganggur dari operasi yang ditetapkan adalah dengan bekerja menurut

prosedur yang berurutan. Pendapat yang hampir sama pula dilontarkan oleh James M.

Moore, yang mengatakan bahwa tujuan dari keseimbangan lini adalah untuk

meminimumkan waktu menganggur pada suatu lini dari seluruh stasiun kerja dengan

cara tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari keseimbangan

lini adalah untuk menghindarkan adanya waktu menganggur dari satu tingkat proses

ke tingkat proses lainnya, dengan cara mengefektifkan sejumlah mesin yang ada serta

menghindari bertumpuknya bahan dalam proses-proses tertentu, yang pada akhirnya

akan memperlancar jalannya proses produksi secara keseluruhan.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

10

2.3. Metode Umum Line Balancing

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan lintasan

produksi, yaitu :

A. Metode Analitik (Matematik)

Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusi optimal. Contoh :

Branch and Bound.

B. Metode Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Model

heuristik ini pertama kali digunakan oleh Simon dan Newil untuk

menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan membuat

keputusan. Model heuristik menggunakan aturan-aturan yang logis dalam

memecahkan masalah.

Inti dari pendekatan secara heuristik adalah untuk mengaplikasikan secara

selektif segala sesuatu yang dapat mengurangi bentuk permasalahan. Sebagai

contoh, masalah produksi line balancing yang dapat dipecahkan dengan

mengurangi keseluruhan sistem menjadi rangkaian line balancing sederhana yang

dapat dipelajari secara analitis.

Model heuristik tidak menjamin hasil yang optimal, tetapi model ini dirancang

untuk menghasilkan strategi yang relatif lebih baik dengan mengacu pada

pembatas-pembatas tertentu. Model heuristik ini banyak dipakai dalam masalah

line balancing.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

11

Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini adalah :

a. Pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat

b. Lebih murah daripada metode lainnya

c. Usaha yang dikeluarkan relatif lebih kecil

Beberapa metode heuristik yang umum dikenal :

1. Metode Hegelson-Birnie atau metode Ranked Positional Weight (RPW)

Penggunaan metode ini didasarkan dari jumlah waktu dari operasi-operasi

yang terkontrol dari sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut

sebagai bobot posisi. Cara penentuan bobot dari precedence diagram : dimulai

dari proses akhir. Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut + waktu

proses operasi-operasi berikutnya.

Pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar urutan

RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu

siklus. Langkah-langkah yang dilakukan pada metode ini adalah :

a) Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

b) Tentukan Positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen

pekerjaannya dari suatu operasi dengan memperhatikan precedence

diagram. Berikut cara penentuan bobot posisinya :

Bobot (RPW) = Waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi berikutnya

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

12

Contoh:

Gambar 2.1 contoh precedence diagram

Penentuan bobot posisi:

• Bobot posisi untuk operasi 1 = 20 + 10 + 35 + 20 = 85 ‘

• Bobot posisi untuk operasi 2 = 10 + 35 + 20 = 65 ‘

• Bobot posisi untuk operasi 3 = 5 + 35 + 20 = 60 ‘

• Dan seterusnya….

c) Urutkan elemen operasi berdasarkan bobot posisi yang telah didapatkan

pada langkah kedua. Pengurutan dimulai dari elemen operasi yng

memiliki bobot posisi terbesar.

d) Jika pada stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan ( waktu stasiun

kerja melebihi waktu maksimum yang telah ditetapkan), maka pindahkan

elemen operasi terakhir ke stasiun berikutnya.

e) Ulangi langkah ke 3 dan ke 4 diatas sampai seluruh elemen operasi telah

ditempatkan ke dalam stasiun kerja

1 2

3

4 5

20 ' 10 '

5 '

35 ' 20 '

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

13

2. Region Approach

Teknik ini mendapatkan perhatian yang besar serta telah digunakan untuk

memecahkan beberapa masalah keseimbangan lini dengan baik. Teknik ini

merupakan sebuah prosedur heuristik, dimana pemilihan elemen untuk

ditempatkan pada sebuah stasiun kerja didasarkan pada posisi elemen pada

precedence diagram. Elemen-elemen yang berada di depan diagram

merupakan elemen-elemen yang menjadi solusi pertama.

Dengan memegang prinsip yang didasari pada Operation Process Chart

(OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi precedence

diagram, maka dalam pelaksanaan metode ini dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut :

a) Membagi operasi dalam precedence diagram dalam beberapa

region/daerah dengan syarat: dalam satu daerah tidak boleh ada operasi

yang saling bergantungan.

b) Susun ranking operasi dalam tiap daerah (dari waktu proses yang

terbesar).

c) Tentukan waktu siklus bagi tiap stasiun kerja.

d) Kelompokkan operasi dalam stasiun kerja, berdasarkan syarat di point b

dan c.

e) Susun pola aliran produksi.

Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode yang akan dibahas

beikutnya yaitu Largest Candidate Rule, adalah dalam proses penugasan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

14

elemen kerja precedence constraints tidak diperhatikan karena otomatis

ditangani dengan adanya pengelompokkan elemen-elemen tersebut untuk

tiap kolom yang ada pada precedence diagram.

3. Largest Candidate Rule

Prinsip dasar dari metode ini adalah menggabungkan proses-proses atas

dasar pengurutan operasi dari waktu terbesar.

Sebelum dilakukan penggabungan harus ditentukan dahulu, berapa waktu

siklus yang akan dipakai. Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam

penggabungan operasi dalam satu stasiun kerja.

C. Metode Probabilistik

Metode penyeimbangan lini yang menggunakan pendekatan ini kurang dapat

diterapkan, karena sulit pemakaiannya dan membutuhkan waktu yang lama untuk

mencari solusinya, sehingga metode ini jarang digunakan dalam memecahkan

masalah penyeimbangan lintasan produksi.

D. Metode COMSOAL (Computer Method of Sequencing for Assembly Lines)

Metode penyeimbangan lini yang menggunakan pendekatan ini kurang dapat

diterapkan, karena sulit pemakaiannya dan membutuhkan waktu yang lama untuk

mencari solusinya, sehingga metode ini jarang digunakan dalam memecahkan

masalah penyeimbangan lintasan produksi.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

15

2.4. Pengukuran Kerja

Pengukuran kerja digunakan sebagai parameter untuk menentukan apakah tata

cara kerja yang diterapkan selama ini sudah yang paling efisien, sehingga waktu yang

digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kualifikasi cukup dapat

digunakan sebagai standar.

2.4.1. Sasaran Pengukuran Kerja

Pada penilaian pengukuran baik atau tidaknya suatu sistem kerja, diperlukan

prinsip-prinsip pengukuran kerja (work measurement ) yang meliputi teknik-teknik

pengukuran waktu, tenaga, akibat-akibat psikologis, dan fisiologis yang ditimbulkan.

Pengukuran waktu kerja (time study) bertujuan untuk memperoleh waktu baku

penyelesaian pekerjaan yang akan dijadikan standar, yaitu waktu yang dibutuhkan

secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang

dijalankan. Pengertian dari waktu baku adalah waktu yang “wajar, normal, dan

terbaik” dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari tidak pada

waktu penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara tidak wajar (terlalu cepat atau

lambat), dan tidak ada waktu penyelesaian pekerjaan dengan keterampilan istimewa.

Manfaat dari diterapkannya waktu baku, adalah :

1. Memberikan keterangan sebagai dasar taksiran untuk penawaran harga

penjualan serta janji penyampaian barang.

2. Memberikan informasi mengenai perencanaan dan pembagian waktu

produksi, termasuk yang diperlukan oleh pabrik dan tenaga kerja dalam

rangka pelaksanaan serta pemanfaatan kapasitas mesin yang tersedia.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

16

3. Menetapkan standar penggunaan mesin juga presentasi kerja yang

digunakan sebagai informasi yang disebut diatas dan sebagai dasar

penentuan upah perangsang (incentive).

4. Memberikan keterangan untuk pengawasan biaya tenaga kerja operator

dan untuk menetapkan serta mempertahankan biaya standar.

2.4.2 Pengukuran Waktu Menggunakan Jam Henti (stop watch)

Metode ini menggunakan jam henti sebagai alat utamanya. Metode ini merupakan

metode yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena kesederhanaan

aturan-aturannya.

Ada tiga metode dalam menggunakan jam henti, yaitu ;

1. Continuous Timing (Pengukuran yang berlanjut terus)

Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai ada saat awal elemen pekerjaan

pertama dilakukan dan tidak dihentikan sampai elemen pekerjaan itu

selesai. Waktu elemen secara individu diperoleh dengan pengukuran

waktu selesai.

2. Repetitive/Snapback Timing (Pengukuran yang berulang)

Dalam pengukuran ini jam henti dimulai pada saat elemen pekerjaan

pertama dilakukan dan berhenti saat akhir elemen ini, lalu kembalikan ke

posisi awal (posisi nol), demikian seterusnya. Jadi pengukuran ini

berdasarkan elemen pekerjaan.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

17

3. Accumulative Timing (Pengukuran akumulatif)

Pengukuran akumulatif adalah suatu metode yang melibatkan dua atau

tiga jam henti. Di sini dua jam henti disusun di suatu holder dengan

adanya suatu hubungan secara mekanik di antara jam henti.

Dalam continuous timing, hubungan ini digerakkan sehingga pada saat

terakhir elemen pekerjaan jam henti yang satu ini berhenti dibaca dan

waktu elemen diperoleh dengan mengurangi bacaan yang diganti.

Dalam repetitive timing, jam henti dikembalikan ke posisi nol setelah

dibaca dan waktu elemen dapat dibaca langsung. Demikian pula dengan

yang tiga jam henti.

2.4.3 Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran (Sutalaksana, 1979)

Untuk mendapatkan waktu yang wajar pada setiap pengerjaan proses produksi,

maka harus diperhatikan kondisi kerja, operator, cara pengukuran, dan lain-lain. Agar

tujuan tercapai, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah:

1. Menetapkan Tujuan Pengukuran

Dalam pengukuran waktu, hal penting yang harus diketahui dan

ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dalam pengukuran

tersebut.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Dalam melakukan pengukuran, waktu yang dicari adalah waktu yang

pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

18

Hal ini harus sesuai dengan kondisi yang bersangkutan. Bila kondisi ini

sudah baik, pengukuran waktu ini dapat dicari. Akan tetapi, bila kondisi

tidak baik, hal ini harus diperbaiki terlebih dahulu agar waktu yang

diperoleh adalah waktu yang pantas (Sutalaksana, 1979)

3. Memilih Operator

Operator yang dipilih adalah operator yang berkemampuan normal dan

dapat diajak bekerja sama. Berdasarkan penyelidikan, distribusi

kemampuan pekerja akan mengikuti seperti yang diperlihatkan pada

gambar dibawah ini. Terlihat bahwa orang-orang (pekerja) yang

berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya hanya

sedikit. Sedangkan yang bekemampuan rata-rata jumlahnya banyak, jadi

yang dicari disini adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang secara wajar

diperlukan oleh pekerja-pekerja normal, yang merupakan orang-orang

yang berkemampuan rata-rata. Adapun operator yang dipilih haruslah

orang-orang yang pada saat pengukuran mau bekerja secara wajar.

Gambar 2.2 Distribusi Kemampuan Kerja

Jumlah Pekerja

Kemampuan Kerja Rendah Rata-rata Tinggi

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

19

4. Melatih Operator

Bila kondisi dan cara yang digunakan tidak sama dengan yang biasa

dijalankan oleh operator, maka diperlukan latihan bagi operator tersebut.

Hal ini dilakukan agar operator terbiasa dengan kondisi dan cara kerja

yang ditetapkan. Karena pengukuran yang dicari adalah waktu

penyelesaian pekerjaan yang diperoleh dari suatu penyelesaian yang

wajar. Gambar berikut ini menunjukkan kurva perkembangan penguasaan

pekerjaan oleh operator sejak mulai mengenalnya sampai terbiasa.

Operator baru dapat diukur bila sudah berada pada tingkat penguasaan

yang maksimum, pada kurva ditunjukkan oleh garis stabil yang mendatar.

Di samping biasanya tercermin pada gerakan-gerakan yang “halus” (tidak

kaku), berirama, dan tanpa banyak melakukan perencanaan-perencanaan

gerakan.

Kurva Belajar

Gambar 2.3 Kurva Belajar

Tingkat Penguasaan

Waktu

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

20

5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen-Elemen Pekerjaan

Pekerjaan ini dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan (gerakan bagian

dari pekerjaan yang bersangkutan) dimana elemen-elemen inilah yang

diukur waktunya. Lalu diperoleh waktu siklus, adalah waktu penyelesaian

satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja.

Penguraian pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan penting diharapkan :

a) Untuk memperjelas catatan tentang cara kerja yang dibakukan.

b) Untuk melakukan penyesuaian bagi setiap elemen

c) Untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku

yang mungkin dilakukan operator.

d) Untuk memungkinkan dikembangkannya data Waktu Standar di

tempat kerja yang bersangkutan.

6. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran

Ini merupakan langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran dimana

alat-alat pengukuran yang dibutuhkan harus disiapkan. Alat-alat tersebut

adalah:

a) Jam henti (stop watch)

b) Lembaran pengamatan

c) Pena atau pensil

d) Papan pengamatan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

21

2.5 Metode Pengujian Data

2.5.1 Pengukuran Pendahuluan (Sutalaksana, 1979)

Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali

pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang

diinginkan. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan merupakan pencerminan tingkat

kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan

pengukuran yang banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum

hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (biasanya dinyatakan dalam

persen). Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil

yang diperoleh memenuhi syarat penelitian tadi (dinyatakan dalam persen).

Gambar 2.4 Urutan Pengukuran Waktu Kerja

Waktu Siklus

Waktu Siklus Rata-rata

Waktu Normal

Waktu Standar (Baku)

Uji kenormalan

Data

Uji Kecukupan dan

Keseragaman Data

Faktor penyesuaian

Faktor Kelonggaran

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

22

2.5.2. Uji Kenormalan Data

Uji ini dilakukan terhadap data-data waktu yang sudah diperoleh untuk

menentukan apakah suatu populasi mempunyai distribusi teoritis tertentu. Uji

didasarkan atas kesesuaian frekuensi terjadinya amatan dalam sample yang diamati

dengan frekuensi harapan yang diperoleh dari distribusi yang dihipotesiskan. Dalam

melakukan pengujian kenormalan data, digunakan uji kebaikan sesuai chi square. Di

bawah ini dapat dilihat langkah-langkah dalam melakukan uji kenormalan data

(Walpole, 1993).

a. Hitung rata-rata dan simpangan baku sample

Rumus : N

Σ xi i=1 x = ....................... (2.1) N

N S = Σ (xi – x )2

i=1 ........................ (2.2)

N – 1 Dimana :

x = harga rata-rata sample

S = simpangan baku sample

Xi = data sample pengamatan ke-i

N = Jumlah pengamatan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

23

b. Kelompokkan data ke dalam kelas-kelas dan hitung nilai z untuk masing-

masing kelas.

Rumus :

K = 1 + 3.3 log N .............. (2.3)

Dimana :

K = jumlah kelas

N = jumlah data pengamatan

Nilai Z dapat dicari dengan rumus :

BKB – x Z1 = ............. (2.4) S BKA – x Z2 = ............. (2.5) S

Dimana :

BKA = nilai batas kelas atas

BKB = nilai batas kelas bawah

Z = nilai standar normal

c. Hitung luas area antara Z1 dan Z2 dari setiap interval kelas yang ada

dengan menggunakan tabel kurva normal.

Rumus :

Luas = P(Z1<Z< Z2) – P (Z< Z1) .............. (2.6)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

24

d. Hitung frekuensi harapan untuk tiap kelas.

Rumus :

Ei = (Luasi) x N ............... (2.7)

Dimana :

LuasI = luas area di bawah kurva normal untuk nilai Z dari

kelas ke-i

e. Hitung nilai X 2 dari data yang terkumpulkan dengan rumus :

K (Oi –Ei)2

X 2 = Σ ............... (2.8) I=1 Ei

Dimana :

Oi = frekuensi teramati dari sample

X 2 = nilai variable random yang distribusinya didekati dengan

distribusi chi- square.

Untuk taraf keberartian α, dicari nilai kritis X 2 α dari tabel distribusi chi

Square dengan derajat kebebasan v sama dengan jumlah kelas interval

hitungan k dikurangi jumlah besaran yang diperlukan untuk menghitung

frekuensi harapan. Maka X 2 > X 2 α menyatakan daerah kritis. Teori ini

berlaku dengan syarat frekuensi harapan Ei ≥ 5.

Apabila X 2 > X 2 α, maka tidak ada alasan untuk menolak hipotesis nol dan

disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebelum data awal ini terbukti

normal, maka sebaiknya tidak dilanjutkan pada pengolahan selanjutnya

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

25

sebelum data yang ada diperbaiki dengan menambahkan data yang ada. Jika

keseluruhan data berdistribusi normal, maka baru dilakukan pengujian

validasi data yang meliputi pengujian keseragaman data dan pengujian

kecukupan data.

2.5.3. Uji Keseragaman Data

Pada proses uji keseragaman data ini, data yang telah dikumpulkan dari hasil

pengukuran pendahuluan dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup. Setelah itu data-

data dalam subgrup tersebut diuji keseragamannya dengan memperhatikan apakah

subgrup data tersebut berada dalam batas kontrol.

Langkah-langkah pengujian keseragaman data sebagai berikut :

a. Kelompokkan data-data ke dalam subgrup.

Data pengukuran waktu dikelompokkan ke dalam subgrup yang

beranggotakan sama dan dilakukan secara berurutan

Tabel 2.1 Pengelompokkan Data Waktu Penyelesaian

No. Subgrup

Waktu Penyelesaian Berturut-turut

Rata-rata Subgrup

1 X11 X12 X13…………………X1n

X1

2 :

X21 X22 X23…………………X2n : : :…………………...….:

X2 X3

: : : :……………...……….:

X4

M Xm1 Xm2 Xm3……………….Xmn

Xk

Jumlah Xi

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

26

Dimana:

Xij = data ke-i pada subgrup ke-j

m = jumlah subgrup

n = banyak data dalam subgrup ke-j

b. Hitung rata-rata dan simpangan baku subgrup.

Menghitung rata-rata subgrup

n Σ xij j=1 x j = .............. (2.9) n

Dimana:

x j = harga rata-rata subgrup ke-j

Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata subgroup

m Σ xi i=1 x = ............ (2.10) m Dimana:

x = harga rata-rata dari seluruh subgrup

c. Menghitung simpangan baku sample

N

σ = Σ (xi – x)2 i=1 ………. (2.11)

N – 1

_

_

_

_

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

27

Dimana:

σ = simpangan baku sampel

Menghitung simpangan baku dari distribusi harga rata-rata subgrup dengan :

σ σ = .............. (2.12) n

Dimana : σ x= standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup

d. Menentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) :

BKA = x + Zσ8888 ............. (2.13) BKB = x - Zσ8888 ............. (2.14)

Dimana: Z = nilai fungsi tingkat kepercayaan pada tabel normal

e. Menentukan apakah harga rata-rata subgrup tersebut masuk ke dalam

BKA dan BKB. Jika tidak maka subgrup tersebut harus dibuang, setelah

itu melakukan pengulangan dari langkah di atas hingga data benar-benar

seragam

2.5.4 Uji Kecukupan Data

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah data yang diperoleh telah

cukup untuk mewakili seluruh data yang ada, untuk melakukan perhitungan

selanjutnya.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

28

Data dapat dikatakan cukup apabila diperoleh N’ (jumlah data dari perhitungan)

lebih kecil dari N (jumlah data yang telah ada). Dan sebaliknya bila data kurang

(N’>N) perlu ditambahkan data lagi sebanyak N’ – N (Barnes, 1980).

2 Z x N x s N’ = ............. (2.15)

N Σ xi ( % p)

i=1

Dimana:

x = jumlah total waktu

N = banyak data sebenarnya

N’ = banyak data yang dibutuhkan

% p = tingkat ketelitian

2.6 Menghitung Waktu Baku (Sutalaksana, 1979)

Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai bila semua data yang diperoleh telah

seragam dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang

diinginkan.

Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku, yang diperoleh

dengan langkah-langkah :

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

29

1. Menghitung waktu siklus

N Σ xi ( % p) i=1

Ws = ……… (2.16) N Dimana :

Ws = waktu siklus rata-rata

2. Menghitung waktu normal

Wn = Ws x p …….... (2.17)

Dimana :

Wn = waktu normal

P = faktor penyesuaian

Faktor ini diperhitungkan bila operator bekerja dengan tidak wajar,

sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan

waktu penyelesaian pekerjaan yang normal.

p – 1 bila operator bekerja dengan wajar

p < 1 bila operator bekerja dengan lambat

p > 1 bila operator bekerja dengan cepat

3. Menghitung waktu baku

Wb = Wn x (1 + a) ………. (2.18)

Dimana :

a = kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator untuk

menyelesaikan pekerjaannya.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

30

Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi,

menghilangkan rasa fatique, dan gangguan yang mungkin terjadi yang

tidak dapat dihindarkan oleh operator (Sutalaksana, 1979).

2.6.1 Faktor Penyesuaian

Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan

penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep

pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar (Sutalaksana, 1979).

Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa

kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat karena seolah dikejar

waktu, atau menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Hal-hal inilah

yang mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat atau terlalu lambat

dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu baku yang telah kita cari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara

kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar oleh operator. Bila ketidakwajaran

terjadi, maka pengukur harus menilainya dan berdasarkan penilaian inilah

penyesuaian dilakukan.

2.6.1.1 Beberapa Metode Dalam Menentukan Faktor Penyesuaian

Beberapa metode yang digunakan dalam menentukan faktor penyesuaian adalah :

a. Metode Persentase

Metode ini merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan

penyesuaian dan merupakan cara yang paling mudah dan sederhana.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

31

Kelemahan cara ini adalah mudah terlihat kekurangtelitian sebagai akibat dari

kasarnya cara penilaian. Pada metode ini, faktor penyesuaian sepenuhnya

ditentukan oleh si pengukur melalui pengamatannya selama melakukan

pengukuran.

Waktu normal diperoleh dengan mengalihkan waktu siklus dengan faktor

penyesuainnya (dalam persentase).

b. Metode Schumard

Schumard memberikan batasan penilaian melalui kelas-kelas performansi

kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Tabel berikut ini

merupakan tabel Schumard yang menunjukkan besarnya penyesuaian masing-

masing kelas.

Tabel 2.2 Penyesuaian Schumard

Superfast Fast + Fast Fast – Excellent Good + Good

100 95 90 85 80 75 70

Good – Normal Fair + Fair Fair – Poor

65 60 55 50 45 40

Seseorang dianggap bekerja normal diberi nilai 60, dengan mana

performance kerja yang lain dibandingkan untuk menghitung faktor

penyesuaian.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

32

Misal performance seorang operator adalah good, maka ia diberi nilai 70,

dan faktor penyesuaiannya adalah 70/60 = 1,167. Jika waktu siklus pekerjaan

terhitung 50,4 detik, maka waktu normalnya: Wn = 50,4 x 1,167 = 58,8168

c. Metode Westinghouse

Pada metode ini terdiri dari 4 faktor yang menentukan kewajaran dan

ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja serta

konsistensi. Keterampilan atau skill adalah mengikuti cara kerja yang

ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan kerja tingkat tertentu.

Keterampilan dapat menurun bila terlalu lama tidak menangani pekerjaan

tersebut, kesehatan terganggu, rasa fatique berlebihan, dan lain-lain.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

33

Tabel 2.3. Penyesuaian Menurut Westinghouse

FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN

Superskill A1 A2

0.15 0.13

Excellent B1 B2

0.11 0.08

Good C1 C2

0.06 0.03

Average D 0

Fair E1 E2

- 0.05 - 0.1

KETERAMPILAN

Poor F1 F2

- 0.16 - 0.22

Excessive A1 A2

0.13 0.12

Excellent B1 B2

0.1 0.08

Good C1 C2

0.05 0.02

Average D 0

Fair E1 E2

- 0.04 - 0.08

USAHA

Poor F1 F2

- 0.12 - 0.17

Ideal A 0.06 Excellent B 0.04

Good C 0.02 Average D 0

Fair E - 0.03

KONDISI KERJA

Poor F - 0.07 Perfect A 0.04

Excellent B 0.03 Good C 0.01

Average D 0 KONSISTENSI

Fair E - 0.02

Usaha atau effort merupakan kesungguhan yang diberikan atau ditunjukkan

operator dalam melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja merupakan kondisi

fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

34

ruangan. Faktor ini disebut faktor manajemen karena pihak ini yang

berwenang mengubah dan memperbaikinya.

Tabel 2.1 diatas ini merupakan tabel Westinghouse yang menunjukkan

angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor di atas. Dalam

keadaan wajar faktor p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan

ini harga p ditambah dengan angka-angka yang sesuai dengan keempat faktor

di atas. Misalnya waktu siklus rata-rata = 110,15 dan waktu ini dicapai dengan

keterampilan pekerja yang dinilai fair ( E1 ), usaha good ( C1 ), kondisi good

( C ) dan konsistensi poor ( F ), maka tambahan terhadap p = 1 adalah:

Keterampilan : Fair E1 = -0,05

Usaha : Good C1 = +0,05

Kondisi : Good C = +0,02

Konsistensi : Poor F = -0,04 +

Jumlah = -0,02

Jadi p = 1- 0,02 = 0,98 = 98,147 detik.

d. Metode Objektif

Metode ini memperhatikan 2 faktor yaitu : kecepatan dan tingkat kesulitan

pekerjaan. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan

dalam pengertian biasa. Jika operator bekerja normal maka p = 1.

Kecepatannya terlalu tinggi p > 1 dan kecepatan terlalu lambat p < 1. Cara

menentukan p ini sama dengan cara menentukan faktor penyesuaian dengan

persentase.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

35

Untuk tingkat kesulitan kerja, faktor penyesuaian disebut p2. Tabel berikut

ini merupakan tabel objektif yang menunjukkan berbagai keadaan kesulitan

kerja. Misalnya bila untuk suatu pekerjaan diperlukan gerakan-gerakan lengan

bagian atas, siku, pergelangan tangan dan jari ( C ), tidak ada pedal kaki ( F ),

kedua tangan bekerja bergantian ( L ), alat yang dipakai hanya memerlukan

sedikit kontrol ( O ) dan berat benda yang ditangani 1,38 kg, maka :

Bagian badan yang dipakai : C = 2

Pedal kaki : F = 0

Cara menggunakan kekuatan tangan : H = 0

Koordinasi mata dengan tangan : L = 7

Peralatan : O = 1

Berat : B-3 = 6 +

Jumlah : 16

Sehingga p2 = (1 + 0,16) = 1,16. Faktor penyesuaian dihitung p1 x p2, jika p1

= 0,9 dan p2 = 1,16, maka faktor penyesuaian operator yang bersangkutan

adalah 0,9 x 1,16 = 1,044.

2.6.2. Faktor Kelonggaran

Waktu normal suatu pekerjaan tidak terdiri atas kelonggaran. Suatu hal yang tidak

mungkin bahwa seseorang terus-menerus bekerja seharian tanpa gangguan. Operator

mungkin mengambil waktu untuk kebutuhan pribadi, untuk istirahat, dan hambatan-

hambatan yang tidak dapat dihindarkan.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

36

Terdapat 3 macam faktor kelonggaran, yaitu :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kelonggaran pribadi adalah hal-hal seperti minum

sekedar hanya untuk menghilangkan rasa haus, untuk menghilangkan

ketegangan atau kejemuan dalam bekerja.

Kebutuhan seperti ini adalah hal yang mutlak, bila dilarang akan

mengakibatkan pekerja stress dan tidak dapat bekerja dengan baik.

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin bila menurunnya hasil produksi baik jumlah

maupun kualitas. Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja

untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang

dikeluarkan pekerja lebih besar dari keadaan normal dan hal ini akan

menambahkan rasa fatique.

3. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja pasti mendapatkan hambatan-

hambatan. Hambatan-hambatan ini terbagi atas hambatan yang dapat

dihindarkan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan.

Hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan

mengganggur dengan sengaja. Hal-hal seperti ini dapat dihilangkan.

Yang termasuk dalam hambatan yang tidak terhindarkan

adalah menerima atau meminta petunjuk pengawas, melakukan

penyesuaian mesin, memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat,

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

37

mengasah peralatan gerinda, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini hanya

dapat diusahakan serendah mungkin.

2.6.2.1 Perhitungan Waktu Menggunakan Faktor Kelonggaran

Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal di

atas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah dan hambatan yang

tidak terhindarkan. Dua hal pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel

kelonggaran yang dilampirkan yaitu dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang

sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh

melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Kesemuanya, yang biasanya

masing-masing dinyatakan dalam persentase dijumlahkan dan kemudian mengalihkan

jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.

Misalnya suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk dengan

gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus menerus

dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban ruangan

normal, sirkulasi udara yang baik, tidak bising. Dari tabel didapat persentase

kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk rasa fatique sebagai berikut:

(7 + 0 + 3+ 5 + 2,5 + 2) % = 19,5%

Jika dari sampling pekerjaan didapat bahwa kelonggaran untuk hambatan yang

tidak terhindarkan adalah 5%, maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk

pekerjaan itu adalah (19,5 + 5)% = 24,5%.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

38

Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya

adalah:

5,5 x (1 + 0,245) = 6,85 menit.

2.7 Peta Proses Operasi (Sutalaksana, 1979)

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang memberikan gambaran

mengenai langkah-langkah proses yang dialami bahan baku mengenai urutan-urutan

operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal hingga menjadi produk jadi ataupun

sebagai komponen. Jadi yang akan dibahas dalam suatu peta proses operasi hanya

mengenai kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, hanya saja kadang-kadang

pada akhir dari proses dicatat mengenai proses penyimpanan.

Dengan adanya informasi-informasi yang dapat dicatat melalui peta proses

operasi, maka kita dapat memperoleh manfaatnya, yaitu:

1. Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

2. Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan

memperhitungkan efisiensi tiap operasi/pemeriksaan).

3. Sebagai alat untuk menentukan letak pabrik.

4. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.

5. Sebagai alat untuk latihan kerja.

Untuk dapat membuat (menggambarkan) suatu peta proses operasi dengan baik,

terdapat beberapa prinsip yang penting untuk diikuti:

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

39

1. Pertama-tama pada baris bagian atas dinyatakan “Peta Proses Operasi”

yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta,

tanggal dipetakan, nomor peta dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang

menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan

terjadinya perubahan proses.

4. Pencatatan nomor terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara

berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan

produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Pencatatan nomor terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara

tersendiri dan prinsipnya sama dengan pencatatan nomor untuk kegiatan

operasi.

2.8 Faktor Pembatas Bagi Pengalokasian Elemen Kerja

Dalam melakukan pengalokasian elemen-elemen kerja untuk tiap stasiun kerja

terdapat beberapa faktor pembatas yang perlu dipahami, yaitu :

1. Precedence Constraints

Dalam suatu proses perakitan terdapat dua kemungkinan yang ada, yaitu ada dan

tidak adanya saling ketergantungan antar komponen-komponen dalam proses

pengerjaannya. Apabila tidak ada ketergantungan antar komponen berarti setiap

komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

40

dibutuhkan prosedur penyelesaian untuk menentukan prioritas komponen yang

akan dikerjakan lebih dahulu. Sedangkan apabila terdapat ketergantungan antar

komponen berarti komponen yang satu baru dapat dikerjakan jika komponen

sebelumnya telah selesai dikerjakan. Pembatas ketergantungan inilah yang

dinamakan precedence constraints. Urutan proses dan ketergantungan dapat

digambarkan dalam suatu diagram yang dinamakan precedence diagram.

2. Zoning Constraints

Zoning Constraints atau pembatas daerah yang dimaksud ini terdiri atas :

a. Positive Zoning Constraints (pembatas daerah positif) berarti elemen

pekerjaan tertentu harus diletakkan secara berdekatan

b. Negative Zoning Constraints (pembatas daerah negative) menyatakan apabila

satu elemen pekerjaan lain sifatnya saling menggangu, maka sebaiknya tidak

diletakkan saling berdekatan.

3. Positional Restrictions

Pembatas posisi ini membatasi pengelompokkan elemen-elemen pekerjaan,

karena orientasi produk terhadap operator yang sudah tertentu.

4. Facility Restrictions

Pembatas fasilitas dilakukan akibat adanya suatu fasilitas atau mesin yang tidak

dapat dipindahkan atau sudah merupakan fasilitas tetap.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

41

2.9 Bagian-Bagian Penting Dari Line Balancing (Elsayed, 1994)

Dalam definisi line balancing akan dijelaskan bagian-bagian yang perlu diketahui

dalam line balancing, yaitu :

a. Assembled Product

Produk yang melewati suatu urutan stasiun kerja dimana pekerjaan-pekerjaan

diatur, dan mencapai stasiun kerja akhir.

b. Work Element

Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Jika didefenisikan N

sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

suatu assembly dan I adalah elemen kerja I dalam suatu proses dengan ketentuan

I<1<N

c. Work Station (WS)

Lokasi pada assembly line dimana terdapat elemen-elemen kerja yang mendukung

dalam assembly atau pembuatan suatu produk. Jumlah minimum dari stasiun kerja

adalah K, dimana K harus >1.

d. Cycle Time (CT)

Cycle Time atau disebut juga waktu siklus merupakan waktu rata-rata yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan dua assembly secara berturut-turut, dengan

asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan. Nilai minimum dari

waktu siklus suatu stasiun kerja harus lebih besar atau sama dengan waktu siklus

keseluruhan proses produksi.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

42

e. Balance Delay (BD)

Adalah perbedaan antara waktu stasiun dengan waktu siklus, atau dapat disebut

juga dengan idle time.

f. Precedence Diagram (PD)

Diagram yang menggambarkan urutan-urutan pekerjaan yang harus diselesaikan.

Diagram ini juga menggambarkan saling ketergantungan pekerjaan antara elemen

pekerjaan yang satu dengan elemen pekerjaan yang lain, dimana elemen

pekerjaan yang mendahului tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan

yang didahului dikerjakan lebih dahulu.

Dalam line balancing (keseimbangan lintasan), faktor-faktor yang diperhatikan

adalah (Elsayed, 1994) :

Line Efficiency (Efisiensi Lini)

Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan jumlah

stasiun kerja yang dinyatakan dalam presentase.

k ΣSTi i=1 LE = x 100% ................ (2.19) (k)(CT) Dimana :

Sti = Station Time atau waktu stasiun ke-i

k = Jumlah total stasiun kerja

CT = Cycle Time atau waktu siklus terpanjang

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

43

Balance Delay (BD)

Merupakan selisih antara waktu siklus dengan stasiun atau dengan kata lain

jumlah antara balance delay dan line efficiency sama dengan 1.

BD = 1 – LE …………. (2.20)

Smoothness Index (SI)

Merupakan suatu index yang menunjukkan pencaran relatif dari suatu

keseimbangan lini. Smoothness index sempurna jika nilainya 0 atau disebut

keseimbangan yang sempurna (perfect balance).

k SI = Σ (ST max – Sti )2 …………. (2.21)

i=1

dimana : Stmax = waktu stasiun kerja terlama

Sti = waktu stasiun kerja ke-i

k = jumlah total stasiun kerja

2.10 Urutan Langkah Dalam Line Balancing (Dilworth, 1992)

Urutan-urutan langkah yang perlu diketahui dalam melakukan penyeimbangan lini

adalah :

1. Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini

produksi dan hubungan atau keterkaitan antara pekerjaan tersebut seperti

digambarkan dalam precedence diagram.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-1-00439-TIAS-Bab 2.pdf · (OPC) atau peta proses operasi yang ditransformasikan menjadi

44

2. Menentukan waktu siklus yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus.

Production time per hari CT = ……..…. (2.22) Output per hari (dalam unit ) Dimana : CT = cycle time atau waktu siklus

Production time = waktu kerja efektif

Output = kapasitas produksi

3. Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis yang dibutuhkan untuk

memenuhi pembatas waktu siklus dengan menggunakan rumus :

Jumlah total dari waktu pekerjaan tiap elemen N = …. (2.23) Waktu siklus

4. Memilih metode untuk penyeimbangan lini.

5. Menghitung efisiensi stasiun kerja, efisiensi lini dan kehilangan keseimbangan

lini berdasarkan metode yang dipilih untuk melihat performansi keseimbangan

lintasan produksi.

Rumus efisiensi stasiun kerja adalah :

Efisiensi stasiun kerja = (Ti/Tmax) x 100% ............. (2.24)

Dimana: Ti = waktu proses stasiun kerja

Tmax = waktu proses stasiun kerja yang terlama