bab ii landasan teori - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/301/2/bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perbankan
2.1.1. Pengertian Bank
Tessa Aulia Rahman et. al. (2016) seperti dikutip dari Kasmir
(2015) mendefinisikan bank merupakan Lembaga Keuangan dengan
kegiatan operasional menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan jasa bank
lainnya. Fungsi-fungsi yang dilakukan Bank Umum antara lain
menghimpun dana masyarakat, memberikan kredit, melakukan
mekanisme pembayaran, menciptakan uang giral, menfasilitasi
perdagangan luar negeri, memberi jasa trust, dan menyediakan jasa
yang bersifat off balance sheet (Darmawi., 2006 dalam Tessa Aulia
Rahman et. al., 2016).
Dalam Booklet Perbankan Indonesia tahun 2014 yang dimaksud
dengan perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam
menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama Perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat
serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
12
dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunaan dan hasil-
hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan Indonesia
memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang
kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan
pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan
perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
(Tuti Alawiyah, 2016).
Jika dilihat dari segi katanya maka bank itu berasal dari bahasa
Italia yaitu banco yang artinya kursi. Menurut Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank
adalah Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk
kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat (Irham Fahmi, 2014).
Berdasarkan pengertian bank menurut beberapa ahli di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa bank adalah salah satu kegiatan Lembaga
Keuangan yang memiliki tugas melakukan perantara lalu lintas uang
yang akan dikelola. Perantara lalu lintas uang bank ini termasuk
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari memiliki kelebihan uang
akan disimpan di bank dalam bentuk simpanan dan masyarakat yang
kekurangan/ membutuhkan uang dalam kehidupan sehari-hari akan
meminjam uang di bank dalam bentuk kredit dengan diharapkan
13
kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan taraf hidup rakyat
banyak.
2.1.2. Jenis dan Usaha Bank
Jenis dan usaha bank ini dipelajari oleh pihak-pihak yang
berkepentingan karena sesuatu yang menjadi bagian utama dalam
peristiwa penting dalam kehidupan kita. Kita dalam kehidupannya,
kita menemukan berbagai jenis-jenis bank yang didirikan juga kita
terlibat secara langsung kegiatan bank dalam menghimpun dana,
menyalurkan dana dan memberikan jasa bank lainnya. Sebagian
waktu yang dimiliki kita dapat dipakai untuk mendefinisikan dan
memikirkan masalah tentang peran bank, wawancara yang berkaitan
dengan kegiatan bank yang didirikan, mengenali jenis-jenis bank
yang didirikan, serta melihat dan mendiskusikan dengan teman
masalah kegiatan usaha bank dan jenis-jenis bank didirikan.
Mengacu pada pendapat Meidita Kartikasari (2014) seperti
dikutip dari Kasmir (2003) Jenis perbankan ditinjau dari berbagai
segi adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi fungsinya
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 maka jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari
Bank Umum. Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan prinsip
14
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan Bank Umum, dalam
arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu
pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh
wilayah. Bank Umum sering disebut Bank Komersial
(Commercial Bank). Misalnya: Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit dibandingkan
dengan kegiatan Bank Umum.
2. Dilihat dari segi kepemilikannya
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya adalah sebagai
berikut:
a. Bank Milik Pemerintah
Dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh
pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki
oleh pemerintah pula.
b. Bank Milik Swasta Nasional
Bank Milik Swasta Nasional merupakan bank yang seluruh
atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta
pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian
keuntungannya diambil oleh swasta pula.
15
c. Bank Milik Asing
Bank Milik Asing merupakan cabang dari bank yang ada
diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah
asing suatu negara.
d. Bank Milik Campuran
Bank Milik Campuran merupakan bank yang kepemilikan
sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional.
Dimana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang
oleh Warga Negara Indonesia.
3. Dilihat dari segi status
Dalam praktiknya jenis bank dilihat dari status dibagi ke
dalam dua macam, yaitu:
a. Bank Devisa
Bank yang Berstatus Devisa atau Bank Devisa merupakan
bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau
yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan,
misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri,
travelers cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of Credit
(C/ L), dan transaksi luar negeri lainnya. Persyaratan untuk
menjadi Bank Devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia
setelah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.
16
b. Bank Non Devisa
Bank dengan status Non Devisa atau Bank Non Devisa
merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan transaksi sebagai Bank Devisa, sehingga tidak
dapat melaksanakan transaksi seperti halnya Bank Devisa.
Jadi, Bank Non Devisa merupakan kebalikan dari Bank
Devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-
batas suatu negara.
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam
menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi
dalam 2 kelompok, yaitu:
a. Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini
adalah Bank yang Berorientasi pada Prinsip Konvensional. Hal
ini disebabkan tidak terlepasnya dari sejarah bangsa Indonesia
dibawa oleh kolonial Belanda (Barat). Dalam mencari
keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya,
Bank yang Berdasarkan Prinsip Konvensional menggunakan
dua metode, yaitu:
1) Menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk
simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito.
Demikian pula harga beli untuk produk pinjamannya
17
(kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread
based.
2) Untuk jasa-jasa bank lainnya Perbankan Konvensional
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam
nominal atau presentase tertentu seperti biaya administrasi,
biaya provisi, sewa, iuran, dan biaya-biaya lainnya. Sistem
pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
b. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Penentuan harga Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
terhadap produknya sangat berbeda dengan Bank Berdasarkan
Prinsip Konvensional. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain dalam hal untuk menyimpan dana atau
pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan menjelaskan bahwa usaha Bank Umum meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.
18
4. Membeli, menjual atau meminjam atas risiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan/ atau perintah nasabah.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjam
dana kepada bank lain, baik menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat
berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di Bursa
Efek Indonesia.
11. Membeli melalui pelelangan guna baik semua maupun sebagian
dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban kepada bank,
dengan ketentuan argumen yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.
12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat.
19
13. Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
dapat juga melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah (Meidita
Kartikasari, 2014).
2.1.3. Sumber Dana Bank
Menurut Sandhy Dharmapermata Susanti (2015) menyatakan
bahwa sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam
menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Mengacu pada
pendapat Sandhy Dharmapermata Susanti (2015) seperti dikutip dari
Ismail (2010) Dana bank yang digunakan sebagai alat untuk
melakukan aktivitas usaha dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Dana sendiri
a. Modal disetor
Modal disetor merupakan dana awal yang disetorkan oleh
pemilik pada saat awal bank didirikan.
b. Cadangan
Sebagian dari laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan
modal dan lainnya yang akan digunakan untuk menutup
timbulnya risiko di kemudian hari.
c. Sisa laba
Merupakan akumulasi dari keuntungan yang diperoleh oleh
bank setiap tahun.
20
2. Dana pinjaman
a. Pinjaman dari bank lain di dalam negeri.
b. Pinjaman dari bank atau Lembaga Keuangan di luar negeri.
c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan bukan bank.
3. Dana pihak ketiga
a. Simpanan Giro
Simpanan Giro merupakan simpanan yang diperoleh dari
masyarakat atau pihak ketiga yang sifat penarikannya adalah
dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan Cek dan Bilyet
Giro atau sarana perintah bayar lainnya atau pemindahbukuan.
b. Tabungan
Tabungan merupakan jenis simpanan yang dilakukan oleh
pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu sesuai perjanjian antara bank dan pihak ketiga.
c. Deposito
Deposito merupakan jenis simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan antara bank dengan nasabah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan berbagai sumber
dana bank meliputi jenis penggunaan dana, apakah ada kesempatan
untuk memperoleh dana dari pasar dana, filosofi manajemen bank
yang bersangkutan, jenis sumber dana, hubungan biaya dana dan
penghasilan, ramalan tingkat bunga, dan lamanya (duration) dana itu
21
bisa dipakai. Sumber dana bank ini dipengaruhi 7 faktor tersebut,
membangun mekanisme dan kekuatan manajemen perbankan.
2.2. Laporan Keuangan Bank
2.2.1. Pengertian Laporan Keuangan Bank
Menurut Irham Fahmi (2011) mendefinisikan Laporan Keuangan
merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan
suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan
sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut. Hal itu
sesuai dengan yang diungkapkan Irham Fahmi (2011) seperti dikutip
dari Munawir (2002) Laporan Keuangan merupakan alat yang sangat
penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi
keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang
bersangkutan. Dengan begitu Laporan Keuangan diharapkan akan
membantu bagi para pengguna (users) untuk membuat keputusan
ekonomi yang bersifat finansial.
Menurut Sandhy Dharmapermata Susanti (2015) Perusahaan
baik bank maupun non bank pada suatu waktu (periode tertentu)
akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Hal itu sesuai
dengan yang diungkapkan Sandhy Dharmapermata Susanti (2015)
seperti dikutip dari Kasmir (2012) menyatakan bahwa Laporan
Keuangan Bank adalah Laporan Keuangan yang menunjukkan
kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini dapat
22
diketahui bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya. Laporan ini
juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode.
Keuntungan dengan membaca laporan ini pihak manajemen dapat
memperbaiki kekurangan yang ada serta mempertahankan
keunggulan yang dimilikinya.
Mengacu pada pendapat Santi Budi Utami (2015) seperti dikutip
dalam Ikatan Akuntansi Indonesia menyebutkan bahwa Laporan
Keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada pihak ekstern (luar
perusahaan) harus disusun sedemikian rupa sehingga:
1. Memenuhi keperluan untuk:
a. Memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai
perusahaan tertentu, guna memenuhi keperluan para pemakai
dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi.
b. Menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi
keuangan dan perubahan kekayaan bersih perusahaan.
c. Menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para
pemakai dalam menaksir kemampuan memperoleh laba dari
perusahaan.
d. Menyajikan informasi lain yang diperlukan mengenai
perubahan dalam harta dan kewajiban, serta mengungkapkan
informasi lain yang sesuai dengan keperluan para pemakai.
23
2. Mencapai mutu sebagai berikut:
a. Relevan, agar relevan Laporan Keuangan harus memiliki nilai
prediksi dan nilai umpan balik serta harus disajikan tepat
waktu, baik untuk Laporan Interim maupun untuk Laporan
Tahunan.
b. Jelas dan dapat dimengerti, informasi yang disajikan dapat
dimengerti dengan mudah bagi rata-rata pengguna Laporan
Keuangan.
c. Dapat diuji kebenarannya, informasi harus dapat diuji
kebenarannya. Dapat diuji kebenaran informasi akuntansi
berdasarkan pada keobyektifan dan konsensus.
d. Mencerminkan keadaan perusahaan menurut waktunya secara
tepat.
e. Dapat dibandingkan, informasi keuangan dapat dibandingkan
antara Lembaga Keuangan Syariah dan diantara dua periode
akuntansi yang berbeda bagi Lembaga Keuangan yang sama.
f. Lengkap, lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.
g. Netral, harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan
bukan untuk pihak tertentu saja.
2.2.2. Jenis-Jenis Laporan Keuangan Bank
Proses penyusunan Laporan Keuangan Bank ini akan diberikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan yang membutuhkan,
24
seperti pemegang saham, pemerintah, manajemen, karyawan, dan
masyarakat luas. Laporan Keuangan Bank ini setelah selesai disusun
Laporan Keuangan Bank akan diterbitkan bank. Laporan Keuangan
Bank diterbitkan ini diharapkan dapat memiliki keuntungan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu, pihak-pihak yang
berpentingan juga memiliki tugas, tujuan, dan tanggung jawab dari
Laporan Keuangan Bank yang diterbitkan bank.
Nur Artyka (2015) seperti dikutip dari Taswan (2008) Jenis
Laporan Keuangan Bank terdiri dari:
1. Laporan Keuangan Bulanan
a. Laporan Keuangan Bulanan Bank Umum yang disampaikan
oleh bank kepada Bank Indonesia untuk posisi bulan Januari
sampai dengan Desember akan diumumkan pada home page
Bank Indonesia.
b. Format yang digunakan untuk Laporan Keuangan publikasi
Bulanan tersebut sesuai format pada Laporan Keuangan
Bulanan.
c. Laporan Keuangan Bulanan merupakan Laporan Keuangan
Bank secara individu yang merupakan gabungan antara kantor
pusat bank dengan seluruh kantor bank.
2. Laporan Keuangan Triwulan
Laporan Keuangan Triwulan disusun antara lain untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau
25
hasil usaha bank serta informasi keuangan lainnya kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha
bank. Laporan Keuangan Triwulan yang wajib disajikan adalah:
a. Laporan Keuangan Triwulanan Posisi Akhir Maret dan
September.
b. Laporan Keuangan Triwulan Posisi Juni.
c. Laporan Keuangan Triwulan Posisi Akhir Desember.
3. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan Keuangan Tahunan Bank dimaksudkan untuk
memberikan informasi berkala mengenai kondisi bank secara
menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja bank.
Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
transparansi kondisi keuangan bank kepada publik dan menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Perbankan.
2.2.3. Komponen-Komponen Laporan Keuangan Bank
Mengacu pada pendapat Nur Artyka (2015) seperti dikutip Ikatan
Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 1
(2007) menyatakan bahwa Laporan Keuangan lengkap terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Neraca, yaitu laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu
perusahaan pada tanggal tertentu.
26
2. Laporan Laba Rugi, yaitu laporan yang menunjukkan hasil usaha
dan biaya-biaya selama suatu periode akuntansi.
3. Laporan Perubahan Ekuitas, yaitu laporan yang menunjukkan
sebab-sebab perubahan ekuitas dari jumlah pada awal periode
menjadi ekuitas pada akhir periode.
4. Laporan Arus Kas, menunjukkan arus kas masuk dan keluar yang
dibedakan menjadi arus kas operasi, arus kas investasi, dan arus
kas pendanaan.
5. Catatan atas Laporan Keuangan, berisi informasi keuangan yang
tidak dicantumkan dalam Laporan Keuangan tetapi informasi
tersebut merupakan bagian integral dari Laporan Keuangan.
2.2.4. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Bank
Laporan Keuangan Perbankan yang telah disusun dan disajikan
memiliki beberapa tujuan menyediakan informasi yang dapat
digunakan pihak-pihak berkepentingan untuk menentukan dan
mengambil keputusan yang tepat sasaran dan rasional. Informasi
yang disajikan dan disusun dalam Laporan Keuangan memiliki
karakteristik dapat dipahami, relevansi, dapat dipercaya, dan dapat
dibandingkan oleh pihak-pihak berkepentingan yang menggunakan
Laporan Keuangan adalah deposan, kreditur, pemegang saham,
otoritas pengawasan, Bank Indonesia, pemerintah, Lembaga
Pinjamin Simpanan, dan masyarakat. Selain itu, Laporan Keuangan
27
juga memberikan informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan,
kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu bank pada suatu
periode.
Menurut Tuti Alawiyah (2016) menyatakan bahwa tujuan
Laporan Keuangan Bank adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kas yang dapat dipercaya mengenai posisi
keuangan perusahaan (termasuk bank) pada suatu saat tertentu.
2. Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
hasil usaha perusahaan selama periode akuntansi tertentu.
3. Memberikan informasi yang dapat membantu pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menilai atau menginterpretasikan kondisi
dan potensi suatu perusahaan.
4. Memberikan informasi penting yang lainnya yang relevan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan dengan Laporan
Keuangan yang bersangkutan.
Laporan Keuangan Perbankan memiliki beberapa tujuan yang
telah diungkapkan dari Tuti Alawiyah (2016) tersebut. Selain itu,
Laporan Keuangan Perbankan juga memberikan manfaat kepada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan Bank.
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan Bank
ini berbeda dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
Laporan Keuangan Perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap Laporan Keuangan Bank adalah pemegang saham,
28
pemerintah, manajemen, karyawan, dan masyarakat luas. Sedangkan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan
Perusahaan adalah kreditur, investor, akuntan publik, karyawan
perusahaan, bapepam, underwriter, konsumen, pemasok, Lembaga
Penilai, asosiasi perdagangan, pengadilan, akademis dan peneliti,
pemda, pemerintah pusat, pemerintah asing, dan organisasi
internasional.
Mengacu pada pendapat Santi Budi Utami (2015) seperti dikutip
dari Muhammad (2005) menyatakan bahwa manfaat informasi yang
disajikan dalam Laporan Keuangan antara lain meliputi:
1. Untuk pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan.
2. Untuk menilai prospek arus kas baik penerimaan maupun
pengeluaran kas di masa datang.
3. Mengenal sumber daya ekonomi (economic resources) bank,
kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada
entitas lain atau pemilik saham, serta kemungkinan terjadinya
transaksi dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan
sumber daya tersebut.
4. Mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, termasuk
pendapatan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta
penggunaannya.
29
5. Untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan
pada tingkat keuntungan investasi terikat.
6. Mengenal pemenuhan fungsi sosial bank termasuk pengelolaan
dan penyaluran zakat.
2.3. Tingkat Kesehatan Bank
Khisti Minarrohmah et. al. (2014) seperti dikutip dari Kasmir (2008)
Tingkat kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Tingkat kesehatan suatu bank jika dilihat dari
pendapat tersebut dapat dikatakan sehat atau tidak. Laporan Keuangan suatu
Bank dapat mencerminkan kondisi dan kinerja bank tersebut. Bank wajib
menjaga tingkat kesehatannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank.
Tingkat kesehatan bank adalah kondisi keuangan dan manajemen bank
diukur melalui rasio-rasio hitung (Heidy Arrvida Lasta et. al., 2014). Heidy
Arrvida Lasta et. al. (2014) seperti dikutip dari Sunarti (2011) Tingkat
kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, yaitu pemilik
dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan Bank Indonesia
selaku pembina dan pengawas bank-bank yang ada di Indonesia.
30
Tessa Aulia Rahman et. al. (2016) seperti dikutip dari Siamat (2005)
menyatakan bahwa penilaian kesehatan bank dibagi menjadi penilaian
kuantitatif yaitu penilaian tentang kondisi keuangan bank dan penilaian
kualitatif tentang manajemen dan kepatuhan bank. Perbankan harus dinilai
kesehatannya agar tetap prima dalam melayani nasabahnya. Penilaian
kesehatan bank dilakukan setiap tahun untuk melihat adanya peningkatan
atau penurunan kesehatan.
2.4. Profil Risiko (Risk Profile)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 menyebutkan
bahwa penilaian terhadap faktor profil risiko sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 Huruf a merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan
terhadap 8 risiko yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko
reputasi. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko melekat
pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang
tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Penilaian
kualitas penerapan manajemen risiko merupakan penilaian terhadap aspek:
(i) tata kelola risiko; (ii) kerangka manajemen risiko; (iii) proses manajemen
risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem informasi
manajemen; serta (iv) kecukupan sistem pengendalian risiko dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Definisi dan
31
cakupan terhadap masing-masing risiko mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum.
Peneliti dalam menilai profil risiko dalam penelitian ini menggunakan 2
indikator adalah sebagai berikut:
1. Risiko kredit
Lisa (2017) seperti dikutip dari Rivai et. al. (2013) Risiko kredit
adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty)
memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai
aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury
dan investasi, dan pembiayan perdagangan, yang tercatat dalam banking
book maupun trading book. Peneliti menilai risiko kredit dalam
penelitian ini dengan menggunakan rasio NPL (Non Performing Loan).
Menurut Ni Putu Noviantini Permata Yessi et. al. (2015) menyatakan
bahwa bank dapat menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL)
untuk indikator memprediksi kelangsungan hidup bank. Non Performing
Loan (NPL) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah dari keseluruhan kredit yang
diberikan oleh bank yang kolektibilitasnya kurang lancar, diragukan dan
macet dari kredit yang diberikan secara keseluruhan.
NPL = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
32
Tabel 2. 1.
Predikat Non Performing Loan Bank
No. Rasio Predikat
1 0% < NPL < 2% Sangat Baik
2 2% < NPL ≤ 5% Baik
3 5% < NPL ≤ 8% Cukup Baik
4 8% < NPL ≤ 11% Kurang Baik
5 NPL > 11% Tidak Baik Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
2. Risiko likuiditas
Lisa (2017) seperti dikutip dari Rivai et. al. (2013) menyatakan
bahwa risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank
tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh waktu. Peneliti
menilai risiko likuiditas dengan melakukan analisis rasio LDR (Loan to
Deposit Ratio).
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur
komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah
dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya Loan to
Deposit Ratio (LDR) menurut peraturan pemerintah maksimum adalah
110% (Kasmir, 2015).
LDR = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
Tabel 2. 2.
Predikat Loan to Deposit Ratio Bank
No. Rasio Predikat
1 50% < LDR ≤ 75% Sangat Baik
2 75% < LDR ≤ 85% Baik
3 85% < LDR ≤ 100% Cukup Baik
4 100% < LDR ≤ 120% Kurang Baik
5 LDR > 120% Tidak Baik Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
33
Tabel 2. 3.
Matriks Peringkat Profil Risiko
Peringkat Definisi
Peringkat 1 Profil risiko bank yang termasuk dalam peringkat ini
pada umumnya memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang
dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang
dihadapi bank dari risiko inheren komposit
tergolong sangat rendah selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara
komposit sangat memadai. Meskipun terdapat
kelemahan minor, tetapi kelemahan tersebut dapat
diabaikan.
Peringkat 2 Profil risiko bank yang termasuk dalam peringkat ini
pada umumnya memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang
dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang
dihadapi bank dari risiko inheren komposit
tergolong rendah selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara
komposit memadai. Meskipun terdapat kelemahan
minor, tetapi kelemahan tersebut perlu
mendapatkan perhatian manajemen.
Peringkat 3 Profil risiko bank yang termasuk dalam peringkat ini
pada umumnya memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang
dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang
dihadapi bank dari risiko inheren komposit
tergolong cukup tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara
komposit cukup memadai. Meskipun persyaratan
minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan
yang membutuhkan perhatian manajemen dan
perbaikan.
Peringkat 4 Profil risiko bank yang termasuk dalam peringkat ini
pada umumnya memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang
dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang
34
dihadapi bank dari risiko inheren komposit
tergolong tinggi selama periode waktu tertentu di
masa datang.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara
komposit kurang memadai. Terdapat kelemahan
signifikan pada berbagai aspek manajemen risiko
yang membutuhkan tindakan korektif segera.
Peringkat 5 Profil risiko bank yang termasuk dalam peringkat ini
pada umumnya memiliki karakteristik antara lain
sebagai berikut:
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang
dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang
dihadapi bank dari risiko inheren komposit
tergolong sangat tinggi selama periode waktu
tertentu di masa datang.
Kualitas penerapan manajemen risiko secara
komposit tidak memadai. Terdapat kelemahan
signifikan pada berbagai aspek manajemen risiko di
mana tindakan penyelesaiannya di luar kemampuan
manajemen. Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
2.5. Good Corporate Governance
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29
April 2013 menyebutkan bahwa penilaian faktor GCG merupakan penilaian
terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip GCG, dengan
memperhatikan signifikansi atau materialitas suatu permasalahan terhadap
penerapan GCG pada bank secara bank-wide, sesuai skala, karakteristik dan
kompleksitas usaha bank. Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima)
prinsip dasar GCG sebagaimana dimaksud dalam butir 1. A. Bank
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala paling kurang
terhadap 11 (sebelas) faktor penilaian pelaksanaan GCG dan informasi
lainnya yang terkait penerapan GCG bank, sebagaimana dimaksud dalam
butir 1. B. Penilaian sendiri (self asssessment) tersebut dilakukan secara
35
komprehensif dan terstruktur yang diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek
governance yaitu governance structure, governance process, dan
governance outcome, sebagai suatu proses yang berkesinambungan.
Menurut Komang Mahendra Pramana dan Luh Gede Sri Artini (2016)
menyatakan bahwa aspek yang dinilai dalam komponen GCG terdiri dari
sebelas faktor utama dengan bobot masing-masing. Setelah mendapatkan
bobot dari masing-masing aspek, dilanjutkan dengan menetapkan hasil
peringkat dengan penetapan klasifikasi peringkat komposit sesuai dengan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tahun 2007.
Tabel 2. 4.
Aspek Penilaian Good Corporate Governance
No Aspek yang dinilai Bobot
1 Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Komisaris
10%
2 Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi 20%
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite 10%
4 Penanganan Benturan Kepentingan 10%
5 Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank 5%
6 Penerapan Fungsi Audit Intern 5%
7 Penerapan Fungsi Audit Ekstern 5%
8 Penerapan Fungsi Manajemen Risiko dan Pengendalian
Intern
7,5%
9 Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait (Related Party)
dan Debitur Besar (Large Exposure)
7,5%
10 Transparan Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Bank,
Laporan Pelaksanaan GCG dan Laporan Internal
15%
11 Rencana Strategi Bank 5% Sumber: SE BI No. 9/12/DPNP/2007
Menurut Dewa Gede Derian Angga Paramartha dan I Ketut Mustanda
(2017) menyatakan bahwa penilaian terhadap faktor GCG merupakan
penilaian terhadap manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia GCG didasarkan pada
36
3 aspek utama yaitu Governance Structure, Governance Process, dan
Governance Outcome.
Tabel 2. 5.
Matriks Kriteria Penetapan Peringkat
Good Corporate Governance
Peringkat Kriteria Keterangan
1 Memiliki NK < 1,5 Sangat Sehat
2 Memiliki NK 1,5 ≤ NK < 2,5 Sehat
3 Memiliki NK 2,5 ≤ NK < 3,5 Cukup Sehat
4 Memiliki NK 3,5 ≤ NK < 4,5 Kurang Sehat
5 Memiliki NK 4,5 ≤ NK < 5 Tidak Sehat Sumber: SE BI No. 9/12/DPNP/2007
Tabel 2. 6.
Matriks Peringkat Faktor GCG
Peringkat Definisi
1 Mencerminkan manajemen bank telah melakukan
penerapan Good Corporate Governance yang secara
umum sangat baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas
prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang sangat
memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governance maka secara umum
kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera
dilakukan perbaikan oleh manajemen bank.
2 Mencerminkan manajemen bank telah melakukan
penerapan Good Corporate Governance yang secara
umum baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas prinsip-
prinsip Good Corporate Governance yang memadai.
Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip
Good Corporate Governance maka secara umum
kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat
diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen
bank.
3 Mencerminkan manajemen bank telah melakukan
penerapan Good Corporate Governance yang secara
umum cukup baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas
prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang cukup
memadai. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governance maka secara umum
kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan
perhatian yang cukup dari manajemen bank.
4 Mencerminkan manajemen bank telah melakukan
penerapan Good Corporate Governance yang secara
umum kurang baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas
37
prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang kurang
memadai. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip
Good Corporate Governance maka secara umum
kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan
yang menyeluruh oleh manajemen bank.
5 Mencerminkan manajemen bank telah melakukan
penerapan Good Corporate Governance yang secara
umum tidak baik. Hal ini tercermin dari penerapan atas
prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang tidak
memadai. Kelemahan dalam penerapan prinsip Good
Corporate Governance maka secara umum kelemahan
tersebut sangat signifikan dan sulit untuk perbaiki oleh
manajemen bank. Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
2.6. Rentabilitas (Earning)
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 menyebutkan bahwa penilaian faktor rentabilitas meliputi
evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas,
kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur,
stabilitas rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja
peer group, baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam
menentukan peer group, bank perlu memperhatikan skala bisnis,
karakteristik, dan/ atau kompleksitas usaha bank serta ketersediaan data dan
informasi yang dimiliki.
Peneliti melakukan penilaian earning dalam penelitian ini dengan
menggunakan 4 indikator adalah sebagai berikut:
38
1. Return On Asset (ROA)
Menurut Ana Roisatul Janah (2016) menyatakan bahwa Return On
Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh laba secara keseluruhan.
ROA = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
Tabel 2. 7.
Predikat Return On Asset Bank
No. Rasio Predikat
1 ROA ≥ 2% Sangat Memadai
2 1,25% < ROA ≤ 2% Memadai
3 0,50% < ROA ≤ 1,25% Cukup Memadai
4 0% < ROA < 0,50% Kurang Memadai
5 ROA ≤ 0% Tidak Memadai Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
2. Return On Equity (ROE)
Menurut Irham Fahmi (2014) mendefinisikan bahwa rasio ROE
(Return On Equity) disebut juga dengan laba atas equity dibeberapa
referensi disebut juga dengan rasio total asset turnover atau perputaran
total aset. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan
laba atas ekuitas.
ROE = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
39
Tabel 2. 8.
Predikat Return On Equity Bank
No. Rasio Predikat
1 ROE ≥ 20% Sangat Memadai
2 12,51% < ROE ≤ 20% Memadai
3 5,01% < ROE ≤ 12,5% Cukup Memadai
4 0% < ROE < 5% Kurang Memadai
5 ROE ≤ 0% Tidak Memadai Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
3. Net Interest Margin (NIM)
Menurut Jayanti Mandasari (2015) menyatakan bahwa NIM (Net
Interest Margin) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam mengendalikan biaya-biaya. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
NIM = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
Tabel 2. 9.
Predikat Net Interest Margin Bank
No. Rasio Predikat
1 NIM ≥ 5 % Sangat Memadai
2 2,01% < NIM ≤ 5% Memadai
3 1,5% < NIM ≤ 2,00% Cukup Memadai
4 0% < NIM < 1,49% Kurang Memadai
5 NIM ≤ 0% Tidak Memadai Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
4. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Tan Sau Eng (2013) mendefinisikan bahwa Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank.
BOPO = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
40
Tabel 2. 10.
Predikat Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
Bank
No. Rasio Predikat
1 BOPO ≥ 83 % Sangat Memadai
2 83,1% < BOPO ≤ 85% Memadai
3 85,1% < BOPO ≤ 87% Cukup Memadai
4 87,1% < BOPO < 89% Kurang Memadai
5 BOPO ≤ 89% Tidak Memadai Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
Tabel 2. 11.
Matriks Peringkat Faktor Rentabilitas
Peringkat Definisi
1 Rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan
mendukung pertumbuhan permodalan bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi
seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik
berikut:
Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas)
sangat memadai.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core
earnings sangat dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings
sangat stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang sangat tinggi.
Pelaksanaan fungsi sosial bank dilaksanakan dengan
sangat baik dan signifikan.
2 Rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung
pertumbuhan permodalan bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi
seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik
berikut:
Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas)
memadai.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core
earnings dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings
stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang tinggi.
Pelaksanaan fungsi sosial bank dilaksanakan dengan
baik dan cukup signifikan.
3 Rentabilitas cukup memadai, laba melebihi target, namun
41
terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat
menyebabkan penurunan laba namun cukup dapat
mendukung pertumbuhan permodalan bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi
seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik
berikut:
Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas)
cukup memadai.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core
earnings cukup dominan namun terdapat pengaruh yang
cukup besar dari non core earnings.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings
cukup stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang cukup baik.
Pelaksanaan fungsi sosial bank dilaksanakan dengan
cukup baik.
4 Rentabilitas kurang memadai, laba tidak menentukan
target, dan diperkirakan akan tetap seperti kondisi tersebut
di masa datang sehingga kurang dapat mendukung
pertumbuhan permodalan bank dan kelangsungan usaha
bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi
seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik
berikut:
Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas)
tidak memadai atau bank mengalami kerugian.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core
earnings tidak dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings
kurang stabil.
Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan
prospek laba di masa datang kurang baik atau bahkan
dapat berpengaruh negatif terhadap permodalan bank.
Pelaksanaan fungsi sosial bank yang dilaksanakan
kurang memadai/ kurang baik.
5 Rentabilitas tidak memadai, laba tidak memenuhi target,
dan tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan
kinerja laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha
bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi
seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik
berikut:
Bank mengalami kerugian yang signifikan.
Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core
42
earnings tidak dominan.
Komponen-komponen yang mendukung core earnings
tidak stabil.
Kerugian bank mempengaruhi permodalan secara
signifikan.
Pelaksanaan fungsi sosial bank belum dilaksanakan. Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
2.7. Permodalan (Capital)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tanggal 5
Januari 2011 menyebutkan bahwa penilaian terhadap faktor permodalan
(capital) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf d meliputi penilaian
terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Hal
itu sesuai dengan yang diungkapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No.
13/1/PBI/2011 Pasal 7 Ayat 4 menyebutkan bahwa penilaian terhadap
tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan dilakukan bank
dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas, dengan
memperhatikan kinerja peer group serta manajemen permodalan bank, baik
melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Analisis aspek
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan indikator utama. Selain itu,
apabila diperlukan dapat ditambahkan penggunaan indikator pendukung
lainnya untuk mempertajam analisis, yang disesuaikan dengan skala bisnis,
karakteristik, dan/ atau kompleksitas usaha bank. Analisis aspek kualitatif
dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan manajemen permodalan
dan kemampuan akses permodalan.
43
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan rasio CAR (Capital
Adequacy Ratio) untuk menilai faktor capital. Menurut Khisti Minarohmah
et. al. (2014) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank
untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko. Hal itu sesuai dengan
yang diungkapkan Khisti Minarrohman et. al. (2014) seperti dikutip dari
Kasmir (2008) menjelaskan Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio
yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang
dibiayai dari dana modal sendiri bank baik dari sumber-sumber di luar bank,
seperti dana masyarakat pinjaman (utang), dan lain-lain.
CAR = x 100%
Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
Tabel 2. 12.
Predikat Capital Adequacy Ratio Bank
No Rasio Predikat
1 KPMM ≥ 12% Sangat Memadai
2 9% ≤ KPMM < 12% Memadai
3 8% ≤ KPMM < 9% Cukup Memadai
4 6% < KPMM < 8% Kurang Memadai
5 KPMM ≤ 6% Tidak Memadai Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP
Tabel 2. 13.
Matriks Peringkat Faktor Permodalan
Peringkat Definisi
1 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
sangat memadai relatif terhadap profil risikonya, yang
disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat
sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas
usaha bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang sangat
44
memadai, sangat mampu mengantisipasi seluruh risiko
yang dihadapi, dan mendukung ekspansi usaha bank ke
depan.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya sangat
baik, permanen, dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang
dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan
sangat memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang sangat baik
dan/ atau memiliki proses penilaian kecukupan modal
yang sangat baik sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis
serta kompleksitas usaha dan skala bank.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang sangat
baik dan/ atau memiliki dukungan permodalan dari
kelompok usaha atau perusahaan induk.
2 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai
dengan pengelolaan permodalan yang kuat sesuai dengan
karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas usaha bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang memadai dan
dapat mengantisipasi hampir seluruh risiko yang
dihadapi.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya baik,
permanen, dapat menyerap kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang
dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan
memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang baik dan/
atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang
baik.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang baik dan/
atau terdapat dukungan permodalan dari kelompok usaha
atau perusahaan induk.
3 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
cukup memadai relatif terhadap profil risikonya, yang
disertai dengan pengelolaan permodalan yang cukup kuat
sesuai dengan karakteristik, skala usaha, dan kompleksitas
usaha bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang cukup
memadai, dan cukup mampu mengantisipasi risiko yang
dihadapi.
45
Kualitas komponen permodalan pada umumnya cukup
baik, cukup permanen, dan cukup dapat menyerap
kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang
dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan
cukup memadai.
Bank memiliki manajemen permodalan yang cukup baik
dan/ atau memiliki proses penilaian kecukupan modal
yang cukup baik.
Bank memiliki akses sumber permodalan yang cukup
baik, namun dukungan dari grup usaha atau perusahaan
induk dilakukan tidak secara eksplisit.
4 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
kurang memadai relatif terhadap profil risikonya, yang
disertai dengan pengelolaan permodalan yang lemah
dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha, dan
kompleksitas usaha bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang kurang
memadai dan tidak dapat mengantisipasi seluruh risiko
yang dihadapi.
Kualitas komponen permodalan pada umumnya kurang
baik, kurang permanen, dan kurang dapat menyerap
kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang
kurang dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi.
Bank memiliki manajemen permodalan yang kurang
baik dan/ atau memiliki proses penilaian kecukupan
modal yang kurang baik.
Bank kurang mampu melakukan akses pada sumber-
sumber permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari
grup usaha atau perusahaan induk.
5 Bank memiliki kualitas dan kecukupan permodalan yang
tidak memadai relatif terhadap profil risikonya, yang
disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat lemah
dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha, dan
kompleksitas usaha bank.
Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh
atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut:
Bank memiliki tingkat permodalan yang tidak memadai,
sehingga bank harus menambah modal untuk
mengantisipasi seluruh risiko yang dihadapi saat kondisi
normal dan krisis.
Kualitas instrumen permodalan pada umumnya tidak
46
baik, tidak permanen, dan tidak dapat menyerap
kerugian.
Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang tidak
dapat menutup seluruh risiko yang dihadapinya.
Bank memiliki manajemen permodalan yang tidak baik
dan/ atau memiliki proses penilaian kecukupan modal
yang tidak baik.
Bank tidak mampu melakukan akses pada sumber-
sumber permodalan, dan tidak terdapat dukungan dari
grup usaha atau perusahaan induk. Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP
2.8. Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, and Capital (RGEC)
Menurut Sandhy Dharmapermata Susanti (2015) menyatakan bahwa
nilai komposit untuk rasio keuangan masing-masing komponen yang
menempati peringkat komposit akan bernilai sebagai berikut:
a. Peringkat 1 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 5.
b. Peringkat 2 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 4.
c. Peringkat 3 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 3.
d. Peringkat 4 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 2.
e. Peringkat 5 = setiap kali ceklist dikalikan dengan 1.
Nilai komposit yang telah diperoleh dari mengalikan tiap ceklist kemudian
ditentukan bobotnya dengan mempresentasikan. Adapun bobot/ persentase
untuk menentukan peringkat komposit keseluruhan komponen sebagai
berikut:
47
Tabel 2. 14.
Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
dengan Menggunakan Metode RGEC
Bobot Peringkat Komposit Keterangan
86-100 PK1 Sangat Sehat
71-85 PK2 Sehat
61-70 PK3 Cukup Sehat
41-60 PK4 Kurang Sehat
<40 PK5 Tidak Sehat Sumber: Refmasari dan Setiawan, 2014
Peringkat Komposit = x 100%
Sumber: Refmasari dan Setiawan, 2014
Tabel 2. 15.
Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit
Peringkat Penjelasan
PK1 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat
sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari
peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko,
penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara
umum sangat baik. Apabila terdapat kelemahan maka
secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan.
PK2 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat
sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor
eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-faktor
penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik.
Apabila terdapat kelemahan maka secara umum
kelemahan tersebut kurang signifikan.
PK3 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup
sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari
peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko,
penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara
umum cukup baik. Apabila terdapat kelemahan maka
secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan
apabila tidak berhasil diatasi dengan baik oleh
manajemen dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.
PK4 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang
sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi
48
bisnis dan faktor eksternal lainnya tercermin dari
peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko,
penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara
umum kurang baik. Terdapat kelemahan secara umum
signifikan dan tidak dapat diatasi dengan baik oleh
manajemen serta mengganggu kelangsungan usaha bank.
PK5 Mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh
negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat faktor-
faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG,
rentabilitas, dan permodalan yang secara umum kurang
baik. Terdapat kelemahan yang secara umum sangat
signifikan sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan
dukungan dana dari pemegang saham atau sumber dana
dari pihak lain untuk memperkuat kondisi keuangan bank. Sumber: SE BI No. 13/24/DPNP/2011
2.9. Penelitian Relevan
1. Dewa Gede Derian Angga Paramartha dan I Ketut Mustanda (2017)
Dewa Gede Derian Angga Paramartha dan I Ketut Mustanda (2017)
melakukan penelitian yang mengambil topik tentang Analisis Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank pada PT Bank Central Asia Tbk Berdasarkan
Metode RGEC. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kesehatan bank dengan menggunakan metode RGEC pada PT Bank
Central Asia Tbk pada tahun 2012-2014. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa selama periode 2012 sampai tahun 2014 Bank Central Asia selalu
mendapatkan peringkat 1 atau sangat sehat. Perhitungan rasio NPL dan
rasio LDR menggambarkan bank telah mengelola risikonya dengan
sangat baik. Penilaian GCG menunjukkan tata kelola perusahaan telah
dilaksanakan dengan baik. Perhitungan rasio ROA dan rasio NIM
49
menunjukkan kemampuan bank dalam mencapai laba yang tinggi, dan
perhitungan rasio CAR selalu berada di atas batas minimum Bank
Indonesia dianggap mampu dalam mengelola permodalannya.
2. Khisti Minarrohmah et. al. (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Khisti Minarrohmah et. al. (2014)
mengambil judul tentang Analisis Tingkat Kesehatan Bank dengan
Menggunakan Pendekatan RGEC (Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earning, Capital) (Studi pada PT Bank Central Asia
Periode 2010-2012). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat
kesehatan Bank Central Asia (BCA) tahun 2010-2012. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa risiko kredit BCA sangat baik,
berdasarkan dari kriteria penetapan peringkat nilai rasio NPL. BCA
memiliki rasio <2%. Rasio NPL BCA pada tahun 2011 merupakan tahun
dimana BCA mengalami tingkat risiko paling rendah yaitu 1,26%. Pada
tahun 2010 dan 2012 risiko kredit BCA mengalami peningkatan
dikarenakan banyaknya kredit yang dikategorikan macet sedangkan
kredit yang diberikan juga meningkat. Berdasarkan dari faktor
permodalan yang dianalisis dengan risiko CAR, BCA mengalami
penurunan rasio CAR pada tahun 2010. Pada tahun 2011 rasio CAR
BCA mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan aktiva bank
yang mengandung risiko mengalami kenaikan cukup besar yang tidak
diimbangi juga dengan kenaikan total modal yang cukup besar.
3. Tessa Aulia Rahman et. al. (2016)
50
Tessa Aulia Rahman et. al. (2016) mengambil topik tingkat kesehatan
bank dengan judul “Analisis Kinerja Perbankan dengan Pendekatan
RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, and
Capital) untuk Mengetahui Tingkat Kesehatan Bank (Studi pada Bank
BUMN dan Bank Pembangunan Daerah Periode 2012-2014).” Penelitian
ini yang dilakukan Tessa Aulia Rahman et. al. (2016) memiliki tujuan
untuk mengetahui kinerja dan kesehatan Bank BUMN dan Bank
Pembangunan Daerah periode 2012-2014. Penilaian kinerja dengan rasio
NPL dan rasio LDR menunjukkan rata-rata tahun 2012-2014 meningkat
mencerminkan meningkatnya risiko bank. Penilaian kinerja dengan 11
aspek GCG tahun 2012-2014 menunjukkan tata kelola manajemen bank
secara umum baik. Penilaian kinerja dengan rasio ROA dan rasio NIM
menunjukkan peningkatan rata-rata pada 2013 mencerminkan rasio
rentabilitas meningkat, pada 2014 rata-rata rasio ROA dan rasio NIM
menurun. Penilaian kinerja dengan rasio CAR menunjukkan rata-rata
pada 2013 menurun, pada 2014 rata-rata rasio NIM naik mencerminkan
kecukupan modal usaha meningkat. Hasil pemeringkatan kesehatan
menunjukkan BNI, BRI, Mandiri, dan Bank Jatim tahun 2012-2014
secara umum sangat sehat, sedangkan BTN dan Bank BJB tahun 2012-
2014 secara umum sehat. Bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah
diharapkan mengurangi kredit bermasalah, meminimalisir risiko
likuiditas, memperbaiki tata kelola manajemen dan meningkatkan
kinerjanya agar kesehatan bank tetap terjaga.
51
2.10. Kerangka Pemikiran Teoritis
Pembuatan kerangka pemikiran teoritis memperhatikan pengembangan
model penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Nur Artyka (2015),
dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian tingkat kesehatan bank pada PT
Bank BPD DIY Tbk dengan menggunakan metode RGEC periode 2013-
2015. Kerangka pemikiran teoritis ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 1.
Model Penelitian
Sumber: diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Nur Artyka (2015)
PT Bank BPD DIY Tbk
Laporan Keuangan
Metode RGEC
Good
Corporate
Governance
Risk
Profile
Earning
Capital
NPL
LDR
ROA
CAR
Analisis Data keuangan
Kesehatan Bank: Sangat Sehat/
Sehat/ Cukup sehat/ Kurang
sehat/ Sehat/ Tidak sehat
ROE
NIM
BOPO