bab ii landasan teori - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/50096/2/bab ii.pdf · 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Baja
2.1.1 Pengertian Baja
Baja dapat didefinisikan sebagai suatu campuran dari besi dan karbon,
dimana unsur karbon (C) menjadi dasar campurannya. Disamping itu, baja juga
mengandung unsur lain seperti sulfur(S), fosfor(P), silikon (Si) dan magnesium
(Mg) yang jumlahnya dibatasi. Menurut eunorom, baja adalah sebuah paduan
dari besi karbon dan unsur-unsur lain, dimana kadar karbonnya jarang melebihi
2% (Tanjung, F.A., Jufri, M., & Saifullah, 2018)
2.1.2 Definisi Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan kadar
karbon mencapai 2%. Di samping kedua unsur itu di dalam baja terdapat pula
unsur-unsur dalam jumlah kecil, seperti Mangan (Mn), Silicon (Si), Fosfor (P),
Belerang (S). Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon itu sendiri,
karena itu baja ini dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon
rendah, yaitu baja dengan kadar karbon kurang dari 0,30%, baja karbon sedang
mengandung karbon 0,30% – 0,45%. Sedangkan baja karbon tinggi mengandung
karbon 0,45% - 2,00%. Apabila kadar karbon tinggi, maka kekuatan dan
kekerasannya semakin tinggi. (Rajagukguk & winata, 2013)
Pada umumnya baja karbon dapat dilas dengan seluruh proses
pengelasan, baik pengelasan busur listrik, gas, tahan listrik atau jenis
8
pengelasan lain. Akan tetapi kualitas berbeda, maka setiap pengelasan hanya
cocok di terapkan untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya untuk mengelas pelat
yang relatif tebal, proses pengelasan SAW lebih efisien dibandingkan dengan
pengelasan gas.
Berdasarkan klasifikasi baja karbon, baja yang mempunyai sifat weld
ability yang baik adalah baja karbon rendah. Dari dua faktor itu harden ability dan
kepekaan terhadap retak. Baja karbon rendah yang dilas dengan elektroda yang
terbuat dari baja karbon rendah juga, maka harga kekerasan yang dihasilkan relatif
rendah pula sehingga kepekaan retak relatif lebih rendah juga. Baja karbon paduan
antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu sifat karbon sangat
tergantung pada karbon yang dikandung dalam baja tersebut. Baja karbon dapat
diklasifikasikan berdasarkan kadar karbon, keuletannya dan kekerasannya baja
karbon terdiri dari tiga macam yaitu :
1. Baja karbon rendah (0,08%% - 0,30%)
Baja karbon rendah juga disebut baja lunak, biasanya digunakan untuk
konstruksi umum seperti pembuatan mur, baut, ulir sekrup, peralatan senjata,
alat pengangkat presisi, batang tarik dan perkakas silinder. Baja ini mudah dilas
dengan proses pengelasan yang ada dan hasil sambungannya berkualitas tinggi.
Baja karbon rendah mempunyai kepekaan retak las yang rendah bila
dibandingkan dengan baja karbon lain atau dengan baja karbon paduan.
2. Baja karbon sedang (0,030% - 0,050%)
Baja ini dapat dilas dengan berbagai flusi, teknik dan bahan yang
digunakan di tuntun oleh karakteristik metalurgi pada logam dasarnya. Baja
karbon sedang dapat digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda
9
gigi otomotif, proses penghubungan, poros engkol, sekrup sungkup dan alat
angkat presisi.
3. Baja karbon tinggi (0,50% - 0,80%)
Baja karbon tinggi dibuat dengan cara di giling panas. Pembentukan
baja dilakukan dengan cara menggerinda permukaanya, misalnya batang bor
dan batang datar. Apabila baja ini digunakan untuk bahan produksi maka harus
dikerjakan dalam keadaan panas dan digunakan untuk peralatan mesin-mesin
berat, batang pengontrol, alat-alat tangan seperti palu, obeng tang kunci mur,
baja pelat, pegas kumparan dan sejumlah alat permainan. Proses pengelasan
yang dapat dimanfaatkan untuk baja karbon tinggi adalah gas, busur terlingung
, busur rendam, rermit, tahanan dan tekanan gas. (Tanjung, F.A., Jufri, M., &
Saifullah, 2018)
2.1.3 Baja Karbon Rendah ASTM A36
Baja ASTM A36, yang juga dikenal sebagai SS400 JIS 3101, di ASME Kode
Bagian II-A spesifikasi JIS dari pelat baja untuk konstruksi umum termasuk dalam
kategori SA-36. Di JIS (Standar Industri Jepang) “SS” singkatan dari baja struktural
(structural steel) dan e400 yang mirip dengan AISI 1018. Pelat kapal mild steel A-36
adalah salah satu baja canai panas struktural yang paling umum digunakan. Tipikal
material baja karbon khas, harganya relatif murah, sangat bagus di las dan di machining
dan material baja SS400 dapat mengalami berbagai perlakuan panas. Baja A36 pelat
umumnya disebut dengan pelat mild steel (MS). Untuk pelat ukuran 5 x 20 kaki (feet)
sering juga disebut dengan pelat kapal, karena banyak digunakan untuk industri
perkapalan. Baja A36 memiliki unsur-unsur C 0,25% - 0,290%, Cu 0,20%, Fe 98%, Mn
10
1,03%, P 0,04%, Si 0,28%, S 0,050%, dan juga memiliki titik leleh pada suhu 1430 C°
(Tanjung, F.A., Jufri, M., & Saifullah, 2018)
2.2 Pengelasan
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas,
meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran,
kendaraan rel dan sebagainya.
Di samping untuk pembuatan, proses las juga dapat digunakan untuk
reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan
keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-
macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi
hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik.
Karena itu rancangan las dan cara las harus betul-betul memperhatikan kesesuaian
antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di sekitarnya.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana tetapi sebenarnya di
dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi di mana pemecahannya
memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu, di dalam pengelasan,
pengetahuan harus turut serta mendampingi praktik. Secara lebih terperinci harus
dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan
sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara
pemeriksaan, bahan las dan jenis yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi dari
bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut
11
bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
menggunakan energi panas (Wiryosumarto dan Okumura, 1979).
Pada saat ini ada beberapa jenis pengelasan yang sering digunakan pada
dunia konstruksi dan industri misalnya proses las SMAW, GMAW, GTAW,
SAW, dan las gesek.
2.2.1 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Pengelasan SMAW atau pengelasan busur listrik elektroda terbungkus
adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material
dasar atau logam induk dan elektroda (bahan pengisi). Panas dihasilkan oleh
lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan
permukaan material yang akan dilas). (Sonawan & Suratman, 2004)
Panas yang dihasilkan dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat
mencapai 4500◦C. Sumber tegangan yang digunakan pada pengelasan SMAW ini
ada dua macam yaitu, AC (arus bolak balik) dan DC (arus searah). (Wiryosumarto
& Okumura, 2008)
Proses terjadinya pengelasan ini karena adanya kontak antara ujung
elektroda dan material dasar sehingga terjadi hubungan arus pendek, saat terjadi
hubungan arus pendek tersebut welder harus menarik elektroda sehingga
terbentuk busur listrik yaitu lompatan ion yang menghasilkan panas.
(Wiryosumarto & Okumura, 2008)
Panas tersebut akan mencairkan elektroda dan material dasar, sehingga
cairan elektroda dan cairan material dasar akan menyatu membentuk logam las
(weld metal). Untuk menghasilkan busur yang baik dan konstan welder harus
12
menjaga jarak ujung elektroda dan permukaan material dasar. Adapun jarak yang
paling baik adalah sama dengan 1,5 x diameter elektroda yang digunakan.
Gambar 2. 1 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Sumber: Sonawan & Suratman (2004)
2.3 Elektroda
(Syaripudin, Saputro, & Ahsan, 2011) menyatakan bahwa pengelasan
dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang
terdiri dari suatu inti terbuat dari suatu logam dilapisi oleh lapisan yang terbuat
dari campuran zat kimia, selain berfungsi sebagai pembangkit, elektroda juga
sebagai bahan tambah.
Elektroda terdiri dari jua jenis bagian yang bersalut (fluks) dan tidak
bersalut merupakan pangkal. Fungsi fluks atau lapisan elektroda dalam las adalah
untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara menghasilkan gas pelindung,
menstabilkan busur, sumber unsur paduan. Pada dasarnya bila ditinjau dari logam
yang di las, kawat elektroda dibedakan menjadi elektroda untuk baja lunak, baja
karbon tinggi, baja paduan, besi tuang, dan logam non ferrous. Bahan elektroda
harus mempunyai kesamaan sifat dengan logam. Pemilihan elektroda pada
pengelasan baja karbon sedang dan baja karbon tinggi harus benar-benar
13
diperhatikan apabila kekuatan las diharuskan sama dengan kekuatan material.
(Wiryosumarto, 2000)
Penggolongan elektroda diatur berdasarkan standar sistem AWS
(American Welding Society) dan ASTM (American Society Testing Welding).
Sebagai contoh elektroda jenis E7016 dapat dipakai dalam semua posisi
pengelasan dengan arus las AC maupun DC. Menurut Daryanto (2013), elektroda
dengan kode E7016 untuk setiap huruf dan setiap angka mempunyai arti masing-
masing yaitu :
E = Elektroda untuk las busur listrik
70 = Menyatakan nilai tegangan tarik maksimum hasil pengelasan dikalikan
dengan 1000 Psi
1 = Menyatakan posisi pengelasan, 1 berarti dapat digunakan untuk pengelasan
semua posisi
6 = Elektroda dengan penembusan dangkal bahan dari selaput serbuk besi
hidrogen rendah
Gambar 2.2 Elektroda pengelasan SMAW
Sumber: Dionisius (2015)
14
2.4 Arus Pengelasan
Arus pengelasan adalah besarnya aliran arus listrik yang keluar dari mesin
las. Besar kecilnya arus pengelasan dapat diatur dengan alat yang ada pada mesin
las. Arus pengelasan harus disesuaikan dengan jenis bahan dan diameter elektroda
yang digunakan dalam pengelasan. Penggunaan arus yang terlalu kecil akan
mengakibatkan penembusan atau penetrasi las yang rendah, sedangkan arus yang
terlalu besar akan mengakibatkan terbentuknya manik las yang terlalu besar dan
deformasi dalam pengelasan. (Syaripudin et al., 2011). Spesifikasi besar arus
listrik menurut tipe elektroda dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2. 1 Spesifikasi Besar Arus Menurut Tipe Elektroda
Diameter
Elekroda(mm)
Tipe elektroda dan besarnya arus (Ampere)
E6010 E6013 E6014 E7016 E7018 E7024 E7028
2,0 - 30-80 80-110 - 70-100 - -
2,6 - 70-110 110-160 65-100 110-160 - -
3,2 80-120 80-140 120-170 100-150 120-170 140-190 140-190
4 120-160 120-190 150-220 140-200 150-220 180-250 180-250
5,0 150-200 200-275 200-275 180-255 200-275 230-305 230-305
6,3 - 330-415 335-430 - 335-430 300-420 335-430
8 - - 375-475 375-475 375-475 - -
Sumber: Putri, 2010.
2.5 Terminologi Hasil Lasan
Gambar 2. 3 Pengelasan satu lintasan
15
Sumber: Sonawan & Suratman (2003:16)
Sonawan & Suratman (2003:16-18) menjelaskan ada beberapa istilah yang
sering dijumpai pada pengelasan logam, yaitu :
1. Dilusi
Merupakan perbandingan antara logam induk yang mencair dan logam
las, dilusi ini dapat diperoleh dengan membandingkan luas penampang
logam induk yang mencair dan luas penampang logam.
2. Elektroda
Kutub listrik, terbagi dua yaitu anoda bermuatan positif dan katoda
yang bermuatan negatif, istiliha ini biasanya ada dalam pengelasan yang
melibatkan listrik, misalnya dalam SMAW. Dalam SMAW, elektroda
yang berperan sebagai kawat las yang menyuplai logam las.
3. HAZ
Merupakan kepanjangan dari Heat Affected Zone yang memiliki arti
daerah terpengaruh panas dan mengalami perubahan struktur mikro dan
terletak pada logam induk dikiri-kanan logam las.
4. Kampuh las
Bagian dari logam induk yang nantinya akan diisi oleh deposit las atau
logam (weld metal). Kampuh las, awalnya adalah berupa kubangan las
(weld pool) kemudian diisi dengan logam las.
5. Lebihan logam las atau plat (Face reinforcement)
Kelebihan dari logam las dibagian atas pelat yang diukur dari
permukaan atas pelat.
16
6. Logam induk (BaseMetal)
Logam yang dilas
7. Logam las (Weld Metal)
Campuran dari logam induk dan logam tambahan yang mencair
nantinya membeku.
8. Logam pengisi
Logam yang ditambahkan dari luar untuk mengisi kampuh, dalam
proses SMAW, logam pengisi juga berfungsi sebagai elektroda.
9. Mekanik las
Bagian dari logam las yang dilihat dari atas pelat.
10. Penetrasi
Kedalaman penembusan logam las dalam logam induk
11. Polaritas balik
Istilah pengkutuban listrik pada pengelasan busur listrik dimana kutub
positif dihubungkan dengan elektroda dan kutub negatif dihubungkan
ke logam induk.
12. Polaritas lurus
Istilah pengkutuban listrik pada pengelasan busur listrik yang
merupakan kebalikan dari polaritas balik dimana kutub negatif
dihubungkan ke elektroda dan kutub positif dihubungkan ke logam
induk.
13. Sambungan las
Bagian dari logam induk yang akan disambung. Pada bagian ini
nantinya terjadi pencairan logam induk.
17
2.6 Korosi
Korosi dapat didefinisikan sebagai proses terjadinya destruktif pada
material akibat interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya interaksi
ini menyebabkan reaksi korosi dan salah satu reaksi yang terjadi adalah reaksi
kimia. Banyak faktor yag mempengaruhi dalam terjadinya reaksi kimia dan
berakibat korosi pada logam, antara lain: larutan elektrolit dan kontak antara
logam yang tidak sama (Trethewey,1991)
Beberapa persamaan ditulikan oleh Trethewey untuk proses reaksi korosi
logam, yaitu :
Pelarutan besi (Fe) menjadi ion Fe2+
Fe Fe2+ + 2e- (2,1)
Pada lingkungan (larutan) netral
2H+ + 1/2O2 + 2e- H2O (2.2)
Pada lingkungan (larutan) asam
2H+ + 2e- H2 (2.3)
Dengan demikian dapat dlihat bahwa korosi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Adanya lingkungan sekitar yang bersifat korosif (elektrolit)
2. Adanya perbedaan logam yang berbeda jenis.
Proses korosi dibagi dua macam, yaitu :
1. Korosi Proses kimia
Korosi yang terjadi secara langsung, yaitu dengan tanpa adanya hambatan
arus listrik pada logam tersebut. Sebagai contoh jenis karat proes kimia adalah
18
baja dalam udara terbukaa dan karaat asam. Kerussakan lainnya pada logam bisa
disebabkan oleh pencemaran zat kimia. Proses korosi yang terjadi lebih menyebar
secara merata.
2. Korosi Elektrokimia
Pada permukaan logam terbentuk daerah-daerah anoda dan katoda. Karena
pada potensial anoda derajatnya lebih tinggi dibandingkan potensial katoda, maka
terjadi arus listrik di antara kedua eletroda tersebut, elektron-elektron berpindah
dari anoda menuju katoda, sehingga anoda terlarut dan katoda mendapat
perlindungan yang menyebabkan karat di daerah anoda (Das, 2012)
Peristiwa korosi terjadi akibat adanya reaksi kimia dan elektrokimia.
Namun, terjadinya peristiwa korosi terdapat elemen-elemen utama agar reaksi
tersebut dapat berlangsung antara lain:
1. Material
Peristiwa korosi pada material akan bersifat sebagai anoda. Anoda adalah
suatu bagian dari reaksi yang akan mengalami oksidasi. Oksidasi adalah
terlepasnya elekktron-elektron dari suatu atom dan senyawa logam tersebut, ion
berubah menjadi ion-ion bebas.
2. Lingkungan
Peristiwa korosi pada suatu lingkungan akan bersifat sebagai katoda.
Katoda adalah suatu bagian yang akan mengalami reduksi. Akibat reaksi reduksi,
lingkungan yang bersifat katoda akan membutuhkan elektron—elektron yang
akan diambil dari anoda. Beberapa lingkungan yang dapat bersifat katoda adalah
lingkungan air, atmosfer, gas dan lai-lain.
19
1.6.1 Macam-Macam Korosi
1. Korosi Merata (Uniform Corrosion)
Korosi yang sering terjadi secara umum adalah korosi merata pada logam.
Secara teknik korosi demikian ini tidak berbahaya karena pengurangan tebal
akibat korosi dapat ditentukan dan diperkirakan laju korosinya. Sehingga secara
umum komponennya dapat diperkirakan dengan diketahuinya laju korosi tersebut.
Gambar 2. 4 Skema Korosi Merata
Sumber: Jones (1992)
2. Korosi Celah
Korosi celah adalah korosi yang terjadi secara lokal yang disebabkan
karena adanya celah yang berbentuk dari dua permukaan dimana paling tidak satu
permukaan adalah logam atau dua – duanya logam.
Korosi celah mempunyai dua tahap, yaitu pertama korosi terjadi secara
merata dan mekanismenya sesuai dengan proses korosi umumnya. Kedua, korosi
berpusat pada celah yang melibatkan unsure CI sebagai katalis. CI disisni sebagai
katalisator proses korosi yang pada akhirnya akan mengarah ke pembentukan
oksidasi logam.
Mekanisme korosi celah dapat diuraikan sebagai berikut. Pada tahap
pertama terjadi korosi merata, karena kadar O2 di dalam dan di luar celah sama.
Sehingga laju korosinya sama antara bagian luar dan bagian dalam celah.
20
Reaksi anoda : Fe Fe2+ + 2e-..........(2.4)
Reaksi katoda : O2 + 2H2O + 4e 4OH+ .............(2.5)
KR. Trethewey.J.Chamberlain.KOROSI, hal 66-69
Pada tahap kedua mulai terjadi korosi setempat, yaitu dalam celah.Hal ini
terjadi karena kandungan O₂ yang masuk dalam celahs angat minim bahkan tidak
ada. Maka hal ini akan berpengaruh pada korosi selanjutnya. Walaupun terjadinya
pelarutan logam pada anoda, tapi tidak terjadi reduksi oksigen dalam celah.
Akibatnya dalam celah kelebihan muatan positif. Untuk itu akan diimbangi oleh
perpindahan Cl dari luar celah. Dengan demikian reaksi pada anoda berjalan terus.
Gambar 2. 5 Skema Korosi Celah
Sumber: Jones (1992)
3. Korosi Erosi
Korosi erosi adalah suatu proses korosi yang dipercepat oleh kecepatan
aliran dari fluida dan adanya abrasi fluida yang mengandung partikel padatan.
Ada dua macam korosi erosi, yaitu :
a. Impingement corrosion
Adalah korosi akibat aliran yang sangat keras dapat menyebabkan
rusaknya lapisan pelindung korosi dimana dengan adanya aliran yang
tetap, maka permukaan logam seperti terkikis dan terbentuklah korosi
setempat.
21
b. Wire drawing
Adalah korosi yang terbentuk garis seperti kawat yang kebanyakan
didapat pada aliran – aliran uap, dimana aliran uap basah mempunyai
kecepatan hingga diatas 60 m/s, akan merusak permukaan logam.
Biasanya terjadi pada pipa – pipa setelah adanya steam traps atau setelah
melewati katup. Impingement corrosion disebabkan oleh adanya aliran
fluida yang deras yang mengandung kerak dan pelarutan beberapa logam.
Wire drawing disebabkan adanya aliran fluida dan jumlah kontaminasi
udara atau zat padat dalam larutan dan faktor– faktor yang mempengaruhi
kecepatan pembentukan lapisan pelindung korosi.
Gambar 2. 6 Skema Korosi Erosi
Sumber: Jones (1992)
4. Korosi Tegangan
Korosi tegangan adalah suatu keretakan atau patahan material sebelum
tercapainya tegangan optimum oleh adanya interaksi peristiwa korosi dan tensaile
stress pada permukaan, baik itu applied maupun residual stress. Korosi tegangan
ini merupakan kombinasi antara kondisi mekanis dan peristiwakimia yang
mempengaruhi stress corrosion. Tegangan yang tinggi dari suatu tempat dan
keadaan lingkungan yang korosif. Reaksi korosi dan adanya konsentrasi tegangan
akan mempercepat yield point dari logam tersebut tidak berada dalam lingkungan
korosif.
22
5. Korosi Sumuran
Korosi sumuran adalah suatu proses korosi yang terjadi secara lokal.
dimana proses korosi tersebut terbatas pada suatu lokasi dan berusaha menembus
ke dalam tersebut. Bentuk korosi adalah lubang yang berdiameter kecil atau besar.
Tetapi pada umumnya diameter lubang relatif kecil, sehingga kelihatan
permukaan yang besar, karena banyaknya lubang – lubang yang terjadi.
Gambar 2. 7 Skema Korosi Sumuran
Sumber: Jones (1992)
Korosi sumuran sangat membahayakan dan sulit dilihat. Korosi ini
menyebabkan peralatan rusak, sebab lubang yang dibentuk hanya mengurangi
beberapa persen berat dari logam. Untuk mendeteksi korosi ini sangat sulit ukuran
diameter lubang sangat kecil, juga biasanya lubang oleh produk korosi.
Sebagai catatan perlu diketahui bahwa jenis korosi ini sering terjadi dan
teori klasik menerangkan bahwa penyebab utama adalah ion – ion klorida. Teori
ini banyak mengandung kebenaran, sebab adanya garam klorida akan
mempengaruhi suatu autokatalistik. Dengan air garam korosi akan terhidrolasi dan
menghasilkan ion – ion klorida kembali. Secara prinsip korosi ini dapat ditulis
sebagai berikut:
M M2+ + 2e (2.6)
M2+ + 2Cl MCl2 (2.7)
MCl2 + 2H2O M(OH)2 + 2H+ + 2Cl (2.8)
2H+ + 2e H2 (2.9)
Moeharto,ITS, Teknik Korosi
23
Diketahui bahwa apabila lapisan pelindung korosi tersebut pecah atau
rusak maka dapat menimbulkan korosi lokal. Banyak diperoleh keterangan bahwa
dengan adanya oksigen O2 akan mempercepat terjadi proses korosi sumuran.
Suatu anoda akan membentuk pada lapisan film pelindung korosi dan lapisan
pelindung yang tidak akan bertindak sebagai katoda.
6. Korosi Selektif
Diketahui selektif adalah hilangnya suatu elemen pada paduan padat akibat
proses korosi. Hal ini terjadi seperti hilangnya atau berkurangnya Zn pada paduan
brass. Suatu keadaan bisa terjadi seperti hilangnya unsur – unsur Al, Fe, Cr, Co
dan unsur – unsur lain dari paduan. Hal ini diatas bisa mengakibatkan kekuatan
mekanik paduan berubah. Biasanya korosi ini terjadi dalam larutan elektrolit air.
Gambar 2. 8 Skema Korosi Selektif
Sumber: Jones (1992)
7. Korosi Antar Butir
Korosi antar butir adalah suatu bentuk korosi yang sangat selektif terjadi
pada batas butir logam atau logam alloy. Pada umumnya korosi ini terjadi pada
austenit stainless steel. Penyebab terjadinya korosi antar butir adalah
berkurangnya kadar khrom pada sekitar batas butir. Pada hal khrom merupakan
lapisan film pelindung logam dari seragam korosi.
24
Gambar 2. 9 Skema Korosi Antar Butir
Sumber: Jones (1992)
8. Korosi Antar Baris
Korosi dua logam terjadi karena adanya dua logam berbeda jenis saling
berhubungan dua berada dalam suatu elektrolit. Hal tersebut akan menyebabkan
perpindahan elektron dari logam yang kurang mulia ke logam lebih mulia atau
beda potensial yang tinggi ke rendah. Logam yang kurang mulia akan menjadi
anoda dan yang lebih mulia menjadi katoda.
2.7 Perhitungan Laju Korosi
Untuk membuat perhitungan laju korosi, harus dinyatakan secara
kuantitatif. Laju korosi telah dinyatakan dalam berbagai cara dalam literatur;
seperti penurunan persen berat material, miligram per sentimeter persegi per hari,
dan gram per inci persegi per jam. Laju korosi tidak menyatakan ketahanan korosi
dalam hal penetrasi. Dari sudut pandang teknik, tingkat penetrasi, atau
berkurangnya ketebalan suatu struktur, dapat digunakan untuk memprediksi umur
suatu komponen tertentu. (Gapsari, 2017)
Laju korosi diekspresikan sebagai massa yang hilang per satuan luas, di
mana dianggap merata dalam satuan luas tersebut. Laju korosi juga diekspresikan
sebagai kedalaman penetrasi korosi ke dalam logam induk. Kecepatan laju korosi
dapat dihitung dengan metode kehilangan berat dan dapat mengetahui umur suatu
material tertentu jika reaksi dengan lingkungan. (Rajagukguk & winata, 2013)
25
Metode kehilangan berat adalah metode yang digunakan pada logam untuk
menentukan laju korosi yang pengukurannya dengan membandingkan berat awal
dan berat akhir setelah dipasang dalam suatu sistem pada waktu tertentu.
Kehilangan berat pada Mils per tahun adalah cara yang paling diinginkan untuk
mengekspresikan tingkat korosi. (Gurum, Ayu, Rahmayanti, & Nindy, 2015)
Laju korosi dapat dihitung dengan metode kehilangan berat dengan
menggunakan rumus pada persamaan 2.4 sebagai berikut (Gapsari, 2017) :
R = (2.4)
Dimana :
R = laju korosi (mm per year)
W = kehilangan berat (mg)
D = densitas logam (mg/mm3)
A = luas spesimen logam (mm2)
T = waktu kontak (jam)
2.8 Konsep Fasa
Fasa berhubungan dengan keadaan material yang terpisah dan dapat
diamati. Istilah ini bisa diterapkan baik pada material kristalin maupun non
kristalin, dan merupakan cara yang mudah untuk menyatakan struktur materi.
Elemen besi dapat berada dalam keadaan cair, padat dan daerah yang terdiri
dari beberapa atom dan ada permukaan sebagainya. Jika melihat fasa tertentu
pada material maka yang dimaksud adalah suatu pengikatnya yang
memisahkan dari fasa lain.
26
Diagram fasa sangat berguna untuk menggambarkan skema struktur metalik
dan keramik, namun memiliki keterbatasan. Diagram fasa terutama
mengidentifikasi fasa yang ada dan menyajikan data komposisi. Keterbatasan
paling utama adalah kenyataan bahwa diagram fasa tidak memberikan informasi
mengenai bentuk struktur dan distribusi fasa. Kedua hal ini berperan penting
dalam menentukan perilaku mekanik material. Keterbatasan kedua adalah diagram
fasa hanya menggambarkan kondisi keadaan setimbang, bahwa pada umumnya
paduan tidak mengalami pendinginan atau pemanasan lambat.
Gambar 2. 10 Diagram fasa Ferrous – Fe3c.
Sumber: Callister (2014)
Pada diagram fasa Ferrous – Fe3c diatas dapat diperlihatkan bagian dari
sistem Fe-C yang menjadi dasar untuk memahami mikrostruktur paduan Fe
yang disebut baja dan besi cor. Baja sangat responsif terhadap perlakuan panas
karena adanya perbedaan besar untuk kelarutan padat karbon dalam austenit
dan ferit serta eksistensi reaksi eutektoid. Dimana terdapat beberapa garis
temperatur perubahan fasa dan merupakan titik kesetimbangan yang dideteksi
27
selama analisa termal pada 727 °C, dan 1147°C. Dimana pada diagram fasa Fe
– Fe3c dapat ditarik kesimpulan adanya perubahan fasa, yang terbentuk
dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya komposisi kimia, temperatur
transformasi, dan laju pendinginan.
2.9 Struktur Mikro Las
Selama pengelasan dari logam cair sampai menuju suhu kamar, logam las
mengalami serangkaian perubahan fasa. Baja karbon rendah memiliki
(kandungan C < 0,1 %) akan mengalami perubahan-perubahan fasa cair menjadi
Ferrite δ ketika pembekuan berlangsung kemudian berubah menjadi Austenite γ
dan akhirnya menjadi Ferrite α dan Pearlite. Struktur mikro yang akan terbentuk
ditentukan pada saat pendinginan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
struktur mikro, seperti komposisi akhir logam las, filler seperti kondisi udara
sekitar pengelasan.
Proses pendinginan pada las berlangsung secara kontinu, yaitu proses
penurunan suhu berlangsung tapa adanya penurunan suhu secara mendadak.
Menurut Abson & Paregeter dalam (Setiawan & Yuli, 2006) struktur miro
yang mungkin terbentuk dari pengelasan adalah:
1. Proeutectoid Ferrite, terdiri dari grain boundary Ferrite dan intragranular
polygonal Ferrite pada suhu 1000 – 650 ◦C.
2. Widmanstatten Ferrite atau Ferrite with aligned scond phase pada suhu
750 – 650 ◦C.
3. Accicular Ferrite, tumbuh di dalam butir Austenite pada suhu 650 ◦C.
4. Bainite, terbentuk pada suhu 400 – 500 ◦C.
5. Martensite, terjadi jika pendinginan berlangsung sanga cepat.
28
Proses pendinginan hasil pengelasan pada umumnya berlangsung secara
cepat sehingga untuk menganalisa struktur mikro hasil pengelasan tidak dapat
digunakan diagram fasa. Diagram fasa hanya dapat digunakan untuk kondisi saat
laju pendinginan sangat lambat dan proses difusi atom berlangsung. Karena itu
menganalisa struktur mikro hasil pengelasan dapat menggunakan diagram
Continous Cooling Transformation (CTT).
2.10 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Putra et al., 2017)
kororsi merupakan kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan
sekelilingnya. Adapun proses korosi yang terjadi disamping oleh reaksi kimia
juga diakibatkan oleh proses elektrokimia. Korosi hanya bisa dikendalikan atau
diperlambat sehingga memperlambat proses kerusakannya. Peneltian ini
dilakukan untuk megetahui pengaruh proses pengelasan SMAW (Shielded Metal
Arc Welding) terhadap laju korosi material ST37 pada daerah HAZ dan base
metal dengan variasi ampere 120,160,200 mengguunakan metode perendaman
larutan NaCl selama 488 jam. Hasil penelitian menunjukkn bahwa semakin besar
arus yng digunakan maka semakin kecil nilai laju korosi. Pada spesimen daerah
HAZ 120A laju korosi sebesar 0,7700 mm/Y denga laju korosi paling kecil pada
spesimen daerah HAZ 200A sebesar 0,6513 mm/Y.
(Andrianto, 2019) melakukan penelitian perhitungan laju korosi dilakukan
berdasarkan metode kehilangan berat atau weight loss dengan melakukan
penelitian pengelasan baja ST 37 direndam dengan media air laut. Dari hasil
penelitian bahwa laju korosi tertinggi dialami oleh elektroda E6010 perlakuan non
ampelas sebesar 2,3280 mpy, sedangkan laju korosi terendah adalah elektroda
29
E7016 perlakuan non ampelas yaitu sebesar 1,0553 mpy. Semakin besar
elektroda semakin kecil laju korosi yang terjadi.
(Wahono, 2019) meneliti pengaruh jenis elektroda terhadap laju korosi baja
ASTM A36. Pengelasan SMAW arus listrik 70A dilakukan dengan variasi
elektroda E7018,E6010,E6013 dan kemudian dilakukan pengujian korosi dengan
NaCl 10% dengan waktu 7 hari, 14 hari, 21 hari. Dari hasil pengujian terjadi laju
korosi tertinggi pada elektroda E7018 danE6010, E6013 lebih rendah. Tingginya
laju korosi diakibatkan oleh persentase kandungan kimia yang berbeda dalam
setiap elektroda yang digunakan. Elektroda yang efektif digunakan dalam metode
pengelasan SMAW pada ASTMA36 adalah E6013. Ahyar (2018) melakukan
penelitian untuk mengetahui variasi arus listrik terhadap kekuatan tarik pada baja
ASTM A36 dengan metode pengelasa SMAW. Pengelasan SMAW dilakukan
pada baja ASTM A36 dengan arus bervariasi dari arus 50A, 60A, 70A, 80A dan
kemudian dilakukan pengujian tarik terhadap spesimen hasil lasan. Dari hasil
pengujian terjadi peningkatan nilai kekuatan taril dari arus 50A, 60A, 70A, namun
pada variasi arus 80A, nilai kekuatan tarik mengalami penurunan yang
diakibatkan oleh retakan yang terjadi pada spesimen yang menimbulkan penuruan
akibat dari retak panas dan arus yang sangat efektif untuk mendapatkan kekuatan
tarik tertinggi pada ASTM A36 dengan metode pengelasan SMAW adalah sebesar
70A.
Berdasarkan permasalahan yang ada akan dilakukan pengujian untuk
mengetahui laju korosi terhadap material baja ASTM A36 yang telah diberikan
perlakuan pengelasan SMAW dengan variasi arus listrik sesuai dengan spesifikasi
arus yang diizinkan pada elektroda yang digunakan. Serta struktur mikro pada
30
daerah logam las akibat pengelasan beda arus listrik sesudah korosi. Dengan
demikian dapat diketahui pada proses pengelasan SMAW arus listrik yang tepat
untuk memperlambat laju korosi material yang digunakan.