bab ii landasan teori ii.1 gambaran umum pajak ii.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-2-00042-ak...

24
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan imbalan jasa (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h.1) Dari penjelasan yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki ciri-ciri: 1. Merupakan iuran rakyat kepada negara 2. Pajak dipungut harus berdasarkan undang-undang 3. Tanpa ada kontra prestasi langsung dari negara kepada pembayar pajak yang dapat dirasakan 4. Pajak digunakan untuk membayar pengeluaran umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas 5. Pajak dapat dipaksakan II.1.2 Fungsi Pajak Dalam literatur sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada 2 macam yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend, adapun penjelasan masing-masing fungsinya :

Upload: truongtruc

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Gambaran Umum Pajak

II.1.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo

(2006), ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan imbalan jasa (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

(h.1)

Dari penjelasan yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki ciri-ciri:

1. Merupakan iuran rakyat kepada negara

2. Pajak dipungut harus berdasarkan undang-undang

3. Tanpa ada kontra prestasi langsung dari negara kepada pembayar pajak yang

dapat dirasakan

4. Pajak digunakan untuk membayar pengeluaran umum yang bermanfaat bagi

masyarakat luas

5. Pajak dapat dipaksakan

II.1.2 Fungsi Pajak

Dalam literatur sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada 2 macam yaitu

fungsi budgeter dan fungsi regulerend, adapun penjelasan masing-masing fungsinya :

8

Fungsi Budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk

mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang

berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan apabila

ada sisa akan digunakan sebagai tabungan investasi pemerintah

Fungsi Regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan

digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya

dibidang ekonomi, sosial, budaya, contohnya menyalurkan private saving ke arah

sektor-sektor yang produktif

II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2004) sistem pemungutan pajak

dapat dibagi atas empat macam yaitu official assessment system, semi-self assessment

system, self-assessment system, dan witholding system, berikut akan diberikan

penjelasan mengenai masing-masing system pemungutan

Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang, dalam sistem ini

masyarakat (Wajib Pajak) bersifat pasif dan hanya menunggu dikeluarkannya surat

ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak baru akan diketahui setelah adanya

surat ketetapan pajak.

Semi-self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya

9

pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak fiskus

menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang

dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Self-assessment system adalah suatu sistem yang memberi wewenang penuh

kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan

melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dalam sistem ini Wajib Pajak aktif dalam

menghitung pajaknya sendiri, dan fiskus tidak ikut campur dalam perhitungan kecuali

apabila Wajib Pajak melanggar ketentuan

Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/ memungut besarnya pajak yang

terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetorda

melaporkan kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan Wajib Pajak tidak aktif, tugas

fiskus hanyalah mengawasi pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga

Di indonesia pada tahun 1968 sampai dengan 1983 menggunakan sistem

pemungutan semi-self assessment dan witholding, barulah pada tahun 1984 sampai

sekarang sistem self assessment ditetapkan secara penuh pada sistem pemungutan di

Indonesia (UU No. 6 Tahun 1983 KUP yang mulai berjalan pada 1 januari 1984)

II.2 Pengertian Pajak Penghasilan

Dalam pasal 1 undang-undang pajak penghasilan meyebutkan bahwa pajak

penghasilan adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang

berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun

10

pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara

sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan

Pajak penghasilan di Indonesia diatur pertama kali dengan UU No. 7 Tahun 1983

dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 50.

Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh:

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

Adapun maksud dari amandemen ini adalah untuk menyerdehanakan struktur

pajak, jenis pajak, tarif pajak, dan cara pemenuhan kewajiban perpajakan.

II.2.1 Subjek Pajak Penghasilan

Yang dimaksud dengan wajib pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2 ayat (3) undang-undang pajak penghasilan adalah :

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang ada dalam suatu

tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat

tinggal di Indonesia.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

3) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang

berhak

4) Badan Usaha Tetap (BUT) yang dapat berupa :

11

a. Tempat kedudukan manajemen

b. Cabang perusahaan

c. Kantor perwakilan

d. Gedung kantor

e. Pabrik

f. Bengkel

g. Pertambangan dan penggalian sumber alam

h. Perikanan, peternakan, perkebunan atau kehutanan

i. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan

j. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya

tidak bebas

Pasal 2 ayat (4) undang-undang pajak penghasilan menjelaskan tentang yang

dimaksud dengan subjek pajak luar negeri, yaitu:

1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dan tidak menerima atau

12

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Yang tidak termasuk subjek pajak menurut Pasal 2 ayat (3) UU No. 17 tahun

2000, yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah :

1. Badan Perwakilan Asing

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain

dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat

bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan dengan syarat:

• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

• Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia

dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk

memperoleh penghasilan dari Indonesia

II.2.2 Objek Pajak Penghasilan

Peraturan yang mengatur objek pajak penghasilan dapat ditemukan pada

Pasal 4 ayat (1), yang menyebutkan objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu

13

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak , baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan

nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji , upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) Keuntungan pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan

pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungannya dengan usaha :

14

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang

g. Deviden, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha

koperasi

h. Royalti

i. Sewa dan penghasilan usaha lain sehubungan dengan pengunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

l. Keuntungan karena selisih mata uang asing

m. Selisih karena penilaian kembali aktiva

n. Premi asuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

teridiri dari Wajib Pajak

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,

penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari

pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya,

pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah

15

II.2.3 Bukan Objek Pajak Penghasilan

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak terutang

pajak penghasilan diatur dalam Pasal 4 ayat (3) undang-undang pajak penghasilan,

yaitu:

a) 1.) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan

amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh

pemerintah dan para penerima zakat yang berhak

2.) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus atau satu derajat, dan oleh badan keagamaan

atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil

termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,

atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

b) Warisan

c) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyertaan modal

d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari

Wajib Pajak atau Pemerintah

16

e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi beasiswa

f) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, korperasi, Badan Usaha Milik Negara,

atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha

yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

i. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan

ii. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha

Milik Daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham yang

memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari

jumlah usaha disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar

kepemilikan saham tersebut

g) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun

pegawai

h) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan

i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,

perkumpulan, atau pemberian ijin usaha

17

j) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama

5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin

usaha

k) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan

usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha

tersebut:

i. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor yang ditentukan oleh Menteri Keuangan

ii. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

II.2.4 Tarif Pajak Penghasilan

Tarif pajak penghasilan adalah merupakan tarif progresif, yaitu ada

perbedaan tarif yang dikenakan sesuai dengan jumlah penghasilan yang didapatkan,

berikut ini adalah tabel mengenai tarif-tarif yang dikenakan pada penghasilan tingkat

tertentu sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 2000:

Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

<Rp 50.000.000 10%

Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 15%

>Rp 100.000.000 30%

Dalam penghitungan jumlah pajak yang terutang, maka penghasilan kena

pajak akan dibulatkan hingga ribuan rupiah penuh sebelum dikalikan dengan tarif,

sesuai dengan Pasal 17 ayat (4) Undang-undang No.17 Tahun 2000.

18

II.2.5 Penghasilan yang Dikenakan Pajak Final

Dalam Undang-Undang pajak penghasilan, pasal-pasal yang mengatur

mengenai jenis penghasilan yang pengenaannya bersifat final terdapat dalam Pasal 4

ayat (2), pasal 15, pasal 19 ayat (1), pasal 21, pasal 22, pasal 23 ayat (4) beserta

peraturan pelaksanaannya

Perlakuan perpajakannya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

• Penghasilan yang pengenaannya bersifat final tidak digabungkan

dengan penghasilan yang dikenakan pajak dengan tarif progresif

pada akhir tahun

• Pajak penghasilan yang terutang atau telah dipotong atau dipungut

oleh pihak lain atau yang telah dibayar sendiri atas penghasilan

yang pengenaannya pajaknya bersifat final tidak dapat

diperhitungkan atau dikreditkan dengan pajak penghasilan yang

terutang atas penghasilan kena pajak yang dikenakan pajak dengan

tarif progresif pada akhir tahun

• Biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final

tidak dapat dikurangkan dalam rangka penghitungan penghasilan

kena pajak

• Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasulan yang pengenaan

pajaknya bersifat final adalah tarif sepadan kecuali terhadap uang

pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun

19

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau

Tunjangan hari tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan

sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Jaminan Sosial

Tenaga Kerja

• Pemenuhan kewajiban pajak atas penghasilan yang pengenaan

pajaknya bersifat final dilakukan melalui pemotongan atau

pemungutan oleh pihak lain dan ada juga yang dibayar sendiri

Tarif-tarif pada pajak penghasilan final cukup bervariasi sesuai dengan

jenis-jenisnya, Pajak penghasilan final yang dimiliki oleh PT. KIA adalah

bunga depositoyang berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) dan PP no. 31/2000

dikenakan tarif sebesar 20%

II.3 Biaya

Dalam menentukan besarnya penghasilan bersih, penghasilan bruto

dikurangi terlebih dahulu dengan pengurangan penghasilan bruto. Pengurangan

penghasilan bruto ini diatur dalam pasal 6 ayat (1), pasal 9 ayat(1) huruf c, d, e,

termasuk peraturan pelaksanaannya

II.3.1 Biaya yang Boleh Dikurangkan

Tidak semua biaya boleh menjadi pengurang penghasilan dalam peraturan

fiskal, biaya-biaya yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan antara lain:

Biaya yang boleh dikurangkan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT

diatur dan dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu

sebagai berikut :

20

A. Biaya pengeluaran yang lazim disebut biaya sehari-hari, yaitu

i. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,

contohnya: biaya pembelian bahan, upah, gaji, honorarium, bonus,

gratifikasi, tunjangan, dan lain lain

ii. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan

pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, dan bagi

pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan

iii. Biaya yang dikeluarkan benar-benar untuk promosi:

B. Penyusutan dan amortisasi

Berdasarkan penjelasan pada pasal 11 ayat (1) dan (2) UU PPh;

pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa

manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara

mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut

melalui penyusutan

Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah:

i. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang

ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight line

method); atau

21

ii. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif

penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining

balance method)

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta

berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Tarif Penyusutan Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat

Garis Lurus Saldo Menurun

i. Bukan Bangunan

Kelompok I

Kelompok II

Kelompok III

Kelompok IV

ii. Bangunan

Permanen

Tidak Permanen

4 Tahun

8 Tahun

16 Tahun

20 Tahun

20 Tahun

10 Tahun

25%

12.5%

6.25%

5%

5%

10%

50%

25%

12.5%

10%

-

-

C. Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan

kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh

Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya

D. Kerugian penjualan atau pengalihan harta

i. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan

semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki

dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto

22

ii. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi

tidak digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki tetapi tidak

digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto

E. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing

Perlakuan PPh terhadap kerugian selisih mata uang asing telah diberikan

penegasan dalam surat edaran Dirjen Pajak nomor SE-03/PJ.31/1997 dimana

kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya

dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh wajib pajak dan

dilakukan pembukuan yang dilakukan oleh wajib pajak dan dilakukan secara

taat azas, apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan:

i. Kurs tetap, pembebanannya dilakukan pada saat terjadinya realisasi

perkiraan mata uang asing tersebut

ii. Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada

akhir tahun pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun

berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya

berlaku pada akhir tahun

F. Biaya penelitian dan pengembangan

Perlakuan perpajakan atas biaya penelitian dan pengembangan yang

dilakukan oleh perusahaan dapat dibebankan kepada penghasilan,

pembebanannya berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan

No.769/KMK.04/90 dibedakan menjadi 3 kelompok:

23

i. Harus disusutkan atau diamortisasikan, pembebannya melalui

penyusutan atau amortasasi

ii. Jika merupakan biaya sehari-hari dapat dibebankan sebagai biaya

tahunan yang bersangkutan

iii. Biaya diluar butir i dan ii, antara lain misalnya biaya konsultan,

perlakuan perpajakan sesuai dengan undang-undang akuntansi yang

berlaku

G. Bea siswa, magang, dan pelatihan

Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bea siswa, magang dan pelatihan

dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya alam manusia dapat

dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran dan

kepentingan perusahaan

H. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

i. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial

ii. Telah diserahkan perkara penagihanny kepada Pengadilan Negeri atau

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan

utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan

iii. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus

iv. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktur Jendral Pajak

I. Biaya Entertainment, asal dapat menunjukan daftar nominatifnya

Daftar nominatif harus berisikan:

24

i. Nomor urut

ii. Tanggal “entertainment”

iii. Nama dan Tempat “entertainment”

iv. Alamat “entertainment”

v. Jenis “entertainment”

vi. Jumlah (Rp) “entertainment”

vii. Relasi usaha yang diberikan “entertainment” yang berisikan nama,

posisi, nama perusahaan, jenis usaha

II.3.2 Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan

Biaya yang tidak boleh dikurangkan diatur dan dijelaskan dalam Pasal 9

ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yang terdiri dari;

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti, deviden,

termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali piutang tak tertagih,

untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk

usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,

yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,

25

kecuali jika dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung

sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak (pegawai atau karyawan) yang

bersangkutan

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam

bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan

merupakan obyek pajak bagi penerimanya, kecuali zakat atas penghasilan

yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama

Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk

agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

h. Pajak penghasilan

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib

Pajak dan yang menjadi tanggungannya

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham

26

k. Sanksi administrasi berupa denda, bunga, dan kenaikan, serta sanksi pidana

berupa denda

II.4 Kompensasi Kerugian

Kompensasi Kerugian diatur dalam pasal 6 ayat (2) Undang-undang pajak

penghasilan. Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang

boleh dikurangkan didapat kerugian maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan

dengan penghasilan mulai tahun pajak yang berikutnya berturut-turut sampai dengan (5)

lima tahun.

Kompensasi kerugian hanya diperbolehkan apabila wajib pajak menggunakan

pembukuan.

II.5 Rekonsiliasi Fiskal

Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan

pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan.

Ukuran itu bisa saja sejalan dengan prinsip akutansi (komersial) bisa saja berbeda

dengan prinsip akutansi

Perbedaan itu bisa saja terjadi karena laporan keuangan perpajakan mempunyai

motivasi untuk mempersempit erosi pengenaan pajak dan pemberian dorongan

(realokasi atau pengendalian) investasi

Proses rekonsiliasi adalah dengan melakukan koreksi-koreksi terhadap pos-pos

penghasilan dan biaya, secara singkat proses rekonsiliasi mencakup:

27

1. Koreksi terhadap penghasilan yang telah dikenakan PPh Final

(Pasal 4 ayat (2) UU No.17 Tahun 2000), karena penghasilan yang telah

dikenakan PPh final berarti bahwa kewajiban perpajakan atas penghasilan

tersebut telah usai, tidak perlu diperhitungkan lagi, biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang

telah dikenakan PPh Final atau penghasilan yang bukan merupakan objek

pajak harus dikoreksi.

2. Koreksi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek

Pajak (Pasal 4 ayat (3) UU No.17 Tahun 2000, karena wajib pajak tidak

perlu membayar PPh atas penghasilan tersebut maka perlu dikoreksi

3. Koreksi terhadap biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan ke

penghasilan (Pasal 9 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000), karena biaya-biaya

tersebut telah diatur untuk tidak mengurangi penghasilan, maka perlu

dilakukan koreksi

4. Koreksi terhadap biaya-biaya yang terjadi karena perbedaan

metode dan waktu pengakuan, koreksi ini dilakukan pada akun-akun yang

memiliki perbedaan antara metode penghitungan dan masa pengakuannya,

seperti misalnya penyusutan atau amortisasi

5. Pemberian relif atau keringanan pajak yang lainnya misalnya

penghasilan tidak kena pajak, penyusutan dipercepat, dll

6. Perbedaan pengakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara,

kerugian anak perusahaan, harta yang tidak digunakan dalam usaha

28

Tujuan akutansi komersial antara lain untuk menyediakan laporan dan informasi

keuangan serta informasi yang lain kepada, misalnya pimpinan perusahaan sedangkan

akuntansi perpajakan menurut Niswonger dan Fees dalam buku Accounting Principle

dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan kepada penyusunan surat

pemberitahuan pajak dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau

kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara khusus menyajikan laporan

keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak, penyajian tersebut sebagai

pemenuhan kewajiban perpajakan

II.6 Kredit Pajak

Untuk mengetahui jumlah pajak yang kurang bayar atau lebih bayar maka perlu

untuk mengurangkan pajak terutang dengan kredit-kredit pajak yang dimiliki oleh

wajib pajak pada periode pajak tersebut

Kredit-kredit pajak tersebut antara lain:

Kredit Pajak yang Dipotong atau Dipungut oleh Pihak Lain

1. PPh Pasal 22

Objek-objek penghasilan dari PPh Pasal 22 adalah:

i. PPh Pasal 22 dari bendaharawan

Setiap transaksi yang melibatkan bendaharawan pemerintah yang

menggunakan dana berasal dari APBN dan APBD, oleh

bendaharawan pemerintah akan dipotong sebesar 1,5% dari total

transaksi, angka tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai kredit

pajak

29

ii. PPh Pasal 22 dari kegiatan impor

Dikenakan apabila wajib pajak melakukan kegiatan impor dengan

tarif sebesar 7,5% untuk wajib pajak yang tidak memiliki API

(Angka Pengenal Impor) sedangkan apabila memiliki API maka

tarif yang dikenakan adalah sebesar 2,5%

iii. PPh Pasal 22 yang bearasal dari industri tertentu

Industri tertentu yang dimaksud adalah industri kertas, baja, dan

otomotif, setiap distributor kertas yang membeli kertas pada industri

kertas sebagai pabrikan

2. PPh Pasal 23

Merupakan pajak yang dipotong atas penggunaan modal dan jasa yang

bersifat tidak final

i. Dikenakan tarif 15% dari penghasilan bruto terhadap deviden,

bunga, royalti, dan hadiah

ii. Dikenakan tarif 15% dari penghasilan neto terhadap jasa sewa

selain tanah dan bangunan, jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, jasa katering, dll

3. PPh Pasal 24

Merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat dimana

wajib pajak memperoleh penghasilan, cara dan syarat pengkreditan

dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 640/KMK.04/1994

30

Kredit Pajak yang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak

1. PPh Pasal 25

Berdasarkan ayat (1) besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan

yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah

sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun

pajak yang lalu dikurangi dengan:

• Pajak penghasilan yang telah dipotong atau yang telah dipungut

(Pasal 21, 22, 23)

• Pajak penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri

(Pasal 24)

Kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian

tahun pajak

2. Fiskal Luar Negeri

Fiskal luar negeri dikenakan bagi wajib pajak yang akan bepergian ke luar

negeri diwajibkan membayar Rp 1.000.000 untuk setiap wajib pajak yang

akan pergi ke luar negeri dengan menggunakan pesawat terbang dan Rp

500.000 untuk wajib pajak yang menggunakan kapal laut, fiskal luar

negeri ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak