bab ii landasan teori - bina nusantara | library ... 2...atau penurunan ekonomi yang signifikan, dan...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pasar Modal
II.1.1. Pengertian Pasar Modal
Menurut Darmadji dalam bukunya yang berjudul “Pasar Modal Di Indonesia:
Pendekatan Tanya Jawab” (2006, p1), pasar modal merupakan pasar untuk berbagai
instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya.
Menurut Siamat dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Lembaga
Keuangan” (2004, p249), pasar modal dalam arti sempit adalah tempat yang
terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut bursa efek. Bursa efek
atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan
pembeli dan penjual efek yang dilakukan baik langsung maupun dengan
menempatkan wakil-wakilnya. Fungsi bursa efek ini antara lain menjaga kontinuitas
pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan
penawaran.
Pengertian pasar modal menurut Jogiyanto dalam bukunya yang berjudul “Teori
Portofolio dan Analisis Investasi” (2000, p11) adalah merupakan sarana perusahaan
untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau
mengeluarkan obligasi.
12
Pengertian capital market menurut Business Dictionary
(www.businessdictionary.com) adalah :
“Financial market that works as a conduit for demand and supply of (primarily) long-term debt and equity capital. It channels the money provided by savers and depository institutions (banks, credit unions, insurance companies, etc.) to borrowers and investees through a variety of financial instruments (bonds, notes, stocks) called securities. A capital market is not a compact unit, but a highly decentralized system made up of three major parts: (1) stock market, (2) bond market, and (3) money market. It also works as an exchange for trading existing claims on capital in the form of shares.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Pasar finansial yang dijadikan sebagai perantara untuk mempertemukan permintaan dan penawaran (terutama) utang jangka panjang dan modal. Dimana pasar modal ini menyalurkan dana yang dimiliki penyandang dana pribadi dan institusi keuangan (bank, kreditur, perusahaan asuransi, dll) kepada debitur dan investee melalui berbagai produk-produk finansial (bonds, notes, saham) yang disebut sekuritas. Pasar modal adalah sebuah institusi yang terdesentralisasi yang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: (1) pasar saham, (2) pasar bond, dan (3) pasar uang. Selain itu, pasar modal dapat diartikan sebagai tempat pertukaran perdagamngan kepemilikan modal dalam bentuk saham.”
Pengertian pasar modal secara khusus menurut Keputusan Menteri Keuangan
RI No.1548/KMK/90 adalah suatu sistem keuangan terorganisasi, termasuk di
dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang
keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
Undang-undang pasar modal nomor 8 tahun 1995 memberikan pengertian yang
lebih terarah mengenai pasar modal. Pasar modal merupakan tempat untuk
melaksanakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek dari perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
13
Dari seluruh pengertian di atas, penjelasan tentang pasar modal dapat
dirangkum menjadi suatu sistem keuangan terganisasi yang menjadi pasar tempat
mempertemukan pembeli dan penjual berbagai instrumen keuangan jangka panjang,
seperti utang jangka panjang dan modal, yang dapat diperjualbelikan baik dalam
bentuk utang, ekuitas (saham), dan instrumen derivatif.
II.1.2. Peranan Pasar Modal
Menurut Sonny dalam artikelnya yang berjudul “Apa itu investasi?”
(http://sonny.ohlog.com/) pasar modal memiliki peranan penting dalam kegiatan
ekonomi. Pasar modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi, terutama
untuk negara-negara yang menganut kapitalisme, sebab pasar modal dapat menjadi
sumber dana alternatif bagi perusahaan-perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini
merupakan salah satu agen produksi yang secara nasional akan membentuk Gross
Domestic Product (GDP). Perkembangan pasar modal akan menunjang kegiatan
peningkatan GDP. Dengan kata lain, berkembangnya pasar modal akan mendorong
pula kemajuan ekonomi suatu negara.
Secara umum, peranan pasar modal menurut Budy Frensidy dalam artikelnya
yang berjudul Pasar Modal vs Pasar Uang (http://www.ui.ac.id/) mencakup 5 aspek,
yaitu:
1. Menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi dana secara optimal.
2. Pasar modal memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor sehingga
memungkinkan untuk melakukan diversifikasi.
14
3. Pasar modal menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian
suatu negara. Pasar modal merupakan cerminan dari perekonomian negara yang
bersangkutan, jika pasar modal terus berkembang maka diharapkan perekonomian
negara juga dalam kondisi serupa.
4. Pasar modal merupakan sarana penyebaran kepemilikan perusahaan sampai pada
berbagai lapisan masyarakat.
5. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Pasar
modal menyediakan informasi yang lengkap bagi para investor, seperti laporan
keuangan, susunan manajemen, dan corporate action, yang apabila harus dicari
sendiri memerlukan biaya yang mahal.
II.2. Contagion Effect Theory
Pengertian Contagion Effect menurut Investopedia
(www.businessdictionary.com), adalah :
“The likelihood of significant economic changes in one country spreading to other countries. This can refer to either economic booms or economic crises. An infamous example is the "Asian Contagion" that occurred in 1997 and started in Thailand. The economic crisis in Thailand spread to bordering southeast Asian countries and then eventually spilled over to Latin America. Currency declines spread rapidly throughout South Asia, in turn causing stock market declines, reduced import revenues and even government upheaval. The crisis was stemmed somewhat by financial intervention from the International Monetary Fund and the World Bank. However, market declines were also felt in the United States, Europe and Russia as the Asian economies slumped”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Kesamaan signifikansi perubahan ekonomi suatu negara yang ditularkan ke negara lain dimana dapat ditujukan untuk kemajuan ekonomi ataupun krisis.
15
Contoh yang terjadi adalah Asian Contagion yang terjadi pada tahun 1997 yang dimulai di Thailand yang berkembang ke negara-negara di Asia Tenggara yang berdampak juga terhadap negara-negara Amerika Latin. Penurunan nilai tukar mata uang menyebar dengan cepat sampai ke Asia bagian selatan yang menyebabkan penurunan pasar saham, penurunan pendapatan impor, dan bahkan menyebabkan pergolakan dalam pemerintahan. Krisis tersebut disebabkan interfensi ekonomi dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Pergolakan tersebut pada akhirnya juga menyebabkan penurunan pasar saham di Amerika, Eropa, dan Rusia.”
Menurut Uribe pada tahun 2006 dalam artikelnya yang berjudul “A Fiscal
Theory of Sovereign Risk” (http://www.nber.org/) yang dimaksud dengan Contagion
Effect atau yang sering disebut teori domino modern adalah pengaruh yang
ditimbulkan oleh perekonomian negara lain terhadap suatu negara, regional, atau
dunia. Peristiwa ekonomi yang terjadi di suatu negara akan mendorong terjadinya
peristiwa ekonomi lainnya di negara-negara dunia. Pengaruh yang ditimbulkan
cenderung bersifat relatif dan berbeda-beda untuk setiap negara. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh faktor hubungan, kerjasama ekonomi, dan kawasan dari negara-
negara tersebut. Penelitian menunjukan bahwa teori ini berlaku jika terjadi kenaikan
atau penurunan ekonomi yang signifikan, dan dimulai dari negara yang menganut
sistem ekonomi terbuka serta sektor ekonominya cukup dominan di dunia atau
minimal di regionalnya, dimana dampaknya akan menyebar ke negara berkembang
dan negara terbelakang.
Contoh nyata dari Contagion Effect ini adalah krisis keuangan global yang
bermula dari subprime mortgage yang sekarang melanda AS dan Eropa serta
berimbas pada resesi dan perlambatan ekonomi dunia. Contoh lain adalah krisis
moneter Asia pada periode 1997-1998 yang dimulai dari negara Thailand dan
16
berdampak pada depresiasi nilai mata uang negara kawasan Asia dan reformasi
politik di negara-negara tersebut.
II.3. Emerging Market
Menurut Investopedia (www.businessdictionary.com), emerging market adalah:
“A market in a country with economy in low-to-middle per capita income. Such countries constitute approximately 80% of the global population, representing about 20% of the world's economies. Although a loose definition, countries whose economies fall into this category, varying from very big to very small, are usually considered emerging because of their developments and reforms. Emerging markets are characterized as transitional, meaning they are in the process of moving from a closed to an open market economy while building accountability within the system.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Sebuah pasar di suatu negara dengan pendapatan perkapita menengah kebawah, dimana pendapatan seperti itu dapat ditemukan di sekitar 80% populasi dunia yang menggambarkan sekitar 20% ekonomi dunia. Walaupun dalam pengertiannya secara harafiah suatu negara dapat masuk dalam kategori emerging dilihat dari pendapatan perkapita penduduknya, perkembangan dan reformasi negara tersebut. Emerging markets dapat dikarakterisasi sebagai suatu perubahan dari ekonomi pasar tertutup menjadi ekonomi pasar terbuka dalam membangun akuntabilitas yang mengacu pada suatu sistematika.”
Menurut Mobius dalam wawancaranya pada tahun 2001 dengan Public
Broadcasting Service atau PBS (http://www.pbs.org/) emerging market adalah pasar
modal yang berada di negara-negara berkembang di mana pendapatan per kapitanya
masih kecil, perkembangan pasar modalnya masih rendah atau kapitalisasi pasarnya
menunjukan rendahnya portfolio dibandingkan dengan GNP dari negara tersebut.
Selain itu, negara tersebut belum mengalami proses industrialisasi yang sangat maju.
17
Khususnya untuk pasar modalnya, berbagai fasilitas yang berkaitan dengan sistem
pasar belum teratur dan lengkap, di samping adanya larangan atau pembatasan
terhadap investor asing serta pengenaan pajak yang terlalu besar terhadap mereka
sehingga pasar modal tersebut menjadi tidak realistik. Itulah sebabnya dari 123
negara yang pernah didaftarkan sebagai emerging market, hanya 24 negara yang
benar-benar memfungsikan pasar modalnya sehingga fund manager mancanegara
leluasa menempatkan modalnya di pasar modal tersebut.
Secara regional, emerging market adalah pasar modal di luar negara-negara
Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan EAFE (Eropa, Australia, dan Far
East). Pasar modal di negara-negara tersebut mempunyai ciri khas seperti bursa
utama dan bursa over the counter yang berfungsi secara optimal, saham-sahamnya
tersedia bagi portfolio asing dan mata uangnya dapat ditukarkan atau modal dan
pendapatannya dapat direpatriasi secara bebas.
Dengan berbagai kekurangan dan keterbatasannya itu, Mobius menegaskan
bahwa emerging market merupakan sasaran investor Amerika Serikat, Eropa, dan
Jepang untuk mendapatkan return yang tinggi. Harapan untuk mendapatkan return
yang tinggi di emerging market sangat beralasan karena perekonomian nasional
negara itu berkembang dengan sangat pesat.
II.4. Subprime mortgage
Menurut Business Dictionary (www.businessdictionary.com/), subprime
mortgage adalah:
18
“A class of mortgage used by borrowers with low credit ratings. Borrowers who use subprime loans generally do not qualify for loans with lower rates because they have damaged credit or no credit history, and are thus considered risky by lending agencies. Because the default risk for poor credit borrowers is greater than of other borrowers, lenders charge a higher interest rate on subprime loans.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Hipotik yang diambil debitur dengan angka kredit yang rendah dimana debitur tidak qualified untuk meminjam dengan bunga rendah karena memiliki utang yang tertunggak atau belum pernah memiliki utang sebelumnya, dan debitur dinilai berbahaya oleh kreditur. Dikarenakan resiko memberikan utang bagi orang miskin lebih besar dari debitur lain, maka suku bunga pinjaman seharusnya lebih besar terhadap Subprime loans.”
Subprime mortgage menurut Lindu Maulana pada tahun 2007 dalam artikelnya
yang berjudul “Subprime Mortgages dan Gejolak Pasar Keuangan”
(http://www.uniga.ac.id) adalah kredit pemilikan rumah dengan tingkat risiko yang
lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat risiko pasar kredit perumahan. Seorang
debitur (orang yang berutang) masuk dalam kategori subprime jika ia setidaknya
pernah menunggak atau terlambat membayar cicilan kredit, sehingga credit score
mereka kurang dari nilai minimum sebagai prime debitor. Credit score di AS berkisar
antara 300 hingga 900 dan kategori subprime diberikan kepada debitur dengan credit
score kurang dari 620. Seorang debitur yang berulang kali terlambat membayar
tagihan atau cicilan utang akan mengalami penurunan credit score.
Sebagai kompensasi bagi kreditur (pemberi utang) dan sekaligus sebagai penalti
bagi debitur, kreditur subprime mortgage mensyaratkan tingkat bunga yang lebih
tinggi dibandingkan tingkat bunga pasar yang berlaku. Bagi debitur, tingkat bunga
yang makin tinggi akan menambah beban pembayaran dan meningkatkan peluang
19
gagal bayar. Dengan kata lain, tingkat bunga yang tinggi akan meningkatkan tingkat
risiko kredit.
Dalam dunia keuangan modern, salah satu instrumen investasi yang populer
adalah collateralized debt obligations (CDO). CDO umumnya merupakan kumpulan
hak tagih dari berbagai jenis utang baik yang berkualitas tinggi (prime) maupun yang
berkualitas rendah (subprime). Kombinasi kedua jenis utang tersebut diperlukan
untuk menjaga kualitas (rating) CDO dan sekaligus memberikan imbal hasil (yield)
yang lebih tinggi dari surat utang (obligasi) konvensional. Oleh karena
karakteristiknya yang menarik, banyak sekali bank dan perusahaan investasi global
yang membeli CDO.
Secara tradisional, apabila suatu kredit mengalami kesulitan atau keterlambatan
pembayaran, akan terjadi interaksi antara debitur dan kreditur untuk mencari jalan
keluar. Namun, setelah subprime mortgage dijadikan jaminan penerbitan CDO, jika
terjadi keterlambatan atau kegagalan pembayaran cicilan kredit, maka rumah yang
dijadikan agunan akan disita. Rumah yang disita selanjutnya dijual untuk melunasi
kredit. Jika rumah yang disita dan dijual makin banyak, maka harga rumah di suatu
daerah akan cenderung turun, tidak hanya rumah yang dibiayai dengan subprime
mortgage.
Permasalahan mulai muncul menjelang akhir tahun 2006, ketika mulai terjadi
tren kenaikan suku bunga dan penurunan harga rumah di AS. Sejak saat itu, makin
banyak debitur subprime mortgage yang mengalami masalah pembayaran kredit.
Sebagai akibatnya, makin banyak rumah yang disita dan dijual paksa. Kondisi ini
mendorong makin terpuruknya harga perumahan dan sekaligus menurunnya nilai
20
agunan CDO. Penurunan tersebut menyebabkan para pemilik CDO harus
mencadangkan atau bahkan merealisasikan kerugian. Karena sebagian besar pemilik
CDO merupakan perusahaan publik, mereka wajib mengumumkan nilai pencadangan
dan realisasi kerugian atas CDO yang mereka miliki.
Bagi pelaku pasar, pengumuman pencadangan dan realisasi kerugian
menciptakan ekspektasi buruk atas kinerja bank dan perusahaan investasi. Sebagai
akibatnya, harga saham bank dan perusahaan investasi yang terkait dengan CDO
subprime mortgage mengalami koreksi tajam. Karena para pembeli CDO berdomisili
di berbagai negara, maka kejadian ini memberi sinyal negatif yang menyebabkan
gejolak pasar keuangan global.
II.5. Saham
II.5.1. Definisi saham
Menurut Siamat (2001, p268), pengertian saham adalah surat bukti atau tanda
kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas.
Menurut Indonesia Stock Exchange (http://www.idx.co.id), saham dapat
didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha)
dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut,
maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset
perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
II.5.2. Jenis saham
Untuk mempermudah pembagian hak dan kewajibannya, saham dibagi menjadi
beberapa jenis menurut kepemilikannya.
21
II.5.2.1. Saham Preferen (Preferred Stock)
Pengertian Preferred Stock menurut Investopedia
(www.businessdictionary.com) adalah :
“A class of ownership in a corporation that has a higher claim on the assets and earnings than common stock. Preferred stock generally has a dividend that must be paid out before dividends to common stockholders and the shares usually do not have voting rights. The precise details as to the structure of preferred stock is specific to each corporation. However, the best way to think of preferred stock is as a financial instrument that has characteristics of both debt (fixed dividends) and equity (potential appreciation)
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “suatu kepemilikan dalam perusahaan yang memiliki klaim lebih tinggi terhadap asset dan pendapatan dibandingkan common stock. Preferred stock pada umumnya mendapatkan dividen yang harus dibayarkan sebelum common stockholders dan pada umumnya saham tersebut tidak memiliki hak voting. Pengaturan preferred stock yang terperinci tidaklah sama disetiap perusahaan, bagaimanapun pengertian terbaik dari preferred stock adalah sebuah instrumen finansial yang memiliki karakteristik dari utang (dividen tetap) dan modal (berpotensi mengalami apresiasi)”
Menurut Business Dictionary (www.businessdictionary.com/), Preferred Stock
adalah :
“Class of stock (shares) that pays fixed and regular interest income, instead of a dividend (whose payment and amount depends on factors beyond stockholder's control). Holders of preferred stock have claim over the firm's earnings (and assets in case of liquidation) ahead of (senior to) the claim of holders of common stock (ordinary shares) but behind (junior to) the claims of bondholders and all other creditors. Depending on the terms of the agreement under which preferred stock is issued, the degree of control of its holders over the firm's operations ranges from none to the same as that of the holders of common stock. Most preferred stock is cumulative; common stock holders cannot receive any dividend until all the unpaid interest owed to preferred stock holders is paid. For the issuing firm, preferred stock is an uneasy compromise between debt and equity, and is seen as capital
22
with a tax advantage because interest is written off as expense against earnings.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “saham yang memberikan penghasilan reguler dan tetap, dimana pemegang saham ini memiliki hak untuk klaim terhadap pendapatan perusahaan (termasuk aset terlikuidasi) di atas pemegang common stock tetapi di bawah bondholder dan kreditur lain. Berdasarkan kebijakan masing-masing perusahaan, hak suara pemegang preferred stock bervariasi dari nol hingga sama dengan pemegang common stock. Pada umumnya, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham preferred stock diutamakan di atas pemegang saham common stock. Bagi perusahaan penerbit, preferred stock dapat membingungkan karena dapat ditempatkan baik di modal maupun utang dan dilihat sebagai modal yang memiliki keuntungan pajak karena pajak dihapuskan sebagai pengeluaran atas pendapatan.”
Berdasarkan uraian di atas, saham preferen disimpulkan sebagai salah satu jenis
saham yang memiliki keistimewaan karena memiliki hak lebih dahulu dalam
pembagian keuntungan dan pembagian kekayaan perusahaan sebelum saham biasa
dan memiliki karakteristik campuran antara obligasi dan saham biasa.
II.5.2.2. Saham biasa (Common Stock)
Pengertian Common Stock menurut Investor Words (www.investorwords.com/)
adalah :
“Securities representing equity ownership in a corporation, providing voting rights, and entitling the holder to a share of the company's success through dividends and/or capital appreciation. In the event of liquidation, common stockholders have rights to a company's assets only after bondholders, other debt holders, and preferred stockholders have been satisfied. Typically, common stockholders receive one vote per share to elect the company's board of directors (although the number of votes is not always directly proportional to the number of shares owned). Common shareholders also receive voting rights regarding other company matters such as stock splits and company objectives. In addition to voting rights, common shareholders sometimes enjoy what are called "preemptive rights". Preemptive rights allow common shareholders to maintain their proportional
23
ownership in the company in the event that the company issues another offering of stock. This means that common shareholders with preemptive rights have the right but not the obligation to purchase as many new shares of the stock as it would take to maintain their proportional ownership in the company. also called junior equity.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “sekuritas menggantikan kepemilikan modal, hak voting, dan membagikan keuntungan perusahaan dengan membagikan dividen dan/atau apresiasi modal. Dalam kasus likuidasi, pemegang saham umum memiliki hak atas aset perusahaan setelah hak dari bondholders, hak kreditur, dan hak pemegang preferred stock telah dipenuhi. Pada umumnya, pemegang saham umum mendapatkan satu hak suara atas satu lembar saham yang dimilikinya dalam pemilihan dewan direktur perusahaan. Pemegang saham umum juga memiliki hak suara dalam pembahasan permasalahan perusahaan lainya, seperti pemecahan saham dan perumusan tujuan perusahaan. Sebagai tambahan atas hak suara mereka, pemegang saham umum memiliki preemptive rights, dimana pemegang saham umum tersebut dapat menjaga proporsi kepemilikan mereka dalam perusahaan saat perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Artinya, pemegang saham umum yang memiliki preemptive rights memiliki hak untuk menambah persentase saham yang dimiliki sebelum penambahan sehingga setelah perusahaan mengeluarkan lembar saham baru, pemilik saham umum dapat menjaga proporsi kepemilikan sahamnya di perusahaan tetap sama sebelum dan sesudah dikeluarkannya sejumlah lembar saham baru.”
Menurut Business Dictionary (www.businessdictionary.com/), Common Stock
adalah :
“Type of security that serves as an evidence of proportionate ownership, imparts proportionate voting rights, and gives its holder unlimited proportionate claim on the assets and income of the firm (after the claims of lenders, and other obligations, are satisfied). Common stock constitutes the equity capital (also called risk capital) of the firm which is never paid back (redeemed), and is lost if the firm fails. Common stock usually has a par value (amount for which each share is sold for when first issued) but has no guaranteed value afterwards. In bad years, common stock holders may receive little or no income (dividends) at all. But, in good years, there is no limit to the amount they may receive except the limits imposed by the government, the lenders, or the financial position of the firm. Common stock
24
holders elect directors of the firm and thus participate in determining its policies and direction. But their claim on the firm's assets are subordinate to those of debenture holders, preferred stock (preference share) holders, creditors, and statutory agencies (such as tax authorities). On the winding up of the business, the surplus of the assets over liabilities is divided among common stockholders in proportion to their stockholding.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“suatu tipe sekuritas yang diartikan sebagai bukti atas proporsi kepemilikan dalam perusahaan, termasuk didalamnya proporsi hak suara, dan klaim atas aset dan pendapatan perusahaan (setelah hak kreditur dan obligator lainnya terpenuhi). Saham umum merupakan bentuk modal perusahaan yang tidak digantikan apabila perusahaan mengalami kebangkrutan. Saham ini biasanya memiliki nilai par (harga saham saat pertama kali diterbitkan) tetapi tidak memiliki nilai yang dijaminkan setelahnya. Saat perusahaan mengalami saat yang sulit, pemegang saham umum dapat menerima sedikit dividen ataupun tidak sama sekali. Saat perusahaan sedang dalam keadaan baik, pemegang saham umum dapat merasakan keuntungan yang tak terhingga sesuai yang ditetapkan pemerintah, kreditur, ataupun keadaan finansial perusahaan. Pemegang saham umum memiliki hak untuk memilih direktur perusahaan dan dapat berpartisipasi dalam mengarahkan tujuan dan misi perusahaan. Meskipun demikian, hak pemegang saham umum atas aset perusahaan masih diprioritaskan di bawah kreditur, pemegang preferred stock, dan instansi penting pemerintahan (seperti instansi pajak). Dalam penghitungan surplus aset terhadap kewajiban perusahaan dibagikan kepada pemegang saham umum berdasarkan proporsi saham yang dimilikinya.”
Berdasarkan uraian di atas, saham biasa dapat disimpulkan sebagai surat
berharga yang mewakili kepemilikan dalam suatu perusahaan. Saham biasa
tidak memiliki tanggal jatuh tempo dan klaim atas saham biasa tetap ada
sepanjang perusahaan tidak dilikuidasi. Hak pemegang saham biasa atas
kekayaan perusahaan dalam hal perusahaan dilikuidasi baru diberikan setelah
seluruh pembayaran hutang dan pembayaran kepada pemegang saham
preferen diselesaikan. Kelebihan dari saham biasa ini adalah adanya hak suara
25
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan dapat menikmati
keuntungan dari apresiasi harga saham.
II.6. Indeks Harga Saham Gabungan (JSX & IDX)
Dari sumber website IHSG (http://www.idx.co.id/), Indeks Harga Saham
Gabungan (disingkat IHSG, dalam bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite
Index, JCI, atau JSX) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh
Bursa Efek Indonesia (BEI). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983,
sebagai indikator pergerakan harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), indeks ini
mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di
BEI. Saat ini terdapat 383 perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI.
Menurut Widoatmodjo dalam bukunya yang berjudul “Cara Sehat Investasi di
Pasar Modal: Pengetahuan Dasar” (2000, p189), Indeks Harga Saham Gabungan
merupakan pintu dan permulaan pertimbangan seseorang untuk melakukan investasi,
sebab dari indeks harga saham inilah investor mengetahui situasi secara umum, sebab
indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan kompleks atas
berbagai macam faktor yang berpengaruh terutama faktor-faktor ekonomi. Bahkan
sekarang indeks harga saham dapat dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu
negara.
Indeks Harga Saham Gabungan di BEI dihitung dengan menggunakan metode
rata-rata tertimbang harga pasar (market value weighted average index), dimana
harga pasar adalah harga saham terakhir yang terjadi di bursa. Widoatmodjo (2000,
p196) menyatakan bahwa dasar pemberian bobot pada perhitungan IHSG tertimbang
26
ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh yang dberikan saham tersebut. Bagi saham
yang sangat berperan dalam mempengaruhi pasar, akan diberi bobot besar.
Sebaliknya saham yang kecil pengaruhnya akan diberi bobot kecil. Tambahnya,
dalam menentukan besar kecilnya bobot dipengaruhi oleh besar kecil jumlah saham
yang didaftarkan emiten.
Dari sumber website IHSG (http://www.idx.co.id/), didapat informasi bahwa
Bursa Efek Jakarta (BEJ) berawal dengan dibukanya sebuah bursa saham oleh
pemerintah Hindia Belanda pada 1912 di Batavia. Setelah sempat tutup beberapa kali
karena terjadinya perang, BEJ kembali dibuka pada 1977 di bawah pengawasan
Bapepam. Pada tanggal 13 Juli 1992, BEJ diprivatisasi dengan dibentuknya PT.
Bursa Efek Jakarta atau dikenal juga dengan Jakarta Stock Exchange (JSX) dan
kemudian pada tahun 1995, perdagangan elektronik di BEJ dimulai dengan jumlah
emiten yang menurut Cahyono dalam bukunya yang berjudul: “Investing in JSX
now?” (2002, p126) mencapai 316 pada tahun 2001.
Setelah sempat jatuh ke sekitar 300 poin pada saat-saat krisis, BEJ mencatat
rekor tertinggi baru pada awal tahun 2006 setelah mencapai level 1.500 poin berkat
adanya sentimen positif dari dilantiknya presiden baru, Susilo Bambang Yudhoyono.
Peningkatan pada tahun 2004 ini sekaligus membuat BEJ menjadi salah satu bursa
saham dengan kinerja terbaik di Asia pada tahun tersebut.
Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk
menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya
sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi
pada 1 Desember 2007 dengan nama Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian
27
Stock Exchange (IDX) dengan emiten yang berjumlah 393 dan dengan kapitalisasi
pasar sekitar 1,8 triliun rupiah. BEI menggunakan sistem perdagangan bernama
Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem
manual yang digunakan sebelumnya. Sistem JATS ini sendiri direncanakan akan
digantikan sistem baru yang akan disediakan OMX. Penggabungan ini menjadikan
Indonesia hanya memiliki satu pasar modal.
Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa
kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak
dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga
saham.
Saat ini, BEI mempunyai tujuh macam indeks saham:
1. IHSG, menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks
sebanyak 334 emiten.
2. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor
(sejumlah 9 sektor) yang didalamnya terdapat seluruh emiten yang terdaftar
dalam BEI.
3. Indeks LQ45, menggunakan 45 saham terpilih setelah melalui beberapa tahapan
seleksi.
4. Indeks Individual, yang merupakan Indeks untuk masing-masing saham
didasarkan nilai dasar (yaitu 100).
5. Jakarta Islamic Index, merupakan gabungan 30 emiten dalam satu indeks
perdagangan saham syariah.
28
6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan, indeks yang didasarkan pada
kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama yang
berjumlah 123 emiten dan Papan Pengembangan yang berjumlah 211 emiten.
7. Indeks Kompas 100, menggunakan 100 saham pilihan harian Kompas.
II.7. Indeks Dow Jones (DJIA)
Menurut The Wharton School of the university of Pennsylvania (http://www-
stat.wharton.upenn.edu/), Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu
indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri
Dow Jones & Company yaitu Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai suatu
cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika Serikat
(AS). DJIA secara resmi dimulai sejak 26 Mei 1896. Saat ini DJIA merupakan salah
satu indeks pasar saham AS tertua yang masih berjalan. Pada awalnya di tahun 1896
terdapat 12 perusahaan yang terdaftar di DJIA. Jumlah keanggotaan bursa kemudian
diperbanyak menjadi 20 pada tahun 1916, yang pada akhirnya ditambahkan menjadi
30 perusahaan sejak tahun 1928 hingga sekarang. Editor koran The Wall Street
Journal memilih perusahaan mana yang akan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam
bursa. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika
Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan
saham dan penyesuaian lainnya, sekarang ini perhitungan indeks menggunakan
weighted average. bukan rata-rata aktual dari harga saham komponennya. Indeks
DJIA merupakan indeks yang paling sering digunakan sebagai acuan keadaan pasar
saham di AS atau New York Stock Exchange (NYSE).
29
II.8. Indeks FTSE
Homepage FTSE (http://www.ftse.com) mendefinisikan indeks FTSE atau The
Financial Times Stock Exchange adalah indeks saham di Bursa Saham London yang
dimiliki Grup FTSE, dimana pada awalnya merupakan joint venture antara Financial
Times dan Bursa Saham London. Dimulai sejak 3 Januari 1984 dan terus berkembang
sampai sekarang menjadi 4 macam indeks , yaitu:
1. FTSE 100 Index, terdiri dari 100 saham perusahaan terbesar yang mewakili 81%
kapitalisasi pasar Bursa Saham London.
2. FTSE 250 Index, terdiri dari 250 perusahaan terbesar berikutnya setelah 100 di
atas.
3. FTSE 350 Index, terdiri dari gabungan saham pada FTSE 100 Index dan FTSE
250 Index.
4. FTSE SmallCap Index, yang terdiri dari saham-saham perusahaan diluar dari
FTSE 350, yaitu saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil.
Dari keempat indeks di atas yang menjadi acuan dalam pasar saham internasional
adalah FTSE 100 Index. Penghitungan FTSE 100 menggunakan perhitungan free
float method.
II.9. Indeks Hangseng
Homepage Hangseng (http://www.hangseng.com) mendefinisikan indeks
Hangseng sebagai sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa
Saham Hongkong. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan
harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham Hongkong dan sebagai
30
indikator utama dari performa pasar di Hongkong. Indeks ini dimulai sejak 24
November 1969. Indeks ini dibuat dan dikembangkan oleh HSI Services Limited,
yang merupakan anak perusahaan dari Bank Hangseng, bank terbesar ke-2 di
Hongkong. Anggota dari indeks ini adalah 45 emiten yang memiliki kapitalisasi pasar
terbesar di Bursa Saham Hongkong, ke-45 perusahaan tersebut mewakili 67%
kapitalisasi pasar di bursa ini.
Terdapat beberapa indeks saham lainnya di Bursa Saham Hong Kong, seperti
Hangseng China AH Index Series, Hangseng China Enterprises Index, Hangseng
China H-Financials Index, Hangseng Composite Index Series, Hangseng Freefloat
Index Series and Hangseng Total Return Index Series, tetapi tertingal jauh dalam
popularitas jika dibandingkan dengan indeks Hangseng. Perhitungan indeks
Hangseng menggunakan Market Capiltalization – Weighted.
II.10. Indeks Nikkei
Menurut Investor Saham (www.investorsaham.com) Nikkei225 merupakan
indeks pasar saham yang mengacu pada Tokyo Stock Exchange. Indeks Nikkei ini
merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam pasar saham Asia. Indeks
tersebut dikalkulasi harian oleh koran Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun
1971, dimana indeks ini terisi oleh 225 perusahaan yang dipilih oleh koran Nikkei.
Rata-rata harga tertimbang dan komponen-komponennya ditinjau ulang per tahun.
Nikkei225 memulai perhitungannya pada 7 September 1950, dan melakukan
kalkulasi ulang secara retroaktif pada 16 Mei 1949. Saham yang masuk ke dalam
Nikkei225 dihitung dengan memberikan bobot tertimbang yang setara berdasarkan
31
pada nilai par 50 yen per lembar saham. Nikkei225 dirancang untuk menggambarkan
pasar secara keseluruhan, sehingga tidak terdapat kecenderungan pada salah satu
industri tertentu.
Rata-rata indeks saham Nikkei225 turun 3,3 persen menjadi 12.433,4, yang
merupakan penutupan terendahnya dalam 2,5 tahun terakhir pada 13 Maret 2008. Hal
ini dipengaruhi oleh nilai dolar yang menurun secara berkelanjutan dan permasalahan
pada ekonomi Amerika Serikat. Indeks Nikkei225 kembali turun 4,5 persen pada
awal sesi perdagangan sore menjadikan indeks sebesar 11.691.00 poin, yang adalah
rekor terendah sejak Juli 2005 pada 17 Maret 2008, setelah JPMorgan Chase
mengumumkan akan membeli bank investasi Amerika yang bermasalah yakni Bear
Sterns, yang menunjukkan pada investor betapa dalamnya dampak dari krisis
subprime mortgage.
Saham-saham yang terdapat pada indeks Nikkei225 di-review tahunan, dan
pengumuman hasil review dilakukan pada bulan September. Apabila diperlukan
perubahan akan dilakukan pada awal Oktober. Sementara itu, perubahan dapat
dilakukan setiap saat apabila saham yang bersangkutan tidak dapat terdaftar lagi di
bursa (misalnya terkena delisting). Setiap perubahan yang akan dilakukan
diumumkan pada koran Nikkei
II.11. Indeks Strait Times
Website Straittimes (http://www.straitstimes.com/) mengartikan Indeks Straits
Times atau biasa disebut dengan STI sebagai:
32
“market value-weighted stock market index based on the stocks of 30 representative companies listed on the Singapore Exchange. Launched in the wake of a major sectoral re-classification of listed companies by the Singapore Exchange, which saw the removal of the "industrials" category, the STI replaced the Straits Times Industrials Index (STII), and began trading 31 August 1998 at 885.26 points, in continuation of where the STII left off. Then, it represented 78% of the average daily traded value over a 12-month period and 61.2% of total market capitalisation on the exchange.”
Pengertian tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “nilai pasar index tertimbang yang didasari oleh 30 perusahaan perwakilan yang terdaftar dalam bursa saham Singapura. Diterbitkan dalam perkembangan secara besar-besaran dalam klasifikasi ulang perusahaan atas dihapuskannya kategori industry dalam bursa saham Singapura. STI menggantikan STII dan mulai diperdagangkan pada tanggal 31 Agustus 1998 di angka 885.26, sebagai kelanjutan atas STII yang digantikannya. Setelah itu STI merepresentasikan 78% dari rata-rata nilai tukar harian dalam periode 12 bulan dan 61.2% dari total kapitalisasi pasar dalam bursa.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Indeks Straits Times
adalah indeks dalam perdagangan saham di bursa Singapura yang didalamnya
terdapat 30 perusahaan yang merupakan perwakilan dari pasar saham Singapura.
Penghitungan indeks ini menggunakan weighted average dimana indeks STII atau
Straits Times Industrial Index telah dimulai sejak tahun 1966, sebelum digantikan
dengan index STI pada tanggal 31 Agustus 1998 yang merupakan acuan pasar saham
di bursa Singapura hingga saat ini.
II.12. Return Saham
Menurut Jogiyanto dalam bukunya yang berjudul “Pengertian Return Saham”
(2003, p109) return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized
return) dan return ekspektasi (expected return).
33
Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan
data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan
sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi
merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti.
Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty)
antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin
besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula
risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif
dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk
mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low
return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang
berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional. Sebagai contoh,
saham yang fluktuatif dengan volume pembelian dan penjualan yang sangat besar
akan sangat berisiko karena dapat menyebabkan jatuhnya harga saham secara tiba-
tiba akibat aksi jual secara besar-besaran. Sebaliknya stockholder akan mendapatkan
keuntungan yang sangat besar bila terdapat aksi beli dalam volume yang besar.
Selanjutnya menurut Jogiyanto (2003, p109), return yang diterima investor di
pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Current Income (Pendapatan Lancar)
Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang
bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk
kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya dividen
34
saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang
kas dengan cara menjual saham yang diterimanya, sedangkan
2. Capital Gain/Capital Loss (Keuntungan Selisih Harga).
Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang
saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan
harga saham sebelumnya. Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga
saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital
gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital
loss.
Ada 2 cara dalam menghitung return saham menurut Jonathan Berk dan Peter
DeMarzo dalam bukunya yang berjudul “Corporate Finance” (2007, p272), yaitu:
1. Dengan memasukkan unsur dividen
Keterangan:
Ri = Return yang diharapkan
D1 = Dividen yang diharapkan
P1 = Harga pasar saham yang diharapkan
P0 = Harga pasar saham saat penutupan
2. Tanpa memasukkan unsur dividen
Keterangan:
35
Ri = Return yang diharapkan
P1 = Harga pasar saham yang diharapkan
P0 = Harga pasar saham saat penutupan
II.13. Risiko
Menurut Sunaryo dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Risiko Finansial”
(2007, p75) hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup.
Risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal
yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari
kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar
risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
Risiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang
diterima dengan yang diekspektasi. Selanjutnya menurut Sunaryo (2007, p75),
terdapat dua jenis risiko dalam literatur keuangan yaitu:
1. Unsystematic Risk
Unsystematic risk merupakan risiko spesifik perusahaan karena tergantung dari
kondisi mikro perusahaan. Contoh unsystematic risk antara lain adalah risiko
industri, operating laverage risk dan lain-lain. Risiko ini dapat diminimalkan
dengan melakukan diversifikasi investasi pada banyak sekuritas dengan
pembentukan portofolio, unsystematic risk disebut juga diversible risk atau well-
diversied risk.
36
2. Systematic Risk.
Systematic risk adalah risiko yang tidak dapat didiversifikasikan oleh portofolio,
maka risiko inilah yang relevan dalam analisis investasi. Risiko sistematis tidak
dapat dihilangkan dengan diversifikasi kerena risiko ini tergantung pada berbagai
faktor seperti perubahan perekonomian dan politik yang mempengaruhi semua
perusahaan. Systematic risk merupakan risiko yang muncul karena faktor di luar
perusahaan, misalnya karena kebijakan, kondisi pasar, aspek psikologis. Pada
systematic risk ini manajemen atau perusahaan sama sekali tidak bisa berbuat apa-
apa karena faktor penyebabnya datang dari luar kekuasaan perusahaan. Yang
termasuk dalam systematic risk ini adalah risiko pasar, risiko suku bunga dan
risiko likuiditas.
II.14. Hubungan Risiko dan Tingkat Pengembalian
Dalam artikel Widyarfendhi pada tahun 2009 yang berjudul “Risk and Return
(Risiko dan Tingkat Pengembalian): Pengaruh Diversifikasi dalam Portofolio
Terhadap Penurunan Risiko” (http://www.keuanganpraktis.com) ada perumpamaan
jangan letakkan seluruh telur Anda dalam satu keranjang. Sebab bila keranjang
terjatuh, maka semua telur akan pecah. Ini adalah slogan yang biasa digunakan untuk
menggambarkan anjuran untuk tidak menempatkan dana kita hanya dalam satu
bentuk instrumen investasi. Misalnya hanya dalam bentuk tabungan.
Kita juga sering mendengar istilah diversifikasi yang memberikan makna bahwa
dibentuknya portofolio dengan maksud untuk meminimalkan risiko. Jadi, di sini ada
37
penekanan pada peminimalan risiko bukan peningkatan keuntungan. Terkait dengan
hubungan diverisifikasi dengan peningkatan keuntungan mungkin perlu dikaji lebih
dalam lagi, tetapi di kesempatan ini kita coba membahas lebih jauh mengenai
diversifikasi dalam hubungannya dengan peminimalan risiko.
Untuk memahami lebih jauh tentang konsep diversifikasi kita akan
membahasnya dalam tiga tahapan perspektif. Ilustrasinya sebagai berikut:
1. Perspektif tunggal. Bayangkan bahwa kita memiliki dana Rp. 1 miliar dan
menaruhnya pada satu portofolio (tanpa mempertimbangkannya secara relatif
terhadap hal lain).
2. Perspektif ganda. Menempatkan dana kita dalam satu jenis mata uang saja akan
sangat berbahaya. Ingat slogan telur dalam keranjang. Untuk mengantisipasi
kemungkinan kerugian, yang harus dilakukan adalah membagi dana Rp 1 miliar
menjadi dua bagian yang sama, yaitu Rp. 500 juta dan USD 50.000,- (dengan
asumsi USD 1 = Rp. 10.000,-). Maksudnya bila terjadi penurunan nilai rupiah
maka kerugian selisih kurs dari adanya penurunan nilai rupiah, ditutupi oleh
meningkatnya nilai dollar yang dipegang. Jadi, dalam perspektif ganda ini akan
terlihat bahwa tanpa diversifikasi nilai rupiah yang dipegang akan berkurang
nilainya bila harga dollar meningkat. Dengan diversifikasi naik turunya nilai
rupiah terhadap dollar maka tidak akan mengakibatkan penurunan nilai secara
keseluruhan.
3. Perspektif majemuk. Bahwasanya instrumen investasi yang ada bukanlah hanya
dollar, tetapi ada juga surat berharga, properti, logam, dan lain sebagainya yang
sebaiknya dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam portofolio. Mengabaikan
38
satu atau beberapa instrumen investasi akan memberikan memberikan potensi
kerugian yang relatif lebih tinggi (ingat slogan telur dalam keranjang, semakin
banyak di distribusi ke berbagai keranjang, secara keseluruhan risiko telur pecah
akan semakin kecil).
Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah apakah kita memang harus
menempatkan dana kita di semua instrumen investasi yang ada? Berapa proporsi
masing-masing instrumen terhadap nilai keseluruhan investasi? Sesuai teori dan hasil
penelitian yang pernah dilakukan Widyarfendhi, dengan menempatkan dana pada 10
hingga 15 instrumen investasi akan memberikan penurunan risiko yang sangat
signifikan. Lihat ilustrasi berikut:
Figur II- 1 Effective Diversification vs Non-Market Risk Sumber: http://www.keuanganpraktis.com
Mengenai proporsi setiap instrumen, besarannya relatif tergantung karakteristik dari
instrumen investasi tersebut utamanya besar-kecilnya korelasi antara satu instrumen
dan instrumen investasi lainnya.
39
II.15. Portofolio
Pengertian portofolio dalam sebuah artikel yang di-publish pada tahun 2009 berjudul
“Risk and Return (Risiko dan Tingkat Pengembalian): Pengaruh Diversifikasi dalam
Portofolio Terhadap Penurunan Risiko” (http://www.keuanganpraktis.com)
merupakan kumpulan lebih dari satu instrumen investasi. Bisa terdiri dari logam,
properti, surat berharga, mata uang, dan lain sebagainya. Komposisi pembentuk
portofolio sangat beragam. Demikian juga dengan proporsi setiap jenis instrumen
investasi terhadap total nilai investasi secara keseluruhan berbeda-beda sesuai dengan
preferensi risiko orang atau organisasi pembentuk portofolio tersebut.
Masih berdasarkan artikel di atas, tujuan pembentukan portofolio adalah sebagai
berikut:
1. Pada tingkat risiko tertentu, berusaha mencapai keuntungan semaksimal mungkin.
2. Pada tingkat keuntungan tertentu, berusaha mencapai risiko minimal.
Teori pemilihan portofolio pertama kali dikembangkan oleh Harry M.
Markowitz dalam bukunya yang berjudul “Portofolio Selection: Efficient
Diversivication of Investment” (1958, p32) dengan beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Seorang investor mempunyai sejumlah uang tertentu yang diinvestasikan untuk
jangka waktu tertentu, yang disebut holding period.
2. Pada akhir masa tertentu (holding period) investor akan menjual sahamnya.
3. Investor akan selalu mencoba menghindari risiko dan untuk menghindari risiko,
investor mencoba melakukan diversifikasi investasi.
40
4. Investor menjumpai beberapa portofolio dengan harga yang sudah pasti.
Masalahnya adalah bagaimana mengalokasikan uang diantara berbagai portofolio
untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan.
5. Investor mampu mengestimasikan hasil yang diharapkan dari masing-masing
portofolio.
6. Pilihan untuk investasi tidak tergantung pada pemodal lain.
Asumsi tersebut di atas dipakai sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan porofolio
investasi. Ini berarti, apabila asumsi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka kesimpulan
harus diambil dengan hati-hati.
Berikut adalah contoh-contoh portofolio yang berupa saham, obligasi, dan
reksadana:
Figur II- 2 Saham American Luxfer Prism Company yang diproduksi oleh Western Bank Note Co.
sumber: http://images.ahmadabdulhaq.multiply.multiplycontent.com/
41
Figur II- 3 Saham Texas Electric Railway sumber: http://images.ahmadabdulhaq.multiply.multiplycontent.com/
42
Figur II- 4 Formulir pembukaan rekening Danareksa untuk pembelian saham. sumber: http://images.ahmadabdulhaq.multiply.multiplycontent.com/
43
Figur II- 5 Obligasi yang dikeluarkan VOC (Vereinigte Ostindische Compagnie), tahun 1623.
sumber: http://images.ahmadabdulhaq.multiply.multiplycontent.com/
44
Figur II- 6 Obligasi yang dikeluarkan di Washington, tahun 1933.
sumber: http://images.ahmadabdulhaq.multiply.multiplycontent.com/
II.16. Hubungan Ekonomi Antar Negara
Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi suatu negara, sebagian besar negara
membutuhkan kerjasama dengan negara lain. Untuk mencegah terjadinya perselisihan
dengan adanya kerjasama tersebut, maka dibentuklah asosiasi-asosiasi antara negara-
negara yang melakukan kerjasama ekonomi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk
hubungan ekonomi antar negara:
II.16.1. ASEAN
Berdasarkan keterangan dari Homepage ASEAN (http://www.aseansec.org/)
ASEAN didirikan oleh lima negara pemrakarsa, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
45
Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri
penanda tangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narciso
R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan
Thanat Khoman (Thailand).
Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara
pemrakarsa. Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN berikutnya pada
tanggal 7 Januari 1984 (tepat seminggu setelah memperingati hari kemerdekannya).
Sebelas tahun kemudian, ASEAN kembali menerima anggota baru, yaitu Vietnam
yang menjadi anggota yang ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian,
Laos dan Myanmar menyusul masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu pada tanggal 23
Juli 1997. Walaupun Kamboja berencana untuk bergabung menjadi anggota ASEAN
bersama dengan Myanmar dan Laos, rencana tersebut terpaksa ditunda karena adanya
masalah politik dalam negeri Kamboja. Meskipun begitu, dua tahun kemudian
Kamboja akhirnya bergabung menjadi anggota ASEAN yaitu pada tanggal 16
Desember 1998.
Perbandingan dengan blok/negara lainnya adalah sebagai berikut:
Tabel II- 1 Tabel perbandingan asosiasi-asosiasi besar dengan negara-negara besar
Badan Wilayah km² Populasi PDB (PPP)
juta $AS PDB (PPP)per kapita$AS
Negara anggota
UE 3.977.487 456.285.839 11.064.752 24.249 25 ASEAN 4.400.000 553.900.000 2.172.000 4.044 10 CSN 17.715.335 366.669.975 2.635.349 7.187 12 NAFTA 21.588.638 430.495.039 12.889.900 29.942 3 AU 29.797.500 850.000.000 1.515.000 1.896 53
46
Negara besar
Wilayah km² Populasi PDB (PPP)
juta $AS PDB (PPP) per kapita $AS
Pembagianpolitik
India 3.287.,590 1.102.600.000 3.433.000 3.100 35China 9.596.960 1.306.847.624 7.249.000 5.200 33Amerika Serikat1 9.631.418 296.900.571 11.190.000 39.100 50Kanada1 9.984.670 32.507.874 958.700 29.800 13Rusia 17.075.200 143.782.338 1.282.000 8.900 89 II.16.2. Hubungan Bilateral Indonesia
Menurut Nani Widiawati dalam artikelnya yang berjudul “Hubungan Bilateral
& Multilateral Indonesia” (http://naniwidiawati.blogspot.com) hubungan bilateral
dapat diartikan sebagai bentuk hubungan kerjasama (diplomatis) antara satu Negara
(NKRI) dengan Negara atau blok Negara lainnya, yang mana Negara-negara sahabat
tersebut berada di benua yang berbeda. Misalnya kerjasama bilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara eropa (Belanda, Jerman, Perancis, dst), Amerika, Vatikan dan
lainnya.
Hal tersebut mengacu kepada tujuan kepentingan nasional yang tertuang dalam
Perpres No. 27/2005 mengenai Tiga Agenda Pembangunan Nasional guna
mewujudkan masyarakat aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera.
Hubungan tersebut dijalankan dalam kerangka politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati (mutual respect) dan
hubungan yang saling menguntungkan (mutually beneficial relationship) baik melalui
pendekatan secara kelompok maupun bilateral (group and bilateral approach).
47
Pola hubungan tersebut dapat kita lihat pada implementasi hubungan antara
Indonesia dengan Negara-negara Eropa Barat. Negara-negara Erbar (Eropa Barat)
secara umum memiliki arti penting bagi Indonesia mengingat bahwa Erbar
merupakan salah satu kekuatan utama politik dan ekonomi dunia saat ini. Dukungan
Erbar terhadap integritas wilayah NKRI merupakan salah satu sasaran Polugri
Indonesia akhir-akhir ini. Di bidang ekonomi, Erbar merupakan pasar ekspor dan
sumber impor utama bagi Indonesia. Erbar juga merupakan sumber utama investasi
asing di Indonesia, khususnya di bidang pertambangan dan industri kimia. Di
samping itu, dengan kemampuan di bidang IPTEK dan pendidikan yang sangat
advanced, Indonesia berkepentingan untuk memanfaatkan keunggulan-keunggulan
tersebut dalam kerja samanya dengan Erbar.
Hubungan bilateral RI – Erbar selalu diupayakan peningkatannya dari waktu ke
waktu melalui strategi Diplomasi Total, yang diwujudkan antara lain melalui (a)
penyelenggaraan Forum Konsultasi Bilateral (FKB) dan Joint/Mixed Commission
(baik dengan UE maupun negara-negara individu Erbar), (b) promosi perdagangan,
investasi, dan pariwisata, dan (c) pemeliharaan kontak sosial-budaya melalui
pertukaran misi-misi kebudayaan secara timbal-balik. Hubungan bilateral RI – Erbar
dewasa ini diprioritaskan untuk bidang-bidang kerja sama yang terkait dengan
penanganan isu-isu terorisme internasional, demokrasi, good governance, dan
lingkungan hidup.
II.16.3. Uni Eropa (UE)
Dari homepage Uni Eropa (http://europa.eu/) didapat pengertian Uni Eropa
adalah sebuah organisasi antar-pemerintahan dan supra-nasional, yang terdiri dari
48
negara-negara Eropa, yang sejak 1 Januari 2007 telah memiliki 27 negara anggota.
Persatuan ini didirikan atas nama tersebut di bawah Perjanjian Uni Eropa (yang lebih
dikenal dengan Perjanjian Maastricht) pada 1992. Namun, banyak aspek dari EU
timbul sebelum tanggal tersebut melalui organisasi sebelumnya, kembali ke tahun
1950-an.
Badan ini memiliki 4 institusi utama, yaitu Dewan Uni Eropa, Parlemen Eropa,
Pengadilan Eropa dan Komisi Eropa. Tiap institusi memiliki presiden sendiri, dan
memiliki peran dan tanggung jawab tertentu.
Uni Eropa terdiri dari beberapa negara, yaitu:
1. Swedia (sejak 1 Januari 1995)
2. Finlandia (sejak 1 Januari 1995)
3. Estonia (sejak 1 Mei 2004)
4. Latvia (sejak 1 Mei 2004)
5. Lituania (sejak 1 Mei 2004)
6. Polandia (sejak 1 Mei 2004)
7. Denmark (sejak 1973)
8. Jerman (sejak permulaan)
9. Belanda (sejak permulaan)
10. Belgia (sejak permulaan)
11. Luksemburg (sejak permulaan)
12. Irlandia (sejak 1973)
13. Britania Raya (sejak 1973)
14. Perancis (sejak permulaan)
49
15. Portugal (sejak 1986)
16. Spanyol (sejak 1986)
17. Italia (sejak permulaan)
18. Malta (sejak 1 Mei 2004)
19. Austria (sejak 1 Januari 1995)
20. Slovenia (sejak 1 Mei 2004)
21. Republik Ceko (sejak 1 Mei 2004)
22. Slowakia (sejak 1 Mei 2004)
23. Hongaria (sejak 1 Mei 2004)
24. Yunani (sejak 1981)
25. Siprus selatan (sejak 1 Mei 2004)
26. Bulgaria (sejak 1 Januari 2007)
27. Rumania (sejak 1 Januari 2007)
Dari pergantian namanya dari "Masyarakat Ekonomi Eropa" ke "Masyarakat
Eropa" hingga ke "Uni Eropa" menandakan bahwa organisasi ini telah berubah dari
sebuah kesatuan ekonomi menjadi sebuah kesatuan politik. Kecenderungan ini
ditandai dengan meningkatnya jumlah kebijakan dalam UE.
II.16.4. North American Free Trade Agreement (NAFTA)
Dari homepage NAFTA (http://www.nafta-sec-alena.org) didapat pengertian
NAFTA merupakan suatu area perdagangan bebas di Amerika Utara yang
beranggotakan negara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Kesepakatan
pembentukannya ditandatangani pada tahun 1992 dan berlaku efektif tanggal 1
Januari 1994. Cikal bakal NAFTA adalah perjanjian bilateral perdagangan bebas
50
antara Amerika Serikat dan Kanada yang disebut Canada-America Free trade Area
(CFTA) yang kemudian ditambah dengan Meksiko dan membentuk formasi blok
perdagangan baru yang disebut North America Free Trade Area (NAFTA). Perjanjian
CFTA sendiri masih belum dicabut, artinya bila penerapan NAFTA gagal maka
Amerika Serikat dan Kanada tetap terikat dalam CFTA. Pasal-pasal dalam CFTA dan
NAFTA relatif sama kecuali beberapa tambahan sehubungan dengan masuknya
Meksiko.
Tujuan utama NAFTA adalah menciptakan perdagangan bebas sesama anggota
NAFTA, dengan menghilangkan hambatan perdagangan. Hambatan perdagangan itu
bisa berupa hambatan tarif , dan hambatan non tarif. Hambatan tarif berupa bea
masuk, bea masuk tambahan dan pungutan negara lainya terhadap barang –barang
yang masuk ke salah satu negara NAFTA, yang besarnya berbeda satu negara dan
lainnya, sedangkan hambatan non tarif berupa peraturan atau ketentuan yang
berfungsi untuk menghambat perdagangan.
II.17. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode
pengolahan data secara elektronik (electronic data processing) dengan bantuan
software EViews 5. Kelebihan penggunaan software Eviews 5.1 adalah output dari
EViews 5 dapat menampilkan hasil dari pengolahan data dan pengujian hipotesis
secara bersamaan. Menurut Winarno dalam Analisis Ekonometrika dan Statistika
dengan Eviews (2007) teknik pengolahan data dilakukan dengan :
51
1. Uji Statistik Deskriptif
Analisis ini berguna sebagai alat untuk menganalisa data dengan cara
menggambarkan sampel yang telah ada tanpa maksud membuat kesimpulan yang
berlaku umum. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik sampel
yang diujikan. Analisis ini menghitung nilai minimum, maksimum, mean, standar
deviasi, dan keterangan lainnya.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik untuk menguji kelayakan penggunaan model regresi dan
kelayakan variabel bebas. Tujuan pengujian asumsi klasik adalah agar dapat
menghasilkan nilai parameter yang baik sehingga hasil penelitian dapat lebih
diandalkan. Menurut Winarno (2007, p51), pengujian asumsi klasik dalam
penelitian ini, yang dilakukan dengan bantuan EViews 5, terdiri dari tiga jenis,
yaitu:
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel independen, model regresi yang baik
seharusnya tidak mengandung multikolinearitas. Jika korelasi kuat terjadi
antara variabel independen maka terjadi masalah multikolinearitas. Dalam
penelitian ini uji multikolinearitas dilakukan dengan correlation matrix test.
Suatu data dikatakan tidak mengalami atau bebas dari multikolinearitas jika
memiliki koefisien korelasi antarvariabel lebih kecil dari 0,5. Jika terjadi
multikolinearitas maka akan dibuat pemodelan khusus untuk setiap variabel
independen.
52
b. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dan residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Suatu model regresi yang baik adalah regresi yang
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Untuk mendeteksi terdapat heteroskedastisitas pada model regresi dapat
dilakukan uji white. Dasar pengambilan keputusan dapat dilihat dari nilai
probabilitas untuk Obs*R-squared, jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat heteroskedastis.
Untuk pengolahan dengan software EViews 5 masalah heteroskedastisitas dapat
di atasi dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pemodelan ARCH (Auto
Regressive Conditional Heteroscedasticity) atau GARCH (Generalized Auto
Regressive Conditional Heteroscedasticity). Pemodelan dengan
ARCH/GARCH secara langsung dapat mengatasi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Pengujian Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan
ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena
53
residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu pengamatan ke
pengamatan lainnya.
Hal ini sering ditemukan pada data time series atau urutan waktu karena
gangguan pada satu individu atau kelompok cenderung mempengaruhi
gangguan pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Panduan
yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dipakai
besaran Durbin-Watson (D-W). Secara umum dapat diambil patokan :
1) angka D – W; 0 - 1,10 berarti ada autokorelasi yang positif
2) angka D-W; 1,54 - 2,46 berarti tidak ada autokorelasi
3) angka D-W; 2,90 – 4 berarti ada autokorelasi yang negatif.
II.18. Hipotesis
Menurut Dr. Hj. Dewi L. Badriah, M.Kes. dalam jurnalnya yang berjudul “Studi
Kepustakaan/Menyusun Kerangka Teoritis, Hipotesis Penelitian, Dan Jenis
Penelitian” (2005, p4), menyusun landasan teori juga merupakan langkah penting
untuk membangun suatu hipotesis. Landasan teori yang dipilih haruslah sesuai
dengan ruang lingkup permasalahan yang akan menjadi suatu asumsi dasar peneliti
dan sangat berguna pada saat menentukan suatu hipotesis penelitian.
Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan kesimpulan terdahulu
baik yang memperkuat maupun yang bertentangan dengan prediksinya. Jadi, dalam
hal ini telaah teoritik dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan
54
permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan penelitian.
Kesimpulan yang diambil adalah hipotesis penelitian dapat dirumuskan melalui
jalur:
1. Membaca dan menelaah ulang (review) teori dan konsep-konsep yang membahas
variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.
2. Membaca dan menelaah ulang (review) temuan-temuan penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.
Menurut Ghozali (2007, p84) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis
menyatakan hubungan apa yang kita cari atau ingin kita pelajari. Hipotesis adalah
keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks. Oleh
karena itu, perumusan hipotesis menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian.
Menurut Ghozali (2007, p84) ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam
penelitian antara lain :
1. Hipotesis kerja atau alternatif (Ha)
Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau
adanya perbedaan antara dua kelompok.
2. Hipotesis nol atau null hypotheses (Ho)
Hipotesis ini menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak
adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y
55
II.18.1. Teknik Pengujian Hipotesis
Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh adalah
analisis kuantitatif. Teknik pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Granger Causality Test
Uji kausalitas granger adalah pengujian untuk melihat bentuk hubungan antar variabel
(searah atau simultan). Pengujian ini dilakukan antara masing-masing variabel
independen dengan variabel dependen.
2. Perumusan Model
a. Model VAR
Merupakan model yang digunakan jika hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen adalah simultan atau saling mempengaruhi.
b. Model regresi
Untuk menguji hipotesis digunakan alat uji analisa regresi linier berganda
dengan model interaksi metode Least Squares. Selanjutnya dari output software
Eviews 5, perlu diperhatikan nilai dari probabilitas dari setiap variabel
independen untuk mengetahui apabila semua variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh signifikan secara parsial
terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika
probabilitas > 0,05 maka Ho ditolak, jika probabilitas < 0,05 maka Ho diterima.
Selain melihat nilai probabilitas di atas, untuk menentukan apakah suatu model
sudah baik maka perlu diperhatikan nilai koefisien determinasi (adjusted R2).
Koefisien korelasi (R) sendiri digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
56
independen dengan variabel dependen. Nilai dari R berkisar dari 0 sampai dengan
1. Jika R semakin mendekati 1 maka hubungan yang terjadi semakin kuat. Tetapi
jika R semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. Hal
tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1) 0,00 – 0,199 = sangat lemah
2) 0,20 – 0,399 = lemah
3) 0,40 – 0,599 = sedang
4) 0,60 – 0,799 = kuat
5) 0,80 – 1,000 = sangat kuat.
Analisis koefisien determinasi (adjusted R2) dilakukan untuk mengetahui berapa
besar presentase dari variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.
Nilai adjusted R2 yang mendekati seratus persen berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.