perkembangan gas bumi di indonesia dan dampak ekonominya v1b

Upload: rodney-craft

Post on 15-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    1/23

    Perkembangan Gas Bumi di Indonesia

    dan Dampaknya Terhadap

    Perekonomian Nasional

    Dr. A. Qoyum Tjandranegara

    Versi 1b

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    2/23

    Tujuan

    Memberikan gambaran tentang bisnis gas

    bumi (GB) di Indonesia

    Memberikan gambaran tentang dampak

    penggunaan GB terhadap perekonomian

    Indonesia

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    3/23

    Kerangka Presentasi

    1. Perkembangan penggunaan dan harga GB

    2. Dampak ekspor GB dan impor BBM terhadap

    perekonomian Indonesia belakangan ini

    3. Strategi menaikan penggunaan GB domestik

    4. Nilai tambah penggunaan GB

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    4/23

    I. Perkembangan Penggunaan

    dan Harga Gas Bumi

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    5/23

    I.1. Tahun 1962-1977

    1962, sebagai bahan baku/bakar Pupuk Sriwijaya(PUSRI I)

    1967, sebagai bahan baku/bakar pabrik bajaCilegon

    1970-1980, sebagai bahan baku/bakar pabrikPUSRI II, PUSRI III, PUSRI IV, Pupuk Kaltim I, PupukKaltim II, Pupuk Kujang I, Pupuk Kujang II

    Harga minyak bumi sekitar US$1.80/barel Harga GB: 30%-50% dari nilai minyak bumi atau

    15%-25% dari nilai BBM, sekitar 0.09-0.16USD/MMbtu

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    6/23

    I.2. Tahun 1977-2000

    1977, dimulainya ekspor LNG Arun dan Bontang

    1984-1990, dibangun 18 stasiun pengisian bahanbakar gas (SPBG) untuk kendaraan bermotor

    1987, PagerunganGresik (Jatim) Harga GB ekspor : 90-100% dari harga minyak

    bumi, meskipun biaya pengolahan dantransportasinya berbeda (Lihat formula harga GBdi Lampiran 1)

    Harga GB domestik: cost+fee

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    7/23

    I.3. Sesudah Tahun 2000

    2003 dimulai ekspor gas pipa ke Singapura Harga GB ekspor mengikuti harga minyak bumi

    2005, harga minyak bumi US$40/barel

    2008, harga minyak bumi US$96/barel

    >2011, harga minyak bumi >US$100/barel, harga GB>US$ 13.7/MMbtu

    Harga GB Domestik tetap cost+fee, belakanganPemerintah menaikkan harga di sumber GB,sehingga gas pipa ditangan konsumen di Jawabagian barat menjadi sekitar US$9.0/Mmbtu yangtadinya US$6.5/Mmbtu

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    8/23

    II. Dampak Ekspor Gas Bumi dan

    Impor BBM TerhadapPerekonomian Nasional

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    9/23

    II.1. Neraca Pembayaran dan Kurs Rupiah

    Sejak 1997, Indonesia bisa disebut sebagai net oil importer, karena

    volume kebutuhan BBM sudah melebihi produksi minyak mentahmilik Indonesia. Jadi melemahkan posisi cadangan devisa Indonesia.

    Bahkan sejak 2011 dari data Neraca Pembayaran Indonesia yangdikeluarkan BI menunjukan net oil & gas exportIndonesia sudahnegatif. Jadi ikut mendorong neraca pembayaran ke sisi negatif,sehingga turut melemahkan posisi Rupiah.

    Penyebab: harga BBM impor sekitar 2X lipat harga GB ekspor untuknilai kalori yang sama.

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    10/23

    II.2 Devisa, Biaya Operasi dan Subsidi serta

    Nilai tambah

    Karena tidak memaksimalkan penggunaan GB yang murah, terjadikenaikan/pemborosan subsidi energi, pemborosan devisa dan biaya operasi

    sehingga bermuara kepada kehilangan nilai tambah (pengurangan PDB) bagi

    Indonesia. Prinsip perhitungan lihat Lampiran 2, 3 dan 4.

    satuan 2010 2011 2012 2013

    Subsidi BBM Triliun IDR 82,3 165,2 137,4 193,8

    Subsidi Listrik Triliun IDR 57,6 90,4 65,0 80,9

    Harga Minyak Bumi USD/barel 79,4 111,6 112,7 108,0

    Kurs Rupiah IDR/USD 9087 8779 9380 10451

    Harga Ekspor LNG+Gas Pipa USD/MMbtu 8,3 12,4 13,3 12,6

    Volume Ekspor LNG+Gas Pipa Juta MMbtu 1569 1470 1328 1243

    Pemborosan Devisa Triliun IDR 144,5

    Pemborosan Subsidi Triliun IDR 103,1

    Pemborosan Biaya Operasi Triliun IDR 115,2

    Pengurangan PDB (nominal) Triliun IDR 398,6

    Sumber: Kem. ESDM, BI dan Perkiraan

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    11/23

    III. Strategi Menaikkan Penggunaan

    Gas Bumi Domestik

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    12/23

    III.1. Penyempurnaan Kebijakan

    dan Regulasi Regulasi bisnis GB di Indonesia dipandang penyebab rendahnya

    pemanfaatan GB di dalam negeri. Diantaranya belum sempurnanyamasalah kebijakan harga.

    Sektor Industri & Listrik memakai BBM non subsidi, artinya memanfaatkanenergi mahal. Sedangkan masyarakat golongan ekonomi menegah ke atasmemanfaatkan BBM subsidi. Suatu kebijakan yang kontradiktif.

    BBM subsidi di gunakan untuk transportasi. Di tahun 2013 jumlahnyamencapai 48 juta kL dengan subsidi sebesar Rp 194 triliun. Yang sangatmembebani keuangan negara. Padahal kita mempunyai GB yang lebihmurah, efisien dan bersih yang dapat mensubstitusi BBM, TAPI justru diekspor. Sehingga Indonesia antara lain memboroskan devisa sebesar Rp144 triliun dan subsidi sebesar Rp 103 triliun lalu bermuara kepada

    menurunnya PDB sebesar Rp 398 triliun. Sebetulnya masalah substitusi BBM ke GB bisa ditanggulangi dengan cepat

    kalau BBG disubsidi . Karena subsidi BBG selalu lebih murah dari subsidiBBM. Hampir di semua negara subsidi BBM itu selalu lebih kecil darisubsidi GB. Indonesia adalah satu-satunya negara yang tidak mensubsidiGB tapi termasuk tertinggi dalam subsidi BBM (umumnya sebaliknya).

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    13/23

    III.2. Moda Transportasi GB

    Di bagian barat Indonesia transmisi GB menggunakan moda pipa

    yang lebih murah.

    Di bagian timur mengunakan transmisi moda LNG mengingat

    adanya hambatan palung-palung.

    Kalau tidak memungkinkan menggunakan moda pipa, distribusi GBdi pulau-pulau dapat menggunakan moda LNG atau L-CNG.

    Banyak orang berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur LNG

    atau pipa sangat mahal. Padahal dalam kenyataannya nilai

    investasinya jauh lebih rendah dibanding subsidi energi yangIndonesia keluarkan.

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    14/23

    III.3. Menaikkan Pasokan GB Domestik

    Untuk menaikkan pasokan GB, harus dibangun infrastruktur. Walau mahaltapi jauh di bawah biaya subsidi energi yang harus dikeluarkan Pemerintahsetiap tahun. Investor dari swasta/BUMN agar tidak membebani keuangannegara dan pembangunan infrastrukturnya lebih cepat.

    Dari perhitungan sebelumnya, ekspor GB merugikan Indonesia jadi harusdihentikan dan dialihkan ke dalam negeri.

    Kalau tidak bisa dihentikan sama sekali seyogyanya yang di ekspor adalahsumber di Indonesia bagian timur. Karena moda LNG yang lebih mahalmemberikan nilai tambah yang lebih sedikit dibanding moda pipa(Lampiran 2).

    Kalau memungkinkan kontrak ekspor LNG di bagian barat di tukar dengansumber di bagian timur Indonesia.

    GB Duri dapat digantikan dengan clean coal technology yang lebih murah,sehingga GB nya dapat digunakan di sektor lain yang memberikan nilaitambah lebih banyak.

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    15/23

    III.4. Rekomendasi Infrastruktur GB

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    16/23

    IV. Nilai Tambah Penggunaan

    Gas Bumi

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    17/23

    IV.1. Peruntukan Ekspor

    Ekspor GB memberikan nilai tambah negatif karena sebagai

    gantinya di impor BBM yang lebih mahal, lihat perhitungan di

    Lampiran 2.

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    18/23

    IV.1. Peruntukan Dalam negeri

    Peruntukan GB untuk keperluan domestik di sektor:

    Energi, memberikan nilai tambah lebih besar dibanding

    kalau di ekspor. Penurunan biaya energi (operasi) di sektor

    industri memberikan nilai tambah terbesar dibanding

    sektor-sektor lainnya (Lampiran 2).

    Non-Energi/bahan baku,seperti untuk pupuk dan

    petrokimia memberikan nilai tambah terbesar.

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    19/23

    Lampiran

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    20/23

    20

    Lampiran 1: Harga Gas Bumi/LNG Ekspor

    Harga LNG ke Jepang, Korea dan Taiwan dapat dihitung dengan menggunakan

    formula dasar tahun 1973:

    Dimana:n = Tahun

    Pn = Harga minyak mentah (ICP-Indonesian Crude Price) pada tahun ke-nPo = Harga minyak mentah (ICP-Indonesian Crude Price) pada tahun 1973

    = US$ 6,0/barrel

    PLNG(0) = US$ 1,0/MMBtu

    n

    nLNGPo

    Pn

    P )03,1(1,09,0)(

    Dimana faktor pembagi berkisar antara 6,6 (berdasarkan faktor konversi 1 barrel rata-rata

    minyak mentah Indonesia/ICP) hingga 7,3 (berdasarkan data statistik Ditjen Migas 2006)*

    Akan tetapi dengan waktu berjalan, rumus tersebut mengalami modifikasi, akan tetapi

    pada dasarnya tidak beranjak jauh dari rumus awal ini. Kecuali pada penjualan LNG dari

    Tangguh ke Cina.

    Catatan: Sebagai contoh, pada saat harga minyak mentah (ICP) US$ 100,0/barrel maka harga LNG adalah 100/7,3 = US$ 13,7/MMBtu.

    L i 2 K t P f t GB t k D tik M b tit i BBM d

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    21/2321

    Penghematan: Impor atau Biaya Operasi = Jumlah Substitusi X Selisih Harga; Subsidi = Jumlah Substitusi X Selisih Biaya Subsidi; Penghematan Subsidi Listrik = Penghematan Biaya

    Operasi Listrik.

    Nilai Tambah: Dihitung dengan fungsi PRODUKSI Cobb Douglas di mana nilai tambah adalah fungsi dari biaya energi, tenaga kerja dan investasi (tidak seperti dengan pendekatan

    KONSUMSI: GDP=C+G+I+(Ex-Im), unsur Export/Import tdk diikut sertakan). Menggunakan model ekonometrika Tjandranegara (2012), dengan asumsi 10% penghematan biaya operasi

    direinvestasi di sektor yang sama dan 100% penghematan subsidi direinvestasi di sektor konstruksi/infrastruktur kepentingan umum. Lihat Lampiran 3 dan 4.

    Nilai Konversi dan Harga: 1 MMscf = 1000 MMbtu; 1 MMbtu = 28.79 liter BBM; US$ 1 = Rp12000; Harga GB Ekspor = US$15/MMbtu atau Rp6253/L eq. BBM; Harga GB Dom. LNG =

    US$18,95/MMbtu atau Rp7900/L eq. BBM; Harga GB Dom. Pipa = US$12,80/MMbtu atau Rp5336/L eq. BBM; Harga BBM Impor = Rp 9950/L; Harga BBM SPBU = Rp 12522/L; Harga BBM

    Subsidi = Rp 6000/L; GB domestik tidak disubsidi.

    o Seandainya 500 MMscfd GB yang akan diproduksi di offshoreKaltim dimanfaatkan untuk dalam negeri berarti sekitar 5,25 juta kL eq.

    BBM dapat disubstitusi per tahun. Sehingga setiap tahun dapat dilakukan penghematan impor sebesar Rp 19,4 triliun yang tentunyaakan mengurangi defisit transaksi berjalan, biaya operasi sebesar Rp 27,0 triliun dan subsidi Rp 25,9 triliun. Kalau menggunakan moda

    LNG ke Jawa penghematannya berkurang sebesar Rp 13,5 triliun untuk biaya operasi dan Rp 5,9 triliun untuk subsidi. Diasumsikan

    dialokasikan 1,30 juta kL untuk Sektor Industri, 2,30 juta kL untuk Sektor Listrik dan 1,65 juta kL untuk Sektor Transportasi.

    o Substitusi ini memberikan nilai tambah sebesar Rp 74,0 triliun (nominal) per tahun terhadap PDB Indonesia. Kalau menggunakan

    infrastruktur LNG ke Jawa nilai lebihnya akan berkurang sebesar Rp 19,5 triliun per tahun karena meningkatnya harga (transportasi) GB /

    menggunakan infrastruktur yang lebih mahal. Nilai tambah ini belum termasuk pengaruh keberadaan pipa Kalija di Kaltim dan Kalsel

    serta peningkatan ketersediaan GB sepanjang pipa Trans-Jawa.

    o Karena harga GB domestik yang berasal dari LNG lebih tinggi dari harga BBM subsidi, maka penghematan biaya operasi sektor

    transportasi menjadi negatif, begitu pula dengan nilai tambahnya.

    o Kalau GB tetap di ekspor akan memberikan nilai kerugian dan nilai kurang dengan besaran yang sama tapi tentunya dengan nilai yang

    negatif.

    Lampiran 2: Keuntungan Pemanfaatan GB untuk Domestik Mensubstitusi BBM dan

    Kerugian Ekspor GB lalu Impor BBM sebagai Gantinya

    Penghematan dan Nilai Tambah Akibat Substitusi BBM oleh 500 MMscfd GB (Triliun IDR/thn) Kerugian Ekspor GB (Triliun IDR/thn)

    Subst.BBM Penghematan Nilai Tambah Biaya Menggunakan Kerugian

    (Juta kL/thn) Moda Pipa Moda LNG Moda Pipa Moda LNG GB Pipa BBM Ekspor GB

    Semua sektor: Impor/Devisa 5.25 19.4 19.4 32.9*) 52.3**) 19.4

    Industri: Biaya Operasi 1.30 9.3 6.0 13.7 8.6 6.9 16.3 9.3

    Listrik: Biaya Operasi 2.30 16.5 10.6 0.2 0.1 12.3 28.8 16.5

    Subsidi 16.5 10.6 37.6 24.9 12.3 28.8 16.5

    Transportasi: Biaya Operasi 1.65 1.1 -3.1 0.4 -1.2 8.8 9.9 1.1

    Subsidi 9.4 9.4 22.1 22.1 0.0 9.4 9.4

    TOTAL: 74.0 54.5 *)Ekspor GB **)Impor BBM

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    22/23

    Lampiran 3: Model Ekonomi Dampak Substitusi BBM oleh GB di Indonesia

    di mana

    Ysadalah output sektoral atau produksi, sebagai variabel endogen di sektor s,

    Cs(biaya energi), Ls(pekerja) and Is (investasi), sebagai variabel exogenous,dsadalah variabel dummy yg mengindikasikan kondisi krisis finansial in sektor s,

    1adalah stochastic error term,

    a0 a5adalah konstanta hasil regresi,

    a0adalah interceptdan a1 a4adalah elastisitas,

    t dan t-1menyatakan tahun and tahun sebelumnya.

    () = 0+ 1() + 2() + 3() + 4() + 5+ 1

    22

    Spesifikasi Utama Model Ekonomi:

    Dampak substitusi jangka panjang terlihat di perbedaan indikator ekonomi seperti

    besar PDB, tingkat pengangguran dan laju inflasi. Penelitian ini menggunakan

    ekonometrika dalam memproyeksikan indikator-indikator ekonomi tersebut.

    Estimasi PDB sektoral dihitung berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, di

    mana produksi adalah fungsi dari biaya energi, jumlah pekerja and investasi

    (serta jumlah produksi tahun sebelumnya dan kondisi dummy crisis). Model

    diselesaikan menggunakan software Statistical Analysis System/Econometric

    Time Series (SAS/ETS) dengan data historis (1986-2010) dari IMF, BPS dan

    Kem. ESDM.

    Sumber: Tjandaranegara (2012)

  • 5/25/2018 Perkembangan Gas Bumi Di Indonesia Dan Dampak Ekonominya v1b

    23/23

    (-3.34) (9.41) (3.00) (-

    3.44)

    R2= 0.9742

    (-2.10) (3.04) (1.15) (10.86)

    R2= 0.9404

    (-2.09) (6.75) (1.79) (-

    5.53)

    R2= 0.9958(6.40)

    (70.93)

    (9.11) (-2.40)R2= 0.9373

    13 3 3 3 3( ) 20.751 0.135 ( ) 3.957 ( ) 0.225 ( ) 0.208

    t t t t t

    Ln Y Ln C Ln L Ln I d

    1 1 14 4 4 4 4( ) 0.112 ( ) 0.895 ( ) 0.125 ( ) 0.928 ( )

    t t t t t

    Ln Y Ln C Ln L Ln I Ln Y

    17 7 7 7 7( ) 13.89 0.07453 ( ) 2.7571 ( ) 0.2336 ( ) 0.2503

    t t t t t

    Ln Y Ln C Ln L Ln I d

    1( ) 0.039 0.008537 0.9945 ( )tt Nom t Ln CPI G Ln CPI

    3 4 7( ) 4.7303 0.9964 ( ) 0.00487( )t t tt tLn UNE Ln CPI I I I

    R2= 0.9598

    23

    The above are the model estimation results. The variables statistical indicators are acceptable as shown in:

    RMSPE are between 0.44% and 2.28% below 5%; U-Theil values are between 0.002 and 0.011 far below 0.2;

    With two exceptions, all explanatory variables are statistically significant, with more than 95% confidence

    influencing their endogenous variables, as shown in the statistic-tabsolute values that are greater than 2.0 (figures

    in parentheses, the exceptions 1.15 and 1.79 mean with more than 74% and 91% confidence respectively).

    This shows, in general that the explanatory variables in behavioral equations relate accurately to the behavior of the

    endogenous variables. Statistical indicators indicate that the explanatory variables in the above behavioral equations

    relate favorably to their endogenous variables. Furthermore, the parameters magnitudes and signs in every

    structural equation are acceptable and in line with the economic theory.

    Industrial Sector Output:

    Electricity Sector Output:

    Transportation (plus Construction & Trade) Sector Output:

    Consumer Price Index:

    Unemployment:

    Sumber: Tjandaranegara (2012)

    Lampiran 4: Hasil Estimasi Model Ekonomi