bab ii landasan teori a. tinjauan tentang persepsi 1
TRANSCRIPT
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi (pencerapan) adalah proses yang dijalankan otak untuk
menafsirkan informasi sensorik, mengubahnya menjadi gambaran
berarti tentang dunia luar1. Dengan kata lain, persepsi merupakan
penafsiran yang dilakukan oleh individu terhadap suatu hal yang
dialaminya. Persepsi merupakan perbedaan pandangan tiap individu
terhadap suatu hal, atau bisa juga dikatakan sebagai kecenderungan
seseorang dalam ranah yang relatif2. Sedangkan, dalam Kamus Besar
Psikologi, persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang dengan
menggunakan indera- inderanya sehingga ia memahami kondisi
lingkungannya. Menurut Asrori, persepsi merupakan proses yang
dialami individu dalam menginterpretasikan, mengorganisasikan, serta
memberi makna terhadap suatu stimulus yang berada di
lingkungannya3, dalam artian, keadaan tersebut adalah berasal dari
proses belajar serta pengalaman seorang individu. Dari pengertian
tersebut, dapat ditarik unsur- unsur yang terdapat dalam persepsi, yaitu
interpretasi dan pengorganisasian.
1 Jeffory S Nevid, Psikologi Konsepsi Dan Aplikasi (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2017), 212. 2 Ugi Nugroho, “Hubungan Persepsi, Sikap, Dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar
Mahasiwa Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Universitas Jambi” Journal Sifa, 7 (2012), 2. 3 Muhammad Asrori, Psikologi Pembelajaran (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 21.
20
Sedangkan, menurut Slameto persepsi merupakan proses
masuknya informasi atau pesan ke dalam otak manusia, persepsi-
persepsi tersebut muncul manakala seorang individu berhubungan
dengan individu lain4. Dalam pembentukan persepsi, setidaknya ada 3
syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya indera, yakni bagian tubuh yang dapat menangkap kondisi
objek tertentu.
c. Adanya perhatian, perhatian memiliki fungsi memiliki dan
mengarahkan rangsangan yang sampai pada kita, sehingga tidak
kita terima secara kacau5
Apabila mengacu pada pengertian dari beberapa tokoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah kecenderungan atau
perbedaan pendapat yang dimiliki oleh individu dalam menafsirkan
sesuatu yang dialaminya, dilihat, dan dirasakannya sebagai bagian dari
hasil pemrosesan sensorik, sehingga berbeda antara satu individu
dengan individu yang lain.
2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Krech dan Crutchfield dalam Alex Shobur, ada beberapa
hal yang mempengaruhi persepsi, yaitu:6
4 Slameto, Belajar Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
102. 5 Alex Shobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 449. 6 Shobur, 460.
21
a. Faktor Fungsional
Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan
(suasana hati), pelayanan, dan pengalaman masa lalu seorang
individu. Pengalaman seseorang terbukti menunjukkan dampak
terhadap persepsi. Sesuai dengan teori Krech dan Crutchfield
merumuskan dalil persepsi yang pertama; persepsi bersifat selektif
secara fungsional, ini berarti seseorang mempersepsi sesuatu akan
memberikan tekanan yang sesuai dengan tujuan orang tersebut.
b. Faktor- Faktor Struktural
Faktor- faktor structural berarti bahwa faktor- faktor tersebut
timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan efek- efek netral
yang ditimbulkan dari sistem syaraf individu. Menurut Gestalt,
ketika seseorang mempersepsikan sesuatu, maka kita mempersepsi
keseluruhan, tidak menurut bagian- bagiannya7.
c. Faktor- Faktor Situasional
Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal.
Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk
paralinguistic adalah beberapa factor situasional yang
mempengaruhi persepsi.
d. Faktor Personal
Hal- hal yang termasuk dalam faktor personal adalah
pengalaman, motivasi, kepribadian. Pengalaman membantu
7 Shobur, 461.
22
seseorang dalam meningkatkan kemampuan persepsi. Kepribadian
adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola
tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan
karakteristik seorang individu.
B. Tinjauan Tentang Iklim Kelas
1. Pengertian Iklim Kelas
Dalam Kamus Online Bahasa Indonesia, Iklim merupakan suatu
keadaan hawa (suhu, kelembapan, curah hujan) pada suatu daerah
dalam jangka waktu yang lama8. Ada beberapa istilah yang biasa
digunakan untuk menyebut iklim, yaitu climate yang terdiri dari feel,
atmosphere, dan environment, yang berarti bahwa iklim adalah segala
sesuatu yang mencakup suasana, rasa, dan juga keadaan lingkungan.
Bloom dalam Badaruddin, mendefinisikan bahwa iklim adalah
pengaruh, dukungan, dan keadaan yang merupakan rangsangan dari luar
yang mempengaruhi peserta didik.9 Sedangkan, kelas menurut Kamus
Bahasa online Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai ruang tempat
belajar di sekolah10. Selanjutnya, kelas didefinisikan sebagai tempat
peserta didik belajar dan tempat guru mengajar, sehingga terjadi sebuah
interaksi antara guru dan peserta didik.
8 KBBI Online. 9 Badrudin, Manajemen Peserta Didik (Jakarta: Indeks, 2014), 96. 10 KBBI Online.
23
Iklim kelas (classroom climate) adalah sebuah konsep yang
pertamakali dikenalkan oleh Moos pada tahun 197311. Hoy dan Forsyth
dalam Hadiyanto, mendefinisikan iklim kelas sebagai organisasi sosial
informal dan aktivitas guru kelas yang secara spontan mempengaruhi
tingkah laku peserta didik. Sedangkan, secara lebih detail pengertian
iklim kelas disebutkan oleh Amborse yang dikutip oleh Hadiyanto,
yaitu iklim kelas adalah:12
“The intellectual, social, emotional, and physical
environments in which our students learn. Climate is
determined by a constellation of interacting factors that
include faculty- student interaction”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa iklim kelas
merupakan lingkungan keilmuan, sosial, emosional, serta lingkungan
fisik dimana peserta didik belajar. Iklim ditentukan oleh bertemunya
beberapa factor, dalam hal ini adalah adanya interaksi antara guru
dengan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik lain.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa iklim
kelas adalah situasi yang timbul sebagai hasil dari interaksi antara guru
dan peserta didik serta peserta didik dan peserta didik lainnya yang
dapat mempengaruhi tingkat kognitif, afektif, serta psikomotorik
peserta didik sebagai subjek belajar serta mempengaruhi keberhasilan
proses pembelajaran. Iklim kelas yang mendukung keberhasilan
program belajar adalah iklim kelas yang kondusif.
11 Ian M. Evans et al., “Differentiating Classroom Climate Concepts: Academic, Management, and
Emotional Environments,” Kotuitui: New Zealand Journal of Social Sciences Online 4, (January
2009), 132. 12 Hadiyanto, Teori Pengembangan Iklim Kelas Dan Iklim Sekolah, (Jakarta: Kencana, 2016), 4.
24
2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Iklim Kelas
Adapun faktor- faktor yang harus diperhatikan dalam menciptakan
iklim kelas yang kondusif dapat diciptakan dengan cara sebagai berikut,
yaitu:13
a. Pendekatan pembelajaran sebaiknya sesuai dengan bagaimana
siswa belajar (student centered)
b. Adanya penghargaan guru terhadap partisipasi aktif peserta didik
dalam proses pembelajaran.
c. Sikap demokratis guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d. Pembahasan secara dialogis dari setiap permasalahan yang muncul
dalam proses pembelajaran.
e. Lingkungan kelas disetting atau diatur sedemikian rupa sehingga
dapat membantu proses pembelajaran.
f. Penyediaan berbagai sumber belajar dan referensi dalam
mendukung proses pembelajaran.
3. Dimensi- dimensi Iklim Kelas
Menurut Cohen, McCabe, Michelli, dan Pickeral, iklim kelas
mencakup empat dimensi penting, yaitu:14
a. Safety
Merasa aman, secara sosial, emosional, intelektual dan
fisik, merupakan kebutuhan dasar manusia. Merasa aman di kelas
13 Ali Muhtadi, “Menciptakan Iklim Kelas (Classroom Climate) Yang Kondusif Dalam Proses
Pembelajaran,” Jurnal Majalah Ilmiah Pembangunan, 2 (2005), 203. 14 Weijun Wang, “School Climate, Peer Victimization, and Academic Achievement: Result from a
Multi- Informant Study,” School Psychology Quarterly, 29 (2014), 362.
25
secara kuat mendorong belajar siswa dan perkembangan yang
sehat. Namun, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
banyak siswa yang merasa tidak aman secara fisik dan emosional
ketika di sekolah. Tanpa norma, struktur, dan hubungan yang
mendukung di sekolah, memungkinkan siswa mengalami siswa
mengalami kekerasan, korban kekerasan, dan tindakan pelanggaran
disiplin yang serta disertai dengan tingginya absensi dan
mengurangi prestasi akademik15. Dimensi safety mencakup
peraturan yang jelas dan konsisten, sejauh mana individu merasa
aman secara fisik serta sikap tentang kekerasan dan intimidasi.
b. Relationship.
Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan suatu
hubungan. Pola norma, nilai, dan interaksi yang membentuk
hubungan di sekolah memberikan suatu daerah penting dari iklim
kelas. Salah satu aspek terpenting dalam hubungan di sekolah
adalah bagaimana orang tua terhubung satu sama lain. Dari sudut
pandang psikologi, hubungan tidak hanya untuk hubungan dengan
orang lain tetapi hubungan dengan diri kita sendiri.
Jika hubungan guru murid negatif dan penuh konflik, hal
tersebut akan lebih memungkinkan siswa memiliki masalah
perilaku dan akademisnya. Juga, interaksi guru dengan siswa dapat
secara langsung mempengaruhi keterlibatan perilaku dan
15 Amrit Thapa et al., “A Review of School Climate Research,” Review of Educational Research,
83 (2013), 360.
26
emosional siswa di kelas. Saat dukungan dan interaksi guru positif
dengan murid, maka siswa akan lebih mungkin untuk terlibat
dalam partisipasi secara tepat.16 Dimensi relationship mencakup
saling menghormati keberagaman, rasa keterhubungan antara
komunitas kelas dan pola hubungan positif antara siswa, pendidik,
guru dan keluarga. Dalam indikator iklim kelas yang dikemukakan
oleh Fraser, dimensi interpersonal relationship ini meliputi
kekompakan siswa, yakni bagaiman mereka mengenal, membantu,
dan mendukung satu sama lain antar siswa juga equality yaitu
bagaimana cara peserta didik menyikapi perbedaan dalam
lingkungannya.
c. Teaching and Learning
Teaching and learning merupakan salah satu dimensi yang
penting dari iklim kelas. Kepala sekolah dan guru harus berusaha
dengan jelas mendefinisikan norma, tujuan dan nilai- nilai yang
membentuk lingkungan belajar dan mengajar. Iklim kelas yang
positif mempromosikan pembelajaran yang kooperatif, kohesi
kelompok dan saling menghormati dan percaya. Aspek ini
khususnya telah terbukti secara langsung meningkatkan lingkungan
belajar17. Dimensi teaching and learning ini dalam indikator yang
dijelaskan oleh Fraser meliputi teacher support(dukungan guru),
16 Thapa et al., 363. 17 Thapa et al., 365.
27
involvemen(keterlibatan siswa), investigation, task orientation(atau
orientasi tugas), dan coorperation(kerja sama).
d. Environment Structural
Environment Structural terbagi menjadi dua aspek, yaitu
keterhubungan atau keterlibatan kelas dan tata letak fisik dan
sumber daya. Pusat pengendali dan pencegahan penyakit
mendefinisikan keterhubungan kelas sebagai keyakinan yang
dimiliki siswa kepada orang dewasa dan rekan- rekan di sekolah
yang peduli mengenai belajar mereka serta diri mereka sebagai
individu. Penelitian menunjukkan bahwa keterhubungan kelas
terkait dengan pencegahan kekerasan, kepuasan siswa dan perilaku
bermasalah. Ruang kelas merupakan dimensi lingkungan lain yang
berdampak pada perasaan siswa mengenai keselamatan mereka.
Astor dkk menunjukkan bahwa siswa merasa tidak aman di area
gedung kelas yang tanpa pengawasan. Menurut penelitian, kualitas
fasilitas kelas mempengaruhi prestasi siswa melalui iklim kelas
sebagai mediator.18 Dimensi environmental- structural mencakup
kebersihan, ketertiban, daya Tarik, fasilitas kelas, dan sumber daya
yang memadai.
18 Thapa et al., 369.
28
C. Tinjauan Tentang Efikasi Diri Akademik
1. Pengertian Efikasi Diri Akademik
Seseorang melakukan sesuatu tergantung dengan lingkungan,
kognisi, dan perilaku yang ketiganya saling bekerja secara timbal balik.
Ranah kognisi tersebut sangat mempengaruhi keyakinan seseorang
terhadap kemampuan dirinya, keyakinan tersebut didefinisikan sebagai
efikasi diri.
Self- efficacy is defined as people's beliefs about their
capabilities to produce designated levels of performance that
exercise influence over events that affect their lives. Self- efficacy
beliefs determine how people feel, think, motivate themselves and
behave. Such beliefs produce these diverse effects through four
major processes. They include cognitive, motivational, affective
and selection processes.19
Pemaparan diatas, apabila difahami secara sederhana yaitu Efikasi
diri merupakan sebuah keyakinan yang dimiliki oleh individu tentang
kemampuan dirinya yang mempengaruhi kehidupannya. Efikasi diri
akademik menentukan bagaimana seseorang berfikir, merasakan, dan
memotivasi dirinya sendiri yang menghasilkan efek yang beragam,
yang meliputi kognitif, motivasi, afektif, dan penyeleksian proses.
Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia atas
kemampuan dirinya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian
terhadap fungsi diri mereka dan kejadian di lingkungannya.20 Bandura
menyebutkan bahwa efikasi diri (self-efficacy) adalah salah satu
19 Albert Bandura, Self- Efficacy (California: Stanford University, 1994), 2. 20 Gregory J. Feist, Theories of Personality Sixth Edition (United States: Mc- Grawhill Companies,
2006), 415.
29
kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self- efficacy mengacu
pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan
mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu21.
Efikasi diri individu dalam akademik disebut efikasi diri akademik.
Sehingga, efikasi diri akademik dapat didefinisikan sebagai keyakinan
yang dimiliki seseorang tentang kemampuan atau kompetensinya untuk
mengarahkan motivasi, kemampuan kognisi, dan mengambil tindakan
yang diperlukan untuk mengerjakan tugas, mencapai tujuan, dan
mengatasi tantangan akademik. Bandura dalam Ghufron dan Risnawita
mendefinisikan efikasi diri akademik sebagai keyakinan individu
mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan atau menyelesaikan
tugas akademik.22
Efikasi diri akademik berpengaruh pada pengendalian proses
terhadap hasil pendidikan mereka sendiri dan dapat menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang menantang. Hal tersebut memiliki dampak
besar pada dorongan dalam problem solving, minat dan kinerja
pendidikan.23 Siswa yang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
mengatur, melaksanakan, dan kemampuan problem solving tingkat
kompetensi yang ditunjuk menunjukkan self- eficacy yang tinggi.
Menurut Bandura individu dengan efikasi diri akademik tinggi
akan memiliki komitmen terhadap tujuan akademis yang mereka
21 Rista Febriyanti Wibowo, “Self Efficacy Dan Prokrastinasi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 3 (2014), 4. 22 Gaya Belajar: Kajian Teoretik, 34. 23 Mayya Kholishotus Sariroh, “Hubungan Efikasi Diri Akademik Dengan Kesiapan Kerja
Mahasiswa Tingkat Akhir Pada Universitas X Surabaya,” Psychopreneur Journal, 2 (2018), 44.
30
tetapkan, memiliki orientasi diagnostik tugas, melihat masalah sebagai
tantangan yang harus dikuasai daripada ancaman dan menetapkan
tujuan untuk menghadapi tantangan, melihat kegagalan sebagai hasil
usaha atau pengetahuan yang tidak mencukupi, bukan sebagai
kekurangan. Dengan demikian, efikasi diri akademik merupakan
keyakinan seseorang terhadap kemampuan melaksanakan tugas
akademik yang didasarkan atas kesadaran diri atas arti penting
pendidikan dan tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan.
2. Sumber Efikasi Diri.
Alwisol menyebutkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
efikasi diri akademik adalah sebagai berikut:24
a. Pengalaman performansi, yaitu prestasi yang pernah dicapai di
masalalu. Prestasi masalalu yang bagus dapat meningkatkan
ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan justru menurunkannya.
b. Pengalaman vikarius, yakni pengalaman yang bisa diperoleh dari
model media sosial. Efikasi diri akademik dapat meningkat
manakala seseorang yang kemampuannya setara dengan seorang
individu mengalami keberhasilan, sedangkan sebaliknya efikasi diri
akademik justru menurun manakala seseorang yang memiliki
kemampuan diri sama dengan kita mengalami kegagalan.
c. Persuasi sosial, yaitu efikasi diri akademik juga dipengaruhi oleh
persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada
24 Alwisol, Psikologi Kepribadian Edisi: Revisi (Malang: UMM Press, 2009), 288–289.
31
kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi
efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi
persuasi, dan sifat realistis dari hal tertentu yang dipersuasikan.
d. Keadaan emosi mengikuti suatu kegiatan dapat mempengaruhi
efikasi dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stres
dapat mempengaruhi efikasi diri akademik.
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Bandura menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
efikasi diri antara lain:
a. Budaya.
Budaya mempengaruhi efikasi diri melalui nilai, kepercayaan, dan
proses pengaturan diri yang berfungsi sebagai sumber penilaian
efikasi diri dan juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan efikasi
diri.
b. Gender
Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap efikasi diri. Hal ini
dapat dilihat dari penelitian Bandura yang menyatakan bahwa efikasi
wanita lebih tinggi dalam mengelola perannya. Wanita yang
mempunyai peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai
wanita karir akan mempunyai efikasi diri yang tinggi dibandingkan
pria yang bekerja.
32
c. Sifat dan Tugas yang dihadapi.
Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh
individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap
kemampuan dirinya sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang
dihadapi oleh individu makan akan semakin rendah individu tersebut
menilai kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada
tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu
tersebut menilai kemampuannya.
d. Insentif Eksternal
Faktor lain yang mempengaruhi efikasi individu adalah insentif
yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor
yang daoat meningkatkan efikasi diri adakag competent contingens
incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain yang
merefleksikan keberhasilan seseorang.
e. Status atau Peran Individu dalam Lingkungan.
Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh
derajat control yang lebih besar sehingga efikasi diri yang
dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status
yang lebih rendah akan memiliki control yang lebih kecil, sehingga
efikasi dirinya juga rendah.
f. Informasi tentang Kemampuan Diri.
Individu akan memiliki efikasi diri tinggi, jika ia memperoleh
informasi mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki
33
efikasi diri yang rendah, jika ia memperoleh informasi negative
mengenai dirinya25.
4. Dimensi Efikasi Diri Akademik.
Bandura membagi dimensi efikasi diri akademik menjadi tiga hal,
yaitu:26
a. Magnitude, yaitu berkaitan dengan kesulitan tugas ketika individu
merasa mampu untuk melakukannya. Individu yang memiliki
magnitude yang tinggi merasa bahwa memiliki kemampuan untuk
menguasai permasalahan yang sulit, begitu pula sebaliknya.
b. Strength, yaitu berkaitan dengan tingkat keyakinan atau
pengharapan dari individu mengenai kemampuan diri yang
berkaitan dengan magnitude.
c. Generality, yaitu berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang
mana individu merasa yakin atas kemampuan dirinya.
Sedangkan, Zimmerman membagi dimensi efikasi diri akademik
dalam beberapa hal, yaitu:27
a) Level, yaitu sulit tidaknya tugas yang dihadapi.
b) Generality, yaitu kemampuan seseorang dalam meyakinkan dirinya
pada beberapa tugas dan aktivitas lain.
25 Astrid Indi Dwisty Anwar. “Hubungan Antara Self Efficacy dengan Kecemasan Berbicara di
Depan Umum”, (Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Sumatera Utara, 2010), 34. 26 Nobelina Adicondro et al., “Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga Dan Self Regulated
Learning Pada Siswa Kelas VIII,” Humanitas, 8 (2011), 18–27. 27 Angelo Reyes Dulas, “The Development of academic self-efficacy scale for Filipino Junior high
school students” Frontiers in Education Vol 3 (2018), 2.
34
c) Strenght, yaitu berkaitan dengan kepastian yang dengannya
seseorang dapat melakukan tugas tertentu.
Berdasarkan aspek-aspek efikasi diri akademik yang telah
dikemukakan oleh para tokoh di atas ditemukan kesamaan antar
keduanya, namun karena penggunaan bahasa lebih sederhana peneliti
memilih aspek-aspek efikasi diri akademik yang dikemukakan oleh
Albert Bandura yang menjadi indikator dan kemudian dikembangkan
menjadi alat ukur dalam penelitian ini.
5. Karakteristik Orang yang Memiliki Self Efficacy
Orang yang memiliki efikasi diri tinggi memiliki ciri- ciri sebagai
berikut:28
a. Orientasi pada tujuan
Perilaku seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi akan selalu
positif dan mengarah pada keberhasilan yang berorientasi pada
tujuan. Semakin tinggi efikasi dirinya, maka semakin tinggi pula
tujuan yang hendak dicapai dan semakin mantap komitmen individu
tersebut terhadap tujuan.
b. Orientasi kendali internal
Kendali individu mencerminkan tingkat mereka percaya bahwa
perilaku mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Individu
dengan orientasi kendali internal akan mengarahkan diri mereka
28 Nurhasanah, "Hubungan Efikasi Diri dan Indeks Prestasi Keberhasilan Belajar", Lembaran
Publikasi Ilmiah Plusdiklat Migas, 3 (t.t), 16.
35
untuk membuat rencana dan tujuan untuk dapat mencapai tujuan
secara umum.
c. Tingkat usaha yang dikembangkan dalam sebuah situasi
Keyakinan seseorang terhadap kemampuannya menentukan
tingkat motivasi seseorang tersebut. Seseorang yang mempunyai
keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya menunjukkan usaha
yang lebih besar dalam menghadapi tantangan.
d. Jangka waktu bertahan menghadapi hambatan.
Semakin kuat keyakinan seseorang terhadap kemampuannya,
semakin besar dan tekun mereka berusaha.
D. Tinjauan Tentang Keterlibatan Siswa (Student Engagement)
1. Pengertian Keterlibatan Siswa (Student Engagement)
Keterlibatan yang berkaitan dengan konsep pendidikan telah
menjadi konsep penting yang berkaitan dengan hasil pendidikan.
Menurut Gallup, Keterlibatan siswa (student engagement) merupakan
sebuah kondisi yang digunakan untuk mendeskripsikan keikutsertaan
peserta didik dan kegiatan sekolah yang dapat meningkatkan prestasi
akademik serta perilaku positif peserta didik29. Sedangkan Frederick
mendefinisikan keterlibatan siswa terbagi dalam tiga dimensi, yaitu
keterlibatan perilaku (behavior engagement), keterlibatan emosi
(emotional engagement), dan keterlibatan kognitif (Cognitive
engagement).
29 Amber Olson and Reece L Peterson, “Student Engagement" Strategy Brief, April, (2015), 1.
36
Trawler menyatakan bahwa student engagement atau keterlibatan
siswa berfokus pada interaksi antara usaha, waktu, dan sumber lain
yang relevan yang dilakukan oleh siswa dan institusi untuk
mengoptimalkan pengalaman serta meningkatkan luaran pembelajaran
dan pengembangan performa siswa dan reputasi institusi.
Berdasarkan pengertian- pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa student engagement adalah partisipasi peserta didik dalam
kegiatan- kegiatan yang ada di sekolahnya, partisipasi tersebut meliputi
keterlibatan emosi, keterlibatan perilaku, serta keterlibatan kognitif.
2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Siswa
Faktor- faktor yang mempengaruhi keterlibatan siswa antara lain:
a. Faktor guru, yaitu model interaksi guru.
b. Faktor sekolah, yaitu meliputi faktor lingkungan fisik (penataan,
pencahayaan, faktor sensori, kebisingan, dan lain sebagainya).
c. Faktor siswa, yaitu kondisi fisik peserta didik, emosi, kognitif, dan
tingkah laku termasuk hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan
peserta didik serta hubungan antar teman sebaya.
d. Faktor keluarga, yaitu dukungan yang diberikan oleh keluarga serta
hubungan peserta didik dengan keluarganya.
e. Faktor kurikulum, yaitu tipe sumber belajar termasuk juga teknologi,
dimensi belajar (tingkat kesulitan serta kebermaknaan belajar).
Sedangkan, menurut Frederick faktor- faktor yang mempengaruhi
keterlibatan siswa dibedakan menjadi dua faktor, yaitu:
37
a. Faktor Individu, yang meliputi pribadi siswa. Hal- hal yang terakait
dengan pribadi siswa ini adalah kebutuhan akan keterhubungan,
kebutuhan autonomi, dan kompetensi.
b. Faktor lingkungan, yang meliputi hubungan pertemanan, keluarga,
interaksi dengan guru, iklim sekolah, dan aturan sekolah. Faktor
lingkungan merupakan faktor luar yang mempengaruhi keterlibatan
individu, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Hubungan antar teman sebaya, hubungan antara teman yang baik
akan menciptakan lingkungan yang supportif dan membantu
siswa untuk siswa untuk menghadapu persoalan yang dialami di
sekolah atau dalam keluarga yang dapat menghambat siswa dalam
belajar.
2) Keluarga, yang merupakan salah satu faktor penting dalam
keterlibatan siswa di sekolah. Penelitian Smals menyatakan
bahwa pola asuh orang tua berperan dalam keterlibatan siswa di
sekolah.
3) Lingkungan kelas, yaitu lingkungan tempat belajar siswa. Siswa
yang memiliki guru yang suportif dapat meningkatkan
keterlibatan siswa dan siswa merasa mampu di dalam kelas.
38
3. Dimensi Keterlibatan Siswa
Menurut Fredericks, yang termasuk dalam dimensi keterlibatan
siswa adalah sebagai berikut:30
a. Behavioral engagement, yakni partisipasi siswa pada kegiatan dalam
kelas, kegiatan sosial, serta kegiatan ekstrakurikuler.
b. Emotional Engagement, yakni berkaitan dengan sikap yaitu meliputi
interaksi dengan guru, teman sebaya, tugas sekolah, serta sekolah.
c. Cognitive Engagement, yakni terkait dengan keadaan individu
masing- masing siswa, yaitu berkaitan dengan regulasi diri. Hal ini
meliputi kebijaksanaan dan pencapaian tujuan pada pendekatan
sekolah.
E. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Iklim Kelas dan
Keterlibatan Siswa dalam pembelajaran
Persepsi siswa tentang iklim kelas memiliki pengaruh terhadap
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Iklim kelas mencakup
segala hal yang terjadi di lingkungan kelas, baik berkaitan dengan aspek
fisik, aspek proses belajar dan mengejar serta hubungan antar individu
di dalam kelas. Wang & Halcombe menyatakan bahwa the perceptions
30 Christenson, Reschly, and Wylie, Handbook of Research on Student Engagement, 10.
39
of school people about their school environment can be used as the
prediction of student involvement31
Fakta tentang adanya pengaruh persepsi siswa tentang iklim kelas
terhadap keterlibatan dalam proses pembelajaran diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Luluk Masroatul Lailiyah pada tahun
2017 yang berjudul hubungan antara iklim kelas dengan keterlibatan
siswa dalam belajar. Dalam penelitian ini, iklim kelas memiliki
presentase yang cukup besar dalam mempengaruhi keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran, yakni sekitar 29.3%32. Penelitian lain dalam
jurnal psikologi dan perkembangan yang menyebutkan bahwa hasil
penelitian dan analisis data yang dilakukan dengan teknik statistik
korelasi Spearman's Rho dengan bantuan SPSS 17.0 for windows
diperoleh nilai korelasi antara persepsi siswa terhadap iklim sekolah
dengan school engagement sebesar 0,335, dengan p sebesar 0,00033.
Penelitian lain menyebutkan bahwa learning environments will
contribute to classroom-based theories of engagement and learning that
are of direct utility to teachers34. Yang merupakan lingkungan belajar
dan iklim kelas yang baik dapat mempengaruhi keterlibatan peserta
31 Wang and Halcombe, “Adolescents’ Perceptions of School Environment, Engagement, and
Academic Achievement in Middle School,” American Educational Research Journal 47, no. 3
(2010): 33. 32 Luluk Masrurotul Lailiyah, “Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Keterlibatan Siswa Dalam
Belajar,” Jurnal Happines 1 (2017), 36. 33 Purwita, “Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Iklim Sekolah dengan School Engagement
di SMK IPIEMS Surabaya (aCorrelation between Student’s Perception of School Climate with
School Engagement in SMK IPIEMS Surabaya),” 2. 34 David J Shernoff, Stephen M Tonks, and Brett Anderson, “The Impact of the Learning
Environment on Student Engagement in High School Classrooms,” National Society for the Study
of Education, Volume 113 (2014), 174.
40
didik dan pembelajaran akan menjadi lebih hidup dan bermakna. Selain
itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa persepsi positif tentang
iklim kelas yang meliputi sikap peduli, mendukung serta hubungan
pendidik dan peserta didik dapat meningkatkan keterlibatan siswa di
kelas secara significant, yakni dengan nilai korelasi sebesar 0.46.35 Hal
ini mengindikasikan bahwa terdapat dasar dari pengujian hipotesisi
tentang pengaruh persepsi siswa tentang iklim kelas terhadap
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan, secara lebih
lanjut peneliti ingin mengungkapkan tentang pengaruh efikasi diri
akademik pada siswa SMA yang merupakan siswa dengan tingkat
stress and storm yang cukup tinggi terhadap keterlibatan siswa (Student
Engagement) dalam proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
SMA Negeri 1 Kediri.
2. Hubungan antara Efikasi Diri Akademik dan Keterlibatan Siswa
dalam Proses Pembelajaran.
Efikasi diri akademik peserta didik merupakan keyakinan diri
seorang peserta didik dalam menghadapi tugas- tugas akademik dalam
lingkungan belajarnya. Efikasi diri akademik berpengaruh terhadap
proses pembelajaran karena ketika seorang peserta didik yang memiliki
efikasi diri yang tinggi ia akan aktif di kelas baik dalam hal kognitif,
perilaku, serta motivasi. Self-efficacy is a self-confidence or believe to
organize things, finish tasks, reach the goal, achieve something, and
35 Maria R. Reyes et al., “Classroom Emotional Climate, Student Engagement, and Academic
Achievement,” Journal of Educational Psychology 104, no. 3 (2012), 9.
41
implement the action to perform certain skill. From previous studies,
students with a high engagement level have better self-confidence than
those who have low engagement level.
Fakta tentang adanya pengaruh antara efikasi diri akademik
terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajan diperkuat dengan adanya
penelitian yang ditulis oleh Elizabet dan Paul pada tahun 2003 yang
berjudul “The role of Self- Efficacy Beliefs in Students Engagement and
Learning in The Classroom” menunjukkan bahwa efikasi diri penting
terhadap keterlibatan siswa di dalam kelas. Siswa yang memiliki efikasi
diri positif dan relatif tinggi terlibat secara aktif di dalam kelas, baik
dalam hal perilaku, kognitif, dan motivasi. Guru dapat merancang dan
mengatur instruksi atau petunjuk bagi siswa yang akhirnya berdampak
positif pada keberhasilan diri siswa sehingga dapat meningkatkan
keterlibatan siswa pada pembelajaran di dalam kelas.36
Kemudian, dalam jurnal yang ditulis oleh oleh Dian dan Wei pada
tahun 2015 yang berjudul “Determining Relationship between
Academic Self- efficacy and Student Engagement by Meta- analysis”
menunjukkan bahwa efikasi diri akademik dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran memiliki hubungan yang saling berkaitan dan
36 Elizabeth A. Linnenbrink, “The role of Self- Efficacy Beliefs in Students Engagement and
Learning in The Classroom”, Reading and Writing Quaterly, 19 (2003), 136.
42
searah, yakni apabila kita meningkatkan efikasi diri akademik, maka
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran juga akan meningkat.37
Dengan demikian, terdapat dasar dari pengujian hipotesis dalam
penelitian ini. Sedangkan, secara lebih lanjut peneliti ingin
mengungkapkan tentang pengaruh efikasi diri akademik pada siswa
SMA yang merupakan siswa dengan tingkat stress and storm yang
cukup tinggi terhadap keterlibatan siswa (Student Engagement) dalam
proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Kediri
3. Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Iklim Kelas, Efikasi Diri
Akademik, dan Keterlibatan Siswa dalam Proses Pembelajaran
Keterlibatan siswa yang bertindak sebagai variabel Y dalam
penelitian ini merupakan suatu respon yang timbul dalam diri siswa
dalam proses pembelajaran sebagai hasil aksi dengan hal- hal yang
berada disekitarnya. Dalam ilmu psikologi, tingkah laku ini dirumuskan
dalam formula B=f (P, E)38, dimana dalam formula- formula tersebut,
mengandung beberapa indikator yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar.
Faktor luar yang mempengaruhi misalnya adalah lingkungan tempat
peserta didik biasa melakukan aktivitas pembelajaran, yakni kelas.
Iklim kelas yang kondusif, secara tidak langsung juga akan merangsang
37 Dian Fu- Chang, “Determining the Relationship between Academic Self-efficacy and Student
Engagement by Meta-analysis” 2015 2nd International Conference on Education Reform and
Modern Management (ERMM2015) (2015), 3.
38 Koentjoro (2005). Arti Penting Perubahan Paradigma dan Pendekatan dalam Pembelajaran dan
Penerapan Psikologi Sosial di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM, Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
43
siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran yang meliputi behavioral, kognitif, serta emotional
juga dipengaruhi oleh cara peserta didik mempersepsikan tempat
belajarnya, sehingga semakin positif peserta didik dalam
mempersepsikan iklim kelasnya, maka dimungkinkan peserta didik
akan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam proses pembelajaran.
Selain faktor dari luar, keterlibatan siswa sebagai tingkah laku
peserta didik juga dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri, yaitu
keyakinan diri peserta didik atas kemampuan dirinya menghadapi tugas
akademik tertentu. Keyakinan atas kemampuan diri individu dalam
ilmu psikologi disebut dengan efikasi diri (Self- Efficacy). Efikasi diri
akademik yang tinggi dan positif mempengaruhi tingkat perilaku siswa
dalam kelas, terutama pada keterlibatannya dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, secara bersama- sama persepsi siswa tentang iklim
kelas dan efikasi diri akademik mempengaruhi keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran. Dalam teori yang dikemukakan oleh Reeve dalam
Puspita Candriadriana, disebutkan bahwa Student engagement is the
behavioral intensity, emotional quality, and individual effort of students
to be engaged actively in learning process. Student engagement in
class involves not only learners but also institution where they study,39
yang bermakna keterlibatan siswa adalah sebuah intensitas tingkah
laku, kualitas emosi, serta usaha individu untuk terlibat aktif dalam
39 Ardhiana Puspitacandri and Yoyok Soesatyo, “Influence Of Class Climate Perception and Self-
Efficacy On Student Engagement,” Journal of Education, Health and Sport Vol 7. 12 (2019), 481.
44
proses pembelajaran, yang tidak hanya ditentukan oleh diri peserta
didik itu sendiri, melainkan juga tempat dimana ia belajar.
Dengan demikian, terdapat teori yang menjadi dasar pengujian
hipotesis dalam penelitian ini. Sedangkan, secara lebih lanjut peneliti
ingin mengungkapkan tentang pengaruh persepsi siswa tentang iklim
kelas dan efikasi diri akademik pada siswa SMA yang merupakan siswa
dengan tingkat stress and storm yang cukup tinggi terhadap keterlibatan
siswa (Student Engagement) dalam proses Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMA Negeri 1 Kediri.