bab ii landasan teori a. perilaku bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap...

33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Perilaku Bullying Rigby (2003) mendefinisikan bullying sebagai hasrat untuk menyakiti yang diperlihatkan dalam aksi yang menyebabkan seseorang yang disebut korban menjadi menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggungjawab, berulang dan dengan perasaan senang dari si pelakunya. Sementara itu, perilaku bullying menurut Cowie dan Jennifer (2008) adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti individu lain, terjadi berulang-ulang tidak hanya dalam sekali waktu saja, dan ada kesenjangan kekuatan. Biasanya korban merupakan individu yang memiliki kekuatan lebih lemah dari si pelaku. Olweus (1993) menuturkan bahwa bullying berbeda dengan perilaku agresif karena bullying tidak hanya dilakukan sekali saja tetapi repetitif atau berulang kali. Perilaku bullying menurut Coloroso (2007) adalah perilaku intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah dan dapat mengambil beberapa bentuk, artinya ada kedua belah pihak yang memiliki ketidaksetaraan kekuatan, terjadi berulang, berbentuk kekerasan sistematik untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Cara dan gaya pelaku tindakan bullying mungkin berbeda tetapi para pelaku bullying

Upload: vutram

Post on 06-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Bullying

1. Pengertian Perilaku Bullying

Rigby (2003) mendefinisikan bullying sebagai hasrat untuk menyakiti

yang diperlihatkan dalam aksi yang menyebabkan seseorang yang disebut

korban menjadi menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang

atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggungjawab, berulang dan dengan

perasaan senang dari si pelakunya. Sementara itu, perilaku bullying menurut

Cowie dan Jennifer (2008) adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti

individu lain, terjadi berulang-ulang tidak hanya dalam sekali waktu saja, dan

ada kesenjangan kekuatan. Biasanya korban merupakan individu yang

memiliki kekuatan lebih lemah dari si pelaku. Olweus (1993) menuturkan

bahwa bullying berbeda dengan perilaku agresif karena bullying tidak hanya

dilakukan sekali saja tetapi repetitif atau berulang kali.

Perilaku bullying menurut Coloroso (2007) adalah perilaku intimidasi

yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah dan

dapat mengambil beberapa bentuk, artinya ada kedua belah pihak yang

memiliki ketidaksetaraan kekuatan, terjadi berulang, berbentuk kekerasan

sistematik untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Cara dan gaya

pelaku tindakan bullying mungkin berbeda tetapi para pelaku bullying

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

memiliki karakteristik yang sama (Coloroso, 2007). Karakteristik yang

dimaksud adalah:

a. Suka mendominasi orang lain.

b. Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka

inginkan.

c. Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain.

d. Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan mereka sendiri, bukan

pada kebutuhan, hak-hak, dan perasaan-perasaan orang lain.

e. Cenderung melukai anak-anak lain ketika orangtua atau orang dewasa

lainnya tidak ada di sekitar mereka.

f. Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai

mangsa.

g. Menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang keliru untuk

memproyeksikan ketidakcakapan mereka pada targetnya.

h. Tidak mau bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka.

i. Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan yaitu tidak mampu

memikirkan konsekuensi jangka pendek, jangka panjang, serta yang

mungkin tidak diinginkan dari perilaku mereka saat itu.

j. Haus perhatian.

Karakteristik pelaku bullying juga terlihat secara afektif (Field, dalam

Rigby, 2003) yaitu:

a. Tidak stabil secara emosional.

b. Tidak mampu menjalin hubungan akrab.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

c. Kurang kepedulian terhadap orang lain.

d. Moody dan tidak konsisten.

e. Mudah marah dan impulsif

f. Tidak memiliki perasaan bersalah atau menyesal.

Berdasarkan uraian diatas, perilaku bullying dapat didefinisikan

sebagai perilaku yang ditujukan untuk mendominasi individu atau

sekelompok individu yang dilakukan secara berulang kali oleh individu atau

sekelompok individu yang lebih kuat.

2. Unsur-unsur Perilaku Bullying

Unsur-unsur perilaku bullying menurut Coloroso (2007) ada empat

yaitu ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi

lebih lanjut atau berulang dan teror. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Ketidakseimbangan kekuatan

Individu yang melakukan perilaku bullying biasanya memiliki

kecenderungan lebih tua secara usia, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir

secara verbal, lebih tinggi secara status sosial dan adanya perbedaan

gender. Individu atau kelompok individu yang berkumpul bersama-sama

untuk memulai tindakan penindasan dapat menciptakan

ketidakseimbangan. Penindasan lebih dipandang sebagai sesuatu

perselisihan yang melibatkan dua pihak yang setara.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

b. Niat untuk mencederai

Perilaku bullying berakibat kepedihan emosional dan/atau luka fisik,

diperlukan tindakan dari pelaku bullying untuk melukai korbannya dan

perilaku pelaku tersebut menimbulkan rasa senang dihati si pelaku

bullying terlebih ketika korbannya menunjukkan rasa tertindas. Tidak ada

unsur ketidaksengajaan dalam perilaku bullying.

c. Ancaman agresi lebih lanjut/berulang

Perilaku bullying yang termasuk salah satu bentuk agresi dapat tercipta

ketika dilakukan berulang kali. Pelaku ataupun korban bullying

mengetahui bahwa peristiwa penindasan tersebut dapat dan akan terjadi

kembali.

d. Teror

Salah satu tujuan dari perilaku bullying adalah didapatkannya kekuasaan

yang mendominasi korban. Teror yang dirasakan oleh korban bullying

bukan hanya merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan penindasan,

teror itu sendirilah yang menjadi tujuan penindasan.

3. Aspek Perilaku Bullying

Coloroso (2007) membagi perilaku bullying menjadi tiga aspek, yaitu

bullying dari aspek verbal, fisik, dan sosial. Aspek perilaku bullying tersebut

diuraikan sebagai berikut:

a. Bullying verbal

Bullying verbal merupakan perilaku bullying yang paling umum

dilakukan, baik oleh laki-laki ataupun perempuan mulai dari usia muda

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

hingga tua. Karakteristik bullying verbal adalah cepat dan tidak

menyakitkan sang penindas tetapi dapat sangat melukai sang korban.

Perilaku yang digolongkan sebagai bullying verbal adalah pemberian

julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan dan pernyataan

yang bernuansa seksual. Selain itu bullying secara verbal dapat pula

berupa perampasan uang jajan atau barang, telepon yang kasar, e-mail

yang mengintimidasi, surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

tuduhan-tuduhan yang tidak benar, dan kasak-kusuk yang keliru atau

gosip. Dari ketiga aspek bullying, bullying verbal merupakan hal yang

paling mudah dilakukan dan kerap menjadi pintu masuk menuju kedua

jenis bullying lainnya.

b. Bullying fisik

Walaupun bullying fisik lebih mudah diidentifikasi dan tampak daripada

jenis perilaku bullying yang lain, namun kejadian perilaku bullying fisik

tidak lebih banyak daripada kejadian bullying verbal dan sosial. Perilaku

yang termasuk dalam bullying fisik adalah memukul, mencekik,

menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar,

meludahi korban, menekuk anggota tubuh korban yang ditindas, dan

merusak serta menghancurkan barang sang korban.

c. Bullying sosial atau relasional

Bullying sosial ini paling sulit diidentifikasi dari luar. Bullying sosial

mengarah pada pelemahan harga diri korban penindasan secara sistematis

melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Penghindaran sendiri merupakan suatu tindakan penyingkiran dan

merupakan alat penindasan terkuat. Bullying sosial atau relasional ini

dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak teman atau sengaja

dilakukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini mencakup sikap-

sikap terselubung seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan

nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh

yang kasar. Bullying sosial adalah bullying yang paling sering terjadi

pada masa remaja.

Cowie dan Jennifer (2008) mengungkapkan bullying menjadi tiga

aspek yaitu bullying fisik, bullying verbal dan bullying tidak langsung yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Bullying fisik yang terdiri dari tindakan mendorong, memukul, memiting

dan menendang

b. Bullying verbal yang terdiri dari tindakan mengejek, mengolok-olok,

memberi sebutan nama.

c. Bullying tidak langsung yang terdiri dari tindakan menyebarkan rumor,

mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia

seseorang pada orang yang lain.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini menggunakan aspek perilaku

bullying yang dikemukakan oleh Coloroso (2007) yaitu bullying verbal, fisik

dan sosial dengan alasan bahwa aspek-aspek yang dikemukakan oleh

Coloroso lebih spesifik dan komprehensif dalam mengungkap perilaku

bullying serta sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying

Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying menurut Novianti

(2008) adalah faktor keluarga, kepribadian dan sekolah. Uraiannya adalah

sebagai berikut:

a. Faktor keluarga

Remaja yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan

cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kurangnya

perhatian dari keluarga terhadap remaja juga dapat menyebabkan

terbentuknya perilaku bullying.

b. Faktor kepribadian

Komponen pembentuk kepribadian terdiri dari integrasi antara aspek

kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik. Salah satu pembentuk

kepribadian individu dari aspek afektif adalah temperamen. Temperamen

sendiri merupakan karakteristik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon

emosional. Kemampuan individu dalam mengatur emosinya akan

mengarahkan perilaku individu tersebut kearah yang konstruktif. Ketika

emosi individu tidak dapat dikontrol maka perkembangan tingkah laku

personalitas dan interaksi sosial individu tersebut dapat terganggu.

Individu dengan kepribadian yang positif akan menunjukkan perilaku yang

positif pula dilingkungannya.

c. Faktor sekolah

Tingkat pengawasan guru disekolah menentukan angka kejadian bullying

di sekolah. Semakin guru menaruh perhatian dan pengawasan terhadap

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

perilaku siswa-siswanya terutama perilaku negatif akan mempengaruhi

angka kejadian bullying disekolah.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying menurut Kalat

(2007) adalah faktor genetik, perbedaan gender, keluarga dan lingkungan,

serta efek kekerasan di media yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Genetik

Lyons dengan penelitiannya mengenai agresivitas dengan subyek anak

kembar menunjukkan hasil bahwa kesamaan gen akan menghasilkan

kemiripan sifat juga, termasuk sifat agresif (dalam Kalat, 2007).

b. Perbedaan gender

Penelitian oleh Thomas (dalam Kalat, 2007) menunjukkan bahwa laki-

laki lebih cenderung secara frontal melakukan perilaku bullying daripada

wanita, dan perilaku bullying pria lebih merujuk pada bentuk bullying

fisik sedangkan wanita lebih merujuk pada bentuk bullying secara sosial.

c. Keluarga dan lingkungan

Keluarga sebagai tempat anak merasa aman dan nyaman terkadang tidak

dapat memberikan fungsinya dengan baik, sehingga anak cenderung

menunjukkan perilaku kurang tepat alih-alih untuk mendapatkan

perhatian. Ketika indikasi perilaku bullying sudah muncul, terkadang

keluarga dan lingkungan sekitar kurang memperhatikan sehingga tidak

tertangani dengan baik dan memberikan dampak negatif bagi anak

tersebut.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

d. Efek kekerasan yang dimuat media

Media seringkali memuat konten perilaku bullying tanpa memikirkan

dampak kedepannya bagi anak-anak. Pengkaburan nilai-nilai dan norma

sosial dalam bentuk penyimpangan perilaku banyak ditampilkan,

sehingga anak-anak cenderung menangkap hal tersebut sebagai suatu hal

yang normal dan selanjutnya akan mereka contoh salah satu

manifestasinya adalah dalam perilaku bullying yang terutama marak

terjadi di sekolah.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku

bullying dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik, kepribadian, dan

perbedaan gender serta faktor eksternal yaitu keluarga, sekolah, lingkungan

dan efek kekerasan yang dimuat media.

B. Regulasi Emosi

1. Pengertian Regulasi Emosi

Hude (2006) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu proses

integral yang memiliki empat komponen yaitu objek, penilaian, fisiologis,

kecenderungan aksi dan ekspresi. Pada kenyataannya kita sering

mengendalikan emosi secara otomatis atau spontan. Menurut Hurlock (2002)

regulasi emosi adalah mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang

bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Mengendalikan emosi sebelum

melakukan suatu tindakan adalah hal yang sulit tetapi dapat menghentikan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

atau mengatur emosi yang muncul sebelum melakukan aksi dalam peristiwa-

peristiwa tertentu (Hude, 2006).

Gross (2008) mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses yang

bermacam-macam dimana individu dipengaruhi secara sadar dan suka rela

oleh emosi yang mereka alami, kapan dan bagaimana mereka mengalami dan

bagaimana mereka mengekspresikan emosi yang dialami tersebut. Proses

tersebut meliputi menurunkan (decreasing), memelihara (maintaining) dan

menaikkan emosi negatif dan emosi positif, dengan menggunakan proses-

proses kognitif seperti rasionalisasi, penilaian kembali (reappraisal) dan

penekanan (suppression).

Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses

intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi

dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai

suatu tujuan. Individu harus dapat mengontrol emosi negatifnya sehingga

reaksi emosi negatif dapat diminimalisir. Gross (2008) mengemukakan bahwa

regulasi emosi sebagai hasil pemikiran dan perilaku yang dipengaruhi oleh

emosi, ketika individu mengalami emosi dan bagaimana cara individu

tersebut mengekspresikan emosi. Menurut Campos (dalam Putnam, 2005)

mendefinisikan regulasi emosi sebagai modifikasi dari beberapa proses yang

membangkitkan emosi atau proses manifestasi emosi dalam perilaku.

Gross (2008) mengatakan bahwa setiap individu memiliki emosi

positif maupun emosi negatif. Emosi positif lebih menguntungkan individu

dibandingkan dengan emosi negatif yang cenderung merugikan psikis

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

ataupun fisik. Emosi terutama emosi negatif yang dialaminya seperti perasaan

sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi membutuhkan pengendalian agar

dalam penyalurannya tidak menimbulkan permasalahan. Selanjutnya

kemampuan regulasi emosi berperan penting bagi individu untuk melakukan

coping terhadap berbagai masalah yang mendorong individu mengalami

kecemasan.

Thompson (1994) menunjukkan proses regulasi emosi berperan

penting dan berkedudukan pada fungsi yang utama yaitu untuk memperoleh

emosi yang adaptif dan perilaku yang terorganisir. Peran efektif regulasi

emosi antara lain menanggapi emosi secara fleksibel, merespon sesuai dengan

situasi, menaikkan penampilan dan merubah secara cepat dan efektif respon

emosi untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa

regulasi emosi adalah proses pengendalian emosi dengan cara memonitor,

mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif agar dapat

diterima secara sosial untuk mencapai suatu tujuan.

2. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Aspek regulasi emosi menurut Thompson (1994) adalah emotions

monitoring, emotions evaluating dan emotions modifications yang akan

diuraikan sebagai berikut:

a. Memonitor emosi (emotions monitoring)

Memonitor emosi artinya individu benar-benar menyadari dan

memahami proses yang terjadi di dalam dirinya secara komprehensif,

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

baik perasaannya, pikirannya, dan tindakannya. Individu tersebut mampu

mengenali hubungan antara emosi dan pikirannya kemudian mampu

membuat individu memahami setiap emosinya yang muncul sehingga

aspek ini mendasari aspek lainnya.

b. Mengevaluasi emosi (emotions evaluating)

Mengevaluasi emosi yaitu individu mengelola dan menyeimbangkan

emosi-emosi yang dirasakannya. Ketika individu memiliki kemampuan

mengelola emosi, khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan,

kecewa, dendam, dan benci maka akan membuat individu tidak terbawa

dan terpengaruh emosi negatifnya sendiri, sehingga mengakibatkan

kelumpuhan individu untuk berpikir rasional. Tidak hanya sebatas

mengelola emosi, individu tersebut juga harus mampu menyeimbangkan

emosi dengan cara yang dikenal yaitu memprediksi dan mengontrol

syarat-syarat terjadinya emosi seperti tempat dan situasi yang biasa

ditemui.

c. Memodifikasi (emotions modifications)

Individu memiliki kemampuan merubah emosi sedemikian rupa sehingga

mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam keadaan

putus asa, cemas dan marah (Thompson, 1994). Memodifikasi meliputi

pemilihan respon yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan

cara yang sesuai dengan tujuan dan situasi, karena individu berarti

mempelajari adaptasi respon yang sesuai maka kemampuan ini akan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

membuat individu dapat bertahan dalam persoalan yang dihadapi dan

tidak mudah putus asa.

Gratz dan Roemer (2004) menyatakan bahwa regulasi emosi memiliki

empat dimensi yaitu menyadari dan memahami emosi, menerima emosi,

kemampuan berperilaku mencapai tujuan dan menahan diri dari perilaku

impulsif, serta mampu menentukan strategi mengelola emosi yang dirasa

efektif. Dimensi-dimensi ini berkembang menjadi 6 indikator kesulitan dalam

regulasi emosi yaitu:

a. Nonacceptance of emotional responses (Nonacceptance)

Kecenderungan untuk memiliki respon emosi negatif yang lebih besar

ketika menghadapi permasalahan dan tidak dapat menerima atau reaksi

penolakan terhadap stress.

b. Difficulties engaging in goal-directed behaviour (Goals)

Kesulitan berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas ketika berada dalam

emosi negatif.

c. Impulse control difficulties (Impulse)

Kesulitan mengontrol perilaku ketika menghadapi emosi negatif.

d. Lack of emotional awareness (Awareness)

Kecenderungan individu untuk sulit mengakui dan merasakan emosinya.

e. Limited access to emotion regulation strategies (Strategies)

Kepercayaan bahwa ada keterbatasan dalam mengelola emosi secara

efektif ketika individu dihadapkan pada situasi dengan emosi negatif.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

f. Lack of emotional clarity (Clarity)

Kesulitan untuk memperluas apa yang individu ketahui dari pengalaman

emosi yang pernah dihadapi.

Penelitian ini menggunakan aspek regulasi emosi menurut Gratz dan

Roemer (2004) hal ini dilakukan dengan dasar pertimbangan menurut peneliti

aspek-aspek tersebut mengungkap kemampuan individu dalam merubah

emosi yang dialami sehingga dapat mengekspresikan emosi secara intensif

dan dapat diterima secara sosial.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi adalah perbedaan

gender, usia, kognitif, sosial, budaya, motivasi dan norma yang akan

diuraikan sebagai berikut:

a. Perbedaan gender

Goldin, McRae, Ramel dan Gross (2008) dalam penelitiannya

mengenai regulasi emosi secara neural menyatakan bahwa perbedaan

jenis kelamin berpengaruh dalam regulasi emosi seseorang. Hal ini

terkait dengan respon amygdala yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan. Dibanding perempuan, laki-laki memperlihatkan lebih

sedikit peningkatan dalam area prefrontal yang berhubungan dengan

reappraisal, selain itu laki-laki mengalami penurunan yang lebih besar

dalam amygdala yang berhubungan dengan respon emotional, lalu

perluasan area ventral striatal nya lebih sedikit dibanding perempuan.

Hal ini berkaitan dengan reward processing yang merupakan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

mekanisme stimulus dengan valensi appetitive yaitu menimbulkan

perasaan menyenangkan dan menimbulkan emosi positif.

b. Usia

Calkins (dalam Gross, 2008) menyatakan bahwa lobus frontalis

bertanggungjawab dalam perilaku menghindar atau mendekat terhadap

stimulus yang menimbulkan emosi. Kemampuan ini semakin

berkembang seiring usia, dari kemampuan instrumental hingga bersifat

afektif dan kognitif. Implikasi lain dari faktor biologis ini adalah bahwa

kemampuan regulasi emosi pada seseorang pada awal-awal usia

kehidupan lebih dilakukan secara ekstrinsik dalam arti lebih diregulasi

oleh pihak eksternal dirinya yaitu pengasuh dan figur lekatnya. Seiring

meningkatnya usia bentuk regulasi emosi dari yang bersifat

interpersonal atau lebih dipengaruhi faktor eksternal menjadi lebih

bersifat intrapersonal atau bersifat internal, dilakukan secara mandiri

baik instrumental maupun kognitif.

c. Kognitif

Philippot (2004) menyatakan bahwa regulasi emosi melibatkan seluruh

domain penting dari kognisi seperti persepsi, perhatian (attention),

memori, pembuatan keputusan dan kesadaran (consciusness), kemudian

dengan konsep dual memory modelnya, ia menyebutkan bahwa regulasi

emosi dapat dicapai secara tidak langsung dengan melakukan feedback

loops yang memelihara dan meningkatkan aktivasi schema.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

d. Sosial

Keluarga dan teman sebaya dianggap dapat menjadi komponen dalam

konstruksi sosial pada berbagai keadaan individu. Begitu pula regulasi

emosi dibentuk oleh berbagai pengaruh ekstrinsik yang berinteraksi

dengan pengaruh intrinsik dari sudut perkembangan. Thompson dan

Meyer (dalam Gross, 2008) menyatakan bahwa regulasi emosi

dipengaruhi oleh keluarga dan teman sebaya. Teman sebaya penting

dalam perkembangan kemampuan regulasi emosi pada konteks di luar

rumah dan keluarga dalam konteks di dalam rumah. Pada faktor

keluarga, kualitas hubungan orangtua dan anak menjadi dasar utama

yang berpengaruh terhadap regulasi emosi. Anak yang memiliki secure

attachment dengan orangtuanya cenderung lebih sadar diri secara

emosional, menerima pemahaman emosi yang lebih besar dan

mengembangkan kapasitas untuk mengatur emosi yang tepat di

lingkungannya, menyediakan sumber dukungan yang dapat diandalkan.

Sebaliknya, anak dengan insecure relationship yang mempunyai ibu

kurang sensitif dan memiliki respon yang tidak konsisten terhadap

perasaan anaknya, serta kurang membuat nyaman ketika berbicara

tentang kesulitan emosi yang dialami sang anak tersebut, anak ini

cenderung terbatas dalam memahami emosi dan sulit dalam melakukan

regulasi emosi terutama dalam keadaan stress, hal ini terjadi karena

kurangnya support dalam hubungan orangtua dan anak. Anak ini dapat

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

memperlihatkan disregulasi emosi dengan memperlihatkan peningkatan

emosi negatif yang tidak teratur.

e. Budaya

Mesquita dan Markus (2004) menyatakan bahwa cultural models theory

menekankan bahwa proses sosial dan psikologis bermakna secara

bervariasi di berbagai budaya dan begitu pula dalam hal regulasi emosi.

Regulasi emosi tidak hanya berkaitan dengan proses intrapersonal, akan

tetapi emosi di regulasi sesuai dengan dimana dan bagaimana cara

individu tersebut menjalani kehidupan. Regulasi emosi terjadi pada

tataran budaya praktis melalui penstrukturan situasi sosial dan dinamika

interaksi sosial, usaha orang terdekat untuk memodifikasi situasi

individu yang bersangkutan, fokus perhatian seseorang atau makna

yang diambil dalam berbagai situasi, dan kesempatan yang tersedia

dalam perilaku emosional dalam hal ini regulasi emosi. Kemudian

dalam tataran kecenderungan psikologis individu menunjukkan

perbedaan budaya melalui orientasi yang berbeda seperti menghindari

atau menghadapi suatu situasi tertentu, perspektif umum tentang situasi

dan makna yang menonjol didalamnya, dan kecenderungan perilaku

yang berkaitan dengan emosi yang ada. Aspek budaya ini menjadi

berhubungan pula dengan motivasi, regulasi emosi dimotivasi oleh

kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

f. Motivasi

Motivasi berperan dalam terbentuknya regulasi emosi, hal ini

sebetulnya terkait juga dengan aspek budaya, selanjutnya motivasi

sosial bisa membentuk regulasi emosi yang dilakukan. Menurut Fischer

(Philipot, 2004) orang cenderung menginginkan situasi yang nyaman

dan kemudian ia menghindari keadaan negatif dalam arti hubungan

interpersonal. Selanjutnya Fischer membedakan tiga perbedaan tipe

motivasi pada level interpersonal yaitu: Impression management, dalam

tipe ini individu melakukan regulasi emosi dengan menghindari

penilaian yang tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan yang

dikarenakan potensial terjadinya ketidaktepatan emosi mereka.

Prosocial motive, tipe ini menunjukkan bahwa individu termotivasi

untuk tidak melukai orang lain atau bahkan melindungi orang lain.

Influence, tipe ini merupakan tipe dimana seseorang ingin

mempengaruhi orang lain.

g. Norma

Norma sebenarnya berkaitan dengan aspek lain yang telah dibahas

sebelumnya seperti budaya, motivasi dan gender, akan tetapi Fischer

(dalam Philippot, 2004) menyebutkan bahwa norma berperan penting

dalam regulasi emosi yaitu dalam usaha pemeliharaan harmoni sosial

dengan menekan emosi negatif terhadap orang lain dilingkungannya.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

C. Self-Esteem

1. Pengertian Self-esteem

Baron et al (dalam Sarwono, 2009) mendefinisikan self-esteem adalah

sesuatu yang menunjukkan keseluruhan sikap seseorang terhadap dirinya

sendiri, baik positif maupun negatif. Jika seseorang menilai dirinya secara

positif maka orang tersebut akan menjadi percaya diri dalam hal yang

dikerjakannya dan mendapatkan hasil yang positif juga, begitu pula

sebaliknya. Pendapat lain dari McKay dan Fanning (2000) yaitu self-esteem

merujuk pada penerimaan dan tindakan tidak menghakimi pada diri sendiri

dan orang lain.

Self-esteem juga disebut sebagai self-worth tetapi bukan merupakan

self-love karena self-esteem lebih menitik beratkan pada evaluasi individu

pada dirinya sendiri (Frey dan Carlock, 1984). Individu dengan self-esteem

yang tinggi menghargai dirinya sendiri, mengetahui kebermaknaan dirinya

dan memandang dirinya setara dengan orang lain. Individu tersebut tidak

memaksa dirinya menjadi sempurna, menyadari keterbatasannya dan selalu

berusaha untuk mengembangkan diri. Berkebalikan dengan itu, individu

dengan self-esteem yang rendah pada umumnya melakukan penolakan pada

dirinya sendiri, ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri dan meremehkan

dirinya sendiri. Senada dengan pernyataan itu, Santrock (2007) menyebutkan

bahwa self-esteem merupakan evaluasi diri yang bersifat global atau

menyeluruh.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Coopersmith (1967) mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian atau

evaluasi terhadap diri sendiri yang didapatkan individu dari interaksinya

dengan orang-orang yang ada disekitarnya, serta dari penerimaan,

penghargaan dan perlakuan orang lain yang didapatkan oleh individu

tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-esteem

merupakan penilaian atau evaluasi individu terhadap dirinya sendiri dalam

dimensi positif sampai negatif atau tinggi sampai rendah yang diperoleh dari

interaksi individu tersebut dengan orang-orang disekitarnya, serta dipengaruhi

pula dengan perasaan yakin pada kemampuannya, berharga dan bermakna.

2. Aspek-Aspek Self-esteem

Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) menjelaskan empat aspek self-

esteem yang meliputi keberartian, kekuatan, kompetensi dan kebajikan.

Keempat aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Keberartian

Keberartian dari individu dirasakan dari adanya penerimaan,

penghargaan, kasih sayang dan perhatian dari orang-orang disekitar

individu tersebut. Perhatian dan penerimaan akan ditunjukkan dengan

adanya sikap hangat dari lingkungan, popularitas dan dukungan dari

keluarga. Lingkungan tanggap akan keberadaan individu tersebut, tertarik

akan kehadirannya, dan menyukai individu tersebut apa adanya. Semakin

banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu, maka individu

tersebut akan semakin merasa berarti tetapi apabila individu tidak atau

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

jarang mendapatkan stimulasi positif dari orang-orang disekitarnya, maka

kemungkinan besar individu tersebut akan merasa tidak diterima oleh

lingkungannya dan cenderung akan mengisolasi dirinya sendiri.

b. Kekuatan

Kekuatan dari individu yang digunakan untuk mempengaruhi dan

mengontrol perilakunya sendiri ataupun orang lain. Kekuatan disini lebih

ditunjukkan dengan adanya penghargaan dan penghormatan dari orang

lain. Individu yang memiliki kekuatan biasanya akan menunjukkan sikap

asertif dan memiliki semangat yang tinggi.

c. Kompetensi

Kompetensi ditunjukkan dengan adanya kemampuan yang cukup sesuai

dengan usia individu tersebut. individu yang memiliki kompetensi diri

yang baik akan merasa bahwa orang lain disekitarnya akan memberikan

dukungan kepadanya, sehingga individu tersebut lebih percaya diri

mengatasi setiap permasalahan yang ia hadapi dalam kehidupan dan

lingkungannya.

d. Kebajikan

Kebajikan ditunjukkan dengan adanya kesesuaian perilaku individu

dengan moral, norma dan etika yang berlaku dilingkungannya. Kebajikan

tidak terlepas dari hal-hal yang terkait peraturan dan norma yang berlaku

dalam masyarakat serta hal-hal yang terkait dengan nilai kemanusiaan

dan ketaatan dalam beragama. Kesesuaian perilaku individu dengan

moral dan standar etika dipelajari individu dari nilai-nilai yang

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

ditanamkan oleh orangtua sehingga individu dapat memiliki penilaian

perilaku yang benar dan yang salah. Ketika individu melakukan perilaku

yang benar dan sesuai dengan norma yang berlaku dilingkungannya

maka ia akan cenderung dianggap baik oleh lingkungannya dan

memunculkan penilaian positif terhadap dirinya sendiri sebagai individu.

Aspek self-esteem menurut Brown (dalam Santrock, 2003) yaitu

global self-esteem, self-evaluation dan emotion yang akan diuraikan sebagai

berikut:

a. Global self-esteem

Variabel keseluruhan dalam diri individu dan relatif menetap dalam

berbagai waktu dan situasi.

b. Self-evaluation

Cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat

pada diri mereka.

c. Emotion

Keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai

konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang

menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan

self-esteem atau menurunkan self-esteem mereka.

Penelitian ini menggunakan aspek self-esteem yang dikemukakan oleh

Rosenberg (dalam Coopersmith, 1967) yaitu keberartian, kekuatan,

kompetensi dan kebajikan karena menurut peneliti aspek-aspek tersebut dapat

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

menunjukkan keseluruhan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, baik

positif maupun negatif.

3. Tingkatan Self-esteem

Baron dan Bryne (2004) mengemukakan bahwa self-esteem memiliki

rentang dimensi positif hingga negatif atau tinggi hingga rendah. Individu

yang memiliki self-esteem tinggi menyukai dirinya sendiri dan ia memiliki

evaluasi diri yang positif baik berdasarkan dirinya sendiri maupun yang ia

dapatkan dari opini orang lain. Browne (dalam Baron dan Byrne, 2004)

mengemukakan bahwa seseorang cenderung menilai dirinya sendiri atas

perbandingan sosial dan norma sosial. Individu dengan self-esteem yang

tinggi cenderung memfokuskan diri pada kekuatan diri mereka dan mampu

mengingat peristiwa menyenangkan dengan lebih baik, sehingga akan

membantu individu tersebut untuk mempertahankan evaluasi diri positifnya.

Individu yang memiliki self-esteem rendah cenderung memiliki kemampuan

sosial yang kurang, merasa kesepian, merasa depresi dan hasil pekerjaan yang

kurang baik. Individu dengan self-esteem rendah lebih mudah

mengekspresikan kemarahannya secara terbuka sehingga akan

mempertahankan evaluasi dirinya yang negatif. Kemis (dalam Baron dan

Bryne, 2004) mengemukakan bahwa self-esteem rendah berhubungan dengan

determinasi diri yang rendah, konsep diri yang kurang jelas dan memiliki

ketegangan dalam mencapai tujuannya.

Menurut Coopersmith (1967) individu dengan self-esteem yang tinggi

akan menunjukkan ciri perilaku sebagai berikut:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

a. Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya

dengan orang lain dan menghargai orang lain.

b. Dapat mengontrol tindakannya terhadap lingkungan dan dapat menerima

kritik dengan baik.

c. Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu

berjalan diluar rencana.

d. Berhasil dibidang akademik, aktif dan dapat mengekspresikan dirinya

dengan baik.

e. Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan

mau mengembangkan diri.

f. Memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis.

g. Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

Individu dengan self-esteem yang rendah akan menunjukkan ciri perilaku

sebagai berikut:

a. Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya terhadap lingkungan dan

kurang dapat menerima kritik serta saran dari orang lain.

b. Kurang dapat membina hubungan sosial dengan orang lain.

c. Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.

d. Tidak yakin akan kemampuan diri sendiri.

e. Kurang mengekspresikan diri dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu dengan

self-esteem yang tinggi memiliki konsekuensi perilaku yang positif,

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

sebaliknya individu dengan self-esteem yang rendah memiliki konsekuensi

perilaku yang cenderung negatif.

4. Faktor yang mempengaruhi Self-esteem

Faktor yang mempengaruhi self-esteem dibagi menjadi faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi self-esteem

menurut Coopersmith (1967) adalah lingkungan keluarga dan lingkungan

sosial yang diuraikan sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga

Self-esteem dipengaruhi oleh hubungan dengan orang tua atau orang tua

pengganti dan bagaimana orang-orang disekeliling individu

memperlakukan individu itu selama masa-masa perkembangannya.

Harapan, cita-cita, kasih sayang, kehangatan dan penerimaan merupakan

faktor yang penting dalam mencapai self-esteem positif. Self-esteem positif

merupakan hasil dari penerimaan atau dukungan orang tua dan kebebasan

individu untuk berperilaku dalam cara yang realistis.

b. Lingkungan sosial

Pembentukan self-esteem tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial

karena self-esteem terbentuk dari interaksi dengan lingkungan.

Lingkungan memberikan dampak yang besar terhadap seseorang melalui

interaksi yang baik antara individu satu dengan individu yang lain dalam

lingkungan sosialnya. Ketika lingkungan memberikan respon yang positif

terhadap seseorang, maka dalam diri individu tersebut akan muncul rasa

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

aman dan nyaman berada dalam lingkungan sosialnya dan membentuk

self-esteem yang positif bagi dirinya.

Faktor internal yang mempengaruhi self-esteem menurut McKay dan

Fanning (2000) adalah permasalahan terkait kondisi psikologis seseorang

yang lebih lanjut diuraikan sebagai berikut:

a. Emosi

Kesulitan mengendalikan dan mengatur emosi sangat berpengaruh pada

pikiran yang selanjutnya akan termanifestasikan dalam self-esteem

individu. Emosi negatif yang tidak dapat tertangani dengan baik biasanya

akan memberikan konsekuensi negatif pula.

b. Overgeneralization

Ketika menghadapi sekali kegagalan, individu terkadang cenderung

menjadi patah semangat lalu menyamaratakan bahwa setiap usaha yang

akan dilakukannya juga pasti akan gagal lagi.

c. Global labeling

Mengkotak-kotakkan pikiran dengan memberikan stereotip pada diri

sendiri dan orang lain berdasakan kelas sosial, perilaku dan pengalaman.

Individu dengan self-esteem rendah biasanya memposisikan dirinya

dalam masyarakat sebagai tokoh yang negatif (orang jahat atau orang

yang tolol).

d. Filtering

Kekakuan individu dalam menerima kritik atau saran dari orang lain.

Individu tersebut cenderung menolak untuk menerima kriktikan orang

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

lain atau hal yang tidak ia sukai dan ketika ia menerima kritikan tersebut

hal itu akan membuatnya patah semangat dan berfokus pada

kekurangannya saja.

e. Polarized thinking

Memiliki pola berpikir yang beragam dalam sekali waktu namun

bertentangan satu sama lain. Pola berpikir ini akan membuat individu

merasa kebingungan akan sikap yang harus ia tentukan.

f. Self-blame

Sikap menyalahkan diri sendiri atas setiap permasalahan yang dihadapi,

baik tindakannya benar ataupun salah, individu tersebut selalu

menempatkan diri sebagai orang yang bertanggung jawab pada

permasalahan yang terjadi. Sikap seperti ini membuat individu tidak

dapat melihat sisi positif dan kualitas dari dirinya sendiri.

g. Personalization

Kebiasaan mengukur dan membanding-bandingkan segala sesuatu

dengan diri sendiri.

h. Mind reading

Menganggap orang lain memiliki pikiran sesuai dengan yang ia

kehendaki, pada individu dengan self-esteem rendah biasanya ia

cenderung menganggap orang lain selalu menyetujui setiap opini negatif

individu tersebut terhadap dirinya sendiri.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

D. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Self-Esteem Dengan Perilaku

Bullying

1. Hubungan antara Regulasi Emosi dan Self-esteem dengan Perilaku

Bullying

Remaja mengalami perubahan yang besar dari masa peralihannya dari

masa anak menjadi masa dewasa, baik perubahan fisik, perubahan sosial dan

terutama perubahan emosi. Menurut Mulyono (1995) emosi remaja sedang

dalam masa strung und drang yang ditunjukkan dengan ketidakstabilan dan

belum mencapai kematangan pribadi secara dewasa. Hal ini membuat remaja

sulit mengendalikan emosinya terutama emosi negatif yaitu benci, tertekan

dan marah. Remaja yang sulit mengendalikan emosinya akan kesulitan pula

mengendalikan perilakunya (Gratz dan Roemer, 2004).

Bonanno dan Mayne (2001) berpendapat bahwa ketidakmampuan

meregulasi emosi terjadi ketika individu tidak dapat kritis terhadap

pengalaman emosinya, tidak mampu mengatur emosinya dan tidak dapat

mengekspresikan emosinya dengan tepat. Konsekuensinya individu tersebut

pun menjadi kesulitan mengendalikan perilakunya, perilaku prososialnya

rendah, kecenderungan agresinya tinggi, dan lemah dalam mengelola emosi

negatif (Strongman, 2003).

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Kesulitan remaja dalam mengelola emosinya, mempengaruhi kondisi

self-esteem, sejalan dengan penelitian dari Nezlek dan Kuppens (2008) yang

menunjukkan bahwa kesulitan mengelola emosi berhubungan dengan

penurunan emosi positif, self-esteem, penyesuaian psikologis, dan

peningkatan emosi negatif. Disamping itu, self-esteem yang negatif

memberikan konsekuensi perilaku yang negatif pula. Self-esteem negatif

seringpula dihubungkan dengan keterampilan membangun hubungan atau

interaksi sosial yang kurang memadai dan unjuk kerja yang lebih buruk

(Baron dan Byrne, 2004).

Self-esteem dan regulasi emosi saling berhubungan, ditunjukkan oleh

McKay dan Fanning (2000) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

tinggi atau rendahnya self-esteem adalah faktor emosi. Kesulitan

mengendalikan dan mengatur emosi sangat berpengaruh pada pikiran yang

selanjutnya akan termanifestasikan dalam self-esteem individu. Emosi negatif

yang tidak dapat tertangani dengan baik biasanya akan memberikan

konsekuensi negatif pula. Ketidakmampuan remaja untuk mengelola emosi

terutama emosi negatif salah satunya dapat diekspresikan dengan perilaku

agresif yang kemudian mengarah pada terjadinya perilaku bullying. Remaja

menjadi sulit mengendalikan diri dengan baik, hal ini juga merupakan akibat

dari regulasi emosi yang tidak berjalan dengan baik (Wilton, Craig dan

Peppler, 2000).

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Nunn dan Thomas (dalam Baron dan Byrne, 2004) menunjukkan hasil

penelitiannya yang menemukan bahwa tindakan menganiaya dan tingkah laku

agresif disebabkan oleh self-esteem yang rendah. Wright (1995) memberikan

bukti nyata melalui penelitiannya bahwa tingkat serotonin dalam darah

berhubungan dengan self-esteem, kemudian self-esteem yang lebih rendah dan

tingkat serotonin yang rendah berhubungan dengan impulsivitas dan

agresivitas yang merupakan salah satu karakteristik bullying.

Individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik akan

cenderung memiliki self-esteem yang positif karena remaja menjadi dapat

berperilaku adaptif dan prososial dilingkungannya dalam mencapai

tujuannya. Hal ini secara praktis menekan kecenderungan remaja melakukan

perilaku agresif dan impulsif yang mengarah kepada perilaku bullying.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang

memiliki regulasi emosi yang baik serta self-esteem yang positif memiliki

kecenderungan perilaku bullying yang lebih rendah, sebaliknya individu yang

memiliki regulasi emosi yang buruk serta self-esteem yang negatif memiliki

kecenderungan perilaku bullying yang lebih tinggi.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2. Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Perilaku Bullying

Regulasi emosi adalah cara individu mengekspresikan emosi dengan

mengarahkan energi emosi ke dalam ekspresi yang dapat

mengkomunikasikan perasaan emosionalnya dengan cara yang dapat diterima

secara sosial (Gross, 2008). Menurut Thompson (1994) regulasi emosi adalah

kemampuan penting yang akan membantu individu menghadapi

permasalahannya secara efektif. Individu yang memiliki regulasi emosi yang

baik akan dapat mengatur pengekspresian emosi yang muncul dengan tepat

dan sesuai terutama dalam emosi negatif seperti kemarahan, kebencian dan

kekecewaan. Emosi negatif yang tidak terkontrol akan memberikan

konsekuensi terbentuknya perilaku prososial yang rendah dan kecenderungan

melakukan agresi yang tinggi (Strongman, 2003).

Individu dituntut dapat mengatur dan mengelola emosinya sehingga

dapat bereaksi secara adaptif dan sesuai dengan tujuannya. Regulasi emosi

yang baik akan menghasilkan emosi yang adaptif dan perilaku yang

terorganisir (Thompson, 1994). Sebaliknya, ketika individu tidak mampu

mengelola emosinya dengan baik maka ia cenderung memiliki perilaku yang

tidak terorganisir yang akan mengarah ke perilaku negatif, pada remaja

kebanyakan ditunjukkan dengan kenakalan remaja salah satunya yaitu

perilaku bullying (Kartono, 1992).

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

regulasi emosi yang baik akan menurunkan kecenderungan perilaku bullying,

sebaliknya kemampuan regulasi emosi yang buruk akan menaikkan

kecenderungan perilaku bullying.

3. Hubungan antara Self-esteem dengan Perilaku Bullying

Self-esteem dipahami memiliki dimensi positif hingga negatif

berdasarkan evaluasi diri dari hasil opini atau pandangan orang lain dan

pengalaman pribadi individu. Individu dengan self-esteem positif memiliki

keterampilan sosial di lingkungannya yang baik (Baron dan Byrne, 2004).

Individu dengan self-esteem tinggi menghargai dirinya dengan baik,

memandang positif dirinya dan menyukai dirinya sendiri, ia memiliki ideal

self yang baik (Strauman, dalam Baron dan Byrne, 2004). Nezlek dan

Kuppens (2008) mengatakan bahwa self-esteem yang negatif berhubungan

dengan determinasi diri yang rendah, konsep diri yang kurang jelas dan

ketegangan dalam mencapai tujuan seseorang. Individu dengan self-esteem

rendah cenderung memiliki perilaku antisosial yang sudah pasti bertentangan

dengan norma di lingkungannya (Baron dan Byrne, 2004).

Cowie dan Jennifer (2008) mengemukakan bahwa individu yang

melakukan perilaku bullying biasanya memiliki self-esteem yang negatif

sehingga memiliki kecenderungan untuk mengekspresikan kemarahan mereka

secara terbuka dilingkungannya. Individu dengan self-esteem negatif memiliki

kecenderungan tidak peduli akan pandangan orang lain terhadap dirinya,

sehingga perilakunya dalam masyarakat pun terkadang tidak konstruktif.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bullying · mengucilkan seseorang dari kelompok, dan menyingkap rahasia seseorang pada orang yang lain. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Perilaku Bullying

Regulasi Emosi

Self-esteem

Uraian di atas menunjukkan bahwa self-esteem yang positif akan

menurunkan kecenderungan perilaku bullying, sebaliknya self-esteem yang

negatif akan menaikkan kecenderungan perilaku bullying.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan penjelasan dan teori yang telah dijabarkan, dapat

digambarkan kerangka pemikiran, sebagai berikut:

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Hubungan antara Regulasi Emosi dan Self-esteem dengan

Perilaku Bullying

F. Hipotesis

Berdasarkan dari beberapa teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis

yang diajukan dalam penulisan ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara regulasi emosi dan self-esteem dengan perilaku

bullying.

2. Terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying.

3. Terdapat hubungan antara self-esteem dengan perilaku bullying.