bab ii landasan teori a. kajian teori 1. karakteristik...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Karakteristik Siawa Sekolah Dasar Kelas 1
Karakteristik perkembangan anak pada usia Sekolah Dasar biasanya
pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan
kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap
bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan matanya untuk dapat
memegang pensil maupun memegang gunting (Prastowo, 2014:5).
Siswa Sekolah Dasar kelas 1 berada pada tahap operasional kongkrit, pada
tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-
fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada
objek-objek kongkrit. Menurut Piaget (dalam Syah, 2013:71) ciri khas
perkembangan kognitif anak kelas 1 Sekolah Dasar merupakan pemahaman
terhadap aspek kuantitatif materi, pemahaman terhadap penambahan golongan
benda, dan pemahaman terhadap pelipatgandaan golongan benda dan masih
terbatas pada objek-objek yang kongkrit.
Menurut Syah (2013:71) dalam intelegensi operasional anak yang sedang
berada pada tahap kongkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang
meliputi:
a. Convervation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam
memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak
yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat
9
kuantitatif benda tersebut tidak akan berubah secara sembarangan. Jumlah
cairan dalam sebuah bejana tidak akan berubah meskipun dituangkan ke
dalam bejana lainnya yang lebih besar ataupun lebih kecil. Begitu juga jumlah
benda-benda padat seperti kelereng dan sebagainya, tak akan berubah hanya
dengan mengubah-ubah tatanannya.
b. Addition of classes (penamnbahan golongan benda) yakni kemampuan anak
dalam memahami cara mengkombiasikan beberapa golongan benda yang
dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar, dan melati, dan
menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi,
seperti bunga . Di samping itu, kemampuan ini juga meliputi kecakapan
memilah-milah benda-benda yang tergabung dalam sebuah benda yang
berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari
bunga menjadi mawar, melati, dan seterusnya.
c. Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan
yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahakan dimensi-dimensi
benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan
golongan benda ( seperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain
itu, kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami cara sebaliknya,
yakni cara memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi
tersendiri, misalnya: warna bungan mawar terdiri atas merah, putih, dan
kuning.
10
2. Pengertian Matematika
Pengertian matematika menurut Johnson dan Rising (dalam Runtukahu
dan Kandou, 2014:28) matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat
dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau
tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah
dibuktikan kebenarannya. Hudojo (dalam Ramlah, 2015:182) menyatakan bahwa
matematika dapat mengembangkan cara berpikir, sehingga matematika perlu
dibekalkan kepada siswa sejak dasar. Oleh karena itu matematika sangat
diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sehingga matematika perlu
diajarkan kepada siswa sejak dini mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga
perguruan tinggi.
Matematika merupakan ilmu dasar yang terus mengalami perkembangan
baik dalam segi teori maupun segi penerapannya. Sebagai ilmu dasar, matematika
digunakan secara luas dalam segala bidang kehidupan manusia, sehingga
diperlukan suatu upaya dalam pengajaran matematika agar dapat terlaksana secara
optimal sehingga setiap siswa dapat memahami matematika dengan baik. Oleh
karena itu dalam dunia pendidikan matematika, dipelajari oleh semua siswa mulai
dari tingkat Sekolah Dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi.
3. Pembelajaran Matematika
Menurut Dimyati (dalam Susanto, 2013:186) pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa
belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
11
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh guru
dalam merancang suatu pengajaran yang akan diberikan kepada siswa secara
terprogram dan efektif.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan pengguasaan
yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013:186-187). Pembelajaran
matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-
hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata (Fitri,
2014:18). Pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang di lakukan oleh
guru kepada siswa dalam proses belajar mengajar pada pembelajaran matematika
sedang berlangsung serta dapat mengembangkan kreativitas dari siswa agar
berpikir lebih kreatif untuk meningkatkan kemampuannya untuk memahami arti
dan simbol yang ada pada pembelajaran matematika.
4. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah
agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Adapun tujuan
pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dapat dilihat pada dokumen Standar
Kompetensi mata pelajaran matematika untuk satuan SD dan MI pada kurikulum
2006 (dalam Amir, 2014:76) menyatakan tujuan pembelajaran matematika adalah:
12
1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-
sifatnya, serta menggunakan dalam pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-
sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari.
3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,
sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan
masalah sehari-hari.
4. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,
sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan
masalah sehari-hari.
5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar
dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus,
serta menerapkannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.
6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.
7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Untuk mencapai semua tujuan tersebut hendaknya pembelajaran matematika
menggunakan pembelajaran yang efektif agar siswa aktif membentuk,
menemukan, dan mengembangkan kemampuannya. Karena pembelajaran
matematika merupakan pelajaran yang sangat penting yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
13
5. Kompetensi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Depdiknas (dalam Susanto, 2013:189-190), kompetensi atau
kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah sebagai
berikut :
1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian
beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.
3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinar.
4) Menggunakan pengukuran : satuan, kesetaraan antarsatuan dan penaksiran
pengukuran.
5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran tinggi, terendah,
rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikan.
6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkominukasikan
gagasan secara matematika.
6. Jenis Kesalahan dalam Matematika
Menurut Sukirman (dalam Djadir, 2016:35), kesalahan merupakan
penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistimatis, konsisten,
maupun insedental pada daerah tertentu. Kesalahan adalah suatu kondisi tertentu
yang ditandai dengan kegagalan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan
soal-soal yang diberikan Pratiwi (dalam Suherman, 2016:290). Kesalahan-
kesalahan secara umum dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar
yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasi belajar,
14
sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa berada dibawah yang
semestinya.
Beberapa jenis kesalahan yang umum terjadi dilakukan oleh siswa sekolah
dasar dalam menyelesaikan soal matematika menurut Lerner (dalam
Abdurrahman, 2009:262) merupakan kesalahan pemahaman akan:
1) Simbol
Pada umumnya, siswa sekolah dasar tidak terlalu banyak mengalami
kesalahan dalam menentukan hasil suatu operasi, misalnya 2 + 3 = ...
Tetapi, akan mengalami kesalahan jika dihadapkan pada soal seperti 2 + ... = 6
Kesalahan semacam ini umumnya terjadi karena anak tidak memahami
simbol-simbol seperti sama dengan (=), tidak sama dengan , tambah (+),
kurang (-), kali (×), bagi (:).
2) Nilai tempat
Beberapa siswa sekolah dasar belum memahami nilai tempat seperti satuan,
puluhan, ratusan, dan seterusnya. Anak yang mengalami kesalahan dalam
perhitungan dapat disebabkan karena lupa cara menghitung persoalan dalam
operasi hitung penjumlahan.
3) Penggunaaan proses yang salah
Kesalahan dalam proses perhitungan seperti menjumlahkan jumlah satuan dan
puluhan ditulis tanpa memperhatikan nilai tempat, bilangan yang besar
dijumlahkan dengan bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat.
4) Tidak mampu membaca tulisan sendiri
Ada beberapa anak yang memiliki tulisan dengan bentuk-bentuk huruf
yang tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis, sehingga tidak dapat membaca
15
tulisannya sendiri. Akibatnya, mereka mengalami kesalahan karena tidak mampu
membaca tulisannya sendiri.
Menurut Runtukahu dan Kandau (2014:252) mengemukakan bahwa
kesalahan yang sering dilakukan dalam belajar matematika adalah kesalahan
dalam belajar, misalnya salah dalam pengelompokkan, salah dalam melakukan
perhitungan, salah dalam membaca simbol bilangan.
Dari beberapa kategori kesalahan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
kesalahan yang sering terjadi pada siswa sekolah dasar salah dalam menambahkan
atau menjumlahkan bilangan dikarenakan salah dalam menghitung yang dapat
disebabkan karena kurang teliti sehingga siswa salam dalam berhitung, salah
dalam pengelompokkan maupun salah dalam membaca simbol bilangan juga
dapat membuat siswa salam dalam berhitung.
7. Faktor Penyebab Kesalahan
Kesalahan sering dilakukan oleh siswa sekolah dasar dalam berhitung
penjumlahan. Oleh karena itu peneliti mengambil beberapa faktor penyebab
kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa sekolah dasar.
Menurut Runtukahu dan Kandau (2014:22), ada empat faktor penyebab
kesalahan berhitung penjumlahan yaitu :
1) Kondisi fisik yang tidak menunjang misalnya kurang pendengaran, kurang
pengelihatan, dan sebagainya.
2) Faktor lingkugan yang tidak menunjang antara lain keadaan keluarga,
masyarakat, dan pengajaran disekolah yang tidak memadai.
16
3) Faktor motivasi dan sikap yang dapat menyebabkan anak kurang percaya diri
dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan negatif terhadap sekolah.
4) Faktor psikologis yaitu kurang persepsi, ketidakmampuan kognitif, dan
lamban dalam bahasa sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam bidang akademik.
8. Berhitung Penjumlahan
Menurut Depdiknas (dalam Nurmaini, 2012:9) berhitung merupakan
bagian dari matematika yang diperlukan untuk menumbuh kembangkan
keterampilan berhitung yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, terutana konsep
bilangan yang merupakan dasar pengembangan kemampuan matematika. Menurut
(Haryono dkk, 2014:1) kegiatan berhitung adalah proses, dari suatu bilangan yang
dioperasikan biasanya di sebut operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, perpangkatan, dan perakaran. Kegiatan berhitung
merupakan salah satu materi dasar yang harus dipahami siswa untuk melanjutkan
pengetahuan selanjutnya. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali
ditemui berbagai masalah yang penyelesaiannya menggunakan konsep berhitung.
Menurut Glover (dalam Machmud, 2013:4) penjumlahan adalah cara
menemukan jumlah total dua bilangan atau lebih. Tanda “+” dalam penjumlahan
menunjukkan bahwa bilangan-bilangan tersebut dijumlahkan dan hasil dari
penjumlahan dinyatakan dengan tanda sama dengan "=". Penjumlahan adalah
andaikan a dan bilangan-bilabngan, A dan B himpunan-himpunan yang terpisah,
sedangkan a = n(A) dan b = n(B) maka a+b = n(A B), kata-kata yang sering di
gunakan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan penjumlahan
17
adalah di gabungkan, disatukan, dijadikan satu wadah, dijumlahkan, dimasukkan,
dan pengulangan suatu bilangan (Haryono dkk, 2014:4). Penjumlahan adalah
suatu proses untuk menambahkan suatu bilangan dengan bilangan lainnya, dan
proses penjumlahan tersebut dilambangkan dengan simbol “+”.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Husain (2013) dengan
judul “Analisis Kesalahan Menyelesaikan Pengurangan Pecahan di SDN 6
Bulango Selatan Kabupaten Bone Belango” berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan disimpulkan bahwa pembelajaran matematika pada materi
menyelesaikan pengurangan pecahan di kelas V SDN 6 Bulango Selatan
Kabupaten Bone Bolango masih banyak siswa yang mengalami kesalahan yakni
kesalahan konseptual diantaranya siswa tidak memahami makna soal yang
diberikan dan siswa tidak memahami makna kalimat matematika dari soal dan
kesalahan prosedural yakni siswa tidak cermat dalam membaca soal dan salah
dalam menghitung.
Pada penelitian kedua syang telah dilakukan oleh Yusuf (2014) dengan
judul “Analisis Kesalahan Menyelesaikan Algoritma Perkalian Bilangan Bulat
Pada Siswa Kelas IV SDN 9 Batudaa Kabupaten Gorontalo” dari hasil penelitian
pada siswa kelas IV SDN 9 Batudaa Kabupaten Gorontalo pada pembelajaran
matematika mengenai materi algoritma perkalian bilangan bulat masih banyak
siswa yang belum memahami materi ini. Ada 24 siswa dapat dilihat dari 2 sub
indikator penilaian, yakni pada sub indikator kesalahan dalam menyelesaikan
algoritma perkalian bilangan bulat terdapat kesalahan yaitu sebesar 21 atau 87,5%
18
dan pada sub indikator penyelesaian soal yang tidak dilanjutkan diperoleh
kesalahan sebesar 13 atau 54,16 %. Dengan demikian disimpulkan bahwa
kesalahan siswa pada materi algoritma perkalian bilangan bulat masih rendah
karena masih banyak siswa yang belum memahami materi ini.
Pada penelitian pertama yang dilakukan oleh Fatmawati M. Husain
mempunyai persamaan yaitu pada untuk Analisis Kesalahan kepada siswa.
Sedangkan perbedaannya adalah pada menyelesaikan Pengurangan Pecahan.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Sri Wahyuni Yusuf mempunyai persamaan
untuk Analisis Kesalahan kepada siswa, sedangkan perbedaan pada penelitian ini
adalah menyelesaikan Algoritma Perkalian Bilangan Bulat. Penelitian ini
mempunyai kelebihan yaitu untuk mengetahui jenis kesalahan berhitung
penjumlahan dan faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesalahan berhitung
penjumlahan yang dilakukan oleh siswa kelas 1 SD Negeri Bululawang 1 Blitar.
19
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang ditemukan diatas maka dapat disusun
kerangka pikir yang dimulai dari fokus masalah yang dibahas pada teori diatas,
kemudian metode penelitian (jenis dan subjek), sampai kepada tujuan dari
penelitian yang dilakukan. Adapun kerangka pikir tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut : Matematika berfungsi untuk
menyelesaikan permasalahan yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari
Operasi Hitung
Pengurangan
( - )
Penjumlahan
( + )
Perkalian
( x )
Pembagian
( : )
Analisis Kesalahan Siswa
dalam Berhitung Penjumlahan
Jenis Kesalahan yang dilakukan Oleh
Siswa dalam Berhitung Penjumlahan
Faktor yang Menyebabkan Siswa Mengalami
Kesalahan dalam Berhitung Penjumlahan
Analisis Kesalahan Berhitung Penjumlahan pada Siswa Kelas 1 SDN
Bululawang 01 Blitar
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Siswa mengalami kesalahan
dalam berhitung penjumlahan
Observasi Wawancara Dokumentasi