bab ii landasan teori -...

26
12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Otonomi Daerah Otonomi secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani, autos dan nomos. Autos berarti sendiri, sedangkan nomos berarti perintah. Jadi, otonomi dapat diartikan sebagai memerintah sendiri, Hessel Nogi (2007:32). Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, “Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Undang-Undang No.32 tahun 2004 mengartikan, “Daerah otonom sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.” Agus Syamsudin (dalam Trilaksono Nugroho, 2000:11-18) mengemukakan bahwa ada lima hal yang mendasari dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain: 1) Self Regulating power, artinya kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah. 2) Self Modifying Power, artinya kemampuan untuk menyesuaikan antara peraturan dengan kondisi daerah. 3) Local Political Support, adanya legitimasi yang luas dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Upload: hoangdung

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani, autos dan

nomos. Autos berarti sendiri, sedangkan nomos berarti perintah. Jadi,

otonomi dapat diartikan sebagai memerintah sendiri, Hessel Nogi

(2007:32).

Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, “Otonomi daerah

adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Undang-Undang No.32 tahun 2004 mengartikan, “Daerah otonom

sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.” Agus Syamsudin (dalam Trilaksono Nugroho,

2000:11-18) mengemukakan bahwa ada lima hal yang mendasari dalam

pelaksanaan otonomi daerah antara lain:

1) Self Regulating power, artinya kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah.

2) Self Modifying Power, artinya kemampuan untuk menyesuaikan antara peraturan dengan kondisi daerah.

3) Local Political Support, adanya legitimasi yang luas dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

13

4) Financial Resources, artinya kemampuan mengelola sumber penghasilan dan keuangan daerah.

5) Developing Brain Power, artinya kemampuan untuk membangun sumber daya manusia/aparatur yang handal dan berintelektual.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal

mendasar yang terkandung dalam pengertian otonomi daerah, yaitu

adanya kewenangan daerah secara yuridis untuk mengatur dan mengurus

daerahnya sendiri, adanya legitimasi dari semua lapisan masyarakat

terhadap kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah, dan adanya

tanggung jawab pemerintah daerah atas pengelolaan daerahnya.

2.2 Kemandirian Keuangan Daerah

2.2.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 bahwa, “Kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan

pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri,

dalam rangka asas desentralisasi.” Dwirandra (dalam Abdul Halim, 2001:167)

mengemukakan pengertian kemandirian keuangan daerah sebagai berikut:

Kemandirian keuangan daerah artinya daerah harus memiliki keuangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukakan oleh Abdul Halim

(2008:232) sebagai berikut:

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

14

Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Abdul Halim (2008:232) menyatakan bahwa, “Kemandirian keuangan

daerah sendiri ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya,

bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.”

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan

bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah

dalam menggali dan mengelola sumber daya atau potensi daerah yang dimilikinya

secara efektif dan efisien sebagai sumber utama keuangan daerah yang berguna

untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

2.2.2 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Abdul Halim (2008:232) mengemukakan bahwa, “Kemandirian keuangan

daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan

dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan

pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Berdasarkan pengertian tersebut, maka

untuk mengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Abdul Halim (2008:232)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio Kemandirian = x 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

15

Rasio kemandirian ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Rasio kemandirian juga menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Artinya, semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi pula partsisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah. (Abdul Halim, 2008:233).

Abdul Halim (2008,233) kembali menyatakan bahwa, “Semakin tinggi

rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak

ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian

pula sebaliknya. Tabel 2.1 berikut ini, menyajikan rasio kemandirian keuangan

daerah beserta interpretasinya.

TABEL 2.1 RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

PAD/TPD (%) Kemandirian Keuangan Daerah

< 10,00 Sangat kurang

10,01 - 20,00 Kurang

20,01 - 30,00 Cukup

30,01 - 40,00 Sedang

40,01 - 40,00 Baik

> 50,01 Sangat baik Sumber: Departemen Dalam Negeri

2.2.3 Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Abdul Halim,

2004:284), ada empat macam pola hubungan kemandirian keuangan daerah dalam

pelaksanaan otonomi daerah antara lain:

a. Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)

b. Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

16

c. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.

d. Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada, karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalm melaksanakan otonomi daerah.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Mahi (dalam Hessel Nogi, 2007:82), dalam upaya untuk

kemandirian daerah, tampaknya PAD (indikator kemandirian keuangan daerah)

masih belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi karena

beberapa alasan, yaitu:

1. Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah 2. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah 3. Kemampuan administrasi pemungutan didaerah yang masih rendah 4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah.

Hessel Nogi (2007:89-92) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor

yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara lain:

1. Potensi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian keuangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovatif dan pemanfaatan lembaga Dipenda untuk meningkatakan penerimaan daerah.

Sedangkan Harun Hamrolie (1990:47) secara lebih khusus mengemukakan

faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah

adalah sebagai berikut:

1. Potensi Wajib Pajak 2. Potensi besarnya pajak yang ditetapkan 3. Efektivitas pemungutan pajak 4. Tarif pajak 5. Dasar pajak (tax base)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

17

Merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Harun Hamrolie, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian

keuangan daerah adalah efektivitas pemungutan pajak.

2.3 Pendapatan Asli Daerah

2.3.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18

dijelaskan bahwa, “Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh

daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Mardiasmo (2004:125) mengemukakan bahwa, “Pendapatan asli daerah

adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil

perusahaan milik daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.”

Sedangkan Abdul Halim (2008:96) mengemukakan bahwa, “Pendapatan

asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber

ekonomi asli daerah.”

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli

daerah merupakan sumber keuangan daerah yang diperoleh dari pajak daerah,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain

pendapatan asli daerah lainnya yang dikelola oleh pemerintah daerah berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

18

2.3.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Sumber pendapatan asli daerah menurut Pasal 157 Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam

wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari:

a. Hasil pajak daerah, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah

b. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaranatas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah.

2.4 Pajak Daerah

2.4.1 Pengertian Pajak Daerah

Berikut ini merupakan pengertian pajak daerah menurut Undang-

Undang Nomor 32 tahun 2004:

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Suandy (2000:140) mengemukakan definisi pajak daerah sebagai

berikut:

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

19

yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak

daerah adalah iuran wajib bagi orang pribadi/badan yang merupakan

salah satu sumber penerimaan bagi pendapatan asli daerah.

2.4.2 Fungsi Pajak Daerah

Berdasarkan fungsi pajak secara umum, maka dapat diambil secara garis

besar fungsi pajak daerah (Abdul Halim, 2004:131), yaitu:

a. Fungsi Anggaran (Budgetair), yaitu sebagai sumber penghimpunan dana melalui kas daerah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran atau pembangunan daerah.

b. Fungsi pengaturan (Reguler), yaitu pajak berfungsi sebagai alat utnuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.

2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Pada dasarnya sistem pemungutan pajak daerah sama dengan sistem

pemungutan pajak pada umumnya. Suandy (2000:140) mengemukakan bahwa ada

beberapa sistem pemungutan pajak daerah, seperti berikut ini:

1. Official Assessment System, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

2. Semi Self Assessment System, yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu pada wajib pajak dan fiskus.

3. Withholding System, yaitu suatu sistem pemungutan pajak terutang oleh seseorang yang berada pada pihak ketiga, dan bukan oleh fiskus.

4. Full Self Assessment System, yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan.

2.4.4 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

20

Adapun jenis pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun

2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, sebagai berikut:

1. Pajak Propinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Kendaraan di atas air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan. 2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :

a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. c. Pajak Hiburan adalah atas penyelenggaraan hiburan d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga

listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan bahan galian golongan C.

g. Pajak Parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan.

2.4.5 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah

Menurut Machfud Sidik (2002:8-9), upaya pemerintah daerah untuk

mengoptimalisasi pungutan pajak dan retribusi daerah diperlukan intensifikasi dan

ekstensifikasi pajak daerah. Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah

melalui intensifikasi, antara lain sebagai berikut:

a. Memperluas basis penerimaan melalui identifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

b. Memperkuat proses pemungutan, upaya yang dapat dilakukan antara lian dengan mempercepat penyusunan Peraturan Daerah, mengubah tariff, dan peningktan sumber daya manusia.

c. Meningkatkan pengawasan, hal ini dapat dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

21

fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, tindakan yang dilakukan oleh daerah antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan pajak, meningkatakan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik, hal ini dapat dilakukan dengan meningktan koordinasi dengan instansi terkait daerah.

Selain upaya intensifikasi, pemerintah daerah juga dapat mengoptimalkan

pemungutan pajak daerah melalui cara ekstensifikasi pajak adalah melalui

kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan wewenang perpajakan yang lebih

besar kepada daerah pada masa mendatang.

Sedangkan menurut Eko Agus Budianto (dalam Abdul Halim, 2002:134-

138), menyatakan bahwa usaha-usaha yang yang dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah kota/kabupaten untuk meningkatkan penerimaan pajak daerahnya adalah

dengan cara:

a. Intensifikasi pajak daerah, yaitu memaksimalkan berbagai kebijakan yang selama ini telah dilaksankan, melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah, perbaikan sistem administrasi atau melalui peningkatan tarif pajak, dan memperbaiki system perpajakan daerah.

b. Ekstensifikasi pajak daerah, yaitu suatu kebijakan dengan cara menambah jenis pajak baru.

c. Menjadikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai pemasukan bagi pajak daerah.

2.5 Pajak Reklame

2.5.1 Pengertian Pajak Reklame

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

22

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi No.6 tahun 2003 menjelaskan

bahwa, “Pajak Reklame adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan

reklame.” Adapun pengertian Reklame itu sendiri adalah sebagai berikut:

Reklame adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang, ataupun enarik perhatian umum atas suatu barang jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.

2.5.2 Subjek Pajak Reklame

Menurut Ahmad Yani (2004:50), “Subjek pajak adalah orang pribadi atau

badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame, sedangkan

wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan

reklame.”

Reklame diselenggarakan langsung oleh orang pribadi atau badan yang

memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, wajib pajak reklame adalah

orang pribadi atau badab tersebut. Apabila penyelenggaraan reklame dilaksanakan

melalui pihak ketiga (perusahaan jasa periklanan), maka pihak ketiga tersebut

menjadi wajib pajak reklame.

2.5.3 Objek Pajak Reklame

Menurut Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 6 tahun 2003, objek pajak

reklame terdiri dari:

a. Reklame papan/billboard/vidiotron/megatron, adalah reklame yang terbuat dari kayu, termasuk seng atau bahan lain sejenis, dipasang atau digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, pohon, tiang, dan sebagainya baik yang bersinar maupun yang disinari.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

23

b. Reklame megatron/vidiotron/large electronic display (LED), adalah reklame atau iklan bersinar dengan gambar atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan listrik.

c. Reklame kain, adalah reklame yang diselenggarakan menggunakan kain, termasuk kertas, plastik karet, atau bahan lain yang sejenis dengan itu.

d. Reklame melekat/stiker, adalah reklame yang berbentuk lembaran yang lepas, diselenggarakn dengan cara disebarkan, dipasang atau digantung pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200cm² per lembar.

e. Reklame selebaran, adalah reklame yang berbentuk lembaran yang lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan, atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau digantungkan pada suatu benda lain.

f. Reklame berjalan termasuk pada kendaraan, adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dngn cara dibawah oleh orang.

g. Reklame udara, adalah reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.

h. Reklame suara, adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapakan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh peralatan lain.

i. Reklame film/slide, adalah reklame yang diselenggarakan dengan mengguankan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan yang sejenisnya, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan pada layer atau benda lainya yang ada diruangan.

j. Reklame peragaan, adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara peragaan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak reklame adalah

penyelenggaraan reklame melalui internet, televise, radio, warta

harian/mingguan/bulanan, dan reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan

social, pendidikan, keagamaan, dan politik tanpa sponsor.

2.5.4 Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame menurut Peraturan Daerah Kota Cimahi

Nomor 06 tahun 2003 adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan

penetapan besarnya pajak reklame. Nilai sewa reklame dapat diperhitungkan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

24

dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan,

dan ukuran media reklame. Menurut pendapat Siahaan (Ariani, 2007:24), nilai

sewa reklame dihitung berdasarkan:

a. Besarnya biaya pemasangan reklame b. Besarnya biaya pemeliharaan reklame c. Lama pemasangan reklame d. Nilai strategis lokasi e. Jenis reklame

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi No.6 Tahun 2003 tentang

Pajak Reklame, maka dasar perhitungan dalam menentukan Nilai Sewa Reklame

(NSR), adalah sebagai berikut :

Keterangan : NSR = Nilai Sewa Reklame NJOR = Nilai Jual Objek Reklame NSPR = Nilai Strategis Pemasangan Reklame

Nilai jual objek reklame (NJOR) adalah keseluruhan pembayaran

/pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik atau penyelenggara reklame.

Perhitungan NJOR didasarkan pada besarnya komponen biaya penyelenggaraan

reklame, yang meliputi indikator ( Siahaan, 2007:25) :

a. Biaya pembuatan/kontruksi b. Biaya pemeliharaan c. Lama Pemasangan d. Luas Bidang Reklame e. Ketinggian Reklame

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003, Nilai

Jual Objek Reklame (NJOR) dapat dihitung dengan cara berikut ini.

NSR = NJOR + NSPR

NJOR= (Ukuran Reklame x Harga Dasar Ukuran Reklame/M²) + (Ketinggian Reklame x Harga Dasar Ketinggian/M²)

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

25

Adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota

Cimahi Nomor 06 Tahun 2003, terkait dengan ketetapan harga dasar objek pajak

dan harga dasar ketinggian yang merupakan dasar perhitungan Nilai Jual Obek

Reklame (NJOR), seperti berikut:

TABEL 2.2 HARGA DASAR NILAI JUAL OBJEK REKLAME

No Jenis Reklame

Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) Batas Minim

al Masa Pajak

Harga Dasar Satuan (Rp/M²) Harga Dasar Lainya

Satuan

Harga Dasar

Ketinggian

Reklame

s/d 6 >6-40 >40

1 Billboard 250.000 375.000 500.000 - M² 50.000 1 tahun 2 Papan: M² a. Papan Merk 100.000 150.000 200.000 M² 50.000 1 tahun

b. NeoN Sign/Neon Box

100.000 100.000 100.000 M² 50.000 1 tahun

c.Tin Plate 100.000 M² 50.000 1 bulan d. Baligo 50.000 75.000 M² - 3 Megatron/Vidiotron 500.000 750.000 1.000.000 M² 100,000 1 tahun 4 Kain 20.000 30.000 M² 1 bulan 5 Melekat/Poster M² a. Poster 10.000 12.500 15.000 M² 1 bulan b. Flug Chain - - - - M² 1 bulan

6 Selebaran 500 /lembar polio

1 bulan

7 Berjalan pada Kendaraan

2.000 2.500 3.500 M² 1 hari

8 Udara/Balon 500.000 Buah 1 bulan 9 Suara 5.000 Hari 1 hari 10 Film Slide 75.000 Roll 1 hari

11 Peragaan penyelenggara

an 1 hari

Sumber: Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa selain Nilai Jual Objek

Pajak (NJOR) ada aspek lain yang perlu diperhitungkan dalam menentukan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

26

ukuran reklame (S) dari Nilai Sewa Reklame yaitu Nilai Strategis Pemasangan

Reklame (NSPR). NSPR adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi

pemasangan reklame tersebut, berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata

ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha (Siahaan, 2007:329).

Perhitungan NSPR didasarkan pada besarnya ukuran reklame (S) dengan

indikator, Nilai Fungsi Jalan (NFJ), Nilai Fungsi Lokasi (NFL), dan Nilai Sudut

Pandang (NSP).

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003, Nilai

Strategis Pemasangan Reklame dapat dihitung dengan cara berikut ini.

Keterangan: NSPR = Nilai Strategis Pemasangan Reklame NFJ = Nilai Fungsi Jalan NFL = Nilai Fungsi Lokasi NSP = Nilai Sudut Pandang

Adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota

Cimahi Nomor 06 Tahun 2003, terkait dengan ketetapan Nilai Fungsi Jalan (NFJ),

Nilai Fungsi Lokasi, dan Nila Sudut Pandang yang merupakan dasar dalam

perhitungan Nilai Strategis Pemasangan Reklame, seperti berikut.

TABEL 2.3

HARGA DASAR NILAI FUNGSI JALAN OBJEK REKLAME

No Klasifikasi Jalan

Harga Dasar per titik Billboard, Bando, Papan,

Megatron, Vidiotron, jembatan penyebrangan, dan

Harga dasar per buah (Rp)

Kain,

NSPR = (NFJ x Harga Dasar Nilai Strategis/M²) + (NFL x Harga Dasar Nilai Strategis/M²) + (NSP x Harga Dasar Nilai Strategis/M²)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

27

sejenisnya (Rp)

Spnduk,Umbul-Umbul, Banner

(Rp) s/d 6m² >6-40m² > 40m²

1 Jalan Arteri Primer/Jalan Nasional 250.000 375.000 500.000 35.000

2 Jalan arteri Sekunder/Jalan Provinsi 200.000 300.000 375.000 30.000

3 Jalan Tol 200.000 300.000 375.000 30.000

4 Jalan Kolektor 150.000 200.000 250.000 20.000

5 Jalan Lokal/Lingkungan 75.000 100.000 125.000 10.000

Sumber: Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003

TABEL 2.4 HARGA DASAR NILAI FUNGSI LOKASI OBJEK REKLAME

No Klasifikasi Lokasi

Harga Dasar per titik Billboard, Bando, Papan, Megatron,

Vidiotron, jembatan penyebrangan, dan sejenisnya

(Rp)

Harga dasar per buah (Rp) Kain, Spnduk, Umbul-Umbul,

Banner (Rp) s/d 6m² >6-40m² > 40m²

1 Kawasan Khusus 1.500.000 2.000.000 2.500.000 100.000

2 Kawasan Selektif 1.000.000 1.500.000 2.000.000 80.000

3 Pusat Kawasan Perdagangan 500.000 750.000 1.000.000 70.000

4 Kawasan Perdagangan 375.000 500.000 635.000 60.000

5 Jembatan Penyebrangan 3.0000.000 4.000.000 5.000.000 50.000

6 Perumahan 200.000 250.000 300.000 40.000

7 Kawasan Terbuka 150.000 200.000 250.000 30.000

8 Industri 100.000 150.000 200.000 25.000

9 Perkantoran 75.000 100.000 125.000 15.000

10 Pendidikan 75.000 100.000 125.000 15.000

Sumber: Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003

TABEL 2.5 HARGA DASAR NILAI SUDUT PANDANG OBJEK REKLAME

No Klasifikasi Jalan Harga Dasar per titik Billboard,

Bando, Papan, Megatron, Vidiotron, jembatan penyebrangan, dan

Harga dasar per buah (Rp) Kain,

Spanduk,

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

28

sejenisnya

(Rp)

Umbul-Umbul, Banner

(Rp) s/d 6m² >6-40m² > 40m²

1 Satu Arah 100.000 150.000 300.000 15.000

2 Dua Arah 200.000 300.000 400.000 25.000

3 Tiga Arah 300.000 450.000 600.000 35.000

4 Empat Arah 400.000 600.000 800.000 50.000

Sumber: Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003

Sebelum pada perhitungan potensi pajak reklame, berikut ini merupakan

cara perhitungan yang digunakan dalam menentukan dalalm menghitung potensi

penerimaan pajak reklame yang berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Cimahi

Nomor 06 Tahun 2003.

TABEL 2.6 DASAR PERHITUNGAN UKURAN REKLAME

UKURAN REKLAME (S)

I. Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOR) :

� Nilai Dasar Objek Pajak (NDOP) = (Ukuran/Luas Reklame/M² x Harga Dasar Satuan) � Nilai Dasar Ketinggian Objek Pajak (NDKOP)= (Tinggi x Harga satuan Tinggi/M)

II. Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR):

� Nilai Fungsi Jalan (NFJ) � Nilai Fungsi Lokasi (NFL) � Nilai Sudut Pandang (NSP)

III. Nilai Sewa Reklame (NSR) = (NJOR + NSPR)

Sumber: Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2003

Besarnya pajak reklame untuk minuman beralkohol dan rokok ditambah

25% dari Nilai Sewa Reklame (NSR). Perhitungan diatas berlaku hanya untuk

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

29

satu sisi saja, sementara apabila terdiri dari dua sisi (dapat dilihat dari sebelah

depan maupun belakang), maka dikalikan dua.

Untuk menghitung luas reklame sebagai dasar pengenaan pajak dilakukan

dengan cara sebagai berikut.

a. Reklame yang mempunyai bingkai atau batas, dihitung dari bingkai atau batas

paling luar dimana seluruh gambar, kalimat, atau huruf-huruf tersebut berada

didalamnya.

b. Reklame yang tidak berbentuk persegi dan tidak berbingkai, dihitung dari

gambar, kalimat, atau huruf-huruf yang paling luar dengan jalan menarik garis

lurus vertikal dan horizontal sehingga merupakan empat persegi.

c. Reklame yang berbentuk pola, dihitung dengan rumus berdasarkan bentuk

benda masing-masing reklame.

2.5.5 Tarif Pajak Reklame

Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% dan ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

2.5.7 Perhitungan Potensi Pajak Reklame

Berikut ini merupakan cara perhitungan potensi pajak reklame yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Kesit Bambang Prakosa (2005:151)

Keterangan: PPrk = Potensi reklame

Potensi Pajak Reklame (PPRk) = R x S x D x Pr

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

30

R = Jumlah reklame S = Ukuran reklame D = Lama pemasangan Pr = Tarif Reklame

2.5.8 Perhitungan Pajak Reklame

Besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan

pajak reklame sesuai dengan rumus berikut:

(Perda Kota Cimahi No.06 Tahun 2003)

2.6 Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame

Mardiasmo (2004:134) mengemukakan bahwa, “Efektivitas sebagai

ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.” Harbani Pasolong

(2008:181) mengemukakan bahwa, “Efektivitas merupakan perbandingan antara

hasil yang seharusnya dengan hasil yang dicapai.” Sedangkan menurut Mahmudi

(2005:92), “Efektivitas terkait hubungan antara hasil yang diharapkan dengan

hasil yang sesungguhnya dicapai.”

Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai

tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Semakin besar kontribusi output yang

dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasran yang ditentukan, maka semakin

Pajak Rekalme Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame x

Lama Pemasangan x Jumlah Papan Reklame

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

31

efektif proses kerja suatu unit organisasi. Berikut ini merupakan pengertian

efektivitas menurut Kesit Bambang P. (2005:142):

Efektivitas ialah imbangan antara pendapatan (pajak atau retribusi) yang sebenarnya terhadap pendapatan yang potensial dari suatu pajak yaitu dengan anggapan bahwa mereka yang seharusnya membayar, dengan jumlah yang seharusnya dibayarkan, benar-benar memenuhi kewajibannya.

Abdul Halim (2008:234) menyatakan bahwa, “Efektivitas adalah

perbandingan atau rasio antara penerimaan dengan target yang telah ditetapkan

setiap tahunnya berdasarkan potensii riil.” Dari pengertian tersebut maka

efektivitas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Abdul Halim (2008:232)

Apabila rasio efektivitas yang dicapai minimal satu atau 100% maka

rasio efektivitas semakin baik, artinya semakin efektif pajak reklame, namun

sebaliknya, semakin kecil presentase efektivitasnya menunjukkan pemungutan

pajak reklame semakin tiadak efektif, Abdul Halim (2008:234). Untuk

mengukur nilai efektivitas secara lebih rinci di gunakan kriteria berdasarkan

Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1994 tentang pedoman penilaian dan

kinerja keuangan yang disusun dalam tabel berikut.

TABEL 2.7 RASIO EFEKTIVITAS

Rasio Efektivitas (%) Kriteria

>100% Sangat Efektif

Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Rasio Efektivitas = x 100% Target penerimaan pajak reklame berdasarkan potensi riil daerah

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

32

Sumber: Kepmendagri No. 690.900.327, Depdagri.

Terkait dengan pengelolaan keuangan daerah yang mempunyai hubungan

dengan dengan pajak dan retribusi daerah, Devas et. al (dalam Hessel Nogi,

2007:96) mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan

efektivitas dan efisiensi Dinas Pendapatan Daerah, yang meliputi:

1. Perbaikan sistem pajak yang rumit 2. Perbaikan kondisi pegawai dan peningkatan produktivitasnya 3. Perbaikan penyusunan kantor pemerintah daerah 4. Pendataan dan perbaikan data wajib pajak 5. Penyempurnaan tarif pajak secara periodik sesuai perkembangan sosial

ekonomi. 6. Penyempurnaan prosedur penetapan pajak 7. Penyempurnaan mekanisme penagihan pajak 8. Peningkatan penegakan hukum pajak

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas, apabila

dikaitkan dengan pemungutan pajak reklame maka dapat dimpulkan bahwa

efektivitas pemungutan pajak reklame merupakan ukuran keberhasilan atau

kegagalan antara realisasi penerimaan pajak reklame dengan potensi pajak

reklame sebenarnya yang harus dicapai pada suatu periode tertentu.

2.7 Kerangka Pemikiran

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup Efektif

60% - 80% Kurang Efektif

< 60% Tidak Efektif

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

33

Dalam suasana otonomi daerah yang kompetitif, setiap daerah harus

memiliki strategi untuk mampu menggali dan mengembangkan potensi

ekonominya secara optimal sebagai prioritas utama, salah satunya adalah dengan

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak daerah.

Agar pemerintah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak

daerah, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang memang

sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan bagi daerahnya sehingga tercipta

efektivitas dalam pemungutan pajak daerah. Menurut Eko Agus Budiyanto (dalam

Abdul Halim, 2002:134), ”Konsep efektivitas pemungutan pajak daerah

merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pemungutan

pajak daerah yang direncanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan

berdasakan potensi riil daerah.”

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2000 tentang pajak daerah

dan retribusi daerah, ada tujuh jenis pajak daerah diantaranya terdiri dari :

1. Pajak hotel 2. Pajak restoran, 3. Pajak reklame 4. Pajak hiburan dan tontonan 5. Pajak penerangan jalan 6. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C 7. Pajak parkir.

Pajak reklame merupakan salah satu komponen dari pajak daerah yang

mempunyai prospek yang sangat baik dalam meningkatkan penerimaan pajak

daerah kabupaten/kota. Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan atas

penyelenggaraan reklame. Menurut Peraturan Daerah Nomor 06 tahun 2003,

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

34

menyebutkan bahwa, ”Reklame adalah benda, alat, atau media yang menurut

bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial.”

Apabila konsep efektivitas dikaitkan dengan pemungutan pajak reklame,

maka efektivitas pemungutan pajak reklame adalah kemampuan pemerintah

daerah dalam merealisasikan penerimaan pajak reklame yang direncanakan

dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarakan potensi riil daerah.

Dengan semakin efektifnya pemungutan pajak reklame, maka akan

semakin meningkatkan penerimaan dari sektor pajak daerah yang kemudian akan

memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah. Pernyataan tersebut

dipertegas oleh Harun Hamrolie (1990:47), yang secara lebih khusus

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah dari

sektor pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Potensi Wajib Pajak 2. Potensi besarnya pajak yang ditetapkan 3. Efektivitas pemungutan pajak 4. Tarif pajak 5. Dasar pajak (tax base)

Merujuk pada pendapat dari Harun Hamrolie tersebut, maka upaya

optimalisasi pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan meningkatkan

penerimaan sektor pajak daerah yang salah satunya melalui efektivitas

pemungutan pajak reklame.

Menurut Mahi (dalam Hessel Nogi, 2007:82), dalam upaya untuk

kemandirian daerah, tampaknya PAD masih belum dapat diandalkan sebagai

sumber pembiayaan desentralisasi karena beberapa alasan :

1. Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

35

2. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah 3. Kemampuan administrasi pemungutan didaerah yang masih rendah 4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah.

Masalah kemandirian keuangan daerah merupakan masalah utama bagi

banyak daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, karena pelaksanaan

pembangunan akan berjalan lancar dengan baik kalau didukung dengan keuangan

(dana) yang memadai pula.

Kemandirian dalam mengelola keuangan daerah merupakan salah satu

indikator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Abdul Halim

(2008:232) mengemukakan bahwa, “Kemandirian keuangan daerah adalah

kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan

retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.” Kemandirian

keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan

pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah

pusat ataupun dari pinjaman, Abdul Halim (2008:232).

Tingkat kemandirian keuangan daerah menggambarkan rasio

ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Abdul Halim (2008:233)

menyatakan bahwa:

Semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat rasio kemandirian keuangan daerah berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin tinggi.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

36

Merujuk pada pendapat diatas, dapat diuraikan indikator-indikator dari

kemandirian keuangan daerah, yaitu:

� Pemerintah daerah mandiri dalam menggali dan mengelola sumber keuangan

daerahnya sendiri, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

� Berkurangnya ketergantungan terhadap bantuan/subsidi dari pemerintah pusat.

� Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber utama dalam membiayai kegiatan

penyelenggaran pemerintah daerah.

Dari uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah

dalam menggali dan mengelola sumber daya atau potensi daerah yang dimilikinya

secara efektif dan efisien sebagai sumber utama keuangan daerah yang berguna

untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sedangkan

tingkat kemandirian keuangan daerah merupakan tingkat ketergantungan

pemerintah daerah terhadap sumber dana ekstern (pemerintah pusat). Untuk

meningkatkan kemandirian keuangan daerah Kota Cimahi, pemerintah daerah

cenderung menggali potensi PAD dengan lebih mengefektifkan pemungutan pajak

daerahnya, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan efektivitas

pemungutan pajak reklame.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka judul dari penelitian ini

adalah Pengaruh Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame Terhadap Tingkat

Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Cimahi Tahun

2004-2008). Adapun paradigma penelitian ini adalah sebagai berikut.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf · rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

37

GAMBAR 2.2 PARADIGMA PENELITIAN

2.8 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan diatas, maka

hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, “Efektivitas

pemungutan pajak reklame mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat

kemandirian keuangan daerah.”

Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah