bab ii landasan teori 2.1 teori pembangunan dan...

30
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 108). Pembangunan regional pada dasarnya adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set (gugus) variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita 2005 dalam Manik, 2009 : 32). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi (Tarigan, 2005 : 46). Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun Universitas Sumatera Utara

Upload: dangduong

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta

untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 108).

Pembangunan regional pada dasarnya adalah berkenaan dengan tingkat

dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set (gugus) variabel-variabel,

seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi

faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari

daerah-daerah biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan.

Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,

perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih

baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan

(Adisasmita 2005 dalam Manik, 2009 : 32).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan

masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi (Tarigan, 2005 : 46).

Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga

berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam

harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor

produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan

teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah

tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah

yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer

payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat

aliran dana dari luar wilayah.

Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat

intern dan sebagian lagi bersifat ekstern dan sosio politik. Fakto-faktor yang

berasal dari daerah itu sendiri meliputu distribusi faktor produksi seperti tanah,

tenaga kerja, modal sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah

tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan

daerah tersebut.

Glasson (1997) menjelaskan bahwa region dapat diklasifikasikan menjadi

daerah homogeny (homogeneous region), daerah administrasi (administrative

region) dan daerah nodal (nodal region).

Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan

menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan

pendapatan antar daerah. Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan

bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

Ada beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional

yang lazim dikenal, diantaranya : (1) Teori Basis Ekspor; (2) Teori Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Jalur Cepat; (3) Teori Pusat Pertumbuhan; (4) Teori Neoklasik; (5) Model

Kumulatif Kausatif; dan (6) Model Interregional.

2.1.1 Teori Basis Ekspor

Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) dipelopori oleh Douglas C.

North (1995) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Teori ini

membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu

wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (non-basis). Kegiatan

basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi

internal perekonomian wilayah tersebut dan sekaligus berfungsi mendorong

tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri.

Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu, Asumsi pokok atau

yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independent) dalam

pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain terikat (dependent) terhadap

pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah,

hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan

daerah karena sektor lain terikat oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain

hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat.

Asumsi kedua adalah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari

titik nol sehingga tidak akan berpotongan.

Beberapa hal penekanan dalam model teori basis ekspor yaitu, antara lain :

a. Bahwa suatu daerah tidak harus menjadi daerah industri untuk dapat

tumbuh dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

keuntungan komparatif (keuntungan lokasi) yang dimiliki oleh daerah

tersebut;

b. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan bila daerah

yang bersangkutan memanfaatkan keuntungan komparatif yang dimiliki

menjadi kekuatan basis ekspor;

c. Ketimpangan antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh variasi

potensi masing-masing daerah.

Model teori basis ini adalah sederhana, sehingga memiliki kelemahan-

kelemahan antara lain sebagai berikut :

1. Menurut Richardson, besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik dari

besarnya suatu daerah. Artinya, makin besar suatu daerah maka ekspornya

akan semakin kecil apabila dibandingkan dengan total pendapatan.

2. Ekspor jelas bukan satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan

pendapatan daerah. Ada banyak unsur lain yang dapat meningkatkan

pendapatan daerah seperti : pengeluaran atau bantuan pemerintah pusat,

investasi, dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.

3. Dalam melakukan studi atas suatu wilayah, multiplier basis yang diperoleh

adalah rata-ratanya bukan perubahannya. Menggunakan multiplier basis

rata-rata untuk proyeksi seringkali memberikan hasil yang keliru apabila

nilai multiplier dari tahun ke tahun.

4. Beberapa pakar berpendapat bahwa apabila pengganda basis digunakan

sebagai alat proyeksi maka masalah time lag (masa tenggang) harus

diperhatikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

5. Ada kasus dimana suatu daerah yang tetap berkembang pesat meski

ekspornya relatif kecil. Pada umumnya hal ini dapat terjadi pada daerah

yang terdapat banyak ragam kegiatan dan satu kegiatan saling

membutuhkan dari produk kegiatan lainnya.

Harry W. Richardson dalam bukunya Elements of Regional Economics

(Tarigan, 2005 : 56) memberi uraian sebagai berikut:

dimana :

Yi = pendapatan daerah

Ei = pengeluaran daerah

Mi = impor daerah

Xi = ekspor daerah

2.1.2 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson

pada tahun 1955 (Tarigan, 2005 : 54). Inti dari teori ini adalah menekankan bahwa

setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang memiliki

potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam

maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan.

Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan

nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan

sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin,

produk tersebut harus bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri).

Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang

sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung.

menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain

yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

Selain itu perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi

(Schumpeter dan ahli lainnya) yang mengatakan bahwa kemajuan teknologi

sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat. Jiwa

usaha berarti pemilik modal mampu melihat peluang dan mengambil resiko untuk

membuka lapangan kerja baru untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah

setiap tahunnya.

2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan

Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) adalah satu satu teori

yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan

desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan

merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang

saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke

seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara

kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkosentrasi pada

suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti : kota, pusat

perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat

pemukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi

dinamakan : daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah pertanian,

atau daerah pedesaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya agglomerasi

disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) atau agglomeration

(economic of localization) (Tarigan, 2005 : 159). Economic of scale adalah

keuntungan karena dalam berproduksi sudah berdasarkan spesialisasi, sehingga

produksi menjadi lebih besar dan biaya per unitnya menjadi lebih efisien.

Economic of agglomeration adalah keuntungan karena di tempat tersebut terdapat

berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan untuk memperlancar

kegiatan perusahaan, seperti jasa perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan

listrik, perusahaan air bersih, tempat-tempat pelatihan keterampilan, media untuk

mengiklankan produk, dan lain sebagainya.

Hubungan antara kota (daerah maju) dengan daerah lain yang lebih

terbelakang dapat dibedakan sebagai berikut : (1) Generatif : hubungan yang

saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang lebih maju

dengan daerah yang ada di belakangnya; (2) Parasitif : hubungan yang terjadi

dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak banyak membantu atau

menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang

mulai tumbuh di daerah belakangnya; (3) Enclave (tertutup) : dimana daerah kota

(daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah

sekitarnya yang lebih terbelakang.

Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan

intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya

multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat

mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2005 : 162).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

2.1.4 Teori Neoklasik

Teori Neoklasik (Neo-classic Theory) dipelopori oleh Borts Stein (1964),

kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965) dan Siebert (1969).

Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat proses pembangunan baru

dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi

(divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah berjalan dalam waktu

yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung

menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara sedang berkembang lalu

lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat

keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi.

Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi. Unsur-

unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga

kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara

mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal

terhadap pertumbuhan regional.

2.1.5 Model Kumulatif Kausatif

Model kumulatif kausatif (Cummulative Causation Models) dipelopori

oleh Gunnar Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh

Kaldor. Teori ini menyatakan bahwa adanya suatu keadaan berdasarkan kekuatan

relatif dari “Spread Effect” dan “Back Wash Effect”. Spread Effect adalah

kekuatan yang menuju konvergensi antar daerah-daerah kaya dan daerah-daerah

miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka akan tumbuh pula permintaannya

terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan demikian mendorong

pertumbuhannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Namun Myrdal yakin bahwa dampak spread effect ini lebih kecil daripada

back wash effect. Pertambahan permintaan terhadap produk daerah miskin

tersebut terutama barang-barang hasil pertanian oleh daerah kaya tentu saja

mempunyai nilai permintaan yang rendah, sementara konsumsi daerah miskin

terhadap produk daerah kaya akan lebih mungkin terjadi. Para pelopor teori ini

menekankan pentingnya campur tangan pemerintah untuk mengatasi perbedaan

yang semakin menonjol.

2.1.6 Model Interregional

Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor dengan menambah

faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya

membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga.

Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, sehingga model ini

dinamakan model interregional (Tarigan, 2005 : 58).

Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor, pengeluaran

pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu

sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Dengan

memanipulasi rumus pendapatan yang pertama kali ditulis Keynes, oleh

Richardson merumuskan model interregional ini menjadi :

dimana :

Yi = regional income

Ci = regional consumption

Ii = regional investment

Gi = regional government expenditure

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Xi = regional exports

Mi = regional import

Sumber-sumber perubahan pendapatan regional (Tarigan, 2005 : 60) dapat

berasal dari :

1. Perubahan pengeluaran otonomi regional, seperti : investasi dan

pengeluaran pemerintah,

2. Perubahan pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada

dalam suatu sistem yang akan terlihat dari perubahan ekspor,

3. Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model (hasrat

konsumsi marjinal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak

marjinal).

2.2 Ketimpangan Pembangunan Daerah

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk mengurangi

ketimpangan (disparity). Peningkatan pendapatan per kapita memang

menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun

meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa

distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali di negara-negara berkembang

dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal dari pada tenaga

kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian

masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara

merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi

ketimpangan. Terdapat beberapa bentuk-bentuk ketimpangan dalam pembangunan

daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

2.2.1 Distribution Income Disparities

Terdapat berbagai macam alat yang dapat dijumpai dalam mengukur

tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk (Distribution Income

Disparities), diantaranya yaitu :

1. Kurva Lorenz (Lorenz Curve)

Kurva Lorenz secara umum sering digunakan untuk menggambarkan

bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat.

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase

penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar

mereka terima selama periode tertentu, misalnya, satu tahun.

Gambar 2.1 Kurva Lorenz

Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi/bujur sangkar

dengan bantuan garis diagonalnya. Garis horizontal menunjukkan persentase

penduduk penerima pendapatan, sedangkan garis vertikal adalah persentase

pendapatan. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan

semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal

50%

25%

Garis Pemetaaan

Kurva Lorenz

0 B

Persentase Penerima Pendapatan

Pers

enta

se P

enda

pata

n

100% 50% A

C

100%

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi. Kemungkinan yang digambarkan

kurva Lorenz diatas yaitu :

a. Jika kurva Lorenz adalah diagonal 0A maka terlihat 50% penduduk

(penerima pendapatan) memperoleh 50% pendapatan, menggambarkan

pembagian pendapatan sempurna merata.

b. Jika 50% penduduk yang paling rendah pendapatannya menerima 25%

pendapatan, tergolong pada pembagian pendapatan cukup merata

(kurva Lorenz 0CA).

c. Jika kurva Lorenz adalah sisi siku 0BA, maka 100% penduduk sama sekali

tidak memperoleh pendapatan, menggambarkan pembagian pendapatan

sempurna tidak merata.

2. Gini Index

Kelemahan kurva Lorenz adalah sulit diaplikasikan, maka seorang sarjana

statistik matematik mencoba mengkuantifikasi konsep kurva Lorenz tersebut yaitu

Mr. Gini, yang selanjutnya hasil pendapatnya dikenal dengan Gini Index/Gini

Ratio. Gini index adalah ukuran ketimpangan pendapatan agregat yang angkanya

berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).

Menurut Gini setiap kurva Lorenz dapat dihitung nilai angkanya yang

selanjutnya disebut angka Gini dengan cara membagi luas yang dibentuk kurva

Lorenz tersebut dengan total pendapatan. Dari gambar kurva Lorenz dapat

terlihat :

a. Jika kurva Lorenz adalah 0CA maka

b. Jika kurva Lorenz adalah diagonal pokok 0A maka = 0, yaitu

merata sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

c. Jika kurva Lorenz adalah sisi siku 0BA maka = 1, yaitu merata

tidak sempurna.

Dengan demikian semakin kecil Gini index, maka semakin merata, sedang

Gini index yang semakin besar menunjukkan distribusi pendapatan yang makin

tidak merata. Maksimum dan minimum nilai G adalah : 0 ≤ G ≤ 1 . Untu k

menghitung Gini Index yaitu :

dimana :

G = Gini Index

Pi = Persentase kumulatif jumlah penduduk sampai kelas ke-i

Qi = Persentase kumulatif jumlah pendapatan sampai kelas ke-i

I = 1,2,3,....n

G = 0, Perfect Equality

G = 1, Perfect Inequality

3. Kriteria Bank Dunia

Berdasarkan kriteria Bank dunia di dalam menentukan tingkat

ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka penduduk

dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

a. 20% penduduk berpendapatan tinggi

b. 40% penduduk berpendapatan sedang

c. 40% penduduk berpendapatan rendah

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Dimana kriteria ketimpangannya adalah

1. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional

< 12% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan tinggi.

2. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional

12% - 17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan

sedang/moderat.

3. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan nasional

> 17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan rendah.

2.2.2 Regional Income Disparities

Ketimpangan yang terjadi tidak hanya terhadap distribusi pendapatan

masyarakat, akan tetapi juga terjadi terhadap pembangunan antar daerah di dalam

wilayah suatu negara.

Jeffrey G. Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional

dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi

negara yang sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama

tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

pembangunan terkosentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih

“matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan

antardaerah dan disparitas berkurang dengan signifikan.

Williamson menggunakan Williamson Index (Indeks Williamson) untuk

mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson

menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas bahwa yang

diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah bukan tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

kesejahteraan antar kelompok. Formulasi Indeks Williamson secara statistik

adalah sebagai berikut :

Keterangan :

IW = Indeks Williamson

Yi = Pendapatan per kapita daerah i

Y = Pendapatan per kapita rata-rata seluruh daerah

fi = Jumlah penduduk daerah i

n = Jumlah penduduk seluruh daerah

Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks

Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang

semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar

menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar. Walaupun indeks ini memiliki

kelemahan yaitu sensitive terhadap defenisi wilayah yang digunakan dalam

perhitungan artinya apabila ukuran wilayah yang digunakan berbeda maka akan

berpengaruh terhadap hasil perhitungannya, namun cukup lazim digunakan dalam

mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.

2.2.3 Urban Rural Income Disparities

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan umumnya

masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan.

Urban Rural Income Disparities (Ketimpangan pembangunan/pendapatan antara

wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan), terjadi karena pembangunan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

lebih terfokus pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan pembangunan

wilayah pedesaan.

Hal ini terlihat dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi,

dimana investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan

kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan

ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan

ekonomi yang dikembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya peran kota yang

diharapkan dapat mendorong perkembangan pedesaan (trickling down effects),

justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan

(backwash effects).

Faktor internal pedesaan seperti sebaran spasial penduduk pedesaan yang

terpencar-pencar dan minimnya kesempatan kerja, juga menghambat

perkembangan wilayah pedesaan. Sebaran spasial penduduk pedesaan yang

terpencar-pencar menyebabkan mahalnya biaya penyediaan barang dan jasa

publik secara efektif untuk masyarakat pedesaan. Relatif melimpahnya jumlah

tenaga kerja yang tanpa disertai ketersediaan kesempatan kerja dibandingkan

dengan kawasan non-pedesaan, menjadikan masyarakat pedesaan tidak produktif.

2.3 Penyebab Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah

Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi

modal, ketimpangan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu

daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang

bersangkutan (Riadi, 2007 : 2). Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik

suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah

dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

ketimpangan/kesenjangan antar daerah merupakan konsekuensi logis

pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu

sendiri.

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar

daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash

effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap

pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan.

Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung

meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar

daerah (Arsyad, 1999 dalam Pakpahan, 2009 : 26).

Adapun faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah

(Manik, 2009 : 23) yaitu :

2.3.1 Perbedaan kandungan sumber daya alam

Terdapatnya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya

alam pada masing-masing daerah akan mendorong timbulnya ketimpangan antar

daerah. Kandungan sumber daya alam seperti minyak, gas alam, atau kesuburan

lahan tentunya mempengaruhi proses pembangunan di masing-masing daerah.

Ada daerah yang memiliki minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak

memilikinya. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang cukup besar,

tetapi daerah tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat kesuburan lahan

yang juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk mendorong

pembangunan pertanian pada masing-masing daerah.

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi

kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

sumber daya alam yang cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang

tertentu dengan biaya yang relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang

mempunyai kandungan sumber daya alam yang lebih rendah. Kondisi ini akan

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih cepat

dibandingkan dengan daerah lain.

2.3.2 Perbedaan Kondisi Demografi

Faktor utama lain yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan

antar daerah adalah jika terdapat perbedaan kondisi demografi yang cukup besar

antar daerah. Kondisi demografi meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur

kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan dan

tingkah laku masyarakat daerah tersebut.

Perbedaan kondisi demografi ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan

antar daerah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja

masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografi

yang baik akan cenderung memiliki produktivias kerja yang lebih tinggi sehingga

hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan

meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang

bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografinya

kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja

masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi

penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan

menjadi lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

2.3.3 Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa (perdagangan) antar daerah jelas akan

mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Sebagaimana kita

ketahui bahwa bila kegiatan perdagangan (baik internasional maupun antar

wilayah) kurang lancar maka proses penyamaan harga faktor produksi (Factor

Price Equilization) akan terganggu. Akibatnya penyebaran proses pembangunan

akan terhambat dan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung

menjadi tinggi.

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah

dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan.

Bila mobilitas barang tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu

daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula

halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja di

suatu daerah yang tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat

membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan antar daerah akan cenderung tinggi.

Mobilitas barang dan jasa ini mengacu pada penyediaan sarana dan prasarana

serta fasilitas-fasilitas di dalam suatu daerah, seperti : jalan, jembatan, alat

transportasi baik darat, laut maupun udara dan lain-lain.

2.3.4 Perbedaan Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Daerah

Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah yang cukup tinggi

akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar

daerah karena proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan

konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi

pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana

terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut

selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan

penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula,

apabila konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang

selanjutnya juga mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat

pendapatan masyarakat setempat.

Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa

hal. Pertama, terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah

tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya.

Terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya menyangkut

pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas trasnportasi, baik

darat, laut, dan udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar

daerah. Ketiga, kondisi demografi (kependudukan) juga ikut mempengaruhi

karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya

manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.

2.3.5 Alokasi Dana Pembangunan Antar Daerah

Investasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat menarik lebih

banyak investasi pemerintah dan swasta akan cenderung mempunyai tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Selanjutnya akan mendorong

proses pembangunan daerah melalui penyediaan tenaga kerja yang lebih banyak

dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Demikian juga sebaliknya

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

terjadi bila investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah

ternyatalebih rendah.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh

sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang

dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih

banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan antardaerah

cenderung tinggi. Akan tetapi sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang

dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak

dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar daerah akan

cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak

ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak

dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang

dimiliki oleh suatu daerah, sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula

oleh ongkos transportasi baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus

dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsenstrasi pasar, tingkat

persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk ke dalam keuntungan lokasi ini

adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa

kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah

mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di

daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini

menyebabkan perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan

daerah pedesaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

2.4 Dampak Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan pembangunan telah memberikan berbagai dampak terhadap

daerah dan masyarakat. Adapun yang menjadi dampak dari ketimpangan tersebut

(www.bappenas.go.id) adalah :

2.4.1 Banyak Wilayah-Wilayah yang Masih Tertinggal Dalam Pembangunan

Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum

banyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap

pelayanan sosial, ekonomi dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari

wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang

hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan

pembangunan yang besar dari pemerintah.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal,

termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain :

a. Terbatasnya akses trasnportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal

dengan wilayah yang relatif maju.

b. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar.

c. Kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber

daya alam dan manusia.

d. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh

pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli

daerah secara langsung.

e. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-

wilayah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

2.4.2 Belum Berkembangnya Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh

Banyak wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi

strategis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain : (a)

adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk

unggulan; (b) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku

pengembangan kawasaan di daerah; (c) belum optimalnya dukungan kebijakan

nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku swasta; (d) belum

berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan

pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; (e) masih

lemahnya koordinasi, sinergi dan kerja sama diantara pelaku-pelaku

pengembangan kawasan baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah dan

masyarakat serta antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam

upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (f) masih terbatasnya akses

petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input

produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya

mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi; (g) keterbatasan

jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung

pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (h) belum optimalnya

pemanfaatan kerangka kerja sama antar wilayah maupun antar negara untuk

mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.

Sebenarnya, wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan

secara lebih cepat, karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika

sudah berkembang, wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang miskin

sumber daya dan masih terbelakang.

2.4.3 Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang

Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi

sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat

strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan

di beberapa wiayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan

pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat

yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan

kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini mengakibatkan timbulnya

berbagai kegiatan illegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka

panjang dapat menimbulkan kerawanan sosial.

Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah

perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini

cenderung berorientasi “inward looking” sehingga seolah-olah kawasan

perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah.

Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah

prioritas pembangunan oleh pemerintah. Sementara itu daerah-daerah pedalaman

yang ada juga sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan

sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit

jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar pemerintah.

2.4.4 Kesenjangan Pembangunan Antara Kota dan Desa

Ketimpangan pembangunan mengakibatkan adanya kesenjangan antara

daerah perkotaan dengan pedesaan, yang diakibatkan oleh : (a) investasi ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan; (b) kegiatan ekonomi di wilayah

perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di

pedesaan; (c) peran kota yang diharapakan dapat mendorong perkembangan

pedesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan.

2.4.5 Pengangguran, Kemiskinan dan Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia

Dampak utama dari ketimpangan pembangunan adalah pengangguran,

kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Dampak ini merupakan

dampak turunan dari kurangnya lapangan kerja di suatu daerah bersangkutan,

yang disebabkan kurangnya investasi baik dari pemerintah maupun swasta, dan

mengakibatkan terjadinya pengangguran. Jika pengangguran terjadi maka

biasanya disusul terjadinya kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan kualitas

sumber daya manusia (generasi berikutnya) cenderung rendah, karena terbatasnya

kemampuan untuk menikmati pendidikan akibat rendahnya pendapatan

masyarakat bahkan cenderung tidak ada sama sekali, sehingga masyarakat lebih

fokus untuk memenuhi kebutuhan yang paling krusial yaitu makanan dan

minuman.

2.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan

Simon Kuznets (dalam Todaro, 2006 : 253) mengatakan bahwa pada tahap

awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk

(ketimpangan membesar), namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatan

akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets

“U-terbalik” (Hipotesis Kuznets).

Dalam hal ini, pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan dengan membuat

grafik antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan (Indeks

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh hubungan antara variabel tersebut

menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets terbukti bahwa pada

tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang membesar dan pada

tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu

ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya.

Dewasa ini, terdapat banyak ulasan yang mencoba menjelaskan mengapa

pada tahap-tahap awal pembangunan ditribusi pendapatan cenderung memburuk,

namun kemudian membaik. Sebagian besar dari ulasan tersebut mengaitkannya

dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural. Menurut model

Lewis, tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern, yang

mempunyai lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktivitas

terhitung tinggi.

Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan

berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan

perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian

modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari investasi di sektor

pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor modern yang

muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan menurun

karena penawaran tenaga terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja tidak

terdidik menurun. Jadi, walaupun Kuznets tidak menyebutkan mekanisme yang

dapat menghasilkan kurva U-terbalik ini, secara prinsip hipotesis tersebut

konsisten dengan proses bertahap dalam pembangunan ekonomi. Namun terlihat

bahwa, dampak pengayaan sektor tradisional dan modern terhadap ketimpangan

pendapatan akan cenderung bergerak berlawanan arah, sehingga perubahan neto

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

pada ketimpangan bersifat mendua (ambiguous), dan validitas empiris kurva

Kuznets masih patut dipertanyakan.

Terlepas dari perdebatan metodologisnya, beberapa ekonom pembangunan

tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan

ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian oleh Lisna Pakpahan pada tahun 2009, tentang “Analisis

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten Tapanuli Utara dengan

Kabupaten Deli Serdang”, menggunakan data time series dari tahun 1993-

2007 dan menggunakan alat analisis Indeks Williamson dan Location

Quotient. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terjadi ketimpangan

pembangunan antar Kabupaten Tapanuli utara dengan Kabupaten Deli

Serdang. Ketimpangan di Tapanuli utara tergolong rendah (mendekati 0) yang

artinya ketimpangan yang terjadi di kabupaten Tapanuli Utara tidak terlalu

besar, dimana ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 1996 sebesar 0,074766

dan terendah pada tahun 2002 sebesar 0,046222. Begitu juga ketimpangan di

Deli Serdang tergolong relatif kecil menurut standard ketimpangan yaitu 0-1

karena nilai IW Deli Serdang hanya berkisar 0,167921 yang artinya masih

cenderung mendekati 0, akan tetapi apabila dibandingkan dengan nilai IW

Tapanuli Utara, nilai IW Deli Serdang relative besar, dimana ketimpangan

tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,167921 sedangkan ketimpangan

terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 0,096482. Selain itu berdasarkan

analisis LQ terlihat bahwa sektor yang potensial di Kabupaten Tapanuli Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

adalah sektor pertanian, sedangkan di Kabupaten Deli Serdang sektor yang

potensial adalah sektor industri/manufaktur.

2. Penelitian Fitri R. Manik pada tahun 2009, tentang “Analisis Ketimpangan

Pembangunan Antara Kota Medan dengan Kabupaten Simalungun”

menggunakan data time series dari tahun 1988-2007 dan menggunakan alat

analisis Indeks Williamson, Hipotesis Kuznets, Tipologi Klassen, dan

Korelasi Pearson. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terjadi

ketimpangan pembangunan sedang di Kota Medan (IW = 0,3-0,5) dan

ketimpangan pembangunan rendah untuk Kabupaten Simalungun (IW < 0,3),

serta hipotesis Kuznets berlaku untuk kedua wilayah tersebut. Berdasarkan

Tipologi Klassen, Kota Medan termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh

(Kuadran I) dan Kabupaten Simalungun termasuk daerah yang cepat

berkembang (Kuadran III). Hasil Analisis Korelasi Pearson menunjukkan

korelasi yang lemah antara pertumbuhan PDRB dengan Indeks Williamson

dan tidak signifikan untuk Kota Medan dan Kabupaten Simalungun.

3. Penelitian oleh Paidi Hidayat, SE, Msi dan DRA. Raina Linda Sari, tentang

“Analisis Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota Pemekaran Di Sumatera

Utara”, menggunakan data time series yang bersumber dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara untuk kurun waktu 2001-2006.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat analisis tipologi daerah

(Klassen Typology) dan Indeks Williamson. Berdasarkan hasil analisis, maka

disimpulkan bahwa : (1) Daerah pemekaran di Sumatera Utara yang

pertumbuhan ekonominya cukup tinggi adalah Kabupaten Toba Samosir dan

Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Samosir dan Kota Padang Sidimpuan memiliki pertumbuhan yang rendah dan

masih dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. (2) Struktur

ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara masih didominasi oleh

sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan/penggalian) kecuali

Kabupaten Toba Samosir (sektor industri) dan Kota Padang Sidimpuan (sektor

jasa-jasa). (3) Berdasarkan pola pembangunan ekonominya, daerah yang cepat

maju dan cepat tumbuh adalah Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten

Serdang Bedagai. Sedangkan Kabupaten Samosir merupakan daerah maju tapi

tertekan. Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan

Kabupaten Mandailing Natal adalah daerah berkembang cepat. Sementara

Kabupaten Nias Selatan dan Kota Padang Sidimpuan merupakan daerah

pemekaran yang relatif tertinggal. (4) Bahwa ketimpangan pembangunan antar

kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara relative kecil atau lebih merata

dengan angka Indeks Williamson sebesar 0,031.

4. RM. Riadi melakukan penelitian tentang “Pertumbuhan dan Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau” menggunakan data

time series dari tahun 2003-2005. Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil, Sistem

Kuadran dan Hipotesi Kuznets. Dari hasil penelitian disimpukan bahwa hanya

Kota Pekanbaru yang temasuk dalam Kuadran I (high growth and high

income). Daerah yang dikategorikan ke dalam tumbuh cepat tetapi rendah

pendapatan adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu

dan Siak. Indragiri Hilir, Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar dapat

dikategorikan ke dalah tinggi pendapatan tetapi tumbuh lambat, sementara

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pembangunan dan ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter II.pdf · Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

daerah yang dikategorikan ke dalam rendah pendapatan dan tumbuh lambat

adalah Rokan Hilir, Dumai dan Bengkalis. Selama periode pengamatan 2003-

2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan

berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan berdasarkan Indeks Entropi Theil,

ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadi

pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan.

Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di Provinsi Riau yang

mengatakan adanya kurva U terbalik.

Universitas Sumatera Utara