bab ii landasan teori 2.1 kualitas pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/bab ii.pdf · 2020. 11....

18
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas menurut Ibrahim (2000) adalah suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan implisit. Pelayanan sering pula disebut sebagai jasa. Kotler dan Keller (2009:36) merumuskan jasa sebagai semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun (Umboh & Mandey, 2014). Menurut Alinaung (2018) mendefinisikan kualitas pelayanan secara sederhana, yaitu ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi atau harapan pelanggan. Kotler dan Alma (2016) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan adalah cara kerja perusahaan yang berusaha mengadakan perbaikan dalam hal mutu secara terus-menerus terhadap proses, produk dan service yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan. Produk atau jasa dapat disebut berkualitas apabila telah memenuhi dan melampaui harapan pelanggan, serta memberikan kepuasaan kepada pelanggan. Kualitas pelayanan berpusat pada upaya untuk mengimbangi harapan pelanggan serta ketepatan dalam penyampaiannya. 2.2 Dimensi Kualitas Kualitas suatu layanan dapat diukur dengan lima dimensi yang dapat diidentifikasi oleh pelanggan untuk mengevaluasi suatu layanan yang diberikan oleh pemberi layanan (Harjati & Venesia, 2015). 1. Keandalan (Reliability). Dimensi ini merupakan kemampuan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali pelanggan menggunakan layanan tanpa membuat kesalahan serta penyampaian pelayanan secara cepat sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Pelayanan dituntut untuk menyediakan jasa dan memberikan pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.

Upload: others

Post on 19-Jul-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Pelayanan

Kualitas menurut Ibrahim (2000) adalah suatu strategi dasar bisnis yang

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan

konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit dan implisit. Pelayanan sering

pula disebut sebagai jasa. Kotler dan Keller (2009:36) merumuskan jasa sebagai

semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain

yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun

(Umboh & Mandey, 2014).

Menurut Alinaung (2018) mendefinisikan kualitas pelayanan secara

sederhana, yaitu ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan sesuai

dengan ekspektasi atau harapan pelanggan. Kotler dan Alma (2016)

mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan adalah cara kerja perusahaan yang

berusaha mengadakan perbaikan dalam hal mutu secara terus-menerus terhadap

proses, produk dan service yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari kedua pengertian

diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan harapan dan

keinginan pelanggan. Produk atau jasa dapat disebut berkualitas apabila telah

memenuhi dan melampaui harapan pelanggan, serta memberikan kepuasaan kepada

pelanggan. Kualitas pelayanan berpusat pada upaya untuk mengimbangi harapan

pelanggan serta ketepatan dalam penyampaiannya.

2.2 Dimensi Kualitas

Kualitas suatu layanan dapat diukur dengan lima dimensi yang dapat

diidentifikasi oleh pelanggan untuk mengevaluasi suatu layanan yang diberikan

oleh pemberi layanan (Harjati & Venesia, 2015).

1. Keandalan (Reliability). Dimensi ini merupakan kemampuan untuk

memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali pelanggan menggunakan

layanan tanpa membuat kesalahan serta penyampaian pelayanan secara cepat

sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Pelayanan dituntut untuk

menyediakan jasa dan memberikan pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

5

2. Daya Tanggap (Responsiveness). Dimensi ini merupakan suatu kemampuan

karyawan/pemberi jasa untuk membantu dan merespon permintaan pelanggan

dengan tanggap. Selain itu, pelayanan diberikan harus cepat dan selalu sigap

untuk membantu pelanggan.

3. Jaminan (Assurance). Dimensi ini merupakan perilaku para kayawan/pemberi

jasa untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan

layanan. Dampak dari kepercayaan tersebut akan menciptakan rasa aman dan

nyaman sehingga pelanggan akan mendapatkan jaminan dari perusahaan.

4. Empati (Emphaty). Dimensi ini merupakan suatu perhatian dari pemberi

layanan dalam memahami masalah para pelanggan. Perusahaan akan bertindak

demi kepentingan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa nyaman dengan

pelayanan yang diberikan.

5. Bukti Fisik (Tangible). Dimensi ini berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,

perlengkapan, dan meterial yang digunakan perusahaan, serta penampilan

karyawan. Sarana dan prasarana yang berkaitan dengan layanan pelanggan

harus diperhatikan oleh perusahaan. Karena hal tersebut akan menjadi

pertimbangan pelanggan dalam memilih suatu pelayanan.

2.3 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Kepuasan (satisfaction) merupakan sebuah bahasa dari bahasa Latin

yaitu “satis” (yang berarti cukup baik/memadai), kemudian kata “facio” (yang

berarti melakukan/yang membuat). “Kepuasan dapat diartikan sebagai sebuah

upaya untuk memenuhi sesuatu atau membuat sesuatu” (Harjati & Venesia, 2015).

Secara definisi kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan,

keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi sehingga akan meciptakan

kesetiaan yang berlanjut. Kepuasan pelanggan akan mengakibatkan peningkatan

loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Pelanggan yang loyal akan melakukan

pembelian ulang dan pemberitaan positif dari mulut ke mulut akan menarik

pelanggan baru.

Menurut Ali Hasan (2009:68) terdapat suatu cara sederhana untuk

mengukur atau menilai kepuasan pelanggan yaitu memberikan pertanyaan langsung

pada pelanggan mengenai kepuasan yang mereka dapatkan terhadap produk atau

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

6

layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi pelanggan. Oleh karena itu, terdapat

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan tersebut, yaitu :

1. Apa yang di dengar pelanggan dari pelanggan lainnya (word of mounth

communication).

2. Ekpektasi pelanggan sangat bergantung dari karakteristik individu dimana

kebutuhan pribadi (personal needs)

3. Pengalaman masa lalu (past experience) dalam menggunakan pelayanan dapat

juga mempengaruhi tingkat ekspektasi pelanggan.

4. Komunikasi dengan pihak eksternal dari pembeli layanan memainkan kunci

dalam membentuk ekspektasi pelanggan.

2.4 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler dan Keller (2009:144) satisfaction pada produk maupun

pelayanan, customer satisfaction, profitabilitas perusahaan merupakan hal-hal yang

saling berhubungan. Contohnya pada kualitas yang diberikan apabila semakin

tinggi maka tingkat kepuasan pelanggan yang dihasilkan akan tinggi dan akan

berpengaruh pada harga yang menjadi tinggi dan biaya yang dikeluarkan akan

semakin rendah (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan dari seorang pelanggan akan

berdampak kepada perusahaan tersebut. Dari kepuasan tersebut akan muncul

kualitas pelayanan yang baik sehingga perusahaan akan lebih dipercayai oleh

pelanggan lainnya.

Tjiptono dan Chandra (2001) mengemukakan suatu pemikiran dasar, yaitu:

1. Apabila konsumen tidak berpengalaman, maka ia akan memberikan

persepsinya berdasarkan ekpektasi yang dia dapatkan pada perusahaan

tersebut.

2. Service encounter yang diberikan oleh perusahaan akan memberikan persepsi

yang berbeda terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perusaahn tersebut.

3. Interaksi berlebihan/tambahan yang diberikan oleh perusahaan akan

memberikan dampak kuat atau memberikan dampak negatif sehingga dampak

tersebut dapat mengubah persepsi pelanggan pada jasa yang diberikan.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

7

4. Persepsi pada jasa yang telah dilakukan modifikasi akan menarik minat

pelanggan pada perusahaan pada masa depan (Harto, 2015).

Kualitas layanan menurut Tjiptono (2002) mempunyai hubungan yang erat

dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada

pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Pada jangka

panjang, akan memungkinkan perusahaan untuk memahami harapan dan kebutuhan

pelanggan. Maka dari itu, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan

dengan melihat dari pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan mengurangi

pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Kesimpulan dari definisi

diatas yaitu pelayanan yang diberikan perusahaan akan memberikan kepuasan

kepada pelanggan. Apabila kepuasan pelanggan sudah dicapai, maka kualitas

pelayanan pada perusahaan tersebut akan berkualitas.

2.5 Konsep SERVQUAL (Service Quality)

ServQual (Service quality) merupakan model pengembangan oleh

Parasuraman, Zeithml, dan Berry pada penelitian yang telah dilakukan kepada

enam sektor jasa meliputi; reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,

sambungan telefon jarak jauh, perbankan, ritel, dan pialang sekuritas.

Pengembangan ini dikaitkan dengan model kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2014).

Metode Servqual dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kualitas pada

pelayanan. Hasil nilai dari servqual didapatkan dari selisih nilai persepsi yang

diberikan oleh pelanggan dengan nilai dari apa yang diharapkan oleh pelanggan.

Nilai tersebut akan menjelaskan kesenjangan yang terjadi antara persepsi pelanggan

terhadap harapan yang diinginkan pelanggan (Noer, 2016).

Kualitas suatu layanan dapat diukur dengan lima dimensi yang dapat

diidentifikasi oleh pelanggan untuk mengevaluasi suatu layanan. Kelima dimensi

tersebut yaitu keandalan, daya tanggap, empati, jaminan, dan bukti fisik (Fandy

Tjiptono, 2014). Dari kelima dimensi tersebut, terdapat beberapa faktor kegagalan

dalam penyampaian jasa dapat diakibatkan oleh lima GAP. Kegagalan pada

penyampaian tersebut adalah sebagai berikut (Parasuraman, dkk, 1990):

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

8

1. Knowledge (Gap 1)

Keinginan pelanggan yang tidak selalu dipahami oleh pihak perusahaan.

2. Standards Gap (Gap 2)

Tidak menetapkan standar pada pelaksanaan yang spesifik, sehingga tidak

memahami keinginan pelanggan.

3. Delivery (Gap 3)

Karyawan tidak terlatih dan bekerja melewati sehingga tidak memenuhi

standar.

4. Communication (Gap 4)

Janji perusahaan tidak sesuai dengan kualitas jasa yang diberikan.

5. Service (Gap 5)

Terdapat perbedaan dalam mengukur suatu kinerja perusahaan atau salah

persepsi mengenai kualitas jasa yang diberikan (Noer, 2016).

Gambar 1 Model Konseptual Kualitas Jasa ServQual

Sumber: (Zeithaml, V. A, 2002)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

9

Harapan pelanggan (customer expectation) memainkan peran yang

penting sebagi standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun

kepuasan pelanggan. Konsep Servqual digunakan untuk menghitung gap antara

persepsi pelanggan terhadap jasa yang dikurangi dengan nilai ekspektasi atau

harapan pelanggan (Wijaya T, 2011). Berikut adalah persamannya:

𝑄 = 𝑃 (𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 𝑠𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒) − 𝐸 (expected service) (1)

Keterangan :

Q : kualitas pelayanan (quality of service)

P : perceived service atau persepsi pelanggan

E : expected service atau harapan konsumen pada jasa

Perhitungan Gap merupakan hasil perhitungan skor persepsi dikurangi

dengan skor harapan. Gap negatif apabila skor harapan lebih tinggi dibandingkan

dengan skor persepsi sedangkan gap positif akan terjadi jika skor persepsi lebih

tinggi dari skor harapan. Gap negatif berarti harapan pelanggan terhadap atribut

tersebut belum tercapai. Kemungkinan terjadinya gap positif sangat kecil. Sebagian

besar gap yang dihasilakan negatif. Nilai gap dapat dikatakan baik apabila nilai

negatifnya semakin kecil.

2.6 Metode Six Sigma

Six Sigma adalah suatu metode atau cara pengendalian dan peningkatan

kualitas yang telah diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986. Banyak

ahli yang menyatakan bahwa metode Six Sigma yang diterapkan Motorola diterima

secara luas di dunia industri. Hal ini dikarenakan para ahli manajemen kualitas

tersebut frustasi terhadap sistem-sistem yang telah ada tidak mampu melakukan

peningkatan kualitas menuju tingkat kegagalan nol. Maka dari itu, konsep dan

prinsip Six Sigma terbukti dapat mengurangi tingkat kegagalan hingga 3,4 DPMO

(Defect per Million Opportunities) dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun

setelah pengimplementasiannya (Gaspersz, 2002).

Pendekatan Six Sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas

yang berlaku secara umum. Dalam konsep Six Sigma, cacat (defect) atau

ketidaksesuaian (nonconformance) adalah kesalahan atau kekeliruan yang diterima

pelanggan. Unit kerja adalah output suatu proses atau tahapan proses. Kualitas

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

10

proses dapat diukur dalam tingkat kecacatan per unit (defect per unit-DPU) (Evans

& Lindsay, 2007). Konsep Six Sigma mendefinisikan kembali pengertian kinerja

kualitas sebagai tingkat kecacatan per satu juta kemungkinan (defect per million

opportunitie (Evans & Lindsay, 2007).

Untuk menentukan nilai Sigma maka perlu dilakukan konversi dari nilai DPMO ke

nilai Sigma dengan menggunakan tabel yield (probabilitas produk hasil produksi

dalam kondisi baik) seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 1 Pencapaian beberapa Sigma (Gaspersz, 2002)

Yield Defect per Million Opportunities (DPMO) Nilai Sigma

30,8538% 691.462 (sangat tidak kompetitif) 1-Sigma

69,1462% 308.548 (rata-rata industri Indonesia) 2-Sigma

93,3193% 66.807 3-Sigma

99,3790% 6.210 (rata-rata industri USA) 4-Sigma

99,9767% 233 5-Sigma

99,99966% 3,4 (industri kelas dunia) 6-Sigma

Tujuan Six Sigma sering kali berfokus pada perbaikan terobosan yang

menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan perusahaan tersebut melalui

pendekatan pemecahan masalah yang sistematis. Metodologi pemecahan masalah

yang digunakan pada Six Sigma yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Improve, Control). Berikut merupakan tahap implementasi Six Sigma :

1. Define

Tahap define sebagai langkah operasional pertama dalam program peningkatan

kualitas six sigma. Pada tahap ini, yang perlu dilakukan adalah mendefinisikan

masalah yang sedang terjadi atau yang akan dianalisis, spesifikasi pelanggan

dari masalah tersebut, kemudian menjelaskan tentang tujuan menggunakan

metode ini serta tujuan yang diharapkan untuk perbaikan yang akan dilakukan.

Atribut dan dimensi yang akan digunakan didefinisikan pada tahap ini dengan

tujuan sebagai parameter untuk menilai kualitas suatu layanan.

2. Measure

Tahap Measure merupakan tahap pengukuran tingkat kecacatan dan kinerja.

Metode Six Sigma yang digunakan untuk service diantanya menggunakan

tahapan sebagai berikut :

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

11

1. Langkah pertama yaitu mengumpulkan data berdasarkan hasil

perhitungan menggunakan metode sebelumnya yaitu Metode ServQual.

Data yang diperlukan adalah jumlah dan rata-rata hasil dari skor harapan

dan persepsi. Skor tersebut berasal dari hasil kuesioner yang telah disebar

kepada pengguna jasa Dispendukcapil. Kemudian hasil kuesioner tersebut

diolah menggunakan Metode ServQual sehingga mengasilkan skor

harapan dan persepsi serta nilai kesenjangan (Gap). Selanjutnya data

tersebut akan menjadi data awal untuk pengolahan data Metode Six Sigma.

2. Target kepuasan yang akan dicapai bernilai 5 yaitu sangat puas dan sangat

penting mengingat kebutuhan pelanggan yang sangat diutamakan untuk

menciptakan kepuasan pelanggan.

3. Selanjutnya menghitung nilai yield berdasarkan hasil nilai persepsi yang

diperoleh dari pengguna jasa terhadap kinerja pelayanan yang diberikan.

Untuk mencari tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pengguna jasa

(sekarang) dengan rumus sbb (Wisnubroto & Anggoro, 2012) (Paramita

et al., 2017):

𝑇𝐾 = (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝𝑠𝑖

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐾𝑒𝑝𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛) 𝑥 100% (2)

4. Pengukuran Baseline Kinerja. Ukuran hasil kinerja baseline yang

digunakan pada six sigma yaitu DPMO dan tingkat sigma. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja proses saat ini yang dapat

menjadi tolak ukur dalam tindakan perbaikan (Widyarto, Firdaus, &

Kusumawati, 2019). Pengukuran nilai DPMO (defect per million

opportunity) dengan menggunakan rumus sbb (Wisnubroto & Anggoro,

2012) (Paramita et al., 2017):

𝐷𝑃𝑀𝑂 = [1 − (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝𝑠𝑖

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐾𝑒𝑝𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛) 𝑥 1.000.000] (3)

Atau

𝐷𝑃𝑀𝑂 = [(1 − 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑝𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛) 𝑥 1.000.000] (4)

5. Selanjutnya melakukan pengukuran nilai Sigma. Selain dengan

menggunakan tabel konversi, cara lain untuk mengetahui level sigma

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

12

adalah dengan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Office Excel

dengan formula sebagai berikut (Evans & Lindsay, 2007) :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑔𝑚𝑎 = 𝑁𝑂𝑅𝑀𝑆𝐼𝑁𝑉(1 −𝐷𝑃𝑀𝑂

1.000.000) + SHIFT (5)

Dimana SHIFT adalah angka pergeseran dari titik tengah dan tingkat

kualitas, dalam tingkat kualitas Six Sigma menggunakan nilai pergeseran

1,5 (Evans & Lindsay, 2007). 1,5 adalah konstanta sesuai dengan konsep

Motorola yang hanya mengizinkan terjadinya pergeseran terhadap nilai

rata-rata sebesar ± 1,5 Sigma(Gaspersz, 2002).

3. Analyze

Tahap Analyze merupakan tahap identifikasi dan menentukan penyebab suatu

masalah. (Fatma, & Lestari, 2017). Tahap ketiga adalah analisa sebab-akibat

dari suatu permasalahan dan memahami adanya berbagai sumber variasi dari

data yang didapatkan pada tahap sebelumnya (Montgomery & Woodall, 2008).

Analisa sebab-akibat dilakukan untuk menemukan akar penyebab masalah

kualitas yang terjadi serta mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien.

Analisa sebab akibat akan disajikan dalam diagram yang mengkategorikan

sumber-sumber berdasarkan prinsip manusia, mesin, metode, material, dan

lingkungan. Pada penelitian ini, tahap Analyze menggunakan tools Value

Stream Mapping untuk memberikan gambaran aktual tentang proses

pelayanan. Kemudian akan dilanjutkan menggunakan tools Fishbone untuk

mengetahui akar permasalahan tersebut.

4. Improve

Tahap improve merupakan tahap pemberian usulan rencana tindakan

perbaikan untuk melaksanakan peningkatan kualitas. (Fatma, & Lestari, 2017).

Langkah operasional keempat adalah peningkatan kualitas Six Sigma. Pada

langkah sebelumnya telah diidentifikasi sumber-sumber dan akar

permasalahan selanjutnya adalah menetapkan rencana tindakan untuk

meningkatkan kualitas. Rencana tersebut mendeskripsikan tentang alokasi

sumber daya serta prioritas atau alternatif yang harus dilakukan untuk

melaksanakan rencana tersebut (Gaspersz, 2002). Pada penelitian ini, tahap

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

13

Improve menggunakan tools Failure Mode Analysis untuk memberikan usulan

perbaikan.

5. Control

Tahap control merupakan tahapan operasional terakhir dari six sigma. Pada

tahap terakhir ini, dilakukan pengendalian proses dan prosedur-prosedur agar

perbaikan dapat terus terlaksana (Montgomery & Woodall, 2008). Ditahap

inilah dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data kembali setelah

adanya perbaikan. Perbandingan dilakukan dengan cara melihat DPMO dan

level sigma sebelum dan sesudah perbaikan. Setelah itu dapat ditarik

kesimpulan apakah perbaikan yang dilakukan dapat menurunkan jumlah cacat

pada produk (Fransiscus, Juwono, & Astari, 2014). Pada penelitian ini, peneliti

memberikan batasan masalah yaitu menggunakan metode Six Sigma tanpa

menerapkan tahapan yang terakhir, yaitu Control. Jadi tahapan yang dilakukan

hanya sampai Improve yaitu tahapan Six Sigma keempat.

2.7 Tools yang akan digunakan

a. Root Cause Analysis

Root Cause Analysis (RCA) merupakan pendekatan terstruktur untuk

mengidentifikasi faktor-faktor berpengaruh pada satu atau lebih kejadian-kejadian

yang lalu agar dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja. Terdapat berbagai

metode evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause)

suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome). Menurut (Adrianto &

Kholil, 2015) ada lima metode yang populer untuk mengidentifikasi akar penyebab

(root cause) suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome) dari yang

sederhana sampai dengan kompleks yaitu :

1. Is/Is not comparative analysis,

2. 5 Why methods,

3. Fishbone diagram,

4. Cause and effect matrix,

5. Root Cause Tree

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

14

b. Failure Mode Analysis (FMEA)

Metode ini dikembangkan sekitar tahun 1960-an, ketika gerakan mutu mulai

timbul. Pemakaian secara formal dimulai di industri dirgantara sekitar tahun itu,

dimana kepedulian terhadap keselamatan penerbangan sangat tinggi. Sasaran awal

FMEA adalah mencegah terjadinya kecelakaan (Adrianto & Kholil, 2015).

FMEA merupakan metode evaluasi kemungkinan terjadinya kegagalan dari

sebuah sistem, desain, proses, atau service untuk dibuat langkah penanganannya

(Yumaida, 2011). FMEA adalah metode yang sistematis dan proaktif untuk

mengevaluasi sebuah proses untuk mengidentifikasi dimana dan bagaimana proses

tersebut dapat gagal dan untuk menilai dampak relatif dari kegagalan yang berbeda,

dengan tujuan untuk mengidentifikasi komponen mana dari suatu proses yang

paling penting untuk dilakukan usaha perbaikan (Parenrengi, 2011). Langkah-

langkah dalam proses FMEA adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi/jasa

2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi/jasa

3. Mengidentifikasi potensi efek dari kegagalan produksi/jasa

4. Mengidentifikasi penyebab kegagalan proses produksi/jasa

5. Mengidentifikasi mode deteksi proses produksi/jasa

6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection dan RPN proses

produksi/jasa

7. Memberikan usulan perbaikan

Langkah pertama metode FMEA yaitu penilaian terhadap tingkat severity.

Severity adalah sebuah penilaian pada tingkat keseriusan suatu efek atau akibat dari

potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil kerja

atau dampak yang ditimbulkan dari terjadinya resiko-resiko tersebut. Selanjutnya

dilakukan penilaian terhadap tingkat occurance, nilai frekuensi kegagalan

menunjukan keseringan suatu masalah yang terjadi akibat penyebab potensial.

Kemudian dilanjutkan dengan penilaian tingkat detection atau kemudahan dalam

pendeteksian terjadinya resiko. Penilaian tingkat detection sangat penting dalam

menemukan potensi penyebab yang menimbulkan kerusakan serta tindakan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

15

perbaikannya (Sari, 2018). Berikut merupakan penjelasan mengenai petunjuk

pemberian skor terhadap ketiga proses FMEA (Carlson, 2014).

a. Petunjuk Pemberian Skor Dampak (Severity = S)

Pemberian skor pada severity berdasarkan pada impact yang akan

ditimbulkan. Hal ini bertujuan agar dampak yang akan terjadi akan terlihat pada

aspek tersebut. Skor ini meliputi aspek jadwal, cost, dan technical. Berikut

merupakan tabel untuk skor severity :

Tabel 2 Skor Severity

Effect Severity Rank

Dangerously High

Kegagalan dapat menyebabkan

cidera fisik bagi pengguna atau

pekerja

10

Extreamly High Kegagalan dapat menyebabkan

pelanggaran peraturan pemerintah 9

Very High

Kegagalan menyebabkan

produk/proses tidak dapat dioprasikan

atau diperbaiki

8

High

Kegagalan menyebabkan

ketidakpuasan konsumen secara

signifikan

7

Moderate Kegagalan dapat menyebabkan

kerusakan parsial pada produk/proses 6

Low

Kegagalan mempengaruhi performa

produk/proses sehingga dapat

menyebabkan adanya complain

5

Very Low Penurunan kinerja secara signifikan 4

Minor Penurunan kinerja 3

Very Minor

Kegagalan kemungkinan dapat

menyebabkan konsekuensi secara

minor, namun kemungkinan

hal tersebut untuk terjadi sangat kecil

2

None Tidak disadari oleh pelanggan dan

tidak berpengaruh pada produk/proses 1

b. Petunjuk Pemberian Skor Kemungkinan (Occurance = O)

Pemberian skor pada occurance bertujuan untuk mengidentifikasi

kemungkinan terjadinya risiko. Berikut merupakan tabel untuk skor occurance :

Tabel 3 Skor Occurance

Effect Occurance Rank

Very High : Failure

is almost inevitable Lebih dari 1x terjadi setiap harinya 10

High : Failures

occur almost as

often as not

1x terjadi setiap 3 hingga 4 hari 9

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

16

High : Repeated

failures 1x terjadi setiap minggu 8

High : Failures

occur often 1x terjadi setiap bulan 7

Moderately High :

Frequent Failure 1x terjadi setiap 3 bulan 6

Moderately :

Sometimes Failure 1x terjadi setiap 6 bulan 5

Moderately Low :

Infrequent Failure 1x terjadi setiap tahun 4

Low : Relatively few

failures 1x terjadi setiap 1 hingga 3 tahun 3

Low : Relatively few

failures and far

between

1x terjadi setiap 3 hingga 5 tahun 2

Remote : failure is

unlikely 1x terjadi setiap lebih dari 5 tahun 1

c. Petunjuk Pemberian Skor Deteksi (Detection = D)

Pemberian skor pada detection bertujuan untuk mengukur tingkat

efektivitas metode yang digunakan. Selain itu, tujuan skor detection adalah

mengukur terjadinya suatu risiko. Deteksi yang akan dilakukan digunakan untuk

mendeteksi peristiwa yang memiliki risiko sehingga dapat membuat tindakan

untuk menangani risiko tersebut secara tepat. Berikut merupakan tabel untuk

skor detection :

Tabel 4 Skor Detection

Detection Detection : Likelihood of Detection Rank

Almost

Impossible Pengecekan hampir tidak mendeteksi kegagalan 10

Very Remote Sangat kecil kemungkinan untuk pengecekan bisa

mendeteksi kegagalan 9

Remote Kecil kemungkinan untuk pengecekan bisa

mendeteksi kegagalan 8

Very Low Pengecekan mempunyai peluang yang rendah

untuk mendeteksi kegagalan 7

Low Pengecekan kemungkinan mendeteksi kegagalan 6

Moderate Pengecekan kemungkinan akan mendeteksi

kegagalan 5

Moderately

High

Pengecekan kemungkinan cukup besar akan

mendeteksi kegagalan 4

High Pengecekan kemungkinan besar akan mendeteksi

kegagalan 3

Very High Pengecekan hampir pasti dapat mendeteksi

kegagalan 2

Almost Certain Pengecekan pasti dapat mendeteksi kegagalan 1

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

17

d. Penentuan Level Risiko

Dalam Metode FMEA terdapat cara metode perhitungan dengan cara

membuat nilai prioritas risiko (RPN). Risk Priority Number dilakukan setelah

penentuan skor nilai Severity, Occurance, dan Detection. Risk Priority Number

(RPN) merupakan penilaian dari beberapa hal yaitu, level krisis dari severity,

yang merupakan dampak dari aktifitas kegagalan yang terjadi, tingkat keparahan

dapat dikurangi melalui perubahan proses pada aktivitas, occurance atau tingkat

kemungkinan terjadinya suatu kegagalan dan detection atau kemampuan untuk

mendeteksi aktifitas kegagalan potensial yang mungkin terjadi. Nilai ini

digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan yang paling kritis serta

mengarahkan pada tindakan korektif (Sari, 2018). Adapun rumus dari RPN

adalah sebagai berikut:

RPN = (Nilai Dampak) x (Nilai Kemungkinan) x (Nilai Deteksi) (6)

Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang mungkin terjadi. Bila

proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok tertentu maka jumlah

keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat menunjukkan bahwa betapa

gawatnya kelompok proses tersebut bila suatu kesalahan terjadi (Adrianto &

Kholil, 2015). Berikut ini merupakan penentuan nilai risiko berdasarkan RPN :

Tabel 5 Skala nilai RPN

Level Risiko Skala nilai RPN

Very Low x < 20

Low 20 ≤ x < 80

Medium 80 ≤ x < 120

High 120 ≤ x < 200

Very High x > 200

Dengan pengkategorian nilai RPN, maka akan diketahui nilai risiko berdasarkan

tingkatan level risiko seperti tabel diatas. Risiko yang memiliki level paling

tinggi akan menjadi prioritas dalam menentukan tindakan antisipasi sehingga

operasional perusahaan tetap berjalan dengan lancar.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

18

c. Penentuan Jumlah Sampel

Menurut Sugiyono (2014) menyatakan bahwa sampel merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Hal tersebut yang dianggap

bisa mewakili seluruh populasi. Jika populasi yang akan diteliti dalam jumlah besar

dan peneliti memiliki keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti bisa

menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari

sampel akan diberlakukan untuk populasi.

Penentuan jumlah sampel dilakukan untuk mengetahui jumlah responden

minimal dalam penelitian ini. Dikarenakan populasi yang akan diteliti oleh peneliti

belum diketahui secara pasti jumlahnya, maka rumus penentuan jumlah sampel

menggunakan Rumus Bernoulli (Kristiana, 2018).

n ≥ (𝑍

2)2 . 𝑝 . 𝑞

𝑒2

Keterangan :

n = jumlah sampel minimum

Z = Nilai distribusi normal

22 = Tingkat kepercayaan

e = tingkat kesalahan

p = probabilitas populasi yang tidak diambil sebagi sampel

q = probabilitas populasi yang diambil sebagi sampel

2.8 Penelitian Terdahulu

Berikut beberapa penelitian terdahulu mengenai metode Lean dan Six Sigma

yang diterapkan pada pelayanan (service).

Tabel 6 Penelitian Terdahulu

No Penulis

dan Tahun Judul penelitian Hasil penelitian

1

(Firdian &

Santoso,

2013)

Aplikasi Metode

ServQual dan Six

Sigma dalam

menganalisis Kualitas

Layanan PT. PLN

(Persero) Unit

Pelayanan Jaringan

(UPJ) Dinoyo Malang

Penggunaan integrasi Metode Servqual dan

Metode Six Sigma memberikan sebuah

gambaran bahwa PT. PLN (persero) UPJ

Dinoyo belum memberikan pelayanan yang

baik dikarenakan tingginya harapan konsumen

dari pada persepsi. Selain itu, pada tingkat

Sigma UPJ Dinoyo masih berada pada level 2.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

19

Level ini masih jauh dari target level six sigma

yang seharusnya ada pada level 6.

2

(Paramita

et al.,

2017)

Penilaian Kepuasan

Konsumen terhadap

Kualitas Pelayanan

menggunakan Metode

ServQual dan Six

Sigma (Studi Kasus

Restoran Dahlia,

Pasuruan)

Hasil dari penelitian ini yaitu kepuasan

konsumen restoran dahlia masih dirasa kurang

memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Selain

itu, terdapat atribut yang menjadi prioritas

perbaikan yang memiliki nilai Gap negatif

terbesar. Karena nilai Gap tersebut, nilai sigma

yang dihasilkan juga sangat kecil masih jauh

dari target level sigma.

3 (Santoso,

2006)

Upaya Peningkatan

Kualitas Pelayanan

Jalan Tol Semarang-

Bawean Dengan

Integrasi Metode

Importance

Performance Gap

Analysis, Lean, Dan

Six Sigma

Pada penelitian ini metode yang digunakan

yaitu Servqual – Quality Function Deployment

– Six Sigma. Implementasi Metode Servqual

dan Six Sigma dilakukan pada PT Kereta Api

Indonesia yaitu pada Stasiun Tawang dan

Stasiun Gambir Sedangkan implementasi

Metode Servqual dan Quality Function

Deployment dilakukan pada PT Pos Indonesia.

Keduanya implementasi metode ini

menghasilkan perbaikan prioritas untuk

meningkatkan kualitas layanan pada industri

jasa dengan memperhatikan faktor internal dan

eksternal.

2.9 Integrasi ServQual, Six Sigma, dan Failure Mode Analysis (FMEA)

Dalam mengintegrasikan konsep ServQual dalam Six Sigma dan Failure

Mode Analysis diperlukan atribut-atribut yang bernilai skor gap negatif pada

perhitungan ServQual. Dimensi ServQual dapat dipergunakan sebagai salah satu

alat yang valid untuk mengukur gap (kesenjangan) antara pelayanan yang diterima

dengan pelayanan yang diharapkan. Layanan atau jasa sifatnya adalah intangible

(yang tidak bisa diukur, tapi berhubungan dengan perasaan pelanggan)

(Paramitasari, 2017). Langkah-langkah dalam penelitian ini akan menggunakan

urutan proses Six Sigma yaitu Define, Measure, Analyze, dan Improve.

1. Perhitungan ServQual

Berdasarkan pengolahan data voice of customer, langkah selanjutnya yang akan

dilakukan adalah pembuatan kuesioner. Berdasarkan atribut-atribut yang telah

dibuat, kemudian akan dilakukan perhitungan ServQual untuk menghitung rata

– rata skor tingkat harapan dan tingkat kinerja berdasarkan dimensi kualitas.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

20

Perhitungan ini digunakan untuk menghitung skor gap ServQual. Nilai tingkat

harapan dan tingkat kinerja dihitung berdasarkan hasil kuesioner yang

didapatkan dengan menggunakan skala Likert. Dari hasil skor tiap atribut

kemudian di hitung nilai gap nya berdasarkan rumus pada persamaan (1).

2. Pengukuran DPMO dan Nilai Sigma

Langkah selanjutnya yaitu perhitungan Defect per Million Oppontunity

(DPMO) dan nilai Sigma. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui sampai

berapakah nilai sigma dari pelayanan tersebut. Perhitungan ini menggunakan

rumus sesuai langkah-langkah yang dijelaskan pada konsep Six Sigma diatas.

3. Improve menggunakan Failure Mode Analysis (FMEA)

Langkah perbaikan yang akan diusulkan menggunakan analisis FMEA.

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan nilai severity, occurance, dan

detection. Nilai severity, occurance dan detection diperoleh untuk tiap potensi

risiko. Usulan perbaikan diprioritaskan berdasarkan pada nilai RPN tertinggi,

dengan memfokuskan pada masalah yang memiliki prioritas tertinggi. Langkah

selanjutnya yaitu rekomendasi perbaikan terhadap penyebab ketidakpuasan

masyarakat terhadap pelayanan dokumen administrasi kependudukan.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayananeprints.umm.ac.id/70295/3/BAB II.pdf · 2020. 11. 20. · 6 layanan yang telah dirasakan (Harjati & Venesia, 2015). Kepuasan pelanggan

21