bab ii landasan teori 2.1 umumeprints.umm.ac.id/54043/3/bab ii.pdf · landasan teori 2.1 umum hal...

38
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merencanakan struktur yaitu memilih sifat dan bahan yang akan digunakan. Merencanakan struktur bisa menggunakan banyak hal diantaranya adalah bahan yang berasal dari beton, baja, maupun kayu. Bahan-bahan itu mempunyai ciri khas tidak sama satu sama lain. Dan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Baja mempunyai berat yang tinggi perunitnya, bersifat permanen, daktail, elastis, sangat mudah dipasang menggunakan baut dan juga las, sangat mudah dipabrikasi dari bermacam-macam bentuk dan ukuran yang bisa dimanfaatkan lagi jika struktur tersebut telah dibongkar. Disisi lain, ada berbagai macam kerugian dari baja yaitu besarnya biaya dari perawatannya, dikarenakan baja mempunyai sifat korosi, baja juga tidak tahan dengan api dari panas sangat tinggi, bersifat (buckling) atau tekukan pada gaya aksial dari tekanan, kelelehan atau (fatigue), dan tegangan baja yang bermacam-macam atau (stress reversals) Bahan beton terbuat dari penggabungan agregat yang halus dicampur dengan bahan agregat berat, seperti pecahan batu, pasir, dan bahan lain yang serupa, serta semen yang bisa membantu mereaksikan kimia pada proses pemeliharaan dan pengerasan pada beton. Dengan menambahkan air sebagai suplemen tekanan beton berubah menjadi tinggi dari pada kekuatan pada tarikannya, karena beton merupakan salah satu benda yang rapuh. Di bagian struktural, batang baja yang ada di bangunan saling diperkuat agar dapat mengimbangi kelemahan, dikhususkan pada hal yang berkaitan dengan ketegangan. Bagian struktural dari beton tersebut yaitu beton bertulang. 2.2 LRFD (Load and Resistence Factor Design) LRFD atau yang berkepanjangan Load and Resistence Factor Design ini yaitu salah satu metode yang dibuat untuk merencanakan struktur bangunan dan

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Umum

    Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merencanakan struktur yaitu

    memilih sifat dan bahan yang akan digunakan. Merencanakan struktur bisa

    menggunakan banyak hal diantaranya adalah bahan yang berasal dari beton,

    baja, maupun kayu. Bahan-bahan itu mempunyai ciri khas tidak sama satu sama

    lain. Dan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

    Baja mempunyai berat yang tinggi perunitnya, bersifat permanen, daktail,

    elastis, sangat mudah dipasang menggunakan baut dan juga las, sangat mudah

    dipabrikasi dari bermacam-macam bentuk dan ukuran yang bisa dimanfaatkan

    lagi jika struktur tersebut telah dibongkar. Disisi lain, ada berbagai macam

    kerugian dari baja yaitu besarnya biaya dari perawatannya, dikarenakan baja

    mempunyai sifat korosi, baja juga tidak tahan dengan api dari panas sangat

    tinggi, bersifat (buckling) atau tekukan pada gaya aksial dari tekanan, kelelehan

    atau (fatigue), dan tegangan baja yang bermacam-macam atau (stress reversals)

    Bahan beton terbuat dari penggabungan agregat yang halus dicampur

    dengan bahan agregat berat, seperti pecahan batu, pasir, dan bahan lain yang

    serupa, serta semen yang bisa membantu mereaksikan kimia pada proses

    pemeliharaan dan pengerasan pada beton. Dengan menambahkan air sebagai

    suplemen tekanan beton berubah menjadi tinggi dari pada kekuatan pada

    tarikannya, karena beton merupakan salah satu benda yang rapuh. Di bagian

    struktural, batang baja yang ada di bangunan saling diperkuat agar dapat

    mengimbangi kelemahan, dikhususkan pada hal yang berkaitan dengan

    ketegangan. Bagian struktural dari beton tersebut yaitu beton bertulang.

    2.2 LRFD (Load and Resistence Factor Design)

    LRFD atau yang berkepanjangan Load and Resistence Factor Design ini

    yaitu salah satu metode yang dibuat untuk merencanakan struktur bangunan

    dan

  • 7

    metode ini digunakan pada bangunan baja di Amerika yang biasanya disebut

    dengan AISC-LRFD (Load and Resistence Factor Design). Sedangkan Indonesia

    sendiri menggunakan metode lama yaitu metode ASD memiliki standard yang

    sesuai dengan SNI dalam aturan perencanaan mereka, tetapi sekarang diperbarui

    untuk merujuk AISC-LRFD. Metode LRFD menekankan perilaku bahan atau

    bagian selama keruntuhan. Seperti yang kita ketahui, bahkan jika tegangan melebihi

    tegangan leleh (fy), material (terutama baja) tidak cepat runtuh. Namun ada distorsi

    plastis pada material. Jika tegangan sangat besar, pengerasan regangan akan terjadi

    dan menghasilkan peningkatan voltase, hingga voltase runtuh (fu). Kejadian ini

    dinamakan tegangan pada ultimate. Apabila tegangan yang akhir melampaui batas,

    dapat terjadi keruntuhan pada bangunan.

    LRFD biasanya memakai perhitungan dari tegangan yang bersimbol (fy)

    dan menggunakan ultimate (fy), dan tidak semua yang memakai perhitungan

    (fu). Metode LRFD memakai beban yang berfaktor maksimal jika ada

    kegagalan. Beban dari layanan tersebut selalu di kalikan menggunakan factor

    amplifikasi >1. Disisi lain, ada yang dimaksut kuat nominal yaitu kekuatan

    yang bisa menahan beban-beban yang diberikan faktor resistensi dan reduksi

    karena implementasi yang tidak sempurna dilapangan.

    2.3 Struktur Komposit

    Pada bidang konstruksi sipil, struktur dari komposit ini telah dimanfaatkan

    sejak 1910-1938 dan telah berkembang karena para insinyur jembatan dan

    bangunan. Struktur komposit, yaitu struktur yang konservatif dari pada beton

    yang biasa dan pracetak dikembangkan di Negara Jepang ketika sedang

  • 8

    dikembangkan (Sassa 2007). Metode desain untuk struktur yang kompleks

    terus berkembang seiring dengan analisis perencanaan struktural yang

    berlangsung. Perencanaan yang kompleks yang memakai metode ASD atau

    singkatan dari Allowable Stress Design. Di tahun 1986 AS (Amerika Serikat)

    telah merencanakan struktur komposit yaitu LRFD.

    Ketika dua batang penahan benda yaitu struktur lantai beton atau baja

    balok disamarkan dengan cara yang integral yang menjadi satu unit dan

    menghilang tidakan gabungan terjadi. Besar komposit dihasilkan tergantung

    dalam pengaturan yang telah dibuat yang berguna memastikan regangan yang

    linier satu atau tunggal pada bagian atas dari pelat beton ke baja penampang.

    Komposit beton struktural dan balok baja adalah kontruksi satu bagian

    yang memanfaatkan beton dan baja. Kekuatan ini adalah beton tekanan yang

    kuat dan baja yang kuat pada tegangan. Balok-balok pelat yang ada pada baja

    adalah struktural dari pelat pada beton dan terpasang pada tempatnya. Pelat

    pada beton dan baja bisa menopang beban-beban yang saling terpisah. Efek

    material dari struktur komposit ini menggabungkan beton dan pelat yang ada

    pada baja belum dihitung. Kelalaian ini didasarkan pada asumsi bahwa

    hubungan antar pelat yang ada pada beton dan atasnya balok baja tidak bisa

    dimanfaatkan. Tetapi jika menggunakan las, kolektor slide yang mekanis dapat

    menahan kegeseran yang horizontal

    Berikut adalah pembagian dari struktur komposit:

    1. Kolom yang ada pada baja yang telah dibungkus dengan beton atau balok

    baja yang dibungkus dengan beton yang ada pada gambar 2.1 a dan d

    2. Kolom pada baja yang terisi dengan beton atau tiang pada pancang yang

    ada pada gambar 2.1 b dan c

    3. Slab beton tertahan oleh balok baja yang ada pada gambar Gambar 2.1 e

  • 9

    Gambar 2.1 Macam-Macam dari Komposit

    Disebabkan oleh momen yang inersia pada komponen yang struktural,

    maka komposit > non-komposit, dan defleksi struktural berkurang. Karena

    momen inersia elemen struktural komposit dapat dicapai hanya saat beton telah

    mengeras. Perhitungan momen dari inersia yang ada pada profil baja hanya

    bisa dihitung khusus pada defleksi yang terkena beban kerja yang ada sebelum

    beton yang mengeras.

    2.4 Balok Komposit

    Balok komposit yaitu elemen-elemen terstruktur yang ada di setiap bagian

    struktur, balok juga dapat membawa beban yang sedang bekerja secara tegak

    dan lurus terhadap longitudinal. Hal ini dapat menekuk balok. Komposit yang

    ada pada balok disebut profil baja dengan memperhitungkan sambungan yang

    ada pada geser di sayap atau disebut Shear Connector yang terletak pada profil

    baja bagian atas atau yang terbungkus oleh beton.

  • 10

    Gambar 2.2 Perbandingan Balok Komposit dengan Balok non-komposit

    (Salmon, 1992: 578)

    Aksi dari balok komposit yang dibentuk oleh kegeseran yang terjadi pada balok

    baja dan pelat beton, sebagai berikut:

    a. Mekanisme-mekanisme yang tertahan (interlocking) pada konektor

    pergeseran dan pelat beton

    b. Mekanisme-mekanisme yang retak dan juga gesekan pada permukaan

    bagian atas di profil baja menjadi bengkok tepat pada beton dan resistensi

    mekanisme di lapangan yang terjadi pada beton dan juga selubung di

    sekitar baja

    2.4.1 Lebar Efektif Balok Komposit

    Keefektifan lebar dari balok komposit berfungsi ketika mendesain balok.

    Hal ini dikarenakan bahan-bahan bangunan sintetis atau beton dan baja

    memiliki perbedaan sifat secara fundamental. Kejadian tersebut karena lebar

    efektif dari balok komposit membantu mengubah pelat beton menjadi

    penampang baja. Perhitungan gravitasi bagian dapat dilakukan seefektif

    kompositnya komponen yaitu:

    Pada balok bagian dalam:

    Lebar efektif (bE) ≤ 𝐿

    4 + jarak pusat balok ke tepi pelat

    Lebar efektif (bE) ≤ 𝑏𝑜

    2 + jarak pusat balok ke tepi pelat

  • 11

    Pada balok bagian luar:

    Lebar efektif (bE) ≤ 𝐿

    8

    Lebar efektif (bE) ≤ bo

    Yang menyatakan bahwa :

    L = bentang balok komposit

    bo = jarak as ke as antara balok komposit

    Gambar 2.3 Lebar Efektif Balok Komposit

    2.4.2 Tegangan Pada Balok Komposit

    Untuk mengetahui tekanan di bagian balok komposit, harus mengetahui

    dulu tentang pusat gravitasi bagian komposit. Pertama, kita perlu mengetahui

    pusat gravitasi bagian itu, karena perbedaan antara baja dan beton juga perlu

    dikonversi di baja penampang dan telah dijelaskan di sub bab sebelum ini.

    Beberapa metode untuk mentransformasikan bagian baja yang dijelaskan pada

    bab sebelumnya. Metode konversi adalah sebagai berikut:

    Luas transformasi = 𝐴𝑐

    𝑛

    Yang menyatakan bahwa :

    Ac = luas pelat beton efektif = bE × teba; plat

    n = rasio modulus = 𝐸𝑠

    𝐸𝑐

    Es = modulus elastisitas baja (200000 MPa)

  • 12

    Ec = modulus elastisitas beton = 4700 √𝑓′𝑐 (MPa)

    f’c = kuat tekan rencana pada usia 28 hari (MPa)

    Gambar 2.4 Diagram Tegangan dan Regangan Pada Balok Komposit dengan

    Luas

    Kita telah mengetahui bagaimana cara menentukan daerah luas pada

    transformasi, hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai pusat

    gravitasi dan momen inersia yang ada, agar kita dapat mengetahui besarnya

    tegangan yang terjadi. Ukuran penampang pada bagian melintang adalah sebagai

    berikut:

  • 13

    2.4.3 Kuat Lentur Pada Balok Komposit

    Untuk perencanaan struktur pada komposit, pada beton yang belum

    mengeras baja struktur dipastikan kuat terlebih dahulu untuk menahan berat

    pada beban dan bebannya sendiri, umur dari konstruksional sama dengan 100

    kg/𝑚2. Struktur pada momen-momen yang bernominal besar pada baja

    bergantung pada value atau nilai lepadatan baja penampang yang akan

    diaplikasikan.

    Tabel 2.1 Nilai Batasan Kelangsingan untuk Penampang WF

    2.4.3.1 Penampang Kompak

  • 14

    2.4.3.2 Penampang Tak kompak

    2.4.3.3 Penampang Langsing

    𝑀𝑛 = 𝑀𝑟(𝜆𝑟

    𝜆)2

  • 15

    2.4.3.4 Kuat Lentur pada Balok Komposit Untuk daerah Momen Positif

    Kekuatan lentur yang ada pada komposit balok di bagian momen yang tertera

    di SNI-031729-2015 ayat 12.4.2.1 yaitu seperti dibawah ini:

    a. Untuk ℎ

    𝑡𝑤≤

    1680

    √𝑓𝑦𝑓

    Dengan ϕb = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis

    yang ada pada penampang komposit

    b. Untuk ℎ

    𝑡𝑤≤

    1680

    √𝑓𝑦𝑓

    Pada ϕb = 0,90 dan Mn dilihat berdasarkan superposisi dari tegangan listrik

    dengan menghitung efek transien atau perancah

    Berdasarkan dengan kekuatan lentur dari sebuah komposit balok yang telah

    terhitung berpacu pada tegangan plastis berdistribusi, bisa diklasifikasikan jadi

    2 adalah:

    Gambar 2.5 Diagram Tegangan dengan Sumbu Plastis Jatuh pada Pelat Beton

    Sesuai dengan penjelasan pada gambar diatas, besar gaya tekan C yaitu:

    Besar pada gaya tarik T pada profil baja yaitu:

  • 16

    Dengan keseimbangan gaya C sama dengan T, yang diperoleh dari :

    Kekuatan kelenturan pada komposit balok bisa diketahui dengan berpacu pada

    penjelasan pada gambar tersebut yaitu:

    Atau :

    Sumbu-sumbu plastis yang netral jatuh di profil-baja

    Gambar 2.6 Tegangan dengan Sumbu Plastis Jatuh pada Profil Baja

  • 17

    Kejadian ini dapat terjadi ketika nilai dari “a” > daripada ketebalan pelat

    pada lantai. Berdasarkan gambar tersebut, gaya yang terjadi pada tekanan Cc

    yang konkrit di beton yaitu:

    Dari keseimbangan gaya, kita dapatkan persamaan bahwa

    Kekuatan Tarik T lebih kecil daripada awalnya (fy x As), karena luas

    penampang yang merupakan resistansi awal berubah menjadi tekan.

    T = fy x As - Cs

    Cc + Cs = fy x As - Cs

    2Cs = fy x As - Cs

    Cs = 𝑓𝑦 𝑥 𝐴𝑠 𝑥 0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝑏𝐸 𝑥 𝑡𝑠

    2

    Maka, kekuatan lentur pada komposit balok yaitu:

    Mn = Cc . d’ + Cs . d

    2.4.3.5 Kuat Lentur Balok Komposit Untuk Daerah Momen Negative

    Dalam rencana kekuatan lentur untuk area momen negatif dalam pasal

    12.4.2.3 SNI- 03-1729-2015, besarnya didasarkan pada distribusi tegangan

    plastis dari penampang komposit selama ketentuan berikut dipenuhi pada ϕb =

    0,85 dan Mn ditentukan bahwa:

    Baja Balok memiliki kekompakan pada penampang telah mendapat

    pengaku

    Di daerah momen negatif penghubung geser berfungsi sebagai penyatu

    antara pelat beton dan balok baja

    Balok yang sejajar dengan tulangan pelat di area kelebaran efektif yang

    ada pada pelat beton wajib diperbaiki

  • 18

    2.5 Dek Baja Gelombang (Deck Galvalum)

    Pengembangan dari komposit diawali penggunaan dek yang berfungsi

    sebagai bentuk gelombangnya baja, pelat beton bertindak sebagai penguat

    positif untuk dicetak, serta papan yang ada pada beton. Dek bisa digunakan

    untuk penunjang arah pada blok lateral ketika beton belum diatur. Persyaratan

    dek baja konektor gelombang dan geser komponen struktur komposit

    ditentukan dalam pasal 12.4.5.1 dari SNI 03-1729-2015

    Gambar 2.7 Penampang Melintang Dek Baja Gelombang (SNI 03-1729-2015)

    Perilaku komposit yang terjadi pada pelat beton dan deck baja gelombang bisa

    berbentuk dari:

    Adhesi kimia serta gesekan yang terjadi pada 2 bahan

    Kuat yang pasif yang ada pada profil deck bertindak pre-press

    Interface serta interlock dari embossment atau tonjolan yang ada di bagian

    permukaan dek

    Ada berbagai macam manfaat dari pelat komposit dek baja gelombang yaitu:

    1. Tebal pelat yang ada pada lantai dapat berkurang. Dikarenakan desain

    untuk penggunaan dek sama persis dengan penggunaan lempengan tebal.

    2. Baja dekk memberi kuat lentur tinggi di pelat, maka dari itu bisa

    digunakan untuk tarikan lentur tulangan positif di plat komposit baja.

    3. Dapat dimanfaatkan untuk bekisting permanen pada plat-beton yang

    bertulang konvensional.

  • 19

    2.5.1 Momen Kapasitas Lentur Positif

    Momen pada kapasitas yang berlentur positif bisa dilihat di gambar 2.8

    dibawah ini:

    Gambar 2.8 Diagram Tegangan Pada Pelat Komposit

    Yang menyatakan bahwa :

    C = 0,85 fc’ . a . b

    T = As . fy

    Balance atau seimbang yang didapatkan dari gaya yang horizontal, apabila C

    sama dengan T , maka:

    𝑎 =𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦

    0,85 𝑥 𝑓′𝑐𝑥 𝑏

    Jadi, nilai momen dari kapasitas kelenturan deck baja Mn.

    Mn = T.d’

    Mn = As . fy . (d - ɑ

    2 )

    Keterangan :

    Mn = momen nominal lentur pada dek baja (N.mm)

    As = luasan pada dek baja (mm2)

    a = garis netral pada penampang (mm)

    b = persatuan lebar pada dek baja (mm)

  • 20

    2.5.2 Desain Tulangan Negatif

    Hitungan didalam desain tulangan negatif memakai persamaan yang

    mengacu pada Istimawan Dipohusodo,1994:

    Dren = tebal pelat (h) = tebal selimut beton minimum – ½ Øtul. rencana.

    Menentukan nilai (k) yang dibutuhkan yaitu:

    𝑘 =𝑀𝑢

    (𝜙.𝑏.𝑑2) = 0,80 (MPa)

    ω = 0,85√0,72 − 1,7𝐾

    𝑓𝑐′

    𝜌 = ω𝑓𝑐′

    𝑓𝑦

    Mecari nilai dari rasio tulangan (ρ) wajib dibatasi oleh rasio tulangan minimal

    dan rasio tulangan maksmal (ρmin < ρ < ρmaks).

    𝜌𝑚𝑖𝑛 =1,4

    𝑓𝑦

    𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75𝑥 𝜌𝑏

    𝜌𝑏 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓𝑐

    𝑓𝑦 𝑥 (

    600

    600 + 𝑓𝑦)

    Cara menghitung luasan pada tulangan yaitu :

    As = ρ.b.d

    Jika nilai dari ρ < ρmin maka yang dibutuhkan untuk mencari luas

    tulangan yaitu ρmin.

    2.6 Pembebanan dari Beban Gravitasi dan Lateral

    Jika ingin menjelaskan beban-beban, maka harus mmempertimbangkan

    beban kerja sebagai berikut: beban hidup, mati dan seismik atau gempa. Ada 2

    macam pembebanan yaitu:

    1. Beban Gravitasi :

  • 21

    Yang dimaksut disini yaitu beban yang memakai campuran dari

    beban-beban ultimit, campuran atau kombinasi pembebanannya yaitu

    (1,2 D+1,6 L). Perhitungan beban (beban hidup serta mati) selalu

    bekreja di struktur itu. Beban-beban struktural bangunan kerja di plat

    (lantai dan serta atap), kemudian pada balok anak dan induk (dengan

    cara sebelum serta sesudah komposit

    2. Beban Lateral:

    Kita dapat memakai berbagai respon analisis yang spektral

    muatannya. Perhitungan ini berlaku untuk gempa bumi dalam struktur

    bangunan:

    i. Perhitungan berat bangunan per lantai

    Hitungan berat setiap lantai (Balok, kolom pelat, dinding, pintu

    dll) hingga sampai keatap atau gording dan pegangan kuda-

    kuda,dll.

    ii. Cara perhitungan parameter gempa berdasarkan SNI

    Setiap perhitungan parameter gempa yang telah sampai ke gaya

    distribusi, maka akan selalu terdeteksi beban yang terdapat di

    seluruh portal.

    iii. Menganalisis berbagai spektrum respon

    Perhitungan respon maksimum pada setiap masing-masing

    macam getaran, karena dapat dibedakan bersama gaya pada

    tingkat kegeseran yang dasar.

    Faktor pada beban yaitu beban dikali faktor beban yang cocok. Dengan

    standar (SNI 03- 2847- 2013). Faktor beban bagi ultimit yang berdasarkan

    dengan (SNI 1726: 2013) yaitu sebagai berikut:

    1. 1,4D........................................................................Persamaan 2.5.

    2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau S atau R).......................Persamaan 2.6.

    3. 1,2D + 1,6(Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W) .......Persamaan 2.7.

    4. 1,2D + 1,6W + L + 0,5(Lr atau S atau R)...............Persamaan 2.8.

    5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S..........................................Persamaan 2.9.

  • 22

    6. 0,9D + 1,0 W..........................................................Persamaan 2.10.

    7. 0,9D + 1,0E ............................................................Persamaan 2.11.

    Dimana :

    D = beban mati

    L = beban hidup

    E = beban gempa

    Lr = beban hidup atap

    R = beban hujan

    S = beban salju

    W = beban angina

    2.7 Defleksi Lateral

    2.7.1 Story Drift

    Yang dimaksud disini yaitu geser tingkat dibagi tinggi disetiap tingkat

    bangunan. Drift ratio atau indeks (DR) dapat ditentukan melalui cara dibawah

    ini:

    Gambar 2.9 Defleksi lateral

    Cara menghitung Drift Indeks yaitu menggunakan persamaan:

    Drift Indeks = ∆

    h ....................................Persamaan 2.12.

    Yang menyatakan bahwa :

  • 23

    ∆ = besar defleksi maksimal yang terjadi (m)

    h = ketinggian struktur dari portal (m)

    Tingkat besar dari drift indeks atau eksponensial selalu bergantung di tingkat

    besar beban, ini terjai di struktur beban yang mati, gempa, angin, dan hidup. Di

    tinggi struktur atau sama gedungnya. Defleksi maksimum yang bertambah

    tinggi besarnya maka drift indeks juga semakin besar. Ukuran indeks arus

    berada di kisaran 0,001- 0,0016. Terutama, drift indeks yang dipakai bernilai

    0,0025-0,0020 berdasarkan (AISC,2005)

    2.7.2 Drift Ratio/Drift Indeks

    Berdasarkan acuan dari FEMA 310, besar drift rasio atau indeks dapat

    ditentukan dengan cara dibawah ini:

    𝐷𝑅 = (𝐾𝑏 + 𝐾𝑐

    𝐾𝑏𝐾𝑐)(

    12𝐸)𝑉𝑐

    Yang menyatakan bahwa:

    DR = Drift Ratio

    Kb = I/L untuk balok representasi

    Kc = I/h untuk kolom representasi

    Vc = Gaya geser kolom

    E = Modulus elastisitas

    h = Story height

    I = Momen inersia pada penampang

    L = Bentang portal

    2.8 Sistem Rangka Penahan Moment (SRPM)

    Yang dimaksud SPRM yaitu sistem bingkai ruang dari komponen

    struktural serta sambungan menahan gaya yang diberikan oleh tekukan, geser,

  • 24

    dan gerakan aksial. Ada tiga macam sistem struktural yang digunakan di

    Indonesia, yaitu sebagai berikut:

    1. Sistem Rangka Penahan Momen Biasa (SRPMB)

    Yang dimaksut dari SRPMB yaitu sistem yang dengan deformasi inelastis

    dan minimal daktilitas tetapi mempunyai kekuatan tinggi, sehingga desain

    SRPMB adalah struktur yang bergantung pada daktivitas besar namun

    efektif untuk area gempa kecil yang digunakan untuk mendesain. Metode

    SRPMB ini dapat digunakan untuk menghitung struktur bangunan di zona

    1 dan zona 2, yang merupakan daerah dengan aktivitas gempa rendah.

    Faktor Penurunan (Reduksi) Gempa Bumi (R)= 3,5

    2. Sistem Rangka Penahan Moment Menengah (SRPMM)

    Yang dimaksud SRPMM adalah salah satu metode perencanaan struktur

    rangka pendukung momen, yang mengenali kerusakan struktural akibat

    kegagalan geser. Mengacu pada SNI-03-2847-2015 telah di jabarkan di

    bagian 23.10. Didalam SNI itu telah dijabarkan tentang bagaimana

    menghitung beban pada kegeseran batas. Metode SRPMM berfungsi untuk

    menghitung struktur bangunan termasuk dalam kategori 3 dan kategori 4

    adalah zona yang memiliki daerah gempa bumi sedang. Factor Penurunan

    Gempa Bumi (R)= 5.5

    3. Sistem Rangka Penahan Moment Khusus (SPRMK)

    Yang dimaksut SPRMK yaitu bagian struktural yang dapat menahan gaya

    dari beban gempa. Bagian lentur struktur wajib berkualifikasi seperti

    dibawah ini:

    a. Koefisien pada gaya aksial untuk bagian struktural dapat melebihi

    0,1.Ag.fc

    b. Rentang bersih bagian struktural harus setidaknya 4x pada ketinggian

    efektif

    c. Rasio dari lebar ke tinggi harus < 0,3

    d. Lebarnya sekitar 250 mm, lebar pada struktur komponen penyokong

    dapat diukur melalui bidang-bidang tegak lurus pada sumbu

  • 25

    longitudinal yang fleksibell ditambahkan dengan jaraknya pada sisi

    komponen struktur kekuatan tinggi dan dilarang lebih dari itu.

    SRPMK dapat dimanfaatkan sebagai menghitung sruktur bangunan

    berkategori 4 atau lebih adalah pada zona area dengan aktivitas gempa

    tinggi. Faktor Penuruna Gempa Bumi (R)= 8,5. SRPMK juga mempunyai

    level daktilitas yang tinggi agar bisa menahan siklus tidak responsif ketika

    mengalami pemuatan gempa yang direncanakan.

    Spesifikasi di dalam ketentuan Sistem Rangka Penahan Momen Khusus

    (SRPMK) yaitu untuk mengonfirmasi respon yang tidak elastis dari

    struktur yang mempunyai sifat daktail. Ada tiga elemen didalam prinsip ini,

    yang pertama yaitu “Strong Coloumn and Weak Beam” ini berfungsi untuk

    menjangkau besarnya lantai, agar terhindar dari kegeseran yang ada di

    balok joint serta kolom yang memberikan kedetailan dan yang bersifat

    daktail.

    2.8.1 Kolom Kuat Balok Lemah

    Ketika suatu bangunan mendapati lateral gempa bumi, dapat menyebabkan

    rusaknya tinggi gedung dan tergantung di distribusi lateral logistik

    (persimpangan lantai). Ketika kolom pada strukture lemah, persimpangan

    setiap lantainya menjadi berpusat di satu lantai bisa dilihat pada gambar 1a,

    dan juga sebaliknya , ketika kolomnya kuat sekali, penyimpangan atau drift

    akan menyebar serta meminimalkan kerobohan pada satu lantai.

    2.8.2 Menghindari Keruntuhan pada Geser

    Respon-respon mempunyai sifat daktail dapat terjadi di balok. Kemudian

    di titik yang bersamaan tidak diharapkan terjadinya keruntuhan pada geser.

    Secara khusus, kegagalan kegeseran pada kolom secara struktural sangatlah

    parah, dikarenakan setiap kolom yang ada pada 1 lantai menopang beban dari

    seluruh lantai yang ada diatas kolom tersebut.

    Dalam spesifikasi SRPMK, kegagalan geser dapat dihindari melalui

    pendekatan desain kapasitif. Gaya pada kegeseran dihitung tidak dari gaya

  • 26

    geser karena beban gaya gravitasi ( beban yang hidup & mati) saja, tetapi dari

    kapasitasnya momen maksimal balok ketika balok sedang melengkung atau

    yielding.

    2.8.3 Pendetailan

    Detail dari SRPMK dimaksudkan untuk mendapatkan struktur yang

    daktail. Dalam penganalisaan kekuatan pada kegeseran yang ada di

    kolom/balok, kekuatan kegeseran (Vc) punya beton dihiraukan, yang

    terpenting di bagian balok aksial rendah, dan yang dapat menahan geser yaitu

    tulangan saja.

    Detail dari koneksi atau koneksi terperinci dibuat untuk mencegah

    jatuhnya sambungan itu sendiri

    2.9 Perencanaan Gempa Bumi

    2.9.1 Kategori Resiko Struktur Bangunan

    Zona dalam resiko pergedungan dapat terpengaruh oleh macam-macam

    penggunaan yang ada di struktur gedung itu. Oleh karena itu, jika ingin

    menentukan kategori resiko bangunan, kita dapat melihat pada tabel berikut

    ini.

    Tabel 2.2 Kategori resiko gempa

    Jenis pemanfaatan kategori

    Struktur gedung maupun non gedung yang mempunyai

    risiko jiwa manusia rendah jika terjadi kegagalan, tetapi

    tidak dibatasi adalah sebagai berikut:

    Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan dan

    perikanan

    Fasilitas sementara

    Gedung penyimpanan

    Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

    I

  • 27

    Semua bangunan gedung ataupun struktur lain, kecuali yang

    ada dalam kategori risiko I,II,III,IV, adalah termasuk, tetapi

    tidak terbatas pada:

    Perumahan

    Rumah took dan rumah kantor

    Pasar

    Gedung perkantoran

    Gedung apartemen/rumah susun

    Pusat perbelanjaan/mall

    Bangunan industri

    Fasilitas manufaktur

    Pabrik

    Bangunan Gedung ataupun non gedung yang mempunyai

    risiko tinggi pada jiwa manusia jika waktu terjadi kegagalan,

    adalah termasuk, tetapi tidak terbatas pada:

    Bioskop

    Gedung pertemuan

    Stadion

    Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah

    dan UGD

    Fasilitas penitipan anak

    Penjara

    Bangunan untuk orang jompo

    Struktur dari Gedung ataupun yang tidak termasuk

    gedung, tidak ikut dalam kategori risiko yang ke IV,

    yang mana dapat menyebabkan konsekuensi ekonomi

    yang besar ataupun gangguan besar di dalam sehari-hari

    II

    III

  • 28

    masyarakat dan apabila terjadi kegagalan, adalah

    termasuk, tetapi tidak terbatas pada:

    Pusat pembangkit listrik biasa

    Fasilitas penanganan air

    Fasilitas penangan limbah

    Pusat telekomunikasi

    Struktur Gedung ataupun yang tidak termasuk gedung

    yang ditampilkan sebagai fasilitas penting, adalah

    termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

    Bangunan yang monumental

    Fasilitas pendidikan serta Gedung Sekolah

    Rumah sakit dan fasilitas medis lainnya dengan

    fasilitas bedah dan Unit Gawat Darurat (UGD)

    Pemadam kebakaran, ambulan, kantor polisi

    serta garasi untuk kendaraan darurat

    Tempat perlindungan untuk gempa bumi, badai

    dan lainnya

    Fasilitas darurat, komunikasi, pusat operasi dan

    fasilitas lainnya untuk fasilitas tanggap darurat

    Pusat pembangkit energi atau listrik dan

    fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan jika

    terjadi keadaan yang darurat

    Struktur dari Gedung ataupun yang tidak termasuk

    gedung yang diperlukan untuk mempertahankan

    fungsionalitas struktur bangunan lain yang

    diklasifikasikan dalam kategori risiko IV

    IV

  • 29

    2.9.2 Faktor Keutamaan pada Gempa

    Agar memperoleh faktor tersebut (Ie) ,dapat membandingkan resiko yang

    ada pada gempa.

    Tabel 2.3 Faktor Keutamaan pada Gempa

    2.9.3 Parameter Percepatan pada Tanah “Ss, S1”

    Dibawah ini adalah peta dari gempa Ss atau “Percepatan bantuan dasar

    periode pendek” dan S1 atau “Percepatan bantuan dasar pada periode 1 detik”:

    Gambar 2.10 Ss Kelas Situs B

  • 30

    Gambar 2.11 S1 Kelas Situs B

    Berikut ini adalah metode untuk menganalisa gemba bisa dikunjungi di

    www.puskim.pu.go.id menggunakan wilayah dari suatu bangunan yang

    mempunyai titik koordinat lintang dan bujur mendapatkan penabelan pada

    analisis gempa bumi yang detail.

    2.9.4 Klasifikasi Situs “SA-SF”

    Situs ini didasarkan pada karakteristik tanah, di situs tersebut dapat

    diklasifikasikan ke dalam klasifikasi SA,SB,SC,SD,SE,SF Apabila sifatnya

    tanah bumi tidak bisa ditentukan dengan detail. Maka situsnya juga belum

    diketahui. Kemudian, klasifikasi SE bisa dimanfaatkan, tetapi ada

    pengecualiannya apabila pihak Negara mempunyai data geoteknik digunakan

    untuk mengetahui klasifikasi SF

    2.9.5 Faktor Koefisien Situs “Fa, Fv”

    http://www.puskim.pu.go.id/

  • 31

    Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fa

    Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fv

    2.9.6 Parameter Percepatan Desain “SDS,SD1”

    Desain ini khusus bagi periode waktu yang tidak panjang. SDS dalam satu

    detik, SD1 harus diketahui oleh rumus berikut:

    𝑆𝐷𝑆 =2

    3. 𝑆𝑀𝑆 ................................................ Persamaan 2.13.

    𝑆𝐷1 =2

    3. 𝑆𝑀1 .... ........................................... Persamaan 2.14.

    Dengan :

    Sms = Fa.Ss ................ ................................... Persamaan 2.15.

    Sm1 = Fv.S1 ................ ................................... Persamaan 2.16.

    Dengan :

    SS dan S1 didapat dari peta gempa

    Fa dan Fv didapatkan dari koefisien situs

  • 32

    2.9.7 Kategori Desain Gempa “KDS (A-F)

    Klasifikasi desain yang ada pada gempa hanya bergantung di kecepatan

    desain spektral, tampilan dalam waktu singkat (SDS) atau dalam 1 detik (SD1),

    adalah seperti tabel dibawah ini.

    Tabel 2.6 Kategori Desain Gempa Berdasarkan pada Parameter Respon

    Percepatan pada Periode Pendek

    Tabel 2.7 Kategori Desain Gempa Berdasarkan pada Parameter Respon

    Percepatan pada Periode 1 Detik

    Kategori desain gempa dapat diperoleh dengan mengubungkan antara SDS dan

    SDI. Oleh karena itu, mengacu pada kategori desain gempa diatas, tingkat dari

    resiko gempa dapat dibedakan sebagai resiko gempa rendah atau tinggi, oleh

    karena itu perencanaan struktur harus dengan mempertimbangkan ketahanan

    dari gempa bumi.

  • 33

    2.9.8 Sistem dan Paarameter Stucture “R,Cd,Ωo”

    Nilai dari gaya seismik oleh berbagai strukture hanya bergantung di sistem

    di dalam gedung. Dibawah ini, akan menjelaskan tabel tentang jumlah sistem

    penahan R, Cd dan Ωo yang berfungsi sebagai sistem dari penahan gempa

    sesuai SNI 1726:2012 halaman 35.

    Tabel 2.8 Faktor R, Cd dan Ωo untuk Sistem Penahan Gaya Gempa

    Untuk mengklasifikasikan level dari resiko gempa atau desain kategori gempa,

    kemudian mengetahui struktur dengan menggunakan penahan gempa. Maka

    didapatkan faktor R,Cd,Ωo.

    2.9.9 Periode Fundamental

    Saat menentukan periode fundamental, dapat melalui pendekatan dasar

    (Ta) dalam hitungan per-detik. Di rumus dibawah ini, tinggi sistem tidak

    dianjurkan melebihi 12 tingkat yang terdiri dari kerangka yang mendukung

    momen baja atau beton dari keseluruhannya dengan tinggi minimal 3m adalah

    sebagai berikut:

    Ta = 0,1 N ...........................................Persamaan 2.17.

    Dengan:

    Ta = periode fundamental pendekatan (detik)

    N = jumlah tingkat keseluruhan

  • 34

    2.9.10 Geser Dasar pada Gempa

    Geser dasar gempa “V” dapat ditentukan dengan:

    V = Cs.W ..........................................Persamaan 2.18.

    Dengan:

    Cs = Koefisien respon gempa

    W = berat pada bangunan

    2.9.11 Koefisien Respon Gempa

    Koefisien respon gempa bisa ditentukan sebagai berikut:

    𝐶𝑠 =𝑆𝐷𝑆

    𝑅

    𝐼𝑒

    ........ ....................................Persamaan 2.19.

    Jika tinggi dari gedung lebih dari sepuluh tingkat / 40meter, jadi

    Cs dengan:

    𝐶𝑠𝑚𝑎𝑥 =𝑆𝐷1

    𝑇𝑅

    𝐼𝑒

    ......................................Persamaan 2.20.

    Dengan:

    SDS = parameter dalam percepatan spektrum respon desain pendek

    SD1 = parameter dalam percepatan spektrum respon desain 1 detik

    R = faktor modifikasi respon

    Ie = faktor keutamaan gempa

    T = periode fundamental

    2.9.12 Distribusi Vertikal Gaya pada Gempa

    Gaya dari lateral pada gempa (Fx) (kN) yang ada disetiap tingkat bisa

    ditentukan dengan cara dibawah ini:

    Fx = Cvx. V .........................................Persamaan 2.21.

    Dimana:

  • 35

    𝐶𝑣𝑥 =𝑊𝑥.ℎ

    𝑘

    𝑥

    ∑ 𝑤𝑖𝑛𝑖=𝑛 .ℎ

    𝑘

    𝑖

    ....................................Persamaan 2.22.

    Dengan:

    Cvx = faktor dari distribusi vertikal

    V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, kN

    Wi dan Wx = bagian berat dari efektif total struktur pada tingkat yang

    Ditinjau.

    hi dan hx = tinggi dari dasar struktur sampai pada tingkat yang

    ditinjau.

    k = eksponen yang terkait periode struktur, syarat:

    T ≤ 0,5 detik, maka k = 1

    T ≥ 2,5 detik, maka k = 2

    Apabila T diantara 0,5-2,5 detik, maka dapat diketahui dengan interpolasi

    linier.

    2.10 Dasar-Dasar Perencanaan Batang Tarik

    Baja memiliki kelebihan yang persis untuk mendukung gaya tarik, karena

    kualitas bahan yang relatif tinggi maka dimensi struktural cenderung ramping.

    Pada struktur ini, penggunaan baja dapat lebih efesiennya di batang-tarik.

    Didalam tekanan batang kapasitas dibentuk dari tekukan atau buckling. Adanya

    masalah stabilitas selain dipengaruhi material, juga dipengarui geometri

    (Penampang dan Struktur)

    2.10.1 Batas Kelangsingan

    Karena kuatiltas baja yang rata-rata tinggi, dimensi batang penarik bisa

    sangat tipis. Menurut teori, kondisi kerampingan hanya dapat dihitung untuk

    tekanan elemen yang berfungsi untuk melindungi tekukan. Batang tarik tidak

    hanya terbatas pada kelangsingan karena batang tarik secara teori tidak

  • 36

    mengalami tekukan tetapi hanya L/r ≤ 300 yang direkomendasikan. Selain itu,

    elemen yang sangat tipis biasanya tidak nyaman bagi penghuni gedung tersebut

    karena cenderung bergetar. Rekomendasi tidak berlaku apabila batang tariknya

    memiliki konstruksi hanger (gantungan) atau (rod) penampang batang.

    2.10.2 Kuat Tarik Nominal

    Kekuatan Tarik yang direncanakan ϕPn adalah nilai minimum dari 2

    tinjauan dari perbatasan runtuh diseluruh penampang-penampang yang

    melintang dan penampang-penampang yang ada lubangnya (titik koneksi),

    dimana ϕ adalah koefisien tahanan Tarik dan Pn adalah kekuatan operasi

    nominal. Kekuatan Tarik dari seluruh penampang yang meleleh adalah sebagai

    berikut:

    Pn = Fy . Ag .........................................Persamaan 2.23.

    Yang menyatakan bahwa :

    ϕt = 0,9 pada keruntuhan leleh

    Ag = luas pada penampang bruto (gross)

    Kekuatan tarikan penampang lubang (titik koneksi) menggunakan strain-

    hardening atau yang dimaksud dengan kenaikan pada tegang an dalam waktu

    inelastis disebabkan karena lonjakan tegangan yang fokus pada area berlubang.

    Pn = Fu . Ae = Fu . An . U .........................................Persamaan 2.24.

    Yang menyatakan bahwa:

    ϕt = 0,75 pada keruntuhan fraktur

    An = luas penampang bersih (netto), yang dikurangi lubang

    Ae = luas pada penampang efektif

    U = faktor shear lag

    Besar nilai dari Fu & Fy bergantung pada kualitas material, adalah

    kekuatan minimal Tarik (kuat batas) material. Karena keruntuhan leleh (yield)

  • 37

    menghasilkan daktilitas lebih tinggi dari fraktur, koefisien resistensi tarik (ϕ)

    berbeda diantara keduanya. Maka, tingkat keamanan frakturnya semakin

    tinggi.

    2.11 Dasar-dasar Perencanaan Batang Tekan

    Tekanan yang ada di batang hanya sebagai bagian struktural yang

    mengalami beban tekan dibagian tengah atau titik tumpu dari penampang atau

    untuk kolom gaya aksial. Tetapi secara umum, ada eksentrisitas akibat dari

    penyimpangan batang atau beban yang salah dan kekangan oleh tumpuan yang

    dapat menyebabkan momen.

    2.11.1 Tekuk dan Parameter Penting dari Batang Tekan

    Fy dan Fu dapat menghitung kekuatan Batang Tarik, namun hanya di Fy

    adalah yang terpenting, karena Fu belum mencapai. Selain dari bahan-material,

    batang-batang kompresi bisa terpengaruh dengan parameter yang lain, seperti

    geometri atau konfigurasi fisik.

    Pada parameter geometri terbagi dari (A) atau yang disebut luas

    penampang, kekuatan lentur yang dipengaruhi oleh bentuk penampang (Imin) ,

    tumpuan yang dinyatakan dalam panjang efektif (KL). Dari ketiga parameter

    geometri tersebut, disimpulkan kembali menjadi satu parameter yang tunggal.

    Parameter tunggal tersebut adalah (KL/rmin) atau rasio kelangsingan batas yang

    mana rmin= √𝐼 𝑚𝑖𝑛

    𝐴 yaitu radius minimum yang ada di arah tekukan. Apabila

    dilihat secara visual, tekuk dibagi menjadi 2. Pertama adalah tekuk lokal yang

    ada pada elemen penampang. Kedua adalah tekukan global yang ada di

    kolom/batang di bagian seluruhnya.

    2.11.2 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal

    Cara menyelesaikan tekuk lokal sangat sulit daripada tekuk global. Ketika

    tekukan lokal bekerja, penampang menjadi tidak efisien (belum meleleh)

    meskipun solusinya tidak sederhana.

  • 38

    Untuk konstruksi yang optimal, resiko tekukan lokal wajib dihindari. Oleh

    karena itu, rasio antara lebar dan ketebalan setiap elemen (b/t) dievaluasi

    dengan membedakan bagian yang langsing dan tidak langsing. Elemen

    diurutkan sesuai dengan kendalanya terlepas dari apakah dua sisi terhubung ke

    bagian lain dan ada sisi yang kosong. Nilai b/t dari seluruh bagian bentuk

    penampang kemudian dibedakan menggunakan jumlah dari batas rasio atau b/t.

    Apabila semua bagian belum ada yang lebih dari jumlah b/t, jadi penampang

    tersebut dikategorikan penampang yang ideal.

    2.11.3 Panjang Efektif Kolom “KL”

    Yang dimaksud dari metode ini yaitu metode yang tergolong mudah

    namun sangat efektif sekali untuk mengetahui kuat dari kolom-kolom, adalah

    jika kata lainnya untuk menentukan korelasi bentuk tekuk yang sesuai deengan

    persamaan Euler (𝑃𝑐𝑟 = 𝜋2𝐸𝐼

    𝐾𝐿2). Tetapi, penggunaannya tidak mudah dan

    membutuhkan proses penyederhanaan struktur nyata yang rumit atau

    kompleks. Panjang efektif kolom dibedakan menjadi 2 dengan nilai K yang

    tidak sama, adalah sebagai berikut

    a. rangka yang tidak bergoyang: 0,5 ≤ K ≤ 1,0

    b. rangka yang bergoyang : 1,0 ≤ K ≤ ∞

  • 39

    Tabel 2.9 Nilai dari K

    2.11.4 Kuat Tekan Nominal

    Tekuk keseluruhan dilihat dari ketipisan penampang dan bentuk dari

    penampang tersebut. Perilaku tekuk dibagi menjadi tiga. Pertama adalah tekuk

    lentur, kemudian tekuk torsi dan yang terakhir yaitu tekukan kelenturan torsi.

    Tekuk lokal itu bergantung pada macam-macam penampangnya elemen, belum

    ada tekukan lokal kecuali jika penampangnya langsing dan sebaliknya, ada

    resiko bahwa penampang tipis akan menekuk secara lokal. Apabila tekuk

    terjadi dalam kondisi elastis, diperlukan untuk memilih kolom dari penampang

    yang tidak efisien sebelum meleleh.

    1. Tekuk-Lentur

    Yaitu kejadian tekukan keseluruhan di penampang-penampang karena

    macam-macam elemen yang tidak ramping. Euler telah mengeluarkan

    rumus dari beban kritis yang disebabkan oleh tekukan tersebut. Sejauh ini,

    perumusan tersebut masih digunakan sebagai rumus dasar untuk mencari

    kuat nominal pada batang tekan (Pn). Untuk mematuhi metode menarik

    batang, seluruh penampang atau gross (Ag) digunakan sebagai konstanta

  • 40

    yang konstan, sedangkan variabelnya yaitu tegangan kritis (Fcr). Hal ini

    dapat dituliskan sebagai berikut.

    Pn = Fcr . Ag ..........................................................Persamaan 2.25.

    Tegangan kritis, Fcr dihitung menggunakan syarat berikut, jika

    a. 𝐾𝐿

    𝑟 ≤ 4,71√

    𝐸

    𝐹𝑦 atau

    𝐸

    𝐹𝑒≤ 2,25 tekuk inelastis , jadi :

    Fcr = (0,658𝐸

    𝐹𝑒) . Fy .........................................Persamaan 2.26.

    b. 𝐾𝐿

    𝑟 ≤ 4,71√

    𝐸

    𝐹𝑦 atau

    𝐸

    𝐹𝑒≤ 2,25 tekuk elastis , jadi :

    Fcr = 0,877. Fe ................................................Persamaan 2.27.

    Dimana Fe = Tegangan tekuk Euler (elastis) adalah sebagai berikut.

    Fe = 𝜋2𝐸

    (𝐾𝐿

    𝑟)2

    ..........................................................Persamaan 2.28.

    2. Tekuk-Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi

    Kejadia lain dari menekuk, muncul juga fenomena tekuk yang disebut

    dengan puntir atau torsi atau kombinasi dari keduanya yang disebut dengan

    tekuk lentur-torsi. Hal ini sering bekerja di penampang secara kaku

    torsional cukup rendah, ada juga ketika pusat geser dan beratnya tidak

    sedang bersamaan. Volume jumlah atau kapasitas tekanan nominal dan

    penampang kolom non langsing pada tekuk torsi yaitu dijelaskan sebagai

    berikut

    Pn = Fcr . Ag .............................................................Persamaan 2.29.

    Tegangan kritis “Fcr” dapat ditentukan dengan:

    a. Penampang Siku yang Ganda atau tee

    Fcr =(𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧

    2𝐻). [1 − √1 −

    4 𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻

    𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧2 ] .........Persamaan 2.29.

  • 41

    b. Di bagian Fcr ditetapkan oleh cara dari tekukan kelenturan namun

    tegangan pada Fe atau tekukan elastis tetap ditentukan menggunakan

    cara menambahkan pengaruh dari kekuatan torsional batang,

    dijelaskan seperti dibawah ini:

    -Profil-profil yang menggunakan simetris yang ganda, ganda jadi:

    Fe =(𝜋2𝐸𝐶𝑤

    (𝐾𝑍𝐿)2 + 𝐺𝐽) .

    1

    (𝐼𝑥+𝐼𝑦)2 ...............................Persamaan 2.30.

    -Profil yang menggunakan simetris yang ganda, tunggal jadi:

    Fe = (𝐹𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧

    2𝐻). [1 − √1 −

    4 𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻

    𝐹𝑐𝑟𝑦+𝐹𝑐𝑟𝑧2 ].........Persamaan 2.31

    2.12 Sambungan-sambungan

    2.12.1 Baut

    2.12.2 Mutu Baut yang Tinggi

    Baut-baut dengan kekuatan besar yang selalu dipakai yaitu jenis baut

    berseri A325 & A490. Baut-baut tersebut memiliki enam kepala atau heksagon

    yang tebal dipakai dengan mur heksagon setengah jadi. Baut yang kuat

    berdiameter besar yaitu ½ hingga 1 ½ inch atau 3 inch dari A449. Diameter-

    diameter dari konstruksi struktur gedung yaitu ¾ - 7/8 inch, dan 7/8- 1 inch

    adalah ukuran normal untuk mendesain jembatan-jembatan

    2.12.3 Kekuatan Baut

    1. Kekuatan Geser Desain Baut

    .Rn = .m.𝑟1.∫ 𝐴𝑏𝑏

    𝑢

    1. Kekuatan Tumpu Desain Baut

    .Rn = .2,4. Db. tp. fu

    2. Kekuatan Tarik Desain Baut

    .Rn = .0,75. ∫ 𝐴𝑏𝑏

    𝑢

    Bahwa :

  • 42

    Ab = luas dari bruto penampang baut yang ada pada daerah tak berulir, mm2

    db = diameter dari baut nominal di daerah tak berulir, mm

    fub = tegangan dari tarik putus baut, Mpa

    fu = tegangan dari tarik putus minimum baut atau pelat, Mpa

    m = jumlah dari bidang geser

    r1 = 0,5 untuk baut yang tanpa ulir pada bidang geser

    r1 = 0,4 untuk baut yang menggunakan ulir pada bidang geser

    tp = tebal pelat, mm

    = 0,75 faktor reduksi dari kekuatan untuk fraktur

    2.12.4 Jarak dari Baut

    1. Jarak antara satu Baut dengan Baut lain

    3.db < S < 15.tp atau 200 mm

    2. Jarak pada tepi Baut

    1,5.db < S < (4.tp + 100 mm) atau 200 mm

    Dimana: tp yaitu tebal pelat tertipis

    2.12.5 Las

    2.12.6 Kekuatan Rencana Sambungan pada Las

    .Rn = ,0 75 x te x Lw x (0,6.fuw)

    Yang menyatakan bahwa:

    te = tebal dari efektif pengelasan = 0,707 (mm)

    Lw = panjang dari pengelasan, mm

    ƒuw = tegangan dari tarik putus logam las, Mpa

    2.12.7 Tebal pada Pengelasan

    Didalam tebal las, tebal dari minimal pada las sudut selalu berbeda dan

    bergantung di ketebalan pelat yang dilas.

  • 43

    Tabel 2.10 Ukuran Minimum dari Las Sudut

    Ketebalan maksimal pengelasan:

    Apabila tebal pada pelat, t < 6,4 mm, jadi αmak = 6,4 mm

    Apabila tebal pada pelat, t ≥ 6,4 mm, jadi αmak = t – 1,6 mm