bab ii landasan teori 2.1 hakekat ilmu pengetahuan alam...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1 Pengertian IPA
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan
alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan
mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di alam. Dengan
mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa diharapkan mampu
memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi
siswa dalam menjalani kehidupannya. Menurut Depdiknas (2006: 443), “IPA
berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa,
melainkan siswa juga harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery).”
IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuan manusia secara kodrati
terhadap apa yang ada disekelilingnya (alam). Secara khsusus siswa disekolah
juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan
dengan benar supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi.
Penggalian keingintahuan siswa dapat dilakukan dengan berbagai metode,
diantaranya metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel, mendeskripsikan
fenomena alam yang ada di sekitarnya dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat
menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif.
Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat dimasukkan dalam klasifikasi ilmu
pendidikan karena dimensi pendidikan IPA sangat luas dan sekurang-kurangnya
meliputi unsur-unsur (nilai-nilai) sosial budaya, etika, moral dan agama. Oleh
sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi
8
dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang
terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.
Uraian diatas sudah sangat jelas memberikan pemahaman bahwa IPA
sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam
fenomena yang terjadi di alam. Pengetahuan IPA muncul karena manusia secara
kodrati ingin mencari tahu alasan atas fenomena-fenomena yang terjadi di alam
yang merupakan tempat tinggal manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa IPA
tidak hanya sebagai sekumpulan pengetahuan yang harus dihafalkan tetapi
manusia dalam mempelajari IPA juga harus mempunyai keahlian untuk
menemukan sendiri sehingga dengan kemampuan menemukan itulah manusia
akan lebih bisa untuk memaknai suatu fenomena yang sedang terjadi. IPA
merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara
induktif ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, dan universal.
2.1.2 Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA
di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan
mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, KTSP (2006).
Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui
pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan
dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam hal ini para
guru, khususnya yang mengajar sain di sekolah dasar, diharapkan mengetahui dan
dan mengerti hakikat pembelajaran IPA, sehingga dalam pembelajaran IPA guru
tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. Siswa yang
melakukan pembelajaran juga tidak mendapat kesulitan dalam memahami konsep
sains.Susanto (2013: 167), menyebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan slam sebagai produk, proses, dan
sikap. Ilmu pengetahuan sebagai produk adalah kumpulan hasil penelitian yang
dilakukan oleh ilmuan yang sudah membentuk sebuah konsep. Ilmu pengetahuan
sebagai proses merupakan ilmu yang yang digunakan untuk menggali dan
memahami penegetahuan tentang alam yang berupa fakta dan konsep untuk
menemukan fakta dan teori yang kemudian akan digenerelasasikan oleh ilmuan.
9
Ilmu pengetahuan sebagai sikap merupakan ilmu yang digunakan dalam mata
pelajaran IPA untuk mengembangkan sikap ilmiah.
Berdasarkan urian diatas dapat dipahami bahwa pembelajaran IPA
merupakan pembelajaran yang berdasar pada prinsip-prinsip, proses yang mana
dapat menumbuhkan sikap siswa terhadap konsep-konsep IPA. Pembelajaran IPA
di sekolah dasar akan lebih baik apabila dilakukan dengan penyelidikan sederhana
dan bukan hafalan terhadap konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut,
pembelajaran IPA akan lebih bermakna bagi siswa karena siswa akan memperoleh
pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana.
Pembelajaran yang demikian akan menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang
dimulai dari merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga siswa mampu
untuk berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.
2.1.3 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang
masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran
kimia, biologi, dan fisika.
Adapun tujuan pembelajaran sains disekolah dasar dalam Badan Nasional
Standar Pendidikan (BNSP, 2006) adalah (1) untuk memperoleh keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesederhanaan
tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat, (4) mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan,
meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan
melestarikan lingkungan alam, (5) meningkatkan kesadaran untuk menghargai
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (6) memperoleh
bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP.
10
Pada hakikatnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di
alam. Pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa dapat mengetahui
dan mempelajari berbagai fenomena yang terjadi di alam serta bertujuan agar
siswa dapat mencarai dan mengetahui alasan mengapa suatu fenomena itu bisa
terjadi. Maka pembelajaran IPA akan dirasa lebih dipahami oleh siswa apablia
pembelajaran dilakukan dengan keikutsertaan siswa secara langsung dalam
melakukan penyelidikan sederhana terhadap suatu hal dan bukan hafalan terhadap
konsep IPA. Dengan keikutsertaan siswa secara langsung dalam melakukan
penyelidikan sederhana tersebut maka siswa dapat melatih dan mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan terhadap suatu konsep maupun fenomena alam
yang terjadi di sekitar. Dengan diasah dan dilatihnya keterampilan siswa itulah
diharapkan siswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang didapatnya dan
kemudian dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan
tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh
dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat
kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002: 251) mengatakan “prestasi belajar sebagai pengenalan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran dan
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru”.
Tulus, Tu’u (2004: 75) mengatakan “prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”. Menurut
Sukmadinata (2003: 58) prestasi belajar merupakan pemberian balikan atas
kecakapan-kecakapan potensi yang dimiliki oleh siswa berdasarkan tingkat
penguasaan materi pelajaran yang dilambangkan dengan angka maupun huruf.
Menurut Syakira (2009: 43) prestasi belajar itu dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu: kondisi fisiologis/jasmani, kondisi psikologis/ non
kognitif (minat dan motivasi) dan kognitif (bakat dan intelegensia),
kemampuan pembawaan, sikap terhadap guru dan mata pelajaran,
bimbingan agar anak tidak mengalami kegagalan, dan ulangan.
11
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa prestasi belajar adalah suatu
output yang merupakan suatu bukti keberhasilan proses yang diperoleh dari diri
seseorang individu setelah melalui berbagai pembelajaran dalam suatu interaksi.
Prestasi belajar adalah sebagai proses perubahan tingkah perilaku yang
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan dan sikap sebagai hasil dari seseorang dalam melakukan
kegiatan pada proses pembelajaran dan terjadi karena latihan dan pengalaman.
Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam
mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport
setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar
siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi
memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi siswa.
Sekolah merupakan lembaga formal di dalam pendidikan, di dalam
pendidikan formal belajar menunjukkan adanya perubahan yang bersifat positif
sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan, dan
pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi
belajarnya. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri
seseorang. Untuk mengetahui sampai berapa jauh perubahan yang terjadi, perlu
adanya penilaian. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui
sejauh mana telah mencapai sasaran belajar yang ditentukan inilah yang disebut
sebagai prestasi belajar. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui
kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar sehingga peranan
prestasi belajar sangatlah penting untuk memotivasi siswa dalam belajar.
2.3 Model Cooperative Learning
2.3.1 Pengertian Model Cooperative Learning
Model cooperative learning adalah model pembelajaran yang
memungkinkan guru dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
baik berupa tujuan akademik, penerimaan akan keragaman, maupun sebagai saran
untuk mengembangkan ketrampilan proses (Sagala, 2008: 7). Menurut Slavin
(2009: 4), “pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Etin
12
Solihatin dan Raharjo (2005: 4), mengatakan bahwa “cooperative learning
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri”.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama
dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Sedangkan
menurut Sanjaya (2006: 239), “cooperative learning merupakan kegiatan belajar
siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok
adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dlam kelompok-
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasan materi pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama
inilah yang menjadi ciri khas dari coopertive learning.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa model
pembelajaran cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang
menekankan kepada pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran secara
berkelompok sendiri dianggap sebagai pembelajaran yang bisa membuat anggota
di dalam kelompok tersebut menjadi aktif. Karena, model pembelajaran ini
menuntut setiap anggota kelompok untuk terlibat langsung dalam interaksi yang
terjadi antar anggota kelompok. Interaksi yang terjadi di dalam kelompok tersebut
dapat melatih tingkat intelegensi antar anggota kelompok. Tingkat intelegensi
antar anggota kelompok berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Interaksi kelompok dalam interaksi
pembelajaran koopertaif, bertujuan mengembangkan keterampilan sosial,
keterampilan sosial yang dimaksud adalah kecakapan berkomunikasi, kecakapan
bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta solidaritas.
Pembelajaran cooperative learning selain dapat meningkatkan kognitif dan
afektif siswa, juga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa karena siswa yang
berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memliki sikap harga diri yang
13
lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar. Dengan pembelajaran
kooperatif, siswa dapat menjadi lebih peduli kepada teman-temannya dan diantara
mereka akan terjadi ketergantungan positif di dalam proses belajar mereka.
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap
teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda
karena siswa sudah terbiasa untuk belajar bersama-sama dengan siswa lain di
dalam kelompok yang berasal dari latar belakang yang berbeda dengan dirinya.
Dengan sikap seperti itu, maka di masa yang akan datang siswa akan siap untuk
dihadapkan dalam era dimana siswa akan dituntut untuk dapat bekerja sama
didalam kelompok yang memiliki perbedaan latar belakang setiap individunya.
2.3.2 Langkah-langkah Cooperative Learning
Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat beberapa tahap
ataupun langkah yang harus dijalankan. Ibrahim (2000: 10) mengemukakan ada
enam fase atau tahap cooperative learning, yang dapat dilihat pada tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1
Langkah-langkah Cooperative Learning
Fase Langkah – langkah Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan
dicapai pada kegiatan
pembelajaran tersebut dan
guru memberikan motivasi
kepada siswa untuk mengawali
pembelajaran.
2. Menyampaikan
informasi.
Guru menyampikan informasi
kepada siswa, baik dengan
peragaan (demonstrasi) atau
teks.
3. Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok
belajar.
Guru membagi siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar
dan membantu setiap
kelompok agar melakukan
perubahan efisien.
4. Membantu kerja
kelompok belajar.
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas.
5. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil kerja
14
kelompok tentang materi yang
telah dipelajari atau kelompok
menyajikan hasil-hasil
pekerjaan mereka.
6. Memberikan
penghargaan.
Guru memberikan contoh cara
menghargai, baik upaya
maupun hasil belajar individu
maupun kelompok.
Langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning dapat
membantu guru dan memberikan tuntunan bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran menggunakan cooperatif learning. Langkah-langkah dalam
pembelajaran kooperatif dibagi menjadi 6 fase. Fase pertama, guru
mengklarisifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk
dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan
dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi kepada peserta
didik, di dalam fase kedua ini guru menyampaikan informasi berupa materi yang
akan diberiakn kepada peserta didik baik dengan peragaan maupun teks. Fase
ketiga, di dalam fase ketiga guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok
dan menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerjasama di dalam
kelompok, guru harus mengontrol setiap kelompok tidak menggantungkan tugas
kelompok kepada individu lainnya. Fase keempat, guru mendampingi kelompok-
kelompok kecil untuk memberikan arahan dan petunjuk tentang tugas-tugas yang
harus dikerjakan oleh peserta didik. Fase kelima, guru mrlakukan evaluasi dengan
menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase
keenam, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan dengan oleh guru dengan tepat dan dalam waktu yang telah
ditentukan.
2.3.3 Kelebihan dan kekurangan Model Cooperative Learning
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut
Jeromelik dan Parker (Isjoni, 2007: 24) cooperative learning memiliki
keunggulan, diantaranya adalah menimbulkan rasa ketergantungan positif antar
siswa, siswa dapat ikut terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana
kelas menjadi rileks dan menyenangkan, siswa mempunyai banyak kesempatan
untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Sementara itu,
15
kelemahan-kelemahan model cooperative learning yaitu guru harus lebih
mempersiapkan pembelajaran secara matang baik itu tenaga, pemikiran, maupun
waktu, selain itu juga dibutuhkan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadahi
agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
Dari beberapa paparan diatas yang menjelaskan tentang kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran cooperative learning dapat dilihat bahwa
ada banyak kelebihan yang diberikan oleh model pembelajaran ini yang tentunya
sangat bermanfaat pada saat pembelajan berlangsung dan juga manfaat bagi diri
siswa sendiri apabila guru menggunakan model ini pada saat pembelajaran
berlangsung. Namun disamping ada kelebihan, di model pembelajaran ini terdapat
juga kelemahannya, sebenarnya tidak menutup kemungkinan untuk
meminimaliskan beberapa kelemahan di dalam model pembelajaran ini tergantung
dari pembawaan guru di dalam kelas dan juga kekreatifan guru dalam
menuangkan ide-idenya untuk dikolaborasikan dengan model pembelajaran
cooperative learning tersebut.
2.3.4 Pembelajaran Make a Match
Di dalam perkembangan pembelajaran sekarang ini, banyak model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif sehingga
siswa tertarik dan tidak merasa bosan, salah satu model pembelajaran tersebut
adalah model pembelajaran cooperative learning tipe make a match. Model
pembelajaran tipe make a match adalah model pembelajaran kooperatif dengan
cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat. Model pembelajaran tipe make a
match dikembangkan oleh Lorna Current. Make a match atau mencari pasangan
adalah salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan kepada
siswa. Penerapan model ini dimulai dari siswa diminta untuk mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktu yang ditentukan tiba,
dan siswa yang dapat mencocokkan atau menemukan kartu sebelum batas waktu
yang ditentukan mendapatkan poin.Isjoni (2011: 112) mengatakan “make a match
adalah teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia”.
16
Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan sebuah kelompok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif tipe make a match bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kerjasama berpasangan, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-
sama. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa berperan
ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara
kolaboratif akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama
manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa make a match adalah
suatu model pembelajaran yang menggunakan teknik mencari pasangan. Make a
match sendiri dilaksanakan dengan membagi siswa-siswa ke dalam 2 kelompok
besar masing-masing kelompok diberikan kartu soal dan jawaban. Kelompok
pertama adalah kelompok yang diberi kartu soal, dan kelompok kedua adalah
kelompok yang diberi kartu jawaban. Masing-masing anggota dari kelompok
tersebut harus mencari pasangan mereka, kelompok soal harus mencari jawaban
dari soal itu, dan kelompok jawaban juga harus mencari soal dari jawaban yang
mereka punya. Masing-masing anggota harus mencari pasangan mereka dalam
waktu yang ditentukan oleh guru. Mereka yang sudah berhasil menemukan
pasangan diminta guru untuk menunjukkan pasangan dari soal dan jawaban yang
mereka punya kedepan kelas agar teman yang belum berhasil dalam mencari
pasangan juga dapat mengetahui pasangan dari soal dan jawaban.
2.3.5 Langkah-langkah Make a Match
Make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode
dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curent.
Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa diminta mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi point. Menurut Miftahul, Huda (2011:
135) mengemukakan pembelajaran make a match mempunyai langkah-langkah
17
yang harus dilaksanakan, yang pertama guru menyiapkan kartu-kartu yang berisi
kartu soal dan kartu jawaban, kemudian siswa mencari pasangan kartu yang cocok
dengan kartunya, setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa
mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya,
kemudian diakhir pembelajaran guru menarik kesimpulan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010: 95) , dalam make a match
terdapat lima tahao yaitu organizing, make a match, questioning, answering, dan
evaluating. Dalam organizing, guru membuka pelajaran, memberikan motivasi,
apersepsi dan menjelaskan tujuan pembelajaran. Dalam tahap questioning guru
memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh kelompok. Dalam tahap answering
siswa mendiskusikan jawaban dan memberikan jawaban kepada penilai. Dalam
tahap evaluating guru memberikan kesimpulan pada materi, meluruskan
pemahaman, pemberian penghargaan kepada kelompok, menutup pelajaran, serta
memberikan tugas maupun tes kepada siswa.
Make a match adalah pembelajaran yang mengharuskan guru
mempersiapkan kartu-kartu yang berupa kartu jawaban dan kartu soal. Setelah
kartu-kartu tersebut siap guru membagi murid menjadi dua kelompok, kelompok
pertama adalah kelompok jawaban dan diberi kartu jawaban, kelompok kedua
adalah kelompok soal dan diberi kartu soal. Setelah guru membagi kelompok,
guru memulai pembelajaran make a match dengan membunyikan peluit sebagai
tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak untuk
bertemu mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok sebelum waktu yang
ditentukan habis. Anggota kelompok yang sudah bisa menemukan pasangannya
diminta untuk mempresentasikan jawaban dan soal dari pasangan yang mereka
cari. Kelompok yang sudah bisa mencari pasangan sebelum waktu yang
ditentukan akan diberikan penghargaan oleh guru. Di akhir pembelajaran guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang masih
belum diketahui oleh siswa, dan guru bersama dengan siswa menyimpulkan
pembelajaran pada hari itu.
2.3.6 Kelebihan dan Kekurangan Make a Match
Setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan
yang bisa dijadikan pertimbangan sebelum memilih atau menggunakan suatu
18
model pembelajaran. Begitu juga dengan strategi pembelajaran make a match
yang juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Miftahul, Huda (2014: 253)
mengemukakan beberapa kelebihan dari strategi pembelajaran make a match,
diantaranya adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa karena metode
yang digunakan menyenangkan, selain itu juga dapat meningkatkan pemahaman
siswa terhadap suatu materi ajar, dan efektif untuk melatih keberanian siswa saat
presentasi dan membuat siswa untuk lebih dapat menghargai waktu.
Sedangakan kelemahan dari strategi pembelajaran make a match adalah
guru harus senantiasa mempersiapkan strategi ini dengan baik agar tidak banyak
waktu yang terbuang saat pembelajaran berlangsung, guru juga harus
mengarahkan perhatian siswa dengan baik saat presentasi pasangan, dan guru juga
harus berhati-hati dan bijaksana saat memberikan hukuman pada siswa yang tidak
mrndapatkan pasangan, karena siswa bisa malu jika guru salah dalam memberikan
hukuman.
Berdasarkan kelebihan tersebut model pembelajaran kooperatif tipe make a
match efektif untuk digunakan dalam pembelajaran khususnya dalam mata
pelajaran IPA, karena dalam mata pelajaran IPA tidak hanya sebagai sekumpulan
pengetahuan yang harus dihafalkan, tetapi juga harus mempunyai keahlian untuk
menemukan sendiri dan harus bisa untuk memaknai suatu fenomena yang sedang
terjadi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe make a match sangat cocok untuk digunakan dalam pelajaran IPA karena
sesuai dengan kelebihan dari model tersebut terhadap mata pelajaran yaitu
pembelajaran IPA mengharapkan manusia tidak hanya untuk menghafalkan suatu
pengetahuan tetapi juga harus bisa menemukan sendiri suatu fenomena yang
terjadi, melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dan pemahaman siswa dalam materi yang
diajarkan karena metodenya menyenangkan sehingga efektif untuk melatih
kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu dan untuk melatih keberanian siswa
untuk berbicara didepan umum.
2.4 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Ellyvia Novianti (2012) bertujuan untuk
mengungkap pengaruh model pembelajaran make a match terhadap hasil belajar
19
siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar. Di dalam
penelitian tersenut, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
terhadap hasil belajar siswa dengan penggunaan model pembelajaran make a
match. Hasil belajar yang diperoleh lebih baik dibanding pembelajaran tanpa
model make a match yaitu rata-rata nilai post test kelas eksperimen adalah 85,17
sedangkan rata-rtaa nilai post tes kelas kontrol adalah 77,93.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Esti Parwanti (2012) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan dengan menggunakan model
pembelajaran make a match dengan media gambar dalam pembelajaran IPA. Di
dalam penelitian tersebut, hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar
siswa pada kelompok eksperimen sebesar 65,28 lebih besar daripada rata-rata skor
hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55,28.
Dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa model pembelajaran
cooperative learning terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah
dasar. Dengan alasan tersebut, dapat dijadikan landasan atau dasar yang cukup
untuk juga menggunakan model pembelajaran cooperative learning dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam penelitian yang akan dilaksanakan
diwaktu yang akan datang, karena dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan tipe make a
match yang tentunya dalam penelitian ini pembelajaran yang disajikan akan
berbeda dengan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru, pembelajaran
yang akan disajikan adalah pembelajaran yang menarik bagi siswa, yang tentunya
akan melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena dalam
pembelajaran yang akan dilakukan akan menggunakan alat peraga visual yang
berfungsi untuk mengkonkretkan materi yang diajarkan, selain itu dalam
pembelajaran juga akan dilakukukan praktikum IPA yang dilakukan secara
berkelompok yang mana dengan melakukan praktikum tersebut diharapkan siswa
akan menjadi lebih faham akan suatu materi yang diajarkan.
2.5 Kerangka Pikir
Penyebab ketidakberhasilan siswa yang menyebabkan prestasi belajar IPA
siswa jauh dari batas KKM yang ditentukan diantaranya adalah proses belajar
mengajar yang masih menggunakan metode ceramah dan guru masih dominan
20
dalam menyampaikan materi pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi
pasif karena di dalam pembelajaran siswa tidak berperan aktif dan hanya diminta
untuk menghafalkan suatu materi saja. Selain itu siswa juga tidak dapat
menangkap penjelasan dari guru secara maksimal karena siswa merasa bosan saat
pembelajaran sedang berlangsung sehingga menyebabkan kurangnya daya
konsentrasi.
Berdasarkan alasan yang menyebabkan ketidakberhasilan dalam pencapaian
prestasi belajar IPA sesuai KKM yang ditentukan, sudah seharusnya seorang guru
melakukan tindakan untuk dapat meningkatkan prestasi siswa terhadap pelajaran
IPA. Sudah saatnya bagi guru untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran,
orientasi pembelajaran dengan mengedepankan teacher oriented perlu diubah
dengan mengarah pada student oriented, model pembelajaran konvensional yang
dipakai oleh guru sudah saatnya diubah dengan menggunakan model
pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran kooperatif make a match proses
pembelajarannya tidak harus belajar dari guru kepada siswa, melainkan siswa
dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya, selain itu dengan menerapkan
model pembelajaran ini pembelajarannya akan menyenangkan bila diterapkan
dalam pembelajaran dan bisa membuat siswa menjadi semangat dan antusias
dalam mengikuti pelajaran. Pembelajaran secara menyenangkan bagi siswa dapat
memberikan pengaruh pada prestasi belajar siswa, siswa dapat menjadi aktif
dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
suatu materi yang diajarkan kepada siswa, dan juga akan meningkatkan motivasi
belajar siswa.
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran dengan cara
ceramah. Dalam model pembelajaran secara konvensional biasanya gurulah yang
menjadi pusat dalam pembelajaran, sehingga menyebabkan siswa tidak dapat
berfikir secara mandiri dan kreatif, selain itu juga menyebabkan siswa tidak aktif
saat mengikuti pembelajaran, sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA
yang belum memenuhi batas KKM yang telah ditentukan. Sedangkan model
pembelajaran cooperative tipe make a match adalah model pembelajaran yang
melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kognitif siswa dalam mengikuti pelajaran, selain itu juga dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dan melatih keberanian siswa karena metode
21
dari pembelajaran ini sangat menyenangkan sehingga dengan keadaan seperti itu
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPA dengan memenuhi KKM
yang sudah ditentukan.
Dari paparan diatas, diharapkan model pembelajaran cooperative learning
tipe make a match dapat memberikan pengaruh dalam meniningkatkan prestasi
belajar IPA. Keuntungan dari beberapa model pembelajaran ini adalah bahwa
siswa memiliki kesempatan secara bebas untuk bereksplorasi pada materi
pelajaran, disamping itu siswa juga diberikan kesempatan untuk membagi
pengetahuannya dengan rekan siswa yang lain melalui kerjasama diantara mereka
dalam kelompok kerja.
2.6 Hipotesis Penelitian
Sehubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa,
maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ho: Tidak ada pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Cooperative
Learning tipe Make a Match terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas
III SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.
H1: Ada pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning
tipe Make a Match terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas III SDN
Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2
Tahun Ajaran 2014/2015.