bab ii landasan teori 2.1 gaya kepemimpinan 2.1.1 ...repo.darmajaya.ac.id/334/3/bab ii.pdf · bahwa...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gaya Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Definisi pemimpin menurut Winardi dalam Veithzal Rivai (2014,
p.265) menyatakan pemimpin itu adalah “ Seseorang yang karena
kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan
resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk
mengerahkan upaya bersama kearah pencapaian sasaran-sasaran
tertentu.
Gaya kepemimpinan merupakan salah satu posisi kunci dimana seorang
pemimpin harus bisa mempengaruhi, mengarahkan dan menunjukan
kemampuannya agar semua tujuan perusahaan bisa tercapai sesuai
dengan yang telah ditetapkan.
Menurut Miftah Toha dalam Veithzal Rivai (2014, p.265) Gaya
Kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Sedangkan menurut Goetsch dan Davis dalam Veithzal Rivai (2014,
p.5) gaya kepemimpinan merupakan kemampuan untuk
membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki
tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan
organisasi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
usaha seseorang yang diserahi tugas sebagai pimpinan, untuk mengatur,
mempersatukan dan menggerakan bawahannya secara bersama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya kepemimpinan
merupakan berasal dari pribadi pemimpin itu agar bisa mempengaruhi
orang lain. Dengan mempengaruhi bawahannya, seorang pemimpin
berharap bawahannya bisa bergerak dalam suatu ikatan tertentu,
15
aktivitas terarah, sadar dan bekerjasama dengan penuh tanggung jawab
atas pekerjaannya tersebut.
Hasil penelitian Agung Roscahyo (2013) yang meneliti tentang
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan pada
Rumah Sakit Siti Khodijah Sidoarjo. Menyatakan bahwa Gaya
Kepemimpinan yang terdiri dari otokratik, demokratik dan kendali
bebas masing-masing berpengaruh signifikan Terhadap Kinerja pada
Rumah Sakit Siti Khodijah Sidoarjo.
Hasil penelitian Bryan Johannes Tampi (2014) yang meneliti tentang
Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk (Regional Sales Manado).
Menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Pengaruh
Positif dan Signifikan Terhadap Kinerja Karyawan.
Hasil penelitian Siti Mujiatin (2011) yang meneliti tentang Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Di Yayasan
Pendidikan Sinar Husni. Menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Hasil penelitian Acep Rochmat Sunarwan (2014) yang meneliti tentang
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan pada PT. Financia Multi Finance. Menyatakan
bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja berpengaruh positif Terhadap
Kinerja Karyawan.
2.1.2 Teori-Teori Gaya Kepemimpinan
Adapun teori gaya kepemimpinan menurut Veithzal Rivai (2014, p.
150) adalah sebagai berikut :
1. Teori Otokratis
Gaya kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-
perintah pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam
hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin disini
16
cenderung mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, ia
melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemimpin otokratis
menggunakan perintah-perintah yang biasanya diperkuat oleh
adanya sanksi-sanksi diantara mana, disiplin adalah yang terpenting.
2. Teori Psikologis
Approach ini terhadap gaya kepemimpinan menyatakan bahwa
fungsi seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi
terbaik. Pemimpin merangsang bawahannya untuk bekerja ke arah
pencapaian sasaran-sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi
tujuan-tujuan pribadi mereka. Gaya Kepemimpinan yang memotivasi
sangat memperhatikan hal-hal seperti misalnya pengakuan, kepastian
emosional dan kesempatan untuk memperhatikan keinginan dan
kebutuhannya.
3. Teori Sosiologis
Teori ini menganggap bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari usaha-
usaha yang melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha
untuk menyelesaikan setiap konflik organisasi antara para pengikut.
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dengan mengikutsertakan para
pengikut dalam pembuatan keputusan terakhir. Identifikasi tujuan
kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan oleh para pengikut.
Mereka mengetahui hasil-hasil apa, kepercayaan apa, dan kelakuan
apa yang diharapkan dari mereka.
a) Teori Supportif
Teori ini menyatakan bahwa pihak pemimpin beranggapan bahwa
para pengikutnya ingin berusaha sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat
memimpin dengan sebaiknya melalui tindakan membantu usaha-
usaha mereka. Untuk maksud itu pemimpin menciptakan suatu
lingkungan kerja yang membantu mempertebal keinginan pada
setiap pengikut untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin,
17
bekerja sama dengan pihak lain, serta mengembangkan skillnya serta
keinginannya sendiri.
Saran-saran mengenai bagaimana melaksanakan pekerjaan lebih
baik, perbaikan-perbaikan apa dapat dicapai pada kondisi-kondisi
kerja dan ide-ide baru apa harus dicoba, perlu dikembangkan.
b) Teori Laissez Faire
Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan kebebasan
seluas-luasnya kepada para pengikutnya dalam hal penentuan
aktivitas mereka. Ia tidak berpartisipasi, atau apabila hal itu
dilakukannya, maka partisipasi tersebut hampir tidak berarti.
Approach ini merupakan kebalikan langsung daripada pihak
pimpinan. Kelompok-kelompok “laissez faire” membentuk
pemimpin informal.
c) Teori Kelakuan Pribadi
Approach ini melakukan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam
hal memimpin. Salah satu sumbangsih penting teori ini menyatakan
bahwa seorang pemimpin melakukan tindakan-tindakan identik
dalam setiap situasi yang dihadapi olehnya.
d) Teori Sifat
Sudah banyak usaha dilakukan orang mengidentifikasi sifat-sifat
pemimpin yang dipergunakan untuk menerangkan dan meramalkan
kesuksesan dalam bidang memimpin. Diantara sifat-sifat yang
dianggap harus dimiliki oleh seorang pemimpin dapat disebut
intelegensi, inisiatif, energik atau rangsangan, kedewasaan
emosional, persuasive, skill komunikatif, kepercayaan pada diri
sendiri, perseptif, kreativitas, partisipasi sosial.
2.1.3 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian.
18
Menurut Duncan dalam Veithzal Rivai (2014, p.136) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan sejatinya ada tiga bentuk, yaitu:
1. Otoriter
Bahwa kekuasaan otoriter gaya kepemimpinan berdasarkan pada
kekuasaan mutlak dan penuh. Dengan kata lain, sang pemimpin dalam
kepemimpinan ini disebut juga sebagai diktator, bertintak mengarahkan
pikiran, perasaan dan perilaku orang lain kepada suatu tujuan yang telah
ditetapkannya.
2. Demokratis
Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya
atau cara memimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si
pemimpin secara demokratis. Gaya kepemimpinan demokratis seperti
ini misalnya saja si pemimpin memberikan kebebasan dan keleluasaan
kepada para bawahan dan pengikutnya untuk mengemukakan
pendapatnya, saran dan kritiknya dan selalu berpegang pada nilai-nilai
demokrasi pada umumnya.
3. Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership)
Dalam kepemimpinan ini sang pemimpin biasanya menunjukkan suatu
gaya dan perilaku yang pasif dan juga sering kali menghindari dirinya
dari tanggung jawab. Dalam praktiknya, si pemimpin hanya
menyerahkan dan menyediakan instrumen dan sumber-sumber yang
diperlukan oleh anak buahnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pemimpin. Pemimpin yang
memiliki gaya ini memang berada antara anak buahnya, akan tetapi ia
tidak memberikan motivasi, pengarahan dan petunjuk, dan segala
pekerjaan diserahkan kepada anak buahnya.
4. Gaya kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard dalam
Veithzal Rivai (2014, p271), mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pemimpin atau manajer harus menyesuaikan
responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan,
19
kemampuan, dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Sementara itu, manajer harus menyesuaikan tingkat kematangan
karyawan. Tingkat kematangan karyawan diartikan sebagai tingkat
kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan
perilakunya dalam bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat
kematangannya. Ada empat respon kepemimpinan dalam mengelola
kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan yaitu mengarahkan,
menjual, menggalang partisipasi dan mendelegasikan.
a) Perilaku mengarahkan (telling).
Perilaku mengarahkan (Telling) adalah tingkat dimana pemimpin
mengorganisasikan para bawahan, memberikan petunjuk-petunjuk
bagaimana tugas-tugas dilaksanakan dan mengawasi bawahan secara
ketat.
b) Menjual (selling).
Menjual (selling) adalah tingkat dimana manajer harus menemukan hal-
hal yang membuat karyawan tidak termotivasi, serta masalah-masalah
yang dihadapi karyawan. Masalah-masalah baru yang muncul tersebut,
sering kali menjadikannya putus asa.
c) Partisipasi.
Partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang kerendah,
orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan
tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang
diberikan.
d) Delegasi.
Delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang pada
tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau atau mempunyai
keyakinan untuk memikul tanggung jawab.
Adapun indikator dari Gaya Kepemimpinan Situasional
1. Perilaku Tugas
Perilaku tugas dalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur
dan merumuskan peranan-peranan dari bawahan, menerangkan apa-apa
20
yang harus dikerjakan oleh masing-masing bawahan dan bagaimana
cara-cara untuk menyelesaikan tugas itu.
2. Perilaku Hubungan
Perilaku hubungan dalah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin
memelihara hubungan pribadi dengan anggota sebagai bawahannya
dengan cara membuka lebar jalur komunikasi dan memberikan
kebebasan bawahan untuk menggunakan potensinya.
2.1.4 Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan
Menurut H. Jodeph Reitz dalam Widya Ratnaningrum (2016, p23),
mengemukakan bahwa faktor-faktor gaya kepemimpinan adalah
sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality).
Pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-
nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan
akan gaya kepemimpinan.
2. Karakteristik.
Harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.
3. Kebutuhan tugas.
Setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
4. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
bawahan.
Seorang pemimpin yang memiliki masa kerja yang cukup dapat
memberikan sebuah gaya kepemimpinan yang baik bagi para karyawan.
Seorang pemimpin yang memiliki kompetensi yang tinggi dapat
menyesuaikan apa yang ia lakukan dengan harapan karyawan atau
bawahan yang berada pada jajaran kepemimpinannya.
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Hasibuan (2011:141) Motivasi berasal dari kata latin “movere”
yang berarti “dorongan” atau menggerakkan. Motivasi dalam
21
manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan
bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara
produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara, (2013:13) Motivasi merupakan suatu
dorongan kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar
karyawan tersebut mampu mencapai tujuan dan motifnya.
Hasil penelitian Alfisah (2012) yang meneliti tentang Pengaruh Motivasi,
Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja pada Badan
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana
Kabupaten Banjar. Menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa
baik secara parsial dan simultan, Motivasi, Disiplin kerja dan
Kepemimpinan berpengaruh signifikan.
Hasil penelitian Nur Wahyu Hidayati (2014) yang meneliti tentang
Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja pada Industri
Genteng Giwangretno Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen.
Menyatakan bahwa hasil motivasi mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap produktivitas kerja.
Hasil penelitian Kiki Cahaya Setiawan (2015) yang meneliti tentang
Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Level Pelaksana Di
Divisi Operasi PT. Pusri Palembang. Menyatakan bahwa hasil Motivasi
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan Level Pelaksana Di
Divisi Operasi PT. Pusri Palembang.
Hasil penelitian Yordi Wisnu Kusuma (2016) yang meneliti tentang
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Insentif Terhadap Semangat Kerja Karyawan
CV. FA Management. Menyatakan bahwa hasil Hasil pengujian uji F
menunjukkan bahwa model regresi dapatdigunakan untuk memprediksi
22
semangat kerja karyawan karyawan pada CV. F.A Management surabaya.
Hasil pengujian uji t menunjukan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap semangat kerja, insentif berpengaruh positif dan
signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada CV. F.A Management
Surabaya. Sementara motivasi kerja adalah variabel yang berpengaruh
dominan terhadap semangat kerja karyawan pada CV. F.A Management
Surabaya.
2.2.2 Teori-Teori Motivasi Kerja
1. Teori Kebutuhan
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2013:94-95) Kebutuhan
dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan
yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada dalam
diri.
Apabila kebutuhannya tidak terpenuhi maka karyawan tersebut akan
menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya
terpenuhi maka karyawan tersebut akan memperlihatkan perilaku
yang terpenuhi maka karyawan tersebut akan memperlihatkan
perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamental yang mendasari perilaku
karyawan. Kita tidak mungkin memahami perilaku karyawan tanpa
mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2013:95)
mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai
berikut:
a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum,
perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan
yang paling besar.
b) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari
ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup.
23
c) Kebutuhan untuk merasa memiliki, berinteraksi dan kebutuhan
untuk mencintai serta dicintai.
d) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan
dihargai oleh orang lain.
e) Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian
dan kritik terhadap sesuatu
Hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow ditunjukan dengan bentuk
piramida pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow
Sumber : (Anwar Prabu Mangkunegara,Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan 2013: 95)
Dalam studi motivasi lainnya, David McClelland dalam Anwar
Prabu Mangkunegara (2013:97-98) mengemukakan adanya tiga
macam kebutuhan manusia, yaitu berikut ini:
a) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk
pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan Prestise
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan Fisiologikal
24
kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung untuk berani
mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah
kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada
sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih
tinggi.
b) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafilasi yang
merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain,
bearada bersama orang lain, tidak mau melakukan yang
merugikan orang lain.
c) Need for power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang
merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk
memiliki pengaruh terhadap orang lain.
2. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan,
yaitu:
a) Existence Needs, Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari
eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas,
gaji dan keamanan kondisi kerja.
b) Relatednes Needs, Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja.
c) Growth Needs, Kebutuhan untuk mengembangkan dan
meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan
dan kecakapan pegawai.
3. Teori Insting
Teori ini timbulnya berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin.
Darwin berpendapat bahwa tindakan yang intelligent merupakan
refleks dan insingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua
tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh
pikiran.
4. Teori Drive
25
Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang motivasi
sampai tahun 1981, Woodworth menggunakan konsep tersebut
sebagai energi yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu
tindakan. Kata drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh
yang tidak seimbang. Misalnya, kekurangan makanan
mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhan agar kembali
menjadi seimbang. Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan
yang membangkitkan untuk keluar dari ketidakseimbangan atau
tekanan.
5. Teori Lapangan
Teori lapangan yang merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini
merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan
motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada pikiran nyata
seorang karyawan ketimbang pada insting atau habit. Kurt Lewin
berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan
pada momen waktu. Kurt Lewin juga percaya pada pendapat para
ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku itu
merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan lingkungannya.
2.2.3 Faktor-faktor Motivasi Kerja
Motivasi dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik
seseorang. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut
:
a) Motivasi Intrinsik.
Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang dipengaruhi oleh faktor
instrinsik atau faktor dari dalam diri seseorang. Faktor yang
dimaksud dapat berupa keinginan untuk maju, sikap positif dan juga
kebutuhan hidup.
b) Motivasi Ektrinsik.
26
Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang dipengaruhi oleh faktor
dari luar diri seseorang. Faktor ekstrinsik antara lain lingkungan
sekitar, keluarga dan bisa juga berasal dari pendapat orang lain.
2.2.4 Indikator Motivasi Kerja
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari teori
(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, dalam Arta Adi Kusuma 2013:17)
yaitu :
1. Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan menunjukan adanya kekurangan fisiologis atau
psikologis yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan
hierarki kebutuhan dikemukakan Abraham Maslow yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia berjenjang physiological,
safety, social, esteem, dan self-actualization.
2. Job Design (Desain Pekerjaan)
Desain Pekerjaan adalah mengubah konten dan proses pekerjaan
spesifik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja Metode
yang dipergunakan untuk desain kerja adalah manajemen saintifik,
perluasan kerja, rotasi kerja dan pengkayaan kerja.
3. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan kerja adalah respons bersifat memengaruhi terhadap
berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini mengandung
pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Orang
yang relatif puas dengan satu aspek pekerjaanya dan tidak puas
dengan satu atau lebih aspek lainnya. Karena terdapat hubungan
dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka perlu
dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsukuensi dari kepuasan
kerja.
4. Equity (Keadilan)
Keadilan adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana
orang mengejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial,
atau hubungan memberi dan menerima.
27
5. Goal Setting (Penetapan Tujuan)
Penetapan Tujuan adalah apa yang diusahakan untuk dicapai
individu, merupakan objek atau tujuan dari suatu tindakan.
Berdasarkan beberapa ahli di atas yang dimaksud dengan motivasi
adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia tentunya
untuk memenuhi keinginan. Keinginan tersebut dicerminkan oleh
Needs, Jop Design, Satisfaction, Equity, Goal Setting.
2.2.5 Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Hasibuan (2011 : 146), mengemukakan bahwa adapun tujuan
pemberian motivasi antara lain:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3. Mempertahankan kestabilan karyawan instansi.
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
Manusia mempunyai kebutuhan yang mendorong timbulnya perilaku.
Motivasi, sebagaimana terlihat adalah berasal dari dalam diri individu
yang kernudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku. Perilaku terjadi
karena suatu determinan tertentu, baik biologis maupun psikologis atau
berasal dari Iingkungan. Determinan ini akan merangsang timbulnya
suatu keadaan psikologis tertentu dalam tubuh yang disebut kebutuhan,
kebutuhan menciptakan suatu keadaan tegang (tention) dan ini
mendorong perilaku untuk memenuhi kebutuhan tersebut (perilaku
instrumental).
28
2.3 Disiplin Kerja
2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Veithzal Rivai dalam Indah Puji Hartatik (2014;183) bahwa
disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan manajer untuk
mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesediaan seseorang menanti semua peraturan-peraturan
serta norma-norma sosial yang berlaku.
Malayu S.P Hasibuan (2016;193) kedisiplinan adalah fungsi operatif
MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan
semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin
yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang
optimal. Singodimedjo dalam Edi Sutrisno (2016;86) disiplin adalah
sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati
norma-norma peraturan yang berlaku sekitarnya.
Hasil penelitian Agung Setiawan (2013) yang meneliti tentang
Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan. Menyatakan bahwa
pengaruh Disiplin Kerja tidak mempngaruhi kinerja secara simultan
maupun parsial,Motivasi berpengaruh signifikan secara parisial positif
pada kinerja karyawan pada Rumah Sakit Umum Kanjuruhan.
Hasil penelitian Windy J. Sumaki, Rita N. Taroreh, Djurwati Soepeno
(2015) yang meneliti tentang Pengaruh Disiplin Kerja, Budaya
Organisasi dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN
(Persero) Wilayah Suluttenggo Area. Menyatakan bahwa hasil secara
simultan Disiplin Kerja, Budaya Organisasi, dan Komunikasi
berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan. Secara parsial Disiplin Kerja
dan Komunikasi tidak berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan, namun
Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
29
Hasil penelitian Widi Purnama Sari (2014) yang meneliti tentang
Pengaruh Disiplin Kerja, Komitmen Organisasi dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Balai Besar Wilayah Sungai
Pemali-Juana. Menyatakan bahwa Hasil analisis menunjukkan bahwa
disiplin kerja, komitmen organisasi, dan lingkungan kerja berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja pegawai.
Hasil penelitian Fransiska (2012) yang meneliti tentang Pengaruh
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Yang Dimediasi Oleh
Produktivitas Kerja Perusahaan CV. Laut Selatan Jaya Dibandar
Lampung. Menyatakan bahwa dengan demikian hipotesis yang
menyatakan bahwa : disiplin kerja karyawan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan, produktivitas kerja karyawan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan, dan disiplin kerja karyawan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja karyawan pada CV. Laut Selatan Jaya di Bandar
Lampung, dapat diterima.
2.3.2 Fungsi Disiplin Kerja
Tulus Tu’u dalam Indah Puji Hartatik (2014;186)yang mengemukakan
beberapa fungsi disiplin, yaitu:
1. Menata kehidupan bersama
Disiplin berfungsi mengatur kehidupan bersama, dalam suatu
kelompok tertentu atau masyarakat. Dengan begitu kehidupan yang
terjalin antara individu satu dengan lainnya menjadi lebih baik dan
lancar.
2. Membangun kepribadian
Disiplin juga dapat membangun kepribadian seorang karyawan.
Lingkungan yang memiliki disiplin tinggi sangat berpengaruh
terhadap kepribadian seseorang. Lingkungan organisasi yang
memiliki keadaan yang tenang, tertib dan tentram sangat berperan
dalam membangun kepribadian yang baik.
3. Melatih kepribadian
30
Disiplin merupakan sarana untuk melatih kepribadian karyawan agar
senantiasa menunjukan kinerja yanng baik. Sikap, perilaku dan pola
kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui satu proses
yang panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian
tersebut dilakukan melalui latihan, latihan dilaksanakan antar
karyawan, pimpinan, dan seluruh personal yang ada diorganisasi
tersebut.
4. Hukuman
Disiplin yang disertai ancaman sanksi atau hukuman sangat penting,
karena dapat memberikan dorongan kekuatan untuk menaati dan
mematuhinya. Tanpa adanya ancaman hukuman, dorongan ketaatan
dan kepatuhan dapat menjadi lemah, serta motivasi untuk mengikuti
aturan yang berlaku menjadi berkurang.
5. Menciptakan lingkungan konduktif
Fungsi disiplin adalah membentuk, sikap, perilaku dan tata
kehidupan berdisiplin di dalam lingkungan kerja, sehingga tercipta
suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.
2.3.3 Jenis-jenis Disiplin Kerja
Menurut Moenir dalam Indah Puji Hartatik (2014;190) ada 2 jenis
disiplin, yaitu:
a. Disiplin waktu
Disiplin waktu adalah jenis disiplin yang paling mudah
dilihat dan dikontrol baik oleh manajemen yang
bersangkutan maupun oleh masyarakat. Disiplin terhadap jam
kerja misalnya melalui sistem daftar absensi yang baik atau sistem
apel, dapat dipantau secara tepat dan cepat.
b. Disiplin kerja
Isi pekerjaan pada dasarnya terdiri dari metode pengerjaan,
prosedur kerjanya, waktu dan jumlah unit yang telah
ditetapkan dan mutu yang telah dibakukan. Aturan kerja ini
dicakup satu istilah disiplin kerja. Betapapun tersedianya
31
peralatan canggih yang serba otomatis, disiplin kerja dari
tenaga kerja tetap menjadi andalan utama.
2.3.4 Indikator Disiplin Kerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2016;194) indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi,
diantaranya sebagai berikut:
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan
secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan.
Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada
karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya. Akan tetapi jika pekerjaan itu diluar
kemampuannya atau jauh dibawah kemampuannya maka
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
b. Teladanan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.
Dengan teladan pimpinan yang kurang baik, para bawahannya pun
kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan
bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus
menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai
kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin
yang baik pula
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasaan dan
32
kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika
kecintaannya karyawan semakin baik terhadap pekerjaannya, maka
kedisiplinan mereka akan semakin baik. Untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan
balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin
baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi, balas
jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan,
sebaliknya apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi
rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-
kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting
dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan
yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan
yang baik.
e. Pengawasan melekat (waskat)
Pengawasan melekat ialah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebab dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini
berarti atasan harus selalu ada ditempat kerja agar dapat mengawasi
dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaanya. Waskat efektif
merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan,petunjuk, pengarahan dan
pengawasan dari atasannya.
33
f. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan,
sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat
atau ringan sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi
hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk
akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
Sanksi hukuman harusnya tidak selalu ringan atau terlalu berat
supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap
tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat
motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahan. Pimpinan harus
berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan
yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan.
Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi
karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan
dapat memlihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya,
apabila seorang pimpinan kurrang tegas atau tidak menghukum
karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara
kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan
semakin banyak karena mereka bertanggung jawab bahwa
peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan
yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang
melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah membuat peraturan
atau tata tertib pada perusahaan tersebut.
34
h. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusian yang harmonis diantara sesama karyawan
ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang
terdiri dari direct single relationship, direct group relationship dan
cross relationship hendaknya harmonis.
2.4 Kinerja Karyawan
Menurut Wibowo (2008, p.7) manajemen kinerja adalah tentang bagaimana
kinerja di kelola untuk memperoleh sukses. Kinerja seseorang tidak hanya
ditentukan dari kualitas pekerjaannya. Penghargaan atas peran yang dapat
meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan harus juga diperhatikan.
Pada saat perusahaan membutuhkan penciptaan peran-peran yang dibutuhkan
untuk pengelolaan kinerja, maka analisis peran amat diperlukan. Kinerja
berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian
performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya
kinerja mempunyai makna yang sangat luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi
termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.
Menurut Mangkunegara dalam Suparno Eko Widodo (2015, p.131) kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2008, p.7) Kinerja
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasaan konsumen dan memberikan kontribusi pada
ekonomi.
Menurut Helfert dalam Veithzal Rivai (2009, p.447) Kinerja merupakan suatu
tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode tertentu,
merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan dalam memanfaatkan sumber sumber yang dimiliki.
35
Menurut Payaman Simanjuntak dalam Veithzal Rivai (2009, p.406) kinerja
adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Berdasarkan definisi di atas kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang
dilakuakan karyawan pada suatu perusahaan yang memiliki hubungan kuat
dengan tujuan strategis perusahaan, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi pada kemajuan ekonomi suatu perusahaan. Hasil yang dicapai
tentunya tidak luput dari peranan karyawan yang selalu memberikan
kontibusinya demi tercapainya tujuan dari perusaahan. Dalam hal ini
perusahaan tentunya harus memperhatikan hasil dari pekerjaan yang
dilakukan setiap karyawannya dengan memberikan prestasi kepada setiap
karyawan yang melakukan pekerjaannya dengan baik dan sesuai dengan
tujuan perusahaan.
2.4.1 Langkah Peningkatan Kinerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara dalam Wibowo (2008, p22),
mengemukakan bahwa langkah peningkatan kinerja antara lain :
1. Mengetahui adanya kekurangan dalam bekerja. Dapat dilakukan
melalui tiga cara :
a) Mengidentifikasikan masalah melalui data dan informasi yang
dikumpulkan terus-menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis.
b) Mengidentifikasikan masalah melalui karyawan.
c) Memperhatikan masalah yang ada.
2. Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan. Untuk memperbaiki
keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi antara lain :
a) Mengidentifikasikan masalah setepat mungkin.
b) Menentukan tingkat keseriusan masalah .
c) Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab
kekurangan, baik yang berhubungan dengan karyawan itu sendiri.
d) Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi
penyebab kekurangan.
e) Melakukan rencana tindakan.
36
f) Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau
belum.
g) Mulai dari awal apabila perlu.
Menurut Veithzal Rivai (2015,p.414) jenis-jenis penilian kinerja
dikelompokan sebagai berikut :
a. Penilaian hanya oleh atasan.
b. Penilaian oleh kelompok lini.
c. Penilaian oleh kelompok staf.
d. Penilaian oleh keputusan komitmen.
e. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan.
f. Penilaian oleh bawahan atau sejawat.
2.4.2 Indikator-indikator Kinerja
Indikator untuk mengukur kinerja menurut Hersey, Blacnchard dan
Johnson dalam Wibowo (2008, p.77) terdapat tujuh indikator kinerja
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari
oleh sesorang individu atau merupakan suatu keadaan yang lebih
baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian
tujuan menunjukan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar
arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan
suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran
apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak
dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat di capai. Standar
menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses
37
atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terikat.
Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun
kuantitas, dalam mencapai tujuan yang yang didefinisikan oleh
standar. Umpan balik terutama penting ketika kita
mempertimbangkan real goals atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang
dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan
berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan
untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja dan mencapai
tujuan. Dengan umpan dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan
sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat digunakan
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat
atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagai mana seharusnya. Tanpa alat
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu,
orang harus dapat melakukan pekerjaanya dengan baik. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan
dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
38
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik memberikan kebebasan melakukan pekerjan
termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya
yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintetif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan menunjukan prestasi
kerjanya, terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu
dan kemampuan memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas
lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil
waktu yang tersedia, jika pekerjaan dihindari karena supervisor
tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka
secara efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat
untuk berprestasi.
2.4.3 Faktor-Faktor Kinerja
Menurut Dale Timple dalam Wibowo (2008, p80), mengemukakan
bahwa faktor-faktor kinerja adalah sebagai berikut :
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat
seorang, misalnya kinerja seorang baik disebabkan karena
mempunyai kemampuan tinggi dan seorang itu tipe pekerja keras,
sedangkan kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai
kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya untuk
memperbaiki kemampuannya.
b. Faktor Eksternal
39
Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang
yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan
rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim
organisasi.
Kinerja adalah hasil kerja yang dikeluarkan secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh karyawan sesuai dengan tanggung
jawabnya. Prestasi kerja atau hasil kerja baik kuantitas maupun kualitas
yang dicapai SDM periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dan kinerja
adalah tentang apa yang di kerjakan dan bagaimana cara
mengerjakanya.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan
pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan. Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai
bahan referensi dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja Dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja dapat dijelaskan sebagaimana terlihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama
Penelitian
Sampel
dan
Periode
Penelitian
Variabel
dan
Metode Analisis
Hasil
Penelitian
1 Muhammad
Aris Nuraini
(2013)
Sampel
Penelitian
Stikes Surya
Global
Yogyakarta.
Variabel Independen
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja.
Variabel Dependen
Kinerja Karyawan
Metode Analisis
Regresi Berganda
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi dan Disiplin
Kerja berpengaruh
secara signifikan
terhadap kinerja.
2 Nurjanah
(2012)
Sampel
Penelitian
Karyawan pada
PT. PT. Bank
Variabel Independen
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja.
Variabel Dependen
Gaya Kepemimpinan
berpengaruh positif
terhadap Kinerja.
Motivasi berpengaruh
40
BNI (Persero),
Tbk Kantor
Cabang Kelapa
Gading.
Kinerja Karyawan
Metode Analisis
Regresi Berganda
positif terhadap Kinerja
dan Disiplin kerja
berpengaruh positif
Terhadap Kinerja.
3 Sudarmo,
Hendika
Swasti Lukita
(2012)
Sampel
Penelitian
Karyawan pada
PT. Empat Enam
Jaya Abadi
Balikpapan.
Variabel Independen
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja.
Variabel Dependen
Kinerja Karyawan
Metode Analisis
Regresi Berganda
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi dan Disiplin
Kerja secara simultan
tidak mempunyai
pengaruh signifikan
Terhadap Kinerja.
4 Ida Ayu Putu
Septy Diantari
(2012)
Sampel
Penelitian
Karyawan pada
PT. Bank
Tabungan Negara
(Persero), Tbk
Cabang
Denpasar.
Variabel Independen
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja.
Variabel Dependen
Kinerja Karyawan
Metode Analisis
Regresi Berganda
Gaya Kepemimpinan
dan Motivasi Terhadap
Disiplin Kerja
berpengaruh positif dan
signifikan Terhadap
Kinerja.
5 Fenny
Fitriawati
(2015)
Sampel
Penelitian
PT. Indah Jaya
Express
Surabaya.
Variabel Independen
Gaya Kepemimpinan,
Motivasi Dan Disiplin Kerja
Variabel Dependen
Kinerja Karyawan
Metode Analisis
Regresi Berganda
Gaya Kepemimpinan
berpengaruh positif
dan signifikan
Terhadap Kinerja,
Disiplin Kerja
berpengaruh positif
signifikan Terhadap.
(Sumber : Dari berbagai jurnal)
2.6 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan diatas maka hubungan
antara variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam sebuah kerangka
pemikiran. Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini penulis
memberikan model pemikiran yaitu sebag Berikut :
41
(Umpan Balik)
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Teori
1. Gaya Kepemimpinan
2. Motivasi Kerja
3. Disiplin Kerja
4. Kinerja Karyawan
Permasalahan
1.Pemimpin harus
menyesuaikan gaya
atau sikap memimpin
dalam suatu
perusahaan.
2.Motivasi yang
kurang mengakibatkan
semangat kerja
menurun sehingga
Kinerja karyawan
kurang optimal.
3.Tingkat kedisiplinan
karyawan masih
belum memenuhi
standar peraturan di
dalam perusahaan. Alat Analisis
Analisis regregi linier
berganda
Uji t
Uji F
Hasil
1. Ada pengaruh Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan
signifikan Terhadap Kinerja Karyawan.
2. Ada pengaruh Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan Terhadap Kinerja Karyawan.
3. Ada pengaruh Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan Terhadap Kinerja Karyawan.
4. Ada pengaruh Variabel Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja , dan
Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan Terhadap
Kinerja Karyawan.
Perumusan Masalah
1. Apakah Gaya
Kepemimpinan berpengaruh
Terhadap Kinerja Karyawan?
2. Apakah Motivasi Kerja
berpengaruh Terhadap
Variabel Kinerja Karyawan ?
3. Apakah Disiplin Kerja
berpengaruh Terhadap
Kinerja Karyawan ?
4. Apakah Gaya
Kepemimpinan, Motivasi
Kerja dan Disiplin Kerja
berpengaruh Terhadap
Kinerja Karyawan ?
42
H2
Gambar 2.2
Model Penelitian
2.7 Hipotesis
Menurut Sugiyono, (2005:45), mengemukakan bahwa hipotesis adalah
pradugaan atau dugaan dari suatu penilaian dan harus dibuktikan
kebenarannya. Dengan dasar pengertian tersebut, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan
Terhadap Kinerja Karyawan.
H2 : Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan Terhadap
Kinerja Karyawan.
H3 : Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan Terhadap
Kinerja Karyawan.
H4 : Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Karyawan
mempunyai pengaruh positif dan signifikan Terhadap Kinerja Karyawan.
2.8 Pengembangan Hipotesis
2.8.1 Pengaruh Variabel Gaya Kepemimpinan Terhadap Variabel
Kinerja
Gaya
Kepemimpinan
(X1)
Motivasi Kerja
(X2)
Disiplin
Kerja
(X3)
Kinerja
Karyawan
(Y)
43
Menurut H. Jodeph Reitz dalam Widya Ratnaningrum (2016, p23),
mengemukakan bahwa faktor-faktor gaya kepemimpinan adalah sebagai
berikut:
1. Kepribadian (personality).
Pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup
nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi
pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Karakteristik.
Harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.
3. Kebutuhan tugas.
Setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
4. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
bawahan.
Seorang pemimpin yang memiliki masa kerja yang cukup dapat
memberikan sebuah gaya kepemimpinan yang baik bagi para
karyawan. Seorang pemimpin yang memiliki kompetensi yang tinggi
dapat menyesuaikan apa yang ia lakukan dengan harapan karyawan
atau bawahan yang berada pada jajaran kepemimpinannya.
Indikator untuk mengukur kinerja menurut Hersey, Blacnchard dan
Johnson dalam Wibowo (2008, p.77) terdapat tujuh indikator kinerja
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari
oleh sesorang individu atau merupakan suatu keadaan yang lebih
baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian
tujuan menunjukan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar
arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan
44
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu
tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah
tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat
diketahui kapan suatu tujuan dapat di capai. Standar menjawab
pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal.
Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai
standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan
bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terikat.
Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas,
dalam mencapai tujuan yang yang didefinisikan oleh standar. Umpan
balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan real goals
atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja
adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan
masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja,
standar kinerja dan mencapai tujuan. Dengan umpan dilakukan
evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan
perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat digunakan
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat
atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagai mana seharusnya. Tanpa alat
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
45
Kompetensi merupakan persyaratan dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu,
orang harus dapat melakukan pekerjaanya dengan baik. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan
pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik memberikan kebebasan melakukan pekerjan
termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya
yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintetif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan menunjukan prestasi
kerjanya, terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu
dan kemampuan memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas
lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu
yang tersedia, jika pekerjaan dihindari Karena supervisor tidak
percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara
efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk
berprestasi.
H1 : Variabel Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif
dan signifikan Terhadap Variabel Kinerja.
46
2.8.2 Pengaruh Variabel Motivasi Kerja Terhadap Variabel Kinerja
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari teori
(Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, dalam Arta Adi Kusuma 2013:17)
yaitu :
1. Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan menunjukan adanya kekurangan fisiologis atau
psikologis yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan
hierarki kebutuhan dikemukakan Abraham Maslow yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia berjenjang physiological,
safety, social, esteem, dan self-actualization.
2. Job Design (Desain Pekerjaan)
Desain Pekerjaan adalah mengubah konten dan proses pekerjaan
spesifik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja Metode
yang dipergunakan untuk desain kerja adalah manajemen saintifik,
perluasan kerja, rotasi kerja, pengkayaan kerja.
3. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan kerja adalah respons bersifat memengaruhi terhadap
berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini mengandung
pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Orang
yang relatif puas dengan satu aspek pekerjaanya dan tidak puas
dengan satu atau lebih aspek lainnya. Karena terdapat hubungan
dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka perlu
dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsukuensi dari kepuasan
kerja.
4. Equity (Keadilan)
Keadilan adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana orang
mengejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial, atau
hubungan memberi dan menerima.
5. Goal Setting (Penetapan Tujuan)
Penetapan Tujuan adalah apa yang diusahakan untuk dicapai
individu, merupakan objek atau tujuan dari suatu tindakan.
47
Indikator untuk mengukur kinerja menurut Hersey, Blacnchard dan
Johnson dalam Wibowo (2008, p.77) terdapat tujuh indikator kinerja
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari
oleh sesorang individu atau merupakan suatu keadaan yang lebih
baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian
tujuan menunjukan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar
arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan
suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran
apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak
dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat di capai. Standar
menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses
atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terikat.
Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun
kuantitas, dalam mencapai tujuan yang yang didefinisikan oleh
standar. Umpan balik terutama penting ketika kita
mempertimbangkan real goals atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang
dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan
berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan
untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja dan mencapai
48
tujuan. Dengan umpan dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan
sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat digunakan
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat
atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagai mana seharusnya. Tanpa alat
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu,
orang harus dapat melakukan pekerjaanya dengan baik. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan
dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik memberikan kebebasan melakukan pekerjan
termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya
yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintetif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan menunjukan prestasi
kerjanya, terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu
dan kemampuan memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas
49
lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak dan mengambil
waktu yang tersedia, jika pekerjaan dihindari Karena supervisor
tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka
secara efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat
untuk berprestasi.
H2 : Variabel Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan Terhadap Variabel Kinerja
2.8.3 Pengaruh Variabel Disiplin Kerja Terhadap Variabel Kinerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2016;194) indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi,
diantaranya sebagai berikut:
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan
secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan.
Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada
karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya. Akan tetapi jika pekerjaan itu diluar
kemampuannya atau jauh dibawah kemampuannya maka
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
b. Teladanan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.
Dengan teladan pimpinan yang kurang baik, para bawahannya pun
kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan
bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus
menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani
50
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai
kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin
yang baik pula
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasaan dan
kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika
kecintaannya karyawan semakin baik terhadap pekerjaannya, maka
kedisiplinan mereka akan semakin baik. Untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan
balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin
baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi,balas
jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan,
sebaliknya apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi
rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-
kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting
dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan
yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan
yang baik.
e. Pengawasan melekat (waskat)
Pengawasan melekat ialah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebab dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini
berarti atasan harus selalu ada ditempat kerja agar dapat mengawasi
51
dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif
merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan,petunjuk, pengarahan dan
pengawasan dari atasannya.
f. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan,
sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat
atau ringan sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi
hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk
akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
Sanksi hukuman harusnya tidak selalu ringan atau terlalu berat
supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap
tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat
motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahan. Pimpinan harus
berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan
yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan.
Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi
karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan
dapat memlihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya,
apabila seorang pimpinan kurrang tegas atau tidak menghukum
karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara
kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan
52
semakin banyak karena mereka bertanggung jawab bahwa
peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan
yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang
melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah membuat peraturan
atau tata tertib pada perusahaan tersebut.
h. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusian yang harmonis diantara sesama karyawan
ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang
terdiri dari direct single relationship, direct group relationship dan
cross relationship hendaknya harmonis.
Indikator untuk mengukur kinerja menurut Hersey, Blacnchard dan
Johnson dalam Wibowo (2008, p.77) terdapat tujuh indikator kinerja
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari
oleh sesorang individu atau merupakan suatu keadaan yang lebih
baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian
tujuan menunjukan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar
arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu
tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah
tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat
diketahui kapan suatu tujuan dapat di capai. Standar menjawab
pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal.
Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai
53
standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan
bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terikat.
Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas,
dalam mencapai tujuan yang yang didefinisikan oleh standar. Umpan
balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan real goals
atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja
adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan
masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja,
standar kinerja dan mencapai tujuan. Dengan umpan dilakukan
evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan
perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat digunakan
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat
atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagai mana seharusnya. Tanpa alat
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu,
orang harus dapat melakukan pekerjaanya dengan baik. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan
pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
54
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik memberikan kebebasan melakukan pekerjan
termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya
yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintetif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan menunjukan prestasi
kerjanya, terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu
dan kemampuan memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas
lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu
yang tersedia, jika pekerjaan dihindari Karena supervisor tidak
percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara
efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk
berprestasi.
H3 : Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan
Terhadap Kinerja.
2.8.4 Pengaruh Variabel Gaya Kepemimpinan, Variabel Motivasi
Kerja dan Variabel Disiplin Kerja Terhadap Variabel Kinerja
Menurut H. Jodeph Reitz dalam Widya Ratnaningrum (2016, p23),
mengemukakan bahwa faktor-faktor gaya kepemimpinan adalah
sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality).
Pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup
nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi
pilihan akan gaya kepemimpinan.
55
2. Karakteristik.
Harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.
3. Kebutuhan tugas.
Setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
4. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
bawahan.
Seorang pemimpin yang memiliki masa kerja yang cukup dapat
memberikan sebuah gaya kepemimpinan yang baik bagi para
karyawan. Seorang pemimpin yang memiliki kompetensi yang
tinggi dapat menyesuaikan apa yang ia lakukan dengan harapan
karyawan atau bawahan yang berada pada jajaran
kepemimpinannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari
teori (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, dalam Arta Adi Kusuma
2013:17) yaitu :
1. Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan menunjukan adanya kekurangan fisiologis atau
psikologis yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan
hierarki kebutuhan dikemukakan Abraham Maslow yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia berjenjang physiological,
safety, social, esteem, dan self-actualization.
2. Job Design (Desain Pekerjaan)
Desain Pekerjaan adalah mengubah konten dan proses pekerjaan
spesifik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja Metode
yang dipergunakan untuk desain kerja adalah manajemen saintifik,
perluasan kerja, rotasi kerja, pengkayaan kerja.
3. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan kerja adalah respons bersifat memengaruhi terhadap
berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini mengandung
56
pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Orang
yang relatif puas dengan satu aspek pekerjaanya dan tidak puas
dengan satu atau lebih aspek lainnya. Karena terdapat hubungan
dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka perlu
dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsukuensi dari kepuasan
kerja.
4. Equity (Keadilan)
Keadilan adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana
orang mengejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial,
atau hubungan memberi dan menerima.
5. Goal Setting (Penetapan Tujuan)
Penetapan Tujuan adalah apa yang diusahakan untuk dicapai
individu, merupakan objek atau tujuan dari suatu tindakan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2016;194) indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi,
diantaranya sebagai berikut:
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan
secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan.
Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada
karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya. Akan tetapi jika pekerjaan itu diluar
kemampuannya atau jauh dibawah kemampuannya maka
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
b. Teladanan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,
57
berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.
Dengan teladan pimpinan yang kurang baik, para bawahannya pun
kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan
bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus
menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai
kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin
yang baik pula
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasaan dan
kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika
kecintaannya karyawan semakin baik terhadap pekerjaannya, maka
kedisiplinan mereka akan semakin baik. Untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan
balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin
baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi,balas
jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan,
sebaliknya apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi
rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-
kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting
dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan
yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan
yang baik.
e. Pengawasan melekat (waskat)
58
Pengawasan melekat ialah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebab dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini
berarti atasan harus selalu ada ditempat kerja agar dapat mengawasi
dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaanyya. Waskat efektif
merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan,petunjuk, pengarahan dan
pengawasan dari atasannya.
f. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan,
sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat
atau ringan sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi
hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk
akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
Sanksi hukuman harusnya tidak selalu ringan atau terlalu berat
supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap
tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat
motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahan. Pimpinan harus
berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan
yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan.
Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi
karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
59
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan
dapat memlihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya,
apabila seorang pimpinan kurrang tegas atau tidak menghukum
karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara
kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan
semakin banyak karena mereka bertanggung jawab bahwa
peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan
yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang
melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah membuat peraturan
atau tata tertib pada perusahaan tersebut.
h. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusian yang harmonis diantara sesama karyawan
ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang
terdiri dari direct single relationship, direct group relationship dan
cross relationship hendaknya harmonis.
Indikator untuk mengukur kinerja menurut Hersey, Blacnchard dan
Johnson dalam Wibowo (2008, p.77) terdapat tujuh indikator kinerja
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari
oleh sesorang individu atau merupakan suatu keadaan yang lebih
baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan
demikian tujuan menunjukan arah kemana kinerja harus dilakukan.
Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan.
Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
60
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan
suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran
apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak
dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat di capai. Standar
menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses
atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terikat.
Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun
kuantitas, dalam mencapai tujuan yang yang didefinisikan oleh
standar. Umpan balik terutama penting ketika kita
mempertimbangkan real goals atau tujuan sebenarnya. Tujuan
yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan
berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan
untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja dan mencapai
tujuan. Dengan umpan dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan
sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat digunakan
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat
atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagai mana seharusnya. Tanpa
alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu,
61
orang harus dapat melakukan pekerjaanya dengan baik.
Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang
berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada
karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan,
menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau,
meminta umpan balik memberikan kebebasan melakukan pekerjan
termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya
yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintetif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan menunjukan prestasi
kerjanya, terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan
waktu dan kemampuan memenuhi syarat. Tugas mendapatkan
prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan
mengambil waktu yang tersedia, jika pekerjaan dihindari Karena
supervisor tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan
konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dari kemampuan
memenuhi syarat untuk berprestasi.
H4 : Variabel Gaya Kepemimpinan, Variabel Motivasi dan
Variabel Disiplin Kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan Terhadap Variabel Kinerja Karyawan.