bab ii landasan teori 2.1. asal mula adanya...

12
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahan Penelitian antropologi budaya menginformasikan bahwa pada mula pertama sekali manusia hidup dalam fase „pemetik‟. Mereka hidup dari buah-buah pohon. Pada masa itu mereka menyembah bumi. Sebab bumi dilihat sebagai „Sang Ibu‟ yang menghidupi. Fase ini diikuti oleh fase „berburu‟. Manusia memburu binatang untuk dimakan karena binatang buruan tersebut „kelihatannya‟ sudah disediakan bumi, maka bumi disembah sebagai „sang Ibu‟ yang menghidupi. Fase ketiga adalah fase „pertanian‟. Dalam budaya pertanian awal, selain fungsi bumi sebagai tempat bercocok tanam, maka dua hal menjadi mengemuka, yakni hujan dan matahari. Orang menyadari bahwa tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi. Obyek penyembahan bergeser, dari penyembahan terhadap bumi, menjadi penyembahan terhadap matahari. Matahari dilihat sebagai raja dan panglima yang perkasa yang menaklukkan kegelapan malam. Fase keempat adalah fase „penggembala‟ 1 . Seperti yang dimengerti, ternak yang digembalakan tergantung dari rumput, rumput tergantung dari hujan dan hujan tergantung dari matahari, maka obyek penyembahan terus pada matahari bukan pada bumi 2 . Persoalan muncul ketika terjadi krisis yang menyebabkan hidup menjadi sulit. Ada banjir besar, ada musim kering yang panjang, gunung meletus dsb. Sejak dari agama Purba, orang mengimani, bahwa ada kekuatan penentu kehidupannya dan berada diluar dirinya. Oleh karena 1 Istilah penggembala digunakan di sini untuk membedakannya dari peternakan modern, dimana ternak ditempatkan ditempat yang tetap, tidak berpindah pindah.Dalam fase penggembala, tenaknya berpindah pindah mengikuti gembala yang mencarikan rumput dan air untuk ternak gembalaan. 2 Dan Brown, penulis novel The DaVinci Code yang terkenal itu mengeksplorasi fakta antropologis ini untuk mengatakan bahwa model penyembahan sekarang yang berorientasi „ke atas‟ adalah penyimpangan. Penyembahan harus dikembalikan ke bawah. Dari sini dia memanfaatkan euphoria feminisme dan menuduh agama sekarang merupakan semacam penjajahan kaum maskulin. Ujung ujungnya yang harus disembah -menurut Brown- adalah Maria Magdalena dan bukan Yesus.

Upload: phamnhu

Post on 07-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Asal Mula Adanya Persembahan

Penelitian antropologi budaya menginformasikan bahwa pada mula pertama sekali

manusia hidup dalam fase „pemetik‟. Mereka hidup dari buah-buah pohon. Pada masa itu

mereka menyembah bumi. Sebab bumi dilihat sebagai „Sang Ibu‟ yang menghidupi. Fase ini

diikuti oleh fase „berburu‟. Manusia memburu binatang untuk dimakan karena binatang buruan

tersebut „kelihatannya‟ sudah disediakan bumi, maka bumi disembah sebagai „sang Ibu‟ yang

menghidupi. Fase ketiga adalah fase „pertanian‟. Dalam budaya pertanian awal, selain fungsi

bumi sebagai tempat bercocok tanam, maka dua hal menjadi mengemuka, yakni hujan dan

matahari. Orang menyadari bahwa tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi. Obyek

penyembahan bergeser, dari penyembahan terhadap bumi, menjadi penyembahan terhadap

matahari. Matahari dilihat sebagai raja dan panglima yang perkasa yang menaklukkan kegelapan

malam. Fase keempat adalah fase „penggembala‟1. Seperti yang dimengerti, ternak yang

digembalakan tergantung dari rumput, rumput tergantung dari hujan dan hujan tergantung dari

matahari, maka obyek penyembahan terus pada matahari bukan pada bumi2.

Persoalan muncul ketika terjadi krisis yang menyebabkan hidup menjadi sulit. Ada banjir

besar, ada musim kering yang panjang, gunung meletus dsb. Sejak dari agama Purba, orang

mengimani, bahwa ada kekuatan penentu kehidupannya dan berada diluar dirinya. Oleh karena

1Istilah penggembala digunakan di sini untuk membedakannya dari peternakan modern, dimana ternak

ditempatkan ditempat yang tetap, tidak berpindah pindah.Dalam fase penggembala, tenaknya berpindah pindah

mengikuti gembala yang mencarikan rumput dan air untuk ternak gembalaan. 2 Dan Brown, penulis novel The DaVinci Code yang terkenal itu mengeksplorasi fakta antropologis ini

untuk mengatakan bahwa model penyembahan sekarang yang berorientasi „ke atas‟ adalah penyimpangan.

Penyembahan harus dikembalikan ke bawah. Dari sini dia memanfaatkan euphoria feminisme dan menuduh agama

sekarang merupakan semacam penjajahan kaum maskulin. Ujung ujungnya yang harus disembah -menurut Brown-

adalah Maria Magdalena dan bukan Yesus.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

8

itu, untuk menyenangkan hati „Sang Kekuatan‟ itu, baik ketika semuanya berhasil dengan baik,

maupun ketika terjadi krisis, maka mereka memberikan „persembahan‟. Entah dari hasil tani,

ataupun ternak ataupun harta milik. Sejajar dengan perkembangan peradaban, yang kemudian

bertambah dengan perniagaan dan bidang-bidang lain yang sekarang dikenal sebagai sektor jasa,

maka persembahan juga makin bervariasi. Hal ini dicatat semuanya untuk menggaris-bawahi

empat hal.

Pertama, bahwa sekalipun gaya hidup dan gaya mata pencaharian berkembang, logika

bahwa rejeki melibatkan „campur tangan dari suatu kekuatan yang tak terlihat yang berada

diatas‟ tetap saja berlaku sepanjang sejarah peradaban. Kedua, bahwa persembahan itu

diberikan dari berbagai jenis mata pencaharian yang makin bervariasi. Ketiga, pengaturan

terhadap apa yang dipersembahkan itu makin lama makin bervariasi juga. Keempat, ini semua

diyakini sebagai kehendak dari kekuatan yang tak terlihat itu.3

2.2. Pengertian Persembahan

Pengertian persembahan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu dari sudut pandang

Perjanjian Lama dan dari sudut pandang Perjanjian Baru. Dalam PL, kata persembahan berarti

korban. Dengan mempersembahkan korban pada Allah, maka manusia mempersembahkan suatu

persembahan dengan maksud untuk memperoleh kemurahan hati Allah tersebut. Hal ini

dilakukan dengan membakar persembahannya di atas mesbah selaku lambang penyerahan yang

sungguh-sungguh kepada Allah.4

Kata persembahan berasal dari kata benda ibrani yaitu “korban” yang berkaitan dengan

kata kerja memiliki yang artinya menghampiri. Oleh karena itu, suatu persembahan merupakan

3Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1994), hlm. 51-52 4 F.L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah, Jillid 1, Perjanjian Lama, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1965),

hlm. 228

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

9

pemberian orang Israel yang dibawa untuk menghampiri Allah dan untuk menikmati persekutuan

dan berkat-Nya. Orang Israel membawa persembahan untuk mengungkapkan syukur,

menyatakan iman, serta memperbaharui persekutuan dan memperdalam penyerahan mereka

kepada Tuhan atau mereka memohon pengampunan kepada Tuhan.

Ada dua istilah yang sangat dekat penggunaannya dalam PL. Istilah-istilah itu adalah

„Korban‟ dan „Persembahan‟. Apabila istilah „korban‟ digunakan, maka hal itu pasti

menyangkut sesuatu yang disembelih. Ada darah di sana. Sementara kalau istilah „persembahan‟

digunakan, maka tidak harus ada yang disembelih. Jadi istilah persembahan lebih luas

jangkauannya dari istilah korban5. Persembahan dalam arti umum adalah pemberian berupa uang

atau harta benda lainnya bagi pekerjaan Tuhan. Misalnya untuk pembuatan kemah Suci (Kel.

35:5) atau juga untuk menolong sesama orang miskin (Kis. 24:17). Perjanjian Lama juga

menyampaikan informasi tentang adanya persembahan khusus dari setiap orang yang tergerak

hatinya untuk membantu terpenuhinya kebutuhan bagi rumah Tuhan, jadi bukan merupakan

kewajiban bagi setiap orang, Kel 25:2; 29:24- 28; Bil 18:8, 19; Neh. 12:44. Fakta ini

menyiratkan bahwa di jemaat selalu saja ada sebagian warga jemaat yang memiliki kepekaan

yang amat tinggi untuk menyisihkan sebagian dari hartanya untuk keperluan gereja6

Selain itu, ada juga pemberian persepuluhan sebagai persembahan. Perpuluhan adalah

milik Tuhan, maka jika kita tidak memberikannya sama dengan merampas milik Allah, seperti

disebutkan dalam Maleakhi 3:8. Akan tetapi perpuluhan tidak mempunyai arti apa-apa, di

hadapan TUHAN, jika dilakukan tanpa disertai dengan rasa keadilan, belas kasihan, dan

kesetiaan (bdk. Mat. 23:23; Luk. 18:12). Pemberian persembahan perpuluhan bukan untuk

5 W.S. Lasor, D.A. Hubbard, dan F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat dan Sejarah, (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 217-219 6 Perhatikan isi kitab Keluaran 35:21 di bawah ini.“Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak

hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan

melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu.”

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

10

mendapatkan berkat seperti yang dipahami oleh beberapa orang, (“Bawalah seluruh

persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan

di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan

bagimu tingkap- tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan", Mal.

3:10), melainkan persembahan perpuluhan sebagai ungkapan syukur, tanda kasih, dan rasa

hormat kepada Allah. Perpuluhan adalah persembahan jasmaniah. Namun keputusan untuk

mempersembahkannya adalah persoalan batiniah yang di dalamnya termasuk masalah motivasi.

Allah melihat hati (1Sam.16:7), itulah sebabnya Ia selalu mengoreksi isi hati.

Selain persepuluhan, bangsa Israel dituntut untuk memberikan banyak persembahan

lainnya kepada Tuhan, terutama dalam bentuk berbagai korban. Kitab Imamat menjelaskan

berbagai upacara korban: korban bakaran (Im 1:1-17;6:8-13), korban sajian (Im 2:1-16;6:14-23),

korban keselamatan (Im 3:1-17; 7:11-21), korban penghapus dosa (Im 4:1-5:13; 6:24-30), dan

korban penebus salah (Im 5:14-6:7; 7:1-10).

2.3. Persembahan dalam PL

Ritual pemberian persembahan sendiri di dalam Alkitab diawali ketika Kain dan Habel

mempersembahkan hasil pekerjaannya kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagian hasil

pertaniannya dan Habel mempersembahkan anak sulung hasil peternakannya. Alkitab

menjelaskan, persembahan Habel diterima dan Allah mengindahkannya, sementara persembahan

Kain tidak berkenan kepada Allah (Kej. 4: 5-8)7. Kemudian kitab Kejadian menceritakan Nuh

yang memberikan persembahan setelah selamat dari murka Allah dengan air bah-Nya (Kej. 8: 20

- 22). Abraham setelah tiba di Kanaan langsung membangun mezbah dan memanggil nama

7 H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuna, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hlm. 86

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

11

Tuhan (Kej. 12: 8). Yakub juga memberikan persembahan kepada Tuhan setelah berpisah

dengan Laban mertuanya (Kej. 31: 43-55).

Dalam Perjanjian Lama kita membaca bagaimana persembahan diterima berdasarkan

kualitasnya. Artinya melalui kualitas persembahan seseorang maka dapat dilihat sikap hati orang

yang memberikan persembahan itu. Orang yang tulus memberikan yang terbaik untuk

dipersembahkan. „Menyisihkannya‟ sejak awal untuk dipersembahkan. Oleh karena Allah

memperhatikan sikap hati inilah, maka persembahan Kain ditolak, sementara persembahan Habel

diterima8. Terlepas dari apa yang terjadi kemudian, kita belajar satu hal, bahwa, Tuhan Allah

melihat sikap hati. Dan karena itu sikap kita ketika memberikan persembahan harus cocok

dengan apa yang Tuhan Allah inginkan.

Inti utama dari persembahan adalah adanya hubungan antara yang mempersembahkan

dan yang diberi persembahan. Penyajian dan penerimaan persembahan menjadi tanda adanya

hubungan dan ikatan antara Allah dan umat yang menyembah-Nya. Sebagai jawaban terhadap

bimbingan dan petunjuk Allah pribadi, maka umat-Nya menyajikan persembahan korban dengan

kesetian yang sangat mendalam.9

2.4. Persembahan dalam PB

Persembahan dalam Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban,

melainkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan

atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan syukur,

bukan balas jasa, karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah adalah cuma-cuma, tidak

dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manusia. Jadi pengertian "membalas kebaikan

8 Lihat Kej 4 : 3 – 10 bdk. Ibr. 11 : 4

9 Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, hlm. 194

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

12

Tuhan", dalam konteks Perjanjian Baru adalah merupakan respon atas rasa syukur penebusan

tersebut, bukan dalam pengertian timbal balik.

PB tidak mengutamakan persembahan dalam arti uang atau benda, tetapi yang jauh

lebih penting adalah kesediaan seseorang untuk bertobat. Perhatikan Injil Matius 9:13 “Jadi

pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan

persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang

berdosa.” Bukan jumlah atau banyak-sedikitnya persembahan yang dikehendaki oleh Tuhan

Yesus, melainkan bobot pengorbanan yang mendasari persembahan yang diberikan. Pemahaman

ini bisa kita baca di Injil Markus 12: 4110

.

Konsep persembahan dalam Perjanjian Baru mulai masuk pada intinya, jika dibandingkan

dengan Perjanjian Lama yang tampaknya lebih menekankan pada hukum dan peraturan.

Sedangkan di dalam Perjanjian Baru tidak terdapat aturan persembahan, bahkan dalam I

Korintus yang sering membicarakannya, yang dibahas justru mengenai motivasi atau jiwa (spirit)

persembahan. Persembahan di Perjanjian Baru sebagai simbol rasa hormat dan kerinduan untuk

memuliakan Tuhan. Perhatikan Injil Matius 2:11 “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu

dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka

tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan

dan mur.”11

Rasul Paulus menghayati persembahan bukan hanya uang atau benda, tetapi seluruh

hidup. Perhatikan Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan

kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang

berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Istilah “tubuh = seluruh hidup” artinya

10

Henkten Napel, Jalan yang Lebih Utama lagi: Etika Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1988) hlm. 83-84 11

Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (terjemahan), (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm. 101-102

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

13

menghayati dan mempraktekkan hidup untuk memusatkan perhatian kepada orang lain, bukan

lagi untuk dirinya sendiri.12

Inilah dasar persembahan Kristen di dalam Perjanjian Baru. Jadi,

Persembahan berarti memberi sesuatu kepada Allah, baik berupa uang, harta, tubuh, maupun

semua aspek kehidupan, sebagai pernyataan penyembahan kepada Allah.

Apa pun yang kita persembahkan, baik itu untuk pekerjaan Tuhan atau menolong orang

lain, kita memberikannya dengan hati yang tulus murni. Alkitab menyatakan, "Hendaklah

masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena

paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup

melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di

dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan" (2 Korintus 9:7-8).

Adalah sangat sulit untuk membedakan pemberian dengan tujuan menerima kembali dan

pemberian dengan motivasi yang benar.

Yesus sangat menekankan motivasi dalam memberi persembahan. Bagi Yesus bukan

jumlah nominalnya namun motivasi yang menggerakkan seseorang memberi persembahan itulah

yang terpenting dan menentukan nilai persembahan itu (Matius 6:1-4). Sebab itu Yesus

menganjurkan memberi persembahan secara tersembunyi untuk menguji kesungguhan dan

ketulusan hati orang yang memberi. Orang yang memberikan persembahan untuk mendapatkan

pujian dari sesama manusia sudah mendapatkan upahnya (dari manusia) dan karena itu tidak

mendapatkan upah lagi dari Allah Bapa yang di sorga.

Oleh karena itu, motivasi memberi untuk mendapatkan dengan dasar 2 Korintus 9:6

(“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang

menabur banyak, akan menuai banyak juga”) adalah kesalahan besar. Akan tetapi hendaklah

masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena

12

Th. Van den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 652-656

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

14

paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Umat Tuhan jangan

sampai memberikan sesuatu dengan tujuan utama untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan. Syarat

utama memberi persembahan adalah kerelaan hati. Arti "kerelaan" adalah tidak mengharapkan

balasan. Jika seseorang memberi dengan rela, maka ia pasti tidak mengharapkan apa pun dari

pemberian tersebut.

Apa yang ditabur itu juga yang akan dituai. Galatia 6:7 "Jangan sesat! Allah tidak

membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan

dituainya". Paulus memberikan peringatan tentang motivasi memberi persembahan. Orang yang

memberikan dengan motivasi "daging" akan berbeda dengan orang yang memberi dengan

motivasi "roh". Galatia 6:8, "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai

kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang

kekal dari Roh itu."

Dalam Perjanjian Baru, hati dan dirilah yang seharusnya harus dipersembahkan kepada

Tuhan. Uang tidaklah dapat menggantikan hati dan diri kita. Uang juga tidak dapat

menggantikan sikap dan tingkah laku kita yang diminta Tuhan. Sebab Allah lebih menyukai

kasih setia dan pengenalan akan Allah daripada korban persembahan.

2.5. Makna Persembahan

Ada begitu banyak warga jemaat yang menanyakan tentang persembahan yang benar itu

yang bagaimana? Mengapa di gereja tidak ditekankan persembahan? Pada satu sisi pertanyaan

ini menyenangkan, karena tersirat adanya semangat untuk mempersembahkan secara

bertanggungjawab. Namun di sisi lain, juga sedikit merisaukan, mengapa? Karena sudah begitu

lama kita hidup sebagai orang percaya, tetapi mengapa sesuatu yang seharusnya sudah menjadi

bagian atau bahkan identitas setiap orang percaya, ternyata masih menjadi pertanyaan. Apakah

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

15

hal ini disebabkan karena Alkitab kurang jelas memberikan gambaran tentang persembahan?

Ataukah karena tidak ada ajaran secara resmi dan baku dari gereja tentang persembahan?

Ataukah gereja tidak cukup sering memberi pemahaman tentang persembahan? Bagaimana pun

pertanyaan di atas harus dijawab. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam bagian ini akan

dijelaskan makna persembahan bagi orang percaya

2.5.1. Ungkapan Syukur kepada Allah

Kisah Abram dan Melkisedek (Kej.14:18-20) adalah peristiwa persembahan

perpuluhan pertama yang dicatat dalam Alkitab. Prinsip kerja perpuluhan adalah

sepersepuluh dari berkat yang diterima diberikan kepada Allah sebagai ungkapan rasa

syukur. Perpuluhan bukan semacam "pancingan" supaya Allah memberikan berkat lebih

besar. Abram memahami dari siapa semua berkat yang diterimanya, sehingga kepada siapa ia

seharusnya berterima kasih. Persembahan merupakan wujud dari syukur kepada Tuhan.

Menarik sekali, kala Allah menegur Israel karena memiliki konsep yang keliru

mengenai persembahan, Dia berkata demikian, “persembahkanlah syukur sebagai korban

kepada Allah” (Mzmur. 50:14). Ternyata, melalui ayat itu Tuhan mau berkata bahwa yang

penting bukan persembahan itu. Persembahan dapat saja berjumlah banyak atau sedikit

tergantung tingkat ekonomi seseorang. Orang yang kaya dapat memberi banyak, tetapi

seorang miskin seperti janda miskin yang dipuji Yesus memberi dengan jumlah sangat

minim. Berapa jumlah persembahan bukan persoalan utama bagi Tuhan karena Ia memiliki

segalanya. Yang penting bagi Tuhan adalah hati kita. Apakah kita memberikan persembahan

sebagai ungkapan syukur, ataukah kita memiliki maksud-maksud yang lain.

2.5.2. Tanda Kasih kepada Allah

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

16

Motivasi memberikan persembahan harus benar, dan bersih (Ams.4:4). Uang

merupakan persembahan jasmaniah. Namun keputusan untuk mempersembahkannya adalah

persoalan batiniah yang di dalamnya termasuk masalah motivasi. Allah melihat hati

(1Sam.16:7), itulah sebabnya Ia selalu mengoreksi isi hati. Motivasi persembahan bukan

"penyuapan" supaya Allah tidak mengungkit dosa yang dilakukan, Allah anti penyuapan.13

Persembahan tidak mempunyai arti apa-apa, di hadapan Tuhan, jika dilakukan

tanpa disertai dengan rasa keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (Mat.23:23), serta sikap

rendah hati (Luk.18:12). Persembahan bukan semata kewajiban yang hanya sekedar ditaati

agar pelakunya "lolos sensor" Allah atau sekedar rasa tanggung jawab untuk membayar,

melainkan kesadaran kemanusiaan yang dilandasi sikap bersandar kepada TUHAN.

Persembahan harus keluar dari kehendak hati yang rela dan suka cita (2Kor.9:7 bdk. dengan

Ul.12:7,11; 14:26). Persembahan bukan iuran yang memaksa setiap anggota untuk membayar

tarif 10%. Kerelaan dan rasa suka cita lebih dari sekedar angka 10%, itu maksud Allah.

2.5.3. Mengajarkan Sikap Takut akan Tuhan

Persembahan dinikmati dengan hati yang takut kepada Tuhan sebagaimana

dikatakan: "Di hadapan TUHAN, Allahmu, ... haruslah engkau memakan persembahan, ...

supaya engkau belajar untuk selalu takut akan TUHAN, Allahmu" (Ul.14:23). Persembahan

dipakai untuk dinikmati manusia. Bagi Allah, kenikmatan-Nya adalah kejujuran dan ketaatan

manusia sebagai bukti dari adanya rasa "takut" kepada diri-Nya, yakni suatu perasaan

"hormat (respectful), takjub, kagum, bersyukur, gembira dan bangga, dengan disertai kasih

mesra" kepada Allah.14

Jadi, makna kata "memakan persembahan di hadapan TUHAN",

13

Ibid 14

Th. Van den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 652-656

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

17

seperti disebutkan dalam ayat 23 tersebut, mengandung makna menikmati Kemahakuasaan

Allah sehingga lahirlah perasaan "takut" akan Allah.

2.5.4. Menyenangkan Allah

Kalimat terakhir yang digunakan Paulus dalam Roma 12:1 untuk menerangkan arti

dari persembahan yang hidup adalah "menyenangkan Allah". Tapi ini juga merupakan

kesimpulan dari apa yang telah dibicarakan dalam bagian ini, karena tujuan utamanya adalah

jika kita melakukan hal yang Paulus usulkan sebutlah, mempersembahkan tubuh sebagai

persembahan yang hidup, kudus untuk Allah. Kita juga akan menemui bahwa apa yang telah

kita lakukan adalah menyenangkan hati Allah atau diterima. Sangatlah mengagumkan bahwa

Allah menemukan sesuatu yang mungkin dapat kita lakukan untuk menyenangkan-Nya.

Perhatikan bahwa kata menyenangkan muncul dua kali dalam kalimat yang pendek itu. Kali

pertama, yaitu apa yang kita lihat di sini, menyatakan bahwa mempersembahkan diri kepada

Allah adalah menyenangkan-Nya. Kali kedua, muncul di akhir ayat kedua, menyatakan

bahwa ketika kita melakukan hal ini kita akan menemukan kehendak Allah dalam hidup kita

yaitu untuk menyenangkan Allah sejauh dan sesempurna mungkin. Semua orang percaya

sadar bahwa kehendak Allah bagi kita merupakan hal yang menyenangkan. Bagaimana

mungkin tidak jika Allah adalah Allah yang Bijaksana dan Sumber kebaikan? Kehendak-Nya

pasti adalah hal yang baik untuk kita.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, baik dalam Perjanjian Lama

maupun Perjanjian Baru memberikan informasi yang amat beragam tentang persembahan.

Tentulah tidak bijak kalau kita hanya mau menekankan atau mengambil satu jenis persembahan

yang terdapat di Perjanjian Lama, dan mengesampingkan macam-macam persembahan lainnya.

Oleh karena itu menjadi semakin jelas bagi kita bahwa saat ini, untuk memahami persembahan,

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Asal Mula Adanya Persembahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6848/2/T1_712008028_BAB II.pdf · di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,

18

tidak bisa lagi diambil secara harafiah baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Sebab

kalau ingin mengambil begitu saja makna persembahan/persembahan korban dari Alkitab,

pastilah akan kita temui berbagai kesulitan. Sebab aturan tentang persembahan di Perjanjian

Lama amat rumit.

Demikian pula halnya dengan persembahan. Konsep persembahan di Perjanjian /Lama

antara lain adalah sebagai sarana pembinaan umat dan sebagai tanda kesetiaan dan kepatuhan

umat terhadap Tuhan. Bagi umat Israel di zaman Perjanjian Lama, hukum itu memang mutlak.

Kesetiaan dan kepatuhan umat Israel Perjanjian Lama terhadap aturan persembahan itu mengikat

sekali. Artinya, ketidaksetiaan dan ketidakpatuhan mereka terhadap aturan itu akan membawa

mereka kepada kebinasaan (Amos 5: 7 dst.). Sedangkan konsep persembahan di Perjanjian Baru

berbeda. Persembahan tidak menentukan keselamatan, tetapi sebagai salah satu buah ucapan

syukur. Di Perjanjian Baru kesetiaan dan kepatuhan orang percaya kepada Tuhan-nya tidak lagi

ditandai oleh besar kecilnya persembahan, tetapi oleh cara hidup yang menjunjung tinggi nilai-

nilai kerajaan Allah, yaitu: kasih, keadilan, kebenaran, suka cita, damai sejahtera.