bab ii konsep dasar gastroentritis a....
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP DASAR
GASTROENTRITIS
A. Pengertian
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal / bentuk
tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis adalah istilah umum untuk berbagai macam keadaan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi dan menimbuklan gejala-gejala berupa hilangnya nafsu
makan, mual, muntah, diare ringan sampai berat dan rasa tidak enak diperut .
Menurut keempat pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen.
B. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Syaifuddin ( 1997 ), susunan pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
a). Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan
pipi.
1). Bibir
Disebalah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebalah dalam ditutupi oleh
selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator
anguli oris mengakat dan depresor anguli oris mengakat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.
2). Pipi, dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang
terdapat pada pipi adalah buksinator.
3). Gigi
b). Bagian rongga mulut atau bagian dalam rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis disebelah belakang
berambung dengan faring.
1). Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang
tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebalah tulang maksilaris dan lebih
kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak)
terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
2). Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot lidah ini dapat di gerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah, Dorsum
Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua = ujung lidah. Pada pangkal
lidah yang ke belakang terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua)
terdapat putig-puting pengecap atau ujungsaraf pengecap. Fenukum
Lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-
kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
3). Kelenjar ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar
ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di bawah
tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar
sublingualis) yang terdapat disebalah depan dibawah lidah.Di bawah
kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah disebut
koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah
(saliva). Di sekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu
kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan dari telinga di antara
prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus
stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut
melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksikaris terletak
dibawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni
bermuara di rongga mulut bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah
didasari oleh saraf-saraf tak sadar.
4). Otot lidah. Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (muskulus
mandibularis, dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk
anyaman bergabung dengan otot insintrik yang terdapat pada lidah. M
genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan
tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
2. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus), didalam lengkungan faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit. Disini terletak persimpangan
antara jalan nafas dengan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidungm didepan ruas belakang, keatas bagian depan dengan rongga
mulut dengan perantara lubang yang disebut ismus fauisium.
3. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan kolumna
vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke depan,
menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke
dalam lambung adalah kardia.
4. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebalah kiri fundus uteri.
Lambung terdiri dari 6 bagian yaitu :
1. Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebalah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Korpus Vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
3. Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk sfingter pilorus.
4. Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari oseteum
kardiak sampai ke pilorus.
5. Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari sisi kiri
oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju ke kanan sampai ke
pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis tebantang dari bagian atas
kurvatura sampai limpa.
5. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri atas :
a). Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
b). Otot memanjang (m. Longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Intestinum minor terdiri dari :
1). Duodenum (usus 12 jari)
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat
selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada papila vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koleduktus) dan saluran pankreas (duktus
pankreatikus).
2). Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter.
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf
ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antar yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan
perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat
dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis
atau valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas
melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi.
Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar
permukaan usus. Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh epiel dan
kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang
memegang peranan aktif dalam pencernaan.
6. Intestinum Mayor (usus besar)
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan
jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
a). Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga juga umbai cacing, panjang 6 cm.
b). Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas
dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini
disebut Fleksura hepatika dilanjutkan sebagai kolon transversum.
c). Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.
Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih dapat
di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang
seikum.
d). Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membujur dari kolom asendens sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebalah kanan terdapat fleksura hepatica dan
sebelah kiri terdapat fleksra linealis.
e). Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung
dengan kolon sigmoid.
f). Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubungan
dengan rectum.
7. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar (udara luar). Terletak diantara pelvis, dindignya diperkuat oleh 3
sfingter :
1). Sfingter Ani Internus
2). Sfingter Levator Ani
3). Sfingter Ani Eksternus
1. Fisiologi Gastrointestinal
Pada sistem pencernaan, makanan terdiri dari 3 fase : pergerakkan
makanan, sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.
Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah :
a. Pergerakan makanan
Jenis fungsional pergerakan saluran pencernaan, yaitu :
1). Gerak mencampur, disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil dinding
usus.
2). Gerakkan mendorong - peristaltik (proporsive)
Peristaltik ditimbulkan oleh ransangan sehingga terjadi peregangan.
Peristaltik terjadi pada tractus gastrointerstinal, saluran empedu, ureter
dan saluran kelenjar lain di seluruh tubuh dan sebagian besar tabling otot
polos lain dalam tubuh.
b. Proses pergerakan makanan
Mulut, faring, esofagus. Jumlah makanan yang dicerna seorang
ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis makanan yang
disukai (selera). Mekanisme pencernaan, yaitu : penguyahan (mastikasi) yaitu
gerak menggigit, memotong dan menggiling makanan di antara gigi atas dan
bawah. Otot utama mengunyah : muscular maseter, musculus temporalis dan
muculus pterigoid.
Sebagian besar otot polos mengunyah dipersyarafi oleh cabang
motoris syaraf otot ke V dan proses mengunyah diatur oleh nukleus pada
batang otak.
Adapun reflek penguyahan sebagai berikut : adanya bolus makanan
dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot pengunyah, yang
memungkinkan otot rahang bawah turun yang mengakibatkan kontraksi
memantul.
Proses penguyahan sangatlah penting karena enzim-enzim pencernaan
terutama bekerja pada permukaan partikel makanan sehingga mempengaruhi
kecapatan pencernaan dan mempermudah pengosongan makanan dalam
lambung.
c. Menelan (deglutisi)
Proses menelan dibagi dalam 2 stadium :
1. Stadium valunter
Makanan yang siap ditelan, secara sadar makanan ditelan atau didorong ke
bagian belakang mulut oleh tekanan lidah keatas dan ke belakang terhadap
palatum. Jadi lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam faring.
2. Stadium faringeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, maka merangsang
daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke batang otak untuk
melakukan serangkaian kontraksi otot faring.
Mekanismenya :
a. Palatum Molle didorong keatas menutup nareas posterior untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
b. Arkus Palatofaringeus pada setiap sisi faring tertarik ke tengah untuk
saling mendekati sehingga membentuk celah untuk lewat makanan.
Pita suara alring sangat berdekatan dengan epiglotis mengayun ke
belakang atas pintu superior larings untuk mencegah makanan masuk
kedalam trakea.
c. Seluruh laring ditarik ke atas dan ke depan dan sfingter esofagus atas
berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan mudah
dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus atas.
Saat laring diangkat dan sfingter esofagus relaksasi, musculus
konstriktor faring superior berkonstraksi maka terjadilah gelombang
peristaltik.
Pada stadium ini, pengeluaran syaraf atas stadium laringeal yaitu
terletak pada daerah cincin sekit, lubang laring dengan kepekaan
terbesar pada “tonsilitar pillar”. Impuls dihantarkan dari daerah-daerah
tersebut melalui bagian sensoris nervus trigeminus dan nervus
glosofaringeus menuju kedaerah-daerah medulla oblongata dan bagian
pons yang merupakan bagian pusat menelan. Impuls dari pusat
menelan dikirim kelaring dan bagian atas esofagus melelui saraf otak
ke V, IX, X, dan XII yang kemudian menyebabkan menelan.
3. Stadium Esofageal
Dalam keadaan normal, esofagus menunjukkan dua jenis gerakkan
peristaltik yaitu peristalitik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik
perimer merupakan lanjutan gelombang peristaltik yang dimulai pada dan
menyebar ke esofagus selama stadium faringeal proses menelan.
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10
detik. Sedangkan eristaltik sekunder adalah gelombang peristaltik yang
berasal dari esofagus akibat adanya regangan esofagus oleh makanan yang
tertinggal.
Peristaltik esofagus dikontrol oleh reflek fagus yang dihantarkan melalui
saraf aferen vagus dari esofagus kedalam medula oblongata dan kembali
lagi ke esofagus. Setelah makanan masuk ke lambung maka sfingter
esofagus bawah akan menutup untuk mencegah refluk. Sfingter ini bekerja
dipengaruhi oleh nervus meinterikus.
d. Fisiologi Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam
kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkonstraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida (HCL),
prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah pada terbentuknya tukak lambung.
Fungsi motorik lambung ada 3 :
1. Menyimpan makanan dalam jumolah besar sampai makanan tersebut
dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan.
2. Mencampur makanan tersebut dangan sekret lambung sampai ia
membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus.
3. Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke dalam
usus halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi
oleh usus halus.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna mecegah memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi
juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
bakteri. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh : syaraf yang disebabkan oleh
makanan. Hormon gastrin yang dikeluarkan mukosa antrum yang
menimbulkan efek meningkatnya pengosongan lambung.
Adapun faktor penghambat pengosongan lambung :
Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum pada aktifitas pylorus. Bila kimus
memasuki duodenum isyarat refleks sarat dihantarkan kembali ke lambung
untuk menghambat peristaltik dan meningkatkan tonus pylorus. Faktor-faktor
yang secara terus menerus menimbulkan reflek enterogastrik :
1. Derajat peregangan duodenum
2. Derajat kesamaan kimus
3. Osmolaritas kimus
4. Adanya iritasi mukosa duodenum
5. Adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan lemak)
Peranan dari hormon atau isyarat umpan balik hormonal dari
duodenum adalah
a) Kolesistokinin, diproduksi dari mukosa jejenum dala respon terhadap
lemak dalam kimus. Berfungsi untuk menghambat pengosongan lambung
yang meningkat akibat kerja hormon gastrin.
b) Sektrin, diproduksi dari mukosa duodenum yang merespon terhadap asam
lambung, yang berfungsi menurunkan motalitas pencernaan.
c) Hftnon peptida penghambat lambung yang dikeluarkan dari bagian atas
usus halus karbohidrat berfungsi menghambat motilitas lambung.
e. Fisiologi Usus Halus
Pergerakkan usus halus ada 2, yaitu :
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu desakan kimus.
2) Kontraksi Pendorong
Kimus mendorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya kimus
ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang
ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama dihancurkan melalui
mientertus dari lambung turun sepanjang dinding usus halus.
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter
iliosekal terutama diatur refleks yang berasal dari sekum. Refleksi dari
sekum ke sfingter iliosekal ini diperantai oleh meinterikus. Dinding usus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)
dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa
usus, seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang
dinamakan “peristaltic rusrf” merupakan peristaltic yang sangat kuat yang
berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa menit.
f. Usus Besar
Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan
feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam :
1. Pergerakkan pencampur (Haustrasi) yaitu gabungan otot polos dan
longitudinal namun bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol
keluar menjadi seperti kantong.
2. Pergerakkan pendorong “mass movement”, yaitu kontraksi usus besar
yang mendorong feses ke arah anus.
Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek gastroiliaka, reflek
duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam
usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. Beberapa sifat khas otot
pada usus adalah sebagai berikut : osisitium fungsional yang berarti bahwa
potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya
dihantarkan dari seranut ke serabut.
Kontraksi otot intestinal, otot polos saluran pencernaan menunjukkan
kontraksi tonik dab kontraksi ritnik. Kontraksi tonik bersifat kontinue, sfingter
pylorus, ileosekalis dan analis semuanya membantu pergerakkan makanan
dalam usus. Kontraksi ritnik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran
pencernaan, seperti pencampuran makanan atau dorongan peristaltik
makanan.
Pleksus meinterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinal sedangkan
pleksus sub mukosa penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan
banyak fungsi sensoris, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus dan
banyak dari reseptor regangan dalam dinding usus.
g. Rektum dan Anus
Di sini di mulailah proses deveksi akibat adanya Mass movement.
Mekanisme :
1. Kontraksi kolon desenden
2. Kontraksi reflek rectum
3. Kontraksi reflek signoid
4. Relaksasi sfingter ani
Reflek defeksi dimulai bila serabut syaraf sensorik dalam rectum di rangsang
regangan isyarat dihantarkan ke bagian sakral medula spinalis lalu secara
reflek kembali ke kolon desenden, rectum, sigmoid dan anus melalui serabut
saraf para simpatis dalam nervi erigentes. Isyarat para simpatis ini melalui
gelombang peristaltik yang kuat. Isyarat averen yang masuk medula spenalis
juga memulai reflek lain seperti bernafas dalam penutupan glottis dan
konstraksi otot-otot abdomen untuk mendorong masa feses dalam kolon ke
bawah sementara pada saat sama menyebabkan rantai pelvis terdorong
kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan feses ke bawah.
C. Etiologi / Faktor Predisposisi
Penyebab gastroenteritis dibagi atas dasar etilogi, patologi anatomi saluran
cerna, karena infeksi dan kelainan diluar saluran cerna. Kemungkinan faktor yang
mempengaruhi antara lain seperti kelainan endokrin, faktor defisiensi faktor
neurologis dapat mempengaruhi kondisi penderita. (Hadi Sujono, 1990 : 43)
Menurut Ryle and Bockus (1924) clt, Hadi Sujono (1990) membagi diare
berdasarkan variasi faktor penyebab sebagai berikut :
1. Diare karena kelainan pada saluran pencernaan makanan.
2. Diare karena penyakit infeksi.
3. Diare karena kelainan di luar saluran makanan.
Diare karena kelainan pada saluran makanan dapat dibagi sebagai berikut :
a. Kelainan di lambung atau gastrogenousus dapat disebabkan oleh :
1) Akilia Gastrika
2) Tumor
3) Pasca gastrectomi
4) Vagotomi
b. Kelainan di usus halus atau entergenous enteritis regionalis dan entro kolitis
gangguan absorbsi, misalnya sindroma melabiorbi primer maupun sekunder dapat
disebabkan :
1) Fistula Intestinal
2) Obstruksi intestinal parsial
3) Tumor
c. Kelainan usus besar dapat disebabkan :
1) Kolitis Ulterosa
2) Tumor
3) Divertukolosis
4) Obstruksi kolon parsial
5) Endometriosis
6) Poliposis
Diare karena penyakit infeksi dapat dibagi sebagai berikut :
a. Infeksi Parasit
1) Amuba
2) Balan fidum koli
3) Helmentiasis : askaris, ankolis, sistoma, dll
b. Infeksi bakteri
1) Shigella
2) Salmonella
3) Echariadium
4) Klosterdium
5) Tuberkolosis
6) Basiker disentri
7) Para cholere eltor
8) Stafikolosis entero kolitis
c. Infeksi virus
Entero virus
d. Infeksi jamur
Monilia
e. Keracunan makanan : toksik yang dikeluarkan untuk makanan itu sendiri.
Diare karena kelainan diluar saluran makanan dibagi sebagai berikut :
a) Penyakit di pankreas, misalnya pankreas kronis, karsinoma pankreas, tumor
diselislet
b) Kelainan endokrin, misalnya hipertiroidisme, DM, penyakit addison’s disease.
c) Kelainan hepatobiliar
d) Uremia
e) Penyakit kalogen
f) TBC paru
g) Penyakit Neurologis
h) Akibat keracunan makanan
i) Akibat pemberian antibiotik tinja
Menurut Soeparman (1993), penyebab diare dibagi sebagai berikut :
a) Disebabkan oleh faktor diit
1) Makanan berlebihan (terlalu asam, terlalu pedas, yang merangsang sistem
pencernaan)
2) Mengenal makanan baru
3) Buah-buahan yang belum dibersihkan
4) Memberikan terlalu banyak susu formula
5) Diare osmotik efek dari pemberian susu formula yang banyak
mengandung gula dan lemak.
b) Disebabkan oleh faktor kimia
1) Metal berat (arsene, timah hitam, mercuri)
2) Fosfat organik
3) Ferrosuse sulfat
c) Faktor enteropatologi
1) Bakteri : Escheria coli, Shigella, Salmonella, Vibrio Cholera,
Stapilokkue aureus.
2) Virus : Adeno virus, Rofa virus
3) Parasit : Amubiasis, akarialis, gardiatis, cacridietis
d) Faktor infeksi parental
1) ISPA (infeksi saluran pernapasan akut)
2) ISK (infeksi saluran kemih)
3) Otitis Media
e) Faktor inflamasi bowel desease
f) Faktor neurologis
1) Episode cemas yang meningkat
2) Periode tekanan emosi
3) Cemas berlebihan
4) Psikogenik, irritable, colon in hiper aktif children
D. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dilihat dari beberapa faktor penyebab antara lain :
1. Faktor Kelainan pada Saluran Makanan
Kelainan pada lambung, usus halus dan usus besr yang disebabkan untuk penyakit
antara lain akilia gastrika, humor, pasca gastrektomi, vagotomi, vistula intestinal.
Obstruksi intestinal parsial divertikulosis, kolitis ulerosa, poliposis dan endotriatis
dapat mengakibatkan perubahan pergerakkan pada dinding usus. Jika pergerakkan
dinding usus menurun (normal 5-30x menit) hal ini menyebabkan perkembangan
biakan bakteri bertambah dalam rongga usus atau jika pergerakkan dinding usus
meningkat, peristaltik usus juga meningkat, sehingga terjadi percepatan kontak
makanan dengan permukaan usus, makanan lebih cepat masuk ke dalam lumen
usus dan kolon, kolon bereaksi cepat untuk mengeluarkan isinya sehingga terjadi
hipersekresi yang menambah keenceran tinja.
2. Faktor Kelainan diluar saluran pencernaan
Kelainan diluar saluran pencernaan yang dapat mengakibatkan diare dibagi atas :
a. Faktor penyakit
Faktor penyakit seperti pankreastitis, uremia, dan penyakit kolagen. Kelainan
endokrin (hipertiroidisme, DM, penyakit addison). Berdasarkan dari sifat dan
karakteristik penyakit ini dalam keadaan bereaksi, saluran pencernaan
berespon terhadap relaksi penyakit tersebut yang menyebabkan gangguan
pergerakkan usus bisa menurun atau meningkat normal 5-30x menit sehingga
terjadi hipersekresi oleh usus yang mengakibatkan diare.
b. Faktor psikologis
Adanya rasa cemas dan takut akan mempengaruhi hipotalamus yang dapat
mengakibatkan penyerapan makanan, air dan elektrolit terganggu. Hal ini
dapat mengakibatkan hiperstaltik pada kolon sehingga terjadi penambahan
jumlah cairan dalam kolon dan mengakibatkan diare.
3. Faktor infeksi
Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam lambung akan
dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut bisa mati atau
tetap hidup, jika hidup miroorganisme tersebut akan masuk ke dalam usus halus
dan berkembang biak. Didalam usus halus akan mengeluarkan toksin yang
sifatnya merusak vili-vili usus dan dapat meningkatkan peristaltis usus sehingga
penyerapan makanan, air dan elektraolit terganggu, terjadilah hipersekresi yang
mengakibatkan diare.
4. Faktor Makanan
Makanan yang terkontaminasi, mengandung kimia beracun, basi, masuk
melalui mulut ke dalam lambung. Didalam lambung makanan akan dinetralisasi
oleh asam lambung. Apabila lolos, makanan yang mengandung zat kimia beracun
akan sulit diserap oleh usus halus dan bersifat merusak, reaksi usus akan
mengeluarkan cairan sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan dalam usus yang
mengakibatkan diare.
E. Pathway
Infeksi (bakteri,virus,parasit) Malabsorbsi makanan diusus
3. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Akut
5. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan
Muntah, mual
Merangsang pe sekresi asam lambung
GASTROENTERITIS
Reaksi inflamasi peningkatan kerusakan gangguan saraf Sekresi cairan mukosa usus parasimpatis meningkat Peningkatan sekresi pergeseran cairan Cairan Dan elektrolit Ke rongga usus mobilitas usus terganggu Hipoperistaltik Hiperperistaltik Isi rongga usus Meningkat bakteri tumbuh iritasi mukosa usus
Tubuh kehilangan 2 Gangguan metabolisme Cairan eliminasi BAB karbohidrat Oleh bakteri 1.kekurangan volume kehilangan iritasi bagian cairan dan elektrolit ion Cl,air anus Gas H2,CO2 asidosis metabolic 4. Gangguan kembung integritas kulit pernafasan kusmaul pelepasan aldosteron Perfusi jaringan berkurang Kekurangan vol
Cairan & elektrolit Syok
F. Manifestasi Klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian diare, feses cair dan mungkin
disertai lendir dan atau tanpa adanya darah. Warna feses makin lama bertambah
kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang, atau akibat keseimbangan asam basa elektrolit. Bila
pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
tampak yaitu BB menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Dari komplikasi
Gastroentritis, tingkat dehidrasi dapat diklasifikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2-5% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastik, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5-8 % dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8-10 % dari BB gambaran klinik seperti tanda dehidrasi sedang
ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot kaku sampai
sianosis.
2. Letargi
3. Penampakan pucat, mata cekung, mata kering
4. Sakit tenggorokan
5. Malaise
6. Myalgia :
7. Ruam
8. Weightlos
G. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan Hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterikimia
5. Malnutrisi
6. Hipoglikimia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
H. Penatalaksanaan Medis
1. Rehidrasi Oral atau Intravena
a. Cairan per oral
Cairan yang diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCL dan Na,
HCO, Kal dan Glukosa.
b. Cairan parental
1). Dehidrasi ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB / oral
2). Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB / hari
3). Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset 1
ml : 20 tetes), 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Pemasangan NGT bila :
1). Kehilangan cairan berat
2). Gagal tetapi dehidrasi oral
3). Gagal mencoba berulang kali saat akses intravena
I. Pengkajian Fokus
Menurut Cyndi Smith Greenbery, 1992 adalah
1. Identitas klien
2. Riwayat keperawatan
Awal serangan : :gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul
diare.
Keluhan utama : :feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun,tonus dan
turgor kulit berkurang, selaput kadir mulut dan bibir kering,
frekuensi BAB lebih dari 4x dengan konsisten encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi
4. Riwayat Psikososial keluarga
5. Kebutuhan dasar
a. Pola Elimanasi
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
b. Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan BAB
c. Pola Istirahat dan Tidur
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan
rasa tidak nyaman
d. Pola Aktiuvitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
disentri abdomen
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Hematokrit meningkat, leukosit menurun
b. Feses
Bakteri atau parasit
c. Elektrolit
Natrium dan kalium menurun
d. Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat
e. Analisa Gas Darah
Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)
7. Daya fokus
a. Subyektif
1). Kelemahan
2). Diare lunak-cair
3). Anoreksia mual dan muntah
4). Tidak toleran terhadap diit
5). Perut mulas sampai nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen
tengah bawah)
6). Haus, kencing menurun
7). Nadi meningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat dan dalam
(kompensasi asidosis)
b. Obyektif
1). Lemah, gelisah
2). Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus
3). Penurunan turgor, pucat,mata cekung
4). Nyeri tekan abdomen
5). Urine kurang dari normal
6). Hipertensi
7). Hipoksia / cyanosis
8). Mukosa kering
9). Peristaltik usus lebih dari normal
J. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan
2. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik,diare lama,
iritasi kulit / jaringan
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrien
K. Fokus Intervensi
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan terpenuhinya volume cairan tubuh
b. Kriteria hasil : Mukosa membran turgor kulit
kenyal, tidak ada tanda dehidrasi
c. Intervensi
1). Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses,perkiraan
kehilangan yang tidak terlihat misalnya berkeringat.ukur berat jenis urine :
observasi oliguda.
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan
pedoman untuk penggantian cairan.
2). Kaji tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu)
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap dan atau efek kehilangan
cairan
3). 3) Pertahankan pembatasan peroral tirah baring, hindari kerja
Rasional : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk
menurunkan kehilangan cairan usus.
4). Berikan cairan parental, tranfusi darah sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan istirahat usus akan memadukan penggantian
cairan untuk memperbaiki kehilangan / anemia
5). Awasi hasil laboratorium, contoh elektrolit (kalium, magnesium)dan
analisa gas darah
Rasional : Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi
(Carpenito,2000)
2. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan BAB dapat diatasi
b. Kriteria hasil : Pola eliminasi (1-2 kali BAB) feses
tidak bercampur lendir dan darah BAB tidak encer/ lunak
c. Intervensi
1). Observasi dan catat frekuensi defekasi
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji
beratnya tiap defekasi
2). Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat di samping tempat tidur
Rasional : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai
komplikasi
3). Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare, misalnya
sayuran segar dan buah, sereal, bumbu, minuman karbonat, produk susu.
Rasional : Menghindari iritan meningkatkan istirahat usus
4). Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap. Tawarkan minuman
jernih tiap jam, hindari minuman dingin.
Rasional : Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau
menurunkan rangsang makanan / minuman. Makan
kembali secara bertahap dapat mencegah terjadi kram dan
diare berulang.
5). Kolaborasi obat sesuai indikasi misalnya antikolinergik
Rasional : Menurunkan motilitas / peristaltik dan menunjukkan sekresi
digestif untuk menghilangkan kram dan diare
(Carpenito,2000)
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama,
iritasi kulit / jaringan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan rasa
nyaman nyeri dapat teratasi
b. Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol. Tampak rileks dan
mampu tidur / istirahat dengan tepat
c. Intervensi
1). Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada meminta
analgetik
2). Kaji laporan kram abdomen, catat lokasi, lamanya,intensitas (skala 0-10)
Rasional : Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan
penyebaran penyakit / terjadinya komplikasi
3). Berikan area rektal dengan sabun ringan dan lap setelah defekasi dan
berikan perawatan kulit
Rasional : Melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskodasi
4). Kolaborasi dengan dokter memberikan analgesic
Rasional : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu
penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat dan
penyembuhan
5). Bantu dengan mandi duduk (rendam)sesuai indikasi
Rasional : Memberikan kesejukan local dan kenyamanan untuk area
iritasi rectal
(Carpenito,2000)
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas
kulit tidak terjadi
b. Ktiteria hasil : Mengekspresikan hasrat keinginan dalam pencegahan luka
tekan. Menggambarkan etiologi dan tindakan
pencegahan. Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka
tekan.
c. Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital dengan sering perhatikan demam
Rasional : Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma /terjadinya
luka infeksi yang menunjang perlambatan pemulihan luka
dan meningkatkan risiko pemisahan luka
2) Jangan gosok area yang kemerahan ataumenggosok di atas tonjolan tulang
Rasional : Meminimalkan luka dan tahanan potensi terjadinya infeksi
3) Berikan perawatan kulit, berikan perhatian khusus pada lipatan kulit
Rasional : Kelembaban / ekskorisasi meningkatkan pertumbuhan
bakteri yang ditimbulkan
4) Diskusikan tentang pentingnya kebersihan area anal dan dijaga agar tetap
kering
Rasional : Memberikan pengetahuan agar klien memperhatikan
personal hygiene
5) Pijat kulit khususnya di atas penonjolan kolon
Rasional : Memperbaiki sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus
kulit.
(Carpenito,2000)
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrient
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil : Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat
badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada malnutrisi
c. Intervensi
1) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan
terapi
2) Dorong tirah baring atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut
Rasional : Menurunkan metabolik untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi
3) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (misal :
Produk susu)
Rasional : Mencegah serangan akut / eksaserbasi gejala
4) Mulai tambahkan diet sesuai indikasi
Rasional : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali
proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan
integritas jaringan
5) Kolaborasi dengan dokter memberikan vitamin B12
Rasional : Malabsorbsi B12 akibat kehilangan nyata fungsi ileum.
Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena
proses inflamasi lama, meningkatkan produksi SDM /
memperbaiki anemia.
(Carpenito,2000)