bab ii karakteristik formasi batuan yang ditembus

68
BAB II KARAKTERISTIK FORMASI DAN KONDISI BAWAH PERMUKAAN 2.1. Jenis Batuan Formasi Deskripsi batuan diperlukan untuk menggolongkan (klasifikasi) batuan berdasarkan sifat komposisi mineral yang dimiliki oleh suatu batuan formasi terutama disini yang berkaitan dengan batuan reservoir. Kegunaan diskripsi batuan akan dapat mempermudah analisa dalam mengklasifikasikan kelompok-kelompok mineral tanpa menimbulkan salah pengertian maksud, juga mempermudah simplifikasi pengenalan sifat mineral suatu batuan. 2.1.1. Batupasir Batupasir umumnya mengandung butiran-butiran berukuran pasir dan silt kasar. Klasifikasi batupasir dibagi menjadi 4, yaitu : 1. Batupasir tidak murni ( impure sandstone atau wacke). Sortasi buruk, hal tersebut berkaitan dengan hadirnya matriks lempung. a. Unstable grains berlimpah. Misalnya : lithic, arkosic, feldspathic wacke dan graywacke dan poorly sorted arkose.

Upload: pramadhio-ari

Post on 30-Dec-2015

187 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

BAB II

KARAKTERISTIK FORMASI

DAN KONDISI BAWAH PERMUKAAN

2.1. Jenis Batuan Formasi

Deskripsi batuan diperlukan untuk menggolongkan (klasifikasi) batuan

berdasarkan sifat komposisi mineral yang dimiliki oleh suatu batuan formasi

terutama disini yang berkaitan dengan batuan reservoir. Kegunaan diskripsi

batuan akan dapat mempermudah analisa dalam mengklasifikasikan kelompok-

kelompok mineral tanpa menimbulkan salah pengertian maksud, juga

mempermudah simplifikasi pengenalan sifat mineral suatu batuan.

2.1.1. Batupasir

Batupasir umumnya mengandung butiran-butiran berukuran pasir dan silt

kasar. Klasifikasi batupasir dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Batupasir tidak murni ( impure sandstone atau wacke).

Sortasi buruk, hal tersebut berkaitan dengan hadirnya matriks lempung.

a. Unstable grains berlimpah.

Misalnya : lithic, arkosic, feldspathic wacke dan graywacke dan poorly

sorted arkose.

b. Stable grains berlimpah.

Misalnya : quartz wacke dan quarzt greywacke, quartz kaolin merupakan

campuran sandy fireclay.

2. Batupasir murni (pure sandstone atau arinete).

Sortasi sedang–baik, mengandung sedikit atau tidak ada matriks lempung.

a. Unstable grains berlimpah.

Misalnya : lithic, arkosic, feldspathic arenite, dan well-sorted arkose.

b. Stable grains berlimpah.

Misalnya : quartz arenite.

Page 2: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Atas dasar matriksnya, dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Wacke (batupasir tidak murni).

Yakni batupasir yang mengandung matriks lempung >10%.

a. Wacke immature.

Jika feldspar < rock fragmen disebut lithic wacke.

Jika feldspar >25% dari rock fragmen disebut arkosit wacke, sedangkan

jika feldspar besarnya berkisar antara 10-25% dari rock fragmen disebut

feldspathic wacke.

b. Wacke mature.

Kandungannya kaya akan quartz dan chert, sedangkan feldspar dan

unstable rock fragmennya masing-masing <10% disebut quartz wacke.

Graywacke adalah suatu batuan yang keras, berwarna gelap dan mempunyai

porositas yang rendah. Umumnya mempunyai komposisi yang terdiri dari

slate atau argillite dan kaya akan mineral yang berbutir halus mikaan (seperti

muskovit) dan klorit. Biasanya tebentuk dari akibat pembebanan yang sangat

kuat (deeply buried) dan berumur sangat tua. Graywacke selain mempunyai

sifat sortasi yang buruk dan keras, juga mengandung fragmen-fragmen batuan

yang berwarna gelap (yang dimiliki oleh lithic graywacke) serta memiliki

matriks lempung 30% yang unstable.

2. Arenite (batupasir murni).

Jenis arenite ini bersifat kurang mature yang dibedakan menjadi arkosic

arenite dan lithic arenite, dimana keduanya umumnya mengandung komponen

unstable. Perbedaan arkosic dan lithic terutama dibedakan dari sumber

batuannya, selain itu juga proses dan lingkungan sedimentasinya. Batupasir

yang banyak mengandung feldspar yang berasal dari batuan beku derajat

tinggi disebut arkosic arenite, tetapi biasanya disebut dengan nama arkose.

Arkose dicirikan dengan banyak mengandung kuarsa dan feldspar (ortoklas,

mikrolin, perit dan non-plagioklas) dengan jumlah > 25%. Juga mengandung

partikel batuan berukuran halus.

Kemungkinan dalam batupasir ditemukan juga adanya macam-macam

semen, mengkristal bersama-sama dalam lubang pori yang sama. Jika

Page 3: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

ditemukan kenampakan seperti itu, maka hal tersebut tersebut menunjukkan

adanya urutan proses sementasi. Sifat-sifat pembentukan sementasi pada

batupasir antara lain :

1. Semen lebih cenderung tebentuk pada batupasir yang bersih (murni) atau

arenite bila dibandingkan dengan batupasir dengan soratsi yang buruk dan

mengandung lempung. Hadirnya matriks lempung akan menghambat

pembentukan semen, sebab lempung bersifat impermeable.

2. Macam atau jenis komposisi batuan akan menentukan jenis semen.

Misalnya semen kuarsa, biasanya terbentuk pada arenite yang banyak

mengandung kuarsa, dimana kuarsa akan tumbuh membesar, terutama

berkembang membentuk secondary outgrowth.

2.1.2. Batuan Kabonat

Batuan karbonat mempunyai 3 komposisi utama, yaitu kalsit (CaCO3),

dolomit (CaMg(CO3)2) dan aragonite (CaCO3). Beberapa komposisi utama

mineral batuan karbonat tersebut juga dapat membentuk batuan dengan komposisi

mineral baru, misalnya batugamping (limestone) merupakan campuran antara

kalsit dan aragonite, dolimitic limestone atau calc-dolomite merupakan campuran

antara kalsit dan dolomite. Mineral-mineral pada batugamping umumnya

terbentuk pada saat permulaan hingga proses lithifikasi berlangsung. Diantaranya

kalsedon, kuarsa, glaukonit, pirit, gypsum, anhidrit dan alkali feldspar. Apabila

batugamping kaya akan mineral aksesoris maka nama batuannya glaoconotic,

sandy dan argillaceous (lempung).

Sedangkan untuk komponen-komponen pembentuk batuan karbonat

dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

1. Alloche (butiran).

Merupakan butiran karbonat berukuran silt kasar-kerikil yang terdiri dari :

a. Skeletal grain (fossil).

Fragmen-fragmen keras yang berasal dari organisme karbonat dan

cangkang-cangkang yang telah rusak. Organisme tersebut antara lain

moluska, echinoid, ostracod, dan formanifera.

Page 4: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

b. Ooid.

Kurang lebih berbentuk bulat, berukuran pasir, lapisan luar aragonite atau

kalsit, bagian tengahnya fibrous radial.

c. Pellet.

Berbentuk lonjong atau bulat, berukuran pasir, mikrokristalin karbonat.

Tidak menunjukkan struktur bagian dalam (beda dengan ooid).

d. Intraclast.

Merupakan fragmen yang berasal dari cekungan pengendapan kemudian

diendapkan kembali. Berukuran pebble keatas. Berbeda dengan dengan

fragmen terrigenenous.

2. Microcrystalline calcite (micrite).

Agregat kalsit mikrtogranular, merupakan agregat yang saling inteloking

dengan bentuk kristal euhedral, berukuran 20 m.

3. Sparry atau sapr (saprite)

Jernih, kristalin granular, didapat pada lubang-lubang fragmen atau mengisi

ruang antar butir (semen).

Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapannya menurut

Dunham (1962) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Butiran yang didukung lumpur ( mud supported).

2. Butiran saling menyangga (grain supported).

3. Sebagian butiran didukung lumpur dan sebagian saling menyangga.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Dunham membagi batuan karbonat menjadi :

1. Butiran didukung lumpur.

a. Jumlah butiran < 10%, disebut Mudstone.

b. Jumlah butiran >10%, disebut Wackestone.

2. Butiran saling menyangga.

a. Dengan matriks, disebut Packstone.

b. Sedikit atau tanpa matriks, disebut Grainstone.

3. Komponen saling terikat pada waktu pengendapan, dicirikan oleh tekstur

tumbuh, disebut Boundstone.

Page 5: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

4. Tekstur pangendapan tidak teramati dengan jelas disebut batugamping

kristalin.

Komposisi dan tekstur batuan karbonat dipengaruhi oleh derajat perubahan

yang terjadi sesudah pengendapan. Perubahan ini sering terjadi ditempat asal

sedimen (insitu) dalam waktu yang hampir bersamaan dengan pengendapannya,

sehingga tidak mudah untuk mengetahui tekstur dan komposisi batuan karbonat

tersebut berasal dari endapan primer atau setelah diagenesa. Proses diagenesa

batuan karbonat meliputi :

1. Pelarutan (solution).

Proses pelarutan dalam batuan karbonat memerlukan air lewat jenuh dalam

jumlah banyak serta selektifitas terhadap matrik, bentuk butir, ukuran butir

dan sifat kerangka (framework). Hasil dari pelarutan akan berupa rongga pori

kosong dari material yang terlarut.

2. Penyemenan (cementation).

Merupakan pengisian ruang antar butir dan rekahan yang sering terjadi akibat

pelarutan. Jenis-jenisnya :

- fibrous

- mosaic (blocky)

- drusy

- granular

3. Rekristalisasi (rekristalitation).

Proses ini terjadi bila ada zat-zat yang terlarut diendapkan kembali di tempat

semula tanpa merubah komposisinya. Contoh : perubahan aragonite menjadi

kalsit.

4. Penggantian (replacement).

Proses penggantian mineral menjadi mineral lain dan merubah komposisi

semula. Contoh : kalsit menjadi dolomite, kalsit menjadi anhidrit.

2.1.3. Batuan Shale

Batuan serpih (shale) merupakan sedimen klastik berbutir sangat halus,

yaitu berdiameter butir antara 1/256 - 1/16 mm. Kandungan material shale berasal

dari :

Page 6: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

1. Hasil pelapukan.

Khususnya feldspar dan ferromagnesian silikat, umumnya akan membentuk

material-material lempung jenis kaolin dan monmorillonit, juga bauksit dan

laomontit.

2. Mineral sisa (relict material) yang tidak lapuk.

Mineral yang terbentuk adalah kuarsa dan mika feldspar, terutama illite dan

hydrous mika.

3. Authigenic mineral.

Umumnya klasit dan dolomite, opal, kalsedon, pirit, glaukonit, klorit dan illit.

Klorit dan illit merupakan hasil ubahan dari mineral lempung pada proses

diagenesa, khususnya pada lingkungan marine.

4. Mineral-mineral organic.

Sebagai komponen aksesoris. Biasanya terdapat pada batu lumpur dan batu

lempung hitam karbonatan, kalsit datau aragonite yang berasal dari cangkang

foraminifera, opal yang berasal cangkang radiolarian dan diatomae.

Serpih batu lempung yang retak-retak berbentuk pipih sejajar dengan bidang

perlapisan (perlapisan laminasi) disebut silty shale. Argillite adalah batulempung

yang sangat kompak, terbentuk dari beberapa mineral yang mengalami

rekristalisasi. Meningkatnya kandungan authigenic merubah kandungan batuan,

misalnya dengan naiknya mineral kalsit akan berubah menjadi marl (napal) atau

batugamping lempungan (argillaceous limestone).

2.2. Karakteristik Batuan Formasi

Pada umumnya berdasarkan asal-usul terbentuknya batuan, batuan formasi

dibedakan menjadi batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen. Dari

ketiga jenis batuan formasi tersebut, batuan sedimen mempunyai peran yang

sangat penting artinya dalam dunia perminyakan, karena batuan ini sebagian

besar merupakan batuan reservoir. Walaupun demikian tidak jarang dalam kondisi

tertentu batuan beku maupun batuan metamorf dapat pula menjadi batuan

reservoir hidrokarbon. Tiga jenis batuan sedimen yang dapat bertindak sebagai

batuan reservoir adalah batupasir dan batuan shale (klastik), serta batuan karbonat

Page 7: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

(non-klastik). Masing-masing batuan tersebut mempunyai sifat fisik yang berbeda,

begitu pula komposisi kimianya. Karena mempunyai sifat utama porous dan

permeable sebagai syarat terbentuknya reservoir juga memiliki kondisi tekanan

dan temperatur yang mendukung , maka sangat potensial dari ketiga jenis batuan

tersebut disebut sebagai source rock. Dan jika fluida mature (matang) reservoir

mengalami migrasi kemudian akan terakumulasi dibatasi oleh cap rock dalam

kondisi yang setimbang, maka fluida inilah yang menjadi proyek bagi dunia

industri perminyakan.

Sifat-sifat unsur penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat

jenis dan jumlah unsur-unsur tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral

yang dibentuknya, baik sifat fisik maupun sifat kimiawinya.

2.2.1. Komposisi Kimia Batuan Formasi

Batuan formasi umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa

batupasir, batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang volkanik. Masing-

masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula

sifat fisiknya. Unsur atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui

mengingat macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat

dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.

Pengertian batuan tidak lepas dari mineral-mineral penyusunnya. Mineral

terbentuk secara alami yakni merupakan zat-zat yang tersusun dari komposisi

kimia tertentu membentuk suatu pola teratur yang dinyatakan dalam bentuk

rumus-rumus dimana menunjukan macam unsur-unsur serta jumlahnya yang

terdapat dalam mineral tersebut. Terbentuknya batuan sangat dipengaruhi oleh

banyak sedikitnya komposisi kimia yang terkandung dalam suatu mineral

penyusunnya.

Masing-masing batuan tersebut, terutama batuan sedimen sebagai batuan

penyusun reservoir, mempunyai unsur-unsur atau atom-atom penyusun mineral

yang berbeda-beda, sehingga akan mempengaruhi komposisi kimia dan sifat fisik

untuk masing-masing karakteristik reservoirnya. Seperti yang ditunjukkan pada

Page 8: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

triangle diagram yang menggambarkan tiga komponen kimia pembentuk batuan

sedimen (Brian Mason, 1952).

Gambar 2.1

Diagram Segitiga yang Menunjukkan Hubungan

Komposisi Kimia dengan Batuan Sedimen

(Amyx, J. W., Bass, D. M. Jr., Whitting, R. L,1960)

2.2.1.1. Komposisi Kimia Batupasir

Batupasir merupakan batuan hasil dari sedimen mekanik, yaitu berasal dari

pemecahan batuan beku dan batuan sedimen yang lebih tua yang mengalami

proses pelapukan, pengikisan, mangalami transportasi, lalu diendapkan dalam

cekungan pada kondisi tertentu yang selanjutnya terkompaksi dan kemudian

mengalami sedimentasi. Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus yang

berkisar dari lanau sampai konglomerat.

Berdasarkan komposisi mineral kwarsanya, Krynine membagi batupasir

manjadi tiga, yaitu: Orthoquartzite, Graywacke, dan Arkose. Ketiga macam

batupasir trsebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara yang

satu dengan lainnya, sesuai dengan sumber dan proses pengendapannya.

2.2.1.1.1. Batupasir Orthoquartzite

Orthoquartzite merupakan jenis batuan yang terbentuk dari proses

sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi (SiO2), dengan tanpa

Page 9: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

mangalami metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas

mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya

(semen) terutama terdiri atas carbonat dan silika. Orthoquatzite merupakan jenis

batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.

Orthoquartzite mempunyai susunan silica yang tinggi jika dibandingkan dengan

unsur-unsur lainnya yaitu berkisar antara 61,7% sampai hampir 100%.

Tabel II-1 Komposisi Kimia Orthoquartzite (Pettijohn,1957)

Berdasarkan Tabel II-1 diatas dapat dilihat bahwa batupasir orthoquartzite

mempunyai unsur penyusun utama, seperti silika dengan presentase yang sangat

tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur penyusun lainnya.

2.2.1.1.2. Batupasir Graywacke

Graywacke merupakan jenis batu pasir dengan bentuk butiran yang kurang

beraturan dan diendapkan di lingkungan pantai yang curam. Tersusun dari unsur-

unsur mineral yang berbutir kasar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-

Page 10: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

fragmen batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Mineral-mineral

penyusun batupasir graywacke adalah chert, hornblende, carbonate clorite-

cericite. Komposisi kimia dari greywacke tersusun dari unsur silica yang lebih

rendah dibandingkan rata-rata batupasir dan kebanyakan silica yang ada

bercampur dengan unsur silikat (silicate). Secara lengkap mineral-mineral

penyusun greywacke terlihat pada Tabel II-2.

Tabel II-2 Komposisi Mineral Graywacke (Pettijohn,1957)

Tabel II-2 Komposisi Mineral Graywacke1

Silika bebas, walau biasanya dalam jumlah yang dominan tetapi

kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan. Kandungan alumina sangat

tinggi, seperti kandungan lime, soda dan potash. Komposisi kimia ini, masing-

masing beserta jumlah persentasenya diberikan pada Tabel II-3.

Page 11: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Tabel II-3 Komposisi Kimia Graywacke (Pettijohn,1957)Sebagai indikator terhadap tipe batupasir graywacke adalah terdapatnya

mineral illite. Terdapatnya matrik pada batuan ini menyebabkan porositasnya

berkurang dan juga pemilahan butirannya kurang baik.

2.2.1.1.3. Batupasir Arkose

Arkose memiliki pemilahan yang kurang baik dan butirannya berbentuk

sudut yang tajam dengan lingkungan pengendapan yang relatif curam. Arkose

Page 12: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

merupakan jenis batuan yang biasanya tersusun atas quartz (SiO2) sebagai mineral

yang dominan, meskipun seringkali mineral feldspar (MgAlSi3O8) jumlahnya

lebih banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur pembentuk komposisi mineral

arkose lainnya, secara berurutan sesuai dengan prosentasenya ditunjukkan pada

table II-4.

Tabel II-4 Komposisi Mineral Arkose (Pettijohn,1957)

Dari Tabel II-4 memperlihatkan bahwa batupasir arkose disusun oleh

unsur-unsur yang sebagian besar adalah feldspar dan quartz, yaitu dalam jumlah

sekitar 80 sampai 95 persen dan unsur-unsur penyusun lainnya, yaitu berkisar 5

sampai 15 persen adalah batuan yang sebagian besar adalah mica, biotite dan

muscovite serta clay yang disebut kaolinitic. Meskipun tidak selalu, tetapi

biasanya unsur quartz prosentasenya lebih besar dibandingkan unsur feldspar.

Untuk komposisi kimia pembentuk batupasir arkose ini ditunjukkan pada

Tabel II-5, dimana terlihat bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica jika

dibandingkan dengan orthoquartzite, tetapi kandungan alumina, lime, potash dan

soda lebih besar. Berbeda dengan batupasir graywacke, unsur potash melebihi

unsur soda dan kandungan lime yang jauh lebih banyak dari unsur magnesia.

Page 13: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Tabel II-5 Komposisi Kimia Arkose (Pettijohn,1957)

2.2.1.2. Komposisi Kimia Batuan Karbonat

Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,

dolomite dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasa

dipakai untuk kelompok batuan yang berisi paling sedikit 80 persen calcium

carbonate atau magnesium carbonate. Bila dilihat secara menyeluruh maka istilah

limestone ini hanya dipergunakan untuk batu-batuan yang mempunyai fraksi

carbonate lebih besar dari unsur dari unsur non-carbonate. Pada limestone ini

fraksi carbonate disusun terutama oleh unsur calcite, sedangkan pada dolomite

mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite.

Menurut S.J. Pirson, batuan reservoir karbonat dapat digolongkan

berdasarkan tipe–tipe lithologinya yaitu :

1. Accretionary limestones.

Accretionary limestones terbentuk dari proses in situ dan meliputi bioherms

(reefs), biostromes dan pelagic limestones. Masing-masing dari jenis tersebut

mengandung calcareous framework yang dipisahkan oleh organisme–

organisme yang hidup di laut.

2. Clastic limestones.

Page 14: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Batuan sedimen ini terbentuk oleh butiran mineral yang jatuh akibat erosi dan

kerusakan yang diakibatkan oleh limestones dari daerah lain. Clastic

limestones meliputi : coquina limestones, reef breccia, oolitic limestone dan

lithographic limestone.

3. Cemical limestones.

Tipe sedimen ini terbentuk dari lepasnya butiran calcitic dari larutan karbonat

di laut dangkal. Pada proses tersebut terendapkan pula chalk, caliche dan

traventine, tapi hanya chalk yang terbukti sebagai batuan reservoir minyak

yang menguntungkan.

4. Dolomite.

Dolomite limestone terjadi dari perpindahan calcium oleh magnesium pada

limestone awal.

2.2.1.2.1. Limestone

Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan sifat dari komposisi

mineralnya yang cukup padat. Karena pada limestone sebagian besar terbentuk

oleh unsur calcite, maka kandungan CaO dan CO2 adalah sangat tinggi sekali dan

kadang-kadang jumlahnya bisa mencapai 95 persen dari keseluruhan. Unsur

lainnya yang penting adalah MgO, dimana bila jumlanya lebih dari 1 persen atau

2 persen maka hal ini kemungkinan menunjukkan adanya mineral dolomite.

Kebanyakan limestone mengandung MgCO3 antara kurang dari 4 persen sampai

lebih dari 40 persen. Meskipun rata-rata limestone mengandung 7.9 persen MgO

dan 16.5 persen MgCO3, tetapi mempunyai kandungan unsur magnesia dalam

jumlah yang kurang atau mungkin lebih dari jumlah kandungan MgCO3 berkisar

antara 4 persen sampai lebih dari 40 persen. Pada Tabel II-6 menunjukkan

komposisi kimia dari limestone secara lebih rinci.

Tabel II-6 Komposisi Kimia Limestone (Pettijohn,1957)

Page 15: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2.2.1.2.2. Dolomite

Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang

mengandung unsure carbonate lebih dari 50 persen. Sedangkan untuk batuan yang

memiliki komposisi pertengahan antara lomestone dan dolomite akan mempunyai

nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur-unsur yang dikandungnya.

Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite disebut dolomite-limestone dan

yang unsur dolomite-nya melebihi calcite disebut limy, calcitic, calciferous atau

calc-dolomites. Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hamper sama dengan

komposisi kimia limestone, kecuali unsur MgO-nya yang merupakan unsur yang

paling penting dan jumlahnya cukup besar. Komposisi kimia dolomite

ditunjukkan pada Tabel II-7 berikut ini.

Tabel II-7 Komposisi Kimia Dolomite (Pettijohn,1957)

Page 16: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2.2.1.3. Komposisi Kimia Batuan Shale

Shale merupakan batuan yang berlaminasi dengan perlapisan yang tipis,

berbutir halus, kandungan mineralnya adalah lempung dan silt. Shale mempunyai

porositas yang kurang baik, tetapi jika mengalami peretakan atau pelarutan maka

permeabilitasnya semakin besar sehingga dapat bertibdak sebagai batuan

reservoir. Komposisi kimia batuan shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir,

kekasaran fraksi, kebanyakan fraksi yang kasar (coarse) banyak mengandung

silica dan yang halus (finer) banyak mengandung alumina, besi, potash dan air.

Jika shale banyak mengandung besi maka akan terbentuk pyrite (FeS2) atau

siderite (FeCO3). Dalam keadaan normal shale berisi sejumlah besar quartz silt,

bahkan jumlah ini bisa mencapai 60 persen. Tetapi dalam keadaan tertentu

beberapa shale bisa mengandung silica dengan kandungan yang sangat tinggi.

Kebanyakan kandungan silica yang berlebihan tersebut didapat dalam bentuk

crystalline quartz yang sangat halus, chalcedony, atau opal. Beberapa

Page 17: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah efek aktifitas abu

vulkanik (volcanic ash) dalam lingkungan pengendapan. Beberapa silica

merupakan unsur tambahan dari proses alterasi kimiawi (perubahan secara kimia)

dari mineral-mineral utama silica. Komposisi kimia rata-rata shale terlihat pada

Tabel II-8.

Tabel II-8 Komposisi Kimia Rata-rata Shale (Pettijohn,1957)

Untuk melakukan identifikasi mengenai komposisi kimia dari batuan shale ini,

diperlukan studi yang lebih intensif. Menurut hasil perhitungan F.W. Clarke,

secara rata-rata shale terdiri dari kurang lebih 58 % silicon dioxide (SiO2), 15%

alumunium oxide (Al2O3), 6% iron oxide (FeO) dan Fe2O3, 2% magnesium oxide

(MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potasium oxide (K2O), 1% sodium oxide

(Na2O), dan 5% air (H2O) dan sisanya adalah metal oxide dan anion-anion seperyi

SO3 dan Cl.

2.2.2. Sifat Fisik Batuan Formasi

Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan formasi asalkan

mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya

hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan formasi. Oleh karena

Page 18: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

itu dalam penilaian batuan fomasi selanjutnya akan banyak berhubungan dengan

sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan permeable.

Sifat-sifat fisik batuan antara lain meliputi porositas, wettabilitas, tekanan

kapiler, saturasi fluida, permeabilitas, dan kompressibilitas batuan.

2.2.2.1. Porositas

Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan yang

mempunyai kemampuan menyimpan hidrokarbon. Secara definitif porositas

merupakan perbandingan antara volume ruang kosong yang berada dalam batuan

berupa pori terhadap volume batuan secara keseluruhan, dan biasanya

diekspresikan dengan stuan fraksi atau prosentase (%). Notasi yang dipakai untuk

porositas, . Secara matematis porositas batuan dapat ditulis sebagai berikut :

..................................................................(2-1)

keterangan :

Vb = volume batuan total (bulk volume).

Vs = volume padatan batuan total (volume grain).

Vp = volume ruang pori-pori batuan.

Page 19: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Persamaan (2-1) menggambarkan variasi susunan dari packing batuan

yang memiliki butiran (spheres) dengan diameter yang dianggap sama. Dengan

perhitungan sederhana berdasarkan geometris batuan menunjukkan besarnya

porositas terhadap beberapa variasi susunan packing butiran, secara berturut-turut,

untuk cubic sebesar 47.6 persen, untuk hexagonal sebesar 39.5 persen dan untuk

rhombohedral sebesar 25.9 persen. Untuk masing-masing kemungkinan variasi

packing tersebut, ukuran butiran tidak mempengaruhi porositas karena butiran

dianggap seragam. Kecuali untuk sandstone yang mempunyai ukuran butiran yang

tidak seragam dan mempunyai material cementing antar butiran yang mengurangi

volume pori batuan.

Gambar 2.2

Hubungan Packing Butiran Terhadap Harga Porositas Batuan

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

Pada proses pembentukkan dari ruang-ruang kosong ada yang saling

berhubungan (interconnected) dan ada yang tidak saling berhubungan

(inconnected). Oleh sebab itu ada dua pengertian tentang porositas, yaitu:

1. Porositas absolut, adalah persen perbandingan volume pori-pori total terhadap

volume batuan total (bulk volume).

......................................................(2-2)

Page 20: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2. Porositas efektif, adalah persen perbandingan volume pori-pori yang saling

berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume).

........................................(2-3)

Dalam analisa dan perhitungan reservoir, harga porositas efektif

merupakan kwantitas harga yang sangat diperlukan yang mencerminkan adanya

penyebab fluida dapat mengalir.

Ditinjau dari asal terbentuknya dan cara terjadinya, maka porositas dapat

juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Porositas primer atau original, adalah porositas yang terbentuk pada waktu

batuan sedimen diendapkan. Pada batupasir ditandai dengan hubungan yang

intergranular, pada batuan limestone dicirikan oleh hubungan butiran yang

interkristalin dan bentuk oolit atau bulat-bulat.

2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan

sedimen terendapkan. Porositas sekunder biasanya tidak mempunyai

hubungan dengan proses sedimentasi dan dicirikan dengan ruang-ruang karena

pelarutan, rekahan, celah, kekar dan proses dolomitasi.

Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer

adalah batuan konglomerat, batu pasir, dan batu gamping. Porositas sekunder

dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses

pelarutan batuan, yang biasa disebut dengan vugular porosity dan sering

terdapat pada batuan sedimen unconformity.

2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya

kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti: lipatan,

sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan

secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.

3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan

menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia:

2CaCO3 + MgCl3 CaMg(CO3)2 + CaCl2

Page 21: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Menurut para ahli, batu gamping yang terdolomitasi mempunyai porositas

yang lebih besar dari pada batu gampingnya sendiri.

Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Keseragaman butir

Ukuran butir batuan dicirikan sebagai derajat ketidaksimetrisan (skewness)

distribusinya, yakni merupakan ukuran statistik dari ketidakseragaman butir

yang berpengaruh terhadap harga porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.8.

Secara umum jika keseragaman batuannya baik, yang diindikasikan dengan

ukuran butir yang halus dan dengan sudut butir yang besar, maka cenderung

menaikkan harga porositasnya sedangkan bila keseragamannya buruk maka

harga porositasnya akan lebih kecil.

Gambar 2.3

Hubungan Skewness Terhadap Variasi Porositas

(Amyx, J. W., Bass, D. M. Jr., Whitting, R. L,1960)

2. Susunan butir

Untuk susunan butir yang baik akan memperbesar harga porositas, sedangkan

bila susunan butirnya buruk maka harga porositasnya akan lebih kecil. Hal ini

disebabkan karena pengaruh packing butiran terhadap kerapatan rongga pori

sebagai fungsi porositas, ditunjukkanpada Gambar 2.7.

Page 22: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

3. Faktor penyemenan

Penyemenan yang kuat akan memperkecil harga porositasnya. Batuan yang

mempunyai penyemenan yang kuat ini biasanya terjadi pada batuan yang

mempunyai kedalaman yang besar karena adanya tekanan beban yang cukup

berat sehingga menimbulkan penyempitan pada rongga pori-pori batuan.

Porositas juga dipengaruhi oleh tekanan yang terjadi pada formasi. Untuk

kasus yang lebih umum, porositas akan cenderung berkurang dengan semakin

bertambahnya kedalaman formasi. Adanya kedalaman akan mempengaruhi

formasi terkompres, sehingga volume pori batuan juga akan mengecil akibat berat

beban lapisan diatasnya (overburden pressure), seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.9. Selain itu, porositas juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, berupa

adanya proses produksi fluida. Sebagaimana turunnya porositas disebabkan

karena rongga pori batuan yang kosong ditinggalkan oleh fluida yang

diproduksikan ke permukaan akan menyebabkan tekanan overburden terus

berkembang menekan dan diteruskan ke matriks batuan, sehingga porositas akan

semakin mengecil dari kondisi semula.

Gambar 2.4

Pengaruh Faktor Kedalaman Terhadap Porositas

(Amyx, J. W., Bass, D. M. Jr., Whitting, R. L,1960)

Page 23: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2.2.2.2. Wettabilitas

Wettabilitas (sifat kabasahan batuan) didefinisikan sebagai suatu

kecenderumgan dari fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan

padatan dengan adanya fluida yang tidak saling bercampur. Kecenderungan untuk

menyebar atau menempel ini dikarenakan oleh adanya gaya adhesi yang

merupakan faktor tegangan permukaan antara batuan dan fluida. Gambar 2.10

menunjukan gaya setimbang didalam sistem minyak-air yang kontak dengan zat

padat, dengan sudut kontak sebesar derajat yang diukur terhadap sudut kontak

air dengan benda padat. Sudut kontak diukur terhadap fluida yang lebih berat

yang berharga 0-180.

Gambar 2.5

Derajat Kebasahan (a) Air-Udara; (b) Mercury-Udara; (c) Kesetimbangan Gaya-

gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

Secara matematis besarnya tegangan adhesi dalam sistem minyak-air-benda padat

yang menimbulkan sifat membasahi benda padat dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut :

AT = SO - SW = WO cos WO = WO cos ....................................................................... (2-4)

keterangan :

AT =Gaya adhesi (yang menyebabkan cairan naik keatas batuan),

dyne/cm

Page 24: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

SO = tegangan antar muka zat padat – minyak, dyne/cm

SW = tegangan permukaan antar zat padat – cair, dyne/cm

WO = tegangan antar muka air - minyak, dyne/cm

Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya

positif ( < 90), yang berarti batuan bersifat water wet (dibasahi oleh air) ,

sedangkan bila > 90, maka batuan bersifat oil wet (dibasahi oleh minyak).

Gambar 2.11. menunjukan wettabilitas ideal pada pori batuan reservoir.

Gambar 2.6

Wettabilitas Ideal pada Pori Batuan; (a) oil wet; (b) water wet

(Amyx, J. W., Bass, D. M. Jr., Whitting, R. L,1960)

Gaya adhesi yang berharga positif menunujukan bahwa fluida yang lebih

berat mempunyai sifat lebih membasahi permukaan benda padat yang ada,

sedangkan gaya adhesi berharga nol menunjukan bahwa kedua fluida mempunyai

harga tingkat pembasahan yang sama terhadap benda padat yang ada. Umumnya

batuan reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk melekat pada

permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air. Jadi minyak

tidak mempunyai gaya tarik menarik dengan batuan dan akan lebih mudah

mengalir dan lebih cepat lajunya dibandingkan air.

2.2.2.3. Tekanan Kapiler

Page 25: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Oleh karena minyak lebih ringan dari air, maka minyak akan selalu

mengisi tempat diatas air dan akan mendesak air ke bawah saat terjadi akumulasi.

Pendesakan oleh minyak akan terus berjalan hingga saturasi menjapai suatu harga

tertentu, dimana air tidak lagi kontinyu dan tidak dapat lagi mengalir (irreductible

saturation) yang menimbulkan zona saturasi air berubah secara perlahan-lahan

yang disebabkan oleh tekanan kapiler.

Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada

antara permukaan yang tidak tercampur (immiscible), cairan-cairan atau cairan-

gas, sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan

mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fasa

minyak (Po) dengan fasa air (Pw), dapat dituliskan :

Pc = Po – Pw = (w - o)gh....................................................................(2-5)

Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan

permukaan fluida immiscible yang cembung sehingga diperoleh jari-jari (r)

dengan tinggi kolom diatas free water (h) dan sudut kontak (). Di reservoir

biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan

gas sebagai non wetting fasa atau tidak membasahi. Tekanan kapiler dalam batuan

berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif

dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:

Pc = .............................................................(2-6)

keterangan :

Pc = tekanan kapiler, dynes per cm

wo = tegangan permukaan antara dua fluida, minyak-air

cos = sudut kontak permukaan antara dua fluida

r = jari-jari lengkung pori-pori, cm

= perbedaan densitas dua fasa, gm per cc

g = percepatan gravitasi, cm per sec2

h = tinggi kolom, cm

Page 26: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Dari persamaan (2.6) diatas, tekanan kapiler sangat berhubungan dengan

ketinggian kolom diatas permukaan air batas (oil-water contact), sehinggga data

tekanan kapiler dapat dinyatakan atau ditentukan dengan plot antara h versus

saturasi air (Sw). Berdasarkan Gambar 2.12, dapat dinyatakan bahwa harga

tekanan kapiler akan naik bersamaan dengan mengecilnya saturasi air, dan

sebaliknya tekanan kapiler turun jika saturasi airnya besar.

Gambar 2.7

Hubungan Tekanan Kapiler dengan Variasi Ketinggian Kolom

(Pirson, J. Sylvain,1958)

Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi

bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi. Reservoir gas yang

terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah besar sehingga

akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk reservoir minyak

yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai

zona transisi yang panjang. Konsep ini ditujukan pada Gambar 2.12. Ukuran pori-

pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas yang

besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah, dan sebaliknya pada

Page 27: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

reservoir dengan permeabilitas yang rendah memiliki tekanan kapiler yang tinggi,

seperti pada gambar 2.13.

Gambar 2.8

Hubungan Saturasi Air Terhadap Besaran Permeabilitas

Untuk Variasi Tekanan Kapiler (Pirson, J. Sylvain,1958)

2.2.2.4. Saturasi Fluida

Pada umumnya formasi yang mengandung minyak dipercaya bahwa

dulunya merupakan batuan yang terinvasi oleh air kemudian terjebak di dalamnya.

Selanjutnya hidrokarbon berat dan mature melakukan migrasi dari posisi statis

hingga mencapai kesetimbangan dinamis (dynamic equilibrium), yang menggeser

air di sela-sela bagian teratas dari struktur reservoir. Minyak tidak bisa menggeser

seluruh air yang berada mula-mula di pori-pori batuan reservior. Sehingga batuan

reservoir secara normal terisi oleh kedua fluida tersebut, hidrokarbon dan air

(sering kali disebut connate water) pada ruang pori-pori yang sama atau

berdekatan. Untuk menentukan kuantitas akumulasi hidrokarbon dalam pori

Page 28: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

batuan reservoir, diperlukan juga saturasi fluida (gas, minyak dan air) dari

material batuan tersebut.

Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

pori total batuan yang ditempai oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori total

pada batuan berpori.

Saturasi minyak (So) adalah:

..........................(2-7)

Saturasi air (Sw) adalah:

..........................................(2-8)

Saturasi gas (Sg) adalah:

.....................................(2-9)

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan:

Sg + So + Sw = 1................................................................................(2-10)

Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :

So + Sw = 1........................................................................................(2.11)

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu:

o Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,

saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang

porous, karena air lebih berat dari minyak dan minyak lebih berat dari gas,

sehingga akan cenderung terjadi gravity segregation dari ketiga fluida

tersebut.

o Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika

minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air

dan atau gas bebas, sehingga pada reservoir yang diproduksikan minyak maka

saturasi fluida berubah secara kontinyu.

Page 29: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

o Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori

yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-

porinya adalah V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :

So..V + Sg..V = (1-Sw)..V............................................................(2-12)

2.2.2.5. Permeabilitas

Permeabilitas didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu batuan untuk

mengalirkan fluida melalui pori-pori batuan tanpa merusak partikel pembentuk

batuan. Permeabilitas merupakan fungsi tingkat hubungan ruang antar pori-pori

dalam batuan. Definisi kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh

Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai

berikut:

V = q/A = .......................................................................... (2-13)

keterangan:

q = laju aliran, cc/sec

A = luas penampang media berpori, cm2

V = kecepatan aliran, cm/sec.

= viskositas fluida yang mengalir, cp.

dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.

k = permeabilitas media berpori, darcy.

Tanda negatip dalam persamaan (2-13) menunjukkan bahwa bila tekanan

bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah

pertambahan tekanan tersebut.

Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam persamaan (2-13)

adalah:

o Alirannya mantap (steady state)

o Fluida yang mengalir satu fasa

o Viskositas fluida yang mengalir konstan

o Kondisi aliran isothermal

o Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal

o Fluidanya incompressible.

Page 30: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir

melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas

saja.

2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang

mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan

minyak atau ketiga-tiganya.

3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan

permeabilitas absolut.

Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang

dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan

batu pasir tidak kompak yang dialiri air. Batu pasir silindris yang porous ini 100%

dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan panjangnya

L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya

maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar,

seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.9

Diagram Percobaan

Permeabilitas

(William, McCain, D. Jr.,1975)

Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa QL/A.(P1-P2) adalah konstan

dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari

cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur

Page 31: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh

harga permeabilitas absolut batuan, yaitu sebagai berikut:

..................................................................................(2-14)

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

..................................(2-15)

Dari Persamaan (2-15) dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran

yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan

incompressible.

Pada kenyataannya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,

kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula

konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Permeabilitas

efektif didefinisikan sebagai permeabilitas pada saturasi fluida lebih kecil dari

100% terhadap batuan, dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing

untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai

berikut:

, , ........................................... (2-16)

dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.

Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini

digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan

dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw.

Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan

waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan

sama dengan Qo/Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak

(So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektif untuk

minyak dan air adalah:

..............................................................................(2-17)

Page 32: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

............................................................................(2-18)

keterangan :

o = viskositas minyak, cp

w = viskositas air, cp

Qo = laju aliran minyak, cm3 per second

Qw = laju aliran air, cm3 per second

Percobaan dilakukan untuk laju pemasukan (input rate) yang berbeda

untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) berharga tetap konstan. Harga-harga Ko

dan Kw pada persamaan (2.11) dan (2.12) jika diplot terhadap So dan Sw akan

diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.15. Dari gambar

tesebut menunjukkan bahwa harga kro pada Sw = 0 dan So = 1, akan sama dengan

kabs (permeabilitas absolute), demikian juga krw untuk harga Sw = 1 dan So = 0

maka akan sama dengan kabs. Dalam hal ini kurva kro dan krw untuk setiap contoh

batuan hanya sedikit pengaruhnya untuk viskositas, perbedaan tekanan serta

geometri yang berbeda-beda.

Gambar 2.10

Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak – Air

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

Page 33: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Ada tiga hal yang penting untuk kurva permeabilitas efektif pada sistem

minyak-air, yaitu :

1. ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol demikian juga kw

akan turun dengan cepat jika berkurang dari satu. Sehingga dapat dikatakan

bahwa Sw yang kecil akan mengurangi aliran-aliran air, demikian juga

sebaliknya.

2. ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak

dalam batuan, dengan kata lain dibawah saturasi minimum tertentu minyak

dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut

residual oil saturation (Sor) atau critical oil saturation (Soc). Demikian juga

untuk air, terdapat saturasi minimum tertentu, yang disebut residual water

saturation (Swr) atau irreducible water saturation (Swir).

3. Karena harga ko dan kw yang bernilai lebih kecil dari harga kabs, mak dapat

dapat dituliskan persamaan :

............................................................................................(2-19)

Demikian juga dengan cara yang sama dapat dibuat untuk permeabilitas

relative dalam sistem gas-minyak, pada Gambar 2.16.

Gambar 2.11

Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Gas – Minyak

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

Page 34: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Ada beberapa hal yang penting dalam kurva permeabilitas relatif untuk

sistem gas-minyak, yaitu :

1. Meskipun kro turun dengan cepat sementara saturasi gas (Sg) bertambah dari

nol, saturasi minyak yang kecil hanya sedikit berpengaruh terhadap krg. Dan

harga krg juga turun sementara saturasi gas (Sg) mengecil dari satu.

2. Saturasi minyak kritis, Soc pada sistem gas-minyak tidak perlu sama dengan

Soc pada sistem minyak-air, meskipun contoh batuan yang digunakan sama.

Harga saturasi gas kritis (Sgc) berkisar antara 5% - 10%.

Harga krg dan kro lebih kecil dari satu, atau :

............................................................................................ (2-20)

3. Pada harga Sg tertentu, perbandingan krg/kro cenderung naik terhadap tingkat

kekompakan batuan, sehingga batuan yang kurang porous dan permeable,

akan mempertinggi harga krg dibandingkan dengan kro, karena gas lebih

cenderung menempati ruang pori-pori yang lebih besar.

Meskipun diyakini bahwa tiga fasa mobil (gas, minyak dan air) jarang

sekali terjadi pada suatu titik di reservoir. Jika gas, minyak dan air mengalir secara

bersama-sama dalam batuan, yang direpresentasikan sebagai reservoir

unconsolidated sand dengan butiran well-sorted dalam sistem water-wet, maka

digunakan kurva permeabilitas relatif untuk sistem tiga fasa pada gambar kurva

berikut ini :

Gambar 2.12

Permeabilitas Minyak (kro) Sebagai Fungsi Saturasi Gas dan Air untuk

Sistem Gas-Minyak-Air

Page 35: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

Gambar 2.13

Permeabilitas Minyak (krw) Sebagai Fungsi Saturasi Minyak dan Gas untuk

Sistem Gas-Minyak-Air

(Smith, Charles R., Tracy, G. W. and Farrar, R. Lance,1992)

2.2.2.6. Kompresibilitas Batuan

Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan,

antara lain :

1. Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material

padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.

2. Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan

terhadap satuan perubahan tekanan.

3. Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori

batuan terhadap satuan perubahan tekanan.

Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori-pori batuan dianggap yang paling

penting dalam teknik reservoir khususnya.

Page 36: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam

tekanan, antara lain :

1. Tekanan-dalam (internal stress), yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik

fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan.

2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada

diatasnya (overburden pressure).

Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir selama proses

produksi akan mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga

resultan tekanan pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan

tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan

volume total (bulk) batuan reservoir. Untuk butir padatan (grains) akan

mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida

yang dikandungnya. Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan

sebagai kompressibilitas Cr atau :

......................................................................................(2-21)

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan

sebagai kompressibilitas Cp atau :

....................................................................................(2-22)

keterangan :

Vr = volume padatan batuan (grains)

Vp = volume pori-pori batuan

P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan

P* = tekanan luar (tekanan overburden).

Page 37: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Gambar 2.14

Kurva Kompressibilitas Pori-pori Batuan

A. Rata-rata dari dua test kompressibilitas @ 910F.

B. Test kompressibilitas @ 1460F.

(Amyx, J. W., Bass, D. M. Jr., Whitting, R. L,1960)

Harga Cr untuk batuan ditentukan dengan menjenuhkan batuan oleh

fluida, kemudian dimasukkan ke tabung dengan fluida yang sama. Batuan dalam

tabung kemudian dikenakan tekanan hidrostatik dan dapat diukur perubahan

volume Vr.

Page 38: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Bila tekanan dalam yang disebabkan oleh fluida dalam pori-pori

berkurang, dan batuan menderita tekanan luar yang konstan yang disebabkan oleh

muatan batuan di atasnya (overburden pressure), maka bulk volume batuan akan

berkurang sementara volume padatan bertambah. Carpenter dan Spencer

mengadakan test terhadap core dari formasi Woodbine yang dihasilkan dengan

variasi tekanan luar yang berbeda-beda. Tipe kurva yang dihasilkan ditunjukkan

oleh Gambar 2.19. Perubahan ruang pori Vp ditentukan dengan pengukuran

volume air yang keluar dari pori batuan akibat bertambahnya tekanan overburden.

Kemiringan (m) akan menunjukkan harga kompressibilitas pori-pori batuan yang

dibentuk dengan persamaan (2-22), ordinatnya menunjukkan pengurangan volume

pori-pori batuan sebagai hasil dari perubahan tekanan overburden.

2.3. Kondisi Reservoar

Kondisi reservoar yang dimaksud disini adalah tekanan dan temperatur

reservoar, dimana dua besaran ini sangat berpengaruh terhadap keadaan reservoar,

baik pada batuan maupun fluida reservoar (gas, minyak dan air) Tekanan dan

temperatur reservoar dipengaruhi oleh adanya gradien kedalaman, letak lapisan

dan kandungan fluidanya. Tekanan dan temperatur reservoar akan dibicarakan

dalam sub bab ini.

2.3.1. Tekanan Reservoar

Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoar dan fluida yang

terkandung didalamnya disebut tekanan reservoar. Adanya tekanan reservoar yang

disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan menyebabkan fluida

reservoar akan mengalir dari reservoar ke lubang sumur yang relatif bertekanan

rendah, sehingga tekanan reservoar akan menurun dengan adanya kegiatan

produksi.

Tekanan yang bekerja pada reservoar, pada dasarnya diakibatkan oleh tiga

hal, yaitu :

1. Tekanan hidrostatis

Tekanan hidrostatis merupakan tekanan yang timbul akibat adanya fluida

yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh ekspansi gas (dari tudung gas) dan

Page 39: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan selama

proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk kolom fluida tidak berpengaruh

terhadap besarnya tekanan ini. Persamaan tekanan hidrostatis dituliskan :

Ph = 0,052 γ D …………………………………….………..(2-64)

Dimana :

Ph = tekanan hidrostatis, psi

γ = densitas fluida rata-rata, ppg

D = tinggi kolom fluida, ft

Besarnya gradien tekanan hidrostatis air tawar adalah 0,433 psi/ft,

sedangkan gradien tekanan hidrostatis air asin adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan

terhadap besarnya gradien tekanan hidrostatis ada dua, yaitu abnormal (apabila

gradien tekanan > 0,465 psi/ft) dan subnormal (apabila gradien tekanan < 0,433

psi/ft).

2. Tekanan kapiler

Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kontak

dua macam fluida yang tak saling campur. Besarnya tekanan kapiler dapat

ditentukan dengan persamaan :

Pc = (ρw – ρo) …………………….………………..(2-65)

Dimana :

Pc = tekanan kapiler, psi

h = selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft

ρw = densitas air, lb/cuft

ρo = densitas minyak, lb/cuft

3. Tekanan overburden

Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya

berat batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan yang

terletak diatas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :

Po = = D(1-Ø)ρma + Øρfl ………………………..…….(2-66)

Page 40: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Dimana :

Po = tekanan overburden, psi

Gmb = berat matriks batuan formasi, lb

Gf = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb

A = luas lapisan, in2

D = kedalaman vertikal formasi, ft

Ø = porositas, fraksi

ρma = densitas matriks batuan, lb/cuft

ρfl = densitas fluida, lb/cuft

Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,

yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet kedalaman

disebut gradien kedalaman.

Salah satu test yang harus dilakukan setelah akumulasi hidrokarbon

didapat adalah test untuk menentukan tekanan reservoar, yaitu : tekanan awal

reservoar, tekanan statis sumur, tekanan alir dasar sumur dan gradien tekanan

reservoar. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas

formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat

diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum.

Tekanan awal reservoar adalah tekanan reservoar pada saat pertama kali

ditemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut

tekanan aliran (flowing) sumur, kemudian jika sumur tersebut ditutup maka selang

waktu tertentu akan didapat tekanan statis sumur.

2.3.2. Temperatur Reservoar

Temperatur reservoar akan naik dengan meningkatnya kedalaman.

Peningkatan ini disebut gradien geothermis, yang besarnya bervariasi dari tempat

yang satu ke tempat yang lain, akibat sifat konduktivitas batuan. Besarnya harga

rata-rata gradien geothermis 2 oF/100 ft, sedangkan gradien geothermis tertinggi

4 oF/100ft dan besarnya gradien geothermis terendah 0,5 oF/100 ft.

Page 41: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Gambar 2.15Grafik Gradien Rata-Rata Temperatur

(Amyx, J.W., D.M. Bass, Jr. and R.L. Whiting, 1960)

Hubungan antara temperatur terhadap kedalaman dinyatakan dalam

persamaan :

Td = Ts + a D …………………….………………………………..(2-67)

Dimana :

Td = temperatur formasi pada kedalaman D, OF

Ts = temperatur permukaan rata-rata, OF

a = gradien geothermis, OF/100 ft

D = kedalaman, ft

Pengukuran temperatur reservoar dapat dilakukan setelah sumur

dikomplesi dan temperatur ini dianggap konstan selama reservoar aktif, kecuali

bila dilakukan proses stimulasi. Gambar 2.46. menunjukkan contoh kurva

kenaikan temperatur terhadap kedalaman, yang merupakan hasil penelitian di

lapangan.

Page 42: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2.4. Jenis-Jenis Reservoar

2.4.1. Berdasarkan Perangkap Geologi

Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi struktur

dan stratigrafi.

2.4.1.1. Perangkap Struktur

Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai

dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur

perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat

menangkap minyak, disebabkan gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan

dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsure utama dalam

pembentukan perangkap.

Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama.

Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup

yang berada di atasnya dan dibentuk sedemikian sehingga minyak tidak dapat lagi

ke mana-mana, seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 2.47.)

Untuk mengevaluasi suatu perangkap lipatan terutama mengenai ada

tidaknya tutupan (batas maksimal wadah dapat diisi oleh fluida), jadi tidak

dipermasalahkan apakah lipatan itu ketat atau landai, yang penting adalah adanya

tutupan. Suatu lipatan sehingga tidak dapat disebut suatu perangkap. Disamping

itu ada tidaknya tutupan tergantung pada faktor struktur dan posisinya ke dalam.

Contohnya, pada permukaan didapatkan struktur tutupan tetapi makin ke dalam

makin menghilang. Jadi untuk mengevaluasi perangkap pelipatan selain dari

adanya tutupan juga harus dievaluasi apakah tutupan tersebut terdapat pada

lapisan reservoir.

Page 43: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Gambar 2.16Prinsip Penjebakan Minyak dalam Perangkap Struktur

(Koesoemadinata, R.P., 1980)Perangkap patahan sering juga terdapat dalam berbagai reservoir minyak

dan gas. Gejala patahan (sesar) dapat bertindak sebagai unsur penyekat dalam

penyaluran minyak. Sering dipermasalahkan apakah patahan itu merupakan

penyekat atau penyalur. Smith (1966) mengemukakan bahwa persoalan patahan

sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Secara teoritis,

memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada

tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan

yang disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya

tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur

atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka

minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka

patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri

tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus

dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan

karena patahan, yaitu :

1. Adanya kemiringan wilayah

2. Harus paling sedikit dua patahan yang berpotongan

3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan

4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah

Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.

Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkung daripada suatu perangkap

struktur.

Page 44: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

2.4.1.2. Perangkap Stratigrafi

Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam

perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan

pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan

lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang sehingga merupakan

penghalang permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :

1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau

beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.

2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut

ke arah atas atau ke pinggir.

3. Keadaan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat

menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi

posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reesrvoir yang

telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.

Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau

juga karena kemiringan wilayah.

Perubahan sifat litologi/ sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan reservoir

dapat disebabkan :

1. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat

menipis dan menghilang.

2. Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan tetap, akan tetapi sifat litologi

berubah

3. Bidang ketidakselarasan, disebabkan adanya erosi pada perlapisan batuan

permeable yang miring

Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi

struktur tubuh batuan sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan

penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir

itu kecil dan sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena

seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap.

Page 45: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Jika tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat

penting. Perangkap tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan

horisontal. Jika bagian tengah tubuh terlipat, maka peragkap yang terjadi adalah

perangkap struktur (antiklin). Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi

struktur lapisan reservoir harus sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh

reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi), merupakan penghalang

permeabilitas ke atas.

Gambar 2.17Perangkap Stratigrafi

a. Penyerpihan ; b. Pembajian ; c. Ketidakselarasan(Koesoemadinata, R.P., 1980)

Levorsen (1954), membagi perangkap stratigrafi sebagai berikut :

1. Tubuh batuan reservoir terbatas (lensa) :

a. Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.

b. Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm

2. Pembajian, perubahan fasies ataupun porositas dari lapisan reservoir ke suatu

arah regional ataupun lokal dari :

a. Batuan reservoir klastik detritus

b. Batuan reservoir karbonat.

3. Perangkap ketidak-selarasan.

2.4.1.3. Perangkap Kombinasi

Page 46: BAB II Karakteristik Formasi Batuan Yang Ditembus

Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur

dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan factor bersama

dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas. Beberapa kombinasi antara unsur

stratigrafi dan unsur struktur adalah sebagai berikut :

1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian

Kombinasi lipatan dengan pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak,

pasir menghilang dan di lain pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Maka

jelaslah hal ini sering terjadi pada perangkap stratigrafi normal.

2. Kombinasi antara patahan dan pembajian

Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada

pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat

suatu kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan

diarah lain ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi

ditahan oleh pembajian.

Gambar 2.18Perangkap Kombinasi

a. Lipatan Dan Pembajian ; b. Patahan dan Pembajian(Koesoemadinata, R.P., 1980)