bab ii kajian teori -...

14
12 BAB II KAJIAN TEORI 4.1. Kajian Teori Belajar 5.1.1. Teori Belajar Konstruktivisme Model konstruktivisme di dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan peserta didik secara mental, membangun pengetahuan, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator di dalam proses pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya peserta didik mengorganisasikan pengalaman-pengalaman mereka. ”Menurut kaum konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut: a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

Upload: trancong

Post on 06-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

12

BAB II

KAJIAN TEORI

4.1. Kajian Teori Belajar

5.1.1. Teori Belajar Konstruktivisme

Model konstruktivisme di dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar

mengajar yang mengaktifkan peserta didik secara mental, membangun

pengetahuan, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih

berperan sebagai fasilitator dan mediator di dalam proses pembelajaran. Penekanan

tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya peserta didik

mengorganisasikan pengalaman-pengalaman mereka.

”Menurut kaum konstruktivisme, belajar merupakan proses

aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman

fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses

mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan

yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang

sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain

bercirikan sebagai berikut:

a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan

oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan,

dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh

pengertian yang telah ia punyai.

b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus.

Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan

yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat

maupun lemah.

c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,

melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan

membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil

perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu

sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan

dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu

skema seseorang dalam keraguan yang merangsang

pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan

(disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu

belajar.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

13

e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar

dengan dunia fisik dan lingkungannya.

f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah

diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi

yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang

dipelajari.”11

Seorang tokoh konstruktivisme yaitu Von Glasersfeld mengemukakan

pendapatnya, bahwa:

”Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang

sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat

berarti dua macam. Pertama, bila kita berbicara tentang diri kita

sendiri, lingkungan menunjuk pada keseluruhan objek dan semua

relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita

memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk

pada sekeliling hal itu yang telah kita isolasikan. Dalam hal ini, baik

hal itu maupun sekelilingnya merupakan lingkup pengalaman kita

sendiri, bukan dunia objektif yang lepas dari pengamatan.”12

Model konstruktivisme pendidikan menurut Von Glasersfeld adalah

pengetahuan dari peserta didik yang terbentuk oleh pengalaman-pengalaman yang

didapat dari lingkungan sekitar peserta didik. Von Glasersfeld juga membedakan

adanya tiga taraf konstruktivisme, yaitu:

1. ”Konstruktivisme Radikal

Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya

dapat mengetahui apa yang dibentuk/dikonstruksikan oleh pikiran

kita. Bentukan itu harus ”jalan” dan tidak harus selalu

merupakan representasi dunia nyata. Adalah suatu ilusi apabila

percaya bahwa apa yang kita ketahui itu memberikan gambaran

akan dunia nyata.

2. Realisme Hipotesis

Menurut realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) kita

dipandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan

dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang

dekat dengan realitas.

3. Konstruktivisme yang Biasa

Aliran ini tidak mengambil semua konsekuensi

konstruktivisme. Menurut aliran ini, pengetahuan kita merupakan

11

Paul Suparno, op. cit. hal. 61. 12 Paul Suparno, loc. cit. hal. 19.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

14

gambaran dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai

suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam

dirinya sendiri.”13

Penulis dapat menyimpulkan bahwa proses pembelajaran konstruktivisme

adalah salah satu pendekatan yang memfokuskan kegiatan dan pengalaman-

pengalaman peserta didik pada berlangsungnya sebuah proses belajar dan mengajar.

Pembelajaran konstruktivisme juga akan merangsang peserta didik untuk berpikir

inovatif dan mengembangkan potensi diri peserta didik secara optimal. Seperti

halnya pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, yaitu:

”Pendekatan konstruktivis sebagai pendekatan baru dalam

proses pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga

peserta didik diberi peluang besar untuk aktif dalam proses

pembelajaran.

2. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan

baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.

3. Berbagai pandangan yang berbeda di antara peserta didik

dihargai dan sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.

4. Peserta didik di dorong untuk menemukan berbagai

kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi.

5. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka

mendorong peserta didik dalam proses pencarian (inquiry) yang

lebih alami.

6. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan

kompetitif dikalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif,

dan menyenangkan.

7. Proses pembelajaran dilakukan secara konstektual, yaitu peserta

didik diharapkan ke dalam pengalaman nyata.”14

5.1.2. Pembelajaran Berkelompok

Penulis di dalam memecahkan permasalahan yang diresahkan oleh guru

pada mata pelajaran komunikasi bisnis di kelas X Akuntansi 1 Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri 1 Salatiga, akan menggunakan pembelajaran secara berkelompok.

13

Ibid. hal. 26. 14 Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama,

Bandung, 2010, hal. 63.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

15

Pembelajaran berkelompok adalah salah satu cara terbaik sebagai upaya pemecahan

masalah penelitian tindakan, pengganti metode ceramah yang dilakukan oleh guru

di dalam proses pembelajaran sebelumnya.

”Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan pembelajaran

aktif adalah dengan memberikan tugas-tugas belajar yang

dikerjakan dalam tim-tim kecil. Seringkali para peserta dapat lebih

banyak belajar dengan cara ini dibandingkan jika anda

mengajarkannya di depan kelas. Dorongan dari teman-teman dan

keragaman cara pandang, pengetahuan, dan ketrampilan juga

membantu pembelajaran berkelompok sebagai bagian yang

bermanfaat dalam pelatihan yang aktif.”15

Proses pembelajaran berkelompok akan mengelompokkan peserta didik di

dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil tersebut akan saling

berdiskusi dan berinteraksi dalam proses pelaksanaan pembelajaran, agar tujuan

pembelajaran tercapai secara optimal.

”Menurut Nana Sudjana metode kerja kelompok atau bekerja

dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam

satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri

ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok).

1. Dasar pengelompokan

Kelompok bisa dibuat berdasarkan:

a. Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama

bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar.

b. Perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas

siswa yang punya minat yang sama.

c. Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan kita

berikan.

d. Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa,

yang tinggal dalam satu wilayah dikelompokkan dalam satu

kelompok sehingga memudahkan koordinasi kerja.

e. Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat

faktor-faktor lain.

f. Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria

dan kelompok wanita.

Namun demikian, sebaiknya kelompok menggambarkan yang

heterogin, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin.

Hal ini dimaksudkan agar kelompok-kelompok tersebut tidak berat

15 Judith Mel Silberman, loc. cit. hal. 161.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

16

sebelah (ada kelompok yang baik dan ada kelompok yang kurang

baik).

2. Jenis kelompok

Kalau dilihat dari segi proses kerjanya maka kerja kelompok

ada dua macam, yaitu kelompok:

a. Jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam

kelompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya

insidental.

b. Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam

kelompok itu bukan hanya pada saat itu saja, mungkin

berlaku untuk satu periode tertentu sesuai dengan tugas atau

masalah yang akan dipecahkan.

3. Petunjuk pelaksanaan bekerja dalam kelompok

Untuk mencapai hasil yang baik, maka faktor yang harus

diperhatikan ialah:

a. Perlu adanya motif (dorongan) yang kuat untuk bekerja pada

setiap anggota.

b. Pemecahan masalah dapat dipandang, sebagai satu unit

dipecahkan bersama, atau masalah dibagi-bagi untuk

dikerjakan secara masing-masing individual, hal ini

bergantug pada kompleks tidaknya masalah yang akan

dipecahkan.

c. Persaingan yang sehat antar kelompok biasa mendorong

anak untuk belajar.

d. Situasi yang menyenangkan antar anggota banyak

menentukan berhasil tidaknya kerja kelompok.”16

5.1.3. Investigasi Kelompok

Salah satu metode pembelajaran secara berkelompok adalah metode

investigasi kelompok. Penulis menggunakan metode investigasi kelompok, agar

peserta didik merasa tertarik dan meningkatkan minat yang meliputi perhatian,

kegiatan, dan rasa senang peserta didik di dalam proses pembelajaran pada

kompetensi dasar melaksanakan komunikasi bisnis secara profesional kelas X

Akuntansi 1 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga.

”The Network Scientific Inquiry Resources and Connections

yang dikutip oleh Aunurrahman melalui pembahasannya

mengungkapkan bahwa:

16 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung,

2008, hal. 82.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

17

Group Investigation is an organizational medium for

encouraging and guiding students’ involvement in learning. Students

actively share in influencing the nature of events in their classroom.

By communicating freely and cooperating in planning and carriying

out their chosen topic of investigation, they can achieve more than

they would as individuals. The final result of the group’s work

reflects each member’s contribution, but it intellectually richer than

work done individually by the same student.”17

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa, Investigasi Kelompok adalah

media organisasi untuk mendorong dan membimbing keterlibatan peserta didik di

dalam proses belajar dan mengajar. Peserta didik aktif di dalam mempengaruhi sifat

kejadian-kejadian di dalam kelas mereka. Peserta didik dapat berkomunikasi secara

bebas dan bekerja sama dalam merencanakan dan melaksanakan topik investigasi

pilihan mereka sendiri, peserta didik dapat mencapai hasil yang lebih baik daripada

mereka melakukannya secara individu. Hasil akhir dari kerja kelompok

mencerminkan kontribusi dari masing-masing anggota kelompok, tetapi secara

intelektual lebih kaya dibandingkan dengan bekerja secara individu oleh peserta

didik yang sama. Sehingga, pembelajaran dengan metode investigasi kelompok

akan lebih membuat peserta didik memiliki kemampuan dan pengetahuan yang

lebih baik dibandingkan dengan bekerja secara individu.

Metode investigasi kelompok mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai

berikut:

”Model Investigasi kelompok mempunyai kelebihan dan

komprehensivitas, dimana model ini memadukan penelitian

akademik, integrasi sosial, dan proses belajar sosial. Model ini juga

dapat dipergunakan dalam segala areal subjek, dengan seluruh

tingkat usia. Penerapan model investigasi kelompok dalam proses

pembelajaran memberikan dampak intruksional dan dampak

17 Aunurrahman, op. cit. hal. 150.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

18

pengiring. Dampak pembelajaran terutama sekali berupa

terwujudnya proses efektivitas kelompok, mengembangkan wawasan

dan pengetahuan serta dapat menumbuhkan disiplin dalam inquiry

kolaboratif. Penerapan investigasi kelompok juga mempunyai

dampak nurturant terutama sekali berupa kebebasan sebagai

pelajaran, menumbuhkan harga diri serta mengembangkan

kehangatan dan affiliasi.”18

Metode investigasi kelompok mempunyai prosedur yang dapat dilakukan

sebagai berikut:

”Prosedur investigasi kelompok, yaitu;

1. Kelompokkan para peserta kedalam tim-tim beranggotakan dua

hingga enam orang.

2. Gunakan satu atau beberapa pendekatan investigasi tim berikut

ini:

a. Buatlah sebuah investigasi dengan memberikan informasi

kepada tim-tim untuk mencari dalam lingkungan yang telah

ditentukan.

b. Berikan daftar orang-orang yang akan diwawancarai kepada

tim-tim ini agar mereka dapat memperoleh jawaban

kumpulan pertanyaan yang anda berikan.

c. Berikan kesempatan-kesempatan bagi para peserta untuk

melihat dan mengamati tim lainnya.

d. Buatlah sekumpulan masalah bagi tim-tim ini untuk

dipecahkan dan dilengkapi mereka dengan materi-materi

acuan lainnya.

e. Berikan kepada tim-tim ini satu atau beberapa kegiatan

belajar atau permainan yang dapat mereka lakukan sendiri.

3. Mintalah tim-tim ini untuk mempresentasikan pengalaman-

pengalaman dan temuan-temuan mereka. Pertimbangkan untuk

melakukan diskusi panel atau menggabungkan para anggota

dari tim-tim yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok diskusi

kecil.”19

4.2. Minat

Minat berperan sangat penting di dalam kehidupan peserta didik dan

mempunyai dampak yang besar terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Peserta

didik yang berminat terhadap kegiatan belajar mengajar, akan berusaha lebih keras

18

Mel Silberman, loc. cit. hal. 154. 19 Mel Silberman, op. cit. hal. 173.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

19

untuk memperhatikan dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru

dibandingkan dengan peserta didik yang kurang berminat. “Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu;

gairah; keinginan.”20

Penulis berpendapat, bahwa minat di dalam pembelajaran adalah

ketertarikan pada proses pembelajaran untuk lebih memperhatikan, melaksanakan

kegiatan pembelajaran dan mengingat secara terus-menerus serta diikuti oleh

perasaan senang atas kepuasan yang diperoleh di dalam proses pembelajaran.

“Menurut W. S. Winkel minat diartikan sebagai kecenderungan subyek yang

menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan

merasa senang mempelajari materi itu.” 21

Proses pembelajaran diperlukan sebagai suatu proses pemusatan perhatian

agar yang dipelajari oleh peserta didik mudah dipahami. Peserta didik dapat

melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan atau tidak diminati

untuk dilakukan. Terjadilah suatu perubahan tingkah laku yang meliputi

keseluruhan pribadi peserta didik baik dari aspek kognitif, psikomotor, maupun

afektif. Peningkatkan minat belajar peserta didik di dalam proses pembelajaran

dapat dilakukan dengan bentuk kegiatan peserta didik, bekerja untuk mengalami

sendiri yang ada di lingkungan sekitar peserta didik secara berkelompok dan

mengkonsepkan pengalaman-pengalaman yang di dapat oleh peserta didik. Peserta

didik dengan kegiatan tersebut akan memperoleh pengalaman pembelajaran yang

20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 916. 21

W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Grasindo, Jakarta, 2004, hal. 212.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

20

dirasa sangat optimal. “Menurut Sri Esti Wuryani Djiwandono, kegiatan siswa

merupakan kunci dari minat mereka. Guru-guru dapat memperhatikan siswa-siswa

mana yang paling memperhatikan selama pelajaran berlangsung.”22

Kegiatan pembelajaran peserta didik dilakukan dalam rangka pencapaian

sebuah proses dan hasil belajar yang optimal, serta dapat ditunjukkan dalam

peningkatan minat yang meliputi perhatian, kegiatan, serta rasa senang dan hasil

belajar peserta didik. ”Menurut Wiji Suwarno, peserta didik yang mempunyai minat

terhadap mata pelajaran bisa meningkatkan hasil belajarnya, sedangkan yang

tidak mempunyai minat akan sulit meningkatkan hasil belajarnya. Pendidik

mempunyai tugas untuk membangkitkan minat peserta didik agar prestasinya

meningkat.”23

Indikator minat belajar peserta didik terdiri dari adanya perhatian, kegiatan,

dan rasa senang peserta didik di dalam proses pembelajaran. Indikator adanya

perhatian dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu perhatian terhadap bahan ajar,

memahami materi pelajaran, dan menyelesaikan tugas-tugas di dalam pembelajaran.

Kegiatan dibedakan menjadi pelaksanaan aktivitas kegiatan terhadap bahan ajar dan

secara aktif untuk menyelesaikan tugas-tugas di dalam proses pembelajaran tepat

waktu. Rasa senang meliputi rasa senang mengetahui bahan pelajaran, senang

mengikuti dan memahami di dalam proses pembelajaran, dan antusias di dalam

menyelesaikan tugas belajar.

22

Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002, hal. 366. 23 Wiji Suwarno, op. cit. hal. 116.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

21

4.3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan peserta didik yang diterima

setelah proses belajar dan pembelajaran berlangsung. Proses tersebut dapat

memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap, minat,

dan ketrampilan dari peserta didik sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

”Mimin Haryati mengemukakan penilaian pada dasarnya

bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengembangan

proses dan hasil belajar para peserta didik dan hasil mengajar

guru. Informasi mengenai hasil penilaian proses dan hasil belajar

serta hasil mengajar yaitu berupa penguasaan indikator-indikator

dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan, oleh peserta didik

informasi hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk

memotivasi peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar,

melaksanakan program remedial serta mengevaluasi kompetensi

guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.”24

Perubahan dan penilaian perilaku belajar peserta didik mencakup

seluruh aspek yang ada pada diri peserta didik. Seperti yang dikemukakan

Bloom yang dikutip oleh Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, yaitu

perilaku dalam belajar mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik, yaitu

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1. ”Indikator Aspek Kognitif

Indikator aspek kognitif mencakup:

a. Ingatan atau pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan

mengingat bahan yang telah dipelajari.

b. Pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan

menangkap pengertian, menterjemahkan, dan menafsirkan.

c. Penerapan (application), yaitu kemampuan menggunakan

bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.

d. Analisis (analisys), yaitu kemampuan menguraikan,

mengidentifikasi dan mempersatukan bagian yang terpisah,

menghubungkan antar bagian guna membangun sesuatu

keseluruhan.

24 Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Gaung

Persada Press, Jakarta, 2007, hal. 115.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

22

e. Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menyimpulkan,

mempersatukan bagian yang terpisah guna membangun

suatu keseluruhan, dan sebagainya.

f. Penilaian (evaluation), yaitu kemampuan mengkaji nilai

atau harga sesuatu, seperti pernyataan atau laporan

penelitian yang didasarkan suatu kriteria.

2. Indikator Aspek Afektif

Indikator aspek afektif mencakup:

a. Penerimaan (receiving), yaitu kesediaan untuk

menghadirkan dirinya untuk menerima atau memperhatikan

pada suatu perangsang.

b. Penanggapan (responding), yaitu keturutsertaan, memberi

reaksi, menunjukkan kesenangan memberi tanggapan

secara sukarela.

c. Penghargaan (valuing), yaitu kepeka tanggapan terhadap

nilai atas suatu rangsangan, tanggung jawab, konsisten, dan

komitmen.

d. Pengorganisasian (organization), yaitu mengintegrasikan

berbagai nilai yang berbeda, memecahkan konflik antar

nilai, dan membangun sistem nilai, serta

mengkonseptualisasikan suatu nilai.

e. Pengkarakterisasian (characterization), yaitu proses afeksi

dimana individu memiliki suatu sistem nilai sendiri yang

mengendalikan perilakunya dalam waktu yang lama yang

membentuk gaya hidupnya, hasil belajar ini berkaitan

dengan pola umum penyesuaian diri secara personal, sosial,

dan emosional.

3. Indikator Aspek Psikomotor

Indikator aspek psikomotor mencakup:

a. Persepsi (perception), yaitu pemakaian alat-alat perasa

untuk membimbing efektivitas gerak.

b. Kesiapan (set), yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.

c. Respos terbimbing (guide respons), yaitu tahap awal belajar

keterampilan lebih kompleks, meliputi peniruan gerak yang

dipertunjukkan kemudian mencoba-coba dengan

menggunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu

gerak.

d. Mekanisme (mechanism), yaitu gerakan penampilan yang

melukiskan proses dimana gerak yang telah dipelajari,

kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan

sehingga dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan

mahir.

e. Respons nyata kompleks (complex over respons), yaitu

penampilan gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk

gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar tinggi.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

23

f. Penyesuaian (adaptation), yaitu ketrampilan yang telah

dikembangkan secara lebih baik sehingga tampak dapat

mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan

dan kondisi yang khusus dalam suasana yang telah

problematis.

g. Penciptaan (origination), yaitu penciptaan pola gerakan

baru yang sesuai dengan situasi dan masalah tertentu

sebagai kreativitas.”25

4.4. Mata Pelajaran

Mata pelajaran adalah sejumlah materi ajar yang akan dipelajari pada

tingkat satuan pendidikan, dari tingkat pendidikan kanak-kanak sampai dengan

tingkat pendidikan tinggi. Mata pelajaran sudah dicantumkan di dalam kurikulum

setiap sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. ”Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, mata pelajaran adalah pelajaran yang diajarkan (dipelajari)

untuk sekolah dasar atau sekolah lanjutan.”26

Salah satu mata pelajaran yang dipelajari di Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri 1 Salatiga adalah mata pelajaran komunikasi bisnis yang dipelajari di kelas

X program keahlian akuntansi. Program keahlian akuntansi Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri 1 Salatiga, mempunyai tujuan yaitu:

a. “Menerapkan dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi

serta mampu menerapkan prinsip professional dalam bekerja

dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan kerja dan

lingkungan hidup.

b. Menerapkan dan mengembangkan kemampuan tehnologi

informasi untuk melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.

c. Memiliki keterampilan dan seni mencatat, menggolongkan,

mengklasifikasikan dan melaporkan transaksi keuangan

perusahaan secara manual

25

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama,

Bandung, 2010, hal. 21. 26 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit. hal. 887.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

24

d. Memiliki keterampilan dan seni mencatat, menggolongkan,

mengklasifikasikan dan melaporkan transaksi keuangan

perusahaan menggunakan aplikasi komputer akuntansi

e. Memiliki keterampilan menyusun program akuntansi sederhana

dengan aplikasi komputer

f. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengisi SPT dan

menghitung pajak.”27

Penelitian tindakan akan dilakukan pada kompetensi dasar melaksanakan

komunikasi bisnis secara profesional, salah satu kompetensi dasar pada mata

pelajaran komunikasi bisnis. Kompetensi dasar melaksanakan komunikasi bisnis

secara profesional membahas tentang dasar-dasar komunikasi dan penyusunan

komunikasi bisnis serta melaksanakan komunikasi secara efektif.

4.5. Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan yang penulis

lakukan di kelas X Akuntansi 1 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga

adalah penelitian dari Ratih Endarini Sudarmono lulusan Sarjana Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga. Penelitian tindakan Ratih Endarini Sudarmono berjudul

”Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Melalui Penerapan

Metode Group Investigations pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di

Sekolah Dasar Sedorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”.

Hasil penelitian Ratih Endarini Sudarmono menyatakan bahwa aktivitas dan hasil

belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri Sidorejo Lor 02 Salatiga dapat

ditingkatkan dengan menggunakan metode Group Investigations.

27 Kurikulum SMK N 1 Salatiga, op. cit. hal. 10.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/747/3/T1_162008049_BAB II.pdfop. cit. hal. 61. 12. Paul Suparno, loc. cit. hal. 19. 14 . gambaran dari

25

4.6. Hipotesis Tindakan

Sesuai dengan masalah dan perumusannya, penelitian tindakan diajukan

hipotesis tindakan sebagai berikut:

1. Kegiatan pembelajaran difokuskan pada pengembangan kompetensi

komunikasi dan minat yang meliputi perhatian, kegiatan, serta rasa

senang di dalam pembelajaran komunikasi bisnis dengan metode

Investigasi Kelompok, maka kualitas dan minat belajar peserta didik di

dalam pembelajaran komunikasi bisnis pada kompetensi dasar

melaksanakan komunikasi bisnis secara profesional dapat di tingkatkan.

2. Kegiatan pembelajaran difokuskan pada pengembangan kompetensi

komunikasi dan minat yang meliputi perhatian, kegiatan, serta rasa

senang di dalam pembelajaran komunikasi bisnis dengan metode

Investigasi Kelompok, maka hasil belajar peserta didik di dalam

pembelajaran komunikasi bisnis pada kompetensi dasar melaksanakan

komunikasi bisnis secara profesional dapat di tingkatkan.