bab ii kajian teori a. resiliensi 1. definisi resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/bab ii.pdf ·...

23
BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Istilah resiliensi diperkenalkan oleh Redl (dalam Desmita, 2011) dan digunakan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan individual dalam respons seseorang terhadap stres dan keadaan yang merugikan (adversity) lainnya. Henderson & Milstein (dalam Desmita, 2011) mengemukakan bahwa istilah resiliensi diadopsi oleh para peneliti untuk menggambarkan fenomena, seperti: “invulnerable(kekebalan), “invicible” (ketangguhan), dan “hady” (kekuatan), karena dalam proses menjadi resilien tercakup pengenalan perasaan sakit, perjuangan dan penderitaan. Menurut Siebert (dalam Aprilia, 2013) dalam bukunya The Resiliency Advantage memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte (2002) yang menyatakan bahwa resiliensi merupakan 16 Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Upload: lambao

Post on 08-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

16

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Istilah resiliensi diperkenalkan oleh Redl (dalam Desmita, 2011)

dan digunakan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan

individual dalam respons seseorang terhadap stres dan keadaan yang

merugikan (adversity) lainnya. Henderson & Milstein (dalam Desmita,

2011) mengemukakan bahwa istilah resiliensi diadopsi oleh para

peneliti untuk menggambarkan fenomena, seperti: “invulnerable”

(kekebalan), “invicible” (ketangguhan), dan “hady” (kekuatan), karena

dalam proses menjadi resilien tercakup pengenalan perasaan sakit,

perjuangan dan penderitaan.

Menurut Siebert (dalam Aprilia, 2013) dalam bukunya The

Resiliency Advantage memaparkan bahwa yang dimaksud dengan

resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan

hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi

penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan,

merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi

dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa

melakukan kekerasan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Reivich & Shatte (2002) yang menyatakan bahwa resiliensi merupakan

16

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

17

kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi ketika menghadapi

kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan.

Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan

penderitaan yang dialami dalam kehidupannya.

Sedangkan menurut Goldstein & Brooks (dalam Argiyana, 2014),

resiliensi bukan hanya untuk mereka yang mengalami keterpurukan saja

tetapi menyangkut semuanya baik yang telah mengalami trauma

ataupun belum sehingga resiliensi adalah kesehatan emosional yang

dilengkapi dengan kesuksesan dalam menghadapi tantangan dan

menyembuhkan dalam keterpurukan.

Desmita (2011) mengungkapkan bahwa resiliensi adalah

kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok

atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi,

mencegah, meminimalkan bahkan menghilangkan dampak-dampak

yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan atau mengubah

kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar

untuk diatasi. Bagi mereka yang resilien, resiliensi membuat hidupnya

menjadi lebih kuat. Artinya, resiliensi akan membuat seseorang berhasil

menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak

menyenangkan, serta dapat mengembangkan kompetensi sosial,

akademis, dan vikasional sekalipun berada di tengah kondisi stres hebat

yang inheren dalam kehidupan dunia dewasa ini.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

18

Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah diuraikan dapat

disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu dalam

bertahan mengatasi masalah yang ada dalam hidup serta mampu untuk

bangkit dari keterpurukan dan kesengsaraan sehingga mampu

menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak

menyenangkan.

2. Aspek-Aspek Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) memaparkan tujuh aspek dari resiliensi

sebagai berikut:

a. Regulasi emosi (emotional regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang

dibawah kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur

emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga

hubungan dengan orang lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai

macam faktor, di antara alasan yang sederhana adalah tidak ada

orang yang mau menghabiskan waktu bersama orang yang marah,

merengut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat.

Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung

berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita terasosiasi dengan

kemarahan maka kita akan semakin menjadi seorang yang pemarah.

Orang yang resilien akan mengembangkan seluruh kemampuannya

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

19

dengan baik yang dapat membantu untuk mengontrol emosi, atensi,

dan perilaku.

b. Pengendalian impuls (impuls control)

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk

mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang

muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan

pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan

emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku

mereka. Individu menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan

kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang

ditampakkan ini akan membuat orang disekitarnya merasa kurang

nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan sosial individu

dengan orang lain.

c. Optimisme (optimism)

Optimisme adalah ketika individu melihat bahwa masa

depannya cemerlang, individu yang resilien adalah individu yang

optimis. Optimisme tentunya, berarti bahwa individu melihat masa

depan kita relatif cerah. Implikasi dari optimisme adalah percaya

bahwa mempunyai kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang

mungkin terjadi di masa depan. Orang yang optimis tidak

menyangkal bahwa dirinya memiliki masalah atau menghindari

berita buruk, sebaliknya mereka mamandang masalah dan berita

buruk sebagai kesulitan yang dapat diatasi.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

20

d. Kemampuan menganalisis masalah (causal analysis)

Causal analysis merujuk pada kemampuan individu untuk

mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang dihadapi.

Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari

permasalahan yang dihadapi secara tepat, akan terus menerus

berbuat kesalahan yang sama.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki

fleksibilitas kognitif. Mampu mengidentifikasi semua penyebab

yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa

terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Tidak

mengabaikan faktor permanen maupun pervasif. Individu yang

resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang

diperbuat demi menjaga harga diri atau membebaskan dari rasa

bersalah. Individu tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang

berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan

memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan

mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan

hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan.

e. Empati (empathy)

Seseorang yang memiliki kemampuan berempati

cenderung memiliki hubungan sosial yang positif. Ketidakmampuan

berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan

sosial. Individu-individu yang tidak membangun kemampuan untuk

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

21

peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut tidak mampu untuk

menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang

dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain.

Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda

nonverbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks

hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan

kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu

dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang

dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan

semua keinginan dan emosi orang lain. Orang yang resilien dapat

dapat membaca isyarat nonverbal orang lain untuk membantu

membangun hubungan yang lebih dalam dengan orang lain, dan

secara emosional lebih cocok.

f. Efikasi diri (self efficacy)

Self-efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang

berhasil. Self efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa

mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai

kesuksesan.

Self-efficacy adalah perasaan bahwa individu efektif dalam

dunia. Telah dihabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan tentang

self efficacy, karena melihat betapa pentingnya hal tersebut dalam

dunia nyata. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan

terhadap kemampuan untuk memecahkan masalah, muncul sebagai

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

22

pemimpin, sementara yang tidak dapat di percaya terhadap

kemampuan diri menemukan diri akan tertinggal dari orang lain.

g. Pencapaian (reaching out)

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa

resiliensi lebih dari sekedar bagaimana seorang individu memiliki

kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari

keterpurukkan, namun lebih dari itu faktor yang terakhir dari

resiliensi adalah reaching out. Reaching out adalah kemampuan

individu meraih aspek positif atau mengambil hikmah dari

kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching

out, hal ini dikarenakan individu tersebut telah diajarkan sejak kecil

untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang

memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih

memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan

namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan

masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untul

berlebih-lebihan (overestimate) dalam memandang kemungkinan

hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Individu-

individu ini memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan

kemampuan mereka hingga batas akhir. Gaya berpikir ini

memberikan batasan bagi diri sendiri, atau dikenal dengan istilah

self-handicaping.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

23

Reaching out menggambarkan kemampuan individu untuk

meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang

mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala

ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

resiliensi adalah regulasi emosi (emotional regulation), kontrol impuls

(impuls control), optimisme (optimism), analisis kausal (causal

analysis), empati (empathy), efikasi diri (self eficacy), dan pencapaian

(reaching out).

3. Sumber-Sumber Pembentukan Resiliensi

Menurut Grotberg (1999) ada tiga sumber dari resiliensi, yaitu I

have (saya memiliki), I am (saya adalah), dan I can (saya bisa). Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. I have (saya memiliki) merupakan sumber resiliensi yang

berhubungan dengan pemaknaan individu akan besarnya dukungan

yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Sumber I

have ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan

bagi pembentukan resiliensi yaitu: hubungan yang dilandasi oleh

kepercayaan, struktur dan aturan, model-model peran, dorongan

untuk mandiri, serta fasilitas penunjang kehidupan.

b. I am (saya adalah) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan

dengan kekuatan pribadi yang dimiliki individu, yang terdiri dari

perasaan, sikap, dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

24

yang mempengaruhi I am adalah disayangi dan disukai banyak

orang, mencintai, memiliki empati dan kepedulian pada orang lain,

bangga kepada diri sendiri, bertanggung jawab, percaya diri,

optimis, dan penuh harapan.

c. I can (saya bisa) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa

saja yang dapat dilakukan oleh individu sehubungan dengan

keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan-

keterampilan ini meliputi, cara berkomunikasi, memecahkan

masalah, mengelola perasaan, mengukur temperamen diri dan orang

lain, serta menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai.

Berdasarkan poin-poin diatas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi

adalah hasil kombinasi dari tiga faktor, yang berupa: I have (saya

memiliki), I am (saya adalah), dan I can (saya bisa). Individu tidak bisa

menjadi resilien hanya dengan memiliki salah satu aspek saja,

melainkan harus ditopang oleh ketiga sumber pembentukan tersebut.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi

Masten dan Coatsworth (dalam Setyowati dkk, 2010)

mengemukakan tiga faktor yang berhubungan dengan resiliensi pada

individu, yaitu:

a) Faktor individual

Faktor individu merupakan faktor-faktor yang bersumber

dari dalam individu itu sendiri, yaitu mempunyai intelektual

yang baik, namun individu yang mempunyai intelektual yang

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

25

tinggi belum tentu individu itu resilien, sociable, self confident,

self efficacy, harga diri yang tinggi, memiliki talent (bakat).

b) Faktor keluarga

Faktor-faktor keluarga yang berhubungan dengan

resiliensi, yaitu hubungan yang dekat dengan orangtua yang

memiliki kepedulian dan perhatian, pola asuh yang hangat,

teratur dan kondusif bagi perkembangan individu, sosial

ekonomi yang berkecukupan, memiliki hubungan harmonis

dengan anggota-anggota keluarga lain.

c) Faktor masyarakat sekitar

Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh

terhadap resiliensi pada individu, yaitu mendapat perhatian dari

lingkungan, aktif dalam organisasi kemasyarakatan di

lingkungan tempat tinggal.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga

faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu faktor individual, faktor

keluarga, dan faktor masyarakat sekitar.

5. Karakteristik Individu Yang Memiliki Kemampuan Resiliensi

Menurut Wolins (dalam Desmita, 2011) ada tujuh karakteristik

utama yang dimiliki individu yang resilien. Karakteristik-karakteristik

inilah yang membuat individu mampu beradaptasi dengan baik disaat

menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta

mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal, yaitu:

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

26

a. Insight

Insight adalah kemampuan mental untuk bertanya pada diri

sendiri dan menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu

individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta

dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.

b. Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak

secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup

seseorang. Kemandirian melibatkan untuk menjaga keseimbangan

antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain.

c. Hubungan

Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan

yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan atau

memiliki role model yang sehat.

d. Inisiatif

Inisiatif melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung

jawab atas kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu

yang resilien bersikap proaktif bukan reaktif bertanggung jawab

dalam pemecahan masalah selalu berusaha memperbaiki diri

ataupun situasi yang dapat diubah serta meningkatkan kemampuan

untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat diubah.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

27

e. Kreatifitas

Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai

pilihan, konsekuensi dan alternatif dalam menghadapi tantangan

hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku yang

negtaif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap

perilaku dan membuat keputusan yang benar. Kreativitas juga

melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan

diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya

sendiri saat menghadapi kesulitan.

f. Humor

Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari

kehidupan, menertawakan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan

dalam situasi apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa

humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang

baru dan lebih ringan.

g. Moralitas

Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan

keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang

resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan

yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang lain. Individu juga

dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang

lain yang membutuhkan.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

28

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

karakteristik individu yang memiliki kemampuan resiliensi adalah

individu yang memiliki karakteristik tertentu yaitu insight,

kemandirian, hubungan, inisiatif, kreatifitas, humor dan moralitas.

B. Tunagrahita

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk mneyebut anak yang

mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan

bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarted,

mental deficiency, mental defective, dan lain-lain (dalam Somantri, 2007).

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan

kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya

sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk

mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan

pengajaran dengan program khusu (dalam Hidayat dkk, 2006).

Klasifikasi tunagrahita atau retardasi mental dalam DSM-IV-TR

terdapat empat level. Berikut ini merupakan ringkasan karakteristik masing-

masing level tunagrahita atau retardasi mental dalam DSM-IV-TR (dalam

Gerald dkk, 2014):

1. Ringan (IQ 50-55 hingga 70)

Sekitar 85 persen dari mereka yang memiliki IQ kurang dari 70

diklasifikasikan dalam kelompok retardasi mental atau tunagrahita

ringan. Mereka tidak selalu dapat dibedakan dari anak-anak

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

29

normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir biasanya

mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang

lebih sama dengan level kelas 6. Ketika dewasa mereka mampu

melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan atau

di balai karya di rumah penampungan, meskipun mereka mungkin

membutuhkan bantuan dalam masalah sosial dan keuangan.

Mereka bisa menikah dan mempunyai anak.

2. Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55).

Sekitar 10 persen dari mereka yang memiliki IQ kurang dari 70

diklasifikasikan dalam kelompok retardasi mental atau tunagrahita

sedang. Kerusakan otak dan patologi lain sering terjadi. Orang-

orang yang mengalami retardasi mental sedang dapat memiliki

kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat

keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan

mewarnai di dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti

berlari dan memanjat. Mereka mampu, dengan banyak bimbingan

dan latihan, bepergian sendiri di daerah lokal yang tidak asing bagi

mereka. Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun

sebagian besar hidup bergantung bersama keluarga atau dalam

rumah-rumah bersama yang disupervisi.

3. Berat (IQ 20-25 hingga 35-40)

Di antara mereka yang memiliki IQ kurang dari 70, sekitar 3

hingga 4 persen masuk dalam kelompok retardasi mental parah.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

30

Orang-orang tersebut umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak

lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor.

Sebagian besar dimasukkan dalam institusi penampungan dan

membutuhkan bantuan dan supervisi terus menerus. Orang

dewasa yang mengalami retardasi mental parah dapat berperilaku

ramah, namunbiasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat

di level yang sangat konkret. Mereka hanya dapat melakukan

sedikit kativitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena

kerusakan otak mereka yang parah yang menjadikan mereka

relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan

sedikit stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang

sangat sederhana.

4. Sangat Berat (IQ di bawah 20-25)

Hanya 1 hingga 2 persen dari mereka yang mengalami retardasi

mental yang masuk dalam kelompok retardasi mental sangat berat,

yang membutuhkan supervisi total dan seringkali harus diasuh

sepanjang hidup mereka. Sebagian besar memiliki abnormalitas

fisik berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan

sendiri ke mana pun. Tingkat kematian di masa kanak-kanak pada

orang-orang yang mengalami retardasi mental sangat berat sangat

tinggi.

Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana

perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

31

mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik

umum tunagrahita sebagai berikut (dalam Somantri, 2007):

1. Keterbatasan Inteligensi

Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan

sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan

keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-

masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari

pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai

secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi

kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa

depan. Anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti

belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas.

Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau

cenderung belajar dengan membeo.

2. Keterbatasan Sosial

Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita

juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam

masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak

tunagrahita cenderung berteman baik dengan anak yang lebih

muda usianya, ketergantungan terhadap orangtua sangat besar,

tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana,

sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

32

mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa

memikirkan akibatnya.

3. Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk

menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka

memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang

rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari.

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan

bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan

tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang

berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka

membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain

itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-

ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep

besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir,

perlu menggunakan pendekatan konkret (dalam Somantri, 2007).

Selain itu, anak tunagrahita kurang mampu

mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara baik dan buruk,

benar dan salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas

sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih

dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan (dalam Somantri, 2007).

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

33

C. Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa ibu adalah

sebutan untuk perempuan yang telah melahirkan seseorang (Tim Penyusun,

2008). Wikipedia (2015) mengartikan ibu sebagai orangtua perempuan

seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya,

ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan

panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orangtua

kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya

adalah pada orangtua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (isteri ayah

biologis anak). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan ibu adalah

seorang wanita yang melahirkan, merawat, dan mengasuh anaknya.

Kartono (1992) mengungkapkan kata keibuan bersangkutan dengan

relasi ibu dengan anaknya, sebagai kesatuan fisiologis, psikis, dan sosial.

Relasi tersebut dimulai sejak janin berada dalam kandungan ibunya, dan

dilanjutkan dengan proses-proses fisiologis berupa masa hamil, kelahiran,

periode menyusui, dan memelihara anak. Syafei (2002) juga

mengungkapkan bahwa kehadiran seorang ibu sangat penting dan strategis

bagi anak, terutama pada masa awal bagi kepentingan pertumbuhan,

perkembangan, dan kedewasaan anak. Keutamaan tersebut jelas tidak bisa

digantikan oleh orang lain. Kartono (1992) menjelaskan pengalaman-

pengalaman sebagai seorang ibu menumbuhkan tugas-tugas kewajiban serta

reaksi-reaksi emosional yang khas, baik yang bersifat positif (misalnya,

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

34

kebahgaiaan), maupun yang bersifat negatif (misalnya kecemasan dan

ketakutan).

Kartono (2007) mengemukakan bahwa seorang ibu memiliki peran

sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu sebagai pendidik bagi anak-

anaknya dapat terpenuhi dengan baik apabila ibu mampu menciptakan iklim

psikis yang gembira-bahagia dan bebas; sehingga suasana rumah tangga

menjadi semarak, dan bisa memberikan rasa aman, bebas, hangat,

menyenangkan, serta penuh kasih-sayang. Dengan begitu anak-anak dan

suami akan betah tinggal di rumah. Iklim psikologis penuh kasih-sayang,

kesabaran, ketenangan, dan kehangatan itu memberikan semacam vitamin

psikologis yang merangsang pertumbuhan anak-anak menuju kedewasaan.

Gesell (dalam Crain, 2007) mengutarakan bahwa orangtua, termasuk

ibu, memerlukan sejumlah pengetahuan teoritis tentang kecenderungan dan

urutan perkembangan anak. Secara khusus mereka perlu menyadari bahwa

perkembangan berfluktuasi antara periode kestabilan dan ketidakstabilan.

Pengetahuan ini akan membantu orangtua menjadi sadar dan paham.

Sebagai contoh, orangtua akan terbantu oleh pengetahuan bahwa anak

mereka dua setengah tahun harus melewati periode-periode sulit yang bisa

membuatnya jadi sangat bandel. Dengan mengetahui hal ini, orangtua tidak

akan merasa berat hati untuk mengendalikan tingkah lakunya sebelum

terlambat. Selain itu, orangtua akan mampu menghadapi anak-anak dengan

lebih fleksibel, dan mungkin lebih menikmati masa-masa kebersamaan

dengan mereka yang gigih berusaha membangun dasar kemandiriannya.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

35

Orangtua dengan anak tunagrahita khususnya ibu akan mengalami

banyak permasalahan dalam praktek pengasuhannya. Kelahiran bayi

dengan kelainan tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap keluarga dan dalam berinteraksi satu sama lain. Membuat ibu

mengalami trauma paling hebat dalam merespon kondisi yang diciptakan

dengan kehadiran anak cacat. Ibu yang memiliki sikap yang sehat dalam

mengasuh dan merawat anak tungrahita dapat memberikan pengaruh yang

baik dalam praktek pengasuhan.

Orangtua yang memiliki anak tunagrahita memiliki beban berat dalam

mengurus anak, karena anak tunagrahita memiliki kelemahan-kelemahan

tersendiri dan harus mendapat perhatian lebih yang berbeda dengan anak

normal lainnya. Selain itu, beban lain yang dirasakan orang tua yang

memiliki anak tunagrahita biasanya berasal dari lingkungan sosial. “Orang

awam” yang tidak memiliki pengetahuan mengenai anak tunagrahita akan

memandang anak tunagrahita sebagai anak yang tidak normal dan acap kali

disepelekan. Penilaian-penilaian dari lingkungan ini akan mempengaruhi

kejiwaan orang tua anak tersebut (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010).

Amin dan Dwidjosumarto (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010)

mengemukakan bahwa orangtua yang memiliki anak tunagrahita biasanya

merasa tidak bahagia mempunyai anak yang berkelainan, bahkan tidak

sedikit orangtua merasa malu mempunyai anak berkelainan, sehingga ada

sementara orangtua yang justru menyembunyikan anak supaya tidak

menjadi perhatian orang lain.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

36

D. Kerangka Berpikir

Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya mengharapkan

anak yang ada dalam kandungannya lahir dengan sehat dan sempurna.

Biasanya sejak anak masih dalam kandungan para orang tua mencoba

membayangkan dan menggambarkan anaknya secara fisik dan mulai

merencanakan apa yang dapat mereka lakukan untuk memberikan yang

terbaik bagi anak mereka. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak

yang lahir sesuai dengan harapan dan impian orang tuanya. Tidak semua

anak lahir dengan kondisi yang sehat dan sempurna, beberapa dari mereka

terlahir dengan memiliki keterbatasan atau ketidak-mampuan, baik fisik

maupun psikis. Para anak berkebutuhan khusus mungkin saja mengalami

gangguan atau ketunaan seperti, gangguan fisik/tuna-daksa, emosional atau

perilaku, penglihatan/tuna-netra, komunikasi, pendengaran/tunarungu,

kesulitan belajar/tunalaras, atau mengalami retardasi mental/tunagrahita

(dalam Levianti, 2013).

Ketika sang anak didiagnosis mengalami ketunaan seperti tunagrahita,

maka seketika seorang ibu akan merasa sangat sedih, marah, shock, kecewa,

bahkan menolak (dalam Cahyani, 2015). Orangtua yang memiliki anak

tunagrahita memiliki beban berat dalam mengurus anak, karena anak

tunagrahita memiliki kelemahan-kelemahan tersendiri dan harus mendapat

perhatian lebih yang berbeda dengan anak normal lainnya. Selain itu, beban

lain yang dirasakan orang tua yang memiliki anak tunagrahita biasanya

berasal dari lingkungan sosial. Orang-orang yang tidak memiliki

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

37

pengetahuan mengenai anak tunagrahita akan memandang anak tunagrahita

sebagai anak yang tidak normal dan acap kali disepelekan. Penilaian-

penilaian dari lingkungan ini akan mempengaruhi kejiwaan orang tua anak

tersebut (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010).

Tekanan psikologis yang dihadapi oleh ibu yang memiliki anak

tunagrahita sangatlah berat. Seorang ibu harus mencurahkan segala

perhatian dan kemampuannya untuk mengasuh anaknya. Ketika seorang ibu

yang memiliki anak tunagrahita, mereka harus mengurangi segala

kegiatannya demi mengasuh sang anak. Harus mampu mengendalikan

dirinya secara emosi karena keadaan sang anak yang tidak bisa disamakan

dengan anak normal lainnya.

Seorang ibu dengan anak tunagrahita harus memiliki kesabaran dan

tidak bisa memkasakan keinginannya terhadap sang anak. Perasaan putus

asa sering mereka rasakan ketika harus memikirkan masa depan anaknya.

Rasa marah harus mereka kendalikan ketika sang anak yang sangat susah

untuk di atur dan didisiplinkan.

Amin dan Dwidjosumarto (dalam Listiyaningsih & Dewayani, 2010)

mengemukakan bahwa orangtua yang memiliki anak tunagrahita biasanya

merasa tidak bahagia mempunyai anak yang berkelainan, bahkan tidak

sedikit orang tua merasa malu mempunyai anak berkelainan, sehingga ada

sementara orang tua yang justru menyembunyikan anak supaya tidak

menjadi perhatian orang lain. ada sementara orang tua yang justru

menyembunyikan anak supaya tidak menjadi perhatian orang lain.

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensirepository.ump.ac.id/4674/3/BAB II.pdf · Faktor dari masyarakat yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada individu,

38

Dari uraian di atas maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Ibu yang memiliki anak tunagrahita

Kondisi Psikiologis:

- Anak membutuhkan pengawasan penuh

bahkan tidak bisa ditinggal sekedar

mengerjakan pekerjaan.

- Marah dan sedih ketika anak susah diatur,

harus perlahan dan berkali-kali

memberitahukan segala hal terhadap

anaknya.

- Tidak bisa diperlakukan secara normal

ketika akan marah walaupun sudah berkali-

kali tidak dapat mengerti, terkadang harus

menahannya dan membuat sesak dadanya

karena merasa sia-sia memarahi anaknya.

- Anak menghadapi bulliying dari

lingkungan

- Kekhawatiran akan masa depan

Individu yang resilien

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

resiliensi:

a. Faktor individual

b. Faktor keluarga

c. Faktor masyarakat

sekitar

Aspek-aspek resiliensi:

a. Regulasi emosi

b. Pengendalian impuls

c. Optimisme

d. Kemampuan Analisis

masalah

e. Empati

f. Efikasi diri

g. Pencapaian

Studi Deskriptif Kualitatif..., Titin Purnawati, Fakultas Psikologi, UMP, 2017