bab ii kajian pustaka, konsep, teori, dan model … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini...

24
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran beberapa hasil penelitian dan tulisan, baik berbentuk makalah, jurnal, tesis, buku teks, maupun dalam bentuk karya ilmiah lainnya yang telah membahas seni pertunjukan gandrung di Indonesia. Penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu sangat penting dilakukan, terutama yang berkaitan dengan marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Di sini dikemukakan beberapa tulisan yang masih berkaitan dan relevan dipakai sebagai kajian pustaka. Salah satu di antaranya yang ditulis oleh Tim Pembinaan Kesenian Nusa Tenggara Barat dengan judul ”Deskripsi Tari Gandrung Lombok Daerah Nusa Tenggara Barat (1990). Tim Pembinaan Kesenian Nusa Tenggara Barat memaparkan sejarah gandrung Lombok, latar belakang sosial budaya, deskripsi teknis penyajian seni pertunjukan gandrung, gerak-gerak dasar, serta musik pengiring dan pengembangannya. Tarian gandrung tradisi ini memiliki nilai seni yang tinggi, baik dari segi falsafah hidupnya maupun dari kekayaan gerak dan musiknya. Tulisan tersebut merupakan hasil pencatatan dan pendokumentasian jenis-jenis kesenian yang ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Upload: dangkhanh

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran beberapa hasil penelitian

dan tulisan, baik berbentuk makalah, jurnal, tesis, buku teks, maupun dalam

bentuk karya ilmiah lainnya yang telah membahas seni pertunjukan gandrung di

Indonesia. Penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu sangat penting

dilakukan, terutama yang berkaitan dengan marginalisasi seni pertunjukan

gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hal ini bertujuan untuk

menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Di sini dikemukakan beberapa tulisan yang masih berkaitan dan relevan

dipakai sebagai kajian pustaka. Salah satu di antaranya yang ditulis oleh Tim

Pembinaan Kesenian Nusa Tenggara Barat dengan judul ”Deskripsi Tari

Gandrung Lombok Daerah Nusa Tenggara Barat (1990)”. Tim Pembinaan

Kesenian Nusa Tenggara Barat memaparkan sejarah gandrung Lombok, latar

belakang sosial budaya, deskripsi teknis penyajian seni pertunjukan gandrung,

gerak-gerak dasar, serta musik pengiring dan pengembangannya. Tarian

gandrung tradisi ini memiliki nilai seni yang tinggi, baik dari segi falsafah

hidupnya maupun dari kekayaan gerak dan musiknya. Tulisan tersebut

merupakan hasil pencatatan dan pendokumentasian jenis-jenis kesenian yang

ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

16

Tulisan Tim Pembinaan Kesenian Nusa Tenggara Barat dengan

penelitian yang penulis lakukan jauh berbeda. Tim Pembinaan Kesenian Nusa

Tenggara Barat memaparkan deskripsi tari gandrung Lombok dalam rangka

pendataan kesenian tradisional sebagai kekayaan budaya, sedangkan penulis

meneliti marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa

Tenggara Barat. Relevansi tulisan Tim Pembinaan Kesenian Nusa Tenggara

Barat dengan penelitian penulis adalah dalam kesamaan objek yaitu tari

gandrung Lombok sudah tentu sangat bermanfaat bagi penulis untuk

menambah wawasan penulis dalam mengkaji marginalisasi seni pertunjukan

gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Tesis Suyanto (2007) yang berjudul ”Konflik Kepentingan dalam Seni

gandrung Banyuwangi: Perspektif Kajian Budaya” mengemukakan bahwa tari

gandrung Banyuwangi merupakan kesenian yang masih bertahan hidup di

tengah krisis identitas, dikotomi abangan dan santri, serta kritik yang bernuansa

moralitas lainnya. Ada beberapa bentuk konflik kepentingan yang muncul

dalam seni gandrung Banyuwangi. Pertama, konflik kepentingan antartamu,

yaitu seorang gandrung menghampiri semua meja yang dikitari tamu secara

berurutan. Jika tidak dilakukan secara urut, pasti akan menimbulkan

kecemburuan antarmeja. Kedua, konflik kepentingan antara masyarakat

tradisional dan kaum santri (agamais). Konflik ini terjadi tidak di arena

pergelaran gandrung, tetapi di lingkungan masyarakat secara umum. Ketiga,

konflik kepentingan politis. Konflik ini muncul pada saat pemilihan calon

bupati, bahkan pemilihan kepala desa di wilayah komunitas gandrung.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

17

Dilihat dari segi fungsinya, ada berbagai bentuk konflik kepentingan

yang memiliki beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi untuk melegitimasi pemerintah,

(2) fungsi untuk mempertahankan struktur, (3) fungsi untuk memenuhi nafkah

gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi

wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan (majikan) grup gandrung,

dan (4) fungsi untuk eksistensi diri yang mengarah pada hakikat gandrung

sebagai kesenian yang berwujud apa adanya.

Makna konflik kepentingan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama,

makna pengembangan. Konflik kepentingan dianggap sebagai cambuk untuk

memotivasi gandrung ke arah yang lebih maju dan modern. Kedua, makna

solidaritas. Fenomena seni tayub (ledhek) di Jawa Timur bagian barat dan Jawa

Tengah yang sarat dengan nuansa konflik dan gandrung Banyuwangi yang tidak

bisa melepaskan diri dari aroma konflik, merupakan tantangan hidup kesenian

yang selalu timbul dan tenggelam. Ketiga, makna kerukunan antarseni. Adanya

berbagai jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang, bahkan mati di

Banyuwangi, merupakan berkah tersendiri bagi Banyuwangi. Keempat, makna

kesejahteraan. Konflik kepentingan yang terjadi di dalam dan di luar komunitas

kesenian gandrung ternyata menimbulkan kesadaran yang tinggi pada

masyarakat pendukung kesenian.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Suyanto, yaitu dalam

penelitian Suyanto lebih memfokuskan kepada konflik kepentingan dalam seni

gandrung Banyuwangi, sedangkan penelitian ini lebih menekankan dan

memfokuskan kepada marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

18

Walaupun penelitian Suyanto sebuah tesis, penelitian ini sangat membantu

dalam menelusuri jejak gandrung yang ada di Lombok dan sebagai bahan

perbandingan

Desantara (2007) menulis buku berjudul Srinthil 12: Penari Gandrung

dan Gerak Sosial Banyuwangi Gandrung Banyuwangi. Di dalamnya diuraikan

sebuah seni pertunjukan rakyat yang diyakini oleh para ahli warisnya sebagai

sebuah falsafah hidup di tengah marak dan hiruk pikuk kesenian populer yang

menjadi pilot budaya global. Banyuwangi yang terletak di sebelah timur Pulau

Jawa telah dihabiskan menjadi kota terprogresif dalam dinamika seni dan

tradisi di Indonesia. Jejak seni tradisi yang ditinggalkan oleh gandrung lanang

(gandrung laki-laki), sangat jernih diterjemahkan dengan laku spiritual oleh

seorang semi (gandrung perempuan). Di tangan semi, kesenian gandrung yang

pada awalnya adalah sebuah media pembebasan (tarian yang di dalam syairnya

ada sandi-sandi khusus) sisa-sisa laskar Blambangan dari belenggu penjajahan

menjadi sebuah gerak tari yang indah, sarat pesan dan makna. Gandrung adalah

sebuah noktah tegas tentang resistensi perempuan seni tradisi di tengah jaring-

jaring kekuasaan dan nilai-nilai globalisasi.

Tesis I Wayan Centana (2009) yang berjudul ”Tari Gandrung sebagai

Seni Pertunjukan Sakral di Desa Ungasan,Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten

Badung” mengemukakan bahwa tari gandrung sebagai warisan budaya yang

secara turun-temurun mempunyai nilai religius yang tinggi dan dipertunjukkan

pada saat upacara ngusaba atau piodalan di Pura Desa Ungasan dan di Pura

Batu Pageh Ungasan. Selain untuk upacara, tari gandrung di Desa Ungasan juga

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

19

mempunyai fungsi sebagai estetika, sosial, dan pembayaran kaul. Centana

memaparkan keberadaan dan fungsi tari gandrung tersebut yang hingga kini

tetap dipentaskan, sedangkan penelitian penulis jauh berbeda, yaitu seni

pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat sedang mengalami

marginalisasi. Meskipun penelitian Centana hanya sebuah tesis, sangat

dibutuhkan sebagai acuan untuk memahami fungsi-fungsi tari gandrung yang

berada di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan sebagai bahan bandingan.

R. Diyah Larasati (Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia, 1996:14-25)

dalam tulisannya dengan judul ”Gandrung di Lombok Barat” (Sebuah Ekspresi

Simbolis Komunitas Sasak)” menyebutkan bahwa gandrung yang proses

kelahirannya banyak mendapat pengaruh budaya Bali merupakan ekspresi

simbolis komunitas Sasak dan Lombok. Pementasan tari gandrung ini berkaitan

dengan pesta desa menjelang masa panen padi di beberapa daerah di Lombok

dengan mengungkapkan rasa suka cita, gembira, penuh harapan dengan warga

Sasak dalam menyongsong hasil kerjanya setelah menanam padi. Tari gandrung

sebagai media ekspresi simbolis diekspresikan melalui makna kepuasan. Makna

kepuasan yang dimaksud adalah seorang penari gandrung merasa puas karena

dapat menjadi bagian penting dari sebuah pesta desa, yang secara materi ia

dapat imbalan, baik berupa uang maupun padi. Dalam pandangan Sasak,

seorang penari gandrung mendapat imbalan uang atau padi merupakan simbol

uangkapan kegembiraan dapat menari dan kontak secara simbolis (ritus

kesuburan). Dikatakan bahwa pertunjukan gandrung dipakai sebagai media

pelepas harapan dan suka cita, dalam hal ini alam merasa mampu dikuasai

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

20

untuk tujuan keharmonisan melalui rasa suka cita dalam pertunjukan tari

gandrung.

Tulisan R. Diyah Larasati dengan penelitian penulis sangat berbeda. R

Diyah Larasati memaparkan makna simbolik tari gandrung Lombok, sedangkan

penelitian penulis menekankan pada mengapa seni pertunjukan gandrung tradisi

mengalami marginalisasi yang pada akhirnya berimplikasi pada makna seni

pertunjukan gandrung tradisi.

Tulisan-tulisan tersebut, merupakan sebuah studi estetika, bukan sebuah

kajian budaya yang bersifat kritis seperti dimaksudkan dalam penelitian

peneliti. Itulah sebabnya tidak ada satu pun dari tulisan itu yang membahas

persoalan marginalisasi, padahal gandrung tradisi secara nyata sedang

mengalami marginalisasi. Apalagi yang memberikan keberpihakan kepadanya

agar sejajar dengan seni pertunjukan lainnya di Indonesia.

I Wayan Wirata (2010) dalam disertasinya yang berjudul ”Hegemoni

Pemerintah dan Resistensi Wetu Telu Suku Sasak di Kecamatan Bayan,

Kabupaten Lombok Utara” memaparkan adanya interaksi antara pemerintah

dan suku Sasak Wetu Telu di Kecamatan Bayan. Interaksi itu menimbulkan

perbedaan pandangan, ide, gagasan, dan perilaku yang mengakibatkan

munculnya gesekan, penolakan, dan perlawanan pada masyarakatnya. Dalam

penelitian tersebut juga dipaparkan bahwa hegemoni pemerintah muncul pada

aspek-aspek tertentu, seperti aspek ideologi agama, sosial politik, sosial budaya,

dan pendidikan. Dalam ideologi agama, pemerintah mewacanakan penerapan

wacana ajaran agama yang sebenarnya (ajaran Islam waktu lima), sedangkan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

21

dalam aspek sosial politik pemerintah menguasai lahan dengan membuka

program transmigrasi di wilayah masyarakat wetu telu suku Sasak. Wayan

Wirata juga memaparkan bahwa dampak dari hegemoni pemerintah dan

resistensi wetu telu suku Sasak di Kecamatan Bayan membawa komunikasi

yang tidak seimbang antara Islam waktu lima (berkolaborasi dengan

pemerintah) dan wetu telu suku Sasak di Kecamatan Bayan sehingga

menimbulkan ketegangan sosial. Wirata tidak membahas secara khusus

mengenai seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok. Akan tetapi penelitian

disertasi ini memberikan wawasan yang penting dipahami sebagai acuan untuk

mendapatkan informasi, inspirasi, dan kontribusi yang berkaitan dengan

ideologi agama, sosial budaya, dan pendidikan, Islam wetu telu suku Sasak

yang merupakan pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa

Tenggara Barat.

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep yang menjadi dasar dalam penelitian ini . Adapun

konsep yang dimaksud adalah marginalisasi, seni pertunjukan, dan gandrung

tradisi Lombok yang masing-masing dijelaskan di bawah ini.

2.2.1 Marginalisasi

Marginalisasi tidak dapat berdiri sendiri. Marginal tentu mengacu pada

posisi yang dipersandingkan dengan posisi yang lain. Marginalisasi biasanya

dikaitkan dengan adanya kekuatan yang mengakibatkan menurunnya

keberdayaan, yaitu dari pusat ke pinggir. Wahyudi (2004:87) mengatakan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

22

bahwa marginalisasi adalah suatu posisi yang keberadaannya di perbatasan

atau posisi pinggiran yang paling jauh dari keberdayaan karena dianggap tidak

penting.

Dalam ilmu sosial disebutkan beberapa penjelasan dan definisi

marginalisasi. Mullady menyebutkan bahwa marginalisasi merupakan proses

sosial yang akhirnya menyebabkan masyarakat menjadi marginal. Problematika

yang paling umum dalam marginalisasi adalah ketidakadilan di dalam

masyarakat. Kelompok sosial yang termarginal akan berjuang untuk

menghindarkan diri atau membebaskan diri dari kondisi yang dianggap tidak

setara, termasuk di dalamnya melanggar etika subsistensi.

Menurut Scott (1983) faktor yang memerlukan pertimbangan, yakni

capaian batas subsistensi. Hal ini berkaitan dengan struktur kekuasaan dalam

masyarakat, yaitu tidak saja memarginalkan, tetapi juga menimbulkan konflik

laten atau adanya gerakan sosial yang besar. Marginalisasi dapat dipahami

dalam tiga level, yaitu level marginalisasi individu, level dalam masyarakat, dan

level dalam struktur global.

Pengaruh globalisasi merupakan penyebaran kebudayaan pluralistik

yang sulit dihindarkan sehingga berbenturan dengan ideologi yang membangun

kesenian gandrung tersebut. Dalam hal ini tidak hanya terbatas pada teknologi,

tetapi juga merembet pada bidang-bidang lainnya sesuai dengan karakter dan

makna pada seni pertunjukan tersebut. Masyarakat seni tidak hanya melangkah

maju, tetapi juga mendapat tekanan baru terhadap perkembangan seni tradisi di

masyarakat.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

23

Identitas pada masyarakat tradisional bersifat tetap, kukuh dan stabil

yang merupakan fungsi dari peran sosial sebelumnya. Selain itu, juga

merupakan sistem mitos tradisional yang memberikan sanksi religius untuk

menentukan tempat (Kellner, 2010:315). Keterbukaan dan kebebasan

kreativitas sering dikaitkan dengan risiko. Risiko akan melanda kehidupan

kebudayaan sehingga kekhawatiran terhadap konsep identitas budaya secara

sempit akan muncul dan akan berhadapan dengan tipikal masyarakat yang telah

menganggap dirinya modern, bahkan postmodern.

Secara operasional, dapat dirumuskan bahwa marginalisasi adalah

proses peminggiran atau keterpinggiran yang secara umum disebabkan oleh

segala sesuatu yang bersifat internal dan eksternal. Dalam marginalisasi seni

pertunjukan gandrung di Lombok, entitas internal juga dapat menyebabkannya

terpinggir, begitu juga halnya yang berada di luarnya (eksternal). Hal ini sesuai

dengan cara pandang kajian budaya bahwa ketidakadilan biasanya disebabkan

oleh sistem atau struktur yang berada di dalamnya. Dengan demikian, faktor-

faktor eksternal itu pun pada akhirnya memengaruhi keadaan internal.

2.2.2 Seni Pertunjukan

Seni pertunjukan dibentuk dari dua bentuk kata, yaitu seni yang secara

abstraksi merupakan bentuk kreativitas yang memiliki vitalitas artistik yang

utuh. Di pihak lain kata pertunjukan memiliki arti tontonan yang bernilai seni,

seperti drama, tari, dan musik yang disajikan sebagai pertunjukan di depan

penonton (Murgiyanto, 1996:153). Seni pertunjukan merupakan bagian dari

seni yang ekspresinya dilakukan dengan cara dipertunjukan karena bergerak

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

24

dalam ruang dan waktu. Seni pertunjukan merupakan bagian dari seni yang

ekspresinya dilakukan dengan cara dipertunjukan karena bergerak dalam ruang

dan waktu. Oleh karenan itu, disebut dengan seni sesaat (Bandem, 1982:49)

Seni pertunjukan lokal sama-sama tumbuh dan berkembang di wilayah

Kepulauan Indonesia. Meskipun demikian, sosok seni pertunjukan berbeda-

beda antara daerah yang satu dan daerah lainnya karena masing-masing

memiliki latar belakang lingkungan budaya dan identitas etnis yang berbeda-

beda. Secara umum dikatakan bahwa wilayah-wilayah budaya, seperti Aceh,

pesisir Melayu, Mataram, Makasar, Bugis, dan Bali mengembangkan seni

pertunjukan yang bernapaskan aura wibawa sistem kekuasaan feodal.

Sementara wilayah-wilayah budaya lainnya, seperti Minangkabau dan Batak

mengembangkan seni pertunjukan di bawah aura ikatan kerakyatan (Kayam,

1981:22).

Seni pertunjukan tradisi tidak dapat dipandang dan dianggap sebagai

seni yang berhenti dan mempertahankan apa yang sudah ada saja. Hal ini

menunjukkan bahwa kesenian mengalami perubahan sejalan dengan pola-pola

berpikir masyarakatnya (Kodiran, 1998:541-544). Seni merupakan buah karya

manusia sebagai ungkapan perasaan yang estetik, dalam arti pertunjukan

merujuk pada istilah tari, musik, dan drama (teater).

Secara umum seni pertunjukan dapat dibedakan ke dalam seni sakral

dan seni sekuler. Namun, dalam perkembangannya, terjadi evolusi seni

pertunjukan dan saling memengaruhi antara seni sakral dan sekuler. Seni

pertunjukan sakral masih mempunyai hubungan dengan upacara keagamaan,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

25

sedangkan seni pertunjukan sekuler adalah seni pertunjukan yang memiliki

aspek hiburan, pergaulan, dan penonton dapat terlibat di dalamnya.

Selanjutnya seni pertunjukan merupakani salah satu aspek penting

dalam kehidupan manusia. Perkembangannya sampai saat ini sangat diwarnai

oleh berbagai kepentingan, di antaranya faktor politik, faktor sosial, dan faktor

ekonomi (Soedarsono, 2003:69). Sebagai bagian dari seni pertunjukan estetika

pada dasarnya adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang

berkaitan dengan keindahan yang membahas konsep-konsep atau prinsip-

prinsip keindahan (Djelantik, 2004:7). Sebagai bahan analisis estetika, semua

benda atau peristiwa kesenian pada umumnya mengandung tiga aspek. Pertama,

”wujud atau rupa” yang menyangkut bentuk. Kedua, ”bobot”, yaitu isi atau

peristiwa kesenian yang dapat dirasakan dan dihayati sebagai makna dari wujud

kesenian tersebut (menyangkut gagasan, ide, dan pesan). Ketiga, ”penampilan”

yang meliputi bakat, keterampilan, dan sarana atau media (Djelantik, 2004:15).

Yasraf Amir Piliang (2011) membagi estetika ke dalam estetika tradisi,

estetika modern, dan estetika postmodern. Dalam estetika tradisi, bentuk

mengikuti makna (form follows meaning). Dalam estetika modern, bentuk

mengikuti fungsi (form follows function). Dalam estetika postmodern, bentuk

mengikuti kesenangan (form follows fun). Ketiga jenis estetika relevan

digunakan untuk menganalisis seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa

Tenggara Barat yang memiliki kandungan tradisi, modern, dan postmodern

meskipun saat ini secara umum berada dalam kondisi terpinggirkan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

26

Gandrung sebagai seni pertunjukan tradisi terkait dengan fungsi awal

kesenian ini, yakni ritual, persembahan, dan perayaan muda-mudi. Gandrung

sebagai seni pertunjukan modern terkait dengan fungsi estetik secara murni.

Artinya tidak terkait dengan fungsi ritual, tetapi seni pentunjukan gandrung

dinikmati sebagai sebuah kesenian yang mendatangkan kepuasan atau rasa

estetik, keindahan, dan keterpesonaan. Gandrung sebagai seni pertunjukan

postmodern terkait dengan eksploitasinya sebagai kesenian yang menghadirkan

sensasi-sensasi dan hal-hal lain yang bersifat duniawi. Di samping itu, juga

sebagai arena transaksi libidonik masyarakat masa kini yang membutuhkan

penyaluran-penyaluran dalam keseimbangan hidup masyarakat.

2.2.3 Gandrung Tradisi Lombok

Kata ”gandrung” mengandung pengertian, antara lain cinta kasih,

terpesona, dan secara substansi mengandung pengertian yang dicintai, yang

memesona (B. Sularto dan S. Ilmi dalam ”Gandrung” (1990) oleh Proyek

Pengembanngan Media Kebudayaan Depdikbud, Jakarta).

Gandrung Lombok adalah tarian rakyat di Pulau Lombok dari kalangan

masyarakat Islam wetu telu suku Sasak yang tidak diketahui siapa penciptanya,

tetapi hanya dikatakan telah ada sejak zaman Erlangga di Jawa Timur. Tarian

ini tidak mengikuti pola gerak dan iringan lagu yang sesuai dengan patokan

yang lazim, dalam arti bermula dari suatu upacara resmi, yaitu prajurit keraton

melihat seperangkat gamelan dan mendapat kesempatan untuk menabuhnya dan

bersuka ria tanpa batasan-batasan keraton sehingga geraknya masih tradisi

(Direktori Seni Pertunjukan Tradisional). Dalam perkembangannya terdapat

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

27

perubahan motif gerak berupa perkembangan gerak dan bentuk tangan

(Widyarto dkk., 2009:2).

Dalam sejarah, seni pertunjukan gandrung pada awalnya hanya ditarikan

oleh seorang laki-laki yang berpakaian perempuan, sedangkan dalam

perkembangan selanjutnya ditarikan oleh perempuan. Pada saat ini perempuan

penari (yang disebut gandrung) menjadi penari utama. Ketika memulai menari,

ia biasanya memperkenalkan diri dengan mengatakan ”tiang lanang” dan

seterusnya dalam bahasa Sasak dibawakan dengan cara menyanyi (basandaran

atau badede). Dengan dikelilingi penonton (sekaligus calon pengibing), tarian

ini berstruktur bapangan, gandrangan, dan parianom (Widyarto dkk., 2009:5).

Proses kelahiran seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok banyak

dipengaruhi oleh budaya Bali. Selain itu, merupakan ekspresi simbolis

komunitas masyarakat Islam wetu telu suku Sasak dan Lombok. Seni

pertunjukan gandrung tradisi pada awalnya dapat dijumpai di tiga desa, yaitu

Dasan Tereng, Suwangi, dan Lenek. Dalam pertunjukannya, kepuasan yang

diperoleh seorang penari berakar dari sifat kepuasan manusia untuk mencari

kesenangan yang diyakini membawa berkah. Seorang penari gandrung merasa

puas karena dapat menjadi bagian penting dari sebuah pesta desa. Dalam hal ini

seorang penari gandrung terbebas dari keduniawian masyarakat Sasak dalam

arti seorang penari gandrung adalah seorang gadis yang membutuhkan makan,

pakaian, pergaulan, dan ketika berada dalam pertunjukan gandrung dia

merupakan pusat ritus, pusat harapan, dan pusat makna yang diekspresikan

melalui tari dan pengibingnya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

28

Dalam konteks seni pertunjukan gandrung tradisi, seorang penari tidak

mempunyai kedudukan istimewa dari sisi finansial. Hal terpenting dari seni

pertunjukan gandrung tradisi Lombok ini adalah sandaran dan buah lakaq.

Berikut kutipan sebuah sandaran.

Tiang mas, tiang lanang

Beli bagus mara rawuh

Kaulanda, beli, ngaturang canang

Tembok bata, tunjung bang, beli masari kuning

Angin aris buin pidan, beli payu melayar

Dangin payung, ratun tiang, gusti berayane, dangin rurung

Beli, semayane

(Saya dik, saya laki-laki

kakanda baru datang

hamba, kakanda, menghaturkan sesaji

tembok bata, teratar merah, kanda berbenang sari kuning

kapan angin sepoi-sepoi, kanda akan berlayar

di timur payung, jungjungan hamba, pemimpin masyarakat, di

timur jalan, kanda, janjinya).

Sandaran di atas semacam tembang yang dilakukan mengikuti nada dari

gending-gending yang mengiringi pertunjukan. Selain sandaran ada aspek lain

yang merupakan kebalikannya disebut dengan lakaq, yang dilantunkan dalam

bahasa Bali. Hal ini merupakan fenomena sebuah proses akulturasi seni

tersebut dengan budaya Bali.

Berikut kutipan dari lakaq:

Tiang lanang, jukung kayu, beli liwat Bali, beli nembe rapet.

Tiang lanang, beli, ulih malu, tiang mabudi, kayang jani,

Beli, tonden bakat.

(Saya lelaki, perahu kayu, kanda lewat Bali, kanda tumben merapat.

Saya lelaki, kanda, dari dulu, saya berbudi, sampai kini, kakak,

belum dapat)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

29

Lagu di atas menggambarkan bahwa seorang laki-laki yang

mengharapkan kedatangan seorang yang bersampan. Lagu ini juga

menunjukkan bahwa penari gandrung adalah seorang laki-laki (Larasati, 1996:

18-19).

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan serangkaian pernyataan yang saling berhubungan,

menjelaskan suatu kejadian. Dalam upaya menganalisis marginalisasi seni

pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat digunakan

beberapa teori agar permasalahan dapat dijawab sesuai dengan temuan di

lapangan yang dibuktikan dengan teori-teori. Penelitian ini menggunakan teori

subaltern, teori praktik sosial, dan teori dekonstruksi. Teori-teori tersebut

digunakan secara eklektik dalam penerapan dalam penelitian.

2.3.1 Teori Subaltern

Salah seorang peletak dasar teori poskolonial, khususnya pergolakan

kelompok subaltern adalah Gayatri Chakravorty Spivak. Spivak tidak terlepas

dari pemikiran kelompok Marxis, terutama tokoh Karl Marx dan Antonio

Gramsci. Struktur teoretik studi subaltern diimpor dari Barat yang dipelopori

oleh Gramsci yang menyebut subaltern sebagai “kelas inferior”. Di pihak lain

Spivak (2001:1) dan King (2001:vi-vii) menyebutnya sebagai subjek yang

tertindas (kelas-kelas subaltern). Studi subaltern pada dasarnya adalah dasar

mazhab sejarah kolonial India. Perhatian utamanya adalah menggali,

menginvestigasi, dan menggambarkan sumbangan yang diberikan oleh rakyat

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

30

terhadap kondisi mereka sendiri, bebas dari elite, dan membangun kesadaran

petani atau subaltern.

Subaltern diadopsi pertama kali dari pemikir Italia, Antonio Gramsci,

yang menggunakan istilah subaltern bagi kelompok sosial yang berada di

subordinat, yakni kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi subjek

hegemoni kelas-kelas yang berkuasa. Teori subaltern berkembang dari konsep

marxisme mengenai struktur kelas golongan borjuis (bangsawan) dan para

buruh (proletariat) yang kemudian dikembangkan oleh Gramsci dalam teori

hegemoninya. Akan tetapi, istilah subaltern lebih banyak digunakan dalam

teori poskolonial yang berkaitan dengan imperialisme atau penjajahan budaya

atau dominasi budaya tertentu terhadap budaya lainnya. Poskolonial

mengeksplorasi pelbagai pengalaman tentang penindasan, resistensi, ras,

gender, representasi, dan perbedaan yang tidak mungkin eksis tanpa empire

(penguasaan).

Perhatian pemikiran subaltern terfokus pada kelompok yang

terpinggirkan/terbungkam yang tidak memiliki daya dan kemampuan dalam

menunjukkan identitasnya. Perhatian Spivak jatuh pada subaltern yang

tertindas secara sosial dan ekonomi (Morton, 2008:13). Dalam hal ini, Spivak

mengatakan masalah mendasar yang dihadapi masyarakat subaltern adalah

kekerasaan epistemik (epistemic violence).

Teori subaltern relevan digunakan untuk membedah permasalahan

bentuk marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok karena

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

31

pertunjukan gandrung tradisi ini merupakan kelompok yang termaginal dan

tersisihkan di masyarakat.

2.3.2 Teori Praktik Sosial

Teori praktik sosial Bordieu menjelaskan penekanan keterlibatan subjek

(masyarakat pelaku budaya) di dalam proses konstruksi budaya bertalian erat

dengan habitus, modal, dan ranah. Teori praktik sosial Bourdieu ini merupakan

produk dari relasi antara habitus sebagai pemahaman persepsi, modal sebagai

kekuatan pendukung dari seni pertunjukan gandrung tradisi, tempat, dan arena

aktivitas kegiatan sebagai ranah medan sosial. Secara ringkas Bourdieu

menyatakan rumus generatif, yaitu menerangkan praktik sosial dengan

persamaan (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik (Takwin, 2006:9). Rumus ini

digunakan untuk menganalisis bagaimana marginalisasi seni pertunjukan

gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Konsep Bourdieu, yaitu habitus, modal, dan ranah sebagai kreativitas

memengaruhi sumber daya dan komunitas pendukung seni pertunjukan

gandrung tradisi tersebut. Pemikiran Bourdieu yang telah diperinci lebih detail

oleh Plummer (2011:229) memberikan penjelasan yang tidak kalah pentingnya

dalam konteks perebutan berbagai modal atau sumber daya pada suatu medan

sosial. Adapun modal atau sumber daya yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Sumber daya ekonomi: berapa banyak pendapatan, kekayaan, aset

keuangan, dan warisan yang anda miliki? Berapa pekerjaan yang

mampu menyediakan kebutuhan Anda?

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

32

2. Sumber daya sosial: berapa banyak dukungan yang Anda miliki dari

keluarga, komunitas, teman, dan jaringan?

3. Sumber daya budaya: berapa banyak akses informasi, pengetahuan,

keterampilan, pendidikan yang Anda miliki? (dari waktu ke waktu,

“keterampilan” seperti itu dapat menjadi bagian yang sangat berarti

bagi seseorang, “dalam tubuh mereka” melalui kualifikasi mereka

dan harga diri).

4. Sumber daya simbolik: berapa banyak akses yang Anda miliki

kepada orang-orang untuk memberikan legitimasi, pengakuan, dan

mengutamakan kehidupan Anda atas yang lain?

5. Sumber daya politik: berapa banyak otonomi yang Anda miliki

dalam hidup Anda? Apakah Anda dapat mengendalikan banyak hal

hari Anda atau melakukan kontrol lainnya untuk Anda?

6. Sumber daya tubuh dan emosional: dengan cara apa tubuh Anda

terasa sepertinya membatasi atau mengendalikan kehidupan Anda?

Seberapa jauh Anda diatur tubuh Anda?

7. Sumber daya pribadi: berapa banyak keunikan dalam diri Anda

sendiri dan bagaimana sejarah kehidupan membantu Anda

menghasilkan keterampilan pribadi bagi Anda untuk bergerak

dengan mudah di dunia?

Dengan berpegang pada gagasan Plummer, maka dapat dikemukakan

bahwa manusia sebagai agen, tidak saja membutuhkan tiga jenis modal, yakni

modal ekonomi, modal sosial, dan modal simbolik (kultural), tetapi juga modal-

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

33

modal lainnya. Seluruhnya berjumlah tujuh jenis modal agar agen bisa bermain

secara optimal dalam suatu ranah. Jika seseorang miskin akan modal-modal ini,

maka yang bersangkutan tidak saja kalah dalam persaingan, tetapi sekaligus

juga menduduki posisi terbawah, bahkan bisa pula termarginalisasi. Dalam hal

ini ketika penganut Islam wetu telu memiliki modal yang kuat, maka seni

pertunjukan gandrung tradisi dapat dipastikan tidak saja bisa bertahan, tetapi

juga bisa diterima oleh kelompok lain yang bukan penganut Islam wetu telu.

Akan tetapi, ketika penganutnya berkurang seperti sekarang ini seni

pertunjukan gandrung tradisi akan terdesak dan terpinggirkan. Sebuah

kekuasaan akan bisa direalisasikan jika modal-modal yang dibutuhkan tersedia.

Teori praktik sosial digunakan untuk membedah permasalahan kedua

yaitu apa yang melatarbelakangi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok,

Nusa Tenggara Barat mengalami marginalisasi. Artinya, mengapa seni

pertunjukan gandrung yang merupakan kesenian tradisi yang telah ada sejak

dahulu mengalami marginalisasi dalam masyarakat pendukungnya.

2.3.3 Teori Dekonstruksi

Teori dekonstruksi Jacques Derrida digunakan untuk mengkaji

marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Dekonstruksi dapat diartikan sebagai sebuah pembongkaran terhadap sebuah

teks untuk mencari makna di baliknya dengan membangun kembali atau

meredekonstruksi kembali teks yang telah dibongkar. Mendekonstruksi berarti

melahirkan hal yang baru dengan memisahkan unsur-unsur dalam teks.

Dekonstruksi adalah sebuah strategi, yaitu strategi dalam mengurai,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

34

mengurangi, dan membuka sebuah teks yang disusun kembali untuk

menghasilkan hal yang baru (Al-fayyadl, 2005:79).

Dekonstruksi mencoba membongkar pandangan pusat, prinsip, dan

dominasi sehingga menjadi terpinggirkan. Dekonstruksi berupaya untuk

mengembalikan posisi yang menjadi objek ke posisi yang signifikan karena

dekonstruksi berusaha memberikan makna pada ruang-ruang yang kosong pada

sebuah teks. Dalam konteks tersebut Derrida memandang bahwa tulisan berada

pada pangkal asal mula makna. Derrida mendekonstruksi gagasan bahwa

tuturan menyediakan identitas untuk tanda dan makna (Derrida dalam Barker,

2009: 98). Dekonstruksi ditujukan pada pernyataan kultural sebab semua

pernyataan kultural adalah teks yang dengan sendirinya mengandung nilai-nilai,

ideologi, kebenaran, sdan tujuan tertentu (Ratna, 2005:223).

Berdasarkan kerangka berpikir di atas teori dekonstruksi dalam

penelitian ini dipakai sebagai teori pokok untuk membedah rumusan pertama,

kedua, dan ketiga karena marginalisasi seni pertunjukan gandrung Lombok,

Nusa Tenggara Barat dapat dibongkar, didekonstruksi, dan dilakukan penolakan

karena marginalisasi tersebut tidak permanen. Dalam hal ini dekonstruksi

memberikan arti pada melemahnya eksistensi gandrung tradisi, ada apa di balik

marginalisasi tersebut, dan penolakan kekuatan mayoritas menjadi penting.

Demikian halnya ketika seni pertunjukan gandrung tradisi kurang

diminati oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat Lombok. Menurut

pemikiran Bourdieu (1977) dalam Kumbara (2011:317), keterlibatan si

”subjek” dalam proses konstruksi budaya sangat dominan. Pengembangan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

35

strategi dilakukan dengan mengolah dan mengonstruksi simbol-simbol

budaya untuk ”kepentingan” sosial, ekonomi, dan politik tertentu.

Teori ini digunakan karena implikasi dan makna yang dimaksud

menyangkut pemaknaan dari marginalisasi kesenian gandrung tradisi yang ada.

Artinya, makna-makna baru yang muncul dihasilkan oleh dekonstruksi dengan

merombak sistem oposisi biner yang telah ada dalam masyarakat.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

36

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam bagan (Gambar 2.1)

berikut.

Gambar 2.1

Model Penelitian

Dalam model penelitian di atas, tampak bahwa kepentingan pemerintah

dengan masyarakat wetu telu dan Islam waktu lima dipengaruhi oleh

perkembangan globalisme. Globalisme telah menghegemoni pemerintah dengan

Kepentingan

Pemerintah

Bagaimana

bentuk

marginalisasi

seni pertunjukan

gandrung tradisi

Lombok,

NusaTenggara

Barat ?

Marginalisasi Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi

Lombok, Nusa Tenggara Barat

Apa implikasi

marginalisasi

dan makna seni

pertunjukan

gandrung tradisi

Lombok,

Nusa Tenggara

Barat ?

Masyarakat

Tradisi

Wetu Telu

Masyarakat

Islam Waktu

Lima

Globalisasi

Apa yang

melatarbelakangi

marginalisasi

seni pertunjukan

gandrung tradisi

Lombok,

Nusa Tenggara

Barat ?

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

37

berbagai ideologi yang ada di dalamnya sehingga dalam setiap kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah syarat dengan kepentingan yang dapat

memarginalkan dan mengutamakan salah satu kelompok masyarakat yang di

bawahnya. Masyarakat Islam wetu telu sebagai pemilik kesenian gandrung

diposisikan sebagai kelompok yang lemah sehingga dalam konteks ini menjadi

kelompok yang termarginalkan sedangkan kelompok masyarakat Islam waktu

lima adalah yang diutamakan.

Situasi itu telah menyebabkan terjadinya hegemoni dan dominasi dari

pemerintah dan sekaligus Islam waktu lima terhadap Islam wetu telu yang

berimplikasi pula pada gandrung tradisi yang dimilikinya. Hal ini bisa dilihat

dalam kebijkan yang diambil oleh pemerintah yang berusaha menekan seni

pertunjukan gandrung tradisi. Termarginalnya seni pertunjukan gandrung

membuat semakin menguatnya seni pertunjukan bernafaskan semangat

pemurnian Islam, perubahan-perubahan akibat dari pengaruh politik, sosial,

budaya, dan ekonomi yang menjadi ciri globalisme dalam bidang ideologi.

Fenomena ini terjadi dalam diri etnis (pendukung) kebudayaan Sasak sendiri,

baik yang menyangkut entitas keber-agamaan, kebudayaan, maupun seni tari.

Situasi ini memposisikan seni pertunjukan gandrung di Lombok kemudian

semakin terdesak dan mengalami marginalisasi.

Marginalisasi seni pertunjukan gandrung di Lombok, Nusa Tenggara

Barat pada tahap berikutnya dipersoalkan secara keilmuan menurut analisis

kajian budaya (cultural studies) dari aspek bagaimana bentuk marginalisasi seni

pertunjukan gandrung di Lombok, Nusa Tenggara Barat (rumusan masalah

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … 2.pdf · gandrung (yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa penari atau penyanyi wanita dan semua musisi gandrung ditambah juragan

38

pertama), apa yang melatarbelakangi marginalisasi (rumusan masalah kedua),

serta apa implikasi dan maknanya (rumusan masalah ketiga). Selanjutnya,

rumusan masalah pertama dieksplisitkan pada Bab V penelitian ini, rumusan

masalah kedua pada Bab VI, dan rumusan masalah ketiga pada Bab VII.