bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan...

26
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian BW masih sangat perlu dilakukan karena minimnya penelitian yang menjadikan BW sebagai objek kajian. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa penelitian morfologi BW dengan menggunakan teori mofologi generatif sudah ada, hanya ruang lingkup penelitiannya yang berbeda. Artinya, penelitian sebelumnya membahas proses morfofonemik prefiks BW, sedangkan penelitian ini mengkaji proses pembentukan verba baik derivasional maupun infleksional BW. Oleh karena itu, diperlukan tinjauan beberapa karya tulis yang membahas masalah morfologi BW serta sejumlah penelitian morfologi generatif di luar BW yang dapat membantu penelitian ini. Selain itu, tinjauan ini dapat memberikan gambaran bahwa apa yang dibahas pada penelitian ini tidak sama dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. Untuk itu, penjelasan hasil penelitian tersebut dipaparkan secara ringkas sebagai berikut. Abas dkk. (1983) menulis buku yang berjudul Struktur Bahasa Wolio. Penelitian itu merupakan implementasi dari saran-saran Seminar Politik Bahasa Nasional 1975 yang dilakukan melalui kerja sama dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Dengan menggunakan teori linguistik struktural, peneliti membahas masalah yang muncul dalam BW dari bidang fonologi, morfologi, dan

Upload: voliem

Post on 07-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian BW masih sangat perlu dilakukan karena minimnya penelitian yang

menjadikan BW sebagai objek kajian. Seperti yang telah disinggung sebelumnya

bahwa penelitian morfologi BW dengan menggunakan teori mofologi generatif

sudah ada, hanya ruang lingkup penelitiannya yang berbeda. Artinya, penelitian

sebelumnya membahas proses morfofonemik prefiks BW, sedangkan penelitian ini

mengkaji proses pembentukan verba baik derivasional maupun infleksional BW.

Oleh karena itu, diperlukan tinjauan beberapa karya tulis yang membahas masalah

morfologi BW serta sejumlah penelitian morfologi generatif di luar BW yang dapat

membantu penelitian ini. Selain itu, tinjauan ini dapat memberikan gambaran

bahwa apa yang dibahas pada penelitian ini tidak sama dengan penelitian-penelitian

yang sudah ada. Untuk itu, penjelasan hasil penelitian tersebut dipaparkan secara

ringkas sebagai berikut.

Abas dkk. (1983) menulis buku yang berjudul Struktur Bahasa Wolio.

Penelitian itu merupakan implementasi dari saran-saran Seminar Politik Bahasa

Nasional 1975 yang dilakukan melalui kerja sama dengan Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Dengan menggunakan teori linguistik struktural, peneliti

membahas masalah yang muncul dalam BW dari bidang fonologi, morfologi, dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

2

sintaksis BW. Pada aspek morfologi, penelitian itu menyebutkan beberapa bentuk

afiks BW, yaitu (1) prefiks dalam bahasa Wolio, seperti {a-},{ka-},{po-}, {peka-

}: (2) infiks dalam bahasa Wolio adalah {-in-}, {-um-}; dan (3) sufiks dalam bahasa

Wolio, seperti {-i}, {-mo}, {-pea}, {-aka}. Penelitian itu menggambarkan bentuk-

bentuk afiks BW secara umum hanya dengan menampilkan jenis dan distribusi

afiks tanpa menyertakan kaidah pembentukan kata serta fungsi dan makna afiks. Ini

dapat dilihat pada contoh yang disajikan, yaitu ka+tutubi ‘tutup’ katubi

‘penutup’, ko+banua ‘rumah’ kobanua ‘mempunyai rumah’, -in- + poana

‘mengangkat anak’ pinoana ‘keponakan’, mangkilo + mo ‘bersih’

mangkilomo ‘telah bersih’, dan kande+mo ‘makan’ kandemo ‘makankanlah’.

Hasil penelitian di atas masih membutuhkan kelanjutan kajian agar terjadi

kesempurnaan ilmu pada BW, khususnya dalam bidang morfologi. Data penelitian

ini berkontribusi sebagai sumber data sekunder bagi peneliti dalam melengkapi data

yang didapat di lapangan.

Gani dkk. (1986) menulis buku Morfologi Kata Kerja Bahasa Wolio. Penelitian

itu adalah proyek yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

untuk berpartisipasi dalam REPELITA. Penelitian itu mengkaji ciri-ciri kata kerja

BW, sistem pembentukan kata kerja BW, dan perubahan bentuk kata kerja BW

dalam hubungannya dengan proses afiksasi. Hasil analisis penelitian ini

menyebutkan bahwa terdapat beberapa afiks BW yang dapat melekat pada bentuk

dasar, baik berupa verba, nomina, adjektiva, maupun numeralia, seperti prefiks {a-

} yang melekat pada bentuk dasar verba lagu ‘nyanyi’ alagu ‘menyanyi’, sufiks

{-aka} yang melekat pada bentuk dasar nomina dika ‘tempat’ dikaaka ‘supaya

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

3

ditempatkan’, ada juga sufiks {-iki} yang terdapat pada bentuk dasar adjektiva sapo

‘panas’ sapoiki ‘memanasi’ dan terakhir prefiks {po-} yang dapat dilekatkan

pada bentuk dasar numeralia saŋu ‘satu’ posaŋu ‘bersatu’. Teori yang digunakan

dalam penelitian itu adalah teori linguistik struktural. Oleh karena itu, hasil analisis

hanya dapat menjelaskan sistem morfologi verba BW dari segi permukaan bahasa

(surface) sehingga output penelitian ini masih bersifat umum. Walaupun demikian,

penelitian ini tetap memberikan kontribusi berupa data kebahasaan BW bagi

peneliti.

Gustaaf dkk (1998) melakukan penelitian tentang BW yang kemudian

didokumentasikan menjadi sebuah buku yang berjudul Kata Tugas Bahasa Wolio.

Sama seperti dua penelitian yang telah dijelaskan sebelumya, penelitian itu juga

merupakan proyek Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang dimaksudkan

untuk menjaga kelestarian bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia, dalam hal

ini khususnya BW. Penelitian itu mengkaji kata tugas BW yang dapat diperoleh

melalui tiga cara, yaitu (1) pengafiksasian, (2) pereduplikasian, dan (3)

penggabungan. Dengan menggunakan teori linguistik struktural, Gustaf dkk.

berhasil menjelaskan bentuk kata tugas BW melalui afiksasi, seperti prefiks sa-

pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’.

Bentuk kata tugas yang dijelaskan dalam penelitian ini masih sangat umum dan

tidak diberikan penjelasan tentang kaidah pembentukan kata. Walaupun demikian,

penelitian ini tetap memberikan kontribusi bagi peneliti, yaitu sebagai sumber data

tulis yang melengkapi data lapangan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

4

Simpen (2008) menulis sebuah artikel berjudul ‘‘Afiksasi Bahasa Bali: Sebuah

Kajian Morfologi Generatif’’. Artikel itu dimuat pada Jurnal Linguistika. Melalui

artikel itu peneliti ingin menjawab sebuah fenomena kebahasaan yang terdapat

dalam bahasa Bali, khususnya bidang morfologi. Peneliti menggunakan teori

morfologi generatif yang dianggap relevan untuk menjawab fenomena yang muncul

dalam bahasa Bali, seperti mesepedaan ‘bersepeda’, memotoran ‘berkendaraan’,

mejaranan ‘berkuda’. Secara gramatikal bentuk-bentuk ini dapat diterima dan

digunakan oleh masyarakat. Sebaliknya, bentuk mebisan* ‘berbus’, meterekan*

‘bertruk’, dan mehondaan* ‘berhonda’ tidak pernah dijumpai dalam percakapan,

padahal bentuk-bentuk ini secara gramatikal harus muncul. Dalam artikel itu,

dijelaskan prinsip dasar teori morfologi generatif, yakni proses pembentukan kata

dapat menghasilkan bentuk wajar, bentuk potensial, dan bentuk aneh. Teori ini

mengakui adanya kemampuan intutitif seseorang dalam mengenal bahasanya dan

bagaimanana kata dalam bahasa itu dibentuk (Halle, 1973: 3). Pembentukan kata

dalam teori ini, dijelaskan melalui empat komponen, yaitu (1) daftar morfem, (2)

kaidah pembentukan kata, (3) saringan, dan (4) kamus. Dengan mengenal struktur

batin sebuah kata, teori ini dapat memberikan penjelasan (explanation adequance)

terhadap bentuk aneh yang muncul pada bahasa Bali sehingga tidak ada bias dalam

proses afiksasi. Walaupun objek penelitian itu berbeda dengan objek yang dikaji

oleh penulis, penelitian itu dapat menjadi kajian pustaka yang memberikan banyak

kontribusi bagi penelitian penulis. Hal ini berhubungan dengan teori morfologi

generatif yang digunakan pada penelitian ini.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

5

La Ino (2009) menulis sebuah artikel dalam Jurnal Lingua berjudul

“Morfonologis Prefiks dalam Bahasa Wolio (Kajian Transformasi Generatif)”.

Dalam penelitian itu peneliti menggunakan teori transformasi generatif, yaitu

menggambungkan teori morfologi generatif dengan teori fonologi generatif untuk

menjelaskan proses morfofonologis BW. Teori ini memiliki perangkat kaidah untuk

membentuk kata baru yang dikenal dengan kaidah transformasi. Selain itu,

pembentukan kata melalui proses afiksasi dapat dijelaskan secara fonologis. Hal ini

didukung oleh pernyataan Schane (1992:50) bahwa morfem-morfem bergabung

untuk membentuk kata, segmen-segmen dari morfem yang berdekatan berjejer dan

kadang-kadang mengalami perubahan. Melalui teori ini peneliti dapat menjelaskan

variasi perubahan bentuk dan bunyi pada prefiks BW. Objek dan salah satu teori

yang digunakan pada penilitian itu sama dengan objek dan teori yang digunakan

oleh penulis, tetapi ruang lingkup penelitian itu berbeda dengan ruang lingkup

penelitian ini. Artinya, dalam artikel itu dibahas prefiks BW, sedangkan dalam

penelitian dibahas afiksasi verbal BW. Dengan kesamaan objek dan teori, penelitian

itu memberikan kontribusi berupa data yang dapat digunakan sebagai data

pelengkap dan teori yang digunakan untuk menganalisis data penulis. Adapun hasil

penelitian itu, yaitu peneliti mengungkapkan beberapa perubahan bunyi prefiks

nasal BW, seperti proses perubahan bunyi (N) menjadi /m/ yang sekaligus diikuti

perubahan bunyi /β/ menjadi /b/. Suatu segmen konsonan obstruen ingresif /β/

setelah mengikuti asimilasi progersif nasal (N) yang diikuti oleh perbatasan

morfem, maka segmen konsonan obstruen dimaksud berubah menjadi obstruen /b/

dan nasal (N) menjadi /m/.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

6

Dari beberapa penelitian yang dijelaskan di atas, sangat jelas diketahui bahwa

penelitian BW masih sangat kurang. Jadi, untuk melengkapi penelitian-penelitian

yang sudah ada, penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan.

2.2 Konsep

Ada beberapa terminologis yang digunakan dalam penelitian ini. Batasan

terminologis tersebut dipapaarkan secara terperinci berikut ini.

2.2.1 Afiks

Kridalaksana (1999:3) mendefinisikan afiks sebagai bentuk terikat yang bila

ditambahkan pada bentuk lain, akan mengubah makna gramatikalnya. Kemudian

Fromkin dan Rodman (1998:519) menyebutkan bahwa afiks merupakan morfem

terikat yang melekat pada morfem dasar atau akar. Pengertian afiks yang dijelaskan

oleh para linguis tersebut memiliki garis besar atau pengertian yang sama, yaitu

afiks adalah elemen terikat. Akan tetapi, menggunakan terminologi yang berbeda,

yaitu ‘bentuk terikat’ oleh Kridalaksana, sedangkan ‘morfem terikat’ oleh Fromkin

dan Rodman. Definisi yang diberikan oleh Alwi (2003:31) dapat menjembatani

kedua konsep tersebut. Alwi menjelaskan bahwa afiks merupakan bentuk atau

morfem terikat yang dipakai untuk menurunkan kata. Pengelompokan afiks oleh

setiap linguis berbeda-beda, misalnya Matthew (1997:11) membagi afiks menjadi

lima jenis, yaitu prefiks, sufiks, infiks, sirkumfiks, dan superfiks. Secara umum

Katamba (1993:89) membagi afiks menjadi tiga jenis, yaitu prefiks, sufiks, dan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

7

infiks. Perbedaan jumlah jenis afiks yang muncul dari para linguis tentunya didasari

dengan kebutuhan bahasa itu sendiri. Untuk penilitian ini, pengelompokan afiks

didasari atas pembagian Alwi (2003:32), yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.

Hal ini dilakukan karena pembagian yang dilakukan oleh Alwi dapat

mereprenstasikan bentuk-bentuk afiks dalam BW. Adapun penjelasan keempat

afiks tersebut dapat dilihat di bawah ini.

(1) Prefiks adalah afiks yang diletakkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada

kata menyanyi, merasa, melihat dan pada kata BW ma- dalam maoge

‘menjadi besar’, magari ‘menjadi dingin’.

(2) Infiks adalah afiks yang diselipkan di tengah bentuk dasar, seperti -in- pada

kata kinerja dan pada kata BW -in- dalam pinoana ‘keponakan’, pinoina

‘bibi’ serta –um- dalam tuminda ‘mengira’, tiumba ‘muncul’.

(3) Sufiks adalah afiks yang dilekatkan pada akhir bentuk dasar, seperti –an pada

kata masakan, minuman, lalu –i pada kata pukuli dan pada kata BW -mo

dalam mbulimo ‘pulanglah’, mangkilomo ‘sudah bersih’ serta –pea dalam

adaripea ‘ajari dahulu dia’, samburepea ‘sapu dahulu dia’.

(4) Konfiks merupakan bentuk terbagi yang diimbuhkan sekaligus pada bentuk

dasar yang dianggap sebagai satu kesatuan, seperti per-/-an dalam

perhentian, ke-/-an dalam kepanjangan dan pada kata BW, a-/-iki dalam

apotawaiki ‘menertawai’, pa-/-mea dalam pakolema ‘tidurkanlah’.

Selanjutnya, dalam menentukan konfiks dibutuhkan ketelitian karena ada satu

afiks yang memiliki bentuk yang sama dengan konfiks, yaitu imbuhan gabung.

Bentuk ini adalah afiks yang dilekatkan di awal dan akhir bentuk dasar. Secara

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

8

bentuk imbuhan gabung ini memiliki kesamaan dengan konfiks, tetapi dalam proses

pembentukannya berbeda dengan konfiks. Contohnya afiks ber- dan –an pada kata

berdatangan merupakan konfiks, sedangkan pada kata berhalangan merupakan

imbuhan gabung.

Dari pemaparan yang telah dijelaskan oleh para ahli, dapat dikatakan bahwa

konsep dasar yang dipakai pada kajian ini adalah sebagai berikut. Pertama, afiks

adalah morfem terikat yang memiliki kemampuan melekat pada satuan-satuan lain

untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Namun, di dalam suatu kata ia

merupakan unsur yang bukan kata atau pokok kata. Afiks yang melekat pada bentuk

lain akan mengubah makna gramatikalnya. Kedua, afiks dikelompokkan menjadi

empat, yaitu prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran) dan konfiks.

2.2.2 Afiksasi

Arifin (2009:10) menyebutkan bahwa afiksasi atau pengimbuhan adalah proses

morfologis yang mengubah leksem menjadi kata setelah mendapat afiks.

Selanjutnya Kridalaksana (1992:28) menjelaskan bahwa afiksasi adalah proses

mengubah leksem menjadi bentuk kompleks. Dalam proses ini leksem berubah

bentuknya menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata atau sebaliknya bila

telah berstatus kata, maka berganti kategori dan sedikit banyak berubah maknanya.

Selain itu, Matthew (1991:130) dan Verhaar (2001:107) menyatakan bahwa

afiksasi adalah proses penambahan afiks pada bentuk dasar.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

9

Berdasarkan pendapat para linguis tersebut, dapat diambil simpulan untuk

memberikan gambaran tentang konsep afiksasi yang digunakan dalam penilitian

ini. Afiksasi adalah proses pengimbuhan afiks pada sebuah dasar atau

penggabungan afiks dengan dasar atau bentuk dasar sehingga menjadi bentuk yang

lebih kompleks. Bentuk dasar, afiks, dan makna garmatikal yang dihasilkan

merupakan unsur-unsur yang terlibat dalam proses afiksasi.

2.2.3 Bentuk Dasar

Kridalaksana (1989:20) mengemukakan bahwa bentuk dasar adalah bentuk

terkecil dalam proses afiksasi. Bentuk dasar dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

bentuk dasar bebas dan bentuk dasar terikat. Ciri-ciri bentuk dasar adalah (1) bentuk

terkecil dalam sebuah kosakata, (2) satuan yang berperan sebagai masukan dalam

proses morfologis, (3) merupakan bahan baku dalam bahasa morfologis, dan (4)

sebagai unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk

kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis.

Bentuk dasar dalam teori morfologi generatif termasuk dalam komponen daftar

morfem (DM) yang membedakan morfem bebas dengan morfem terikat

(Dardjowidjojo, 1983). DM merupakan komponen tempat menampung unsur-unsur

pembentukan kata. Morfem bebas adalah kata yang mampu berdiri sendiri dalam

tataran lebih tinggi dan kata yang telah memiliki kategori tertentu, misalnya

kategori nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Morfem terikat adalah bentuk

yang tidak mampu berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi dan kata yang belum

memiliki makna tertentu serta belum memiliki kategori leksikal. Morfem terikat

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

10

akan menjadi kata yang memiliki makna dan kategori leksikal apabila dibubuhi

afiks. Dalam BW dapat dijumpai bentuk, seperti kosea ‘bersemut’, kobanua

‘mempunyai rumah’, dan kabebe ‘pemukul’. Bentuk-bentuk yang dicetak miring

adalah bentuk morfem bebas. Bentuk-bentuk ini dapat ditemukan berdiri sendiri

dalam tuturan seperti pada akaβa i banua ‘sesampainya di rumah’. Sebaliknya,

bentuk ko-, dan ka- adalah bentuk morfem terikat, bentuk-bentuk ini merupakan

afiks yang harus melekat pada bentuk dasar agar memiliki makna dan kategori

leksikal.

2.2.4 Verba

Klammer (2000:68) menjelaskan bahwa secara tradisional verba telah

didefinisikan sebagai kata yang menyatakan aksi. Di sisi lain, Frawley (1992:144)

dan Givon (1984: 52) meyatakan bahwa verba merupakan kategori gramatikal yang

menyatakan peristiwa. Artinya, kategori verba dimotivasi secara semantis dari

peristiwa. Berdasarkan beberapa pertanyaan ini dapat dirumuskan bahwa

pernyataan Klammer kurang tepat karena pada kenyataannya tidak semua verba

merefleksikan tindakan, misalnya pada kata mati dan tidur. Kedua kata tersebut

bukan sebuah tindakan, tetapi digolongkan ke dalam verba. Oleh sebab itu, konsep

yang tepat dalam mengenali verba dapat dilihat dari konsep yang dikemukakan

Frawley dan Givon. Kebenaran konsep ini juga diperkuat oleh pernyataan Sudipa

(2004:28) bahwa realisasi verba sebagai tindakan hanyalah satu kecenderungan dan

tidak mengungkapkan karakter verba secara keseluruhan. Selain itu, juga

Kridalaksana (1994:51) menjelaskan bahwa secara sintaksis, verba dapat dikenali

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

11

dalam tataran frasa dengan melihat perilakunya, seperti verba tidak dapat

didampingi dengan partikel ke, dari, dan di atau kemungkinan verba dapat

didampingi dengan partikel tidak.

Berlandaskan konsep yang diungkapkan Frawley dan Givon, maka Alwi dkk.

(2003:87--90) menyatakan bahwa konsep verba meliputi keadaan (state), proses

(process), dan tindakan (action). Sementara itu, Chafe (1970:94) membedakan

verba menjadi lima tipe dengan melihat ciri-ciri dasar verba. Lima tipe verba

tersebut adalah (1) verba keadaan, (2) verba proses, (3) verba aksi, (4) verba aksi-

proses, dan (5) verba ambien.

Penelitian ini menggunakan konsep yang diungkapkan oleh Frawley dan

Givon. Adapun untuk pembagian verba penelitian ini menerapkan gabungan tipe

yang dikemukakan oleh Alwi dan Chafe, tentunya berdasarkan penyesuaian

terhadap karakteristik BW.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori morfologi generatif, seperti yang telah

disinggung pada bab sebelumnya bahwa penelitian yang mengkaji BW khususnya

bidang morfologi belum ada yang menerapkan teori ini. Selain itu, berdasarkan

hasil penelitian yang telah ada diketahui bahwa penelitian tersebut masih bersifat

struktural sehingga hanya dapat digambarkan bentuk tanpa ada penjelasan yang

lebih khusus.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

12

2.3.1 Teori Morfologi Generatif

Morfologi yang umum dikenal dengan ilmu yang mempelajari pembentukan

kata menempatkan teori morfologi generatif sebagai hal yang penting. Hal ini

terlihat dari banyaknya linguis yang mulai mengembangkan teori ini dalam

penelitian mereka. Bermula dari artikel yang berjudul “Remarks on

Nominalization” Chomsky (1970) memulai langkah awal dalam memperkenalkan

teori morfologi generatif. Menurutnya, morfologi generatif merupakan sub bidang

tata bahasa generatif transformasi (TGT). Parera (1994: 27) menjelaskan bahwa

untuk dapat memahami teknik dan proses analisis morfologi generatif perlu diingat

kembali konsep kompetensi dan performansi, konsep struktur dalam dan struktur

luar, komponen sintaksis berupa subkomponen basis dan subkomponen

transformasi, komponen semantik, komponen fonologi, dan terakhir bahasa bersifat

kreatif. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa morfologi dalam teori

generatif merupakan bidang yang tidak dapat berdiri sendiri karena bidang ini

merupakan interfasi dari fonologis, sintaksis, dan semantik.

Halle (1973) salah seorang linguis yang memiliki minat besar dalam morfologi

generatif menulis sebuah makalah yang berjudul “Morphology in A Generative

Grammer”. Makalah ini disajikan pada Congress of Linguistic di Bologna tahun

1972. Pada tahun berikunya makalah ini diterbitkan dalam bentuk artikel dengan

judul “Prologemena to a Theory of Word Formation”. Dalam tulisannya, Halle

menjelaskan bahwa tataran morfologi memiliki tiga komponen yang tidak dapat

dihilangkan salah satunya. Ketiga komponen tersebut adalah seperti berikut.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

13

(1) Daftar morfem (DM)

(2) Kaidah pembentukan kata (KPK)

(3) Saringan

Komponen pertama adalah daftar morfem (DM). Komponen ini memiliki dua

anggota, yaitu akar kata dan bermacam-macam afiks, baik yang infleksional

maupun derivasional. Halle menganggap bahwa satuan-satuan dasar leksikon

adalah morfem. Dalam DM setiap morfem dinyatakan sebagai suatu gugus ruas

fonologis dan diberikan kurung berlabel. Representasi nomina, verba, dan sufiks,

misalnya, dapat dinyatakan sebagai berikut.

(a) [home]N (b) [discuss]V (c) [-ity]Suf B. Inggris

(a) [meja]N (b) [makan]V (c) [-an]Suf B. Indonesia

Komponen kedua adalah kaidah pembentukan kata (KPK). Komponen ini

memuat aturan pembentukan kata dari morfem-morfem yang termuat dalam DM.

Secara spesifik, KPK bertugas untuk membentuk kata-kata baru berdasarkan

satuan-satuan dasar leksikon (morpheme) yang terdapat dalam DM, yaitu kata-kata

yang benar ada (sinkronik) dan kata-kata yang bersifat potensial (potensial word)

yaitu bentuk satuan lingual yang belum ada dalam realitas, tetapi diprediksi dapat

muncul karena memenuhi proses KPK.

Komponen ketiga adalah saringan yang bertugas menyaring kata bentukan

yang diproses dalam komponen KPK melalui mekanisme idiosinkresi, baik berupa

idiosinkresi fonologis, idiosinkresi semantik, maupun idiosinkresi leksikal

sehingga tidak semua kata dapat diturunkan dengan menggunakan KPK. Misalnya

dalam idiosinkresi fonologis pada kata mempunyai. Sesuai dengan kaidah bahasa

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

14

Indonesia jika konsonan /p/ yang berada di awal kata mendapat prefiks [mǝN-],

maka konsonan /p/ seharusnya luluh bila dibandingakn dengan meminjam. Bentuk

dasar dari kedua kata itu adalah punya dan pukul. Untuk idiosinkresi semantik dapat

dilihat pada kata perjuangan yang bermakna suatu kegiatan yang bertaraf nasional

ataupun kehidupan. Kemudian contoh idiosinkresi leksikal dapat dilihat pada kata-

kata bentukan melalui KPK tidak menyalahi kaidah, tetapi dalam realitasnya kata-

kata ini tidak pernah muncul pada percakapan sehari-hari. Kata-kata ini masuk ke

bentuk potential, seperti mencantik*, memperbetuli*, dan sejenisnya. Dengan

demikian, komponen ini dapat menjelaskan dan memberikan informasi mengapa

bentuk tertentu dapat berterima dan mengapa bentuk lain tidak dapat berterima.

Tentunya ini merupakan sebuah langkah maju dalam analisis morfologi, yang

selama ini hanya dijelaskan sebagai perkecualian atau dihindari sama sekali.

Kemudian, untuk menampung kata-kata hasil dari komponen KPK yang telah

lolos dari komponen saringan, maka Halle menambahkan sebuah komponen, yaitu

komponen dictionary atau kamus. Halle tidak menganggap komponen ini

merupakan bagian integral dari morfologi generatif, sehingga di awal penjelasan

hanya disebutkan tiga komponen. Walaupun demikian, komponen ini memiliki

peranan dalam pembentukan kata karena leksikon yang terdapat dalam kamus dapat

digunakan oleh KPK untuk diproses lagi seperti proses afiksasi sehingga dapat

membentuk leksikon baru. Selain bentuk-bentuk yang lolos dari komponen

saringan ada juga bentuk-bentuk yang tertahan dalam saringan atau tidak lolos yang

disebut bentuk potensial. Halle tidak menjelaskan secara pasti di mana bentuk ini

akan ditampung. Berbeda dengan Halle, Darjowidjojo (1988:57) seorang linguis

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

15

Indonesia menjelaskan bahwa kamus masuk bagian integral dari morfologi

generatif. Dikatakan demikian karena seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa

KPK dapat menggunakan leksikon yang ada dalam kamus sebagai bentuk dasar

dalam proses pembentukan kata. Disamping itu, juga kamus menampung kata-kata

hasil saringan. Kemudian, Darjowidjojo juga menyarankan untuk menempatkan

bentuk potensial yang tertahan di saringan ke dalam kompenen kamus. Nantinya

bentuk-bentuk potensial ini diberikan tanda (*) untuk membedakannya dengan

bentuk-bentuk wajar. Alur pembentukan kata dalam teori morfologi generatif oleh

Halle dapat digambarkan pada diagram di bawah ini.

Diagram 1 Morfologi Generatif Model Halle

Aronoff (1976) seorang linguis yang juga memiliki ketertarikan dalam

morfologi generatif membicarakan teori ini dalam tulisan yang berjudul “Word

Formation in Generatif Grammar”. Terdapat perbedaan antara pendapat Aronoff

dan Halle dalam menjelaskan teori morfologi generatif, khususnya pada bagian

kaidah pembentukan kata. Halle menggunakan morfem sebagai bentuk minimal

yang digunakan sebagai landasan penurunan kata. Pernyataan ini dikenal dengan

List of

Morpheme

Word

Formation

Rules

filter Dictionary

Output Phonology Syntax

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

16

istilah ‘morpheme based approach’. Akan tetapi, Halle memiliki pandangan yang

sangat berbeda dengan pengertian morfem yang diketahui pada umumnya, seperti

kata ‘transformational’. Menurut Halle (1973:3), kata ini terdiri atas lima morfem,

yaitu trans- form- at- ion- al. Aronoff menolak pandangan Halle karena Aronoff

memiliki asumsi bahwa sebuah morfem tidak memiliki makna tetap, bahkan dalam

keadaan tertentu morfem tidak memiliki makna sama sekali. Dari situlah Aronoff

mengambil keputusan untuk menggunakan kata sebagai bentuk minimal yang

dipakai sebagai landasan pembentukan kata. Kata yang dimaksud dalam hal ini

diartikan sama dengan leksem. Oleh sebab itulah, teori yang dikenalkan oleh

Aronoff dikenal dengan istilah ‘lexem based approach’.

Selanjutnya, Aronoff (1976:40) menjelaskan bahwa kata merupakan bentuk

minimal penurunan kata dalam KPK harus memenuhi kriteria (1) dasar

pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata yang benar-

benar ada dan bukan hanya merupakan bentuk potensial, (3) aturan pembentukan

kata (WFR’s) hanya berlaku pada kata tunggal dan bukan kata kompleks atau lebih

kecil daripada kata (bentuk terikat), (4) masukan dari KPK harus memiliki kategori

sintaksis, dan (5) begitu juga keluaran dari KPK harus memiliki kategori sintaksis.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan pandangan Halle

dan Aronoff sangat jelas terlihat pada aspek KPK, yaitu perbedaan penggunaan

materi sebagai bentuk minimal. Halle menggunakan morfem, sedangkan Aronoff

menggunakan kata. Tentunya secara langsung Halle menempatkan kata dan afiks

dalam satu wadah, yaitu DM. Hal ini sangat tidak disetujui oleh Aronoff.

Menurutnya kata dapat memberikan informasi kategorial berupa nomina, verba,

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

17

adjektiva, dan sebagainya, sedangkan afiks hanya memberikan informasi relasional.

Selain itu, Halle menggunakan mekanisme idiosinkresi pada komponen

saringannya, sedangkan Aronoff (1976:43) menggunakan sistem blocking

(pembendungan). Sistem ini bertujuan untuk membendung munculnya suatu kata

karena telah ada kata lain yang mewakilinya. Oleh karena itu, KPK yang diajukan

oleh Aronoff sangat sensitif, baik terhadap ciri sintaksis maupun fonologi. Pada ciri

sintaksis fenomena ini dapat dilihat pada bahasa Inggris, seperti pembubuhan sufiks

{-ment} yang hanya dapat dibubuhi pada verba seperti government ‘pemerintah’,

treatment ‘pengobatan’. Kemudian untuk fenomena pada ciri fonologi dapat dilihat

dalam bahasa Indonesia, yaitu kata-kata yang berakhiran dengan vokal /i/ tidak

dapat dibubuhi oleh sufiks {-i}, seperti pada kata ‘pergi’ tidak akan pernah menjadi

‘pergii’.

Analisis morfologi generatif yang dikemukakan oleh Aronoff dapat dilihat

pada diagram yang dibuat oleh Scalise (1984:43), berikut ini.

Diagram 2 Organisasi dari Komponen Leksikal 1

Lexical Component

WFR’s

Dictionary

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

18

Analisis yang dilakukan oleh Aronoff ternyata tidak terhenti pada diagaram

tersebut karena Aronoff (1976:105) kemudian menambahkan sebuah kaidah atau

aturan yang diberikan nama adjusment rules ‘Kaidah Penyesuaian’ yang

selanjutnya disingkat AP. Tujuan kaidah ini adalah untuk memperlihatkan

bagaimana penyesuaian itu berinteraksi dengan KPK. Kaidah ini menyebabkan

semua kata dalam pembentukan kata tidak dapat secara langsung masuk ke

komponen kamus. Kaidah ini kemudian dibedakan menjadi dua jenis oleh Aronoff,

yaitu (1) kaidah pemenggalan dan (2) kaidah alomorfi.

Kaidah pemenggalan (truncation rules) bertugas untuk mengatur pelesapan

yang terjadi dalam sebuah morfem yang berwujud pada proses afiksasi. Aronoff

(1976:106) merumuskan kaidah pemenggalan dalam bahasa Inggris sebagai

berikut.

[[root + A] x + B] y

1 2 3 1Ø3

Dari rumus di atas dapat dinyatakan bahwa x dan y memiliki kategori leksikal

utama. Contohnya dapat dilihat pada pelekatan sufiks {-ee} pada verba nominate

sehingga menjadi nominee yang merupakan sebuah nominal. Perubahan ini dapat

dijelaskan melalui proses pelesapan di bawah ini:

[nomin + -ate] V + -ee] N nominee

1 2 3 1Ø3

‘mencalonkan’ ‘calon’

Contoh lain terdapat pada kata evacuate ‘mengungsikan’ berubah menjadi

evacuee ‘pengungsi’ ketika telah mengalami kaidah pemenggalan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

19

Kaidah alomorfi (allomorphy rules) merupakan kaidah yang mengatur

perubahan fonologis, yang diterapkan pada morfem tertentu dalam lingkungan

morfem tertentu (Aronoff, 1976:116). Kaidah ini terjadi akibat penggabungan

sebuah morfem dengan morfem yang lain dalam suatu proses afiksasi. Aronoff

memberikan contoh dalam bahasa Inggris tentang penambahan sufiks {-ation}

yang memiliki lima bentuk, yaitu {-a tion}, {-i tion}, {-u tion}, {ion}, dan {-tion}

yang dapat dijelaskan oleh contoh di bawah ini:

fascinate fascination

realize realization *relazion *realization

educate *educatation education *educatition

resolve *resolvation *resolvion resolution

Adanya penambahan AP pada analisis morfologi generatif model Aronoff

menyebabkan Scalise (1984: 168) menyempurnakan diagram sebelumnya dengan

menambahkan AP.

.

OUTPUT

Diagram 3 Organisasi dari Komponen Leksikal 2

Lexical Component

Dictionary

Adjusment Rules

WFR’s

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

20

DM KPK Saringan Kamus

Kata dasar

Bebas

Terikat

A

f

i

k

s

a b c d

i

e

f

g

h

j

k

Kedua teori morfologi generatif yang telah dijelaskan membutuhkan

pemodifikasian agar dapat digunakan dalam mengkaji afiksasi BW. Hal ini didasari

oleh pendapat Darjowidjojo (1988:56) bahwa untuk menampung bahasa seperti

bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara diperlukan

pemodifikasian terhadap teori morfologi generatif, baik model Halle maupun model

Aronoff. Kemudian, Darjowijojo merombak teori morfologi generatif model Halle

berdasarkan diagram yang dibuat oleh Scalise yang menurutnya belum sempurna.

Dengan demikian, Darjowijoyo dapat membuat bagan pembentukan kata yang

dapat menampung bahasa-bahasa khususnya bahasa-bahasa daerah yang ada di

Indonesia dengan sempurna. Bagan tersebut dapat dilihat di bawah ini.

\

Diagram 4 Model Bagan Dardjowijojo (1988:57) Modifikasi dari Scalise

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

21

Dardjowidjojo mengemukakan bahwa terdapat empat komponen integral

dalam morfologi generatif, yaitu daftar morfem (DM), kaidah pembentukan kata

(KPK), saringan dan kamus. Dalam komponen DM, Dardjowijojo memisahkan

bentuk bebas dan bentuk terikat. Hal itu, bertujuan untuk menampung bentuk terikat

seperti morfem prakategorial mengingat bahasa Indonesia dan bahasa daerah

memiliki kata dasar yang statusnya lebih kecil dari pada kata, tetapi bukan afiks.

Penerapan model ini bisa dilihat pada jalur (a) Jalur ini dapat dilewati oleh bentuk

bebas yang ada dalam DM, seperti bahasa Indonesia baju, makan, dan minum tanpa

mengalami hambatan pada komponen saringan. Lalu jalur (b) merupakan jalur bagi

bentuk bebas setelah mengalami proses afiksasi. Andaikata bentuk bebas tersebut

tidak mengalami idiosinkresi, maka bentuk tersebut dapat secara langsung masuk

ke komponen kamus. Sebaliknya, jika mengalami idiosinkresi maka bentuk tersebut

akan melewati jalur (c). Bentuk-bentuk potensial yang tidak muncul dalam tuturan

sehari-hari akan melalui jalur (d) dan (g) yang kemudian disimpan dalam komponen

kamus dengan memberikan tanda asterik (*). Untuk bentuk-bentuk mustahil, seperti

berjalani*, melukisan* melalui jalur (d) dan (h). Bentuk ini akan tertahan dalam

komponen saringan, artinya bentuk ini tidak dapat masuk ke komponen kamus.

Pada jalur (f) pecah menjadi dua jalur, yaitu jalur (j) untuk bentuk yang tidak

mendapatkan idiosinkresi dan jalur (k) untuk bentuk yang mengalami idiosinkresi.

Teori model Halle dan teori model Aronoff sama-sama memiliki kelemahan.

Pandangan Halle terhadap DM harus diisi dengan morfem yang oleh Halle memiliki

pengertian morfem yang berbeda dengan yang biasa dipahami oleh orang pada

umumnya. Kata transformational, misalnya, menurut Halle terdiri atas lima

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

22

morfem, yaitu trans-form-at-ion-al atau vacant dan believe yang terdiri dari dua

morfem, yakni va-cant dan be-lieve. Di pihak lain, pandangan Aronoff terhadap

KPK tidak dapat diterapkan pada kajian ini karena dalam BW bentuk dasar yang

dikriteriakan untuk dapat menjadi dasar pembentukan kata tidak terpenuhi. Oleh

karena itu, penelitian ini menggunakan teori morfologi generatif yang telah

dikembangkan oleh Darjowidjojo sebagai landasan teori.

2.3.2 Teori Proses dan Kaidah Fonologis

Proses pembentukan kata atau yang dikenal dengan istilah morfofonemik

merupakan kajian tentang fenomena-fenomena yang melibatkan bidang morfologi

dan fonologi (Katamba, 1993: 34). Artinya, proses pembentukan kata melalui

afiksasi akan menimbulkan proses fonologis. Pernyataan ini senada dengan Schane

(1992:50) yang menyatakan bahwa ketika suatu morfem bergabung untuk

membentuk kata, segmen morfem yang berdekatan berjejer dan kadang-kadang

mengalami perubahan atau penambahan. Oleh sebab itu, diperlukan teori

fononologi generatif dinamis untuk menjawab masalah yang muncul dalam proses

pembentukan kata.

Schane (1992:50) juga mengemukakan bahwa terdapat empat kaidah dan

proses dalam morfofonemik, yaitu (1) proses perubahan fonem, (2) proses

penambahan fonem, (3) proses peluluhan fonem, dan 4) proses hilangnya fonem.

Penambahan fonem misalnya sufiks {-an} yang melekat pada bentuk dasar /tari/

akan memunculkan bunyi semivokal [y] sehinga akan menjadi [hari] + [-an]

[hariyan]. Prefiks {meng-} akan luluh atau lesap menjadi bunyi nasal [ɲ] jika

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

23

bertemu dengan bunyi frikatif [s], seperti pada bentuk dasar /siram/ menjadi [meŋ-

] + [siram] [meɲiram].

Dalam teori fonologi generatif terdapat suatu konsep yang sangat penting,

yaitu fitur pembeda. Pastika (2005:13) menjelaskan bahwa jika fitur pembeda

merupakan unsur terkecil dari fonetik, leksikal dan suatu transkripsi fonologis yang

dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian. Artinya, sebuah segmen dapat

dideskripsikan secara artikulatoris melalui fitur pembeda ini. Schane (1992:27)

mengemukakan bahwa secara ideal, fitur-fitur pembeda yang sesuai harus

memenuhi tiga fungsi, yaitu (1) fitur-fitur itu mampu memerikan fonetik sistematis

atau disebut fungsi fonetis, (2) pada tataran yang lebih abstrak, fitur-fitur itu dapat

digunakan untuk membedakan unsur-unsur leksikal atau disebut fungsi fonemis,

dan (3) fitur-fitur itu mampu menetapkan kelas wajar, yaitu segmen sebagai

kelompok yang mengalami proses fonologis yang sama. Selanjutnya, fitur-fitur

pembeda dalam penerapannya dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, fitur

yang berpasangan dengan menggunakan ciri biner yaitu tanda (+) dan (-), dan

kedua, fitur yang mewakili nilai pada skala, misalnya fitur untuk kelas konsonantal

adalah vokal adalah [+obstruen], [+nasal], dan [-silabis].

Penjelasan Schane mengenai teori fonologi generatif dinamis khususnya

kaidah dan proses pembentukan kata yang dipaparkan di atas menjadi acuan bagi

peneliti. Artinya, menjadi acuan dalam menjelaskan kaidah dan proses

pembentukan kata yang dihasilkan dari menggabungkan afiks BW.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

24

2.3.3 Teori Fungsi dan Makna

Setiap kata yang mengalami proses pembentukan dalam hal ini penambahan

afiks pada bentuk dasar akan mengakibatkan munculnya sebuah makna. Pateda

(2010:103,119) menjelaskan bahwa semua kata memiliki makna leksikal, yaitu

makna yang tertera dalam kamus dan makna gramatikal, yaitu makna yang muncul

akibat berfungsinya makna sebuah leksem dalam kalimat. Leksem ‘otak’, misalnya,

dilihat makna leksikalnya adalah salah satu bagian tubuh manusia yang lunak

berada di dalam rongga tengkorak kepala yang menjadi pusat saraf. Di pihak lain

bila leksem ini ditempatkan pada sebuah kalimat ‘coba pakai otakmu’ maka leksem

ini tidak lagi menunjukkan makna leksikal, tetapi menunjuk pada makna gramatikal

yaitu pikiran, cara berpikir, dan pikiran.

Widdowson (1996:54) berpendapat lain tentang makna kata. Menurutnya,

proses gramatikal dapat menimbulkan munculnya makna gramatikal. Adapun

proses tersebut adalah proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.

Kemudian, Saaed (1997:99) menjelaskan bahwa makna leksikal adalah makna

sebuah leksem atau kata yang sesuai dengan referensinya. Perhatikan contoh

kalimat di bawah ini.

(a) Peti-peti barang yang akan dikrim, semuanya terpaku dengan rapi

(b) Perhatiannya terpaku pada gadis cantik itu

Pada kalimat (a) kata yang dihasilkan oleh prefiks –ter pada kata paku menjadi

terpaku memiliki makna gramatikal ‘telah dilakukan’ atau ‘dalam keadaan’. Di

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

25

pihak lain dalam kalimat (b) kata ‘terpaku’ melahirkan makna gramatikal yang

berbeda, yaitu ‘menyatakan arah/tempat’.

Aronoff (1976:1--2) mengemukakan bahwa secara tradisional morfologi dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu morfologi derivasional dan morfologi infleksional.

Morfologi derivasioanal merupakan proses pembentukan bentuk turunan melalui

proses afiksasi yang dapat mengubah kategori bentuk asal yang digunakan sebagai

dasar pembentukan kata. Sebaliknya, morfologi infleksional juga merupakan proses

pembentukan bentuk turunan dengan proses afikasasi, tetapi dalam proses

infleksional tidak terjadi perubahan kategori bentuk turunan dari bentuk asal yang

menjadi dasar pembentukan kata. Senada dengan itu, Spencer (1993:9) menyatakan

bahwa fungsi infleksional tidak dapat mengubah kategori sintaktis sebuah kata,

sedangkan fungsi derivasional menyebabkan terjadinya perubahan kategori

sintaksis sebuah kata. Contoh proses derivasional dapat dilihat pada afiks {ber-}

dalam kata ‘bersepeda’. Afiks ini mengubah kategori kata dari ‘sepeda’ yang

tadinya nomina menjadi ‘berseda’ yang berkategori verba. Di pihak lain proses

infleksional dapat dilihat pada afiks {meng-} yang melekat pada bentuk verba,

seperti ‘ambil’ menjadi ‘mengambil’ yang masih berkategori verba. Artinya, afiks

ini tidak mengubah kategori kata kedua bentuk tersebut.

Pandangan Widdowson mengenai makna gramatikal tidak hanya terbatas pada

struktur sintaksis, tetapi juga struktur morfologis. Di samping itu, pendapat Aronoff

dan Spencer dalam menjelaskan fungsi afiks menjadi acuan bagi peneliti untuk

menganalisis fungsi dan makna yang terjadi dalam proses pembentukan verbal BW.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … 2.pdf · pada saβulinga ‘sekali’ dan konfiks sa-…..-na pada sambulina ‘sepulangnya’. Bentuk kata tugas yang dijelaskan

26

2.4 Model Penelitian

Diagram 5 Model Penelitian

Bahasa Wolio

Data

Verba BW

Hasil Penelitian

Morfologi Generatif

Teori Proses dan Kaidah

Pembentukan Kata

Teori Proses dan Kaidah

Fonologis

Teori Fungsi dan Makna

Proses Pembentukan Verba

BW

Proses dan Kaidah

Pembentukan Verba BW

Proses Morfofonemik BW

Fungsi dan Makna Afiks

Verbal BW

Metode

Deskriptif Kualitatif