bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan...

23
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Menurut Hasibuan (2005 : 1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber - sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Panggabean ( 2003 : 13 ) manajemen adalah sebuah proses yang terdiri atas fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian kegiatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien. Menurut Batement & Snell (2002 : 14) “ Management is the process of working with people and resources to accomplish organizational goals.” atau Manajemen adalah proses dari bekerja dengan orang-orang dan sumber daya untuk memenuhi sasaran organisasi. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu yang mengatur manusia untuk memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

Upload: vandung

Post on 06-Jul-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen

Menurut Hasibuan (2005 : 1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur

proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber - sumber daya lainnya

secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Panggabean ( 2003 : 13 ) manajemen adalah sebuah proses yang

terdiri atas fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan

pengendalian kegiatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien.

Menurut Batement & Snell (2002 : 14) “ Management is the process of

working with people and resources to accomplish organizational goals.” atau

Manajemen adalah proses dari bekerja dengan orang-orang dan sumber daya

untuk memenuhi sasaran organisasi.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu yang mengatur

manusia untuk memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen,

yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber

daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak

sebagaimana yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan

oleh karyawan yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang

diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal

karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia.

Menurut Hasibuan (2005 : 10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu

dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Menurut Simamora (2004 : 4) manajemen sumber daya manusia adalah ,

”pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan

pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.

Penulis menyimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu

yang mengatur tenaga kerja yang baik untuk mewujudkan tujuan perusahaan,

karyawan, dan masyarakat.

2.1.3 Motivasi

2.1.3.1 Pengertian Motivasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005 : 143). ”Motivasi adalah pemberian

daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau

bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk

mencapai kepuasan”.

Menurut Mangkunegara (2009 : 93). “Motivasi adalah kondisi yang

menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya”.

Menurut Hariandja (2002 : 321). “Motivasi adalah faktor-faktor yang

mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang”.

Menurut Handoko (2003 : 252). “Motivasi adalah keadaan dalam pribadi

seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-

kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah

dorongan dalam mengarahkan individu yang merangsang tingkah laku individu

serta organisasi untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan yang

diharapkan.

2.1.3.2 Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005 : 146) adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.3.3 Jenis - jenis Motivasi

Malayu S.P Hasibuan (2005: 150) mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi

adalah sebagai berikut:

a. Motivasi Positif (Insentif Positif)

Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan

memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.

b. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)

Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka

akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja

bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum,

tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.

2.1.3.4 Metode Motivasi

Malayu S.P. Hasibuan (2005: 149), mengatakan bahwa ada dua metode motivasi

adalah sebagai berikut:

a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan

secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan

serta kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan,

tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.

b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan

fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau

kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan

pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang

serasi dan sejenisnya.

2.1.3.5 Teori-teori Motivasi

Malayu S.P. Hasibuan (2005 : 153), Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu

kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan

dorongon yang ada dalam diri. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hierarki

kebutuhan manusia adalah berikut.

1. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)

Menurut Abraham Maslow bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima

kebutuhan yaitu Kebutuhan Fisik terdiri dari kebutuhan akan perumahan,

makanan, minuman, dan kesehatan. Kebutuhan rasa aman dalam dunia kerja,

pegawai menginginkan adanya jaminan sosial tenaga kerja, pensiun, perlengkapan

keselamatan kerja, dan kepastian dalam status kepegawaian. Kebutuhan sosial,

kebutuhan ini berkaitan dengan menjadi bagian dari orang lain, dicintai orang lain,

dan mencintai orang lain. Kebutuhan pengakuan, kebutuhan yang berkaitan tidak

hanya menjadi bagian dari orang lain. Sedangkan kebutuhan untuk aktualisasi diri,

yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.

2. Teori motivasi ERG dari Clayton Alderfer, juga merupakan kelanjutan dari

teori Maslow yang dimaksud untuk memperbaiki beberapa kelemahannya.

Teori ini membagi tingkat kebutuhan manusia ke dalam 3 tingkatan yaitu

(Gauzaly, 2000 : 250).

1. Keberadaan (Existence), yang tergolong dalam kebutuhan ini adalah sama

dengan tingkatan 1 dan 2 dari teori Maslow. Dalam perspektif organisasi,

kebutuhan-kebutuhan yang dikategorikan kedalam kelompok ini adalah : gaji,

insentif, kondisi kerja, keselamatan kerja, keamanan, jabatan.

2. Tidak ada hubungan (Relitedness), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan

pada tingkatan 2, 3 dan 4 dari teori Maslow, hubungan dengan atasan, hubungan

dengan kolega, hubungan dengan bawahan, hubungan dengan teman, hubungan

dengan orang luar organisasi.

3. Pertumbuhan (Growth), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan pada tingkat 4

dan 5 dari teori Maslow, bekerja kreatif, inovatif, bekerja keras, kompeten,

pengembangan pribadi.

2.1.4 Disiplin Kerja

Secara etimologis disiplin berasal dari bahasa inggris “disciple” yang berarti

pengikut atau penganut pengajaran, latihan dan sebagainya. Muchdarsyah

Sinungan (2005 : 145), Disiplin merupakan suatu keadaan tertentu dimana orang-

ornag yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada

dengan rasa senang hati. Sedangkan kerja adalah segala aktivitas manusia yang

dilakukan untuk menggapai tujuan yang telah ditetapkannya.

Disiplin kerja karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan dalam rangka

mewujudkan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, kedisiplinan harus ditegakkan

dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan

yang baik, maka sulit bagi suatu perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Untuk

lebih memahami konsep disiplin kerja, berikut ini adalah beberapa penjelasan

yang berkaitan dengan disiplin kerja.

2.1.4.1 Pengertian Disiplin Kerja

Berbagai macam pengertian disiplin kerja yang dikemukakan oleh para ahli,

Menurut Bejo Siswanto Sastrohadiwiryo (2005 : 291) menyatakan bahwa disiplin

kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap

peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta

sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi

apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Menurut T.Hani Handoko (2003 : 208) menyatakan bahwa disiplin kerja

merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi.

Menurut S.P Hasibuan (2009 : 193) menyatakan bahwa kedisiplinan

merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan-

peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku.

Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

adalah suatu sikap taat, patuh, dan kesungguhan pegawai untuk melaksanakan

kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang

berlaku.

2.1.4.2 Pembagian Disiplin

T.Hani Handoko (2003 : 208) membagi disiplin kerja menjadi tiga yaitu:

1. Disiplin Preventif yaitu, kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong

para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga

penyelewengan dapat dicegah.

2. Disiplin Korektif yaitu, kegiatan yang diambil untuk menangani

pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa

suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan.

3. Disiplin Progresif yaitu, kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang

lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang.

2.1.4.3 Tujuan Disiplin Kerja

Penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan ditujukan agar semua

karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan sukarela mematuhi dan

mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam perusahaan itu tanpa

paksaan. Apabila setiap orang dalam perusahaan itu dapat mengendalikan diri dan

mematuhi semua norma-norma yang berlaku, maka hal ini dapat menjadi modal

utama yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Mematuhi

peraturan berarti memberi dukungan positif pada perusahaan dalam melaksanakan

program-program yang telah ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan

tercapainya tujuan perusahaan.

Bejo Siswanto (2005: 292) menyebutkan bahwa ada dua tujuan pembinaan

disiplin kerja yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pembinaan

disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif

perusahaan. Sedangkan tujuan khusus pembinaan disiplin tenaga kerja antara lain:

1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku,

baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu

memberikan pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang

berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang

diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa

perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku

pada perusahaan.

5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi yang sesuai

dengan harapan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang.

2.1.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Malayu S.P Hasibuan (2009 : 194) mengemukakan bahwa kedisiplinan

diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan

semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-

norma yang berlaku. Beberapa poin tersebut dalam penelitian ini akan dijadikan

indicator penelitian. Penjelasan dari ketiga poin tersebut, akan penulis uraikan

dibawah ini.

1. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya

Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat

dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat

dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan

maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam

organisasi tersebut.

2. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik

Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indicator

kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan

kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang

diberikan.

3. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku

Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku

merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai

tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma-norma yang berlaku

maka itu menunjukkan adanya sikap tidak disiplin.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2009 : 195) ada beberapa faktor dapat

mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja pegawai suatu organisasi, diantaranya:

1. Tujuan dan kemampuan

2. Teladan kepemimpinan

3. Balas jas

4. Keadilan

5. Pengawasan melekat

6. Sanksi hukum

7. Ketegasan

8. Hubungan kemanusiaan

Penjelasan dari kedelapan faktor diatas, akan penulis uraikan dibawah ini.

1. Tujuan dan kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja

pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas ditetapkan secara ideal

serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti tujuan,

dalam hal ini pekerjaan yang dibebankan kepada seorang pegawai harus

sesuai dengan kemampuan pegawai tersebut, agar dia bekerja sungguh-

sungguh dan berdisplin baik dalam mengerjakannya. Tetapi jika

pekerjaannya jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan

kedisiplinan pegawai rendah.

2. Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan kerja

pegawai, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh

bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin

baik, jujur, adil serta sesuai dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan

yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun ikut baik. Tetapi jika teladan

pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan juga akan

kurang disiplin.

3. Balas jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan kerja

pegawai, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan

pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan

semakin baik pula.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan kerja pegawai, karena

sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan

sama dengan manusia yang lainnya. Manajer yang cakap dalam

kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap seluruh bawahannya. Hal

ini dilakukan karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik

maka akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.

5. Pengawasan melekat

Pengawasan melekat (waskat) adalah tindakan nyata yang paling efektif

dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai, karena dengan pengawasan ini

berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap,

gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

6. Sanksi hukum

Sanksi hukum memberikan peranan penting dalam memelihara

kedisiplinan kerja pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat

pegawai akan semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan

perusahaan, dan sikap serta perilaku pegawai yang tidak disiplin akan

berkurang.

7. Ketegasan

Pimpinan harus berani menindak tegas pegawai yang bersikap tidak

disiplin sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan. Dengan demikian,

pimpinan tersebut akan dapat memelihara kedisiplinan pegawai.

8. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara semua pegawai akan ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi. Jika tercipta

human relationship yang baik dan harmonis, diharapkan akan terus

terwujud lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Sehingga kondisi

seperti ini diharapkan dapat memotivasi kedisiplinan yang baik pada

organisasi tersebut.

2.1.4.5 Indikator-Indikator Kedisiplinan

Malayu S.P Hasibuan (2009 : 194) mengemukakan bahwa kedisiplinan

diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan

semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-

norma yang berlaku. Beberapa poin tersebut dalam penelitian ini akan dijadikan

indikator penelitian. Penjelasan dari ketiga poin tersebut, akan penulis uraikan

dibawah ini.

1. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya

Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat

dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat

dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan

maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam

organisasi tersebut.

2. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik

Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indicator

kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan

kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang

diberikan.

3. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku

Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku

merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai

tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma-norma yang berlaku

maka itu menunjukkan adanya sikap tidak disiplin.

2.1.5 Kinerja Karyawan

2.1.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak

dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan

maupun lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual

Performance yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

dicapai seseorang.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria

yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Definisi kinerja karyawan menurut Bambang Kusriyanto adalah

“Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu

(lazimnya per jam)”. Senada dengan pendapat tersebut, Faustino Cardosa Gomes

mengungkapkan bahwa kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti output,

efisien serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktifitas”

(Mangkunegara, 2006 : 9).

Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul

Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia (Mangkunegara, 2006 : 9), definisi

kinerja karyawan adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya”

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia

adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang

dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.5.2 Faktor Kinerja Karyawan

Menurut Henry Simamora dalam buku Mangkunegara yang berjudul

Evaluasi Kinerja SDM (2006 : 14), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a) Faktor Individual yang terdiri dari :

- Kemampuan dan Keahlian

- Latar belakang

- Demografi

b) Faktor psikologis yang terdiri dari :

- Persepsi

- Attitude

- Personality

- Pembelajaran

- Motivasi

c) Faktor organisasi yang terdiri dari :

- Sumber daya

- Kepemimpinan

- Penghargaan

- Struktur

- Job Design

2.1.5.3 Indikator – Indikator Kinerja Karyawan

Dharma dalam Rachmawati (2005 : 13) mengemukakan bahwa hampir seluruh

cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai

2) Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan

3) Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan.

Kuantitas kerja berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang diselesaikan karena

penekanannya hanya pada jumlah menunjukkan pada standar yang harus

diselesaikan oleh karyawan, karena standart ini merupakan pedoman untuk

melaksanakan suatu pekerjaan.

Peningkatan kuantitas pekerjaan diselesaikan jika karyawan tersebut memiliki

ketrampilan, keahlian dan perilaku yang baik. Untuk menciptakan peningkatan

ketrampilan, keahlian dan perilaku ini diperlukan mengikuti program pelatihan

dan pengembangan.

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua

tingkatan ekonomi. Di beberapa negara maupun perusahan pada akhir–akhir ini

telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran kinerja (Sinungan, 2005 : 21)

2.1.5.4 Hubungan antara Motivasi terhadap Kinerja Karyawan

Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan karyawan pada

tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para

karyawan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang melakukan

suatu pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.

Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang,

sedangkan kebutuhan nonekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk

memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju. Dengan segala kebutuhan

tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja, untuk

mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena

dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan

usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang

tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula.

Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan ada salah satu

faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi

merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan

atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004) menunjukan bahwa semakin

kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa

setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang

sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya.

2.1.5.5 Hubungan antara Disiplin kerja terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) dan Aritonang (2005)

menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan bagian dari faktor kinerja. Disiplin

kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan

agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena merupakan wujud dari

kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai tanggung jawab diri terhadap

perusahaan. Pelaksanaan disiplin dengan dilandasi kesadaran dan keinsafan akan

terciptanya suatu kondisi yang harmonis antara keinginan dan kenyataan. Untuk

menciptakan kondisi yang harmonis tersebut terlebih dahulu harus diwujudkan

keselarasan antara kewajiban dan hak karyawan. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa disiplin merupakan sikap kesetiaan dan ketaatan seseorang atau

sekelompok orang terhadap peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak

tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Hal demikian

membuktikan bila kedisiplinan karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja

karyawan.

2.1.6 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin

kerja terhadap kinerja karyawan PT. Panen Lestari Internusa Medan (Sri

Mutmainnah,2008). Dari hasil perhitungan regresi ganda dapat diketahui

koefisien variabel X1 sebesar 0,112 dan variabel X2 sebesar 0.245 dengan

demikian dapat diketahui ada pengaruh positif motivasi dan disiplin kerja

terhadap kinerja karyawan PT Panen Lestari Internusa Medan. ( Penelitian

Ilmu Manajemen &bisnis Vol.III no:1 Maret 2008)

2. Hernowo Narmodo dan M. Farid Wajdi dalam peneltian Pengaruh Motivasi

dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Wonogiri, memberikan kesimpulan bahwa Disiplin mempunyai

pengaruh paling dominan terhadap kinerja pegawai dibanding dengan

movitasi. Motivasi dan disiplin dapat menjelaskan variasi variabel kinerja

pegawai sebesar 56,6%, sedangkan 43,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar

model.

3. Riana Etykawaty dalam penelitian pengaruh Motivasi dan Kedisiplinan

terhadap Kinerja Petugas Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Kelas I

Surakarta mendapatkan kesimpulan bahwa Variabel motivasi mempunyai

pengaruh yang dominan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Variabel

motivasi mempunyai nilai t-hitung sebesar 3,400 lebih besar dari nilai t-hitung

variabel disiplin sebesar 3,228. Hal ini disebabkan dengan adanya motivasi

yang timbul pada tiap-tiap individu pegawai mendorong untuk berprestasi

sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Semakin tinggi tingkat

motivasi dirinya untuk bekerja maka pada umumnya kinerja seseorang akan

meningkat. Dorongan untuk bekerja akan menghasilkan suatu imbalan agar

terpenuhi kebutuhan kekuasaan, afiliasi, dan prestasi seperti yang dikemukan

oleh Mc Clelland. Sedangkan variabel disiplin nilai pengaruhnya di bawah

motivasi dengan t-hitung sebesar 3,228 karena pada kenyataanya disiplin ini

merupakan ketaatan pada aturan-aturan baku yang diterapkan di instansi yang

harus ditaati oleh pegawai. Harapan dari instansi adalah dengan disiplin

kinerja akan meningkat.

4. Sartono dalam penelitian Pengaruh Kepemimpinan, Profesional, Motivasi,

Lingkungan kerja dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Organisasi pada

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kepemimpinan, profesional, motif, lingkungan kerja dan

disiplin kerja secara parsial atau individu dan secara simultan dalam

meningkatkan kinerja di Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Dengan uji F,

didapatkan variabel profesional, motif, disiplin kerja secara bersama-sama

memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan kinerja organisasi pada

Sebelas Maret Universitas di Surakarta. Hasil analisis uji t, didapatkan

variabel profesional, motif, disiplin kerja memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja organisasi. Kepemimpinan dan disiplin kerja

memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan untuk kinerja organisasi pada

Universitas Sebelas Maret di Surakarta.

            T‐2 

2.2 Kerangka Pemikiran

Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan

individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Dengan demikian, dengan adanya motivasi dan disiplin kerja yang tinggi akan

menghasilkan kinerja karyawan yang tinggi pula. Maka dapat disajikan kerangka

pemikiran sebagai berikut :

            T ‐ 1           

            T‐3 

 

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis, 2011

 

 

 

 

MOTIVASI  ( X1 ) 

KINERJA KARYAWAN ( Y ) 

DISIPLIN KERJA ( X2 ) 

 

2.3 Hipotesis

1) Hipotesis Rumusan Masalah Pertama

Ho : Tidak ada pengaruh positif secara bersama-sama antara motivasi

dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh positif secara bersama-sama antara motivasi dan

disiplin kerja terhadap kinerja karyawan.

2) Hipotesis Rumusan Masalah Kedua

Ho : Tidak ada pengaruh positif antara motivasi terhadap kinerja

karyawan

Ha : Ada pengaruh positif motivasi terhadap kinerja karyawan

3) Hipotesis Rumusan Masalah Ketiga

Ho : Tidak ada pengaruh positif antara disiplin kerja terhadap kinerja

karyawan

Ha : Ada pengaruh positif disiplin kerja terhadap kinerja karyawan