bab ii kajian pustaka, kerangka berpikir, dan hipotesis … · bab ii kajian pustaka, kerangka...
TRANSCRIPT
BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian PustakaPada Bab II ini akan dijelaskan mengenai kajian teori dan konsep-konsep
yang relevan dengan variabel penelitian yang diteliti, yaitu: (1) Keterampilan
menulis teks Negosiasi, (2) model Group Investigation (GI) dan model discovery
learning, (3) penguasaan kosakata.1. Keterampilan Menulis Teks Negosiasi
a. Hakikat MenulisMenulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus
dikuasai oleh siswa, dalam subbab ini akan dibahas mengenai pengertian
menulis, tahapan menulis, dan hambatan serta manfaat menulis. 1) Pengertian Menulis
Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dipelajari adalah
menulis. Menulis merupakan suatu kegiatan memproduksi suatu
catatan menggunakan aksara yang melalui serangkaian proses mulai
dari isi tulisan dan pelibat wacana, hal ini sesuai dengan pendapat
Maslakhah dalam Wiedarti (2005: 20) bahwa menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat ekspresif dan
produktif. Dengan menulis seseorang dapat mengekspresikan apa
yang ada di dalam dirinya dalam bentuk aksara, searah dengan
pendapat di atas Alek & Achmad (2011: 106) juga menyatakan bahwa
menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan
atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara.Berbeda dengan pendapat di atas, Murtono (2010: 27)
menyatakan bahwa pengertian menulis hanya dikhususkan untuk
penyampaian; ide, gagasan, pendapat, dan sebagainya yang berupa
tulisan saja. Hal ini, sesuai dengan pendapat Mc Crimon (1976)
(dikutip dari Slamet, 2007: 96) yang menyatakan menulis merupakan
kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek,
memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya
sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.
Senada dengan pendapat Marry S Lawrence (1972) menyatakan
13
14
bahwa menulis adalah mengomunikasikan apa dan bagaimana pikiran
penulis (Slamet, 2007: 96).Pendapat lain disampaikan Nurgiantoro dalam Andayani (2009:
28) bahwa menulis memiliki pengertian sebagai aktivitas
mengungkapkan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama
menekankan unsur bahasa sedangkan yang kedua gagasan. Rukayah
(2013: 6) menyatakan bahwa kemampuan menulis merupakan suatu
kecakapan seseorang dalam menyampaikan pesan melalui lambang-
lambang grafik baik dalam bentuk formal maupun non-formal,
sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti maksud dan
maknanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Suparno dan M. Yunus
(2003) yang mendefinisikan menulis sebagai suatu kegiatan
penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai alat medianya (Slamet, 2007: 96). Pada dasarnya, menulis
bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga
merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman
hidup seseorang dalam bahasa tulis, menulis bukanlah suatu kegiatan
yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru harus dikuasai.2) Tahap-tahap Menulis
Menulis tidak hanya mencoret ataupun menggoreskan pena ke
dalam kertas sehingga terbentuk suatu aksara, namun menulis
merupakan suatu proses pengembangan ide-ide yang membutuhkan
suatu keterampilan dalam menyampaikan bahasa lisan dalam bentuk
lambang-lambang bahasa sehingga menjadi suatu tulisan yang
memiliki pesan untuk para pembacanya, hal ini sejalan dengan
pendapat Dalman (2014: 3) menulis merupakan suatu kegiatan
komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis
kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau
medianya. Menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak
melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen
(memusat) (Supriadi, 1997 dikutip dari Dalman, 2014: 5).
15
Menulis juga dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan dalam
merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi frasa, frasa menjadi
klausa dan kalimat sehingga membentuk suatu paragraf, untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain, dengan membaca tulisan
tersebut pembaca dapat mengerti informasi yang disampaikan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut Tarigan (2005) mengemukakan
bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang
grafis yang menghasilkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang
sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut
dan dapat memahami bahasa dan grafis itu (Dalman, 2014: 4).Tulisan yang baik yaitu suatu hasil dari penyampaian ide dan
gagasan dalam bentuk lambang bahasa yang hanya dengan membaca
seseorang dapat mengerti maksud yang disampaikan penulis. Oleh
sebab itu, menulis merupakan keterampilan yang harus dipelajari
menurut Syafi’e (1993) pembelajaran menulis mempunyai
kedudukan yang sangat strategis dalam pendidikan dan pengajaran.
Keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin
dalam kehidupannya di sekolah (dikutip dari Slamet, 2007: 95).
Senada dengan pendapat Wiedarti (2005: 19) menulis merupakan
keterampilan yang harus dipelajari dengan melewati serangkaian
proses, mulai dari komunitas wacana keilmuwan tertentu yang
mewarnai isi tulisan, termasuk jargon (field); pelibat wacana:
pembaca dan penulis (tenor) dari saluran komunikasi (mode, gaya
selingkung, termasuk di dalamnya).Menulis tidak hanya mengubah bahasa lisan dalam bentuk
lambang-lambang bahasa saja, namun dalam kegiatan menulis
terdapat serangkaian proses berupa tahap-tahap menulis seperti fase
pramenulis, penulisan, dan pasca menulis. Seperti yang dijelaskan
Slamet (2007: 97) menulis adalah serangkaian aktivitas (kegiatan)
yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap), yaitu fase
pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan
pasca-penulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan),
16
sejalan dengan pendapat Slamet di atas tahap-tahap penulisan
menurut pendapat Tomkins dalam Pujiono (2013: 5-6) dibagi menjadi
tiga yaitu; Pertama, pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik, (2)
mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, serta (3)
mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Tahap pramenulis sangat
penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.
Kedua, penulisan. Setelah karangan tersusun, penulis mulai
melakukan kegiatan menulis. Penulis akan mengekspresikan ide-
idenya ke dalam tulisan. Ketiga, pasca-penulisan. Pasca-penulisan
merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang
kita hasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi.
penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur mekanik
karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan, pengalineaan,
gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih
mengarah perbaikan dan pemeriksaan isi tulisan. Berdasarkan
pendapat di atas Pujiono (2013: 6) menyatakan penyuntingan
merupakan kegiatan merevisi dan perbaikan tulisan. Hal ini, sejalan dengan pendapat Dalman (2014: 15-19) yang
membagi tahap-tahap menulis menjadi: Tahap prapenulisan
(persiapan). Tahap ini merupakan tahap pertama, tahap persiapan
atau prapenulisan adalah tahap menyiapkan diri, mengumpulkan
informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah
informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang
dihadapi, berdiskusi, membaca, mengamati, dan kegiatan lain yang
dapat memperkaya kognitif yang akan diproses selanjutnya, adapun
langkah awal yang perlu dilakukan dalam tahap prapenulisan adalah
(a) menentukan tema, selanjutnya (b) menentukan topik dan
membatasi ruang lingkup topiknya, (c) menentukan maksud atau
tujuan penulisan, (d) memerhatikan sasaran karangan (pembaca), (e)
mengumpulkan informasi pendukung, langkah terakhir adalah (f)
17
mengorganisasikan ide dan informasi. Tahap penulisan. Pada tahap
kedua ini langkah yang perlu dilakukan adalah mengembangkan butir
demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan
memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan
dikumpulkan. Adapun langkah awal yang perlu dilakukan adalah
membuat awal karangan yang mengenalkan dan sekaligus
menggiring pembaca terhadap pokok tulisan. langkah selanjutnya
adalah isi karangan yang menyajikan bahasa topik dan ide utama
karangan. Langkah terakhir dalam tahap penulisan adalah akhir
karangan yang berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada ide-ide
inti dan penekanan ide-ide penting, langkah ini berisi kesimpulan.
Tahap pascapenulisan. Tahap ketiga ini merupakan tahap penghalusan
dan penyempurnaan buram yang dihasilkan. Kegiatan dalam tahap ini
terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Penyuntingan adalah
pemeriksaan dan perbaikan unsur mekanik karangan. Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara
berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Untuk
memudahkan menulis menurut Andayani (2009: 29-30) harus
memperhatikan tahapan penulisan berikut: Tahap
persiapan/prapenulisan, tahap ini meliputi: menyiapkan diri,
mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus,
mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas
yang dihadapi-nya berdiskusi, membaca, mengamati. Tahap inkubasi,
adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya
sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada ditemukannya
pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Tahap inspirasi
(insight), yaitu gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada
pikiran kita. Verifikasi, pada tahap ini, apa yang dituliskan akan
diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.Sejalan dengan pemikiran di atas Sabarti (1999:11) menambahkan
proses menulis menjadi tujuh langkah yaitu: Pemilihan dan
penetapan topik. Memilih dan menetapkan topik merupakan suatu
18
langkah awal yang penting, sebab tidak ada tulisan tanpa ada sesuatu
yang hendak ditulis. Topik tulisan adalah gagasan yang hendak
disampaikan dalam tulisan. Pengumpulan informasi dan data, hal ini
perlu dilakukan agar tulisan tersebut menjadi tulisan yang berbobot
dan meyakinkan. Informasi dan data yang dikumpulkan adalah
informasi dan data yang relevan dengan topik atau pokok bahasan
dan sesuai pula dengan tujuan penulisan. Penetapan tujuan,
menetapkan tujuan penulisan adalah hal penting yang harus
dilakukan sebelum menulis, karena tujuan berpengaruh dalam
menetapkan bentuk, panjang tulisan, dan cara penyajian tulisan.
Perancangan tulisan, merancang tulisan diartikan sebagai suatu
kegiatan menilai kembali informasi dan data memilih subtopik yang
perlu dimuat, melakukan pengelompokan topik-topik kecil ke dalam
suatu kelompok yang lebih besar dan memilih suatu sistem notasi dan
sistem penyajian secara tepat. Penulisan, dalam penulisan perlu
dipilih organisasi dan sistem penyajian yang tepat, artinya tepat
menurut jenis tulisan, tepat menurut tujuan atau sasaran tulisan.
Penyuntingan atau revisi, dalam penyuntingan dilakukan kegiatan
mengecek ketepatan angka-angka atau menghilangkan yang tidak
perlu, menambahkan sesuatu yang tidak perlu, perbaikan kalimat
ejaan, maupun kosakata yang kurang tepat sehingga menjadi tulisan
yang baik. Penulisan naskah jadi, pada penulisan naskah jadi,
masalah perwajahan harus mendapat perhatian yang sungguh-
sungguh karena kesempurnaan tulisan tidak hanya terbatas pada
kesempurnaan isi dan ketepatan pemakaian perangkat kebahasaan
tetapi juga masalah susunan. (Andayani, 2009: 30-31).Secara padat di dalam proses penulisan menurut Weaver (1990)
terdiri atas lima tahap, yaitu (1) persiapan penulisan (rehearsing), (2)
pembuatan draf (drafting), (3) perevisian (revising), (4) pengeditan
(editing), dan (5) pemublikasian (publishing). Senada dengan pendapat Murray dalam Tompkins dan Hoskisson
(1995) ada lima tahap atau kegiatan yang dilakukan pada proses
19
penulisan, yaitu (1) prapenulisan (prewiting), merupakan tahap
persiapan. Pada tahap ini merupakan tahap awal dalam menulis yang
mencangkup kegiatan menentukan dan membatasi topik tulisan,
merumuskan tujuan, menentukan bentuk tulisan, dan menentukan
pembaca yang akan ditujunya, memilih bahan, serta menentukan
generalisasi dan cara-cara mengorganisasi ide untuk tulisannya.
Tahap ini merupakan tahap yang amat penting dalam kegiatan
menulis. (2) pembuatan draft (drafting), pada tahap ini diperlukan
berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan
kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, gaya bahasa,
pembentukan kalimat, sedangkan teknik penulisan untuk penyusunan
paragraf dengan penyusunan karangan secara utuh. (3) perevisian
(revising), pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap
keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek,
misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan
meliputi penataan ide pokok, dan ide penjelas, serta sistematika dan
penalarannya. (4) pengeditan (editing), tahap ini bertujuan untuk
membuat tulisan dapat dibaca secara optimal oleh pembacanya. Jika
sebuah tulisan tidak dapat dibaca secara optimal oleh pembacanya.
Jika tulisan tidak dapat dibaca berarti penulis telah melakukan hal
yang sia-sia karena ungkapan perasaannya tidak dibaca orang (5)
publikasian (publishing/sharing), publisikasi mempunyai dua
pengertian. Pengertian pertama, publikasi berarti menyampaikan
karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian
kedua menyampaikan dalam bentuk non-cetakan. (Slamet, 2007: 112-
115)3) Hambatan dan Manfaat Menulis
Memulai menulis bukanlah perkara mudah yang dapat
diselesaikan dalam waktu sehari seperti keterampilan berbahasa yang
lain, menulis memerlukan konsentrasi, waktu, dan minat yang tinggi,
tentu seseorang akan mengalami beberapa kesulitan dan hambatan
ketika mengulas ide gagasan dalam bentuk uraian tulisan. Hal ini
20
berdasar pada pendapat Chaedar Alwasilah dalam Rohmadi dan
Nasucha (2010: 4) mengatakan kegiatan menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang paling sulit dikuasai oleh para siswa
dan mahasiswa juga paling sulit diajarkan oleh para guru dan dosen
diperguruan tinggi selama pembelajaran menulis diajar oleh guru
atau dosen yang tidak berpengalaman.Adapun hambatan menulis siswa dipengaruhi oleh dua faktor
antara lain faktor internal dan eksternal seperti pendapat Wardhana
dan Ardianto dalam Kuncoro (2009: 6-7) yang mengatakan ada dua
penyebab utama yang menjadi faktor penghambat kegiatan menulis.Faktor yang pertama adalah faktor internal, faktor yang berasal
dari dalam diri individu. Faktor internal yang sering terjadi meliputi;
(1) seorang individu belum memiliki kebiasaan membaca buku,
membaca buku harus ditanamkan sedini mungkin karena dengan
kebiasaan membaca akan berdampak pada kemajuan suatu bangsa,
selain itu, kebiasaan membaca buku memiliki hubungan erat dengan
kemampuan menulis karya ilmiah. (2) seorang individu belum
memiliki kemampuan berbahasa yang baik, kemampuan berbahasa
yang baik sangat diperlukan untuk dapat membuat sebuah karya tulis
karena menulis adalah kegiatan berbahasa secara langsung; dan (3)
belum ada minat atau keinginan menulis, banyak orang mengatakan
belum ada waktu menulis padahal itu hanya menjadi alasan mereka
untuk menutupi kemalasan diri seseorang. Kemudian yang kedua
adalah faktor eksternal, merupakan faktor penghambat yang berasal
dari luar pribadi setiap individu. Faktor eksternal yang menghambat
seseorang untuk menulis adalah (1) sulitnya mendapat bahan acuan
dan referensi untuk menulis, (2) sulit mencari topik atau tema untuk
bahan tulisan, dan (3) kesulitan dalam menyusun kalimat baku.Mengesampingkan adanya hambatan dan kesulitan yang sering
muncul ketika kegiatan menulis dilakukan, pada dasarnya menulis
memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kreativitas,
mengembangkan diri, berbagi informasi yang bermanfaat dengan
21
orang lain, kemampuan menulis memungkinkan seseorang untuk
mengomunikasikan isi jiwa, penghayatan, dan pengalamannya
kepada berbagai pihak, terlepas dari ikatan kesamaan waktu dan
tempat dengan pihak-pihak itu. Menulis memberikan peluang
mendapatkan kesempatan kerja yang baik kepada sseseorang serta
membuktikan keberhasilan dalam pekerjaan di kehidupan
masyarakat (Widyamartaya & Sudiati, 2004: 2).Manfaat lain dari kegiatan menulis antara lain (1) membiasakan
diri berpikir sistematis; pada waktu menulis, seorang penulis
sekaligus berperan sebagai editor akan melakukan pembacaan
(pemeriksaan) ulang sampai bahasa dan susunan subtansi karangan
mudah dipahami oleh pembaca, sehingga dengan sering melakukan
kegiatan menulis seseorang akan membiasakan diri berpikir
sistematis. (2) menulis adalah membagikan keahlian; seorang ahli
dapat memberikan atau mewariskan keahlian – pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skills) – serta sikap (atitude) dalam
bentuk tulisan. (3) menulis adalah aktivitas yang menyehatkan;
dengan menulis seseorang dapat mengekspresikan perasaan, jika
seseorang bertipe introvert atau tertutup menulis sangat membantu
dalam menyampaikan perasaan sehingga kegiatan menulis
berpontensi untuk mencegah seseorang dari stress. (4) menulis
menghindarkan kita dari aktivitas negatif; kegiatan menulis dapat
menyita waktu seseorang sehingga dapat menghindarkan dari
aktivitas yang negatif, (Leo, 2010: 2-3)Senada dengan pendapat Slamet (2007: 104) manfaat yang dapat
dipetik dari menulis antara lain; (1) peningkatan kecerdasan, (2)
pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, (3) penumbuhan
keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan informasi.Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang melibatkan
pikiran dan perasaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk-
22
bentuk grafis pada sebuah media dengan penggunaan bahasa yang
komunikatif, sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami apa
yang disampaikan. adapun dalam kegiatan menulis melibatkan tiga
fase antara lain pramenulis, penulisan, pasca penulisan, dalam
menyampaikan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Kegiatan menulis
memberikan banyak manfaat baik untuk penulis sendiri ataupun bagi
orang lain.4) Pengertian Keterampilan Menulis
Kata keterampilan berasal dari kata terampil yang memiliki arti
yang sama dengan kata cekatan, hal ini berdasar pada pendapat
Soemarjadi, dkk (2001: 2) yang menyatakan kata keterampilan sama
artinya dengan kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian
melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar.Keterampilan merupakan kemahiran yang tidak hanya
berhubungan dengan gerakan otot saja namun juga berkaitan dengan
kemahiran intelektual yang berhubungan dengan diri dan lingkungan
yang dilakukan dalam bentuk representatif dalam menyelesaikan
pekerjaan, hal ini berdasar pada pendapat Syah (2005: 121) yang
menyatakan istilah keterampilan merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang
lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis,
mengetik, olahraga, dan sebagainya, akan tetapi keterampilan tidak
hanya mencangkup gerakan motorik, namun keterampilan itu
memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
Dengan demikian, siswa melakukan gerakan motorik dengan
koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau
tidak terampil.Di samping itu, Reber (1998) dalam Syah (2005: 121)
menyatakan keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola
tingkah laku yang komplek dan tersusun rapi secara mulus dan
sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan
23
bukan hanya meliputi gerakan motorik melakan juga
pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif.Keterampilan berkaitan erat dengan bahasa seseorang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tarigan (2008: 1) yang menyatakan setiap
keterampilan itu erat pula berhubungan dengan proses-proses yang
mendasari bahasa. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin
cerah dan jelas jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh
dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan, melatih
keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir.Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan
menulis yang bersifat produktif. Keterampilan menulis lebih rumit
dibandingkan keterampilan berbahasa lainnya. Bahkan terkadang
penutur asli suatu bahasa sulit mengalami komplikasi dalam situasi
sulit. Pada dasarnya kemampuan ataupun keterampilan menulis
dalam menyajikan pengalaman harus terstruktur, terorganisasi, dan
terencana hal ini sesuai dengan pendapat Braine & Yoruzu (1998)
yang menyatakan the writing skill is more complicated than that of
of other language skills. Even sometimes a native speaker og english
language may experience complication in a tricky situation.
Basically the writing skill requires a well-stuctured way of the
presentation of thoughts in an organized and planned way (Javed,
Juan & Nazli, 2013: 130).Menurut Sujanto (1988: 60) keterampilan menulis merupakan
sebuah proses pertumbuhan melalui proses pertumbuhan melalui
banyak latihan. Menulis adalah salah satu dari keterampilan
berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Setiap siswa mempunyai
kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikapnya
dalam sebuah tulisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Andayani
(2009: 29) yang mengemukakan menulis karangan merupakan
aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan dengan
memperhatikan aspek-aspek kebahasaan yang baik dan benar
24
sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Menulis adalah sebagai
bentuk komunikasi tidak langsung yang bermediakan tulisan.Keterampilan menulis merupakan salah satu indikator mengukur
kemampuan kognitif siswa dalam berbahasa karena untuk menilai
kompetensi berbahasa, kemampuan mengingat, dan kemampuan
berpikir, dalam hal ini keterampilan menulis dapat digunakan
sebagai indikator keberhasilan dalam proses belajar, hal ini sesuai
dengan pendapat Geiser & Studly (2001) the ability to write
something in a productive way is an indicator of success during the
learning process dan pendapat Benjamin & Cuan (2003) academic
achievement is considered as a token of a good indicator in
language learning process. Serta pendapat dari Kellong, Olive, &
Pilot (2001) the productive writing skill is considered a cognitive
challenge, because it helps to assess language competency, recalling
capability and thinking ability. It demands to recall information from
long-tern memory. Nickerson, Perkins, & Smith (1985) mengatakan
the ability, of productive writing requires sound ability of thinking on
comprehensible matters (Javed, Juan & Nazli, 2013: 131).Berbeda dengan pendapat di atas, keterampilan menulis menurut
Alek & Achmad (2011: 106) merupakan pelatihan yang dilakukan
secara bertahap dari berlatih mengembangkan gagasan menjadi
kalimat topik, melengkapi paragraf dengan kalimat topik,
mengembangkan kalimat topik menjadi paragraf, menulis paragraf
secara utuh, mengembangkan paragraf menjadi karangan yang lebih
luas, kemudian karangan secara utuh. Musaba (2012: 24)
menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan
berbahasa biasanya paling akhir dikuasai oleh seseorang.Keterampilan menulis bukan sekedar kemampuan menulis
simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun
menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan
menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam
bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh,
25
lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat
dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Bryne, 1979)
keterampilan menulis menuntut kemampuan mengunakan pola-pola
bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan ini.
Keterampilan menulis ini mencangkup berbagai kemampuan,
misalnya kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara
tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam bentuk
karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan
kata serta yang lainnya (Slamet, 2007: 106-107). Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa keterampilan
menulis adalah kecakapan berbahasa seseorang dalam
menyampaikan ide/gagasan dengan melalui serangkaian proses
sehingga menjadi tulisan yang bersifat ekspresif dan produktif.b. Pengertian Teks Negosiasi
1) Hakikat NegosiasiNegosiasi merupakan suatu kegiatan diskusi antara dua orang
atau lebih dalam menyelesaikan suatu perselisihan dengan cara
tawar-menawar sampai terdapat kesepakatan antara kedua belah
pihak. Hal ini berdasar pada pendapat Lumumba (2013: 10) yang
menyatakan Negosiasi adalah sebuah proses karena harus ada
aktifitas di dalamnya. Proses yang dimaksud adalah proses yang
kompleks, dalam proses tersebut harus terdapat dua pihak yang
bernegosiasi apakah yang bersifat individual maupun kolektif. Selain
itu, juga harus terdapat perbedaan yang mungkin bernuansa
persaingan, konflik atau bahkan perang sebagai dasar untuk
bernegosiasi. Karena kalau tidak terdapat perbedan maka tidak ada
dasar untuk bernegosiasi.Pernyataan Lumumba di atas berdasar pada pendapat beberapa
ahli antara lain; Collins Cobuild English Dictionary (Lumumba,
2013: 5-6) yang menyatakan negosiasi adalah diskusi formal antara
pihak-pihak yang memiliki tujuan atau maksud yang berbeda
terutama dalam bisnis politik, di mana mereka mencoba untuk
mencapai sebuah kesepakatan. Wikipedia, the free encyclopedia
26
(Lumumba, 2013: 6) yang mengungkapkan negosiasi adalah proses
di mana pihak-pihak yang berkepentingan menyelesaikan
perselisihan, setuju terhadap tindakan, menawarkan manfaat baik
yang bersifat individual atau kolektif dan berusaha mencapai
penyelesaian untuk kepentingan bersama. Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang
terlibat berusaha mencapai tujuannya yang berbeda dan
bertentangan, sehingga terapai suatu kesepakatan melalui diskusi
formal (Oxford dictionary dalam Lumumba, 2013: 7).Pada prinsipnya negosiasi berlangsung dalam nuansa perbedaan
dan persamaan, sebagai hasilnya kadangkala gagal dan kadangkala
sukses. Tujuan dari dilakukannya negosiasi menurut Lumumba
(2013: 10) adalah untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan ini
hanya dapat dicapai melalui usaha dan kiat-kiat tertentu oleh
negosiator yang mumpuni, Lumumba (2013: 9) juga menyatakan
bahwa hakekat melakukan negosiasi adalah untuk menghasilkan
win-win solution melalui saling pemahaman dari kedua belah pihak
yang bernegosiasi, di mana di antara keduanya memperoleh apa
yang diinginkan masing-masing, serta di antara mereka tidak ada
yang dirugikan.Negosiasi bukanlah sebuah proses yang disediakan hanya untuk
diplomat yang ahli, penjual barang ternama, atau pengacara yang
bekerja untuk sebuah pendekatan yang ternegosiasi, ini adalah
sesuatu yang setiap orang lakukan, hampir setiap hari (Lewicki,
Barry, & Saunders, 2012: 3). Seperti memutuskan di mana akan
makan, anak-anak yang memutuskan untuk melihat film apa, dll.
Definisi negosiasi secara singkat menurut Pruit dalam Lewicki,
Barry, & Saunders (2012: 3) adalah bentuk pengambilan keputusan
di mana dua pihak atau lebih berbicara satu sama lain dalam upaya
untuk menyelesaikan kepentingan perdebatan mereka. Lewicki,
Barry, & Saunders (2012: 7) mengatakan negosiasi adalah salah satu
dari beberapa mekanisme di mana orang dapat menyelesaikan
27
konflik. Situasi negosiasi pada dasarnya memiliki karakteristik yang
sama, apakah negosiasi perdamaian antara negara-negara perang,
negosiasi bisnis antara pembeli dan penjual atau buruh dan
manajemen, atau tamu yang marah mencoba untuk mengetahui
bagaimana mendapatkan air panas untuk mandi sebelum wawancara
penting.Karakteristik negosiasi menurut Lewicky, 1992; Rubin &
Brown, 1975) dalam Lewicki, Barry, & Saunders (2012: 7-8) antara
lain; (1) dalam bernegosiasi terdapat dua atau lebih pihak, (2)
terdapat konflik kebutuhan dan keinginan antara dua pihak atau lebih
yang akan dibahas, (3) para pihak bernegosiasi dengan pilihan! (4)
ketika bernegosiasi, kita mengharapkan proses “memberi dan
menerima” yang mendasar untuk definisi sendiri. (5) para pihak
lebih suka benegosiasi dan mencari kesepakatan daripada melawan
secara terbuka satu sisi mendominasi dan sisi lain menyerah,
memutuskan kontak secara tetap, atau membawa perselisihan
mereka otoritas yng lebih tinggi untuk mengatasinya. Negosiasi adalah sebuah komunikasi di mana pihak-pihak
mencari kesepakatan untuk mengadakan pertukaran di antara
mereka. Namun pendapat tersebut kurang disetujui Brian Lomas.
Lomas (2008: 1) berpendapat bahwa tidak setiap negosiasi
menghasilkan sebuah kesepakatan pertukaran – ada kemungkinan
pihak-pihak yang terlibat memutuskan untuk menghentikan diskusi.
Jadi, negosiasi menurut Lomas adalah sebuah komunikasi yang
menghasilkan pertukaran antara dua pihak atau lebih.Tiada hari dalam kehidupan kita yang berlalu tanpa negosiasi
menurut Lomas (2008: 2) beberapa contoh negosiasi bisnis yang
pernah dilakukan; (1) menetapkan/menyepakati target-target
dan/atau upah dan manfaat-manfaat; (2) mengupayakan kerjasama
dari pihak-pihak lain di dalam organisasi; (3) membentuk kemitraan
dengan organisasi-organisasi, serikat pekerja, dan pemerintah; (4)
mempengaruhi orang-orang untuk membuat prioritas sesuai dengan
28
keinginan dan kebutuhan;(5) mengupayakan pendelegasian
pekerjaan pada seseorang; (6) mengadakan transaksi dengan para
pemasok eksternal, pemberi jasa dan pelanggan mengenai waktu,
harga, kualitas, syarat, dan ketentuan, dan lain-lain;(7)
menyelesaikan sengketa dengan para pelanggan, pemasok, atau
secara internal. Menurut Lomas (2008: 2) dalam kehidupan pribadi kita
bernegosiasi ketika (1) membeli atau menjual rumah, mobil, atau apa
pun yang menyangkut barang milik pribadi; (2) membentuk atau
mengakhiri sebuah hubungan; (3) membagi tanggung jawab atau
tugas di antara teman-teman atau keluarga; (4) membujuk orang lain
untuk melakukan tindakan tertentu; (5) memutuskan tujuan
bepergian.
Walgito (2008: 159-160) berpendapat agar mencapai
penyelesaian konflik yang memuaskan, selain harus melibatkan
kedua belah pihak yang berkonflik, kita pun harus dapat memenuhi
atau memuaskan keduanya hal ini disebut win win solution.
Sebaliknya jika sifat kompetetif yang dipentingkan, maka
pemecahan konflik hanya memenuhi kepentingan salah satu pihak
dan disebut win lose solution. Namun, konflik dapat berakhir kalah-
kalah, sehingga tidak memenuhi keinginan satu pihak pun. Selain pengertian di atas Lumumba (2013: 11) membagi proses
negosiasi menjadi dua tahapan, yakni: informal dan formal. Pada
kedua fase ini para pihak yang terlibat dalam negosiasi dapat
melakukan langkah-langkah persiapan, yakni: Pertama,
mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari negosiasi, berupa daftar
persiapan sebagai kerangka kerja yang akan digunakan selama
proses negosiasi, sekaligus sebagai kesempatan untuk belajar dan
berimprovisasi. Kedua, perencanaan yang di dalamnya mencangkup
waktu dan tempat serta status negosiator yang akan menempati
tempat duduk di meja perundingan. Selain itu, pengaturan
29
“lingkungan” negosiasi yang dapat menciptakan atmosfer demi
menunjang sebuah kesepakatan. Hal ini sering terjadi dengan faktor
“lingkungan” yang meliputi: waktu, tempat, keadaan sekitar, dapat
mendukung atau merusak negosiasi, karena partisipan lebih dominan
menghabiskan sejumlah waktu dalam lingkungan tersebut.Berbeda dengan pendapat Lumumba, tahapan negosiasi menurut
Lomas (2008: 79-86) antara lain sebagai berikut: (1) Membuka
sebuah negosiasi Secara singkat, nyatakan subyek yang akan anda
negosiasikan tanpa memberikan indikasi mengenai hasil yang
diharapkan; (2) Temukan kebutuhan-kebutuhan, ajukan pertanyaan
secara berurutan; pembuka, spesifik, shecking, ringkasan, dan
kemudian penutup; berikanlah sedikit informasi, mintalah beberapa
sebagai balasan; mendengar secara cermat jawaban-jawaban yang
muncul; (3) Jelajahi kebutuhan dan keinginan, menentukan prioritas
relatif mengenai kebutuhan, keinginan, dan kriteria sukses dari
pihak-pihak lain; (4) Memperdagangkan, jangan pernah memberikan
sesuatu secasa gratis (sekalipun bagi anda hal itu tidak bernilai).
Segala sesuatu seharusnya ‘diperdagangkan’; (5) Menutup deal, jika
segala sesuatu telah diperdagangkan secara sukses, maka kita harus
menutup deal; (6) Cantumkan dalam tulisan, secara ideal, setiap
pihak akan menuliskan kesepakatan dan kemudian meng-crosschek-
nya sebelum negosiasi berakhir.Secara umum Pragolapati (2011: 9) menyatakan negosiasi
adalah sebuah proses bahwa dua atau lebih orang atau kelompok
bersama-sama memberikan perhatian pada minat untuk mendapatkan
sebuah kesepakatan yang akan saling menguntungkan
(menguntungkan kedua belah pihak). Pragolapati juga menjelaskan
bahwa negosiasi merupakan cara yang lebih baik dalam mencari
solusi dibanding dengan sebuah pengadilan atau kekerasan, untuk
mendapatkan solusi terbaik, negosiasi dilakukan dengan menjalin
hubungan yang baik dan profesional.
30
Menurut Cohen (1986: 14) negosiasi adalah penggunaan
informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi sikap dalam suatu
jaringan ketegangan. Perdapat tersebut sejalan dengan Prasetyono
(2008: 38) Negosiasi adalah proses atau upaya menggunakan
informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku ke dalam
suatu jaringan yang penuh dengan tekanan. Jadi sadar tidak sadar
dalam kenyataannya kita akan selalu bernegosiasi setiap waktu, baik
pada pekerjaan atau di dalam kehidupan pribadi.2) Hakikat Teks Negosiasi
Pendapat-pendapat di atas merupakan pengertian secara umum
mengenai negosiasi. Berbeda dengan negosiasi pada umumnya,
pengertian teks negosiasi sangat terbatas. Teks merupakan
pemahaman seseorang tentang bahasa yang disampaikan dengan
bahasa lisan atau tulis berupa rentetan kata-kata dan kalimat-kalimat
yang di dalam rentetan tersebut terdapat makna-makna yang dapat
menyampaikan pesan dari penulis kepada pembaca. Hal ini berdasar
pada Rohmadi & Nasucha (2010: 11) yang berpendapat teks
merupakan bahasa tulis berupa rentetan kata-kata dan kalimat-
kalimat, tetapi sebenarnya yang penting dicermati adalah teks itu
terdiri atas makna-makna, sehingga dapat disimpulkan bahwa teks
itu sangat berkaitan dengan kegiatan menulis. Sedangkan Halliday
dan Ruqaiyah (1992) menyebutkan bahwa teks merupakan jalan
menuju pemahaman tentang bahasa. Menurutnya teks merupakan
bahasa yang berfungsi atau bahasa yang sedang melaksanakan tugas
tertentu dalam konteks situasi. Semua contoh bahasa hidup yang
mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi disebut teks
(Mahsun, 2014: 1).Mahsun (2014: 1) mendefinisikan teks merupakan satuan bahasa
yang digunakan sebagai ungkapan suatu kegiatan sosial baik secara
lisan maupun tulis dengan struktur berpikir yang lengkap, dengan
demikian pencirian teks dapat berupa bahasa yang dituturkan
ataupun dituliskan, atau juga bentuk-bentuk sarana lain yang
31
digunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan baik secara
verbal maupun nonverbal.Mahsun (2014: 8-22) mengemukakan jenis teks berdasarkan
genre-nya, yaitu (1) teks sastra/penceritaan, beberapa teks yang
termasuk dalam genre teks sastra adalah (a) teks cerita ulang, teks ini
memiliki tujuan sosial menceritakan kembali tentang peristiwa pada
masa lalu agar tercipta semacam hiburan atau pembelajaran dari
pengalaman pada masa lalu bagi pembaca atau pendengarnya; (b)
tesk anekdot, memiliki tujuan sosial yang sama dengan teks cerita
ulang, hanya saja peristiwa yang ditampilkan membuat partisipan
yang mengalaminya merasa jengkel atau konyol (Wiratno, 2014
dalam Mahsun, 2014: 25); (c) teks ekseplum, teks ini memiliki
tujuan sosial menilai perilaku atau karakter dalam cerita; (d) teks
nartif, model penceritaan pada teks ini, antara masalah dengan
pemecahan masalah tidak menyatu dalam satu struktur teks yang
berbeda. (2) teks faktual, untuk teks genre faktual dikemukakan dua
buah teks, yaitu (a) teks deskripsi, tipe teks yang memiliki tujuan
sosial untuk menggambarkan sesuatu objek/benda secara individual
berdasarkan ciri fisiknya. (b) teks prosedur/arahan, memiliki tujuan
sosial mengarahkan atau mengajarkan tentang langkah-langkah yang
telah ditentukan. (3) teks tanggapan, untuk teks genre tanggapan
dikemukakan dua buah teks, yaitu; (a) teks eksposisi, teks ini berisi
gagasan atau usulan sesuatu yang bersifat pribadi. Itu sebabnya, teks
ini sering juga disebut sebagai teks argumentasi sati sisi (Wiratno,
2014 dalam Mahsun, 2014: 31); (b) teks eksplanasi memiliki fungsi
sosial menjelaskan atau menganalisis proses muncul atau terjadinya
sesuatu.Teks negosiasi termasuk dalam genre teks tanggapan dengan
tujuan sosial mengasosiasikan hubungan, informasi barang dan
layanan dengan struktur teks negosiasi mencangkup orientasi,
pengajuan, penawaran, persetujuan, dan penutup (dikutip dari
Mahsun, 2014: 8-22).
32
Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk
mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan yang berbeda. Dalam negosiasi, pihak-pihak tersebut
berusaha menyelesaikan perbedaan itu dengan berdialog. Negosiasi
memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi perbedaan posisi setiap
pihak, mereka mencari cara untuk menemukan butir-butir yang sama
sehingga akhirnya kesepakatan dapat dibuat dan diterima bersama.
Sebelum negosiasi dilakukan, perlu ditetapkan terlebih dahulu
orang-orang yang menjadi wakil dari setiap pihak dikutip dari buku
siswa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014: 122). Agar negosiasi berjalan lancar, perlu dilakukan beberapa
serangkaian tindakan, antara lain; (a) mengajak untuk membuat
kesepakatan, (b) memberikan alasan mengapa harus ada
kesepakatan, (c) membandingkan beberapa pilihan, (d) memperjelas
dan menguji pandangan yang dikemukakan, (e) mengevaluasi
kekuatan dan komitmen bersama, dan (f) menetapkan dan
menegaskan kembali tujuan negosiasi (Kemendikbud, 2014: 122)Bernegosiasi tidak hanya melakukan beberapa tindakan seperti
di atas, namun selama melakukan negosiasi hendaknya menghindari
hal-hal yang dapat merugikan kedua belah pihak. Untuk itu,
komunikasi dalam negosiasi dilakukan dengan cara yang santun.
Cara tersebut dapat ditempuh dengan: (a) menyesuaikan
pembicaraan ke arah tujuan praktis, (b) mengkomodasi butir-butir
perbedaan dari kedua belah pihak, (c) mengajukan pandangan baru
dan mengabaikan pandangan yang sudah ada tanpa memalukan
kedua belah pihak, (d) mengalokasikan tugas dan tanggung jawab
masing-masing, dan (e) menprioritaskan dan mengelompokkan saran
atau pendapat dari kedua belah pihak (Kemendikbud, 2014: 123)Keterampilan menulis teks negosiasi tidak hanya paham
mengenai pengertian, tindakan, dan cara melakukan negosiasi saja,
namun harus memperhatikan struktur teks negosiasi berdasarkan
jenis dari negosiasi yang dilakukan. Adapun struktur teks negosiasi
33
terdiri dari dua, yaitu struktur umum dan struktur komplek. Hal ini
didukung oleh pendapat Shalima, dkk (2014: 36-47) menyatakan
bahwa struktur umum teks negosiasi meliputi tiga hal yang
membentuknya, yakni pembukaan, isi, dan penutup. Pembuka berisi
tentang salam, perkenalan diri (bila perlu), dan menyampaikan
maksud yang ingin disampaikan dalam negosiasi secara garis besar.
Isi merupakan pokok-pokok yang ingin disampaikan dalam
rundingan negosiasi. Penutup berisi keputusan atau kesepakatan dan
juga salam penutup. Struktur komplek ini biasanya untuk negosiasi
penjual dan pembeli. Orientasi berupa salam, maksud, dan tujuan
mengadakan jual beli. Permintaan disampaikan pembeli kepada
penjual. Pemenuhan merupakan kesepakatan atas produk sesuai
dengan kriteria pembeli atau tidak. Penawaran adalah negosiasi
tentang nilai barang, membuat kesepakatan yang sama antara
penawaran penjual dan pembeli. Persetujuan adalah kesepakatan
yang dicapai penjual dan pembeli. Pembelian merupakan kegiatan di
mana barang yang ada pada penjual menjadi hal milik pembeli
dengan menukar nilai tertentu. Penutup biasanya berupa ucapan
terima kasih dan pesan kepuasan.Berbeda dengan pendapat di atas Soebandi (2014: 168-169)
mengatakan bahwa struktur dari teks negosisi antara lain; (1)
percakapan. Teks negosiasi disusun dalam pola percakapan atau
dialog, baik dalam bentuk drama ataupun paragraf. Pada bentuk
drama, antara pembicara (pelaku) dan kalimat dialognya dipisahkan
dengan tanda titik dua, sedangkan pada bentuk paragraf kalimat
dialog diapit dengan tanda kutip sebagai ciri kalimat langsung. (2)
pelaku. Dalam sebuah negosiasi, dipastikan ada pelaku atau
negosiator, baik perseorangan maupun kelompok, yang
berkepentingan menyelesaikan masalah. Setiap pelaku memiliki
tujuan utama yang sama, tetapi memiliki pandangan yang berbeda.
(3) ragam percakapan. Pada teks negosiasi, banyak digunakan gaya
34
percakapan, yaitu bahasa percakapan sehari-hari, termasuk
penggunaan kalimat minor (bentuk sapaan, dan kata seru) selain itu,
banyak juga digunakan kata yang menyatakan penolakan dan
persetujuan.Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan teks
negosiasi merupakan suatu teks yang di dalamnya terdapat bentuk
interaksi sosial yang bertujuan untuk mengasosiasikan hubungan
dalam bentuk interaksi sosial antara dua orang atau lebih untuk
mencapai suatu kesepakatan bersama di mana kesepakatan tersebut
adalah kesepakatan terbaik untuk kedua belah pihak
(menguntungkan kedua belah pihak). Struktur teks negosiasi
berbeda-beda, tergantung pada jenis dari negosiasi tersebut, ada
negosiasi sederhana dan ada negosiasi komplek.c. Pedoman Penilaian Menulis Teks Negosiasi
Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang
dapat dijadikan pedoman. Demikian pula dengan aktivitas menulis. The
Liang Gie (2002) mengemukakan enam asas menulis yang disebut
dengan asas mengarang berikut. (1) Kejelasan (clarity), setiap karangan
harus jelas, tulisan harus mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan
dimengerti oleh pembacanya. Di samping itu, tulisan yang jelas berarti
tidak disalahtafsirkan oleh pembacanya. Kejelasan berarti tidak samar-
samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan tampak
nyata oleh pembaca. (2) Keringkasan (conciseness), suatu tulisan tidak
boleh ada penghamburan kata, tidak terdapat butir ide yang
dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak disampaikan dalam kalimat
yang terlalu panjang. (3) Ketepatan (correctness), suatu tulisan harus
dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan
kecocokan sepenuhnya seperti yang dimakasud penulisnya. (4)
Kesatupaduan (unity), segala hal yang disajikan dalam tulisan tersebut
memuat satu gagasan pokok atau sering disebut tema. Tulisan yang
tersusun atas alenia-alenia tidak boleh ada uraian yang menyimpang serta
tidak ada ide yang lepas dari gagasan pokok tersebut. (5) Pertautan
35
(coherence), kalimat satu dengan kalimat yang lain harus
berkesinambungan. (6) Penegasan (emphasis), tulisan perlu ada
penekanan atau penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca
mendapat kesan yang kuat terhadap suatu tulisan (Andayani, 2009: 32-
34).Selaras dengan pendapat di atas Menurut David P. Haris dikutip dari
Slamet (2007: 108) proses menulis sekurang-kurangnya mencangkup
lima unsur yakni (1) isi karangan, merupakan gagasan yang
dikemukakan; (2) bentuk karangan, adalah susunan atau penyajian isi
karangan; (3) tata bahasa, merupakan kaidah-kaidah bahasa termasuk di
dalamnya pola-pola kalimat; (4) gaya, adalah pilihan struktur dan
kosakata untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu, (5) ejaan
dan tanda baca, adalah penggunaan tata cara penulisan lambang-lambang
bahasa tertulis.Dalman (2014: 100-102) mengemukakan kriteria karangan yang baik
setidak-tidaknya berhubungan dengan: (1) Tema, adalah hal yang
mendasari karangan/tulisan untuk membuat karangan yang baik
diperlukan tema atau topik. Keberhasilan mengarang dipengaruhi oleh
tepat atau tidaknya tema/topik yang dipilih. (2) Ketepatan isi dalam
paragraf, paragraf harus memiliki ide pokok, oleh karena itu paragraf
yang baik harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut; kesatuan (semua
kalimat yang membina paragraf harus secara bersama-sama menyatakan
suatu hal atau tema tertentu; dan kepaduan (kekompakan hubungan
antarkalimat yang satu dengan yang lain dan membentuk paragraf); serta
perkembangan (penyusunan atau perincian ide yang membina karangan).
(3) Kesesuaian isi dengan judul, judul sebuah karangan akan
menggambarkan isi secara keseluruhan. (4) Ketepatan susunan kalimat,
struktur sebuah kalimat sangat penting, hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan pembaca menangkap ide pokok dalam paragaraf. Berikut
pada ketepatan hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain akan menentukan kejelasan kalimat. (5) Ketepatan penggunaan
ejaan, memegang peranan penting penting, tercakup dalam penggunaan
36
ejaan adalah penulisan huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian
tanda baca.
Penilaian terhadap hasil karangan menulis teks negosiasi siswa
sebaiknya tidak hanya dilihat dari asas-asas yang telah dijelaskan di atas
saja, namun juga menggunakan rubrik penilaian yang mencangkup
komponen isi dan bahasa masing-masing dengan subkomponennya
(Nurgiyantoro: 2011: 439). Tes kemampuan menulis yang paling sering
diberikan kepada peserta didik adalah dengan menyediakan tema atau
sejumlah tema, dan ada kalanya sudah berupa judul-judul yang harus
dipilih salah satu di antaranya. Jika yang disediakan berupa tema, peserta
didik diberi kebebasan untuk menjuduli karanganya sepanjang
mencerminkan tema yang di maksud. Jenis karangan yang ditulis dapat
berupa fiksi (karya kreatif) ataupun nonfiksi, karangan bukan cerita
(Nurgiyantoro, 2011: 437 - 438).Nurgiyantoro (2011: 439 - 440) mengemukakan bahwa kita dapat
mengembangkan sendiri rubrik penilaian yang memberi bobot secara
proposional terhadap tiap komponen berdasarkan pentingnya komponen-
komponen itu dalam mendukung ekstensi sebuah karya tulis. Singkatnya,
komponen yang lebih penting diberi skor yang lebih tinggi, sedang yang
kurang penting skor lebih rendah. Dengan skala 1 – 100.
Berdasarkan konsep teori dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan
keterampilan menulis teks negosiasi adalah kemahiran seseorang dalam
menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat mengenai interaksi sosial antara
dua orang atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan, dalam sebuah media dengan aksara yang membentuk suatu
karangan yang baik sehingga seorang dapat memahami maksud dari
seseorang melalui membaca. 2. Hakikat Model Group Investigation (GI) dan Model Discovery Learning
Pembelajaran yang menyenangkan merupakan salah satu faktor penting
yang dalam menumbuhkan semangat, minat, dan motivasi siswa dalam
mengikuti pelajaran. Oleh sebab itu, seorang pendidik perlu melakukan
37
perencanaan serangkaian pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa,
salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran yang dapat efisien dan
efektif untuk siswa.Joyce & Well berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya (dikutip dari Rusman, 2012: 133).Mill dalam Suprijono (2011: 45) berpendapat bahwa model adalah
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan
menurut Suprijono (2011: 45) model merupakan interprestasi terhadap hasil
observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut
Arends dalam Suprijono (202: 46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Penelitian ini fokus pada model Group Investigation dan
discovery learning sebagai model dalam kelas kontrol.a. Hakikat Model Group Investigation (GI)
Model group investigation dalam pandangan Tsoi, Goh, dan Chia
(2001) secara filosofis beranjak dari paradima konstruktivis, di mana
terdapat suatu situasi yang di dalamnya siswa-siswa berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan
pekerjaan secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah,
merencanakan, mempresentasikan, serta mengevaluasi kegiatan mereka
(dikutip dari Aunurrahman, 2012: 151). Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dirancang
oleh Herbet Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan
38
kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv (Mahendra, 2013: 43).
Model GI sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan
paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif
(Sugiyanto, 2009: 46). Model ini menuntut siswa untuk kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses memiliki
kelompok (group process skills). Model pembelajaran Group
Investigation (GI) menurut Mahendra (2013: 44) merupakan jenis
pembelajaran kooperatif untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan
siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara
untuk mempelajari melalui investigasi. Model ini cocok untuk digunakan
untuk proyek yang terintegrasi dalam memecahkan suatu masalah.Model pembelajaran GI, siswa merencanakan sendiri topik yang
akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru dan selanjutnya
menentukan sendiri cara melakukan penyelidikannya. Komunikasi dan
kerjasama yang baik antar-anggota kelompok sangat dipentingkan.
Peranan guru adalah sebagai narasumber dan fasilitator.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Group Investigation (GI) adalah suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.Seperti pendapat di atas Huda (2013: 292) mengatakan bahwa model
group investigation yang pertama kali dikembangkan oleh Sharan dan
Sharan (1976). Menurut Huda group investigation merupakan salah satu
model komplek dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan
siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi, dalam GI guru
bertugas untuk menginisiasi pembelajaran dengan menyediakan pilihan
dan kontrol terhadap para siswa untuk memilih strategi penelitian yang
akan mereka gunakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Kurniasih & Sani
(2015: 71) yang menyatakan model pembelajaran group investigation
adalah salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang memiliki
39
titik tekan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri
materi atau segala sesuatu mengenai materi pelajaran yang akan
dipelajari. Model ini harus melibatkan siswa mulai dari perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi.Para guru yang menggunakan model GI umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 hingga 5 siswa
dengan karakteristik yang heterogen.Deskripsi mengenai langkah-
langkah model GI menurut Sugiyanto, 2009: 47-48) sebagai berikut: (1)
seleksi topik. Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah
umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada
tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
Komposisi kelompok bersifat heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik,
maupun kemampuan akademik. (2) merencanakan kerjasama. Para siswa
dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan
tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang
telah dipilih seperti langkah di atas. (3) implementasi. Para siswa
melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan
dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan
berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan. (4) analisis dan sintesis. Para siswa
menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada
langkah sebelumnya dan merencanakan peringkasan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas. (5) penyajian hasil akhir. Semua
kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang
telah dipelajari agar semua siswa telibat dan mencapai prespektif yang
luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan guru.
(6) evaluasi selanjutnya. Guru beserta para siswa melakukan evaluasi
40
mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai
suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencangkup tiap siswa secara
individual atau kelompok atau keduanya. Langkah-langkah pembelajaran Group Investigation (GI) menurut
Suprijono (2012: 93) dibagi menjadi 5 tahap yaitu: (1) pembelajaran
dimulai dengan pembagian kelompok. (2) guru beserta peserta didik
memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang
dapat dikembangkan dari topik-topik itu. (3) sesudah topik beserta
permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menetukan
metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah. (4)
langkah selanjutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing
kelompok, (5) di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi.Sementara itu, Aqib (2014: 26) membagi langkah-langkah model
Group Investigation (GI) menjadi 8 langkah antara lain sebagai berikut:
(1) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen, (2) guru
menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok, (3) guru
memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok
mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain, (4)
masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif berisi penemuan, (5) setelah selesai diskusi, lewat juru bicara,
ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok, (6) guru memberikan
penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan, (7) evaluasi, (8)
penutup.Menurut Daryanto & Rahardjo (2012: 237-238) langkah-langkah
implementasi model pembelajaran Group Investigation (GI) antara lain
sebagai berikut, Tahap pertama, sebagai tahap penyajian materi
menggunakan strategi atau pendekatan “pembentukan konsep dari taba”.
Tahap kedua, merupakan gabungan dari tahap analogi langsung atas
materi yang sedang dibahas. Setelah itu diikuti dengan melakukan
pembandingkan terhadap analogi-analogi dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan dan kaitan antara aspek-
aspek yang dibahas. Kegiatan penjelasan perbedaan bertujuan
41
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memperoleh kejelasan
tentang perbedaan-perbedaan yang ada dalam objek yang sedang
dibahas. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar perlu memberi
dorongan dan memfasilitasi peserta didik untuk kegiatan tersebut. Tahap
ketiga, sebagai tahap pengajuan analogi personal peserta didik diminta
mengajukan pengenalan diri seumpama ia (peserta didik) sebagai sesuatu
objek sesuai materi yang sedang dibahas. Karena itu dalam tahap ini,
peserta didik tidak boleh dibatasi kesempatannya untuk berekspresi dan
mengemukakan gagasannya. Peran serta aktif pengajar sebagai fasilisator
sangat dibutuhkan. Tahap keempat, disebut sebagai tahap eksplorasi
peserta didik diminta menguraikan atau menjelaskan kembali materi
yang sedang dibahas dengan menggunakan bahasanya sendiri. Untuk itu,
agar peserta didik mampu melakukan tugas tersebut maka pengajar perlu
memfasilitasi peserta didiknya dengan teknik curah pendapat dan hasil
pekerjaan peserta didik didiskusikan dengan teman-temannya. Tahap
kelima, disebut sebagai tahap pengajuan analogi langsung (yang lainnya)
terhadap materi yang sedang dibahas. Peserta didik diharapkan dapat
mengajukan analogi langsung yang telah dikuasainya dan mampu
menjelaskan persamaan atau perbedaannya. Di sini, yang dipentingkan
adalah argumentasi, mengapa suatu objek tertentu dianalogikan dengan
meteri yang sedang dibahas. Sementara itu, langkah-langkah pelaksanaan model Group
Investigation menurut Zingaro dalam Maman (2012: 112) adalah (1)
seleksi topik, pada langkah ini para siswa memilih berbagai subtopik
dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih
dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups)
yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen
baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik; (2)
merencanakan kerja sama, pada langkah kedua ini para siswa beserta
guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
42
umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah
dipilih dari langkah pertama di atas; (3) implementasi, pada langah
ketiga, para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah kedua. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan
keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk
menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di
luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan; (4) analisis dan
sintesis, para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi
yang diperoleh pada langkah ketiga dan merencanakan agar dapat
diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas; (5)
penyajian hasil akhir, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam
kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai
topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru; dan (6)
evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi
dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau
keduanya.Sama halnya dengan beberapa pendapat di atas Slavin dalam
Mahendra (2013: 44) memaparkan bahwa model group investigation
memiliki enam tahapan pembelajaran yaitu sebagai berikut: (1) grouping,
(2) planning, (3) investigating, (4) organizing, (5) presenting¸(6)
evaluating. Berbeda dengan beberapa pendapat di atas Rusman (2012: 223)
menyatakan langkah-langkah model pembelajaran group investigation
hanya melalui 3 langkah yaitu membagi siswa ke dalam kelompok kecil
yang terdiri 5 siswa, lalu memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat
analitis, kemudian mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam
menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam
dalam kurun waktu yang disepakati.
43
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran group investigation merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menitik-beratkan pada keaktifan siswa.
Dengan langkah-langkah pembelajaran pembagian siswa terlebih dahulu,
pemberian materi, diskusi kelompok, presentasi di depan kelas, dan
evaluasi.Model Group Investigation (GI) digunakan untuk melatih berbagai
kemampuan siswa antara lain: sintesis, analitis, dan mengumpulkan
informasi/data untuk memecahkan suatu permasalahan (Arnyana dalam
Mahendra, 2013: 44). Model pembelajaran GI dapat digunakan untuk
melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Slavi dalam Ibrahim
dalam Mahendra, 2013: 44).Adapun kelebihan dari model pembelajaran group investigation
menurut Arnyana dalam Mahendra (2013: 44) yaitu: (1) siswa menjadi
mandiri dalam mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari, (2)
siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi, (3) siswa memiliki
kemahiran dalam berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam
mensintesis dan menganalisis, (4) meningkatkan kemampuan siswa
dalam berdiskusi.Sementara itu Kurniasih & Sani (2015: 73) menyebutkan beberapa
kelebihan model group investigation antara lain sebagai berikut: (1)
model pembelajaran group investigation memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) penerapan model ini mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (4)
pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang, (5) model ini juga melatih siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya, (6)
memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.Manfaat atau kelebihan dari penggunaan model Group Investigation
(GI) menurut Daryanto & Rahardjo (2012: 239) sebagai berikut; (1)
44
Model pembelajaran ini mudah diterapkan atau diadopsi pengajar karena
tahap-tahap pembelajaran yang ada dalam pembelajaran ini
menggunakan analogi-analogi yang sesungguhnya, pengajar telah
terbiasa menggunakannya ketika menjelaskan suatu materi pembelajaran
yang dirasa sulit dikuasai peserta didik. (2) dengan demikian, pengajar
tidak terlalu asing terhadap model pembelajaran tersebut, (3) model
pembelajaran ini tidak mempersyaratkan adanya penyediaan prasarana
atau fasilitas pembelajaran yang relatif kompleks, (4) model
pembelajaran ini hanya memerlukan media pembelajaran sederhana,
terutama akan dipakai untuk memfasilitasi peserta didik dalam
memahami materi yang sedang dibahas atau melihat kaitan dan
perbedaan antara meteri yang sedang dibahas dengan objek yang
dianalogikan.Sementara itu, Shoimin (2014: 81-82) membagi kelebihan model
pembelajaran group investigation menjadi 3 kelompok antara lain. (1)
Secara pribadi; dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas,
memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif, rasa percaya diri
dapat lebih meningkat, dapat belajar untuk memecahkan dan menangani
suatu masalah, mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisik. (2)
Secara sosial; meningkatkan belajar bekerja sama, belajar berkomunikasi
baik dengan teman sendiri maupun guru, belajar berkomunikasi yang
baik secara sistematis, meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu
keputusan. (3) Secara akademis; siswa terlatih untuk mempertanggung-
jawabkan jawaban yang diberikan, bekerja secara sistematis,
mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagai bidang,
merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya, mengecek
kebenaran jawaban yang mereka buat, selalu berpikir tentang cara atau
strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku
umum.Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan kelebihan dari
penggunaan model group investigation yaitu dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa, serta melatih siswa untuk bekerjasama
45
dengan kelompok dalam hal ini penggunaan model GI sangat berguna
bagi pembelajaran bahas Indonesia.Selain kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran group
investigation juga mempunyai kekurangan. Menurut Setiawan dalam
Shoimin (2014: 82) kekurangan dari model GI antara lain; (1) sedikitnya
materi yang disampaikan pada suatu kali pertemuan. (2) sulitnya
memberikan penilaian secara personal. (3) tidak semua topik cocok
dengan model pembelajaran group investigation. Model ini cocok untuk
diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu
bahasa dari pengalaman yang dialami sendiri. (4) diskusi kelompok
biasanya berjalan kurang efektif. (5) siswa yang tidak tuntas memahami
materi prasyarat akan mengalami kesulitan saat menggunakan model ini.Langkah-langkah penggunaan model group investigation dalam
pembelajaran menulis teks negosiasi yaitu sebagai berikut; (1) guru
membuat berbagai tema/topik mengenai teks negosiasi, setelah itu guru
membagi siswa menjadi 6 kelompok di mana dalam satu kelompok
terdapat 6 siswa beserta menentukan ketua kelompok, kemudian ketua
kelompok memilih salah satu tema yang telah dibuat oleh guru; (2)
setelah itu guru menjelaskan mengenai prosedur dan tujuan dari
pembelajaran, siswa membuat hipotesis dari pertanyaan yang telah guru
sajikan dalam teks; (3) siswa menginvestigasi, mencari informasi dari
berbagai media mengenai topik yang telah dipilihnya secara
berkelompok serta untuk membuktikan hipotesis yang telah mereka buat;
(4) setelah mengumpulkan berbagai informasi siswa menganalisis dan
mensintesis berbagai informasi tersebut dan merencanakan agar dapat
diringkas dalam penyajian yang menarik dalam di depan kelas; (5)
langkah selanjutnya semua topik dan hasil pembuktian hipotesis
dipresentasikan di depan kelas, setelah semua kelompok menyajikan
hasil dari diskusi langkah selanjutnya, (6) guru beserta siswa melakukan
evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas
secara keseluruhan, evaluasi ini dapat mencangkup tiap siswa secara
individu ataupun kelompok.
46
b. Hakikat Model Discovery LearningDiscovery learning atau yang dikenal dengan belajar penemuan
dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Jerome Bruner. Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian sesuai
dengan pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik (Trianto, 2011: 38), seperti halnya
pendapat Trianto, menurut Joolingen discovery learning adalah suatu tipe
pembelajaran di mana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri
dengan mengadakan suatu percobaan dan menemukan sebuah prinsip
dari hasil percobaan tersebut (dalam Purwanto, 2012: 28).Matson dalam Matthews menyatakan pengajaran penyelidikan dan
penemuan ilmu pengetahuan adalah suatu proses bertanya sifat dan
struktur alam semesta. Pembelajaran penyelidikan dan penemuan
menuntut siswa untuk menemukan untuk mengambil contoh dari
kehidupan sehari-hari untuk mengusulkan hipotesis, menguji mereka
seperti ilmuwan, dan sementara itu untuk memperoleh tingkat lanjutan
keterampilan kognitif. Discovery learning (belajar penemuan) adalah
model yang mendorong siswa untuk sampai pada suatu kesimpulan
berdasarkan kegiatan dan pengamatan mereka sendiri, adapun kutipan
teori tersebut sebagai berikut.“According to Matson (2006), inquiry and discovery based scienceteaching is the process of inquiring the nature and structure of theuniverse. Inquiry and discovery based learning requires students totake examples from daily life, to propose hypotheses, test them likescientists, and meanwhile, to gain advanced level cognitive skills(Matthews, 2002). Discovery learning is a method that encouragesstudents to arrive at a conclusion based upon their own activitiesand observations. Inclusion of activities based on discovery learningin science teaching in Turkey is important for meaningful andlifelong learning”. (dalam Balim, 2009: 3)
Rahman & Maarif (2014: 40) model pembelajaran discovery
merupakan salah satu model pengajaran yang progresif serta
menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Amin
menegaskan bahwa suatu kegiatan“discovery atau penemuan” ialah suatu
kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga
47
siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri. Dalam hal ini, penemuan terjadi apabila siswa
dalam proses mentalnya seperti mengamati, menggolongkan, membuat
dugaan, mengukur, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip (dalam Rahman &
Maarif, 2014: 40). Sementara Purwanto (2012: 27) mengatakan model pembelajaran
discovery merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan
sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis,
analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Discovery learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak
disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), namun peserta didik
dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan
konsep. Discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan. Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mental untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan, dan inferi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Suprihatiningrum (2013: 242) bahwa melalui pembelajaran penemuan,
diharapkan siswa terlibat dalam penyelidikan suatu hubungan,
mengumpulkan data, dan menggunakannya untuk menemukan hukum
atau prinsip yang berlaku pada kejadian tersebut.Hosnan (2014: 282) berpendapat model pembelajaran discovery
learning adalah salah satu model untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil
yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan
mudah dilupakan oleh siswa.Menurut Ballew salah satu tujuan pembelajaran discovery learning
adalah agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis. Hal ini
48
disebabkan siswa melakukan aktivitas mental sebelum materi yang
dipelajari dapat dipahami. Aktivitas mental tersebut misalnya
menganalisis, mengklasifikasi, membuat dugaan, menarik kesimpulan,
menggeneralisasi, dan memanipulasi informasi (dalam Pratiwi, 2014: 4).Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran discovery learning merupakan suatu model pembelajaran
yang mendorong siswa untuk aktif dalam mencari, menemukan,
menganalisis suatu pengetahuan (materi pelajaran),dan memecahkan
masalah dalam pembelajaran di kelas sehingga pengetahuan yang didapat
lebih bermakna dan bertahan lama dalam ingatan siswa, karena dengan
menemukan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran membuat siswa memahami kesalahan dan mengerti cara
mengatasi masalah tersebut, sehingga siswa tidak mudah melupakan
materi yang telah ditemukan, dipecahkan, dan diselidiki sendiri.Pembelajaran yang menggunakan discovery learning dapat
meningkatkan keterampilan berpikir siswa karena siswa dilatih untuk
mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan
melalui sintaksnya seperti pada tahap stimulation siswa diajak untuk
mengamati dan menanya, tahap problem statement siswa diajak untuk
menanya dan mengumpulkan informasi, tahap data collection siswa
diajak untuk mencoba dan mengamati, tahap data processing siswa
diajak untuk menalar dan menanya, dan tahap terakhir verification siswa
diajak untuk menalar, dan mengomunikasikan.Langkah-langkah penerapan model discovery learning menurut
Scuhman dalam Suryosubroto dalam Rahman & Maarif (2014: 41)
meliputi; (1) identifikasi kebutuhan siswa; (2) seleksi pendahuluan
terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep, dan analogi yang akan
dipelajari; (3) seleksi bahan, dan problema serta tugas-tugas; (4)
membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan
masing-masing siswa; (5) mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang
diperlukan; (6) mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan
dipecahkan dan tugas-tugas siswa; (7) memberikan kesempatan kepada
49
siswa untuk melakukan penemuan; (8) membantu siswa dengan
informasi, data, jika diperlukan oleh siswa; (9) memimpin analisis sendiri
dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses; (10)
merangsang terjadinya interaksi antar-siswa dengan siswa; (11) memuji
dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan; (12)
membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan analogi atas hasil
penemuannya.Bruner dalam Dewi (2013: 13) membagi langkah-langkah model
discovery learning menjadi 6 tahap, antara lain (1) Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. (2) Problem statement
(pernyataan/identifikasi masalah), memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah. (3) Data collectioon
(pengumpulan data), anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca litelatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri, dan sebagainya. (4) Data processing (pengolahan data), data
processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya
lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. (5) Verification (pembuktian), pada tahap ini siswa
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing. (6) Generalization (menarik
50
kesimpulan/generalisasi), tahap generalization/ menarik kesimpulan
adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memerhatikan hasil verifikasi atau tahap di mana berdasarkan
hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau
generalisasi tertentu.Berdasarkan pendapat ahli di atas langkah-langkah pembelajaran
model discovery learning dapat disimpulkan sebagai berikut;
menentukan tujuan pembelajaran, melakukan identifikasi karakteristik
peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya,
memilih materi pelajaran, menentukan topik-topik yang harus dipelajari
peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi),
mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik, mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret
menjadi abstrak, dan melakukan penilaian proses dan hasil belajar
peserta didik.Penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran bahasa
memiliki beberapa kelebihan seperti siswa yang aktif, tidak mudah
melupakan materi pelajaran, pembelajaran yang menyenangkan, siswa
dapat memecahkan masalah yang dihadapi, siswa dapat mengembangkan
sendiri pengetahuan yang telah dimiliki secara ilmiah, dsb.Suryosubroto dalam Rahman & Maarif (2014: 41) mengemukakan
bahwa salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah model discovery.
Hal ini disebabkan karena model pembelajaran memiliki beberapa
kelebihan antara lain; (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan
cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam
ingatan, tak mudah dilupakan anak; (3) pengertian yang ditemukan
sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah
digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan
51
strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang
akan dapat dikembangkan sendiri; (5) dengan model ini juga, anak
belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang
dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.Sementara itu Roestiyah dalam Dewi (2013: 16) mengemukakan
kelebihan penggunaan model discovery learning sebagai berikut; (1)
model ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,
memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa. (2) siswa memperoleh pengetahuan yang
bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam
tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.(3) dapat membangkitkan
kegairahan belajar para siswa. (4) mampu memberikan kesempatan pada
siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-
masing. (5) mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga memiliki
motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. (6) membantu siswa untuk
memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
penemuan sendiri. (7) model ini berpusat pada siswa, tidak pada guru.
Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.Selain dari kelebihan di atas model discovery learning ini memiliki
kelemahan, Roestiyah dalam Dewi (2013: 16) menyatakan beberapa
kelemahan dari model discovery learning antara lain sebagai berikut; (1)
siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar
ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan
sekitarnya dengan baik. (2) bila kelas telalu besar penggunaan model ini
akan kurang berhasil. (3) bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan
perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sempat kecewa
karena bila diganti dengan model ini. (4) dengan model ini ada yang
berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses
pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan
sikap dan keterampilan bagi siswa. (5) idak memberikan kesempatan
berpikir secara kreatif.
52
Langkah-langkah penggunaan model discovery learning dalam
pembelajaran keterampilan menulis teks negosiasi yaitu sebagai berikut.
(1) siswa dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri 6 siswa dalam satu
kelompok, (2) siswa diberikan soal-soal mengenai teks negosiasi, tanpa
dijelaskan terlebih dahulu siswa menjawab soal tersebut dengan hipotesis
mereka, (3) setelah itu siswa mengidentifikasi dan menganalisa
permasalahan yang mereka hadapi, (4) dengan cara mencari sebanyak
mungkin informasi dari internet ataupun buku, (4) tahap selanjutnya
siswa mengolah data yang berasal dari informasi yang mereka
kumpulkan, (5) setelah itu bersama kelompok siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang telah mereka tetapkan kemudian dihubungkan dengan
pengolahan data, (6) tahap selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari
hasil diskusi kemudian mempresentasikan hasil dari kesimpulan tersebut.c. Perbedaan Model Group Investigation dan Discovery Learning
Model group investigation lebih menekankan kerjasama siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru, secara berkelompok
dengan menukar pengalaman masing-masing siswa, dengan belajar
secara berkelompok kecil interaksi di antara sesama anggota akan lebih
intensif dibandingkan belajar dalam jumlah yang terlalu besar misalnya
satu kelas. Jouce, Weil dan Calhoun (2000) dikutip dari Aunurrahman
(2012: 153) mengatakan dengan jumlah kelompok yang tidak terlalu
besar, akan lebih mudah mengatur kegiatan, termasuk dalam
menyepakati waktu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kelompok. Di
samping pentingnya perolehan pengetahuan dan pengalaman menurutnya
ada nilai-nilai penting yang menyertai tugas-tugas ini, yaitu melalui
kelompok kerjasama ini peserta didik akan belajar bagaimana bekerja
dengan teman lain atau seluruh siswa di kelas dalam berbagai variasi
tugas.Adapun ciri esensial group investigation menurut Killen (1998)
sebagai pendekatan pembelajaran adalah: (1) para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru; (2)
53
kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah dirumuskan; (3) kegiatan belajar siswa akan selalu
mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data,
menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan; (4) siswa akan
menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar; (5) hasil-hasil
dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa (dikutip dari
Aunurrahman, 2012:152-153). Menurut Joyce dan Weil (2000) group investigation memiliki
kelebihan komprehensivitas, di mana model ini memadukan penelitian
akademik, integrasi sosial, dan proses belajar sosial. Model ini juga dapat
dipergunakan dalam segala areal subyek, dengan seluruh tingkatan usia.
Penerapan model GI dalam proses pembelajaran memberikan dampak
instruksional dan dampak pengiring, yaitu berupa terwujudnya proses
efektivitas kelompok, mengembangkan wawasan dan pengetahuan serta
dapat menumbuhkan disiplin dalam inquiry kolaboratif. Penerapan model
GI juga memiliki dampak nurturant terutama berupa kebebasan sebagai
pelajaran menumbuhkan harga diri serta mengembangkan kehangatan
dan affilisiasi (dikutip dari Aunurrahman, 2012: 153-154).Group investigation merupakan suatu model pembelajaran yang
efektif dalam menyampaikan ilmu pengetahuan akademik sekaligus
sebagai proses sosial. Model ini juga akan mampu menumbuhkan
kehangatan hubungan antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat terhadap
aturan dan kebijakan. Kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap
harkat dan martabat orang lain, dan yang lebih penting adalah model GI
dapat dipergunakan pada seluruh areal subyek yang mencangkup semua
anak pada segala tingkatan usia dan peristiwa sebagai model sosial inti
untuk semua sekolah. Oleh karena itu, penerapan model ini untuk proses
pembelajaran bagi siswa diyakini penting untuk dilakukan serta akan
memberikan manfaaat langsung bagi siswa dalam menggali pengalaman
belajar mereka.Model discovery learning merupakan suatu pembelajaran yang lebih
menekankan pada pengalaman langsung. Model ini lebih mengutamakan
54
proses daripada hasil besar. Bagi peserta didik di tingkat lembaga
pendidikan menengah ke bawah, pembelajaran ini masih memerlukan
bimbingan pendidik baik dalam proses maupun analisis (Sujarwo, 2011:
73). Sejalan dengan itu, penerapan pembelajaran discovery learning
suatu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan belajar
peserta didik, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan penalaran,
dan keterampilannya sendiri yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya dalam
proses pembelajaran yang dipilih oleh pendidik dan memotivasi belajar
peserta didik. proses pembelajaran diupayakan pada kegiatan belajar
yang lebih bermakna melalui diskusi, bekerja kelompok, dan
memecahkan masalah serta menyimpulkannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pembelajaran discovery learning merupakan prosedur
pembelajaran yang mementingkan pembelajaran individual (Sujarwo,
2011: 74).Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran discovery
learning menurut Sujarwo (2011: 76) antara lain: (1) peserta didik
memerlukan tambahan bimbingan penemuan sama sekali baru bagi
mereka. Kondisi demikian ditekankan pada upaya bagaimana agar
peserta didik tidak sangat tergantung pada pendidik; (2) gunakan
pertanyaan dan pengarahan yang baik bila menemukan perkiraan yang
salah; (3) verbalisasi diserahkan pada peserta didik; (4) sering model ini
dihubungkan dengan lembar kerja; (5) merencanakan pelajaran dengan
penemuan harus memiliki tujuan yang jelas dan perlu dipikirkan sejauh
mana bimbingan dapat diberikan kepada pendidik; (6) merencanakan
materi pelatihan sesudah penemuan. Berdasarkan pemikiran di atas dapat disimpulkan perbedaan model
group investigation dan discovery learning adalah pembelajaran dengan
model discovery learning lebih menekankan pada kerja kelompok dalam
menginvestigasi suatu permasalahan, sedangkan pembelajaran discovery
learning lebih menekankan pada penemuan peserta didik secara
individual dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam hal ini
55
model group investigation lebih condong pada interaksi sosial sedangkan
model discovery learning lebih menekankan pada mental peserta didik. 3. Hakikat Penguasaan Kosakata
a. Hakikat KataKegiatan menulis tidak akan pernah lepas dari rentetan kata-kata
yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Kata merupakan satuan bahasa
yang lebih konkret yang secara hierarkis terdapat di atas morfem, hal ini
berdasar pada pendapat Kridalaksana (2005: 38) mengatakan secara
empiris morfem baru dapat diperoleh bila telah diketahui satuan yang
lebih konkret yang secara hierarkis terdapat di atasnya, yaitu kata.
Sejalan dengan pendapat Kridalaksana, Rahardi (2009: 12) menegaskan
bahwa kata menunjuk pada satuan bahasa terkecil yang dapat dilafalkan
secara bebas. Kata dapat berdiri sendiri sebagai sebuah entitas
kebahasaan dan dapat memiliki makna yang jelas, baik kata itu
merupakan kata dasar maupun sebagai kata jadian atau kata bentukan.
Sama halnya pendapat ahli di atas, kata menurut Pujiono (2013: 9) adalah
satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri dan mempunyai makna.
kata terbentuk dari gabungan huruf atau morfem yang sudah mempunyai
makna. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas
intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi
tertentu (entah fonologis entah morfologis) dan secara relatif memiliki
distribusi bebas (Keraf, 2007: 21).Chaer (2009: 37-38) membagi kata menjadi dua status, seperti pada
kutipan berikut secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai
satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil
dalam tataran sintaksis. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi,
kata dibentuk dari bentuk dasar (yang dapat berupa morfem dasar terikat
maupun bebas, atau gabungan morfem) melalui proses morfologi
afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Sebagai satuan tekecil sintaksis
kata, khususnya yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan
adjektiva) dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata-kata
56
dari kelas tertutup (numeralia, preposisi, konjungsi) hanya menjadi
bagian dari frase yang mengisi fungsi-fungsi sintaksis itu.Sebuah kata akan kelihatan jati dirinya, juga makna dan maksudnya,
hanya apabila kata itu digunakan dalam konteks fungsional di dalam
entitas kebahasaan yang lebih tinggi. Maka kemudian Ramlan
menyebutkan bahwa berdasarkan ciri-ciri fungsionalnya, kata di dalam
bahasa Indonesia itu dapat dibedakan menjadi 12 macam, yakni (1) kata
verbal, (2) kata nominal, (3) kata keterangan, (4) kata tambah, (5) kata
bilangan, (6) kata penyukat, (7) kata sandang, (8) kata tanya, (9) kata
suruh, (10) kata penghubung, (11) kata depan, dan (12) kata seruan.
Sekali lagi harus ditegaskan bahwa memaknai sebuah kata itu harus
selalu dihubungkan dengan fungsinya di dalam satuan kebahasaan yang
lebih besar, entah itu frasa, klausa, maupun kalimat (Ramlan dalam
Rahardi, 2009: 13).Sukmawati (2014: 168) mengatakan kata adalah suatu ujaran yang
mempunyai pengenalan intuitif bentuk lisan maupun dalam bentuk
bahasa tulis, hal ini sejalan dengan pendapat Crystal dalam Ba’dulu kata
adalah satuan yang dapat didefinisikan secara fisik yang dijumpai dalam
rentang tulisan (dikutip dari Sukmawati, 2014: 168). Pendapat
Sukmawati di atas searah dengan Samsiyah, dkk (2013: 31) juga
mengemukakan bahwa kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau
ditulis yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang
digunakan dalam bahasa.Pateda berpendapat bahwa wujud kata yang menjadi dasar
pembicaraan kosakata adalah (1) bentuk, (2) bentuk berimbuhan atau
bentuk turunan, (3) bentuk berulang atau reduplikasi, (4) bentuk
majemuk atau komposisi, (5) bentuk terikat konteks, (6) bentuk paduan
leksem (dalam Syamsiah, 2013: 31).Chaer dalam Syamsiyah (2013: 31) mengemukakan menurut tata
bahasawan tradisional klasifikasi kata menggunakan kriteria makna dan
kriteria fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasi kelas
verba, nomina, dan adjektiva, sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk
57
mengidentifikasi preposisi, konjungsi, adverbia, pronomina, dan lain-
lain. melalui beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kata
merupakan unsur bahasa terkecil yang diucapkan atau dituliskan dalam
bentuk bebas yang merupakan perwujudan pikiran yang dapat digunakan
untuk berbahasa (berkomunikasi).b. Hakikat Kosakata
Kosakata merupakan perbendaharaan kata yang paling dasar untuk
mengapresiasikan pikiran manusia. sebelum manusia memahami
mengenai membaca, menyimak, berbicara, mendengar, seseorang harus
mengerti tentang konsep suatu kosakata. Kosakata juga berhubungan erat
dengan cara berbahasa seseorang, semakin banyak kosakata yang
dimiliki seseorang maka semakin baik pula keterampilan berbahasanya
(Tarigan, 2011).Pendapat di atas sesuai dengan Nurgiyantoro (2010: 338) yang
mengungkapkan bahwa kosakata adalah perbendaharaan kata, atau kata
saja, juga: leksikon, kekayaan kata yang dimiliki oleh (terdapat dalam)
suatu bahasa.Soedjito (2009: 24) mendefinisikan kosakata sebagai semua kata
yang terdapat dalam semua bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh
seorang pembicara atau penulis, daftar kata yang disusun seperti kamus
serta penjelasan secara singkat dan praktis. Hal ini searah dengan
pendapat Wijayanti, dkk (2014: 76) yang menerangkan bahwa penulis
harus memiliki kekayaan kosakata agar dapat menulis dengan baik dan
menarik. Seperti kata Moeliono dalam Suhardiyanto yang dipetik dari
Winarto dkk dan tercantum dalam Wijayanti, dkk (2014: 76) kosakata
dapat diperkaya dengan (1) pemakaian kata umum dan kamus sinonim,
(2) penggunaan kata baru dalam bahasa lisan dan bahasa tulis, (3)
pengetahuan mengenai aneka ragam tulisan, dan (4) pemahaman
denotasi, konotasi, dan kata umum. Semetara itu Diamond & Gutlohn yang dikutip oleh Nurbaya (2011:
202) mengatakan bahwa kosakata adalah pemahaman seseorang tentang
sejumlah kosakata beserta maknanya. Sedangkan Muffin dalam Nurbaya
(2011: 202) menguraikan tentang kosakata bersifat multi-definisi yang
58
terkait dengan hal-hal, yaitu (1) semua kata dalam suatu bahasa, (2)
sejumlah kata yang digunakan, dipahami pada perintah dari seseorang
atau kelompok, (3) daftar kata atau frase, biasanya diatur secara
berurutan menurut abjad dan didefinisikan atau diterjemahkan, dan (4)
alat untuk mengekspresikan lakon. Pemerian kosakata yang lebih spesifik diungkapkan oleh Collins
dalam Nurbaya (2011: 202) yang dikutip dari
www.thefeedictionary.com/vocabulary Collins mendefinisikan kosakata
lebih rinci yakni:
(1) all the words that a person knows, (2) all the words contained ina language, (3) the specialist terms used in a given subject, (4) a listof words in another language with their translations, (5) a range ofsymbols or techniques as used in any of the art of crafts.
Berbeda dengan pendapat di atas Ermitati (2014: 156)
mendefinisikan kosakata atau butir leksikal merupakan tempat
penyimpanan konteks masa lalu sehingga tak ada makna yang bebas
konteks. Hal ini, searah dengan pendapat Sukmawati (2014: 168) yang
mengatakan kosakata sebagai perbendaharaan kata suatu bahasa
mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk dan aspek isi atau makna
(berkaitan dengan konteks). Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat
diserap oleh pancaindera, yaitu dengan mendengar atau melihat,
sedangkan isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam
pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk
tersebut.Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan kosakata
adalah pembendaharaan komponen dasar suatu bahasa sebelum
seseorang memahami keterampilan berbahasa yang digunakan untuk
menyampaikan ide, gagasan baik diucapkan maupun dituliskan.Kosakata memiliki hubungan erat dengan keterampilan menulis oleh
sebab itu pembendaharaan kosakata sangat diperlukan, untuk itu
memperluas kosakata sangat diperlukan, adapun cara memperluas
kosakata seseorang dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut ini: (1)
59
Proses belajar; perluasaan kosakata melalui proses belajar dapat
dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan. Melalui pelajaran bahasa dan
mata pelajaran lainnya yang memperkenalkan istilah-istilah baru
sehingga pembendaharaan kosakata siswa meningkat, (2) Konteks; yang
dimaksud konteks adalah lingkungan yang dimasuki sebuah kata. Dan
sesungguhnya, dalam banyak hal kosakata diperluas melalui sebuah
konteks, baik lisan maupun tertulis. (3) Kamus, kamus sinonim, dan
tesaurus; kamus memegang peranan yang sangat penting, karena kamus
dapat membenarkan atau memperbaiki kosakata baru yang didapat
seseorang. Kamus menyuguhkan sebuah daftar kata, masing-masing
dengan batasan pengertian yang sedang berlaku atau yang tidak belaku
lagi, pengertian yang umum dan khusus, bentuk turunannya, memberi
sugesti bagaimana hubungannya dengan sebuah kalimat, dan sering pula
mencantumkan konotasinya. Sebuah kamus sinonim bermanfaat sebagai
sebuah pelengkap bagi kamus biasa. Kamus sinonim dapat membedakan
kontasi-konotasi, yaitu sugesti-sugesti yang ditimbulkan oleh kata-kata
yang tampaknya mempunyai arti yang sama, tetapi tidak dapat saling
melengkapi. Tesaurus adalah sebuah khasanah kata untuk keperluan
sendiri. buku yang disusun menurut sebuah sistem tertentu, terdiri dari
gagasan-gagasan yang mempunyai pertalian timbal-balik, sehingga setiap
pemakai dapat memilih istilah atau kata yang ada di dalamnya. (4)
Menganalisa kata; analisa terhadap bagian-bagian kata yang selalu
muncul dalam bentuk-bentuk gabungan, sehingga dengan mengingat
dasar katanya, maka semua kata yang mempergunakan dasar tadi, dapat
diduga maknanya secara tepat. Bagian-bagian kata yang sering muncul
dalam bentuk gabungan itu dapat berupa akar kata dan dapat berupa
imbuhan-imbuhan prefiks (Keraf, 2007: 67-72).c. Hakikat Penguasaan Kosakata
Elviza & Noveria (2013) berpendapat bahwa penguasaan kosakata
adalah kegiatan menguasai atau kemampuan memahami dan
menggunakan kata-kata yang terdapat dalam suatu bahasa, baik bahasa
lisan ataupun tulisan.
60
Djiwandono mengemukakan bahwa penguasaan kosakata dapat
dibedakan dalam penguasaan yang aktif produktif dan penguasaan yang
pasif reseptif. Selanjutnya dijelaskan bahwa kosakata yang merupakan
bagian dari penguasaan aktif produktif sering dikenal dengan kosakata
aktif, yaitu kosakata yang dapat digunakan seorang pemakai bahasa
secara wajar dan tanpa banyak kesulitan dalam mengungkapkan dirinya.
Selanjutnya kosakata yang merupakan bagian dari penguasaan pasif
reseptif atau kosakata pasif adalah seorang pemakai bahasa lain, tanpa
mampu menggunakannya sendiri secara wajar dalam ungkapan-
ungkapannya (dalam Syamsiyah, 2013: 32).Nurbaya (2011: 201) berpendapat bahwa penguasaan kosakata dapat
mempengaruhi berbahasa yang lain seperti membaca, sehingga
kemampuan memahami makna kata menjadi prasyarat untuk menguasai
aspek keterampilan berbahasa yang lain. penguasaan kosakata dalam
suatu bahasa oleh seseorang juga menjadi kunci untuk memahami
informasi memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. d. Pengukuran Penguasaan Kosakata
Penguasaan kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan yang
bersifat reseptif dan produktif, yaitu kemampuan untuk memahami dan
mempergunakan kosakata. Kemampuan memahami kosakata (juga:
struktur) terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedang
kemampuan mempergunakan kosakata tampak dalam kegiatan menulis
dan berbicara. Oleh karena itu, tes kemampuan kosakata biasanya
langsung dikaitkan dengan kemampuan reseptif atau produktif bahasa
secara keseluruhan (Nurgiyantoro, 2011: 338).Tes kosakata adalah tes yang dimaksudkan mengukur kompetensi
peserta didik terhadap kosakata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat
reseptif maupun produktif. Jika tidak dikaitkan dengan ada tidaknya
keterlibatan aspek-aspek kebahasaan yang lain dan sekaligus dikaitkan
dengan fungsi komunikatif bahasa, tes kosakata dapat dibedakan menjadi
tes diskret, integratif, pragmatik atau otentik (Nurgiantoro, 2013: 342).
61
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan
kosakata adalah kemampuan seseorang dalam memahami (reseptif) dan
mempergunakan (penguasaan produktif) suatu kekayaan kata yang dimiliki
suatu bahasa untuk berkomunikasi dan menyampaikan ide, pendapat, dan
perasaan kepada orang lain. selain itu penguasaan kosakata seseorang
mempengaruhi kemampuan berbahasa hal ini sama dengan penguasaan
kosakata mempengaruhi hasil tulisan seseorang.Berkaitan dengan kajian teori di atas, telah ada penelitian terdahulu yang
mengujicobakan keterampilan menulis siswa, penggunaan model Group
Investigation (GI) dan penguasaan kosakata. Di mana ada perbedaan dan
persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Penelitian-
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:Artikel ilmiah dari jurnal internasional Journal of Education and Practice
yang ditulis oleh Pitoyo; Waluyo; Suwandi; Andayani (2014) yang berjudul “The
Effect of Group Investigation Learning Model, Accelerated Learning Team and
Role Playing on Elementary School Students’ Writing Skills Viewed from
Cognitive Style”. Menerangkan bahwa Group Investigation (GI) mempunyai
pengaruh terhadap keterampilan menulis. Keterampilan menulis siswa yang
menggunakan pembelajaran GI lebih baik daripada model lainnya, berikut ini
kutipan dari artikel tersebut“The test results showed that the Indonesian writing skills of group ofstudents who take Investigations Group learning model is better thanIndonesian writing skills of students who follow the group learning model ofAccelerated Learning Team and Role Playing”.
Relevansi antara Penelitian dari Pitoyo dkk, dengan penelitian ini adalah
penggunaan model GI, dalam penelitian Pitoyo dkk telah dijelaskan bahwa
dengan menggunakan model GI hasil menulis siswa menjadi lebih baik daripada
menggunakan model lain seperti role playinng. Hanya saja penelitian yang
dilakukan oleh Pitoyo dkk, membandingkan model pembelajaran GI dengan dua
model lai yaitu accelerated learning dan role playing, sedangkan dalam penelitian
ini hanya membandingkan model GI dengan satu model pembelajaran yaitu
discovery learning.
62
Selain penelitian di atas, Tesis dari Sri Sutarni (2014) yang berjudul
“Pengaruh Metode Kooperatif Group Investigation (GI) dan Penguasaan Struktur
Kalimat terhadap Keterampilan Menulis Argumentasi (Eksperimen di SMA
Negeri Kabupaten Sragen” juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
penggunaan model Group Investigation dengan keterampilan menulis siswa.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sri Sutarni dengan penelitian ini adalah
sama-sama menggunakan variabel bebas model Group Investigation. Sedangkan
perbedaan dari penelitian Sri Surtani dengan penelitian ini adalah variabel bebas
X2 yaitu penguasaan struktur kalimat sedangkan variabel X2 dalam penelitian ini
adalah penguasaan kosakata, selain variabel X2 varibel terikat dalam penelitian ini
memiliki persamaan yaitu sama-sama keterampilan menulis, hanya saja dalam
penelitian Sri Surtani mengambil materi dari KTSP yaitu menulis argumentasi
sedangkan kelebihan penelitian ini adalah materi yang di ambil dari Kurikulum
2013 yaitu teks negosaisi.
Penelitian yang relevan selanjutnya yaitu artikel dari jurnal Lingua yang
ditulis oleh Joko Sukoyo (2013) yang berjudul ”Hubungan Penguasaan Kosakata
dan Minat Membaca dengan Kemampuan Menulis Eksposisi Mahasiswa Program
Pendidikan Bahasa dan Sastra Unnes”. Jurnal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan positif antara penguasaan kosakata dan kemampuan menulis. Dalam
jurnal ini dijelaskan bahwa mahasiswa yang mempunyai penguasaan kosakata
tinggi hasil menulisnya pun bagus, sedangkan mahasiswa yang memiliki
penguasaan kosakata rendah kemampuan menulisnya pun rendah. Sehingga
artikel penelitian dari Joko Sukoyo memiliki relevansi dengan penelitian sama-
sama menggunaan variabel bebas penguasaan kosakata dan keterampilan menulis,
sedangkan kekurangannya dari penelitian ini adalah jenis penelitian, artikel jurnal
Joko Sukoyo ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasi yaitu mencari
hubungan variabel X dengan variabel Y sedangkan penelitian ini jenis penelitian
kuantitatif eksperimen yang mencari pengaruh dari variabel X terhadap variabel Y.
63
B. Kerangka BerpikirBerdasarkan kajian teori di atas, dapat disusun kerangka berpikir guna
memperoleh jawaban sementara atas permasalahan yang timbul. Rendahnya
kualitas pendidikan merupakan suatu permasalahan yang menonjol dalam bidang
pendidikan. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan pembaharuan
kurikulum guna menyempurnakan kualitas pendidikan. Kurikulum ini merupakan
pembaharuan dari kurikulum KTSP yaitu kurikulum 2013, di mana dalam
kurikulum menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran.Model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan model
pembelajaran yang sesuai dalam mencapai proses pembelajaran yang bermakna.
Perpaduan dari kemampuan dalam diri siswa seperti penguasaan kosakata dan
model pembelajaran yang efektif sebagai faktor dari luar yang mendukung siswa
akan membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan, kemudian secara
proaktif dan terampil siswa mampu membuat sebuah produk berupa tulisan.1. Perbedaan Keterampilan Menulis Teks Negosiasi antara Siswa yang
Diajar dengan Model Pembelajaran Group Investigation dan Siswa yang
Diajar dengan Model Pembelajaran Discovery Learning Teks negosiasi merupakan materi baru dalam kurikulum 2013 untuk
siswa kelas X SMA/SMK, karena materi baru dalam pembelajaran
memerlukan model pembelajaran yang lebih efektif di mana suatu
pembelajaran siswa lebih aktif dibandingkan guru. Penggunaan metode lama
yang konvensional tanpa penggunaan model pembelajaran membuat siswa
kurang mampu mengeluarkan pendapat, ide dan gagasannya, karena
pembelajaran semata-mata hanya berpacu pada guru, seolah-olah gurulah
yang berkuasa dalam kelas tersebut, hal ini akan membuat siswa pasif dalam
kegiatan berbahasa baik secara lisan maupun tulisan.
64
Oleh sebab itu, dengan menggunakan model group investigation yang
lebih inovatif, siswa dapat aktif dalam menyampaikan pendapatnya, lebih
kritis dan mampu melakukan kerjasama baik, serta mampu menuangkan ide-
idenya dalam bentuk tulisan. Pembelajaran dengan model group
investigation ini menekankan pada kerjasama kelompok dalam memecahkan
suatu masalah yang dihadapi, pertama-tama guru menjelaskan maksud
pembelajaran, setelah itu perwakilan dari kelompok maju ke depan kelas
untuk menjelaskan materi yang telah mereka diskusikan, sehingga
pembelajaran dengan GI selain melatih kerjasama siswa juga melatih
keberanian dan keterampilan siswa dalam menyampaikan pendapat.
Penerimaan informasi pada awal pembelajaran dari guru akan menghindarkan
siswa dari kebingungan.Pada pembelajaran dengan model discovery learning, pembelajaran
ditekankan pada proses penemuan informasi, penemuan informasi terjadi saat
siswa berusaha memecahkan permasalahan yang diberikan guru setelah siswa
menemukan jawaban siswa melakukan generalisasi. Pembelajaran ini melatih
siswa untuk berpikir analisis dan mampu menyelesaikan permasalahannya
sendiri. Model pembelajaran ini dapat membantu siswa dalam
mengembangkan proses berpikir analitis, namun model discovery learning
akan menimbulkan kebingungan pada siswa karena guru tidak menjelaskan
terlebih dahulu, hal ini akan menyebabkan beberapa siswa salah persepsi dan
menimbulkan pemahaman yang kurang terhadap materi pembelajaran.Berdasarkan pemikiran di atas diduga keterampilan menulis teks
negosiasi siswa yang diajar dengan model pembelajaran group investigation
lebih baik hasilnya dibandingkan siswa yang diajar dengan model
pembelajaran discovery learning.2. Perbedaan Keterampilan Menulis Teks Negosiasi Siswa yang Memiliki
Penguasaan Kosakata Tinggi dan Penguasaan Kosakata Rendah Menuangkan pendapat, ide, dan gagasan melalui kegiatan menulis tentu
tidak akan pernah lepas dari kosakata, oleh sebab itu penguasaan kosakata
sangat berpengaruh pada hasil dari menulis siswa.Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menuntut
seseorang untuk dapat menghasilkan suatu karya sebagai ungkapan ide dan
65
gagasannya dalam bentuk tulisan, sementara itu dalam menulis tentu
penguasaan kosakata akan memiliki pengaruh besar terhadap hasil tulisan
tersebut. Tinggi rendahnya penguasaan kosakata seseorang mempengaruhi
hasil dari keterampilan menulis. Siswa yang memiliki penguasaan kosakata
tinggi kemungkinan akan menghasilkan tulisan yang lebih baik, sedangkan
siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah kemungkinan hasil
tulisannya pun akan kurang. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya penguasaan
kosakata seseorang mempengaruhi hasil dari keterampilan menulis, sebagai
penunjang keteraturan, keberagaman, dan daya tarik dari sebuah tulisan
penguasaan kosakata siswa berpengaruh terhadap keterampilan menulis teks
negosiasi.Berdasarkan hal tersebut diduga keterampilan menulis teks negosiasi
siswa yang memiliki penguasaan kosakata tinggi lebih baik hasilnya daripada
siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah. 3. Interaksi Model Group Investigation dan Penguasaan Kosakata terhadap
Keterampilan Menulis Teks Negosiasi Penggunaan model group investigation dalam pembelajaran siswa akan
lebih memiliki berbagai wawasan karena siswa akan lebih aktif menggali
materi pembelajaran, selain itu dalam model group investigation siswa akan
belajar kelompok sehingga saling berbagi pendapat dan pengalaman bersama
teman satu kelompoknya, hal ini akan melatih siswa untuk menyampaikan
pendapatnya dan lebih memiliki keterampilan menulis teks negosiasi.Selain pengalaman dan wawasan dari pengguanaan model group
investigation, penguasaan kosakata yang baik akan mempermudah seseorang
dalam menuangkan ide atau gagasannya dalam sebuah tulisan, tanpa harus
khawatir kehabisan kata-kata dan berhenti di tengah jalan ketika menulis
karena kurangnya penguasaan kosakata.Dengan demikian diprediksi terdapat interaksi antara penggunaan model
group investigation dalam pembelajaran dengan siswa yang memiliki
penguasaan kosakata tingi dalam mempengaruhi keterampilan menulis teks
negosiasi terhadap siswa.Berikut ini skema kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana
pengaruh variabel bebas (model group investigation dan penguasaan
66
kosakata) terhadap variabel terikat (keterampilan menulis teks negosiasi)
dalam konteks penelitian eksperimen.
3a 3b
2a 2b1a 1b
Keterangan:
1a.Siswa yang diajar dengan model Group Investigation (GI), didugamemiliki kemampuan menulis teks negosiasi tinggi
1b.Siswa yang diajar dengan model discovery learning, diduga memilikikemampuan menulis teks negosiasi rendah
2a.Penguasaan kosakata siswa tinggi, diduga memiliki kemampuan menulisteks negosiasi tinggi
2b.Penguasaan kosakata siswa rendah, diduga memiliki kemampuan menulisteks negosiasi rendah
3a.Siswa yang diajar dengan model Group Investigation (GI) dan penguasaankosakata tinggi, diduga memiliki kemampuan menulis tinggi
3b.Siswa yang diajar dengan model discovery learning dan penguasaankosakata rendah, diduga memiliki kemampuan menulis rendah.
C. Hipotesis PenelitianBerdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan dan kerangka berpikir di
atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:1. Keterampilan menulis teks negosiasi siswa yang diajar dengan menggunakan
model Group Investigation (GI) lebih baik hasilnya daripada siswa yang
diajar dengan menggunakan model Discovery Learning.2. Keterampilan menulis teks negosiasi siswa yang memiliki penguasaan
kosakata tinggi hasilnya lebih baik daripada siswa yang memiliki penguasaan
kosakata rendah.
Group Investigaton (GI)
Tinggi
KeterampilanMenulis Teks
Negosiasi
Tinggi
ModelPembelajaran
Rendah
Discovery Learning
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
PenguasaanKosakata
Rendah
67
3. Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran Group Investigation
(GI) dan penguasaan kosakata terhadap keterampilan menulis teks negosiasi
siswa.