bab ii kajian pustaka - unjrepository.unj.ac.id/12585/3/bab ii.pdf · jadi, kajian wacana adalah...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembahasan aspek tata bahasa dalam dimensi kebahasaan tidak dapat
dipisahkan dari pembahasan tentang hakikat tata bahasa dalam dimensi
kebahasaan, model tata Bahasa Indonesia, dan komponen tata bahasa dalam
dimensi kebahasaan.
A. Aspek Tata Bahasa dalam Dimensi Kebahasaan
1. Deskripsi Konseptual Tata Bahasa atau Gramatika
Dasar penggunaan bahasa adalah mengungkapkan (encodes) pesan,
tanda bahasa yang membawa pesan, realitas yang diacu oleh pesan, dan
penerima pesan (decoder) (Freeman & Kinneavy, 1973; Lubis, 2015) Berikut
adalah gambaran empat komponen dalam segitiga penggunaan bahasa.
Gambar 2.1 The Communication Triangle
Tanda bahasa (signal) merupakan cerminan atau acuan dari bahasa.
Karakteristik tanda bahasa dikenal dengan syntatics bahasa atau disebut
jugadengan tata bahasa. Dalam hal ini tata bahasa tidak hanya berkenaan
dengan penempatan kata-kata dalam penggunaan bahasa tetapi juga
memperhatikan makna yang dibentuk yang mengacu kepada realitas di luar
decoder encoder
Reality
Signal
bahasa. Kajian tentang tanda bahasa sebagai pembawa makna dalam pikiran
yang mengacu kepada realitas disebut semantik bahasa.
Akhirnya, pemaknaan tanda bahasa digunakan oleh pembicara
(encoder) dalam situasi tuturan yang nyata.Kajian tentang penggunaan
pemaknaan tanda bahasa dalam situasi tuturan yang nyata oleh pembicara dan
pendengar disebut pragmatik. Secara bersamaan, sintaksis dan semantik
sebagai konstituen bahasa berupa satuan bunyi, satuan bentuk kata, aturan
kalimat, penanda referensial, dan berbagai satuan bahasa lain, berpotensi
digunakan ke dalam situasi berbahasa, berbicara dan menulis, untuk melayani
berbagai tujuan berbahasa. Kajian tentang berbagai unsur yang berpotensi itu
disebut linguistik.
Linguistik sangat berbeda dengan bahasa yang ditempatkan ke dalam
penggunaan yang sebenarnya di dalam wacana yang nyata. Akhirnya,
pemaknaan atau interpretasi terhadap tanda bahasa dapat digunakan oleh
pembicara maupun pendengar dalam situasi ujaran atau wacana yang nyata.
Jadi, kajian wacana adalah kajian tentang penggunaan yang situasional dari
linguistik.Wacana merupakan teks. Alhasil, sintaksis dan semantik
melampaui batas kajian wacana.
Gambar 2.2 The study of language (Kinneavy, 1980: 25)
Dimensi tata bahasa yang dikemukakan Murcia-Freeman adalah tata bahasa
bukan semata sekumpulan bentuk tetapi merupakan keterlibatan tiga dimensi
yang diacu oleh linguistik, yaitu (morfo) sintaksis, semantik, dan pragmatik
(Gao et al., 2000) Bahwa, struktur tata bahasa tidak hanya memiliki bentuk
morfosintaksis, tetapi bentuk itu juga digunakan untuk mengungkapkan
makna (semantik) di dalam konteks yang sesuai (pragmatik). Keterlibatan
dimensi-dimensi tata bahasa itu digambarkan sebagai dimensi bentuk, makna,
dan dimensi penggunaan. Dimensi bentuk adalah bagaimana bentuk
bahasanya (ketepatan/accuracy). Dimensi makna adalah apa maknanya
(kebermaknaan/meaningfulness) Dimensi penggunaan adalah
kapan/mengapa digunakan (Kesesuaian/appropriateness).
Brown (2001) menjelaskan hubungan tata bahasa/grammar dengan
teori skemata. Ketika seseorang membaca sebuah teks, pembaca membawa
semua komponen dan pengetahuan yang ada dalam diri pembaca, informasi,
pengetahuan, emosi, pengalaman, budaya, yang merupakan skemata yang ada
dalam benak pembaca. Artinya, seluruh kelompok konsep telah siap dan
disimpan di dalam ingatan (H. D. Brown, 2007).
Kategori skemata berupa konten (content schemata) dan formal (formal
schemata). Skemata konten yaitu apa yang diketahui tentang manusia, dunia,
budaya; artinya mencakup semua pengetahuan. Konten skemata diwakili oleh
kata-kata. Skemata ini bisa berupa pengetahuan kebahasaan atau pengetahuan
sekilas tentang materi bacaan (Wijayanti, 2018).
Skemata formal mencakup/terdiri dari pengetahuan kita tentang
struktur wacana (discourse structure). Skemata formal berupa pengetahuan
tentang kaidah dan bahasa. Ini menyimpulkan bahwa skemata yang dimiliki
manusia berupa aturan-aturan tentang kaidah bahasa. Jadi, kata-kata yang
menyertai ungkapan bahasa manusia berisi kaidah-kaidah yang membawa
kepada pemahaman atas bahasa.
Dalam rangka mengungkapkan atau memahami bahasa, orang akan
membentuk sistem yang menghubungkan bahasa yang didengarnya dengan
maknanya. Secara tradisional itu disebut sebagai gramatika bahasa (Clark &
Clark, 1979; Purbani, 2005). Kesepakatan ini dipahami sebagai aturan yang
memberi gambaran preskriptif tentang apa yang dianggap sebagai "tata
bahasa atau kaidah yang benar". Pemahaman inilah yang menuntun
seseorang dalam menemukan kalimat-kalimat yang dianggap benar.
Gambaran kesepakatan di atas menunjukkan bahwa tata bahasa adalah
gambaran dan kognisi manusia. Struktur kognitif adalah serangkaian sifat-
sifat yang diorganisasikan dan digunakan oleh individu untuk
mengidentifikasi dan mendeskripsikan suatu obyek atau peristiwa tertentu
(Shofiah, 2018). Hal itu sejalan dengan pandangan kaum filsafat dan linguis
tentang kajian bahasa itu sendiri "with study of language, its structure and
function". Mereka berpendapat bahwa di dalam bahasa ada struktur; dan
struktur menjadi gambaran atau hukum tentang bagaimana orang berpikir.
Atau, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat berpikir.Hal tersebut
dapat dibuktikan ketika seseorang mengungkapkan dan memahami bahasa.
Bahasa, yang didalamnya berupa struktur dan fungsi, adalah alat berpikir
yang digunakan untuk dapat mengungkapkan dan memahami kalimat.
Artinya, tata bahasa menuntun seseorang memproduk bahasanya sebagai
kondensasi hasil berpikirnya. Kaidah gramatikal atau tata bahasa merupakan
inti kesimpulan bagaimana orang berpikir yaitu bagaimana perilaku manusia
dalam berbahasa, dalam mengungkapkan (berbicara).
Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Chomsky tentang LAD
(Language Acquisation Device) bahwa ada seperangkat kaidah dalam pikiran
manusia yang mengendalikan orang berbahasa atau memahami bahasa.
Kaidah-kaidah yang telah tersedia itu memberikan kemungkinan kepada
bahasawan untuk membentuk kata. Jadi, kaidah bahasa atau tata bahasa
adalah fakta psikologis, ada pada setiap benak manusia dan ada penguasaan
atas kaidah itu, untuk digunakan secara fungsional (Parera, 1997; Alfianika,
2018). Itulah pentingnya tata bahasa. Tata bahasa mendasari semua tingkah
laku manusia. Karena tata bahasa adalah struktur bahasa (.... structure is
grammar of language), maka proses tata bahasa merupakan prosedur untuk
orang dalam mengungkapkan dan memahami bahasa.
Dalam kajian linguistik tata bahasa ditempatkan dalam sistem
bahasa.Sistem internal bahasa tersusun menurut suatu pola (sistematis), dan
bukan merupakan sebuah sistem tunggal karena terdiri dari subsistem atau
sistem bawahan. Jenjang subsistem ini dalam linguistik dikenal dengan nama
tataran linguistik atau tataran bahasa (HP, 2012a). Jika secara hierarki
diurutkan dari tataran terendah sampai tataran tertinggi, linguistik dibagi
dalam tataran fonologi, tataran morfologi, dan tataran sintaksis. Tataran
fonologi terdiri dari subsistem fon dan fonem, tataran morfologi terdiri dari
subsistem morfem dan kata, dan tataran sintaksis terdiri dari subsistem kata,
frasa, klausa, kalimat dan wacana. Gabungan tataran morfologi dan tataran
sintaksis disebut dengan tataran tata bahasa atau tataran gramatika. Hierarki
tata bahasa dapat dijelaskan melalui bagan berikut.
Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Fon
Fon
Gambar 2.3 Hierarki Linguistik
Dalam kajian tata bahasa satuan-satuan dalam subsistem bahasa
menjadi bagian dari satuan yang Iebih besar di atasnya. Pike dalam
Grammatical Analysis menjelaskan hieraki tata bahasa. Dalam hierarki tata
bahasa atau gramatika, morpheme adalah satuan terkecil dan merupakan
bagian dari satuan word. Selanjutnya akan membentuk satuan phrase, clause,
sentence, pharagraph, monolog, exchange, or conversation (Pike, 1982;
Wisnu Widiatmoko, 2013). Jadi menurut Pike, tataran tata bahasa/gramatika
sebagai subsistem bahasa secara hieraki hanya terdiri dari subsistem kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Untuk merumuskan konsep tata bahasa harus diperhitungkan dan
ditempatkan secara tepat baik dalam struktur bahasa maupun dalam
Sintaksis
Morfologi
Fonologi
Tata Bahasa/
Gramatika
penggunaan komunikasi. Tataran bahasa meliputi tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik (Lestari, 2015). Seperti yang dikemukakan
Murcia dan Freeman, rumusan tata bahasa dalam bahasa yang digunakan
mencakup tiga tataran yaitu tataran morfologi (subsentential), tataran
sintaksis (sentential), dan tataran wacana (suprasentential).(Gao et al., 2000)
Subsentential adalah bagaimana sebuah kata dibentuk dan difungsikan dalam
kalimat.Sentential adalah bagaimana kedudukan kata-kata dalam kalimat, dan
pola-pola penggunaannya dalam bentuk kalimat. Suprasentential adalah
bagaimana menampilkan bentuk kata dalam sebuah wacana yang sesuai.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa terminologi subsentential memilik
tiga kriteria, yaitu: semantik, struktural, fungsional. Tataran ini menempatkan
kajian tentang jenis kata, yaitu: Nomina, Verba, Ajektiva, Adverbia (sebagai
kelas kata terbuka atau kata struktur); dan kata kerja bantu, preposisi,
pronomina, konjungsi, partikel (sebagai kelas kata terbuka/kata tugas).
Terminologi sentensial meliputi: (1) bentuk kalimat, (2) macam kalimat, dan
(3) tema-rema. Bentuk kalimat meliputi kalimat sederhana, kalimat tunggal,
kalimat tidak sederhana. Macam kalimat berdasarkan tanggapannya, yaitu:
deklaratif, introgatif, dan imperatif. Kajian tema-rema berkenaan dengan
fungsi Subjek-Predikat dalam kalimat. Dan, terminologi suprasentensial,
meliputi kohesi, register, genre, given/new.Jadi, tata bahasa merupakan
keterlibatan tiga dimensi yang diacu oleh linguistik yaitu (morfo) sintaksis,
semantik, dan pragmatik yang mewakili dimensi bentuk, makna, dan dimensi
penggunaan.Bentuk morfosintaksis digunakan untuk mengungkapkan makna
(semantik) di dalam konteks yang sesuai (pragmatik).
Namun, dalam dimensi kebahasaan, yang mewakili dimensi bentuk
dalam dimensi tata bahasa, tidak hanya diwakili oleh (morfo) sintaksis.
Dimensi tata bahasa/grammar juga mencakup fonologi. Hartman & Stork
(Hartman & Stork, 1972; Lubis, 2015) menjelaskan bahwa:
"A linguistic unit abstracted from a continuum of speech or text e.g.
phone or phoneme as the smallest unit sound or morph or morpheme
as the smallest unit of grammar”(Lubis, 2015)
Dengan demikian dimensi bentuk dalam tata bahasa berkenaan dengan
bentuk bahasa meliputi wujud bunyi, kata dan kalimat untuk mendukung
ketepatan (accuracy). Dimensi makna berkenaan dengan makna bentuk kata
dan kalimatnya untuk mendukung kebermaknaan bahasa (meaningfulness).
Dimensi penggunaan berkenaan dengan kesesuaian penggunaan bentuk
bahasanya dalam mencapai tujuan berkomunikasi (appropriateness).
Keterlibatan wujud bunyi dalam konsep tata bahasa juga dikemukakan
oleh Clark and Clark. Konsep tata bahasa yang sekarang bergerak ke arah
pemahaman bahwa tata bahasa adalah sistem yang menghubungkan antara
bunyi dan makna: “.....system that relates sounds to meaning.”(Clark &
Clark, 1979; Wisnu Widiatmoko, 2013).
Selain itu Chomsky menegaskan bahwa dalam ‘grammatical rules’ ada
aturan tata bahasa untuk menangani tiga aspek utama dari bahasa yaitu:
fonologi, sintaksis, dan semantik. Aturan yang terdapat dalam fonologi adalah
the sounds and their structure; aturan yang terdapat dalam sintaksis adalah
the way words combine to form sentences, dan aturan dalam semantik adalah
the meaning of words and sentences.
Selain itu ditegaskan pula bahwa aturan tata bahasa dalam konteks
komunikasi juga berkenaan dengan fungsi bagaimana aturan bahasa itu
ditempatkan. Jadi, berbicara mengenai tata bahasa didalamnya berhubungan
antara konsep struktur, fungsi dan proses.
“Structure: the grammar of the language; Function: a description of
how sentences communicative what they are meant to communicate;
Process: a description of the mental tools, materials, and procedures
peopleuse in producing or comprehending them”.(Clark & Clark,
1979)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep tata bahasa atau
gramatika ditempatkan dalam struktur bahasa dan penggunaan komunikasi.
Berdasarkan aturan tata bahasa (gramamtical rules) maka aturan fonologi
bersama aturan sintaksis dan aturan semantik merupakan bagian dari aspek
tata bahasa/gramatika. Ketiganya digunakan dalam komunikasi untuk
mendukung accuracy, meaningfulness, dan appropriatness.
Selain itu juga disimpulkan bahwa tata bahasa sebagai struktur yang
terdapat dalam bahasa manusia, dan membentuk skemata berupa kaidah dan
bahasa, digunakan untuk menuntun seseorang dalam menemukan bahasa
yang dapat dipahami.Struktur dalam bahasa yang terdiri dari seperangkat
kaidah itu membentuk sistem secara hierakial dari satuan terkecil hingga
satuan terbesar. Struktur adalah tata bahasa. Satuan-satuan bahasa dalam tata
bahasa itu ditempatkan dalam struktur bahasa, dalam tataran fonologi, tataran
morfologi (subsentesial), tataran sintaksis (sentensial), tataranwacana
(suprasentensial), serta digunakan dalam komunikasi.
Dalam dimensi kebahasaan, cakupan analisis aspek kebahasaan
meliputi dimensi bentuk (tata bahasa dalam semua tataran), makna
(semantik), dan dimensi penggunaan dalam konteks yang sesuai (pragmatik).
Jadi, cakupan komponen tata bahasa berkenaan dengan wujud bunyi bahasa,
jenis kata, kata dalam kalimat, bentuk kalimat, macam kalimat, tema-rema,
bentuk kata dalam wacana yang sesuai, kohesi, pragmatik.
2. Model Tata Bahasa Indonesia
Menurut Yus Rusyana dan Samsuri, model tata Bahasa Indonesia
terbagi atas model tata bahasa tradisional, struktural, transformasional, dan
model tata bahasa fungsional. Hubungannya dengan kepentingan tujuan
pengajaran Bahasa Indonesia juga dikenal model tata bahasa pendidikan atau
tata bahasa pedagogis. Berikut akan dideskripsikan model tata bahasa yang
termasuk dalam scientific or linguistics grammar juga model tata bahasa
pedagogical grammar.
2.1. Linguistik Tradisional dan Model Tata Bahasa Tradisional
Tata bahasa tradisional "berkiblat" kepada tata bahasa Yunani dan Latin
dan menggunakan pandangan logika sebagai landasan logika. Keberatan atas
teori tradisional ialah (1) struktur bahasa tidak semua sama, itu sebabnya
tidak semua teori tata bahasa Yunani dan latin dapat diterapkan begitu saja
pada bahasa yang lain, (2) teori tradisional banyak didasarkan kepada logika;
pada pemikiran filsafat (Rusyana & Samsuri, 1983; Km Ayu Sartika Dewi,
Wyn Rasna, & Nym Seloka Sudiara Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 2014)
Analisis Tradisional dapat dirangkum sebagai berikut.
a. Menafsirkan kalimat berdasarkan arti dan tujuan komunikatif si
pembicara; lazim disebut dengan pendekatan notional grammar atau
notional analysis. Kalimat dibagi menjadi kalimat pernyataan,
pertanyaan, perintah, dan kalimat seru.
b. Pembagian jenis kata didasarkan pada makna dan sedikit pada fungsi
c. Pemerian fungsi sintaksis dalam kalimat dibahasakan dengan istilah
subyek, predikat, obyek, kata, frase, klausa, kalimat, transitif dan
intransitif, dan sebagainya.
d. Bersifat preskriptif (Alwasilah, 1993)
e. Model tata bahasa tradisional diterapkan di dalam bahasaIndonesia
misalnya Tata Bahasa Indonesia oleh Sutan TakdirAlisyahbana (1981),
Jalan Bahasa Indonesia oleh St. Muh. Zain(1954), Tata Bahasa
Indonesia oleh Tardjan Hadidjaja (1963) (Pateda, 2009).
Tata Bahasa Indonesia ditinjau dari segi tata bahasa tradisional
meliputi ilmu tata bentuk kata (morfologi) dan ilmu tata kalimat (sintaksis).
Dalam kajian morfologi dibicarakan morfem serta bagaimana morfem itu
dibentuk menjadi kata. Kajian kata dalam bidang morfologi membicarakan
kata dasar, kata bersusun, kata ulang, dan kata majemuk (Rusyana & Samsuri,
1983; Km Ayu Sartika Dewi et al., 2014). Dalam kajian sintaksis dibicarakan
hubungan kata, frasa, klausa, sehingga membentuk suatu kalimat. Kalimat
didefinisikan sebagai satuan kumpulan kata terkecil yang mengandung
pikiran yang Iengkap (Rusyana & Samsuri, 1983; Km Ayu Sartika Dewi et
al., 2014). Pembagian kalimat Bahasa Indonesia menurut tata bahasa
tradisional adalah (a) kalimat tunggal dan kalimat majemuk, (b) kalimat
majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat, (c) kalimat majemuk
rapatan, (d) kalimat berpredikat verba dan predikat tanverba, (e) kalimat
berdasarkan isi: berita, tanya, perintah, seru, (f) kalimat berdasarkan relasi
klausa.
Berikut adalah cakupan analisis aspek kebahasaan berdasarkan tata
bahasa tradisional.
Tabel 2.1 Tata Bahasa Tradisional
No Morfologi Sintaksis
1 Morfem Hubungan kata dalam kalimat
2 Kata dasar Frasa
3 Kata bersusun Klausa
4 Kata ulang Kalimat tungggal-kalimat majemuk
5 Kalimat majemuk Kalimat majemuk bertingkat dan kalimat
majemuk setara
6 Jenis kata Kalimat majemuk rapatan
7 Kalimat berpredikat verba-predikat
tanverba
8 Kalimat berdasarkan isi: pernyataan,
pertanyaan, perintah, seru
9 Kalimat berdasarkan relasi klausa
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa dalam struktur tata bahasa
tradisional tidak mencakup struktur fonologi, tetapi hanya meliputi struktur
morfologi dan struktur sintaksis.
2.2. Linguistik Struktural dan Model Tata Bahasa Struktural
Tokoh linguistik, Bloomfield, berpandangan bahasa mempunyai
struktur. Dalam bahasa terdapat unsur-unsur fonem, morfem, kata, frase,
klausa, kalimat, dan wacana. Oleh karena itu model tata bahasa sebaiknya
dianalisis dan dibangun berdasarkan strukturnya. Struktur bahasa dapat
dianalisis berdasarkan segmen-segmennya dan distribusinya (Pateda, 2009).
Menurut aliran struktural, tata bahasa dapat dibagi menjadi dua bagian,
ialah morfologi, yang membicarakan seluk beluk struktur kata, dan sintaksis
yang membicarakan seluk beluk struktur frasa dan kalimat (Rusyana &
Samsuri, 1983; Km Ayu Sartika Dewi et al., 2014).
Analisis Struktural dapat dirangkum sebagai berikut (Alwasilah, 1993;
Wiratno & Santosa, 2014)
a. Tata bahasa diartikan sebagai perangkat bentuk formal, tidak
nosional, yaitu berdasarkan bukti-bukti sintaksis morfologis yang
jelas teramati
b. Dalam analisis sintaksis diperhatikan bentuk kata, kata fungsi,
intonasi
c. Analisis bergerak dari bentuk menuju makna, dari fonem menuju
kalimat
d. Jenis kata dibagi atas fungsi dan leksis
e. Memberi perhatian pada ragam bahasa (language variety)
f. Menganalisis kalimat dengan metode unsur bawahan langsung
g. Bahasa dianggap sebagai proses stimulus
Dalam perkembangannya aliran struktural terpecah ke dalam
beberapa pandangan. Salah satu pandangan yang paling penting adalah aliran
tagmemik yang dipelopori K.L. Pike (Alwasilah, 1993; Wiratno & Santosa,
2014) Model tata bahasa struktural diterapkan di dalam Bahasa Indonesia
misalnya Kaidah Bahasa Indonesia karangan Slametmuljana (1961) yang
didasarkan pada pandangan tagmemik.
Tata Bahasa Indonesia menurut aliran struktural dibagi menjadi dua
bagian ialah morfologi dan sintaksis. Morfologi membicarakan seluk beluk
struktur kata, dan sintaksis membicarakan seluk-beluk struktur frasa dan
kalimat. Topik penggolongan kata dianggap penting karena berhubungan
dengan kajian morfologi dan sintaksis. Penggolongan kata ditentukan secara
gramatis berdasarkan sifat atau perilaku dalam frasa dan kalimat. Kata yang
mempunyai sifat dan perilaku sama membentuk satu golongan kata, yaitu (a)
kata nominal yang dibedakan atas kata benda, kata ganti, dan kata bilangan,
(b) kata adjektival yang dibedakan atas kata sifat dan kata kerja, (c) kata
partikel yang dibedakan menjadi kata penjelas/atributif, kata keterangan, kata
penanda/direktif, kata perangkai, kata tanya, kata seru. Morfologi dalam
kajian struktural yang membicarakan seluk beluk struktur kata Bahasa
Indonesia membedakan bentuk kata atas (a) kata asal, (b) kata kompleks, (c)
kata imbuhan, (d) kata ulang, dan (e) kata majemuk.
Menurut Ramlan, sintaksis dalam kajian struktural membicarakan dua
bagian besar yaitu frasa dan kalimat (Alwasilah, 1993; Wiratno & Santosa,
2014). Pembicaraan mengenai frase dikatakan bahwa struktur frase Bahasa
Indonesia memiliki konstruksi endosentrik dan eksosentrik. Pembicaraan
kalimat dalam kajian struktural dibedakan atas macam kalimat, struktur
kalimat dan arti gramatikal kalimat. Macam kalimat Bahasa Indonesia
dibedakan atas kalimat tanya, perintah, permintaan, ajakan, dan kalimat
berita. Struktur kalimat dibedakan atas struktur kalimat tunggal dan struktur
kalimat majemuk yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
bertingkat. Arti struktural kalimat berdasarkan hubungan S dan P dalam
kalimat tunggal, dan berdasarkan pertemuan klausa dalam kalimat majemuk.
Berbeda dengan Ramlan, Gorys Keraf membagi garis besar tata bahasa
struktural terdiri atas (a) fonologi, (b) penetapan jenis kata, (c) pembentukan
kata, (d) pembentukan frasa, dan (e) pembentukan kalimat. Dan sebagai dasar
analisis sintaksis adalah wacana. Jadi struktur bahasa indonesia ditemukan
pada semua tingkat analisis (fonologi, morfologi, dan sintaksis). Hasil
analisis fonologi akan memberi landasan ucapan baku Bahasa Indonesia, dan
hasil pemahaman fonologi akan memantapkan penerimaan ejaan Bahasa
Indonesia (Alwasilah, 1993; Suherman, 2012). Hasil analisis morfologi
menetapkan jenis kata, pembentukan kata. Hasil analisis sintaksis
menetapkan pembentukan frasa dan penyusunan kalimat berdasarkan dimensi
horisontal, yaitu dengan analisis unsur bawahan Iangsung, dan analisis
dimensi vertikal yaitu berdasarkan fungsi kalimat, frasa, dan jenis kata.
Berikut adalah cakupan analisis aspek kebahasaan berdasarkan tata
bahasa struktural.
Tabel 2.2 Tata Bahasa Struktural
No Fonologi Morfologi Sintaksis
1 Pelafalan
baku
Fungsi kata Frasa
2 Ejaan Leksis Klausa
3 Intonasi Penggolongan kata:
nominal,
adjektival, partikel
Macam kalimat: tanya,
perintah, permintaan,
ajakan, berita
4 Bentuk kata:kata asal, kata
kompleks, kata imbuhan, kata
Wang, kata majemuk
Struktur kalimat: tunggal,
majemuk setara, majemuk
bertingkat
5 Fungsi kalimat
6 Wacana
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa komponen fonologi merupakan
bagian dari aspek tata bahasa. Jadi, dalam tata bahasa struktural aspek
kebahasaan meliputi komponen fonologi, morfologi, dan sintaksis.
2.3. Linguistik Transformasional dan Model Tata Bahasa Transfomasional
Pandangan struktural yang dikoreksi disebut dengan pandangan
transformasional dan tata bahasanya disebut tata bahasa transformasional
atau tata bahasa generatif transformasional (transformational generative
grammar). Aliran ini dipelopori oleh Noam Chomsky yang memuat
pandangannya dalam Syntactic Structure yang ditulisnya pada 1957.
Menurut Chomsky setiap tata bahasa harus memenuhi syarat (1)
diterima oleh pemakai bahasa, dan (2) tata bahasa harus terbentuk
sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang dipakai bersifat
urutan.Buku Tata Kalimat Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Samsuri
(1985) adalah contoh penerapan pandangan transformasional di dalam
penulisan tata Bahasa Indonesia (Pateda, 2009).
Analisis transformasi menegaskan adanya aturan gramatika tertentu
yang menyeluruh dan bisa menghasilkan kalimat-kalimat gramatik yang
dapat dirangkum sebagai berikut (Alwasilah, 1993; Wiratno & Santosa,
2014)
(a) Membedakan kalimat dasar (sederhana , aktif, pernyataan) dengan
kalimat transformasi (majemuk, pasif, pernyataan),
(b) Menegaskan bahwa setiap orang sudah dianugrahi kemampuan
berbahasa (innate ability),
(c) Struktur dalam (deep structure) adalah struktur dasar yang ada dalam
pikiran si pembicara/penanggap dan dengan competencenya mereka
menstransformasikan struktur dasar ke dalam struktur luar (surface
structure) dalam bentuk ujaran dan tulisan yang merupakan performansi
berbahasanya,
(d) Menyatakan pentingnya melibatkan makna dalam analisis gramatika
bahasa.
Tata bahasa generatif transformasional standar memberlakukan
gramatika terdiri dan tiga komponen; (1) komponen sintaksis, (2) komponen
semantis, (3) komponen fonologis.Jadi tidak hanya memberi struktur kalimat
tetapi juga memberikan penjelasan mekanisme terbentuknya kalimat sebagai
struktur lahir dari suatu struktur batin. Jika gramatika struktural tidak dapat
menjelaskan kalimat-kalimat yang ambigu, gramatika generatif
transformasional dapat. Berkat pendayagunaan unsur struktur batin, dan
kaidah pembentukan kalimat, gramatika generatif transformasional dapat
menjelaskan masalah keambiguan kalimat.
Penyusunan tata Bahasa Indonesia berdasarkan teori transformasi
berdasarkan anggapan bahwa bahasa merupakan kumpulan kalimat yang
terdiri dari deretan bunyi yang mempunyaiarti. Menurut Silitonga, bentuk
tata bahasa transformasi terdiri dari tiga komponen yaitu sintaksis, semantik,
dan fonologi (Rusyana & Samsuri, 1983; Lestari, 2015). Sintaksis
mempunyai dua subkomponen yaitu dasar (terdiri dari kaidah kategori dan
Ieksikon) dan transformasi (terdiri dari kaidah struktur dalam dan kaidah
struktur luar). Komponen semantik dalam tata bahasa transformasi
memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh
subkomponen dasar, yaitu menentukan penafsiran arti dan deretan morfem
yang terdapat dalam suatu kalimat. Dan, komponen fonologi memberikan
interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah
transformasi. Dengan menggunakan kaidah fonologi deretan unsur tadi dapat
diucapkan; dan penggambaran bunyi tersebut dilakukan dengan
menggunakan ciri-ciri pembeda (distinctive feature).
Berikut adalah cakupan analisis aspek kebahasaan berdasarkan tata
bahasa transformasional.
Tabel 2.3 Tata Bahasa Transformasional
No Fonologi Sintaksis Semantik
intrepretasi
fonologi
(distinctive
feature)
Kaidah,kategori,Ieksikon,
Transformasi
Penafsiran arti deretan
unsur pada komponen
dasar
Kalimat dasar: sederhana,
aktif, pernyataan
Makna
morfem
deretan
Kalimat,transformasi:
majemuk, pasif, pernyataan
Tabel di atas memperlihatkan bahwa komponen morfologi tidak
menjadi komponen tersendiri tetapi merupakan bagian dari komponen
semantik yang melibatkan unsur morfem dan komponen dasar dari satuan
makna bahasa. Jadi aspek kebahasaan dalam tata bahasa transformasional
meliputi fonologi, sintaksis, dan semantik.
2.4.Linguistik Fungsional dan Model Tata Bahasa Fungsional
Pandangan Chomsky dikoreksi oleh Simon C. Dick (1978) yang
mengembangkan tata bahasa fungsional (Functional Grammar). Tata bahasa
ini didasarkan pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Tata bahasa ini
menganggap sintaksis sebagai sistem yang didasarkan pada semantik.
Ciri utama tata bahasa fungsional adalah memberi peran penting pada
tataran semantik, sintaksis, dan pragmatik (Pateda, 2009).
a. Fungsi semantik seperti pelaku, sasaran, penerima, pemeroleh,
menyatakan peran yang menyandang sebuah fungsi
b. Fungsi sintaksis yaitu subyek dan predikat
c. Fungsi pragmatis seperti tema, topik, dan fokus yang menandai
munculnya sebuah unsur bahasa
Menurut Halliday fungsional dalam sintaksis dimaksudkan untuk
menjelaskan bagaimana bahasa dipergunakan (Castro & Halliday, 1995;
Vinyals et al., 2015). Apa yang disebut makna dalam bahasa merupakan
komponen fungsi. Setiap unsur dalam bahasa dijelaskan dalam rangka
fungsinya dalam seluruh sistem bahasa. Jadi, satuan-satuan bahasa seperti
klausa, frase dan sebagainya, dianggap oleh Halliday dikenal dengan istilah
Tata Bahasa Fungsi Sistemik. Model ini Iebih menitikberatkan persoalan pada
tataran klausa dengan menghubungkan pada konsep bahasa sebagai semiotika
sosial.
Halliday juga menjelaskan klausa merupakan sebuah konstruk yang
mengandung tiga ragam makna (metafungsi); idesional/eksperensial,
interpersonal, dan tekstual. Ketiganya hadir dalam klausa dan dengan ketiga
makna inilah klausa dianalisis.
Berikut adalah cakupan analisis aspek kebahasaan berdasarkan tata
bahasa fungsional.
Tabel 2.4 Tata Bahasa Fungsional
Sintaksis Semantik Pragmatik
Klausa: Subjek-
Predikat
Fungsi Semantik:
Pelaku, sasaran,
penerima, pemeroleh
Fungsi Pragmatis: tema,
topik, fokus.
Metafungsi klausa:
desional/eksperensial,
interpersonal, tekstual.
Tabel di atas memperlihatkan komponen fonologi tidak termasuk
dalam aspek kebahasaan, tetapi menambahkan komponen pragmatik sebagai
salah satu aspek kebahasaan. Jadi aspek kebahasaan dalam tata bahasa
fungsional meliputi komponen sintaksis, semantik, dan pragmatik.
3. Model Tata Bahasa Pendidikan
a. Linguistik Terapan
Dilihat dari segi pembidangannya, linguistik dapat dibagi atas (1)
linguistik umum, (2) linguistik terapan, (3) linguistik teoretis, dan (4)
linguistik historis. Dilihat dari segi penerapannya dikenal istilah "applied
linguistics" atau linguistik terapan. Jadi linguistik terapan merupakan salah
satu subdisiplin linguistik.
Menurut Spolsky (1978:1-2), ruang lingkup linguistik terapan sangat
luas dengan bidang garapan, antara lain penerjemahan, leksikogarfi,
penerjemahan, dan pengajaran bahasa. Kaplan dan Grabe merinci ruang
lingkup garapan linguistik terapan adalah (1) pengajaran bahasa, (2)
perencanaan dan kebijakan/politik bahasa, (3) penelitian komunkasi-ujaran,
(4) bahasa-bahasa bidang tertentu, (5) terapi ujaran, (6) leksikrografi dan
perkamusan, (7) penerjemahan, (8) bahasa profesi, dan (9) bahasa profesi
(Kaplan & Grabe, 1991; Steinthal & Steinthal, 2015)
b. Tata Bahasa Pendidikan
Pada perkembangannya kemudian garapan linguistik terapan lebih
banyak diarahkan pada pengajaran bahasa; seperti dikemukakan oleh Walls
(dalam Els dkk., 1977:25) "applied linguistics refers to the use by language
teachers of the findings of the linguist'. Bahkan Spolsky (1978) lebih setuju
dengan istilah educational linguistic dibandingkan menggunakan istilah
applied linguistics (Pateda, 2009).
Sebagai studi linguistik maka objek educational linguistic adalah
bahasa. Namun sasarannya bukanlah bahasa itu sendiri, melainkan bahasa
kaitannya dengan kebutuhan praktis.Penggunaan bahasa untuk tujuan
pengajaran bahasa atau tujuan pedagogis adalah bentuk dari linguistik
pendidikan yang merupakan salah satu objek dari linguistik terapan.
Dalam pembicaraan penggunaan bahasa untuk tujuan pengajaran
terlebih dahulu dibedakan adanya pengertian "tata bahasa ilmiah atau
linguistk" (scientific or linguistic grammar) dan "tata bahasa pedagogis"
(pedagogical grammar). Tata bahasa ilmiah sebagai hasil penyelidikan
struktur bahasa secara deskriptif oleh linguis. Seperti yang dijelaskan oleh
Denham dan Lobeck (Denham & Lobeck, 2013) yang menjelaskan bahwa “
Descriptive grammar set of grammatical rules based on what we say, not on
we should say according to some language authority.” Namun dalam
memahaminya membutuhkan penjelasan secara ilmiah atau secara liguistik.
We’ve seen that grammar involves the complex interplay of prescriptive
grammar and descriptive grammar and that there is some overlap
between the two. In the end, however, we all acquire a complex
grammatical system, regardless of how and where we are raised. This
suggest that we all tackle language acquisition with the same basic
cognitive hardwriting to accomplish the task.(Denham & Lobeck,
2013).
Jadi tata bahasa linguistik bersifat ilmiah. Berbeda dengan tata bahasa
yang dipakai untuk mengajaran bahasa. Tata bahasa pedagogis, atau tata
bahasa pendidikan, ditulis berdasarkan prinsip-prinsip pedagogis
(Darjowidjojo, 1985; Natsir, 2017)
Di lain pihak, dikatakan bahwa sumber yang paling kuat dan tepat untuk
menentukan pengajaran bahasa adalah linguistik. Selanjutnya, bahwa kriteria
linguistik yang akan dipakai adalah linguistik sebagai ilmu murni,
sosiolinguistik, dan psikolinguistik. Juga dijelaskan bahwa sumbangan
linguistik dalam pengajaran bahasa hanya memberikan sumbangan tidak
langsung berupa bahan ajar. Jadi, linguistik hadir dalam bentuk aplikasi dari
linguistik yang telah dideskripsikan oleh para linguis (Parera, 1997; Hasanah,
2011).
Tata bahasa tidak harus dilihat sebagai hal dalam dirinya sendiri.
Artinya tata bahasa tidak harus dilihat sebagai berdiri sendiri dalam
menetapkan aturan dan definisi. Dalam konteks pengajaran bahasa bahkan
tata bahasa adalah sebagai ‘kekuatan ekspresi’ dalam bergenre. Untuk itu guru
dan pelajar dapat menggunakan tata bahasa secara sistematis
menggambarkan dan menjelaskan bagaimana tata bahasa digunakan untuk
tujuan tertentu. Juga menjelaskan bagaimana tata bahasa yang relevan dapat
diajarkan dalam konteks fitur generik dan bagaimana tata bahasa untuk
diagnosa menilai tulisan pelajar dan bagaimana penempatan masalah tata
bahasa memungkinkan pelajar untuk meningkatkan kemampuan menulis
mereka (Knapp & Watkins, 2005).
Tomlinson berpendapat bahwa tata bahasa untuk tujuan pedagogis
menggunakan bahan yang disusun khusus untuk tujuan pengajaran yang
disesuaikan dengan tingkat pemerolehan berbahasa siswa. Misalnya, bentuk
latihan dalam pengajaran tata bahasa mengajarkan siswa menggunakan
bentuk bahasa, yaitu bagaimana bentuk bahasa didekontektualkan dalam
konteks kalimat dan wacana (Tomlinson, 2007). Dalam pandangan Knapp
dan Watkins mengajarkan tata bahasa dalam praktek pedagogik dianggap
sebagai reduksionis karena apa yang dianggap penting dan dijadikan panduan
oleh guru dalam menguraikan unsur-unsur tata bahasa yang terintegrasi yang
diperlukan untuk belajar mengajar bergenre dan tata bahasa (Knapp &
Watkins, 2005).
Jadi, format tata bahasa untuk mengajarkan bahasa harus diubah dulu
dan disesuaikan untuk maksud pengajaran di sekolah. Sebagai contoh tata
bahasa transformasi-generatif (TG), yang mempunyai banyak kaidah untuk
menghasilkan kalimat, tidak cocok dipakai mengajar bahasa. Menurut
Murcia-Freeman tata bahasa pendidikan yang diperuntukkan bagi guru
bersifat eklektik; tidak sama dengan tata bahasa linguistik yang memerikan
internal bahasa. Dalam dimensi penggunaan analisis didasarkan pada analisis
wacana dan kontekstual serta tata bahasa fungsional (systemic functional
grammar)(Gao et al., 2000)
Landasan linguistik yang dianggap cocok untuk mengembangkan tata
bahasa pendidikan adalah linguistik tradisional, linguistik struktural, dan
linguistik transformasional (Nurhadi, 1995; Sumarwati, 2017) Jadi, tingkat
analisis yang dikembangkan dalam tata bahasa pendidikan meliputi kaidah-
kaidah dalam komponen fonologi, komponen morfologi, komponen sintaksis,
dan komponen wacana, yaitu meliputi (1) tata bunyi, (2) tata kata, (3) tata
kalimat, (4) tata makna, (5) kosakata, (6) ortografi (Nurhadi, 1995;
Sumarwati, 2017).
Beberapa pemerian tentang kajian linguistik dalam berbagai
pendekatan kajian di atas menuntun model tata bahasa yang akan dijadikan
pedoman. Model tata bahasa tersebut memberikan pemahaman kepada kita
bahwa wujud tata bahasa dalam Iingkup dimensi kebahasaan tergantung
pendekatannya. Model tata Bahasa Indonesia disusun menurut suatu
kerangka acuan berupa pedoman tata bahasa indonesia yang ditulis oleh tata
bahasawan Indonesia untuk mengungkapkan ciri dan kaidah bahasa indonesia
(Rusyana & Samsuri, 1983; Sumarwati, 2017) Sehingga, dari dimensi
kebahasaan, cakupan tata bahasa meliputi fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan wacana; serta pragmatik dari dimensi penggunaannya.
Deskripsi tata bahasa dalam linguistik Indonesia merupakan model tata
bahasa yang termasuk dalam scientific or linguistics grammar juga model tata
bahasa pedagogical grammar. Model tata bahasa indonesia disusun
berdasarkan kerangka tata bahasa tradisional, struktural, transformasional,
fungsional, yang termasuk dalam linguistics grammar. Sementara model tata
bahasa pedagogical grammar untuk pengajaran Bahasa Indonesia merupakan
sumbangan dari model tata bahasa indonesia yang secara eklektik
diaplikasikan dalam bahan ajar bahasa indonesia. Jadi, tata bahasa yang
bersifat eklektik dihubungkan dari tata bahasa indonesia berdasarkan model
tata bahasa indonesia sebagai pedoman perumusan tata bahasa indonesia
dengan tata bahasa yang ditulis berdasarkan prinsip pedagogis.
Selain itu, mempelajari tata bahasa harus dipahami sebagai keterlibatan
tiga dimensi yaitu form, meaning, dan use. Belajar tata bahasa juga dapat
dipahami sebagai membentuk skema formal kesadaran bertata bahasa di
dalam kebutuhan berkomunikasi dengan bahasa. Jadi memahami tata bahasa
adalah sampai terjadi internalisasi.
Tata bahasa yang dipelajari akan dilihat sosoknya pada buku teks
bahasa indonesia SMP. Sosok tata bahasa diihat semua cakupan aspeknya
yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, wacana. Keseluruhan aspek
tata bahasa tersebut juga dilihat dalam penempatannya ke dalam kompetensi
komunikatif dan dilihat bagaimana membelajarkan tata bahasa seperti yang
ditampilkan sajiannya di dalam buku teks Bahasa Indonesia SMP.
Tata Bahasa
Transformas
ional
Tata Bahasa
Tradisional
Tata Bahasa
Fungsional
Tata Bahasa
Struktural
Sintaksis
MorfemKata dasar, Kata bersusun, Kata
Ulang, Kalimat majemuk,Jenis kata
Hubungan kata dalam kalimat, Frasa, Klaua,
Kalimat tungggal-kalimat majemuk, Kalimat
majemuk bertingkat dan kalimat majemuk
setara, Kalimat majemuk rapatan, Kalimat
berpredikat verba — predikat tanverba, Kalimat
berdasarkan isi: pernyataan, pertanyaan,
perintah, seru, Kalimat berdasarkan relasi
klausa
Fonologi
Morfologi
Fungsi kata, Leksis, Penggolongan kata:
nominal, adjektival, partikel, Bentuk kata:
kata asal, kata, kompleks, kata imbuhan,
kata ulang, kata majemuk
Sintaksis
Pelafalan baku, Ejaan, Intonasi
Morfologi
Frasa, Klausa, Macam kalimat: tanya,
perintah, permintaan, ajakan, berita, Struktur kalimat: tunggal, majemuk setara,
majemuk bertingkat, Fungsi kalimat,
Wacana.
Fonologi
Sintaksis
Semantik
Intrepretasifonologi (distinctive feature)
Kaidah, kategori, Ieksikon, transformasi,
Kalimat dasar: sederhana, aktif, pernyataan, Kalimat transformasi:
majemuk, pasif, pertanyaan
Penafsiran arti deretan unsur pada
komponen dasar
Sintaksis
Semantik
Pragmatik
Klausa: Subjek- Fungsi
semantik: pelaku, sasaran, penerima,
pemeroleh
Fungsi pragmatis: tema, topik, fokus,
Metafungsi,klausa: idesiona/eksperensial,
Interpersonal, tekstual
Gambar 2.4 Model Tata Bahasa Indonesia
Spolsky
Educational linguistics adalah applied linguistics. Objek
educational linguistics adalah bahasa yang sasarannya
adalah penggunaan bahasa untuk tujuan pengajaran
bahasa atau tujuan pedagogis
Knapp dan Watkins
Tata bahasa dalam praktek pedagogik dianggap sebagai reduksionis karena dianggap
penting dan dijadikan panduan oleh guru dalam menguraikan unsur-unsur tata bahasa yang terintegrasi yang diperlukan
untuk belajar mengajar bergenre dan tata bahasa.
Tomlinson
Tata bahasa untuk pedagogis
menggunakan bahan yang
disusun khusus untuk tujuan
pengajaran yang disesuaikan
dengan tingkat pemerolehan
berbahasa siswa. Bentuk latihan
didekontektualkan dalam
konteks kalimat dan wacana
Soenjono Dardjowiwidjojo
Scientific or linguistic grammar vs pedagogical grammar
Tata bahasa ilmiah sebagai hasil penyelidikan struktur
bahasa secara deskriptif oleh linguis
Murcia-Freeman
Tata bahasa pendidikan yang diperuntukkan bagi guru bersifat eklektik; tidak sama dengan tata
bahasa linguistik yang memerikan internal bahasa.
Analisis didasarkan pada analisis wacana dan kontekstual
serta tata bahasa fungsional (systemic functional grammar)
Nurhadi
Landasan linguistik yang dianggap cocok untuk mengem-bangkan tata bahasa pendidikan
adalah linguistik tradisional, linguistik struktural, dan linguistik transformasional.Tingkat analisis
meliputi komponen fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana
Tata bahasa Pendidikan adalah tata bahasa untuk tujuan
pengajaran atau tujuan pedagogis. Pemerian bahasa bersifat eklektik berlandaskan linguistik tradisional,
linguistik struktural, dan linguistik transformasional serta didasarkan pada analisis wacana dan kontekstual serta
tata bahasa fungsional (systemic functional grammar)
Gambar 2.5 Konsep Tata Bahasa Pendidikan
4. Komponen Tata Bahasa dalam Dimensi Kebahasaan
Berkaitan dengan model yang dijelaskan di atas, berikut dikaji aspek
tata bahasa dalam dimensi kebahasaan. Beberapa pemerian tentang
pengertian tata bahasa dan tentang berbagai pendekatan kajian linguistik
menuntun model tata bahasa yang akan dijadikan pedoman. Dari berbagai
model tata bahasa yang telah dikembangkan telah disintesiskan bahwa
cakupan dimensi kebahasaan meliputi fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan wacana; serta pragmatik dari dimensi penggunaannya.
Sementara, dalam sudut pandang linguistik, tata bahasa tidak hanya
dipandang sebagai aturan atau kaidah bahasa yang dipelajari, tetapi juga
sebagai aturan yang menuntun orang memproduksi dan memahami kalimat
yang dihasilkan. Dengan demikian Denham dan Lobeck (Denham & Lobeck,
2013) memandang pokok bahasan tata bahasa yang dibutuhkan seseorang
meliputi wilayah inti kajian linguitik, yaitu phonetics, .
The grammar of language can be divided into components. Each
component interacts with the others, but each can also be studied on
its own.
1. Phonetics: The inventory of sounds in a language
2. Phonology: Rules of how sounds are combined in a language
3. Morphology: Rules of word formation in a language
4. Syntax: Rules of sentence formation in language
5. Semantics: Rules that govern how meaning is expressed by
words and sentence in a language
4.1. Fonologi
Fonologi didefinisikan sebagai cabang linguistik yang
mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai bunyi (Verhaar,
2010) Menurut hierakhi satuan bunyi yang menjadi objek studinya fonologi
dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik meneliti bunyi bahasa
menurut cara pelafalannya dan ciri-ciri akustiknya (Verhaar, 2010)
Sedangkan fonemik mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi
bunyi tersebut sebagai pembeda makna (Chaer, 2003).
Sebagai ilmu yang mempelajari wujud bunyi bahasa fonologi
berkenaan dengan relasi yang terbentuk antara bunyi bahasa dengan syllables,
stress groups, pause groups, dan rhetorical periods yang membentuk
phonologicalhierarchy (Pike, 1982; Sartini, 2012).
Analisis fonetik berkenaan dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan alat
ucap seperti vokal dan konsonan (Verhaar, 2010) Bunyi dalam bahasa
indonesia juga mengenal dengan diftong dan gugus konsonan.Masih dalam
analisis fonetik juga dibahas pokok tentang silabel.Ciri suprasegmental dalam
bahasa indonesia berwujud tekanan, panjang bunyi, dan nada. Ciri
suprasegmental juga berhubungan dengan ritme yang dalam kalimat disebut
dengan intonasi. Jika ritme berhubungan dengan pola pemberian aksen pada
kata, intonasi terdapat pada kalimat (Alwi, 1998; Wiratno & Santosa, 2014)
Amran Halim membagi intonasi dalam tuturan berbentuk kalimat ke dalam
intonasi kalimat deklaratif, interogatif, dan kalimat imperatif, serta intonasi
dalam hubungan topik-komen (Halim, 1981; Budiawan & Rukayati, 2018).
Sementara analisis fonemik berkenaan dengan fonem dan grafem,
fonem, dan suprasegmental. Dalam transkripsi fonemik bunyi-bunyi
dilambangkan sesuai dengan satuan-satuan fonemisnya. Berdasarkan
pelambangan bunyi fonemik disusun transkripsi secara ortografik.
Pelambangan ortografis tersebut dituliskan sesuai dengan konvensi grafis
yang disepakati. Dalam Bahasa Indonesia, kesepakatan itu sesuai dengan
sistem dan aturan ejaan yang berlaku dan disusun dalam Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Dengan demikian dapat disimpulkan komponen fonologi meliputi
kajian bunyi ujaran, yaitu bagaimana bunyi dihasilkan/diproduksi (kajian
fonetik), dan bagaimana bunyi dilambangkan. Dengan pelambangan dapat
dibedakan makna dalam wujud lafal dan dan wujud grafem(kajian fonemik).
Jadi, komponen fonetik berkenaan dengan bunyi-bunyi segmental (vokal,
konsonan, diftong, kluster), suprasegmental, dan silabel. Sementara, kajian
fonemik meliputi pelafalan baku dan grafem (ortografis/ejaan).
Gambar 2.6 Pengertian Fonologi
Verhaar
Cabang linguistik yang
mengidentifikasikan satuan-
satuan dasar bahasa
sebagai bunyi.
Analisis fonetik berkenaan
dengan bunyi-bunyi yang
dihasilkan alat ucap seperti
vokal dan konsonan.
Kenneth L dan Pike and
Evelyn G Pike
fonologi berkenaan dengan relasi yang terbentuk antara
bunyi bahasa dengan syllables, stress groups,
pause groups, dan rhetorical periods yang
membentuk phonological hierarchy
Amran Halim
Intonasi dalam tuturan
berbentuk kalimat ke dalam
intonasi kalimat deklaratif,
interogatif, dan kalimat
imperatif, serta intonasi
dalam hubungan topik-
komen.
Abdul Chaer
Fonemik mempelajari bunyi
bahasa dengan
memperhatikan fungsi bunyi
tersebut sebagai pembeda
makna.
Komponen fonologi meliputi kajian bunyi ujaran, yaitu bagaimana bunyi dihasilkan/diproduksi dan bagaimana
bunyi dilambangkan. Komponen fonetik berkenaan dengan bunyi-
bunyi segmental (vokal, konsonan, diftong, kluster), suprasegmental, dan
silabel. Kajian fonemik meliputi pelafalan baku dan grafem
(ortografis/ejaan).
4.2. Morfologi
Morfologi adalah ‘the study of form’ yang secara harfiah berarti ilmu
mengenai bentuk. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang
mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal.Dalam hierarkhi gramatikal kajian morfologi meliputi morfem
dan kata.(Verhaar, 2010) Secara linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai
bentuk-bentuk dan pembentukan kata (Chaer, 2008).
‘morphology is the grammar of words and word form. The following
are some of the entries that deal with aspects of morphology:
morpheme, root and stem, affix, grammar units, word classes, noun,
pronoun, adjective, deteminer, verb, preposition, conjunction, adverb,
interjection’(Stern, 2001).
Berkenaan dengan konsep perubahan yang dihasilkan dalam
pembentukan kata, morfologi membicarakan atau mempelajari seluk beluk
bentuk kata, pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Jadi, morfologi adalah kajian linguistik yang mempelajari seluk
beluk bentuk kata serta fungsi fungsi gramatik maupun semantikhasil
perubahan bentuk kata itu (Ramlan, 1983).
Dalam Bahasa Indonesia pembentukan kata dilakukan melalui
berbagai proses morfologis, yaitu: devirasi zero, afiksasi, reduplikasi,
abrevasi (pemendekatan), komposisi (perpaduan) (Kridalaksana, 2010).
Peristiwa morfologis itu tidak hanya berkenaan dengan membentuk kata,
tetapi juga membentuk makna gramatikal tertentu dan membentuk kelas kata
sesuai makna gramatikalnya.
Sementara konsep kelas kata yang dalam peristilahan bahasa Inggris
disebut juga part of speech yaitu terdiri atas jenis verba, ajektiva, nomina,
pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula,
preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi (Kridalaksana, 2005).
Dengan demikian komponen morfologi berkenaan dengan
pembentukan kata baik yang berhubungan dengan berbagai proses
morfologis (afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi/penyingkatan)
maupun dengan kelas kata baik sebagai bentuk kata dasar maupun sebagai
hasil perubahan akibat proses morfologis.
4.3.Sintaksis
Sintaksis menyangkut struktur gramatikal yang berurusan dengan tata
bahasa di antara kata-kata, di dalam tuturan, artinya membahas hubungan
gramatikal antarkata di dalam kalimat (Kridalaksana, 2005). Struktur
Verhaar
Morfologi adalah cabang
ilmu linguistik yang
mengidentifikasikan satuan-
satuan dasar bahasa
sebagai satuan
gramatikal.Dalam hierarkhi
gramatikal kajian morfologi
meliputi morfem dan kata.
Abdul Chaer
morfologi berarti ilmu
mengenai bentuk-bentuk
dan pembentukan kata
Ramlan
morfologi mempelajari seluk
beluk bentuk kata, fungsi
perubahan-
perubahanfungsi gramatik
dan semantik bentuk kata
Komponen morfologi
berkenaan dengan
pembentukan kata baik
yang berhubungan dengan
berbagai proses morfologis
(afiksasi, reduplikasi,
komposisi,
abreviasi/penyingkatan)mau
pun dengan kelas kata.
Gambar 2.7 Pengertian Morfologi
gramatikal menempatkan kategori sintaksis tertentu seperti nomina, verba,
ajektiva ke dalam fungsi sintaksis tertentu sesuai peran sintaksisnya.
Dalam hierarkhi gramatikal kajian sintaksis meliputi kata, frasa,
klausa, dan kalimat.Dalam prakteknya sintaksis membatasi kajiannya sampai
dengan kalimat, maksudnya menganggap atau memperlakukan kalimat
sebagai satuan terbesar (HP, 2012a) Kata, frasa, klausa, dan kalimat disebut
sebagai bentuk dalam satuan sintaksis.
Berdasarkan satuan-satuan sintaksis yang terdapat dalam kalimat,
konstituen dasar kalimat adalah satuan klausa. Dari pengertian ini kita dapat
menyusun kalimat menggunakan satuan-satuan sintaksis yang ditempatkan
dalam struktur sintaksis menjadi berbagai jenis kalimat. Pembagian jenis
kalimat didasarkan pada jenis klausa dan jumlah klausa yang ada di dalam
kalimat. Berdasarkan jumlah klausanya (tunggal-majemuk), jenis klausa
(verbal-nonverbal), pembentukan kalimat dan kalimat inti (aktif-pasif) (HP,
2012b) Berdasarkan pengklasifikasian itu dalam Bahasa Indonesia jenis
kalimat dibagi atas kalimat dasar, kalimat aktif-pasif, kalimat tunggal-
majemuk, kalimat langsung-taklangsung, kalimat transitif-intransitif,
kalimat verba-nonverba, kalimat mayor-kalimat minor. (Alwi, 1998).
Struktur gramatikal kalimat dalam struktur sintaksis juga dibangun
oleh alat sintaksis antara lain adalah intonasi. Intonasi kalimat dan ritme
merupakan ciri suprasegmental pada untaian tuturan.Jika ritme berhubungan
dengan pola pemberian aksen pada kata, intonasi terdapat pada kalimat
(Alwi, 1998) Amran Halim membagi intonasi dalam tuturan berbentuk
kalimat ke dalam intonasi kalimat deklaratif, interogatif, dan kalimat
imperatif, serta intonasi dalam hubungan topik-komen (Halim, 1981)
Dalam penggunaan kalimat tidak hanya ditunjukkan kemampuan
menyusun kalimat berdasarkan struktur sintaksisnya, tetapi juga berkenaan
dengan pilihan kata yang digunakan dan ortografi cara menuliskannya.
Masalah dalam kesalahan berbahasa dalam menyusun kalimat dapat
berbentuk kesalahan kalimat akibat kesalahan (a) ketaksaan pikiran, (b)
diksi, dan akibat kesalahan (3) ejaan (Sugono, 2009) Kesalahan kalimat ini
dikenal dengan ketidakefektivan kalimat. Jadi kalimat yang efektif adalah
penyusunan kalimat yang memperhatikan kesatuan hubungan Subyek dan
Predikatnya, keparalelan logika kalimatnya, menghindari redudansi, juga
yang memperhatikan ketepatan pilihan kata dan ketepatan ejaannya.
Dengan demikian komponen sintaksis meliputi bagian-bagian satuan
kalimat (kata, frasa, klausa, kalimat), fungsi kalimat/tema-rema, serta intonasi
kalimat. Sementara satuan kalimat meliputi bentuk kalimat dan macam/jenis
kalimat. Kalimat efektif berkenaan dengan penyusunan kalimat yang
menyalahi aturan struktur sintaksisnya.
Gambar 2.8 Pengertian Sintaksis
Ramlan
Sintaksis menyangkut
struktur gramatikal yang
berurusan dengan tata
bahasa di antara kata-kata,
di dalam tuturan, artinya
membahas hubungan
gramatikal antar kata di
dalam kalimat
Amran Halim
Intonasi dalam tuturan
berbentuk kalimat ke dalam
intonasi kalimat deklaratif,
interogatif, dan kalimat
imperatif, serta intonasi
dalam hubungan topik-
komen.
Alwi Hasan
Struktur gramatikal kalimat
dalam sintaksis dibangun oleh
intonasi. Intonasi kalimat dan
ritme merupakan ciri
suprasegmental pada untaian
tuturan. Jika ritmeberhubungan
dengan pola pemberian aksen
pada kata, intonasi terdapat
pada kalimat.
komponen sintaksis meliputi
bagian-bagian satuan kalimat
(kata, frasa, klausa, kalimat),
fungsi kalimat/tema-rema, serta
intonasi kalimat. Sementara
satuan kalimat meliputi bentuk
kalimat danmacam/jenis kalimat.
Kalimat efektif berkenaan dengan
penyusunan kalimat yang
tidakmenyalahi aturan struktur
sintaksisnya, selain kesalahan
dalam penerapan diksi dan ejaan.
Achmad HP
Kajian sintaksis meliputi
kata, frasa, klausa, dan
kalimat.Sintaksis membatasi
kajiannya sampai dengan
kalimat yang diperlakukan
sebagai sebagai satuan
terbesar.
4.4.Semantik
Semantik adalah studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau
arti dalam bahasa atau dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
arti.Selanjutnya, kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Semantik dengan obyeknya yakni
makna, berada di semua tataran, yaitu di dalam tataran fonologi,morfologi,
dan tataran sintaksis (Chaer, 2010).
Menurut aliran Tagmemik (Pike &Pike, 1977; Norsimah Mat Awal &
Nur Liyana Zulkffle, 2012) hierarkhi makna adalah sebagai berikut
(Soepamo, 2002).
Tabel 2.5 Aliran Tagmemik tentang Hirarki Makna
Jenjang Gramatik Jenjang Makna
Morfem Bungkus leksem
Kata dan frasa Istilah
Klausa dan kalimat Proposisi
Pragraf dan monolog Pengembangan tema
Dialog dan percakapan Interaksi social
Jika semantik dilihat dari sistematika bahasa, semantik hanya terdapat
pada taraf gramatika. Pada tataran fonologi tidak memiliki semantik, tetapi
tiap fonem berfungsi membedakan makna. Pada tataran morfologi dan
sintaksis ada semantiknya yaitu semantik gramatikal. Dalam morfologi
memiliki semantik morfologis dan dalam sintaksis memiliki semantik
sintaksis (Pateda, 2010). Jadi, semantik selain berkenaan dengan makna kata
juga kesesuaian semantik dengan sintaksis.
Hubungannya dengan makna kata, aspek semantik dalam arti sempit
(Tarigan, 2009) berhubungan dengan berbagai jenis makna, hubungan makna,
serta perubahan makna. Jenis makna meliputi makna leksikal-gramatikal,
makna denotasi-konotasi, makna konseptual, makna asosiasi, makna
referensial, juga makna ungkapan dan peribahasa. Hubungan makna
berkenaan dengan makna sinonimi, antonimi, hiponimi,homonimi, polisemi,
dan makna ambigu. Perubahan makna berkenaan dengan perluasan makna
dan melemahkan/penyempitan makna (Pateda, 2010)
Berbagai penggunaan berbagai jenis dan hubungan makna serta
fungsinya dalam berbahasa berkenaan dengan strategi untuk memperluas
kosakata. Pemilihan kata yang tepat sesuai fungsi, makna, dan ketepatan
penggunaan disebut sebagai diksi. Dengan demikian komponen semantik
kata meliputi jenis makna, hubungan makna, perubahan makna, dan secara
umum juga tentang diksi untuk memperkaya kosakata.
Gambar 2.9 Pengertian Semantik
4.5.Wacana
Tarigan menjelaskan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling
lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi
yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan
dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau
Komponen semantik kata meliputi jenis makna,
hubungan makna, perubahan makna, dan
secara umum juga tentang diksi untuk memperkaya
kosakata.
Henry Guntur Tarigan
Hubungannya dengan
makna kata, aspek semantik
dalam arti sempit
berhubungan dengan
berbagai jenis makna,
hubungan makna, serta
perubahan makna.
Abdul Chaer
Semantik adalah studi dalam
linguistik yang mempelajari
makna atau mempelajari
hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Semantik
dengan obyeknya yakni
makna, berada di seluruh
atau di semua tataran.
Mansoer Pateda
Jenis makna meliputi makna leksikal-gramatikal, makna denotasi-konotasi, makna konseptual, makna asosiasi,
makna referensial, juga makna ungkapan dan peribahasa. Hubungan
makna berkenaan dengan makna sinonimi, antonimi, hiponimi,homonimi,
polisemi, dan makna ambigu. Perubahan makna berkenaan dengan
perluasan makna dan melemahkan/penyempitan makna
rangkaian kalimat, misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan
wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang
melingkupinya (HP, 2012a). Dikatakan lengkap karena di dalamnya terdapat
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca (wacana tulis) atau oleh pendengar (wacana lisan). Dan dikatakan
satuan ‘tertinggi dan terbesar’ karena terbentuk dari kalimat-kalimat yang
selain memenuhi syarat gramatikal juga memenuhi syarat kewacanaan/syarat
keserasian hubungan antar unsur, baik hubungan bentuk (kohesi) maupun
hubungan makna (koherensi).
Untuk menciptakan wacana yang memiliki kesatuan yang utuh harus
ada relasi yang erat. Menurut Halliday (1976) relasi pembentuk wacana
tersebut merupakan penanda dari tesktur.Tekstur (texture) adalah sesuatu
yang menunjukkan kepada sesuatu yang menjadi pengikat antara kalimat-
kalimat sehingga menjadi sebuah wacana atau teks.Tekstur itu ditandai oleh
relasi, yang erat (cohesive) atau terpadu. Relasi dalam wacana dapatdibentuk
dengan (a) referensi, (b) substitusi, (c) elips, (d) konjungsi, dan (e) Ieksikal.
Sementara itu, analisis wacana selain membicarakan bentuk dan makna
hubungan antar kalimat harus juga membicarakan latar belakang sebuah
tuturan (teks), sebagai kesatuan bahasa yang Iengkap, digunakan. Teun A Van
Dijk dalam bukunya Text dan Context menjelaskan "this term (text) will here
be used to denote the abstract theoretical construct underlaying what is
usually called discourse.” (Lubis, 2015) Artinya kajian wacana atau
discourse berhubungan dengan teks dan konteks. Konteks sangat diperlukan
dalam analisis wacana untuk menentukan makna suatu ujaran.Bila konteks
berubah maka berubah pula makna sebuah ujaran.Beberapa analisis wacana
yang sangat memperhitungkan konteks adalah praanggapan (presupposition)
dan inferensi (implikatur).Menurut Gillian Brown, setiap pendekatan analisis
dalam linguistik yang meliputi pertimbangan konteks termasuk bidang
pragmatik. Pragmatik mengkaji wacana yang disertai dengan latar belakang
tutur (teks)(G. Brown & Yule, 1996) Pragmatik merupakan prinsip-prinsip
penggunaan bahasa. Termasuk dalam kajian pragmatik adalah tindak ujar
yang berkenaan dengan prinsip konversasi, juga kajian tentang kesantunan
(Tarigan, 2008).
Gillian Brown dan George Yule dalam bukunya Discourse Analysis
mengatakan bahwa "The analysis of discourse is the analysis of language in
use". Menurut pandangan ini analisis wacana bertolak dari segi fungsi bahasa;
Artinya analisis wacana mengkaji untuk apa bahasa itu digunakan. Jadi
analisis wacana melibatkan fungsi bahasa, yaitu fungsi bahasa untuk
mengungkapkan (fungsi transaksional) dan fungsi bahasa yang terlibat dalam
pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi (fungsi
interaksional) (Tarigan, 2008). Berdasarkan tanggapan mitra tutur wacana
transaksional bercirikan pemenuhan atau pemenuhan seperti wacana surat
dan pengumuman. Sementara wacana interaksional berciri tanggapan timbal
balik seperti dalam jual beli. Dan, berdasarkan pemaparannya secara umum
wacana diklasifiikasi atas berbagai bentuk komposisi antara lain seperti
naratif, ekspositoris, deskriptif, dan wacana prosedural(Kushartanti, Yuwono,
& Multamia, 2005). Dengan demikian komponen wacana meliputi
kohesi/koherensi, bentuk/ragam wacana, dan pragmatik berbahasa.
Hamid Hasan Lubis
"this term (text) will here be used to
denote the abstract theoretical
construct underlaying what is
usually called discourse."
Brown &Yule
setiap pendekatan analisis dalam linguistik yang meliputi pertimbangan konteks termasuk bidang pragmatik. Pragmatik mengkaji wacana yang
disertai dengan latar belakang tutur (teks).analisis wacanamelibatkan fungsi
bahasa, yaitu fungsi bahasa untuk mengungkapkan (fungsi transaksional') dan fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi (fungsi
interaksional)
H.G Tarigan
wacana adalah satuan bahasa
yang paling lengkap, lebih tinggi
dari klausa dan kalimat, memiliki
kohesi dan koherensi yang baik
atau memiliki keutuhan unsur-
unsur makna dan dilingkupi
konteks
Halliday
Relasi pembentuk wacana adalah
penanda dari tesktur (texture)yang
ditandai oleh relasiyang erat (cohesive)
atau terpadu dan dibentuk dengan (a)
referensi, (b) substitusi, (c) elips, (d)
konjungsi, dan (e) Ieksikal. analisis
wacana yang sangat memperhitungkan
konteks adalah praanggapan
(presupposition) dan inferensi
(implikatur)
H.G. Tarigan
Pragmatik merupakan prinsip-prinsip penggunaan bahasa.
Termasuk dalam kajian pragmatik adalah tindak ujar yang berkenaan
dengan prinsip konversasi, juga
kajian tentang kesantunan
komponen wacana meliputi kohesi/koherensi, bentuk/
ragam wacana, dan pragmatik berbahasa
Gambar 2.10 Pengertian Wacana
Berdasarkan berbagai konsep tata bahasa yang menjadi model tata
bahasa dari beberapa pandangan linguistik yang menjadi pedoman bagi
penulisan tata Bahasa Indonesia, aspek tata bahasa dalam dimensi kebahasaan
berikut dijadikan dasar untuk menganalisis buku teks. Berbagai teori
linguistik yang mendasari semuanya memandang tata bahasa sebagai unsur ,
yaitu (a) aspek kebahasaan dalam komponen fonologi meliputi kajian fonem
segmental dan suprasegmental, bunyi ujaran dalam wujud lafal dan ejaan,
silabel, dan intonasi, (b) komponen morfologi meliputi pembentukan kata dan
kelas kata, (c) komponen sintaksis 'meliputi bagian-bagian kalimat/bentuk
kalimat, macam/jenis kalimat, fungsi kalimat/tema-rema, intonasi kalimat,
serta kalimat efektif (d) komponen semantik tidak hanya meliputi jenis dan
hubungan makna kata serta perubahan makna, juga termasuk diksi
hubungannya dengan kekayaan kosakata (e) komponen wacana meliputi
syarat kewacanaan/syarat keserasian hubungan antar unsur, baik hubungan
bentuk (kohesi) maupun hubungan makna (koherensi) yang dibentuk dengan
referensi, substitusi, elips, konjungsi, pengembangan paragraf, jenis wacana
untuk mengembangkan berbagai komposisi termasuk bentuk surat dan
pengumuman, serta pragmatik wacana. Kerangka teori tata bahasa sebagai
aturan sistem bahasa dijadikan kerangka meneliti aspek tata bahasa dalam
buku teks Bahasa Indonesia SMP.
Jadi, aspek tata Bahasa untuk pengajaran Bahasa Indonesia
merupakan dimensi kebahasaan yang dirumuskan berdasarkan model tata
bahasa Indonesia dan secara eklektik dimanfaatkan sebagai tata bahasa untuk
pengajaran atau tata Bahasa pendidikan. Aspek tata bahasa dalam dimensi
kebahasaan tersebut meliputi komponen fonologi, morfologi, subsentesial,
sintaksis (sentensial), semantik, dan wacana (suprasentensial).
B. Penempatan Tata Bahasa dalam Pengembangan Kompetensi
Komunikatif
Di dalam memperoleh keterampilan berbahasa, seseorang secara
alamiah akan menunjukkan kemampuan berbahasa yang dimilikinya yaitu
menunjukkan pengetahuannya tentang bahasa itu dan kemampuannya
menampilkan performansi berbahasanya dalam penggunaan nyata berbahasa
dengan menggunakan bahasa itu. Atau dengan kata lain seseorang itu telah
menunjukkan kompetensi komunikatifnya dalam berbahasa.
Canale dan Swain's menjelaskan bahwa kompetensi komunikatif adalah
interaksi antara kompetensi gramatikal/tata bahasa (pengetahuan tentang
aturan tata bahasa), dan kompetensi sosiolinguistik (pengetahuan tentang
aturan penggunaan bahasa). Hal ini memisahkan communicative competence
dengan communicative performace yang mengacu pada penggunaan bahasa
yang sebenarnya dalam situasi komunikasi yang nyata.Artinya, yang
dimaksud pengetahuan termasuk di dalamnya kompetensi
sosiolinguistik(Kushartanti et al., 2005).
Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa kompetensi komunikatif (model
pengetahuan) terdiri dari pengetahuan tentang tata bahasa, kosakata,
morfologi, sintaksis, semantik, dan fonologi (kompetensi gramatikal);
pengetahuan tentang aturan sosiokultural penggunaan bahasa dan aturan
wacana (pengetahuan sosiolinguistik); pengetahuan tentang bagaimana
mengatasi masalah yang terjadi saat berkomunikasi (kompetensi strategi).
Namun, kompetensi komunikatif tidak hanya mengacu pada baik
pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan bahasanya saat
berinteraksi dalam komunikasi yang sebenarnya.Dalam kompetensi
ditambahkan kategori baru yaitu wacana yang didefinisikan sebagai
kemampuan memproduksi ‘teks’ yang menggunakan kohesi dalam bentuk
dan keterpaduan dalam arti. Dalam model Canale dan Swain digambarkan
bagaimana pengetahuan tentang tata bahasa ditempatkan dalam kompetensi
komunikatif.
Communicative competence Actual
communication
Knowledge and skill Instances of
language use Gram
matica
l
compe
tence
Sociolinguist
ic
competence
Strategic
competenc
e
Discourse
competence
Gambar 2.11 Model Canale dan Swain
Seperti yang juga dijelaskan oleh Murcia-Freeman, organisasi
kompetensi adalah tata bahasa dan wacana.Sebagai salah satu dari tiga
dimensi yang dimiliki bahasa, tata bahasa memberi kita bentuk atau struktur
bahasa. Sementara dimensi lain adalah semantik, yang memberi makna pada
struktur bahasa, dan pragmatik. Jadi, dalam mengembangkan kompetensi
komunikatif termasuk di dalamnya menempatkan tata bahasa.
Murcia dan Freeman menegaskan bahwa kita memahami tata bahasa
adalah dengan memandang grammar sebagai tujuan berkomunikasi. Hal
tersebut relevan dengan pernyataan bahwa tata bahasa bukan hanya
sekumpulan bentuk tetapi lebih kepada keterlibatan tiga dimensi yang dirujuk
oleh ahli linguistik, yaitu (morpho) syntax,semantics, dan pragmatics. Dalam
strukturnya tata bahasa tidak hanya memiliki a morphosyntactic form, tetapi
juga untuk mengekspresikan makna (semantics) di dalam penggunaan
konteks yang sesuai(pragmatics). (Gao et al., 2000)
Oleh sebab itu di dalam mempelajari tata bahasa harus dipahami
sebagai keterlibatan tiga dimensi form, meaning, dan use. Dengan demikian,
tata bahasa dipelajari dengan menempatkan pada kompetensi berkenaan
dengan kemampuan memahami bentuk bahasa/unsur bahasa, maknanya, dan
kemampuan menggunakannya.
Dalam belajar tata bahasa dikatakan mencapai kemampuan memahami
makna dan penggunaannya, apabila penguasaan tata bahasa mengarah kepada
internalisasi. Sehingga menjadi dasar untuk memediasi penggunaan bahasa
untuk komunikasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Bachman (1990), bahkan Model
kompetensi komunikatif Bachman membagi dengan jelas apa yang
merupakan `pengetahuan' dan `keterampilan'.
MEANING
What does it mean?
(Meaningfulness)
USE
When/Why
is it used?
(Appropriateness)
FORM
How is it formed?
(Accuracy)
Gambar 2.12 The Three Dimension
“...tiga komponen dalam kemampuan komunikatif bahasa adalah
kemampuan bahasa (pengetahuan), kompetensi strategi (komponen
kompetensi bahasa kontekstual yang diimplementasikan dalam
penggunaan komunikasi bahasa yang komunikatif), dan mekanisme
psikologika (bahasa sebagai fenomena fisik ) (Gao et al., 2000).
Gambar 2.13 Component of Communicative Language Ability In
Language Use (Bachman, 1990: 85)
Model kemampuan komunikasi bahasa tersebut kemudian
dikembangkan untuk menjelaskan konsep kompetensi komponen bahasa.
Knowledge Structures
(Knowledge of the word) Language Competence
(Knowledge of language)
Strategic
competence
Psychophysiological
mechanisms
Context of
Situation
Gambar 2.14 Figure A3.4 Component of Language Competence
(Bachman, 1990: 87)
Cabang kiri pohon menyangkut aspek formal penggunaan bahasa yang
terdiri dari kompetensi gramatikal dan kompetensi tekstual.Sementara cabang
kanan pohon menyangkut kompetensi pragmatis yang didefinisikan sebagai
penerimaan ujaran penggunaan bahasa dalam konteks tertentu.
Model kompetensi komunikatif yang disarankan Celce-Murcia,
Dornyey, and Thurrel's menggambarkan kompetensi wacana tetap secara
terpisah. Sementara kompetensi aksional yang muncul sebagai pengetahuan
yang diperlukan untuk memahami `maksud komunikasi', dipisahkan dari
kompetensi sosiolinguistik. Kemampuan gramatikal dalam hal ini adalah
yang dimaksud dalam kompetensi linguistik karena mencakup leksis dan
fonologi serta sintaksis dan morfologi. (Nurhadi, 1995) Dan, kompetensi
strategis sebagai satu set keterampilan untuk mengatasi masalah komunikasi
atau kekurangan dalam kompetensi lain. (Nurhadi, 1995)
Gambar 2.15 The Celce-muria et.al.Model of Communicative
Competence
Ketiga model kompetensi komunikatif di atas menetapkan kedudukan
kompetensi gramatikal/tata bahasa sebagai bagian dari kompetensi
komunikatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa kompetensi gramatikal
menempati posisi penting sebagai komponen utama dari kompetensi
komunikatif.(H. D. Brown, 2007)
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang mengarah pada
keterampilan komunikasi, pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia
Discourse
Competenc
e
Sosio-
Cultural
competenc
Linguistic
competen
ce
Actional
competen
ce
Strategic
competenc
e
diarahkan pada kompetensi komunikatif. Itu artinya komponen kompetensi
gramatikal menjadi komponen utama. Dan, jika pengajaran Bahasa Indonesia
ditujukan untuk tujuan komunikasi berarti arah pengembangannya adalah
keterampilan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan
benar. Berbahasa dengan baik dan benar berarti mempertimbangkan
penggunaan aspek tata bahasa yang dibutuhkan saat berinteraksi dalam
komunikasi berbahasa yang sebenarnya.
Brown menggambarkan cakupan dan urutan dalam pengajaran bahasa
yang ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi. Dalam
diagram ini tergambar bagaimana aspek tata bahasa menjadi komponen
penting dalam mengembangkan keterampilan berbahasa (H. D. Brown,
2007).
Scop and Sequence
TOPICS GRAMMAR
COMMUNICATION SKILL
Listening and
Speaking
Reading and
Writing
Meeting
people
Subject
pronouns
Greeting and
introducing people
Reading
abreviation
Gambar 2.16 Cakupan dan Urutan dalam Pengajaran Bahasa menurut
Brown
Murcia (1991) menjelaskan bahwa tata bahasa merupakan variable
yang penting.Ada enam (6) variabel untuk menentukan peran tata bahasa
dalam pengajaran bahasa, yaitu age, proficiency level, educational
background, languge skills, style/register, needs and goal (H. D. Brown,
2007). "Variable umur memperhitungkan pembelajar dan pengajaran yang
sesuai keterampilan berbahasa yang dibutuhkan pembelajar.Variabel
kefasihan berbahasa diperhatikan selama tidak menjadi fokus utama yang
dikerjakan di kelas.Variabel latar pendidikan mempertimbangkan tata bahasa
dalam mengoreksi kesalahan berbahasa siswa yang berpendidikan tinggi
untuk memperbaiki keterampilan berbahasa yang sudah dimiliki. Variabel
keterampilanberbahasa menentukan bahwa keterampilan menulis menuntut
kesempurnaan bentuk gramatikal dibandingkan keterampilan lain. Variabel
ragam/register menentukan bahwa konteks berbahasa formal biasanya
membutuhkan akurasi gramatikal yang lebih besar.
Dapat disimpulkan bahwa penempatan tata bahasa dalam kompetensi
komunikatif adalah penting, tetapi harus bersama-sama dengan kompetensi
yang berhubungan dengan aturan sosiokultural dan aturan wacananya,
dengan kompetensi memproduksi teks yang memperhitungkan keterpaduan
arti, dan kompetensi mengatasi masalah komunikasi yang mungkin terjadi.
Penempatan tata bahasa sebagai komponen utama akan membantu
membangun dan mengembangkan keterampilan berkomunikasi
(communicative skill) siswa. Faktor ini harus menjadi pertimbangan guru
ketika mengajar Bahasa Indonesia di kelas. Sesuai dengan saran Murcia
bahwa guru harus menekankan apakah mengajar grammaring sebagai
keterampilan atau mengajar grammar sebagai pengetahuan (Gao et al., 2000)
Tentu sebagai jawabannya, sebagai komponen utama dalam kompetensi
komunikatif, guru harus mengajar aspek tata bahasa sebagai bagian dari
keterampilan berbahasa. Jadi, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
guru harus membantu siswa agar dapat menggunakan aspek tata bahasa
dengan tepat, bermakna, dan sesuai dengan konteks berbahasa yang
dibutuhkan dalam berkomunikasi yang sesungguhnya. Artinya, guru harus
menekankan tata bahasa tidak diajarkan sebagai ilmunya (berkenaan dengan
mempelajari unsur-unsur dan sistem bahasanya), tetapi belajar tata bahasa
sebagai keterampilan berkomunikasi.
Mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan tata bahasa
sebagai komponen utama dapat diajarkan guru menggunakan sarana buku
teks pelajaran Bahasa Indonesia. Di dalam buku teks pelajaran,
pengembangan materi tata bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan
dimensi form, meaning dan use serta menempatkannya sebagai kompetensi
gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi
strategis.
Jadi, yang dimaksud penempatan tata bahasa adalah menempatkan tata
bahasa dalam keterampilan komunikasi. Sementara, keterampilan
berkomunikasi /berbahasa atau kompetensi komunikatif adalah seperangkat
kemampuan berupa kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana, dan
kompetensi strategis. Jadi, tata bahasa sebagai kompetensi komunikatif
merupakan dimensi ‘pengetahuan’ dan ‘keterampilan’.
Gambar 2.17 Kompetensi Komunikatif
Canele dan Swain’s Kompetensi komunikatif adalah
interaksi antara kompetensi
graatikal atau tata bahasa, dan kompetensi sosiolinguistik yang
memisahkan comunicative
competence dengan comunicative performance yang mengacu pada
penggunaan bahasa dalam situasi komunikatif yang nyata
Bachman Tiga komponen dalam
komunikatif bahasa adalah kemampuan bahasa
(penegetahuan, kompetensi strategi (komponen kompetensi
bahasa kontekstual yang diimplementasikan dalam
penggunaan komunikasi bahasa yang komunikatif), dan mekanisme psikologika
(fenomena fisik)
Murcia-Freeman Tata bahasa adalah
memandang grammar sebagai tujuan berkomunikasi karena
tata bahasa lebih kepada keterlibatan 3 dimensi yang
dirujuk oleh ahli linguistik, yaitu (morpho) syntax, semantic,
dan pragmatic.
Nurhadi Kemampuan gramatikal dalam hal ini adalah yang dimaksud dalam kompetensi linguistik karena mencakup leksis dan foonologi serta sintaksis dan
morfologi.
Celce-Murcia, Dornyey, and Thurrel’s
Model kompetesnsi komunikatif yang menggambarkan
kompetensi wacana secara terppisah.
Murcia Ada enam variabel untuk
menentukan peran tata bahasa dalam pengajaran tata bahasa,
yaitu age, proficiency level, educational background,
language skills, style/register, needs and goal: variabel umur memperhitungkan pembelajar dan pengajaran yang sesuai
keterampilan berbahasa yang dibutuhkan pembelajar.
Penempatan tata bahasa adalah menempatkan tata bahasa dalam
keterampilan komunikasi/berbahasa atau kompetensi komunikatif, adalah sepereangkat kemamppuan berupa
kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana, dan kompetensi strategis.
C. Penyajian Aspek Tata Bahasa dalam Buku teks Bahasa Indonesia
Pembahasan tentang penyajian aspek tata bahasa mencakup bahan
ajar tata bahasa dalam pembelajaran dan aspek tata bahasa dalam buku teks.
Penyajian aspek tata bahasa dalam buku teks Bahasa Indonesia mencakup (a)
pengintegrasian dalam keterampilan berbahasa, (b) dalam urutan secara
deduktif atau induktif, (c) dalam materi latihan, (d) dalam bentuk penilaian.
1. Bahan Ajar Tata Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa
Pengajaran di kelas membutuhkan perencanaan berbagai perangkat
yang dibutuhkan untuk terlaksananya sebuah proses belajar mengajar, seperti:
silabus, bahan ajar, media, dan perangkat evaluasi. Sebagai salah satu
perangkat yang memiliki kedudukan yang penting, bahan ajar harus
direncanakan, dipilih, disusun, dan dikembangkan dengan cermat, memenuhi
prinsip dan syarat pengembangan bahan ajar. Nunan (1988) mengingatkan
bahwa materi harus (a) secara tegas terkait dengan kurikulum yang sedang
dilayani, (b) otentik dalam hal teks dan tugas, (c) merangsang interaksi, (d)
memungkinkan peserta didik untuk fokus pada aspek formal bahasa, (e)
mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan belajar dan
keterampilan dalam belajar, dan (f) mendorong peserta didik untuk
menerapkan keterampilan mereka berkembang dengan kata di luar kelas
(Tomlinson, 2007).
Demikian juga jika kita mempertimbangkan bahan ajar tata bahasa
dalam pengajaran bahasa yang bertujuan mengambangkan keterampilan
berbahasa. Bell dan Gower (1988) mensyaratkan bahanajar harus memenuhi
prinsip.
“(a) flexibility (b) from text to language, (c) engaging content, (d)
natural language, (e) analytic approach, (1) emphasison review, (g)
personalized practice, (h) integrated skills, (i) balance of approaches,
(j) learner development, (k ) professional respect”.(Tomlinson, 2007)
Menurut Tomlinson, bahan ajar adalah semua yang digunakan untuk
memfasilitasi siswa belajar bahasa. Berbagai bentuk bahan ajar dalam
pengajaran bahasa di kelas dapat diwujudkan.Bahan-bahan bisa berupa
linguistik/tata bahasa, tayangan/visual, simakan/auditori, atau kinestetik.
Bahan ajar bisa juga berbentuk pelajaran, pengalaman, penyelidikan, yang
dapat memberi informasibahasanya, memberikan pengalaman berbahasa
dalam penggunaanya, dapat menstimulasi penggunaan bahasa, atau dapat
membantu siswa menemukan bahasanya sendiri (Tomlinson, 2007).
Dengan demikian bahan ajar tata bahasa yang dipertimbangkan dan
akan dikembangkan untuk memfasilitasi siswa belajar keterampilan
berbahasa harus menyertakan tes dan tugas yang otentik, merangsang
interaksi dan mendorong siswa menerapkan keterampilan mereka
berkembang dengan kata di luar kelas berdasarkan pengetahuan aturan bahasa
yang dimilikinya.
Di atas semua itu, pengembangan bahan ajar tata bahasa harus tetap
berlandaskan pada bahasa adalah sebuah sistem. Bahan ajar tata bahasa
berarti harus mempertimbangkan dan mencakup kaidah-kaidah bahasa, yaitu:
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik (Nurhadi, 1995). Bahan ajar tata
bahasa harus berisi deskripsi-deskripsi yang harus dikuasai siswa berkenaan
dengan kemampuan berbahasanya.Jadi, bukan berisi aturan-aturan tata
bahasa.Rumusan tata bahasa dalam bahasa yang kembangkan dalam bahan
ajar mencakup 3 tataran yaitu tataran morfologi (subsentesial), tataran
sintaksis (sentential), dan tataran wacana (suprasentential)(Gao et al., 2000).
Menurut Widdowson bahan ajar tata bahasa hendaknya ditujukan
memahamkan siswa atas fungsinya, bukan terpaku pada kaidah-kaidahnya.
"Learners need to realize the functions of the device (i.e. grammar) as
away of mediating between words and contexts, as a powerful resource
for the purposeful achievement of meaning. A communicative approach,
properly conceived, does not involve the rejection of grammar. On the
contrary, it involves a recognition of its central mediating role ini the
use and learning of language"(Widdowson, 1990).
Bahan ajar tata bahasa yang dipertimbangkan untuk dikembangkan
dalam pembelajaran keterampilan berbahasa dapat meyakinkan siswa
perlunyafungsi perangkat berupa tata bahasa yang menjadi mediasi antara
kata-kata dan konteks sebagai sumber daya yang kuat untuk mencapai tujuan
bahasa yang bermakna.Jadi, pendekatan komunikatif yang dipahami dengan
baik, seharusnya tidak menolak tata bahasa.Sebaliknya, melibatkan
pengakuan peran sentral mediasi atau bahan ajar tata bahasadalam
penggunaan dan pembelajaran bahasa.
Menjadi keberatan berbagai kalangan bahkan juga oleh guru tentang isi
pengajaran tata bahasa, seperti: bagaimana mengajarkannya, kapan mulai
mengajarkan. Mereka menganggap pengajaran tata bahasa secara formal
tidak diperlukan, apalagi di tingkat dasar. Namun sebagian kalangan percaya
bahwa pengajaran tata bahasa merupakan komponen kunci dalampengajaran
bahasa.Untuk itu perlu diperjelas lagi tentang konsep tata bahasa (grammar)
dan tata bahasa yang digunakan (usage)(Tompkins, 2009).
Tata bahasa dideskripsikan sebagai sintaksis atau struktur bahasa atau
berkaidah, temasuk di dalamnya mengenai bentuk kata dan susunan
kalimat.Sebaliknya, usage adalah penggunaan bentuk kata yang tepat dalam
frase atau kalimat yang sesuai. Untuk itu kompenen yang harus
dipertimbangkan dalam penyajian aspek tata bahasa adalah (1) parts of
speech, (2) parts of sentences, (3) types of sentences , (4) capitalization and
punctuation, dan (5) usage parts of speech.
Part of speech.Kata terdiri atas kelas nomina, pronominal, ganti,
ajektiva, verba, adverbial, preposisi, konjungsi, dan interjeksi.Siswa belajar
mengenali kelas kata dan memahami aturan penggunaannya dalam tiap
kalimat.
Parts of sentences. Kalimat sederhana terbagi atas subjek dan predikat.
Fungsi Subjek diisi oleh kata atau frasa nomina atau pronominal.Sementara,
predikat adalah kata atau frasa verba.Siswa belajar menemukan subjek dan
predikat melalui kesesuaian verba dengan subjeknya, untuk menentukan
bagian dari kalimatnya.
Types of sentences.Kalimat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan
tujuannya. Berdasarkan strukturnya kalimat dibagi atas kalimat tunggal,
majemuk, kompleks, tergantung jumlah klausanya. Berdasarkan tujuannya
dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru.
Siswa belajar mengenali struktur dan tujuan sebuah kalimat.
Capitalization and punctuation.Penggunaan kapital dan tanda baca
untuk menandai struktur kalimat. Awal kata dan kata-kata penting dalam
kalimat diberi kapita, dan beberapa tanda baca menunjukkan struktur dalam
kalimat sedangkan tanda baca Iainnya menandai akhir kalimat. Siswa belajar
menggunakan huruf kapital dan tanda baca untuk menunjukkan struktur
kalimat yang ditulisnya.
Usage. Bahasa yang standar digunakan oleh orang-orang terpelajar
dalam berbicara dan menulis. Namun,banyak orang berbicara dengan
menggunakan dialek nonstandar. Siswa ke sekolah berbicara dalam bahasa
yang digunakannya di rumah, dan menggunakan bahasa nonstandard melalui
kegiatan membaca dan menulis. Ada dua pendekatan dalam mengajar bahasa
(Gao et al., 2000).
(1) Mengkomunikasikan bahasa yang dipelajari dengan Iangsung
berkomunikasi dengan bahasa tersebut
(2) Belajar berkomunikasi dengan mempelajari kosakata dan kaidah--
kaidah bahasanya
2. Aspek Tata Bahasa dalam Buku teks Bahasa Indonesia
Bahan ajar merupakan komponen kunci dalam kebanyakan program
bahasa. Apakah guru menggunakan buku teks, bahan institusional umumnya
berfungsi sebagai dasar menerima input bahasa bagi banyak peserta didik dan
bagi praktek bahasa yang terjadi di dalam kelas (Richards, 2001). Bentuk
yang paling jelas dan paling umum dari dukungan bahan untuk pengajaran
bahasa datang dari buku teks.(H. D. Brown, 2007).
Buku teks atau buku pelajaran Bahasa Indonesia mememiliki berbagai
fungsi, antara lain (a) menyediakan suatu sumber yang teratur dan rapi, (b)
menyajikan aneka metode dan sarana pengajaran, (c) menyajikan fiksasi awal
bagi tugas dan pelatihan , (4) menyajikan sumber bahan evaluasi dan remedial
(Tarigan & Tarigan, 2009). Jika dari fungsinya, buku –buku teks Bahasa
Indonesia, sesuai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengemban amanat
kurikulum yang berlaku, berisi submata pelajaran kebahasaan, kesusastraan,
dan keterampilan. Secara implisit amanat kurikulum mengisyaratkan mata
pelajaran kebahasaan berisi materi yang berkenaan dengan hasil pemerian
linguistik, yaitu tentang kaidah dan sistem Bahasa Indonesiayang selanjutnya
akan diajarkan dan digunakan sesuai bentuk dan maknanya.
Para penulis bahan pengajaran dan pembelajaran tata bahasa memiliki
sejumlah pertimbangan. Dalam mengembangkan bahan ajar tata bahasa
mereka juga memperhitungkan (a) usia dan tingkat peserta didik yang akan
menggunakan bahan tata bahasa, (b) sejauh mana metodologi yang digunakan
dapat memenuhi harapan baik siswa maupun guru, (c) sejauh mana setiap
konteks dan co-teks yang digunakan untuk menyajikan daerah tata bahasa
akan menarik bagi siswa (Tomlinson, 2007).
a. Materi Tata Bahasa sebagai Bahan Ajar
Bagaimana mengajarkan tata bahasa?Mengajarkan tata bahasa tidak
hanya dalam bentuk pembelajaran di kelas (H. D. Brown, 2007). Sebuah buku
tata bahasa bisa berfungsi sebagai buku referensi dan memberikan contoh
serta latihan untuk mengembangkan pengetahuan tata bahasa (Richards,
2001). Pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana mengajarkan tata bahasa
juga muncul bila tata bahasa disajikan dalam pengembangan bahan ajar
modul atau buku teks.
a) disajikan secara induktif atau deduktif?
b) menggunakan istilah-istilah atau penjelasan tata bahasanya?
c) tata bahasa dijelaskan tersendiri secara terpisah atau tergabung; dan
bagaimana hubungan tata bahasa dengan wacana?
Yang juga harus dipahami oleh guru adalah ada tantangan dalam
mengajar tata bahasa, yaitu (1) adanya kata yang frekuensi bentuk dan
pembentukannya rendah; (2) atau bentuk bahasa yang memiliki banyak
fungsi penggunaan.Untuk itu guru harus mengembangkan pemahaman atas
fakta-fakta yang relevan tentang bentuk, makna, dan penggunaan struktur
morfologi dan sintaksisnya(Gao et al., 2000).
Untuk itu Murcia dan Freeman menyarankan bahwa dalam
merencanakan pengajaran tata bahasa, juga dalam silabus, harus
memperhitungkan (1) sekuensial struktur, (2) mengenalkan berbagai aspek
dalam tata bahasa (3) gradasi tingkat kesulitan tata bahasa (4) mengajarkan
tentang bahasa bukan bahasanya.
Kemudian bagaimana mempertimbangkan semua ketentuan yang sudah
di sebutkan di atas untuk membuat urutan dalan buku teks atau dalam
kurikulum? Sangat jelas bahwa pengajaran datang dari materi yang ada dalam
buku teks. Jadi bagaimana pengajaran tata bahasa disajikan dalam buku teks
akan menentukan pengajaran tata bahasa di kelas.
Selanjutnya, Brown memberikan cara menilai buku teks. Berdasarkan
kriteria yang dirumuskan dapat diketahui syarat yang harus dipenuhi untuk
menyajikan materi tata bahasa dalam buku teks
(1) Pendekatan yang digunakan untuk menyajikan materi, apakah terintegrasi
dengan empat keteranpilan berbahasa? Apakah ada setara untuk
mengembangkan keterampilan? Apakah buku teks menekan keterampilan
seperti yang dikehendaki oleh kurikulum?
(2) Kualitas materi latihan
(3) Berurut (bagaimana diurutkan dalam buku) (H. D. Brown, 2007)
Mengenai urutan penyajian tata bahasa dalam buku teks dan kurikulum,
Brown memberi saran (H. D. Brown, 2007)
(1) Kategori tata bahasa menjadi salah satu pertimbangan
(2) Kurikulum biasanya mencerminkan urutan logika dari tata bahasa dasar
(3) Sepanjang bahasa dipelajari dalam konteks kurikulum komunikatif.
Misalnya contoh dalam mengajarkan kata. Brown menyarankan
bagaimana tata bahasa disajikan: (1) mengajarkan.kosakata, (2)
menggunakan kosakata dalam konteks, (3) menggunakan kamus
bilingual,strategi mengajar makna kata, dan (5) menerapkan strategi
impromptu.
b. Materi Tata Bahasa dalam Bentuk Latihan
Pengajaran tata bahasa dapat dilakukan melalui penanaman kebiasaan
dalam menerapkan aturan-aturan bahasa. Proses pembelajaran tersebut dalam
rangka pemerolehan bahasa. Maka, bentuk latihan yang bermakna harus
meliputi tiga dimensi, yaitu: bentuk, makna, dan penggunaan
(1) menggunakan berbagai teknik mengajar yang sesuai seperti teknik
repetisi
(2) penggunaan bentuk yang bemakna.
(3) untuk latihan dalam dimensi penggunaan ada latihan memilih bentuk
yang sesuai dengan konteksnya.
Syarat yang harus dipenuhi untuk membuat latihan tata bahasa dalam
buku teks adalah tercukupi latihan berbahasa nyata.Selain itu dapat
dipertimbangkan bentuk latihan seperti latihanmenyelesaikan atau
meneruskan, menkonversi, transformasi (Widdowson, 1990). Latihan
menyelesaikan harus dalam kerangka sintaktik yang sudah diberikan. Bentuk-
bentuk tugas latihan seperti berikut akan menjadi indikator terpenuhinya
latihan/tugas tata bahasa yang harus disajikan dalam buku teks.
Sebagai contoh jenis latihan tata bahasa dalam keterampilan komposisi
dan menulis dapat dipilih bentuk latihan-latihan: (a) melengkapi, (b)
membalik susunan (inversi), (c) mengubah bentuk (transformasi), (d)
melengkapi paragraf (kaitannya dengan wacana), (e) latihan melengkapi
paragraf (kaitannya dengan wacana). Jadi bentuk latihan/tugas tata bahasa
adalah kegiatan melengkapi tataran sintaksis dan melengkapi tataran wacana.
Apa pun pendekatan yang dipilih oleh guru tetap yang paling penting
adalah penguasaan guru itu sendiri atas aturan bahasa atau tata bahasa. Makin
dikuasainya tata bahasa oleh guru makin besar kemungkinannya untuk dapat
memberi pemahaman kepada siswa bagaimana bahasa itu dibentuk untuk
digunakan.Hal itu dianggap penting karena dalam mengajar tata bahasa guru
mengajarkan aturan-aturan kaidah dan latihan-latihan yang sesuai secara
implisit (Widdowson, 1990).
Sementara itu Brown juga menyarankan teknik penyajian mengajar tata
bahasa yang tersaji dalam buku teks.
(a) teknik terbimbing (content explanation, drill,identification)
(b) Taxonomi pertanyaan dengan kategori/jenis pertanyaan dan contoh kata
tanyanya (diadaptasi dari Kinsela 1991 dan Bloom 1956), seperti:
knowledge, comprehension, application, inference,analysis, synthesis,
evaluation question(Widdowson, 1990).
Teknik yang sesuai untuk mengajar tata bahasa grammar seperti yang
disarankan oleh Doughty&Williams (1998).
(a) dipadukan dalam konteks komunikasi yang bermakna
(b) mendukung tujuan komunikasi
(c) mendukung kelancaran berkomunikasi
(d) tidak membebani siswa dengan aturan-aturan linguistik
(e) secara jelas memotivasi keterampilan berbahasaselain itu teknik dalam
menjajikan tata bahasa dapatdigunakan kartu, objek, peta dan gambar.
Dengan demikian pembelajaran tata bahasa berkenaan dengan cakupan
dan penyajian materi tata bahasa di dalam silabus dan buku teks.Cakupan tata
bahasa meliputi kaidah-kaidah dalam tataran morfologi (subsentetial), tataran
sintaksis (sentential), dan tataran wacana (suprasentential).Sementara
penyajian tata bahasa dalam pembelajaran keterampilan berbahasa secara
deduktif atau deduktif, menggunakan istilahdan penjelasan tata bahasa,
dijelaskan terpisah atau tergabung dalam konteks wacana, terintegrasi atau
tidak dengan keterampilan berbahasa, atau seperti apa materi tata bahasa
diurutkan.
c. Materi Tata Bahasa dalam Bentuk Penilaian
Bagaimana menilai kesalahan tata bahasa.Apakah guru mengoreksi
kesalahan tata bahasa? Itulah pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan
aspek penilaian pada pengajaran yang ada materi aspek tata bahasanya.
Contoh berikut memberi gambaran menilai kesalahan tata bahasa dalam
menulis. Prinsip yang harus dipegang dalam menilai tulisan danmenjadi
panduan untuk menganalisis tulisan (first darft) adalah sebagai berikut.
(a) melihat kesalahan gramatikal dan kesalahan paragraf,
(b) mengefektifkan kalimat
(c) menanyakan kesesuaian pilihan kata dalam ungkapan kalimat atau
paragraf yang sesuai topiknya.
Dan kategori penilaian untuk menulis (diadaptasi dari J.D.Brown 1991)
meliputi: isi, organisasi, wacana, sintaksis, kosakata, dan mekanik
tulisan/karangan; di dalamnya termasuk penggunaan pungtuasi dan grafologi.
Kategori ini akan digunakan dalam menyusun komposisi pembobotan dalam
menilai tata bahasa dalam tulisan/karangan.
Termasuk yang dipertimbangkan dalam buku teks sebagai alat interaksi
belajar mengajar bahasa di kelas adalah bentuk tata bahasa yang dipilih dan
disajikan: memilih teknik repetisi, melengkapi, membalik susunan,
mengubah bentuk, melengkapi paragraf, serta menggunakan bentuk yang
bermakna, atau memilih bentuk yang sesuai konteks. Sementara bentuk
penilaiannya yang yang menjadi bagian pengembangan materi dalam
pembelajaran tata bahasa adalah menilai kesalahan gramatikal dan kesalahan
paragraf dalam menulis, seperti menilai keefektifan kalimat, kesesuaian
pilihan kata, atau kesesuaian pengembangan ide dalam paragraf.
Dan, strategi pembelajaran tata bahasa dalam hal pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran tata bahasa di dalam buku teks adalah bagaimana
teknik pembelajaran tata bahasa yang digunakan (usage), seperti teknik
terbimbing, menggunakan taxonomi pertanyaan, dipadukan dalam konteks
komunikasi yang bermakna, mendukung tujuan komunikasi, mendukung
kelancaran komunikasi, tidak disertai aturan linguistik, memotivasi,
keterampilan berbahasa, atau menggunakan kartu, objek, peta,dan gambar.
Jadi pemilihan bahan ajar untuk pengajaran tata bahasa dalam buku teks
bahasa harus memperhitungkan: usia siswa, metodologi pengajarannya,
konteks dan koteks yang menggambarkan tempat tata bahasa digunakan, tata
bahasa yang natural dalam wacana lisan dan tulis, penggunaan tata bahasa
yang menunjukkan penggunaannya yang realistis, memberikan pengalaman
berbahasa dalam penggunaanya, dapat menstimulasi penggunaan bahasa,
atau dapat membantu siswa menemukan bahasanya sendiri, mencakup
kaidah-kaidah bahasa tataran morfologi (subsentetial), tataran sintaksis
(sentential), dan fataran wacana (suprasentential) yang berisi deskripsi-
deskripsi yang harus dikuasai siswa berkenaan dengan kemampuan
berbahasanya (bukan berisi aturan-aturan tata bahasa), serta memfasilitasi
siswa belajar keterampilan berbahasa dengan latihan dan tes yang otentik,
merangsang interaksi dan mendorong siswa menerapkan keterampilan
mereka berkembang dengan kata di luar kelas.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyajian
aspek tata bahasa dalam buku teks Bahasa Indonesia SMP berkenaan dengan
terintegrasinya ke dalam keterampilan berbahasa, urutan penyajian secara
deduktif atau induktif, disajikan dalam materi latihan tata bahasa, dan
disajikan dalam materi penilaian tata bahasa.
D. Hasil Penelitian Relevan
Penelitian terhadap buku teks bahasa di sekolah telah banyak
dilakukan.Namun, telaah isi buku teks terhadap aspek kebahasaannya belum
dilakukan. Namun beberapa penelitia ini dapat dijadikan wawasan dalam
mengkaji buku teks, aspek tata bahasa, atau penelitian analisis isi. Penelitian
berikut berbeda dengan penelitian ini balk dari sudut pandang teori yang
digunakan, maupun metodologi yang diharapkan, yaitu analisis isi, dan
menggu akan latar penelitian pada buku teks bahasa Indonesia SMP yang
digunakan pada semester yang sedang berjalan.
1. Penelitian yang dilakukan Syafrizal berjudul Implementasi Prinsip-
prinsip Pembelajaran Bahasa Asing dalam Buku teks Bahasa Inggris
Sekolah Dasar. Penelitian yang dilakukan tahun 2012 merupakan
disertasi di Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta. Analisis
dalam penelitian ini menggunakan teori prinsip-prinsip pemelajaran
bahasa Inggris, dikaitkan dengan teori buku teks dan teori pemerolehan
dan pemelajaran. Metode penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu
kualitatif dengan teknik analisis isi.Hasil analisis menunjukkan bahwa
tidak semua buku teks memilikiimplementasi prinsip-prinsip
pembelajaran bahasa asing yang dianggap sangat penting.
2. Penelitian yang dilakukan Nurhadi berjudul Tata Bahasa Pedagogis
Bahasa Indonesia dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Penelitian yang
dilakukan tahun 2000 merupakan disertasi di Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.Analisis dalam penelitian ini menggunakan
teori linguistik deskriptif dan linguistik terapan sebagai landasan
linguistik, landasan psikolinguistik, dan landasan soisolinguistik
dikaitkan dengan teori belajar bahasa kedua.Metode penelitian ini
bersifat pengembangan, yaitu model penelitian pengembangan
(Research and development).Namun, juga menggunakan jenis penelitian
dokumenter berbasis analisis wacana terhadap buku teks Bahasa
Indonesia SMP, juga terhadap silabus dan materi pelajaran Bahasa
Indonesia SMP.Hasil analisis menunjukkan bahwa profil dan ruang
lingkup tata bahasa pedagogis terlihat dalam pengembangan materi,
pelaksanaan pembelajaran di kelas, dan pengembangan tes Bahasa
Indonesia.
3. Penelitian yang dilakukan Nurhayati berjudul Pengembangan Silabus
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama di
Palembang. Penelitian yang dilakukan tahun 2009 merupakan disertasi
di program pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.Analisis dalam
penelitian ini menggunakan teori silabus dan konsep-konsep bahasa yang
mendasari pengembangan silabus, yaitu bahasa sebagai pembentuk
makna dan memiliki struktur linguistik yang dapat menghasilkan
berbagai bentuk wacana atau tipe-tipe teks yang tergantung kepada
pemilihan bentuk-bentuk linguistik. Metode penelitian ini adalah jenis
penelitian pengembangan mencakup studi dokumen terhadap silabus
Bahasa Indonesia, dan analisis isi pada data evaluasi dan proses
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Hasil analisis menunjukkan
bahwa silabus yang dihasilkan, selain memenuhi dimensi isi silabus, juga
memenuhi dimensi keterampilan berbahasa dan pengetahuan bahasa
(struktur linguistik).
4. Penelitian yang dilakukan Nur Fatimah berjudul Komponen wacana
Dalam Cerita Anak Berbahasa Inggris. Penelitian mandiri swadana yang
dilaksanakan pada tahun 2009. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan mikro dan struktural makro analisis wacana. Cerita-cerita
yang diteliti menampilkan alat-alat kohesi yakni semua aspek yang
termasuk dalam aspek gramatikal yang diteliti dengan analisis wacana.
Aspek-aspek tersebut meliputi referensi, substitusi, elipsis dan
konjungsi. Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek kebahasaan agar
siswa belajar aspek kohesi dan gramatikal wacana, untuk memahami
koherensi yang ada di teks.
5. Penelitian yang dilakukan Mochamad Arifin Alatas berjudul Penalaran
dalam Paragraf Teks Tanggapan Kritis Siswa Kelas IX SMP Negeri 3
Malang. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 merupakan tesis di
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Penelitian ini
termasuk content analysis. Intrumen penelitian meliputi intrumen
pengambilan data, instrumen kodifiaksi data, dan instrumen analisis data.
Data penelitian ini berupa unsur pembangun penalaran, bentuk-bentuk
penalaran, dan pola-pola penalaran. Adapun data tersebut terdiri atas
kalimat, alinea, dan wacana yang mengandung unsur-unsur pembangun,
bentuk, dan pola penalaran. Triangulasi yang dilakukan penelitian ini
adalah triangulasi guru Bahasa Indonesia dan ahli bahasa serta
pembelajaran Bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini adalah membangun
pengetahuan menalar teks tanggapan kritis siswa.