makalah faktor personal dan situasional yang mempengaruhi sikap
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR PERSINAL dan SITUASIONAL
YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
DISUSUN OLEH:
Agung Putra
Jepri 1301110608
Jonathan R.M.D 1301114088
Mustiar Hasri
Crisjuliana Silaban 1301110881
Isabela Estina W.L 1301110348
Reni Agustina 1301113991
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
2013/2014
KATA PENGANTAR
DOSEN PEMBIM
BING
TUGAS KELOMP
OK 1
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayahnya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Berkat rahmat dan hidayah-
Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Psikologi Komunikasi ini yang
insyaallah tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak akan tuntas tanpa bimbingan
serta bantuan dari beberapa pihak. Oleh karna itu, dalam kesempatan ini penulis ucapkan
trimakasih sebesar-besarnya, khususnya kepada:
1. Ibu Nurjanah, M.Si, sebagai dosen pembimbing dari mata kuliah Psikologi
Komunikasi
2. Teman kelompok 1 selaku penulis dan pembuat makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis
butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penulisan yang lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………….. 1
1.3. Tujuan pembelajaran ………………………………………….. 1
II PEMBAHASAN
2.1. Faktor Personal ……………………………………………….. 2
2.1.1. Faktor Biologis ………………………………………. 2
2.1.2. Faktor Sosiopsikologis ………………………………. 3
2.2. Faktor Situasional ……………………………………………. 9
2.3. Contoh Faktor-faktor Personal dan Situasional ……………… 13
III PENUTUP
Kesimpulan …………………………………………………………… 15
Daftar Pustaka
ii
I. PENDAHULUAN
I.1.LATAR BELAKANG
Komunikasi adalah suatu proses. Komunikasi merupakan suatu proses
pembentukan, penyampaian dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri
seseorang dan/atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Oleh
karenanya proses yang terjadi selalu melibatkan manusia serta interaksi.
Karena komunikasi juga selalu melibatkan dua orang, pengirim dan penerima.
Ketika komunikasi dipandang secara sosial, komunikasi akan selalu
melibatkan dua orang yang berinteraksi dengan berbagai niat, motivasi, dan
kemampuan
Mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat, dan psikologi.
Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksi social harus didahului dengan
kontak dan komunikasi. Oleh karena itu setiap buku komunikasi harus
menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern teknologi komunikasi telah
berkembang begitu rupa sehinggga tidak ada satu masyarakat modern yang
mampu bertahan tanpa komunikasi.
Psikologi menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam
komunikasi pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia
komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
perilaku komunikasinya.Didalam pembahasan ini kita akan mengetahui
apasaja factor yang mempengaruhi prilaku seseorang dan bagaimana factor itu
bekerja.
I.2.RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari pembahasan kelompok kami adalah:
1. Apa saja factor personal yang mempengaruhi perilaku manusia?
2. Apa saja factor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia?
3. Apa saja contoh dari kedua factor tersebut?
I.3.TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun tujuan pembelajaran dari makalah ini adalah untuk mengetahui
factor-faktor personal dan situasional yang memepengaruhi perilaku
seseorang, dan untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah
Psikologi Komunikasi.
1
II. PEMBAHASAN
II.1. Faktor Personal
Ada seorang psikolog bernama McDougall, yang menekankan faktor
personallah yang menentukan perilaku manusia. Seperti dalam penjelasannya,
kenapa manusia berperang? Karena ia memiliki insting berkelahi. Mengapa orang
berkelompok dan membentuk organisasi? Karena ia memiliki insting
berkelompok.
Namun, popularnya Behaviorisme yang berasal dari seorang sosiolog,
Edward Ross, memporakporandakan dalil-dalil McDougall. Orang melihat faktor
situasilah yang penting. Anda boleh jadi orang yang sangat terbuka dan berterus
terang terhadap istri Anda, tetapi berjiwa tertutup ketika Anda menjadi manajer
kantor. Di kantor Anda keras, kepala batu, dan galak; di rumah, Anda tunduk
kepada istri Anda seperti kerbau dicucuk hidungnya. Ternyata, situas dan
lingkunganlah yang menentukan perilaku Anda.
Manakah di antara pendapat itu yang benar? Seperti juga konsepsi tentang
manusia, yang benar tampaknya interaksi pada keduanya. Jadi, secara garis besar
ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
II.1.1. Faktor-faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang
lain. Warisan biologis manusia menentukan perilakunya, diawali dari seluruh
DNA yang menympan memori warisan biologis yang diterima kedua
orangtuanya. Begitu besar pengaruh wari biologis sampai muncul aliran baru yang
bernama aliran sosiobiologi. hal ini bisa terlihat dari kenyataan struktur genetis
mempengaruhi kecerdasan, sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan
otak sedangkan sistem hormon dapat mempengaruhI mekanisme biologis dan
psikologis.
Pentingnya memperhatikan pengaruh faktor biologis terhadap perilaku
manusia terdapat dalam dua hal ini:
Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi.
2
Dahulu orang menyebutnya "instink", sekarang Desiderato, Howieson, dan
Jackson (1976:34) menamainya species-characteristic behavior.
Bercumbu, memberi makan, merawat anak, dan perilaku agresif adalah
contoh-contohnya.
Kedua, diakui pula adanya faktor faktor biologis yang mendorong perilaku
manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting
dari motif-motif biologis antara lain, ialah kebutuhan akan makanan
minuman, dan istirahat (disebut "visceral motives") , kebutuhan seksual,
dan kebutuhan memelihara kelsngsungan hidup dengan menghindari sakit
dan bahaya.
Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis
terhadap perilaky manusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki
pengaruh rasa lapar. Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen
setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis.
Mereka menjsdi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi.
Pada akhir minggu ke 25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi.
Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita
cantik.
Kekurangan tidur juga telah dibuktikan meningkatkan sifat mudah
tersinggung dan mengganggu cara berfikir sera menurunkan kemampuan
melakukan tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan akan
rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan kebutuhan yang
lain. Akhirnya kebutuhan seksual bukan saja pada saat tertentu menyita perhatian
manusia tetapi mempengaruhi faet-faset kehidupannya. Kebutuhan seksual
mewarnai sains, teknologi, seni: memperteguh kemesraan dan memelihara
lembaga perkawinan;memperkuat atau melemahkan konsep diri (Colemant, 1976:
97-101).
Walau demikian, manusia bukan sekedar makhluk biologis. Kalau sekedar
makkluk biologis, ia tidak berbeda dengan binatang yang lain.
II.1.2. Faktor-faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh
beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat
mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen yaitu komponen afektif, komponen
kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama, merupakan aspek
emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan
pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang
berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek
volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita
mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan
emosi.
1. Motif Sosiogenis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan
motif primer (motif biologis), sebenarnya bukan motif “anak bawang”.
Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan.
Berikut ini berbagai klasifikasi motif sosiogenis, yaitu :
W.I. Thomas dan Florian Znaniecki :
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru
2. Keinginan untuk mendapatkan respons
3. Keinginan akan pengakuan
4. Keinginan akan rasa aman
David McClelland :
1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement),
2. Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation),
3. Kebutuhan berkuasa (need for power).
Abraham Maslow :
1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs),
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs),
3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs),
3
4. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization).
Melvin H.Marx :
1. Kebutuhan organismis :
- Motif ingin tahu (curiosity),
- Motif kompetensi (competence),
- Motif prestasi (achievement).
2. Motif-motif sosial :
- Motif kasih sayang (affiliation),
- Motif kekuasaan (power),
- Motif kebebasan (independence).
Secara singkat, motif-motif sosiogenis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Motif ingin tahu: mengerti, menata, dan menduga (predictibility).
Setiap orang berusaha untuk memahami dan memperoleh arti dari
dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan untuk mengevaluasi situasi
baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai.
2. Motif kompetensi.
Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi
persoalan kehidupan apapun. Perasaan mampu sangat bergantung pada
perkembangan intelektual, sosial dan emosional. Motif kompetensi erat
hubungannya dengan kebutuhan akan rasa aman. Bila orang sudah
memenuhi kebutuhan biologinya, dan yakin bahwa masa depannya
gemilang, ia dianggap sudah memenuhi kebutuhannya akan kemampuan
diri (kompetensi).
3. Motif cinta.
4
Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi
pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya
sebagai anggora sukarela dan bukan sukar rela. Kehangatan persahabatan,
ketulusan kasih sayang, penerimaan orang lain yang hangat sangat
dibutuhkan manusia. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan
akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku
manusia yang kurang baik, orang akan menjadi agresif, kesepian, frustasi,
bunuh diri.
4. Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas.
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk
menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja
dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan
dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya.
Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis
(penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.
5. Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan
nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau
memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini
ialah motif-motif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu
apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak.
Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.
6. Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga ingin
meningkatkan kualitas kehidupan kita, ingin memenuhi potensi-potensi
kita. Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk :
5
a. Mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita dengan cara
yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, sains, atau hal-
hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif
b. Memperkaya kualitas kehidupan dengan memperluas rentangan dan
kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan
darmawisata
c. Membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang
lain di sekitar kita
d. Berusaha “memanusia”, menjadi personal yang kita dambakan
(Rakhmat, 2005:39).
2. Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan
yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah
sejenis motif sosiogenis yang diperoleh malalui proses belajar. Ada pula yang
melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan
respons (Rakhmat, 2005:39). Dari berbagai definisi, kita dapat menyimpulkan
beberapa hal, yaitu :
1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku,
tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara
tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang,
tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak
ada istilah sikap yang berdiri sendiri.
2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau
kontra terhadap sesuatu. Menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus
dihindari.
6
3. Sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap
politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami
perubahan.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai
menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bem memberikan
definisi sederhana “Attitudes are likes and dislikes.” (Rakhmat, 2005:40).
5. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan
hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
3. Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala
gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis. Misalnya, bila orang yang
kita cintai mencemooh kita, kita akan bereaksi secara emosional, kemudian
jantung akan berdetak cepat dan napas terengah-engah, kemudian kita akan
balas mencemooh atau bahkan memukulnya. Emosi tidak selalu jelek. Emosi
merupakan bumbu dalam kehidupan; tanpa emosi hidup manusia kering dan
gersang.
Ada 4 (empat) fungsi emosi, sebagai berikut:
1. Emosi adalah pembangkit energy/energizer
Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasakan,
mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan
memobilisasi energi kita; misalnya marah menggerakkan kita untuk
menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, cinta menggerakkan kita
untuk berdekatan dan bermesraan, dan sebagainya.
2. Emosi adalah pembawa informasi/massage
Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika
kita marah, kita mengetahui bahwa kita diserang oleh orang
lain; sedih berarti kita kehilangan sesuatu atau seseorang, jika
kitabahagia berarti kita memperoleh sesuatu yang kita senangi, dan
sebagainya.
3. Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal,
akan tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal.
7
Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh
emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup dan menarik, dan dinamis
serta lebih meyakinkan. Pembicara yang menyampaikan materi pidatonya
dengan luapan penuh emosi dan diperkuat dengan komunikasi nonverbal
lebih menarik untuk diperhatikan oleh khalayak daripada pembicara yang
statis dan ‘datar-datar” saja.
4. Emosi merupakan sumber informasi mengenai keberhasilan kita.
Jika mendambakan kesehatan, maka kita mengetahuinya ketika kita
merasa sehat wal afiat. Jika kita menginginkan keindahan, maka kita
memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetika dan merasakan
adanya ”rasa halus” dalam jiwa dan hati kita.
Dari sisi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat da nada juga
yang berlangsung lama. Mood adalah emosi yang menetap selama berjam-jam
atau beberapa hari. Mood mempengaruhi persepsi atau penafsiran kita pada
stimuli yang merangsang alat indera kita. Bila mood atau suasana emosial ini
menjadi kronis dan menjadi bagian dari struktur kepribadian orang, kita
menyebutnya temperamen, misalnya pemarah, penyedih dan ceria.
II.2. Faktor Situasional
Edward G. Sampson merangkum aspek-aspek objektif dari lingkungan
mengenai faktor situasional sebagai berikut:
a. Faktor Ekologis
Kaum determinasi lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam
mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Banyak orang menghubungkan
kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencarian bertani dan matahari yang
selalu bersinar setiap hari. Sebagai pandangan mereka telah diuji dalam
berbagai penelitian, seperti efek temperatur pada tindakan kekerasan, perilaku
interpersonal, dan suasana emosional. Yang belum diteliti, Antara lain
8
pengatuuh temperatur ruang pada efektivitas komunikasi. Factor ekologis
dipengaruhi pula oleh faktor geografis dan fator iklim serta meteorologis.
b. Faktor desain dan arsitektural
Dewasa ini telah tumbuh perhatian dikalangan para arsitek pada
pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap perilaku penghuninya.
Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi diantara
orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu. Osmond (1957)
dan Sommer (1969) membedakan Antara desain bangunan yang mendorong
orang untuk berinteraksi (aociopetal) dan rancangan bangunan yang
menyebabkan orang menghindari interaksi (sociofugal). Pengaturan ruang
juga telah terbukti mempengaruhi pola-pola perilaku yang terjadi ditempat itu.
c. Faktor Temporal
Telah banyak diteliti pengaruh waktu terhadap bioritma manusia.
Misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh manusia berada
pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam; pada pukul
10, bila Anda orang introvert, konsentrasi dan daya ingat anda mencapai
puncaknya; dan pukul 3 sore orang-orang ekstrover mencapai puncak dalam
kemampuan analisis dan kreativitas (Panati, 1981: 128). Tanpa mengetahui
bioritma sekalipun banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu, makanan,
pergi kesekolah, bekerja, beristirahat, berlibur, beribadat, dan sebagainya.
Suatu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan memeberikan
makna yang lain bila disampaikan pada tengah malam. Jadi, yang
mempengaruhi manusia bukan saja dimana mereka berada tetapi juga
bilamana mereka berada.
d. Suasana Perilaku (Bahavior Setting)
Selama bertahun-tahun, Roger Barker dan rekan-rekanya meneliti efek
lingkungan terhadap individu. Lingkungan dibaginya kedalam beberapa
satuan yang terpisah, yang disebut suasana perilaku. Pesta, raung kelas, took,
rumah ibadat, pemandian, bioskop, adalah contoh-contoh suasana perilaku.
Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku
9
orang-orang yang didalamnya. Dimasjid orang tidak akan berteriak keras,
seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara ibadat. Dalam suatu
kampanye dilapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan
menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda daripada ketika ia berbicara
dihadapan kelompok kecil diruang rapat partai.
e. Teknologi
Pengaruh teknologi terhadap perilaku manusia sudah sering
dibicarakan orang. Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam
perilaku sosial. Alfin Tofler menuliskan tiga gelombang peradaban manusia
yang terjadi sebagai akibat perubahan teknologi. Lingkungan teknologis
(technosphere) yang meliputi system energi, system produksi, dan system
distribusi, membentuk serangkaian perilaku sosial yang sesuai dengannya
(sociosphere). Bersama dengan itu tumbuh pola-pola penybaran informasi
(infosphere) yang mempengaruhi suasana kejiwaan (psychosphere) setiap
anggota masyarakat. Dalam ilmu komunikasi, Marshall McLuhan (1964)
menunjukan bahwa nentuk teknologi komunikasi lebih penting daripada isi
media komunikasi. Missalnya, kelahiran mesin cetak mengubah masyarakat
tribal menjadi masyarakat yang berpikir logis dan individualis; sedangkan
kelahiran televisi membawa manusia kembali pada kehidupan noe-tribal.
f. Factor-faktor sosial
System peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur
kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah factor-faktor sosial
yang menata perilaku manusis. Dalam organisasi, hubungan Antara anggota
dengan ketua diatur oleh system peranan dan norma-norma kelompok. Besar-
kecilnya organisasi akan mempengaruhi jaringan komunikasi dan sistem
pengambilan keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan,
karakteristik biologis, mempengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota
populasi itu. Kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang pasti berbeda
dengan kelompok anak-anak muda. Dari segi komunikasi, teori penyebaran
inovasi (Rogers & Shoemaker, 1971) dan teori keritik (Habermas, 1979)
10
memperlihatkan bagaimana system komunikasi sangat dipengaruhi oleh
struktur sosial.
g. Lingkungan psikososial
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau
mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu.
Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut sebagai iklim (climate). Dalam
organisasi, iklim psikososial menunjukan persepsi orang tentang kebebasan
individual, keketatan pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat
keakraban. Pola-pola kebudayaan yang dominan atau ethos, ideology dan nilai
dalam persepsi anggota masyarakat, mempengaruhi seluruh perilaku sosial.
Ruth Benedict (1970), misalnya, membedakan Antara masyarakat yang
mempunyai synergy tinggi dengan masyarakat yang ber-synergy rendah. Pada
masyarakat pertama, orang belajar sejak kecil bahwa ganjaran yang
diterimanya terpaut erat dengan ganjaran yang diterimanya terpaut erat dengan
ganjaran kolektif. Cita-cita perorangan dicapai melalui usaha bersama. Pada
masyarakat seperti ini orang cenderung untuk mempengaruhi kepentingan
dirinya, bersifat kompromitif. Perilaku sosial yang sebaliknya terjadi pada
masyarakat yang ber-sybergy rendah. Margareth Mead (1928), walaupun
belakangan dikeritik orang, mewakili aliran deteminisme budaya, yang
menunjukan bagaimana nilai-nilai yang diresap anak pada waktu kecil
mempengaruhi perilakunya dikemudian hari.
h. Stimuli yang Mendorong dan Memperteguh Perilaku
Berdasarkan penelitian psikologi sosial, seperti Fredericsen Price, dan
Bouffard (1972), meneliti kendala situasi yang mempengaruhi kelayakan
melakukan perilaku tertentu. Ada situasi yang memberikan rentangan
kelayakan perilaku (behavioral appopriatenes), seperti situasi ditaman, dan
situasi yang banyak memberikan kendala ada perilaku, seperti tempat
beribadat. Situasi yang permisif memungkinkan orang untuk melakukan
banyak hal tanpa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif
menghambat orang untuk berperilaku sekehendak hatinya.
11
Factor-faktor situasional yang diuraikan diatas tidaklah mengesampingkan
faktor-faktor personal yang disebutkan sebelumnya. Kita mengakui besarnya
pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Tetapi manusia
memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya, sesuai
dengan karakteristik personal yang dimiliknya. Perilaku manusia memang
merupakan hasil interaksi yang menarik Antara keunikan individual dengan
keumuman situasional
1.2. Contoh Faktor-faktor Personal dan Situasional
1. Faktor Personal
Faktor personal adalah faktor dasar yang terdapat didalam diri setiap
individu. Seperti misalnya, seseorang individu akan selalu berinteraksi
dengan orang lain. Karna manusia adalah makhluk sosial. Jadi manusia
tidak akan bisa hidup tanpa berinteraksi dengan orang lain disekitarnnya.
Adapun secara garis besar. Factor personal dibagi atas faktor biologis dan
sosiopsikologis.
a. Factor Biologis
Adapun contoh dari factor biologis adalah manusia memerlukan
makanan untuk ia bertahan hidup. Seperti misalnya pada saat
seseorang yang kelaparan dan tidak mempunyai uang dia akan nekat
melakukan apa saja agar bisa mendapatkan sesuap nasi, walawpun
yang ia lakukan itu menentang hokum. Salah satu perilaku tertentu
yang merupakan bawaan manusia yaitu menyatakan cinta. Seseorang
yang merasakan jatuh cinta, mereka akan berperilaku diluar
kebiasaanya.
b. Factor sosiopsikologis
Didalam fsktor sosiopsikologis kita mengklasifikasikan tiga komponen
yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatis.
Contoh dari komponen kognitif ketika seseorang mengetahui sesuatu
12
yang baru, misalnya ketika orang desa dikenalkan tentang internet.
Dari cara memperkenalkan internet itu akan mengubah mereka dari
yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Komponen afektif, seperti
misalnya dari contoh diatas pada komponen kognitif mereka menjadi
tahu apa itu internet, nah pada komponen iniakan terjadi perubahan
sikap diantara pengguna internet itu, seperti misalnya mereka akan
memakai internet karena menurut mereka dapat membaca berita lebih
cepat dibandingkan dengan Koran. Dan konponen konatif berkaitan
dengan tindakan kita seperti contoh internet tadi, internet akan
mempengaruhi tindakan penggunanya seperti malas untuk mencari
suatu jawaban. Dengan menggunakan google maka semua tugas akan
selesai.
2. Faktor Situasional
Cantoh dari factor ini seperti ketika seseorang berada pada geodrafis yang
berbeda. Seperti misalnya, pada saat ketika seseorang berada di kutub
utara dengan di gurun sahara. Mereka akan menyesuaikan pakaian yang
sesuai dengan keadaanya. Tidak mungkin seseorang mengenakan pakaian
tipis di kutub utara. Dan tidak mungkin juga seseorang mengenakan jaket
tebal di gurun sahara. Jadi, keadaan geografis dan temperature akan
mempengaruhi factor situasional seseorang.
13
III. PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
1. Dalam setiap tindakan atau interaksi sosial dalam masyarakat yang
dilakukan seorang individu pasti memiliki faktor tertentu.
2. Ada dua perspektif faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia,
yakni:
Faktor biologis
Faktor biologis yang dimaksud adalah faktor DNA yang merupakan
struktur dalam tubuh manusia yang menyimpan memori warisan
biologis dari orang tua. Struktur ini dapat mempengaruhi kecerdasan,
sensasi, emosi dan juga mempengaruhi mekanisme biologis. Selain itu
terdapat pula perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia bukan
dibentuk dari situasi atau lingkungan. Misalnya memberi makan dan
merawat anak. Ada pula motif biologis yang merupakan faktor
biologis yang mendorong perilaku manusia. Contoh dari motif ini
adalah kebutuhan akan makanan dan minuman serta istirahat.
Faktor sosiopsikologis
manusia merupakan makhluk sosial sehingga dalam proses kehidupannya
dalam sebuah lingkungan ia memperoleh karakteristik yang
14
mempengaruhi hidupnya. Kita dapat mengklasifikasikannya dalam tiga
komponen, komponen afektif , komponen kognitif dan komponen konatif.
3. Selain faktor personal, faktor situasional tidak kalah mempengaruhi
perilaku manusia. Hal ini berasal dari asumsi bahwa respons otak
dipengaruhi suasana yang melingkupi organisme (Packard, 1978:45).
Faktor situasional yang dimaksud dapat berupa faktor ekologis, temporal,
rancangan dan arsitektual, suasana, lingkungan dan lainnya. Faktor
situasional memberikan pengaruh besar terhadap perilaku, namun setiap
individu memberikan reaksi berbeda sesuai karakter personal masing-
masing.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat Jalaludin, 2008. Psikologi Komunikasi. PT REMAJA
ROSDAKARYA. Bandung
15