bab ii kajian pustaka -...

27
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori akan dibahas mengenai hasil belajar, teori Gagne dan metode kerja kelompok. 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Dimyati dan Mudjiono (2006:3) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Abdurrahman (2003:28) berpendapat bahwa ”…hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”. Perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti pembelajaran terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan. Menurut 2.1.1.2 Aspek dan Tipe Hasil Belajar Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2011: 22) membagi hasil belajar menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah kognitif dijabarkan dalam beberapa tipe antara lain: a) Tipe hasil belajar pengetahuan yang termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi baik bidang Matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham

Upload: doquynh

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

5

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam kajian teori akan dibahas mengenai hasil belajar, teori Gagne dan

metode kerja kelompok.

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2006:3) berpendapat bahwa hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi

guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi

siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Abdurrahman

(2003:28) berpendapat bahwa ”…hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan

perilaku yang relatif menetap”. Perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti

pembelajaran terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap

perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah pengetahuan,

pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,

jasmani, budi pekerti, dan sikap.

Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang

telah diajarkan. Menurut

2.1.1.2 Aspek dan Tipe Hasil Belajar

Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2011: 22) membagi hasil belajar

menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian,

serta sikap dan cita-cita. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam

rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif,

psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah

kognitif dijabarkan dalam beberapa tipe antara lain: a) Tipe hasil belajar

pengetahuan yang termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun

tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi

semua bidang studi baik bidang Matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial,

maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

6

bagaimana menggunakan rumus tersebut, hafal kata-kata akan memudahkan

untuk membuat kalimat; b) Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada

pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan

kalimatnya sediri sesuai yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari

yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain;

c) Aplikasi adalah pengunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.

Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan

abstraksi kedalam situasi baru tersebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkan

pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan; d)

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-

bagian sehinga jelas hierarkirnya dan/atau susunannya. Analisis merupakan

kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe

sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang

komprehensif dan dapat memilahkan intregritas menjadi bagian-bagian yang tetap

terpadu untuk beberapa hal untuk memahami prosesnya, untuk hal lain memahami

cara kerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematiknya; e) Hasil belajar

sintesis adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan untuk menyatukan

beberapa jenis informasi yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk komunikasi

yang baru dan lebih jelas dari sebelumnya; f) Evaluasi adalah pemberian

keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,

cara bekerja, pemecahan, metode, material, dan lain-lain.

Hasil belajar seseorang objek evaluasi tidak hanya bidang kognitif, tetapi

juga hasil belajar belajar bidang afektif dan psikomotorik. Untuk melengkapi

bahan kajian penilaian hasil belajar kognitif, berikut ini dijelaskan tipe hasil

belajar afektif dan psikomotorik.

Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli

mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila

seseorang telah memeiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil

belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak

menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa

pada berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

7

motivasi belajar, menghargai guru teman sekelas, kebiasaan belajar, dan

hubungan sosial.

Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus

menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan harus tampak pada proses belajar

hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu penting dinilai hasil-hasilnya.

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar kategori

dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks,

yaitu: 1) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima

rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah,

situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk

memberikan stimulus, control, dan seleksi rangsangan dari luar; 2) Responding

atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang

datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam

menjawab stimulus dari luar yang akan datang kepada dirinya; 3) Valuing

(penilaian) berkenaan nilai dan kepercaan terhadap gejala atau stimulus tadi.

Dalam evaluasi ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau

pengalaman untuk menerima nilai tersebut; 4) Organisasi, yakni pengembangan

dari nilai ke suatu sistem organisasi, termasuk hubungan nilai dari satu nilai

dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya,

yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem

nilai, dll; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni kepaduan semua

sistem yang telah dimiliki seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian dan

tingkah lakunya termasuk keseluruhan nilai karakteristiknya.

Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu: 1) Gerakan reflek

(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); 2) Keterampilan pada gerakan-

gerakan dasar; 3) Kemampuan preseptual, termasuk di dalamnya membedakan

visual, membedakan auditif, motorik, dan lain-lain; 4) Kemampuan di bidang

fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill,

mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; 6)

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

8

Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan

ekspresif dan interpreaktif.

Dari penjabaran tipe hasil belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa

klasifikasi hasil belajar terdapat 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang memiliki 6 tipe yaitu tipe

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi. Ranah afektif

adalah ranah yang berkenaan dengan sikap dan nilai seseorang yang mengalami

perubahan setelah melalui proses belajar dan perilaku dalam perubahan tersebut

seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai

guru dan teman di kelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ranah

psikomotorik adalah ranah yang tampak pada tingkah laku siswa atau respon

siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2.1.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun

eksternal. Sudjana (1989:39) dalam hal ini menyatakan bahwa hasil belajar yang

dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan

faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor

dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang

dikemukakan oleh Clark (1981) menyatakan bahwa hasil belajar di sekolah 70 %

dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.

Sudjana (2002:39) mengemukakan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan

yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran

Ali Muhammad (2004: 14) mengatakan bahwa "Belajar adalah suatu

perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" Perubahan perilaku

dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi

biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil

apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi

perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.

Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran.

Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

9

Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap

(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,

diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode

kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.

Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan

memengaruhi hasil belajar siswa.

2.1.2 Teori Gagne

Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada

Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,

yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne

mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi

Gagne.

2.1.1.1 Taksonomi Gagne

Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda

dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian

rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.

Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati

sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga

kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena

belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan

pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat

menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.

Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:

9

Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap

(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,

diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode

kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.

Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan

memengaruhi hasil belajar siswa.

2.1.2 Teori Gagne

Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada

Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,

yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne

mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi

Gagne.

2.1.1.1 Taksonomi Gagne

Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda

dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian

rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.

Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati

sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga

kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena

belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan

pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat

menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.

Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:

9

Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap

(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,

diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode

kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.

Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan

memengaruhi hasil belajar siswa.

2.1.2 Teori Gagne

Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada

Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,

yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne

mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi

Gagne.

2.1.1.1 Taksonomi Gagne

Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda

dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian

rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.

Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati

sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga

kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena

belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan

pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat

menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.

Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

10

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan

tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus

menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah

gambar berikut:

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat

kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil

belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:

a. Informasi Verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk

mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi

verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat

diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat

menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku

kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian

contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.

b. Keterampilan Intelektual

Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat

memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.

Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas

keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar

yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar

rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar

pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut

10

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan

tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus

menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah

gambar berikut:

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat

kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil

belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:

a. Informasi Verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk

mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi

verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat

diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat

menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku

kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian

contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.

b. Keterampilan Intelektual

Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat

memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.

Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas

keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar

yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar

rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar

pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut

10

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan

tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus

menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah

gambar berikut:

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat

kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil

belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:

a. Informasi Verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk

mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi

verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat

diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat

menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku

kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian

contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.

b. Keterampilan Intelektual

Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat

memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.

Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas

keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar

yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar

rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar

pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

11

kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang

paling kompleks belajar pemecahan masalah.

1) Belajar Isyarat

Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa

kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga

menimbulkan suatu respon emosional pada individu yang bersangkutan.

Sebagai contoh, sikap guru yang sangat menyenangkan siswa, dan

membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi

pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Disisi lain, misal pada suatu

kelas yang diberikan pelajaran geometri, seorang anak yang tak dapat

mengerjakan soal geometri tersebut dicemoohkan oleh guru. Karena

cemoohan guru tersebut anak tidak dapat menyenangi pelajaran

Matematika.

2) Belajar Stimulus Respon

Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu

isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar

yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar

stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar

sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon

yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara

stimulus dan respon. Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan

persegi setelah gurunya menyebutkan persegi, siswa mengumpulkan benda

persegi setelah disuruh oleh gurunya.

3) Belajar Rangkaian Gerak

Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut

dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam

suatu rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya

yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai contoh, misalnya

seorang anak akan menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang

jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut anak tadi

melakukan beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama lain.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

12

Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian stimulus respon, dengan langkah-

langkah sebagai berikut: anak memegang sebuah jangka, meletakkan salah

satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat

lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi, setelah itu

meletakkan ujung jangka lainnya sesuai dengan panjang jari-jari, lalu

memutar jangka tersebut.

4) Belajar Rangkaian Verbal

Belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar

rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih

stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan

dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.

Contoh, ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus

respon yang kedua, yang memungkinkan anak tersebut menamai benda

yang diamati tersebut. Contoh dalam Matematika, seorang anak

mengamati sebuah segi empat tegak yang keempat sisi-sisinya sama

panjang, maka nama segi tersebut adalah persegi.

5) Belajar Memperbedakan

Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan

stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik

dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan

keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu

objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol

lainnya. Terdapat dua macam belajar memperbedakan yaitu

memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. Contoh

memperbedakan tunggal, siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai

lingkungan tertutup sederhana yang terbentuk dari gabungan tiga buah

ruas garis. Contoh memperbedakan jamak, siswa dapat menyebutkan

perbedaan dari dua jenis segitiga berdasarkan besar sudut dan sisi-sisinya.

Berdasarkan besar sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi

terpanjang adalah sisi miringnya, sementara pada segitiga sama sisi besar

sudut-sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi-sisinya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

13

6) Belajar Pembentukan Konsep

Belajar pembentukan konsep adalah belajar mengenal sifat

bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan

menjadi satu. Misalnya untuk memahami konsep persegi panjang anak

mengamati daun pintu rumah (yang bentuknya persegi panjang), papan

tulis, bingkai foto (yang bentuknya persegi panjang) dan sebagainya.

Untuk hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari

belajar memperbedakan. Belajar memperbedakan menginginkan anak

dapat membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang

berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar

anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok

yang memiliki karakteristik sama.

7) Belajar Pembentukan Aturan

Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah

dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam Matematika

misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam

segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat

sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan

anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh,

terdapat sebuah segitiga dengan sisi siku-sikunya berturut-turut

mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm. Guru meminta anak untuk

menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi

miringnya, anak memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi

“pada suatu segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan

jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”. Dengan menggunakan aturan di atas

diperoleh 32 + 42 = 25 = 52, jadi panjang sisi miring yang ditanyakan

adalah 5 cm.

8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)

Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi

derajatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning).

Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

14

terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh belajar

memecahkan masalah, mencari selisih kuadrat dua bilangan yang sudah

diketahui jumlah dan selisihnya, yaitu : a + b = 10, a – b = 4, a2 – b2 = ...

Siswa diharapkan menggunakan aturan bahwa ,a2 – b2 = (a + b) (a – b),

sehingga tanpa mencari a dan b, siswa menemukan a2 – b2 = 10 x 4 = 40.

c. Strategi Kognitif

Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan

serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis,

dan sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga

memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir anak terarah. Contoh

tingkah laku akibat kapabilitas strategi kognitif adalah menyusun langkah-langkah

penyelesaian masalah Matematika.

d. Sikap

Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat

terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang

diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula

negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud,

apakah sebagai objek yang penting atau tidak. Contoh, seseorang memasuki toko

buku yang di dalamnya tersedia berbagai macam jenis buku, bila orang tersebut

memiliki sikap positif terhadap Matematika, yang memengaruhi orang tersebut

dalam memilih buku Matematika atau buku yang lain selain buku Matematika.

e. Keterampilan Motorik

Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik,

kita dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-

otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam

mendemonstrasikan alat-alat peraga Matematika merupakan salah satu contoh

tingkah laku kapabilitas ini. Contoh lain yang lebih sederhana misalnya

kemampuan menggunakan penggaris, jangka, sampai kemampuan menggunakan

alat-alat tadi untuk membagi sama panjang suatu garis lurus.

Berdasarkan uraian tentang kapabilitas dapat ditegaskan bahwa ada lima

ragam belajar yaitu informasi verbal yang menyatakan informasi, kemampuan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

15

intelektual merespon situasi yang berbeda dengan memanipulasi simbol seperti

huruf, angka, rumus, dan kata. Seifert (2012:128) menyatakan dalam teori Gagne

melalui metode kerja kelompok bentuk kecakapan intelektual paling kongkrit

adalah kecakapan belajar memperbedakan: membedakan obyek dari ciri-ciri nyata

obyek tersebut. Jenis ketiga dari belajar kognitif adalah strategi kognitif. Obyek

dari proses pemikiran pemelajar itu sendiri. Strategi kognitif membantu siswa

mengelola belajar mereka serta ingatan dan pemikiran mereka. Sikap merupakan

kaitan antar keadaan-keadaan akan memengaruhi perilaku tetapi secara tidak

langsung menentukan kinerja unjuk tindak, menunjukkan sikap pada siswa

tindakan apa yang tidak efektif. Jenis kelima, keterampilan motorik mengacu pada

tindakan fisik yang baru dipelajari yang tidak bisa dilakukan sebelum belajar,

seperti memberi serve dalam permainan tenis.

2.1.1.2 Tahapan Belajar Menurut Gagne

Sembilan tahap belajar disajikan dalam tabel 2 yang dikategorikan dalam

tiga tahapan umum: a) persiapan belajar; b) akuisisi dan kinerja yang merupakan

peristiwa inti di dalam mempelajari kapabilitas baru dan c) transfer belajar yang

memberikan aplikasi untuk kapabilitas baru di dalam konteks yang baru.

Persiapan belajar bertujuan mempersiapkan diri untuk belajar termasuk di

dalamnya adalah memerhatikan stimuli untuk belajar (dapat berupa tulisan,

ucapan gambar, atau model manusia), membangun harapan ke arah tujuan belajar,

dan mengambil informasi yang relevan dan/atau keterampilan dari ingatan jangka

panjang untuk dimasukkan ke ingatan jangka pendek. Biasanya tahapan ini hanya

butuh waktu beberapa menit. Pentingnya harapan karena memengaruhi pemilihan

hasil yang tepat disetiap tahapan pemrosesan informasi selanjutnya. Misalnya,

jika seseorang ingin belajar cara mencari besaran resistansi dalam sirkuit listrik,

karakteristik sirkuit listrik yang relevan dengan tujuan itu akan diproses dan yang

lainnya akan diabaikan (Gagne dalam Gredler 2011: 185).

Mengambil kapabilitas yang relevan dari ingatan jangka panjang adalah

juga penting untuk proses belajar baru. Dalam mempelajari konsep segitiga,

misalnya anak harus pertama-tama mengingat bahwa bentuk bersisi tiga berbeda

dengan bentuk geometris lainnya (belajar membedakan).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

16

Tabel 2Ringkasan Sembilan Tahapan Belajar dalam Teori Gagne

Deskripsi Tahapan Fungsi

Persiapanbelajar

1. Memerhatikan

2. Harapan

3. Pengambilan kembali(informasi yang relevandan/atau keterampilan) untukdibawa ke ingatan kerja

Memberi peringatan bagipemelajar terhadap adanyastimulus

Mengorientasikan pemelajarpada tahap belajar

Memberi ingatan tentangkapabilitas yang diperlukan

Akuisisidankinerja

4. Perspektif selektif terhadapciri stimulus

5. Pengkodean semantik

6. Pengambilan kembali danrespons

7. Penguatan

Memungkinkan penyimpananstimulus penting secaratemporer di dalam ingatankerja

Transfer ciri stimulus daninformasi terkait ke dalamingatan jangka panjang

Mengembalikan informasiyang tersimpan ke peng-gerakrespons individual danmengaktifkan respons

Mengkonfirmasi harapanpemelajar tentang tujuanbelajar

Transferbelajar

8. Pengambilan petunjuk

9. Kemampuan generalisasi

Memberikan petunjuktanbahan untuk pengingatankapabilitas di waktumendatang

Memperkaya transfer belajarke stimulus baru

Sumber: Gredler (2011:186)

Akuisisi dan kinerja yang dirujuk sebagai fase inti dari belajar terdiri dari

empat tahap yaitu tahap persepsi selektif, pengkodean semantik, pengambilan

kembali, dan respons serta penguatan. Dari tahap ini menurut Gagne dalam

Gredler (2011:186) pengkodean adalah tahap sentral penting dalam belajar. Tanpa

pengkodean, belajar tidak akan terjadi.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

17

Kode yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau beberapa

organisasi informasi bermakna lainnya. Dalam mempelajari konsep segitiga

misalnya, anak mengodekan berbagai macam contoh segitiga dengan tekstur dan

warna yang berbeda-beda. Tetapi untuk keterampilan motorik, pemelajar

mengodekan gambar visual dari keterampilan itu dan melakukan aktivitas rutin

yang dibutuhkan untuk melakukan bagian dari kinerja. Kegiatan inti dari belajar

diakhiri dengan kinerja atau konfirmasi belajar baru. Jika anak belajar konsep

segitiga, dia akan mengidentifikasi contoh segitiga dengan beragam ukuran,

warna, dan material. Untuk keterampilan motorik, siswa menunjukkan kinerja

fisiknya.

Langkah selanjutnya adalah tanggapan terhadap prestasi tujuan belajar.

Arti penting dalam tanggapan menurut Gagne dalam Gredler (2011:187) adalah

diambil dari konsep penguatan Estes (1972) yakni tanggapan memperkuat

pemelajar ketika ia mengkonfirmasikan bahwa tujuan telah tercapai atau telah

dikuasai. Dengan kata lain tanggapan memperoleh daya penguat dengan

mengonfirmasi harapan pemelajar.

Transfer belajar. Belajar yang baru tidak boleh dibatasi hanya pada situasi

yang diperkenalkan dalam pembelajaran inti. Tahapan terakhir dari belajar

mencakup kesempatan untuk mengaplikasikan aktivitas belajar ini ke dalam

situasi baru dan mengkonstruksi petunjuk tambahan untuk diingat kembali kelak.

Kemampuan untuk menggeneralisasikan ke situasi baru ini juga dikenal sebagai

transfer lateral. Misalnya pemelajar harus dapat menunjukkan segitiga di dalam

suatu gambar geometris dan menggambar segitiga di selembar kertas.

Dari uraian mengenai tahapan belajar dalam teori Gagne, dapat diambil

kesimpulan pada awalnya pemelajar harus memerhatikan stimuli untuk belajar,

membangun harapan terhadap tujuan belajar, dan mengambil informasi yang

relevan dan/atau keterampilan dari ingatan jangka panjang. Dalam peristiwa inti

belajar, pemelajar secara selektif memahami informasi yang relevan di dalam

lingkungan, mengodekan informasi ke dalam ingatan jangka panjang (kegiatan

penting dalam belajar), dan kemudian mengambil kembali kode itu dan

melakukan respons. Kemudian umpan balik tentang pencapaian tujuan akan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

18

memperkuat pemelajar denngan mengonfirmasikan harapannya. Pemelajar

mengakhiri proses dengan pengaplikasian belajar baru itu dalam konteks dan

situasi baru. Tahapan ini juga melahirkan petunjuk tambahan untuk pengingatan

kapabilitas di masa depan.

2.1.1.3 Langkah-Langkah Pembelajaran dalam Teori Gagne

a. Kejadian-Kejadian Belajar

Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan-informasi

(Ratna: 1988), Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar

(learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat

distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan

suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa menunjukkan satu tindakan belajar

menurut Gagne. Setiap fase diberi nama, dan di bawah masing-masing fase

terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian

belajar, yang berlangsung selama fase itu. Kejadian-kejadian belajar itu akan

diuraikan di bawah ini:

1) Fase Motivasi (motivatim phase)

Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan,

bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat

mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang

suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka

untuk memperoleh nilai/angka yang lebih baik.

2) Fase Pengenalan (apperehending phase)

Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari

suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa

memerhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan guru, atau

tentang ciri-ciri utama dari suatu bangun ruang. Guru dapat memfokuskan

perhatian terhadap informasi yang penting, misalnya dengan berkata: “Perhatikan

kedua sudut yang Ibu katakan, apakah ada perbedaannya?” Terhadap bahan-bahan

tertulis dapat juga melakukan demikian dengan menggarisbawahi kata, atau

kalimat tertentu, atau dengan memberikan garis besarnya untuk setiap bab.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

19

3) Fase Perolehan (acquisition phase)

Bila siswa memerhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk

menerima pelajaran. Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan dalam bab-bab

terdahulu, bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu

diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang

telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran

mental dari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru

dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan penggunaan

pengaturan-pengaturan awal, dengan membiarkan para siswa melihat atau

memanipulasi benda-benda, atau dengan menunjukkan hubungan-hubungan

antara informasi baru, dan pengetahuan sebelumnya.

4) Fase Retensi (retentim phase)

Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka

pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali

(rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lainnya.

5) Fase Pemanggilan (recall)

Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam

memori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar

memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil

(recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan informasi

ditolong oleh organisasi materi yang diatur dengan baik dengan mengelompokkan

menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada

materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong dengan

memerhatikan kaitan-kaitan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi

baru dan pengetahuan sebelumnya.

6) Fase Generalisasi

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar

konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi

pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat

ditolong dengan meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan

berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah nyata, setelah mempelajari

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

20

pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh

dengan air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.

7) Fase Penampilan

Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu

melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana

menggunakan busur derajat dalam pelajaran Matematika, para siswa dapat

mengukur besar sudut. Setelah mempelajari penjumlahan bilangan bulat, siswa

dapat menjumlahkan dua bilangan yang disebutkan oleh temannya.

8) Fase Umpan Balik

Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka,

yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang

diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen pada mereka untuk

penampilan yang berhasil.

b. Kejadian-Kejadian Instruksi

Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne

menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru

yang dapat memberikan instruksi. Kejadian-kejadian belajarnya dapat juga

diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di luar kelas, maupun belajar

dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne

ditujukan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-

siswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah : 1) Mengaktifkan motivasi

(activating motivation); 2) Memberitahu tujuan-tujuan belajar; 3) Mengarahkan

perhatian (directing attention); 4) Merangsang ingatan (stimulating recall); 5)

Menyediakan bimbingan belajar; 6) Meningkatkan retensi (enhancing retention);

7) Melancarkan transfer belajar; 8) Mengeluarkan penampilan / dan memberikan

umpan balik.

Berikut akan diuraikan setiap kejadian instruksi itu:

1) Mengaktifkan Motivasi

Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah memotivasi para siswa

untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian

mereka dalam isi pelajaran, dan dengan mengemukakan kegunaannya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

21

2) Memberitahu Tujuan-Tujuan Belajar

Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian

instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah

dengan memberitahukan kepada mereka tentang mengapa mereka belajar, apa

yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberitahu

kepada siswa tentang tujuan-tujuan belajar juga menolong memusatkan

perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.

3) Mengarahkan Perhatian

Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi

untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Dalam mengajar,

perubahan stimulus secara tiba-tiba dapat mencapai maksud ini. Dalam

pelajaran Matematika hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata,

“Perhatikan perubahan warna yang terjadi”, serta waktu guru mengajarkan

kecepatan reaksi dengan metode demonstrasi.

Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini

siswa memilih informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka

pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan

dipelajari, dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata

selama mengajar, atau menggarisbawahi suatu kata atau beberapa kata dalam

suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para

siswa.

4) Merangsang Ingatan Tentang Pelajaran yang Telah Dipelajari Sebelumnya

Pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka

pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang, menurut Gagne

merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru dapat

berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan

pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong

ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para

siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

22

5) Menyediakan Bimbingan Belajar

Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang,

diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk

mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara

mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa.

Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan noncontoh-

noncontoh. Bila suatu aturan yang akan diajarkan, maka siswa-siswa

seharusnya sudah memahami dahulu konsep-konsep yang merupakan

komponen-komponen pembentuk aturan itu.

6) Melancarkan Retensi

Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (jadi tidak dilupakan)

dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara sering

mengulangi pelajaran itu. Cara selain itu dengan memberi banyak contoh-

contoh. Dapat pula diusahakan penggunaan berbagai “jembatan keledai”.

Dengan cara ini materi pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah

diingat. Menggunakan alat mengukur dan mengukur secara langsung agar

siswa tidak lupa dengan pelajaran yang telah diberikan.

7) Membantu Transfer Belajar

Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari

pada situasi baru. Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum

sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat

membantu transfer belajar. Untuk dapat melaksanakan tugas ini, para siswa

tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan

keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.

8) Memperlihatkan Penampilan dan Memberikan Umpan Balik

Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan

siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu

sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya

guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk

memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga

pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

23

Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah memberikan tes, atau

dengan mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif menjadi

pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar, dan dengan

demikian harapan atau expectancy yang muncul pada permulaan tindakan

belajar telah dipenuhi. Dalam hal ini menurut Gagne, umpan balik

menghasilkan reinforsemen.

Perlu diingat, bahwa umpan balik tidak selalu diberikan secara

eksplisit, dengan cara menyetujui atau kata-kata yang membetulkan. Ada

kalanya situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan balik.

2.1.3 Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok memiliki banyak pengertian sebagaimana

dikemukakan beberapa ahli. Modjiono dalam Krisiyanto (2011) mengemukakan:

Metode kerja kelompok dapat diartikan sebagai format belajar-mengajar yang menitikberatkan kepada interaksi anggota yang satudengan anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikantugas-tugas belajar secara bersama-sama.

Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) menyatakan bahwa kerja

kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah

kecil untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa metode kerja kelompok merupakan kegiatan belajar yang

dilakukan secara berkelompok untuk menyelesaikan suatu tugas secara bersama-

sama.

Penggunaan metode kerja kelompok dapat dibedakan menjadi enam,

yaitu:

a. Pengelompokan untuk mengatasi kekurangan alat-alat pelajaran

Dalam sebuah kelas, guru akan mengajarkan Sejarah Mesir kuno, Ia tidak

mempunyai bahan bacaan yang cukup untuk tiap siswa. Maka untuk memberi

kesempatan yang sebesar-besarnya kepada siswa, kelas dibagi atas beberapa

kelompok. Tiap kelompok diberi sebuah buku untuk dibaca dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan guru.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

24

b. Pengelompokan atas dasar perbedaan kemampuan belajar

Di suatu kelas, guru dihadapkan pada persoalan bagaimana melaksanakan

tugas sebaik-baiknya terhadap kelas yang sifatnya heterogen, yakin berbeda-beda

dalam kemampuan belajar. Pada waktu pelajaran matematika, guru menemukan

bahwa ada lima orang siswa tidak sanggup memecahkan soal seperti teman-teman

lainnya. Guru menyadari bahwa tidak mungkin rnengajar kelas dengan

menyamaratakan seluruh siswa, karena ada perbedaan dalam kesanggupan belajar.

Maka guru membagi para siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota yang

mempunyai kemampuan setaraf kemudian diberi tugas sesuai dengan kemampuan

mereka. Sekali-kali guru meninjau secara bergilir untuk melihat kelompok mana

yang membutuhkan pertolongan atau perhatian sepenuhnya.

c. Pengelompokan atas dasar perbedaan minat belajar

Pada suatu saat para siswa perlu mendapat kesempatan untuk memilih

suatu pokok bahasan yang sesuai dengan minatnya. Untuk keperluan ini guru

memberikan suatu pokok bahasan yang terdiri dari beberapa sub-pokok bahasan.

Siswa yang berminat sama dapat berkumpul pada suatu kelompok untuk

mempelajari sub-pokok bahasan yang dimaksud.

d. Pengelompokan untuk memperbesar partisipasi tiap siswa

Di suatu kelas, guru sedang mengajarkan kesusastraan. guru memilih suatu

masalah tentang lahirnya sastra baru. Dikemukakanlah masalah-masalah khusus,

satu diantaranya ialah mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran

kebangsaanlah yang menjadi perbedaan hakiki antara kesusastraan Melayu

dengan kesusastraan Indonesia. Guru tidak mempunyai waktu yang berlebihan,

akan tetapi ia menginginkan setiap siswa berpartisipasi secara penuh. Untuk setiap

masalah diperlukan pendapat atau diskusi. Maka dipecahkan kesatuan kelas itu

menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas membahas

permasalahan tersebut dalam waktu yang sangat terbatas. Selesai pembahasan

kelompok, setiap kelompok rnengemukakan pendapat yang dianggap pendapat

kelompok tersebut. Cara mengajar ini dimaksudkan untuk merangsang tiap siswa

agar ikut serta dalam setiap masalah secara intensif. Tak ada seorangpun diantara

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

25

mereka yang merasa mendapat tugas lebih berat dari pada yang lain.

Pengelompokkan sementara dan pendek semacam ini disebut juga rapat kilat.

e. Pengelompokan untuk pembagian pekerjaan

Pengelompokkan ini didasarkan pada luasnya masalah serta membutuhkan

waktu untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat menunjang pemecahan

persoalan. Untuk keperluan ini pokok persoalan harus diuraikan dahulu menjadi

beberapa aspek yang akan dibagikan kepada tiap kelompok (tiap kelompok

menyelesaikan satu aspek persoalan). Siswa harus mengumpulkan data baik dari

lingkungan sekitar maupun melalui bahan kepustakaan. Oleh karena itu, proyek

ini tidak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat seperti halnya rapat kilat

melainkan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa minggu. Jadi

pengelompokkan disini bertujuan membagi pekerjaan yang mempunyai cakupan

agak luas. Kerja kelompok ini membutuhkan waktu yang panjang.

f. Pengelompokan untuk belajar bekerja sama secara efisien menuju ke suatu

tujuan

Langkah pertama adalah menjelaskan tujuan dari tugas yang harus

dikerjakan siswa, kemudian membagi siswa menurut jenis dan sifat tugas,

mengawasi jalannya kerja kelompok, dan menyimpulkan kemajuan kelompok.

Disini jelas walaupun siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan

melaksanakan bagiannya sendiri-sendiri. Namun mereka harus memusatkan

perhatian pada tujuan yang akan dicapai, dan menjaga agar jangan sampai keluar

dan persoalan pokok. Tugas kelompok disini tidak perlu diselesaikan dalam

jangka waktu panjang, guru dapat memilih persoalan yang dapat didiskusikan di

kelas.

2.1.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok memiliki kelebihan, seperti yang diungkapkan

oleh Roestiyah dalam Krisiyanto (2011) yaitu: a) dapat memberikan kesempatan

para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu

masalah; b) dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk lebih intensif

mengadakan penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah; c) dapat

mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampailan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

26

berdiskusi; d) dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa

sebagai individu serta kebutuhannya belajar; e) para siswa lebih aktif bergabung

dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi; f)

dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai

dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana

mereka telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan

bersama. Sedangkan penerapan kerja kelompok menurut Modjiono dalam

Krisiyanto (2011) bertujuan: a) memupuk kemauan dan kemampuan kerja sama

diantara peserta didik; b) meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan

intelektual para peserta didik dalam proses belajar mengajar yang disediakannya

dan c) meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses belajar

mengajar secara seimbang.

Metode kerja kelompok juga memiliki kelemahan antara lain: a) Kerja

kelompok terkadang hanya melibatkan para siswa yang mampu sebab mereka

cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang; b) Keberhasilan strategi

ini tergantung kemampuan siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri-

sendiri; c) Kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda

dan daya guna mengajar yang berbeda pula. Solusi yang akan diupayakan untuk

mengatasi terjadinya kelemahan metode kerja kelompok pada saat pembelajaran

antara lain dalam pembagian kelompok akan dilakukan bengan dasar

heterogenitas, sehingga dalam satu kelompok terdapat siswa dengan bermacam-

macam tingkat kecerdasan sesuai hasil UAS semester 1/2012-2013. Selain itu,

guru akan lebih memantau kinerja siswa dalam kerja kelompok supaya semua

anak terlibat aktif, baik yang cakap berbicara dan cerdas maupun yang kurang

cakap berbicara dan kurang cerdas. Ruang kelas 5 SD Negeri Sukorejo cukup luas

dengan jumlah siswa hanya 19, sehingga untuk mengatur tempat duduk kelompok

sesuai jumlah siswa akan lebih leluasa.

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan metode kerja kelompok, hal

tersebut yang dijadikan sebagai dasar penggunaan metode kerja kelompok pada

penelitian ini. Kelebihan yang ada dalam metode kerja kelompok diharapkan juga

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

27

menjadi kelebihan dari pembelajaran yang telah dimodifikasi yaitu dengan

penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok.

2.1.3.2 Tahap-Tahap Metode Kerja Kelompok

Tahap-tahap metode kerja kelompok antara lain dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3Tahap-Tahap Dalam Pembelajaran Kerja Kelompok

Fase Kegiatan Guru

Fase – 1Menyampaikan tujuan danmemotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaranyang ingin dicapai pada pelajaran tersebut danmemotivasi siswa untuk belajar.

Fase – 2Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswadengan mendemonstrasikan atau lewat bahanbacaan.

Fase – 3Mengorganisasikan siswadalam kelompok-kelompokbelajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimanacara membentuk kelompok belajar danmembantu setiap kelompok agar melakukantansisi secara efisien.

Fase – 4Membimbing kelompokbekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat merekamengerjakan tugas.

Fase –5Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materiyang telah dipelajari atau masing-masingkelompok mempresentasikan hasil belajarnya.

Fase – 6Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya-upaya hasil belajar individu maupun kelompok.

Dari uraian fase-fase belajar berdasarkan teori Gagne dan metode kerja

kelompok maka dalam penelitian ini akan digunakan satu fase belajar gabungan

dari teori Gagne melalui metode kerja kelompok. Fase tersebut akan disajikan

dalam tabel berikut ini.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

28

Tabel 4Sintak Pembelajaran

Penerapan Teori Gagne Melalui Metode Kerja Kelompok

Tahapan belajarmenurut Gagne

Fase pembelajaranpenerapan teori Gagnemelalui metode kerja

kelompok

Aktivitas Guru

Memerhatikan 1. Menyampaikan tujuandan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuanpembelajaran dan memotivasisiswa untuk mengikuti prosespembelajaran dengan baik

HarapanPengambilankembali informasiyang relevanuntuk dibawa keingatan kerjaPerspektif selektifterhadap ciristimulus

2. MengarahkanPerhatian (directingattention)

Guru menyampaikan kegiatanpembelajaran dan materi yangakan dipelajari

Pengkodeansemantik

3. Merangsang ingatan(stimulating recall )dan/atau menyajikaninformasi

4. Menyediakanbimbingan belajar(Mengorganisasikansiswa dalamkelompok-kelompokbelajar)

Guru menunjuk suatu bangunruang, lalu siswa dimintauntuk menyebutkan bangunruang lainnyaGuru membimbing siswauntuk membentuk kelompoksecara berpasangan danmemberikan tugas yang harusdikerjakan bersama kelompokkerjanya

Pengambilankembali danrespons

5. Meningkatkan retensi(enhancing retention)(Membimbingkelompok bekerja danbelajar

Guru membimbing danmemantau siswa dalampengerjaan tugas

Penguatan 6. Melancarkan transferbelajar (Evaluasi)

Guru memandu siswa untukmenyampaikan hasil kerjakelompoknya danmemberikan penguatantentang materi

Pengambilanpetunjuk

7. Mengeluarkanpenampilan dan/ataumemberikan umpanbalik. (Memberikanpenghargaan)

Guru memberikanpenghargaan kepadakelompok yang bekerja secarakooperatif serta hasil yangbaikGuru memberikan lembarkerja siswa untuk

Kemampuangeneralisasi

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

29

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian menggunakan metode kerja kelompok ini, sebelumnya telah

diteliti beberapa orang. Solikin, Mohamad (2011) dengan judul ‘Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Tentang Bangun Ruang Sisi Datar

Melalui Penggunaan Metode Kerja Kelompok Bagi Siswa Kelas 5 SDN

Sunggingwarno 02 Gabus Kabupaten Pati Semester 1 Tahun 2011/2012’.

Menyimpulkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan

kubus dan balok setelah menggunakan metode kerja kelompok. Hal ini nampak

pada skor rerata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 65, siklus 1 naik menjadi

80,21 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 83,96. Adapun ketuntasan belajar

klasikal pada kondisi pra siklus 45,83 %; siklus 1 naik menjadi 87,5% dan pada

siklus 2 naik menjadi 91,67%. Sedangkan skor minimal pada kondisi prasiklus

sebesar 45, pada siklus 1 naik menjadi 55 dan pada siklus 2 tetap 55. Sedangkan

skor maksimal pada kondisi prasiklus dan siklus 1 sebesar 90, dan siklus 2 naik

menjadi 95. Dari uraian hasil siklus dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran kerja kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Penelitian lainnya oleh Wagimin (2012) dengan judul ‘Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Kerja Kelompok dan

Pemanfaatan Alat Peraga Bangun Datar Bagi Siswa Kelas I SD Negeri Banaran

semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012’ menyimpulkan bahwa pembelajaran

menggunakan metode kerja kelompok dan alat peraga bangun datar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SD Negeri Banaran tahun pelajaran

2011/2012. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang pada kondisi awal

hanya 6 siswa (32%) menjadi 13 siswa (69%) pada siklus pertama dan mencapai

19 siswa (100%) pada siklus 2. Dari uraian hasil tiap siklus dapat disimpulkan

bahwa metode kerja kelompok melalui alat peraga bangun datar dapat

meningkatkan hasil belajar matematika.

Berikut akan disajikan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian

relevan dalam Tabel 5 berikut ini.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

30

Tabel 5Persamaan dan Perbedaan Variabel Penelitian

No Peneliti Tahun

Variabel Penelitian

Prestasibelajar

Hasilbelajar

TeoriGagne

Metode kerjakelompok

1. Solikin 2011 √ √

2. Wagimin 2012 √ √

3. Peneliti 2013 √ √ √

Dari Tabel 5 terlihat perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya

dengan penelitian ini. Letak perbedaannya adalah variabel terikat dan variabel

bebasnya. Jika dalam penelitian-penelitian sebelumnya fokusnya adalah prestasi

belajar yang mencakup secara keseluruhan akademik, sedangkan penelitian ini

fokusnya hanya hasil belajar yang lebih sempit cakupannya yaitu hasil tes setelah

diterapkan suatu metode pembelajaran. Sedangkan variabel terikat terikat adalah

metode kerja kelompok, namun yang membedakan adalah dalam penelitian ini

metode kerja kelompok dikembangkan sebagai pelaksanaan teori gagne.

2.3 Kerangka Pikir

Model pembelajaran teacher center sudah dianggap biasa bahkan

cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang aktif dalam mengikuti proses

belajar mengajar. Konsep dasar teori Gagne melalui metode kerja kelompok ini

yang akan digunakan untuk melakukan penelitian dalam upaya meningkatkan

hasil belajar Matematika terutama dalam materi geometri. Hal itu dikarenakan

pembelajaran dengan penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok

memiliki keunggulan dapat membuat siswa aktif melalui kegiatan kerja

kelompok, siswa lebih banyak berpartisipasi aktif mengembangkan kemampuan

bertanyajawab, dan siswa berkesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya

melalui kerja kelompok. Berikut adalah gambar mengenai alur kerangka pikir.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3814/3/T1_292009190_BAB II.pdf · dengan kemampuan siswa dalam menyerap ... keputusan tentang nilai

31

Gambar 1 Kerangka Pikir Pembelajaran dengan Penerapan Teori Gagne MelaluiMetode Kerja Kelompok.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan

kerangka berpikir, maka ditetapkan hipotesis tindakan sebagai berikut: “melalui

penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil

belajar Matematika siswa Kelas 5 SD Negeri Sukorejo, Kecamatan Suruh,

Kabupaten Semarang Semester 2/2012-2013”.

Kondisi Awal

Pembelajaranbelummenggunakankonsep dasar teoridan metode yangsesuai.

Keadaan siswa menjadi pasif dan

kurang antusias sehingga hasil

belajar matematika rendah

Tindakan

Pembelajaran

geometri bangun

ruang dengan

penerapan teori

Gagne melalui

metode kerja

kelompok

Pembelajaran dengan teori

Gagne melalui metode kerja

kelompok dapat meningkatkan

hasil belajar matematika siswa

kelas 5 SD Negeri Sukorejo

KondisiAkhir