bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori akan dibahas mengenai hasil belajar, teori Gagne dan
metode kerja kelompok.
2.1.1 Hasil Belajar
2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2006:3) berpendapat bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi
siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Abdurrahman
(2003:28) berpendapat bahwa ”…hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan
perilaku yang relatif menetap”. Perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti
pembelajaran terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap
perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah pengetahuan,
pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, budi pekerti, dan sikap.
Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang
telah diajarkan. Menurut
2.1.1.2 Aspek dan Tipe Hasil Belajar
Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2011: 22) membagi hasil belajar
menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian,
serta sikap dan cita-cita. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam
rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif,
psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah
kognitif dijabarkan dalam beberapa tipe antara lain: a) Tipe hasil belajar
pengetahuan yang termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun
tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi
semua bidang studi baik bidang Matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial,
maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham
6
bagaimana menggunakan rumus tersebut, hafal kata-kata akan memudahkan
untuk membuat kalimat; b) Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada
pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan
kalimatnya sediri sesuai yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari
yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain;
c) Aplikasi adalah pengunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi kedalam situasi baru tersebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkan
pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan; d)
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-
bagian sehinga jelas hierarkirnya dan/atau susunannya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe
sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang
komprehensif dan dapat memilahkan intregritas menjadi bagian-bagian yang tetap
terpadu untuk beberapa hal untuk memahami prosesnya, untuk hal lain memahami
cara kerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematiknya; e) Hasil belajar
sintesis adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan untuk menyatukan
beberapa jenis informasi yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk komunikasi
yang baru dan lebih jelas dari sebelumnya; f) Evaluasi adalah pemberian
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,
cara bekerja, pemecahan, metode, material, dan lain-lain.
Hasil belajar seseorang objek evaluasi tidak hanya bidang kognitif, tetapi
juga hasil belajar belajar bidang afektif dan psikomotorik. Untuk melengkapi
bahan kajian penilaian hasil belajar kognitif, berikut ini dijelaskan tipe hasil
belajar afektif dan psikomotorik.
Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila
seseorang telah memeiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil
belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak
menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa
pada berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
7
motivasi belajar, menghargai guru teman sekelas, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial.
Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus
menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan harus tampak pada proses belajar
hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu penting dinilai hasil-hasilnya.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar kategori
dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks,
yaitu: 1) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah,
situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk
memberikan stimulus, control, dan seleksi rangsangan dari luar; 2) Responding
atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang
datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus dari luar yang akan datang kepada dirinya; 3) Valuing
(penilaian) berkenaan nilai dan kepercaan terhadap gejala atau stimulus tadi.
Dalam evaluasi ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau
pengalaman untuk menerima nilai tersebut; 4) Organisasi, yakni pengembangan
dari nilai ke suatu sistem organisasi, termasuk hubungan nilai dari satu nilai
dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya,
yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem
nilai, dll; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni kepaduan semua
sistem yang telah dimiliki seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya termasuk keseluruhan nilai karakteristiknya.
Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu: 1) Gerakan reflek
(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); 2) Keterampilan pada gerakan-
gerakan dasar; 3) Kemampuan preseptual, termasuk di dalamnya membedakan
visual, membedakan auditif, motorik, dan lain-lain; 4) Kemampuan di bidang
fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill,
mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; 6)
8
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan
ekspresif dan interpreaktif.
Dari penjabaran tipe hasil belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi hasil belajar terdapat 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang memiliki 6 tipe yaitu tipe
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi. Ranah afektif
adalah ranah yang berkenaan dengan sikap dan nilai seseorang yang mengalami
perubahan setelah melalui proses belajar dan perilaku dalam perubahan tersebut
seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai
guru dan teman di kelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ranah
psikomotorik adalah ranah yang tampak pada tingkah laku siswa atau respon
siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
2.1.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun
eksternal. Sudjana (1989:39) dalam hal ini menyatakan bahwa hasil belajar yang
dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan
faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor
dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang
dikemukakan oleh Clark (1981) menyatakan bahwa hasil belajar di sekolah 70 %
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.
Sudjana (2002:39) mengemukakan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan
yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran
Ali Muhammad (2004: 14) mengatakan bahwa "Belajar adalah suatu
perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" Perubahan perilaku
dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi
biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil
apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi
perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran.
Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru.
9
Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap
(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,
diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode
kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.
Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan
memengaruhi hasil belajar siswa.
2.1.2 Teori Gagne
Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada
Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,
yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne
mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi
Gagne.
2.1.1.1 Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda
dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian
rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.
Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga
kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan
pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:
9
Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap
(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,
diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode
kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.
Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan
memengaruhi hasil belajar siswa.
2.1.2 Teori Gagne
Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada
Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,
yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne
mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi
Gagne.
2.1.1.1 Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda
dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian
rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.
Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga
kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan
pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:
9
Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap
(afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari uraian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar,
diambil implikasi keterlibatannya dengan metode yang akan diterapkan. Metode
kerja kelompok dalam penelitian ini termasuk pada faktor dari luar siswa.
Sehingga pembelajaran menggunakan metode kerja kelompok diduga akan
memengaruhi hasil belajar siswa.
2.1.2 Teori Gagne
Selama ini perumusan tujuan instruksional khusus didasarkan pada
Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domainnya,
yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne
mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi
Gagne.
2.1.1.1 Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda
dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian
rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.
Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga
kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan
pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:
10
Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan
tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus
menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah
gambar berikut:
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat
kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil
belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:
a. Informasi Verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi
verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat
diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat
menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian
contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.
b. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas
keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar
yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar
rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar
pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut
10
Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan
tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus
menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah
gambar berikut:
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat
kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil
belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:
a. Informasi Verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi
verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat
diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat
menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian
contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.
b. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas
keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar
yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar
rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar
pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut
10
Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus menyelesaikan
tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus
menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah
gambar berikut:
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat
kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil
belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut:
a. Informasi Verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi
verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat
diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat
menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”. Kemudian
contoh lain : alat untuk mengukur sudut adalah busur derajat.
b. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas
keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar
yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar
rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar
pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut
11
kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang
paling kompleks belajar pemecahan masalah.
1) Belajar Isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa
kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga
menimbulkan suatu respon emosional pada individu yang bersangkutan.
Sebagai contoh, sikap guru yang sangat menyenangkan siswa, dan
membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi
pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Disisi lain, misal pada suatu
kelas yang diberikan pelajaran geometri, seorang anak yang tak dapat
mengerjakan soal geometri tersebut dicemoohkan oleh guru. Karena
cemoohan guru tersebut anak tidak dapat menyenangi pelajaran
Matematika.
2) Belajar Stimulus Respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu
isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar
yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar
stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar
sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon
yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara
stimulus dan respon. Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan
persegi setelah gurunya menyebutkan persegi, siswa mengumpulkan benda
persegi setelah disuruh oleh gurunya.
3) Belajar Rangkaian Gerak
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut
dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam
suatu rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya
yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai contoh, misalnya
seorang anak akan menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang
jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut anak tadi
melakukan beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama lain.
12
Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian stimulus respon, dengan langkah-
langkah sebagai berikut: anak memegang sebuah jangka, meletakkan salah
satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat
lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi, setelah itu
meletakkan ujung jangka lainnya sesuai dengan panjang jari-jari, lalu
memutar jangka tersebut.
4) Belajar Rangkaian Verbal
Belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar
rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih
stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan
dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
Contoh, ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus
respon yang kedua, yang memungkinkan anak tersebut menamai benda
yang diamati tersebut. Contoh dalam Matematika, seorang anak
mengamati sebuah segi empat tegak yang keempat sisi-sisinya sama
panjang, maka nama segi tersebut adalah persegi.
5) Belajar Memperbedakan
Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan
stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik
dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan
keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu
objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol
lainnya. Terdapat dua macam belajar memperbedakan yaitu
memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. Contoh
memperbedakan tunggal, siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai
lingkungan tertutup sederhana yang terbentuk dari gabungan tiga buah
ruas garis. Contoh memperbedakan jamak, siswa dapat menyebutkan
perbedaan dari dua jenis segitiga berdasarkan besar sudut dan sisi-sisinya.
Berdasarkan besar sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi
terpanjang adalah sisi miringnya, sementara pada segitiga sama sisi besar
sudut-sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi-sisinya.
13
6) Belajar Pembentukan Konsep
Belajar pembentukan konsep adalah belajar mengenal sifat
bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan
menjadi satu. Misalnya untuk memahami konsep persegi panjang anak
mengamati daun pintu rumah (yang bentuknya persegi panjang), papan
tulis, bingkai foto (yang bentuknya persegi panjang) dan sebagainya.
Untuk hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari
belajar memperbedakan. Belajar memperbedakan menginginkan anak
dapat membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang
berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar
anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok
yang memiliki karakteristik sama.
7) Belajar Pembentukan Aturan
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah
dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam Matematika
misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam
segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat
sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan
anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh,
terdapat sebuah segitiga dengan sisi siku-sikunya berturut-turut
mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm. Guru meminta anak untuk
menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi
miringnya, anak memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi
“pada suatu segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan
jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”. Dengan menggunakan aturan di atas
diperoleh 32 + 42 = 25 = 52, jadi panjang sisi miring yang ditanyakan
adalah 5 cm.
8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi
derajatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning).
Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari
14
terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh belajar
memecahkan masalah, mencari selisih kuadrat dua bilangan yang sudah
diketahui jumlah dan selisihnya, yaitu : a + b = 10, a – b = 4, a2 – b2 = ...
Siswa diharapkan menggunakan aturan bahwa ,a2 – b2 = (a + b) (a – b),
sehingga tanpa mencari a dan b, siswa menemukan a2 – b2 = 10 x 4 = 40.
c. Strategi Kognitif
Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan
serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis,
dan sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga
memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir anak terarah. Contoh
tingkah laku akibat kapabilitas strategi kognitif adalah menyusun langkah-langkah
penyelesaian masalah Matematika.
d. Sikap
Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat
terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula
negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud,
apakah sebagai objek yang penting atau tidak. Contoh, seseorang memasuki toko
buku yang di dalamnya tersedia berbagai macam jenis buku, bila orang tersebut
memiliki sikap positif terhadap Matematika, yang memengaruhi orang tersebut
dalam memilih buku Matematika atau buku yang lain selain buku Matematika.
e. Keterampilan Motorik
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik,
kita dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-
otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam
mendemonstrasikan alat-alat peraga Matematika merupakan salah satu contoh
tingkah laku kapabilitas ini. Contoh lain yang lebih sederhana misalnya
kemampuan menggunakan penggaris, jangka, sampai kemampuan menggunakan
alat-alat tadi untuk membagi sama panjang suatu garis lurus.
Berdasarkan uraian tentang kapabilitas dapat ditegaskan bahwa ada lima
ragam belajar yaitu informasi verbal yang menyatakan informasi, kemampuan
15
intelektual merespon situasi yang berbeda dengan memanipulasi simbol seperti
huruf, angka, rumus, dan kata. Seifert (2012:128) menyatakan dalam teori Gagne
melalui metode kerja kelompok bentuk kecakapan intelektual paling kongkrit
adalah kecakapan belajar memperbedakan: membedakan obyek dari ciri-ciri nyata
obyek tersebut. Jenis ketiga dari belajar kognitif adalah strategi kognitif. Obyek
dari proses pemikiran pemelajar itu sendiri. Strategi kognitif membantu siswa
mengelola belajar mereka serta ingatan dan pemikiran mereka. Sikap merupakan
kaitan antar keadaan-keadaan akan memengaruhi perilaku tetapi secara tidak
langsung menentukan kinerja unjuk tindak, menunjukkan sikap pada siswa
tindakan apa yang tidak efektif. Jenis kelima, keterampilan motorik mengacu pada
tindakan fisik yang baru dipelajari yang tidak bisa dilakukan sebelum belajar,
seperti memberi serve dalam permainan tenis.
2.1.1.2 Tahapan Belajar Menurut Gagne
Sembilan tahap belajar disajikan dalam tabel 2 yang dikategorikan dalam
tiga tahapan umum: a) persiapan belajar; b) akuisisi dan kinerja yang merupakan
peristiwa inti di dalam mempelajari kapabilitas baru dan c) transfer belajar yang
memberikan aplikasi untuk kapabilitas baru di dalam konteks yang baru.
Persiapan belajar bertujuan mempersiapkan diri untuk belajar termasuk di
dalamnya adalah memerhatikan stimuli untuk belajar (dapat berupa tulisan,
ucapan gambar, atau model manusia), membangun harapan ke arah tujuan belajar,
dan mengambil informasi yang relevan dan/atau keterampilan dari ingatan jangka
panjang untuk dimasukkan ke ingatan jangka pendek. Biasanya tahapan ini hanya
butuh waktu beberapa menit. Pentingnya harapan karena memengaruhi pemilihan
hasil yang tepat disetiap tahapan pemrosesan informasi selanjutnya. Misalnya,
jika seseorang ingin belajar cara mencari besaran resistansi dalam sirkuit listrik,
karakteristik sirkuit listrik yang relevan dengan tujuan itu akan diproses dan yang
lainnya akan diabaikan (Gagne dalam Gredler 2011: 185).
Mengambil kapabilitas yang relevan dari ingatan jangka panjang adalah
juga penting untuk proses belajar baru. Dalam mempelajari konsep segitiga,
misalnya anak harus pertama-tama mengingat bahwa bentuk bersisi tiga berbeda
dengan bentuk geometris lainnya (belajar membedakan).
16
Tabel 2Ringkasan Sembilan Tahapan Belajar dalam Teori Gagne
Deskripsi Tahapan Fungsi
Persiapanbelajar
1. Memerhatikan
2. Harapan
3. Pengambilan kembali(informasi yang relevandan/atau keterampilan) untukdibawa ke ingatan kerja
Memberi peringatan bagipemelajar terhadap adanyastimulus
Mengorientasikan pemelajarpada tahap belajar
Memberi ingatan tentangkapabilitas yang diperlukan
Akuisisidankinerja
4. Perspektif selektif terhadapciri stimulus
5. Pengkodean semantik
6. Pengambilan kembali danrespons
7. Penguatan
Memungkinkan penyimpananstimulus penting secaratemporer di dalam ingatankerja
Transfer ciri stimulus daninformasi terkait ke dalamingatan jangka panjang
Mengembalikan informasiyang tersimpan ke peng-gerakrespons individual danmengaktifkan respons
Mengkonfirmasi harapanpemelajar tentang tujuanbelajar
Transferbelajar
8. Pengambilan petunjuk
9. Kemampuan generalisasi
Memberikan petunjuktanbahan untuk pengingatankapabilitas di waktumendatang
Memperkaya transfer belajarke stimulus baru
Sumber: Gredler (2011:186)
Akuisisi dan kinerja yang dirujuk sebagai fase inti dari belajar terdiri dari
empat tahap yaitu tahap persepsi selektif, pengkodean semantik, pengambilan
kembali, dan respons serta penguatan. Dari tahap ini menurut Gagne dalam
Gredler (2011:186) pengkodean adalah tahap sentral penting dalam belajar. Tanpa
pengkodean, belajar tidak akan terjadi.
17
Kode yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau beberapa
organisasi informasi bermakna lainnya. Dalam mempelajari konsep segitiga
misalnya, anak mengodekan berbagai macam contoh segitiga dengan tekstur dan
warna yang berbeda-beda. Tetapi untuk keterampilan motorik, pemelajar
mengodekan gambar visual dari keterampilan itu dan melakukan aktivitas rutin
yang dibutuhkan untuk melakukan bagian dari kinerja. Kegiatan inti dari belajar
diakhiri dengan kinerja atau konfirmasi belajar baru. Jika anak belajar konsep
segitiga, dia akan mengidentifikasi contoh segitiga dengan beragam ukuran,
warna, dan material. Untuk keterampilan motorik, siswa menunjukkan kinerja
fisiknya.
Langkah selanjutnya adalah tanggapan terhadap prestasi tujuan belajar.
Arti penting dalam tanggapan menurut Gagne dalam Gredler (2011:187) adalah
diambil dari konsep penguatan Estes (1972) yakni tanggapan memperkuat
pemelajar ketika ia mengkonfirmasikan bahwa tujuan telah tercapai atau telah
dikuasai. Dengan kata lain tanggapan memperoleh daya penguat dengan
mengonfirmasi harapan pemelajar.
Transfer belajar. Belajar yang baru tidak boleh dibatasi hanya pada situasi
yang diperkenalkan dalam pembelajaran inti. Tahapan terakhir dari belajar
mencakup kesempatan untuk mengaplikasikan aktivitas belajar ini ke dalam
situasi baru dan mengkonstruksi petunjuk tambahan untuk diingat kembali kelak.
Kemampuan untuk menggeneralisasikan ke situasi baru ini juga dikenal sebagai
transfer lateral. Misalnya pemelajar harus dapat menunjukkan segitiga di dalam
suatu gambar geometris dan menggambar segitiga di selembar kertas.
Dari uraian mengenai tahapan belajar dalam teori Gagne, dapat diambil
kesimpulan pada awalnya pemelajar harus memerhatikan stimuli untuk belajar,
membangun harapan terhadap tujuan belajar, dan mengambil informasi yang
relevan dan/atau keterampilan dari ingatan jangka panjang. Dalam peristiwa inti
belajar, pemelajar secara selektif memahami informasi yang relevan di dalam
lingkungan, mengodekan informasi ke dalam ingatan jangka panjang (kegiatan
penting dalam belajar), dan kemudian mengambil kembali kode itu dan
melakukan respons. Kemudian umpan balik tentang pencapaian tujuan akan
18
memperkuat pemelajar denngan mengonfirmasikan harapannya. Pemelajar
mengakhiri proses dengan pengaplikasian belajar baru itu dalam konteks dan
situasi baru. Tahapan ini juga melahirkan petunjuk tambahan untuk pengingatan
kapabilitas di masa depan.
2.1.1.3 Langkah-Langkah Pembelajaran dalam Teori Gagne
a. Kejadian-Kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan-informasi
(Ratna: 1988), Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar
(learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat
distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan
suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa menunjukkan satu tindakan belajar
menurut Gagne. Setiap fase diberi nama, dan di bawah masing-masing fase
terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian
belajar, yang berlangsung selama fase itu. Kejadian-kejadian belajar itu akan
diuraikan di bawah ini:
1) Fase Motivasi (motivatim phase)
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan,
bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat
mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang
suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka
untuk memperoleh nilai/angka yang lebih baik.
2) Fase Pengenalan (apperehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari
suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa
memerhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan guru, atau
tentang ciri-ciri utama dari suatu bangun ruang. Guru dapat memfokuskan
perhatian terhadap informasi yang penting, misalnya dengan berkata: “Perhatikan
kedua sudut yang Ibu katakan, apakah ada perbedaannya?” Terhadap bahan-bahan
tertulis dapat juga melakukan demikian dengan menggarisbawahi kata, atau
kalimat tertentu, atau dengan memberikan garis besarnya untuk setiap bab.
19
3) Fase Perolehan (acquisition phase)
Bila siswa memerhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk
menerima pelajaran. Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan dalam bab-bab
terdahulu, bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu
diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang
telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran
mental dari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru
dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan penggunaan
pengaturan-pengaturan awal, dengan membiarkan para siswa melihat atau
memanipulasi benda-benda, atau dengan menunjukkan hubungan-hubungan
antara informasi baru, dan pengetahuan sebelumnya.
4) Fase Retensi (retentim phase)
Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka
pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali
(rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lainnya.
5) Fase Pemanggilan (recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam
memori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar
memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil
(recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan informasi
ditolong oleh organisasi materi yang diatur dengan baik dengan mengelompokkan
menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada
materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong dengan
memerhatikan kaitan-kaitan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi
baru dan pengetahuan sebelumnya.
6) Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar
konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi
pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat
ditolong dengan meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan
berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah nyata, setelah mempelajari
20
pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh
dengan air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.
7) Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu
melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana
menggunakan busur derajat dalam pelajaran Matematika, para siswa dapat
mengukur besar sudut. Setelah mempelajari penjumlahan bilangan bulat, siswa
dapat menjumlahkan dua bilangan yang disebutkan oleh temannya.
8) Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka,
yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen pada mereka untuk
penampilan yang berhasil.
b. Kejadian-Kejadian Instruksi
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne
menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru
yang dapat memberikan instruksi. Kejadian-kejadian belajarnya dapat juga
diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di luar kelas, maupun belajar
dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne
ditujukan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-
siswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah : 1) Mengaktifkan motivasi
(activating motivation); 2) Memberitahu tujuan-tujuan belajar; 3) Mengarahkan
perhatian (directing attention); 4) Merangsang ingatan (stimulating recall); 5)
Menyediakan bimbingan belajar; 6) Meningkatkan retensi (enhancing retention);
7) Melancarkan transfer belajar; 8) Mengeluarkan penampilan / dan memberikan
umpan balik.
Berikut akan diuraikan setiap kejadian instruksi itu:
1) Mengaktifkan Motivasi
Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah memotivasi para siswa
untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian
mereka dalam isi pelajaran, dan dengan mengemukakan kegunaannya.
21
2) Memberitahu Tujuan-Tujuan Belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian
instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah
dengan memberitahukan kepada mereka tentang mengapa mereka belajar, apa
yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberitahu
kepada siswa tentang tujuan-tujuan belajar juga menolong memusatkan
perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
3) Mengarahkan Perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi
untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Dalam mengajar,
perubahan stimulus secara tiba-tiba dapat mencapai maksud ini. Dalam
pelajaran Matematika hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata,
“Perhatikan perubahan warna yang terjadi”, serta waktu guru mengajarkan
kecepatan reaksi dengan metode demonstrasi.
Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini
siswa memilih informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka
pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan
dipelajari, dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata
selama mengajar, atau menggarisbawahi suatu kata atau beberapa kata dalam
suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para
siswa.
4) Merangsang Ingatan Tentang Pelajaran yang Telah Dipelajari Sebelumnya
Pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka
pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang, menurut Gagne
merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru dapat
berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan
pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong
ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para
siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.
22
5) Menyediakan Bimbingan Belajar
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang,
diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk
mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara
mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa.
Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan noncontoh-
noncontoh. Bila suatu aturan yang akan diajarkan, maka siswa-siswa
seharusnya sudah memahami dahulu konsep-konsep yang merupakan
komponen-komponen pembentuk aturan itu.
6) Melancarkan Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (jadi tidak dilupakan)
dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara sering
mengulangi pelajaran itu. Cara selain itu dengan memberi banyak contoh-
contoh. Dapat pula diusahakan penggunaan berbagai “jembatan keledai”.
Dengan cara ini materi pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah
diingat. Menggunakan alat mengukur dan mengukur secara langsung agar
siswa tidak lupa dengan pelajaran yang telah diberikan.
7) Membantu Transfer Belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari
pada situasi baru. Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum
sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat
membantu transfer belajar. Untuk dapat melaksanakan tugas ini, para siswa
tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.
8) Memperlihatkan Penampilan dan Memberikan Umpan Balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan
siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu
sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya
guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk
memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga
pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.
23
Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah memberikan tes, atau
dengan mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif menjadi
pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar, dan dengan
demikian harapan atau expectancy yang muncul pada permulaan tindakan
belajar telah dipenuhi. Dalam hal ini menurut Gagne, umpan balik
menghasilkan reinforsemen.
Perlu diingat, bahwa umpan balik tidak selalu diberikan secara
eksplisit, dengan cara menyetujui atau kata-kata yang membetulkan. Ada
kalanya situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan balik.
2.1.3 Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok memiliki banyak pengertian sebagaimana
dikemukakan beberapa ahli. Modjiono dalam Krisiyanto (2011) mengemukakan:
Metode kerja kelompok dapat diartikan sebagai format belajar-mengajar yang menitikberatkan kepada interaksi anggota yang satudengan anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikantugas-tugas belajar secara bersama-sama.
Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) menyatakan bahwa kerja
kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah
kecil untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa metode kerja kelompok merupakan kegiatan belajar yang
dilakukan secara berkelompok untuk menyelesaikan suatu tugas secara bersama-
sama.
Penggunaan metode kerja kelompok dapat dibedakan menjadi enam,
yaitu:
a. Pengelompokan untuk mengatasi kekurangan alat-alat pelajaran
Dalam sebuah kelas, guru akan mengajarkan Sejarah Mesir kuno, Ia tidak
mempunyai bahan bacaan yang cukup untuk tiap siswa. Maka untuk memberi
kesempatan yang sebesar-besarnya kepada siswa, kelas dibagi atas beberapa
kelompok. Tiap kelompok diberi sebuah buku untuk dibaca dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan guru.
24
b. Pengelompokan atas dasar perbedaan kemampuan belajar
Di suatu kelas, guru dihadapkan pada persoalan bagaimana melaksanakan
tugas sebaik-baiknya terhadap kelas yang sifatnya heterogen, yakin berbeda-beda
dalam kemampuan belajar. Pada waktu pelajaran matematika, guru menemukan
bahwa ada lima orang siswa tidak sanggup memecahkan soal seperti teman-teman
lainnya. Guru menyadari bahwa tidak mungkin rnengajar kelas dengan
menyamaratakan seluruh siswa, karena ada perbedaan dalam kesanggupan belajar.
Maka guru membagi para siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota yang
mempunyai kemampuan setaraf kemudian diberi tugas sesuai dengan kemampuan
mereka. Sekali-kali guru meninjau secara bergilir untuk melihat kelompok mana
yang membutuhkan pertolongan atau perhatian sepenuhnya.
c. Pengelompokan atas dasar perbedaan minat belajar
Pada suatu saat para siswa perlu mendapat kesempatan untuk memilih
suatu pokok bahasan yang sesuai dengan minatnya. Untuk keperluan ini guru
memberikan suatu pokok bahasan yang terdiri dari beberapa sub-pokok bahasan.
Siswa yang berminat sama dapat berkumpul pada suatu kelompok untuk
mempelajari sub-pokok bahasan yang dimaksud.
d. Pengelompokan untuk memperbesar partisipasi tiap siswa
Di suatu kelas, guru sedang mengajarkan kesusastraan. guru memilih suatu
masalah tentang lahirnya sastra baru. Dikemukakanlah masalah-masalah khusus,
satu diantaranya ialah mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran
kebangsaanlah yang menjadi perbedaan hakiki antara kesusastraan Melayu
dengan kesusastraan Indonesia. Guru tidak mempunyai waktu yang berlebihan,
akan tetapi ia menginginkan setiap siswa berpartisipasi secara penuh. Untuk setiap
masalah diperlukan pendapat atau diskusi. Maka dipecahkan kesatuan kelas itu
menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas membahas
permasalahan tersebut dalam waktu yang sangat terbatas. Selesai pembahasan
kelompok, setiap kelompok rnengemukakan pendapat yang dianggap pendapat
kelompok tersebut. Cara mengajar ini dimaksudkan untuk merangsang tiap siswa
agar ikut serta dalam setiap masalah secara intensif. Tak ada seorangpun diantara
25
mereka yang merasa mendapat tugas lebih berat dari pada yang lain.
Pengelompokkan sementara dan pendek semacam ini disebut juga rapat kilat.
e. Pengelompokan untuk pembagian pekerjaan
Pengelompokkan ini didasarkan pada luasnya masalah serta membutuhkan
waktu untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat menunjang pemecahan
persoalan. Untuk keperluan ini pokok persoalan harus diuraikan dahulu menjadi
beberapa aspek yang akan dibagikan kepada tiap kelompok (tiap kelompok
menyelesaikan satu aspek persoalan). Siswa harus mengumpulkan data baik dari
lingkungan sekitar maupun melalui bahan kepustakaan. Oleh karena itu, proyek
ini tidak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat seperti halnya rapat kilat
melainkan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa minggu. Jadi
pengelompokkan disini bertujuan membagi pekerjaan yang mempunyai cakupan
agak luas. Kerja kelompok ini membutuhkan waktu yang panjang.
f. Pengelompokan untuk belajar bekerja sama secara efisien menuju ke suatu
tujuan
Langkah pertama adalah menjelaskan tujuan dari tugas yang harus
dikerjakan siswa, kemudian membagi siswa menurut jenis dan sifat tugas,
mengawasi jalannya kerja kelompok, dan menyimpulkan kemajuan kelompok.
Disini jelas walaupun siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan
melaksanakan bagiannya sendiri-sendiri. Namun mereka harus memusatkan
perhatian pada tujuan yang akan dicapai, dan menjaga agar jangan sampai keluar
dan persoalan pokok. Tugas kelompok disini tidak perlu diselesaikan dalam
jangka waktu panjang, guru dapat memilih persoalan yang dapat didiskusikan di
kelas.
2.1.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok memiliki kelebihan, seperti yang diungkapkan
oleh Roestiyah dalam Krisiyanto (2011) yaitu: a) dapat memberikan kesempatan
para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu
masalah; b) dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah; c) dapat
mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampailan
26
berdiskusi; d) dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa
sebagai individu serta kebutuhannya belajar; e) para siswa lebih aktif bergabung
dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi; f)
dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai
dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana
mereka telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan
bersama. Sedangkan penerapan kerja kelompok menurut Modjiono dalam
Krisiyanto (2011) bertujuan: a) memupuk kemauan dan kemampuan kerja sama
diantara peserta didik; b) meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan
intelektual para peserta didik dalam proses belajar mengajar yang disediakannya
dan c) meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses belajar
mengajar secara seimbang.
Metode kerja kelompok juga memiliki kelemahan antara lain: a) Kerja
kelompok terkadang hanya melibatkan para siswa yang mampu sebab mereka
cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang; b) Keberhasilan strategi
ini tergantung kemampuan siswa memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri-
sendiri; c) Kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda
dan daya guna mengajar yang berbeda pula. Solusi yang akan diupayakan untuk
mengatasi terjadinya kelemahan metode kerja kelompok pada saat pembelajaran
antara lain dalam pembagian kelompok akan dilakukan bengan dasar
heterogenitas, sehingga dalam satu kelompok terdapat siswa dengan bermacam-
macam tingkat kecerdasan sesuai hasil UAS semester 1/2012-2013. Selain itu,
guru akan lebih memantau kinerja siswa dalam kerja kelompok supaya semua
anak terlibat aktif, baik yang cakap berbicara dan cerdas maupun yang kurang
cakap berbicara dan kurang cerdas. Ruang kelas 5 SD Negeri Sukorejo cukup luas
dengan jumlah siswa hanya 19, sehingga untuk mengatur tempat duduk kelompok
sesuai jumlah siswa akan lebih leluasa.
Berdasarkan uraian mengenai kelebihan metode kerja kelompok, hal
tersebut yang dijadikan sebagai dasar penggunaan metode kerja kelompok pada
penelitian ini. Kelebihan yang ada dalam metode kerja kelompok diharapkan juga
27
menjadi kelebihan dari pembelajaran yang telah dimodifikasi yaitu dengan
penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok.
2.1.3.2 Tahap-Tahap Metode Kerja Kelompok
Tahap-tahap metode kerja kelompok antara lain dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3Tahap-Tahap Dalam Pembelajaran Kerja Kelompok
Fase Kegiatan Guru
Fase – 1Menyampaikan tujuan danmemotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaranyang ingin dicapai pada pelajaran tersebut danmemotivasi siswa untuk belajar.
Fase – 2Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswadengan mendemonstrasikan atau lewat bahanbacaan.
Fase – 3Mengorganisasikan siswadalam kelompok-kelompokbelajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimanacara membentuk kelompok belajar danmembantu setiap kelompok agar melakukantansisi secara efisien.
Fase – 4Membimbing kelompokbekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat merekamengerjakan tugas.
Fase –5Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materiyang telah dipelajari atau masing-masingkelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
Fase – 6Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya-upaya hasil belajar individu maupun kelompok.
Dari uraian fase-fase belajar berdasarkan teori Gagne dan metode kerja
kelompok maka dalam penelitian ini akan digunakan satu fase belajar gabungan
dari teori Gagne melalui metode kerja kelompok. Fase tersebut akan disajikan
dalam tabel berikut ini.
28
Tabel 4Sintak Pembelajaran
Penerapan Teori Gagne Melalui Metode Kerja Kelompok
Tahapan belajarmenurut Gagne
Fase pembelajaranpenerapan teori Gagnemelalui metode kerja
kelompok
Aktivitas Guru
Memerhatikan 1. Menyampaikan tujuandan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuanpembelajaran dan memotivasisiswa untuk mengikuti prosespembelajaran dengan baik
HarapanPengambilankembali informasiyang relevanuntuk dibawa keingatan kerjaPerspektif selektifterhadap ciristimulus
2. MengarahkanPerhatian (directingattention)
Guru menyampaikan kegiatanpembelajaran dan materi yangakan dipelajari
Pengkodeansemantik
3. Merangsang ingatan(stimulating recall )dan/atau menyajikaninformasi
4. Menyediakanbimbingan belajar(Mengorganisasikansiswa dalamkelompok-kelompokbelajar)
Guru menunjuk suatu bangunruang, lalu siswa dimintauntuk menyebutkan bangunruang lainnyaGuru membimbing siswauntuk membentuk kelompoksecara berpasangan danmemberikan tugas yang harusdikerjakan bersama kelompokkerjanya
Pengambilankembali danrespons
5. Meningkatkan retensi(enhancing retention)(Membimbingkelompok bekerja danbelajar
Guru membimbing danmemantau siswa dalampengerjaan tugas
Penguatan 6. Melancarkan transferbelajar (Evaluasi)
Guru memandu siswa untukmenyampaikan hasil kerjakelompoknya danmemberikan penguatantentang materi
Pengambilanpetunjuk
7. Mengeluarkanpenampilan dan/ataumemberikan umpanbalik. (Memberikanpenghargaan)
Guru memberikanpenghargaan kepadakelompok yang bekerja secarakooperatif serta hasil yangbaikGuru memberikan lembarkerja siswa untuk
Kemampuangeneralisasi
29
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian menggunakan metode kerja kelompok ini, sebelumnya telah
diteliti beberapa orang. Solikin, Mohamad (2011) dengan judul ‘Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Tentang Bangun Ruang Sisi Datar
Melalui Penggunaan Metode Kerja Kelompok Bagi Siswa Kelas 5 SDN
Sunggingwarno 02 Gabus Kabupaten Pati Semester 1 Tahun 2011/2012’.
Menyimpulkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
kubus dan balok setelah menggunakan metode kerja kelompok. Hal ini nampak
pada skor rerata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 65, siklus 1 naik menjadi
80,21 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 83,96. Adapun ketuntasan belajar
klasikal pada kondisi pra siklus 45,83 %; siklus 1 naik menjadi 87,5% dan pada
siklus 2 naik menjadi 91,67%. Sedangkan skor minimal pada kondisi prasiklus
sebesar 45, pada siklus 1 naik menjadi 55 dan pada siklus 2 tetap 55. Sedangkan
skor maksimal pada kondisi prasiklus dan siklus 1 sebesar 90, dan siklus 2 naik
menjadi 95. Dari uraian hasil siklus dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran kerja kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penelitian lainnya oleh Wagimin (2012) dengan judul ‘Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Kerja Kelompok dan
Pemanfaatan Alat Peraga Bangun Datar Bagi Siswa Kelas I SD Negeri Banaran
semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012’ menyimpulkan bahwa pembelajaran
menggunakan metode kerja kelompok dan alat peraga bangun datar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SD Negeri Banaran tahun pelajaran
2011/2012. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang pada kondisi awal
hanya 6 siswa (32%) menjadi 13 siswa (69%) pada siklus pertama dan mencapai
19 siswa (100%) pada siklus 2. Dari uraian hasil tiap siklus dapat disimpulkan
bahwa metode kerja kelompok melalui alat peraga bangun datar dapat
meningkatkan hasil belajar matematika.
Berikut akan disajikan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian
relevan dalam Tabel 5 berikut ini.
30
Tabel 5Persamaan dan Perbedaan Variabel Penelitian
No Peneliti Tahun
Variabel Penelitian
Prestasibelajar
Hasilbelajar
TeoriGagne
Metode kerjakelompok
1. Solikin 2011 √ √
2. Wagimin 2012 √ √
3. Peneliti 2013 √ √ √
Dari Tabel 5 terlihat perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya
dengan penelitian ini. Letak perbedaannya adalah variabel terikat dan variabel
bebasnya. Jika dalam penelitian-penelitian sebelumnya fokusnya adalah prestasi
belajar yang mencakup secara keseluruhan akademik, sedangkan penelitian ini
fokusnya hanya hasil belajar yang lebih sempit cakupannya yaitu hasil tes setelah
diterapkan suatu metode pembelajaran. Sedangkan variabel terikat terikat adalah
metode kerja kelompok, namun yang membedakan adalah dalam penelitian ini
metode kerja kelompok dikembangkan sebagai pelaksanaan teori gagne.
2.3 Kerangka Pikir
Model pembelajaran teacher center sudah dianggap biasa bahkan
cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang aktif dalam mengikuti proses
belajar mengajar. Konsep dasar teori Gagne melalui metode kerja kelompok ini
yang akan digunakan untuk melakukan penelitian dalam upaya meningkatkan
hasil belajar Matematika terutama dalam materi geometri. Hal itu dikarenakan
pembelajaran dengan penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok
memiliki keunggulan dapat membuat siswa aktif melalui kegiatan kerja
kelompok, siswa lebih banyak berpartisipasi aktif mengembangkan kemampuan
bertanyajawab, dan siswa berkesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya
melalui kerja kelompok. Berikut adalah gambar mengenai alur kerangka pikir.
31
Gambar 1 Kerangka Pikir Pembelajaran dengan Penerapan Teori Gagne MelaluiMetode Kerja Kelompok.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir, maka ditetapkan hipotesis tindakan sebagai berikut: “melalui
penerapan teori Gagne melalui metode kerja kelompok dapat meningkatkan hasil
belajar Matematika siswa Kelas 5 SD Negeri Sukorejo, Kecamatan Suruh,
Kabupaten Semarang Semester 2/2012-2013”.
Kondisi Awal
Pembelajaranbelummenggunakankonsep dasar teoridan metode yangsesuai.
Keadaan siswa menjadi pasif dan
kurang antusias sehingga hasil
belajar matematika rendah
Tindakan
Pembelajaran
geometri bangun
ruang dengan
penerapan teori
Gagne melalui
metode kerja
kelompok
Pembelajaran dengan teori
Gagne melalui metode kerja
kelompok dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa
kelas 5 SD Negeri Sukorejo
KondisiAkhir