bab ii kajian pustaka dan pengembangan hipotesis … · dapat dijadikan sebagai indikator kinerja...

27
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kinerja Pengertian Kinerja Karyawan mempunyai arti Performance atau Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing- masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Menurut Suyadi (1999), kinerja adalah : “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu oraganisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi”. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Mengenai gaji dan adanya harapan (expectation) merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang karyawan melaksanakan kegiata kerja dengan kinerja yang baik. Bila kelompok karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak pada kinerja perusahaan yang baik pula. Kinerja (prestasi kerja) menurut Mangkunegara (2006) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah salah satu pendekatan strategi dan terpadu untuk menyampaikan

Upload: dangcong

Post on 03-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Kinerja

Pengertian Kinerja Karyawan mempunyai arti Performance atau Kinerja

adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-

masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara

legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Menurut Suyadi (1999), kinerja adalah : “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu oraganisasi sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.

Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang

tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian,

mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Mengenai gaji dan

adanya harapan (expectation) merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang

karyawan melaksanakan kegiata kerja dengan kinerja yang baik. Bila kelompok

karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak

pada kinerja perusahaan yang baik pula.

Kinerja (prestasi kerja) menurut Mangkunegara (2006) adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja adalah salah satu pendekatan strategi dan terpadu untuk menyampaikan

2

sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang

bekerja didalamnya dan dengan mengembangkan Capabilitas tim dan Contributor

individu berdasar teori Amstrong dan Baron (1998)

Faizan dan Winarsih (2008) menyatakan kinerja perawat adalah aktivitas

perawat dalam mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan

tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan

terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama

dengan prestasi kerja perusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan

standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat

diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan terpacu

untuk mencapai prestasi kerja pada tingkat lebih tinggi.

Mahmudi (2010) mengatakan bahwa kinerja merupakan konstruk

multidimensional yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

antara lain :

1. Faktor personal

Meliputi pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi

dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

2. Faktor kepemimpinan

Meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan

dukungan yang diberikan manajer atau team leader.

3. Faktor tim

Meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam

satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim.

3

4. Faktor sistem

Meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh

organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organissai.

5. Faktor kontekstual (situasional)

Meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Dalam teori Furtwengler (2002) menerangkan bahwa ada sejumlah aspek yang

dapat dijadikan sebagai indikator kinerja yaitu :

1. Kecepatan

Kecepatan terkait dengan unsur-unsur, pemahaman mengenai pentingnya

kecepatan dalam lingkungan persaingan, kemmapuan melakukan pekerjaan

dengan baik, kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal dan

kemampuan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih

cepat. Kecepatan sangat penting bagi keuanggulan bersaing perusahaan atau

organisasi.

2. Kualitas

Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Kualitas pekerjaan dapat

dilihat dari beberapa usnur seperti : bangga terhadap pekerjaannya,

melakukan pekerjaan dengan benar sejak awal dan mencari cara-cara untuk

memperbaiki kualitas pekerjaannya.

3. Pelayanan

Dapat dilihat melalui hal-hal berikut : pemahaman mengenai pentingnya

melayani pelanggan, menunjukkan keinginan untuk melayani orang lain

4

dengan baik, merespons pelanggan dengan tepat waktu dan karyawan

memberikan sesuatu lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.

4. Nilai

Mencakup dua hal yaitu tindakan yang mengindikasikan pemahaman konsep

nilai dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan dalam mengambil

keputusan.

5. Ketrampilan interpersonal

Menunjukkan perhatian pada perasaan orang lain, menggunakan bahasa yang

memberikan semangat kepada orang lain, bersedia membantu orang lain dan

merayakan keberhasilan orang lain dengan tulus.

6. Mental untuk sukses

Memiliki sikap can do anything (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun)

mencari cara untuk menambah pengetahuan, mencari cara untuk

emmperbanyak pengalaman dan realitas dalam mengukur kemampuan.

7. Terbuka untuk berubah

Bersedia menerima perubahan, menacri cara baru dalam menyelesaikan

tugas-tugas, tindsakan yang mengindikasikan sifat ingin tahu.

8. Kreatifitas

Kreatifitas dalam pemecahan masalah, kemampuan melihat hubungan antara

masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, kemampuan membuat

konsep abstrak dan mengembangkan menjadi konsep yang dapat diterapkan

dan kemampuan menerapkan kreatifitasnya dalam pekerjaan sehari-hari.

5

Pabundu (2006) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu :

1. Faktor internal, faktor yang berhubungan dengan kecerdasan, ketrampilan,

kestaliban emosi, sifat-sifat seseorang yang meliputi sikap, sifat-sifat

kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel

personal lainnya.

2. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan

yang berasal dari lingkungan meliputi : peraturan ketenagakerjaan, keinginan

pelanggan, pesaing, kondisi ekonomi, kebijakan organisasi, kepemimpinan,

tindakan rekan kerja, jenis pelatihan dan pengawasan, sistem upah dan

lingkungan sosial.

Menurut Gibson (1996) terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi

kinerja dan perilaku yaitu :

1. Variabel individu, meliputi kemampuan dan ketrampilan, disik maupun

mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin,

asal-usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor

utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi

mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja.

2. Variabel organisasi, yaitu sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan

desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan

kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal

yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar

6

dicapai, karena semua individu masuk dan bergabung ke dalam suatu

organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan yang berbeda

satu sama lain.

Penilaian kinerja disebut juga sebagai perfomance appraisal, performance

evaluation, development review, performance review dan development. Penilaian

kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Usman (2011) menyatakan penilaian

kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah disepakati bersama

dalam standar kerja.

Penilaian kinerja perawat merupakan evaluasi kinerja perawat sesuai standar

praktik profesional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja perawat

merupakan cara untuk menjamin tercapainya standar praktek keparawatan.

Penialain kinerja merupakan alat yang dapat dipercaya oleh manajer perawat

dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian

kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai,

dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang

tinggi. Nursalam (2008) mengemukakan perawat manajer dapat menggunakan

proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,

membimbing perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat

yang berkompeten.

Menurut Ruky (2004), penilaian kinerja adalah : “Membandingkan antara

hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan”. Dengan kata lain,

sarana-sarana tersebut harus diteliti satu per satu, mana yang telah dicapai

7

sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan mana yang dibawah

target atau tidak tercapai penuh.

Nawawi (2006) menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah untuk

mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi atau tingkat keberhasilan atau

kegagalan seseorang pekerja/karyawan atau tim kerja dalam melaksanakan

tugas/jabatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Model dan metode penilaian kinerja menurut Mangkunegaran (2009)

adalah :

1. Penilaian sendiri pendekatan yang paling umum digunakan untuk

mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagi

sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other

Rating dapat diberikan oleh atasan. Penilaian sendiri biasanya digunakan

pada bidang SDM sperti : penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan,

analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya.

2. Penialian atasan Organisasi pada tingkat kematangan majemuk, personal

biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang

termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.

3. Penilaian mitra penilaian ini cocok diguankan pada kelompok kerja yang

mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan

keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada

anggota kelompok kerja. Penilaan mitra dilakukan oleh seluruh anggota

kelompok kerja dan umpan balik untuk personal yang dinilai dilakukan oleh

8

komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian ini biasanya ditujukan

untuk pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.

4. Penilaian bawahan penilaian ini dilakukan untuk tujuan pengembangan

dan umpan balik. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan

evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini

kurang mendapat dukungan. Program penilaian bawahan terhadap atasan

dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini menilai

manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas

kemampuan atasan.

B. Motivasi kerja

Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti dorongan atau

penggerak. Motivasi dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya

manusia pada umumnya dan bawahan pada khususnya.

Mathis, Robert L. dan Jackson. John H. (2006) menyebutkan motivasi kerja

sebagai hasrat di dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut

melakukan tindakan bekerja melakukan sesuatu.

Menurut Rivai (2004) motivasi kerja adalah serangkaian sikap dan nilai-

nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai tujuan

individu.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

motivasi kerja karyawan adalah dorongan individu untuk melakukan tindakan

karena mereka ingin melakukannya dalam mencapai tujuan yang mereka

9

inginkan. Pencapaian tujuan tersebut dapat berupa uang, keselamatan,

penghargaan dan lain-lain. Marliani Rosley (2015) mengemukakan bahwa

kekayaan, rasa aman (keselamatan), status dan segala macam tujuan lain

merupakan hiasan semata-mata untuk mencapai tujuan akhir setiap orang yaitu

menjadi dirinya sendiri.

Menurut As’ad (2002) motivasi kerja didefinisikan sebagai sesuatu yang

menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi biasa

disebut sebagai pendorong atau semangat kerja. Sedangkan menurut Robbins

( 2002), motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat

upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh

kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Sementara

motivasi umum bersangkutan sengan upaya ke arah setiap tujuan yang fokusnya

dipersempit terhadap tujuan organisasi. Ketiga unsur kunci dalam definisi ini

adalah upaya, tujuan, dan kebutuhan.

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L. McCormick

(2002) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang

berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang

berhubungan dengann lingkungan kerja. Pada hakikatnya saat karyawan bekerja

mereka membawa serta keinginan, kebutuhan, pengalaman masa lalu yang

membentuk harapan kerja mereka. Adanya motivasi terutama motivasi untuk

berprestasi akan mendorong seseorang mengembangkan pengetahuan dan

kemampuannya demi mencapai prestasi kerja yang lebih baik. Biasanya seseorang

yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai tanggung jawab untuk

10

menghasilkan presatsi yang lebih baik. Menurut Trisnaningsih (2003) dengan

adanya motivasi kerja, diharapkan setiap individu mau bekerja keras dan antusias

untuk mencapai kinerja yang tinggi.

Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama

demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:

1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan

imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.

2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk

finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,

pendekatan manusia dan lain sebagainya, Gitosudarmo dan Mulyono (1999).

Menurut Payaman J.Simanjuntak (2005), memotivasi bawahan berarti

menjadikan mereka merasakan bahwa bekerja sebagai bagian hidup yang

dinikmati. Para pekerja pada umumnya akan siap bekerja keras bila menghadapi

beberapa kondisi berikut ini:

1. Merasa diperlukan oleh organisasi

2. Mengetahui yang diharapkan organisasi

3. Perlakuan adil antar pekerja dan dalam pemberian imbalan

4. Peluang untuk berkembang

5. Tantangan yang menarik

6. Suasana kerja yang menyenangkan

Teori Motivasi dari Frederick Herzberg berhubungan langsung dengan

kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan, berdasarkan studinya tentang hubungan

antara sikap – sikap kerja dan kinerja kerja Herzberg menyatakan, bahwa motivasi

11

merupakan sebuah dampak langsung dari kepuasan kerja. Menurut Siagian

(2002) bahwa karyawan termotivasi untuk bekerja disebabkan oleh dua faktor

yaitu :

1. Faktor instrinsik yaitu daya dorong yang timbul dalam diri dari masing-

masing karyawan berupa :

a. Pekerjaannya itu sendiri (the work it self) yaitu berat ringannya tantangan

yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya

b. Kemajuan (advancement) adalah besar kecilnya kemungkinan tenaga

kerja berpeluang maju dalam pekerjaannya seperti kenaikan pangkat

c. Tanggung jawab (responsibility) yaitu besar kecilnya yang dirasakan

terhadap tanggung jawab diberikan kepada seorang tenaga kerja

d. Pengakuan (recognition) yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan

kepada tenaga kerja atas hasil kerja.

e. Pencapaian (achievement) adalah besar kecilnya kemungkinan tenaga

kerja mencapai prestasi kerja

2. Faktor ekstrinsik yaitu faktor pendorong yang datang dari luar diri seseorang

terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Faktor ekstrinsik mencakup :

a. Administrasi dan kebijakan perusahaan adalah tingkat kesesuaian yang

dirasakan tenaga kerja terhadap semua kebijakan dan peraturan yang

berlaku dalam perusahaan.

b. Penyeliaan adalah tingkat kewajaran penyelia dirasakan oleh tenaga kerja

12

c. Gaji yaitu tingkat kewajaran gaji yang diterima sebagai imbalan terhadap

tugas pekerjaan

d. Hubungan antar pribadi merupakan tingkat kesesuaian yang dirasakan

dalam berinteraksi antar tenaga kerja lain

e. Kondisi kerja adalah tingkat kesesuaian kondisi kerja dengan proses

pelaksanaan tugas pekerjaan-pekerjaannya.

Teori Herzberg memprediksi, bahwa para manajer dapat memotivasi individu –

individu dengan jalan “ memasukkan “ motivator –motivatornya kedalam

pekerjaan individu, yaitu proses yang dinamakan perkayaan pekerjaan (job

enrichment).

C. Komitmen Organisasi

Setiap perusahaan tentu menginginkan karyawan yang memiliki komitmen

yang tinggi. Menurut Greenberg dan Baron (1993), karyawan yang memiliki

komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih

produktif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan organisasinya.

Komitmen organisasional merupakan komitmen seseorang terhadap organisasi

tempatnya bekerja. Komitmen seseorang terhadap organisasi merupakan salah

satu jaminan untuk menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Dalam

penelitiannya Porter dan Steers (1992) menunjukkan bahwa komitmen yang tinggi

berpengaruh terhadap tingginya tingkat performance. Selain itu seseorang yang

mempunyai tingkat komitmen yang tinggi terhadap organisasinya cenderung

untuk bertahan sebagai anggota dalam waktu yang relatif panjang.

13

Steers (1985) menyatakan bahwa komitmen organisasi merefleksikan rasa

identifikasi (kepercayaan terhadap nilaia-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan

untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi yang bersangkutan)

yang dinyatakan oleh seorang anggota terhadap organisasinya. Dalam teori

Kuntjoro dikemukakan (2002) bahwa komitmen organisasi artinya lebih dari

sektor keanggotaan formal karena meliputi sikap menyukai organisasi dan

kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan

organisasi demi pencapaian tujuan.

Definisi komitmen organisasi dikatakan oleh Mowday, Porter dan steers

(1982) sebagai daya relatif dan keberpihakan dan keterlibatan seseorang terhadap

organisasi. Mereka juga mengatakan komitmen organisasi merupakan kekuatan

yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya

dalam organisasi, yang ditandai tiga hal, yaitu :

1. Penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi

2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama

organisasi.

3. Keinginan karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam

organisasi.

Komitmen organisasional merupakan suatu bentuk sikap (Luthans, 2002).

Dan sikap dapat dipecah menjadi 3 komponen dasar : emosional, informasional

dan keperilakuan. Dalam Organization behavioral atau perilaku organisasi ,

komitmen organisasi adalah komponen dari perilaku. ( “In organization, attitudes

are important because of their behavioral component “), Robbins, S. (2007).

14

Menurut Robbins, Attitudes is Evaluative statements or judgment concerning

object, people or events. (Sikap adalah pernyataan tentang penilaian seseorang

terhadap objek, orang-orang atau kejadian). Dan dibagi dalam 3 komponen yaitu :

cognitive, affective and behavioral (kognitif, afektif dan keperilakuan) (2007).

Komponen emosional (afeksi) melibatkan perasaan orang (positif, netral

atau negatif) terhadap suatu objek. Komponen informasional (cognitive) terdiri

dari kenyakinan/opini dan informasi/pengetahuan yang dimiliki seseorang atas

objek. Komponen keperilakuan (intensi) meliputi tendesi seseorang untuk

berperilaku dalam cara tertentu terhadap suatu objek.

Mowday (1982) juga mengungkapkan bahwa komitmen organisasi

memiliki dua komponen, yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku.

Komponen sikap mencakup tiga hal penting, yaitu :

1. Identifikasi dengan organisasi, yaitu penerimaan karyawan atas tujuan

organisasi sebagai dasar komitmen. Identifikasi karyawan tampak melalui

sikap menyetujui kebijakan organisasi, kesamaan nilai pribadi dengan nilai-

nilai organisasi dan rasa bangga menjadi bagian dari organisasi.

2. Keterlibatan karyawan sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya di

dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima

hampir semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

3. Kehangatan, afeksi dan loyalitas serta adanya ikatan emosional dan

keterikatan antara organisasi dan karyawan.

Di sisi lain, Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2008) menyebutkan tiga

komponen komitmen organisasi, yaitu :

15

1. Affective

Komitmen efektif berasal dari kelekatan emosional karyawan terhadap

organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen efektif yang kuat akan

mengidentifikasikan diri dengan terlibat aktif dalam organisasi dan

menikmati keanggotaannya dalam organisasi.

2. Normatif

Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap

keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki

komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam organisasi karena

mereka merasa seharusnya melakukan hal tersebut.

3. Continuance

Disebut juga komitmen rasional, berkaitan dengan komitmen yang

didasarkan pada persepsi karyawan atas kerugian yang akan diperolehnya

jika ia tidak melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi. Pegawai yang

memiliki komitmen rasional yang kuat akan bertahan dalam organisasi,

karena mereka memang membutuhkan.

D. Keterlibatan Kerja

Lodahl dan Kejner (Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja (Job

Involvement) sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau

pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai

tingkat sampai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga

dirinya dan tingkat sampai sejauh mana seseorang secara psikologis

16

mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam

gambaran diri totalnya. Individu yang memiliki keterlibatan yang tinggi lebih

mengidentifikasikan dirinya pada pekerjaannya dan menganggap pekerjaan

sebagai hal yang sangat penting dalam kehidupannya.

Brown (2003) mengatakan bahwa keterlibatan kerja (Job Involvement)

merujuk pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada

organisasinya dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Ia menegaskan

bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi dapat terstimulasi

oleh pekerjaannya dan tenggelam dalam pekerjaannya.

Robbins menambahkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat

keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang

pekerjaan yang mereka lakukan. Seseorang yang memiliki Job Involvement yang

tinggi akan melebur dalam pekerjaan yang sedang ia lakukan. Tingkat keterlibatan

kerja yang tinggi berhubungan dengan Organizational Citizenship Behavior dan

performansi kerja. Sebagai tambahan, tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dapat

menurunkan jumlah ketidakhadiran karyawan (Robbins, 2009).

Hiriyappa (2009) mendefinisikan keterlibatan kerja (Job Involvement)

sebagai tingkat sampai sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan

pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap

performansi yang dilakukannya penting untuk keberhargaan dirinya. Tingkat

keterlibatan kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan

pengunduran diri karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan tingkat

17

keterlibatan kerja yang rendah akan meningkatkan ketidakhadiran dan angka

pengunduran diri yang lebih tinggi dalam suatu organisasi.

Srivastava (2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan

kerja (Job Involvement) yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang

tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi.

Individu akan memiliki keterlibatan kerja yang rendah jika ia memiliki motivasi

kerja yang rendah dan merasa menyesal dengan pekerjaannya. Artinya, individu

yang memiliki keterlibatan kerja yang rendah adalah individu yang memandang

pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, memiliki rasa

kurang bangga terhadap perusahaan, dan kurang berpartisipasi dan kurang puas

dengan pekerjaannya.

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

keterlibatan kerja (Job Involvement) merupakan komitmen seorang karyawan

terhadap pekerjaannya yang ditandai dengan karyawan memiliki kepedulian yang

tinggi terhadap pekerjaan dalam lingkungan kerjanya, serta keterlibatan kerja

berhubungan langsung dengan Organizational Citizenship Behavior dalam

menentukan kinerja. Dengan adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap

pekerjaan yang ia lakukan, maka karyawan akan merasa bahwa pekerjaanya

sangat penting dalam kehidupan kerja dan mempunyai keyakinan kuat akan

kemampuan dalam menyelesaikan masalah.

Karakteristik Job Involvement

Ada beberapa karakteristik dari karyawan yang memiliki keterlibatan kerja

(Job Involvement) yang tinggi dan yang rendah (Cohen, 2003), antara lain:

18

1. Karakteristik karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi:

a. Menghabiskan waktu untuk bekerja

b. Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan dan perusahaan

c. Puas dengan pekerjaannya

d. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap karier, profesi, dan organisasi

e. Memberikan usaha-usaha yang terbaik untuk perusahaan

f. Tingkat absen dan intensi turnover rendah

g. Memiliki motivasi yang tinggi

2. Karakteristik karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang rendah:

a. Tidak mau berusaha keras untuk kemajuan perusahaan

b. Tidak peduli dengan pekerjaan maupun perusahaan

c. Tidak puas dengan pekerjaan

d. Tidak memiliki komitmen terhadap pekerjaan maupun perusahaan

e. Tingkat absen dan intensi turnover tinggi

f. Memiliki motivasi kerja yang rendah

g. Tingkat pengunduran diri yang tinggi

h. Merasa kurang bangga dengan pekerjaan dan perusahaan

Dimensi Job Involvement

Menurut Lodahl dan Kejner (Cohen, 2003), Job Involvement memiliki dua

dimensi, yaitu:

1. Performance self-esteem contingency

19

Keterlibatan kerja merefleksikan tingkat dimana rasa harga diri seseorang

dipengaruhi oleh performansi kerjanya. Aspek ini mencakup tentang seberapa

jauh hasil kerja seorang karyawan (performance) dapat mempengaruhi harga

dirinya (self-esteem). Harga diri didefinisikan sebagai suatu indikasi dari

tingkat dimana individu mempercayai dirinya mampu, cukup, dan berharga

(Harris & Hartman, 2002).

2. Pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri total individu

Dimensi ini merujuk pada tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan

dirinya secara psikologis pada pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan bagi

gambaran diri totalnya. Dubin (2003) mengatakan bahwa orang yang

memiliki keterlibatan kerja (Job Involvement) adalah orang yang menganggap

pekerjaan sebagai bagian yang paling penting dalam hidupnya. Ini berarti

bahwa dengan bekerja, ia dapat mengekspresikan diri dan menganggap

bahwa pekerjaan merupakan aktivitas yang menjadi pusat kehidupannya.

Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak

dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan

menurut Robbins (2009).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Job Involvement

Keterlibatan kerja (Job Involvement) dapat dipengaruhi oleh dua variabel,

yaitu variabel personal dan variabel situasional.

1. Variabel personal

20

Variabel personal yang dapat mempengaruhi keterlibatan kerja

meliputi variabel demografi dan psikologis. Variabel demografi mencakup

usia, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, jabatan, dan senioritas.

Moynihan dan Pandey (2007) juga menemukan bahwa usia memiliki

hubungan yang positif dan signifikan dengan keterlibatan kerja, dimana

karyawan yang usianya lebih tua cenderung lebih puas dan terlibat dengan

pekerjaan mereka, sedangkan karyawan yang usianya lebih muda kurang

tertarik dan puas dengan pekerjaan mereka. Hickling (2001) dalam

penelitiannya yang bertujuan untuk mengukur pengaruh variabel demografi

dan status karyawan (part-time atau full-time) menemukan bahwa variabel

demografi dan status karyawan memiliki hubungan dengan keterlibatan kerja.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa karyawan full-time dan part-time

berbeda dalam karakteristik demografi, dimana wanita memiliki tingkat absen

yang lebih tinggi daripada pria, yang mengindikasikan bahwa wanita

memiliki keterlibatan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan pria. Ia

juga menemukan bahwa karyawan yang bekerja full-time lebih terlibat dalam

pekerjaannya dibandingkan dengan karyawan yang bekerja part-time.

Westhuizen (2008) dalam penelitiannya menambahkan bahwa variabel-

variabel demografi lainnya seperti gaji memiliki hubungan dengan

keterlibatan kerja (Job Involvement).

Sedangkan variabel psikologis mencakup intrinsic/extrinsic need

strength, nilai-nilai kerja, locus of control, kepuasan terhadap

21

karakteristik/hasil kerja, usaha kerja, performansi kerja, absensi, dan intensi

turnover.

Bazionelos (2004) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara

trait kepribadian dengan keterlibatan kerja pada manajer menemukan bahwa

ada hubungan antara trait kepribadian dengan keterlibatan kerja ditinjau dari

teori 5 Faktor, dimana tipe kepribadian extraversion, openness, agreeableness

berhubungan dengan keterlibatan kerja. Ia menemukan bahwa manajer yang

memiliki karakteristik aggreableness yang rendah menunjukkan keterlibatan

kerja yang tinggi. Selain itu, ia juga menemukan bahwa ada hubungan yang

negatif antara extraversion dan openness dengan keterlibatan kerja.

2. Variabel situasional

Variabel situasional yang dapat mempengaruhi keterlibatan kerja

mencakup pekerjaan, organisasi, dan lingkungan sosial budaya. Variabel

pekerjaan mencakup karakteristik/hasil kerja, variasi, otonomi, identitas

tugas, feedback, level pekerjaan (status formal dalam organisasi), level gaji,

kondisi pekerjaan (work condition), job security, supervisi, dan iklim

interpersonal. Srivastava (2005) mengatakan bahwa faktor-faktor seperti

otonomi, hubungan pertemanan, perilaku pengawas, kepercayaan, dan

dukungan menuntun pada keterlibatan kerja yang pada gilirannya

meningkatkan produktivitas.

Irawan (2010) dalam penelitiannya tentang hubungan antara gaya

kepemimpinan demokratis dengan keterlibatan kerja juga menemukan bahwa

22

ada hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan demokratis

dengan keterlibatan kerja. Artinya, apabila persepsi karyawan terhadap gaya

kepemimpinan demokratis positif, maka keterlibatan kerja karyawan tinggi.

Variabel organisasi mencakup iklim organisasi (partisipatif/mekanistik),

ukuran organisasi (besar/kecil), struktur organisasi (tall/flat), dan sistem

kontrol organisasi (jelas/tidak jelas). Karia dan Asaari (2003) mengatakan

bahwa praktek continuous improvement dan pencegahan terhadap masalah

secara signifikan berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja, kepuasan

kerja, kepuasan karier, dan komitmen organisasi.

A. Posisi Penelitian

Posisi penelitian digunakan untuk membandingkan model dan variabel penelitian

saat ini dengan penelitian sebelumnya dengan tujuan untuk mengetahui letak

perbedaannya. Penelitian menganai motivasi, komitmen organisasi, keterlibatan

kerja dan kinerja sudah banyak dilakukan sebelumnya untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Penelitian ini adalah pengembangan

dari beberapa model penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hueryern

Yeh & Dachuan Hong (2012), Uygur Akyay & Gonca Kilic (2009), Mohsan

Faizan, Moh. Nawaz, M. Sarfraz (2011), Tiwari Vivian & S.K Singh (2014),

Shaheen Abnas & Yasir Aftab Farooqi (2014), Shahzadi Irum, Ayesha Javed,

Syeh Shahzaib P, Shagufta N dan Farida K (2014), Hettiararchchi & Jayarathna

(2014), Trang Irvan, Armanu, Achmad Sudiro dan Noermijati (2013) dan Toya

Omoniyi dan Adedapo Adeyemi (2012).

23

Tabel 1

Posisi Penelitian

Penulis

(Tahun)

Variabel

Independent

Variabel

Mediasi

Variabel

Dependen

Analisa

Statistik Mohsan, Nawaz,

Sarfraz, S (2011)

Employee

Motivation

Employee

commitment

- Job Involvement

Yeh & Hong

(2012)

Leadership style Organizational

Commitment

Job Perfoemance Korelasi

person

Akyay & Kilic

(200)

Organizational

commitment

Job Involvement

- Job performance T-test

Trang, Armanu,

& Sudiro (2013)

Leadership style

Organizationan

learning

Job motivation

Organizational

Commitment

Job performance Partial Least

Square

Shaheen dan

farooqi (2014)

Employee

motivation

- Employee

commitment

Job involvement

Employee

engagemt

Regression

analysis

Shahzadi, Javed

dan Shahzaib

(2014),

Employee

motivation

- Employee

performance

Regression

analysis

Hettiararchchi &

jayarathna (2014)

Job satifaction

Organization

commitment

Job involvement

Job Performance Regression

analysis

Tiwari & Singh

(2014)

Job satifaction

Job involvement

- Organizational

commitment

T test,

chi-square

Toya & Adeyemi

(2012)

Job involvement

Organizational

commitment

- Job Performance

Peneltian saat ini Motivasi kerja Komitmen

organisasi

Keterlibatan

Kerja

Konerja Analisis Path

B. Hubungan Anatar Variabel Penelitian dan Pengembangan

Hipotesis

Hubungan antar variabel diperlukan untuk menunjukkan keterkaitan variabel

penelitian berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang terkait dengan

24

permasalahan penelitian untuk pengembangan hipotesis. Berikut akan diuraikan

mengenai hubungan antar variabel penelitian dengan pengembangan hipotesis.

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan

untuk kerja (As’ad, 2002). Menurut Trisnaningsih (2003),dengan motivasi kerja

diharapkan individu mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai kinerja yang

baik. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja dibuktikan dalam penelitian

Mohsan Faizan, Moh. Nawaz, M. Sarfraz (2011) dan Shahzadi Irum, Ayesha

Javed, Syeh Shahzaib P, Shagufta N dan Farida K (2014). Dengan demikian

hipotesis yang akan diuji adalah :

H1 : Motivasi kerja mempunyai pengaruh pada kinerja

Motivasi kerja adalah dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan

sesuatu atau bekerja. Seseorang yang termotivasi akan melaksanakan upaya

substansial guna mendukung tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan

organisasi dimana dia bekerja (Liang Gie, Martoyo, 200). Mohsan Faizan, Moh.

Nawaz, M. Sarfraz (2011) serta Shaheen Abnas & Yasir Aftab Farooqi (2014)

dalam hasil penelitiannya menemukan bukti bahwa Motivasi kerja yang tinggi

berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian hipotesis

yang akan diuji adalah :

H-2 Motivasi kerja mempunyai pengaruh pada komitmen organisasi

Menurut Srivastava (2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki

keterlibatan kerja yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi

terhapa perusahaan dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Penelitian Mohsan

25

Faizan, Moh. Nawaz, M. Sarfraz (2011) serta Shaheen Abnas & Yasir Aftab

Farooqi (2014) mengemukakan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan

terhadap keterlibatan kerja. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji adalah :

H-3 Motivasi kerja berpengaruh pada keterlibatan kerja

Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang

lebih stabil dan lebih produktif sehingga akan menguntungkan organisasinya.

(Greenberg & Baron, 1993). Dalam penelitian Hueryern Yeh & Dachuan Hong

(2012) mengemukakan bahwa Komitmen organisasi mempunyai pengaruh

signifikan terhadap kinerja. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji adalah :

H-4 Komitment organisasi mempunyai pengaruh pada kinerja

Keterlibatan kerja yang tinggi akan membuat seseorang melebur dalam pekerjaan

yang sedang ia lakukan. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan

dengan performansi kerja (Robbins, 2009). Hasil penelitian Uygur Akyay &

Gonca Kilic (2009), Tayo Omonivi & Adedapo Adeyemi (2012) serta

Hettiararchchi & Jayarathna (2014) mengemukakan bahwa Keterlibatan kerja

mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja. Dengan demikian hipotesis

yang akan diuji adalah :

H-5 Keterlibatan kerja mempunyai pengaruh pada kinerja

Motivasi kerja yang yang tinggi akan menyebabkan seseorang melaksanakan

upaya substansial untuk menunjang tujuan organisasi diaman ia bekerja.

Seseorang yeng memiliki motivasi kuat akan mempunyai tanggung jawab untuk

menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan Trang

26

Irvan, Armanu, Achmad Sudiro dan Noermijati (2013) menyatakan bahwa

motivasi yang diberikan oleh perusahaan dimediasi komitmen organisasi akan

meningkatkan kinerja karyawan. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji

adalah :

H6 : Komitmen organisasi memediasi pengaruh motivasi kerja pada

kinerja

Karyawan yang mempunyai motivasi kerja tinggi akan memiliki

keterlibatan kerja yang tinggi yang akan menunjukkan perasaan solidaritas yang

tinggi pada perusahaan (Patchen, 2005). Hasil penelitian Shaheen Abnas & Yasir

Aftab Farooqi (2014) menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif

pada keterlibatan kerja. Penelitian Toya Omoniyi & Adedapo Adeyemi (2012)

keterlibatan kerja berpengaruh pada kinerja. Sedangkan penelitian Faizan

Mohzan, (2011) mengemukakan motivasi kerja berpengaruh terhadap komitmen

organisasi dengan dimediasi oleh keterlibatan kerja Mohsan Faizan, Moh.

Nawaz, M. Sarfraz (2011). Dengan demikian hipotesis yang akan diuji adalah :

H7 : Keterlibatan kerja memediasi pengaruh motivasi kerja pada

kinerja

C. Model Penelitian

Model penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Berdasarkan hubungan antar variabel penelitian dan pengembangan hipotesa,

maka akan dibuat model penelitian yang menjelaskan hubungan motivasi kerja,

27

komitmen oreganisasi, keterlibatan kerja dan kinerja, seperti yang disajikan alam

gambar berikut :

H2 H4

H3 H5

Sumber : Trang Irvan, Armanu, Achmad Sudiro dan Noermijati (2013)

Gambar 2

Skema Konseptual Penelitian

Model penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Trang Irvan,

Armanu, Achmad Sudiro dan Noermijati (2013). Dalam penelitian ini ditambah

variabel mediasi keterlibatan kerja.

Model penelitian menjelaskan bahwa motivasi kerja berpengaruh pada kinerja

(H1), Motivasi kerja berpengaruh pada komitmen organisasi (H2), motivasi kerja

berpengaruh pada keterlibatan kerja (H3), komitmen organisasi berpengaruh pada

kinerja (H4), keterlibatan kerja berpengarih pada kinerja (H5), komitmen

organisasi memediasi pengaruh motivasi kerja pada kinerja (H6), dan keterlibatan

memotivasi pengaruh motivasi kerja pada kinerja (H7).

Keterlibatan kerja

Kinerja

Komitmen organisasi

Motivasi kerja H1

H6

H7