bab ii kajian pustaka dan landasan teori 2.1 kajian ...eprints.umm.ac.id/40340/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian terdahulu
Kajian yang membahas peran ganda perempuan bukanlah suatu hal
baru, banyak peneliti yang telah mengkaji tentang peran ganda perempuan
pada berbagai macam latar belakang, lokasi, dan fokus penelitian yang
berbeda-beda. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, skripsi yang berjudul tentang “Peran ganda Perempuan
Pedagang Kaki Lima : Studi Kasus di Pasar Kemiri Muka Depok
Jawa Barat” oleh Erin Elifa Dini tahun 2014. Dalam penelitian tersebut,
penulis memfokuskan pada pengalaman perempuan yang memiliki beban
ganda secara mendalam dan keberagaman beban ganda yang di alami
perempuan pedagang kaki lima di pasar kemiri. Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode study kasus. Pengumpulan datanya
menggunakan observasi partisipan dan wawancara dengan waktu yang
cukup lama dan berkali-kali untuk mendapatkan informasi yang lebih
rinci. Hasil yang di dapatkan adalah kebanyakan perempuan yang yang
menjadi pedagang di kaki lima adalah tulang punggung keluarga,
kemudian membantu pendapatan suami, kemandirian serta keinginan
untuk meningkatkan status sosial.
Kedua, skripsi yang berjudul tentang “Peran Ganda Perempuan
Pada Ibu Pekerja di Desa Pekembinangun, Pakem, Sleman,
Yogyakarta” yang disusun oleh Eka Puspita Sari tahun 2016, dari fakultas
23
ilmu pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Sesuai dengan judul
yang diangkat penelitian ini membahas peran ganda yang dialami
perempuan yang bekerja di sektor publik. Penelitian yang dilakukan oleh
Eka terfokus pada alasan yang melatarbelakangi perempuan bekerja, cara
seorang ibu menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga dan perannya
ketika bekerja di luar rumah, dan permasalahan yang muncul pada
perempuan peran ganda serta solusi yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Eka menganggap bahwa pembahasan yang dilakukan
bersifat sangat luas sehingga dilakukan pembatasan pada perempuan yang
bekerja pada sektor formal seperti guru. Eka menggunakan metode yang
digunakan sama dengan peneliti yaitu dengan pendekatan kualitatif serta
menggunakan data primer dan sekunder dalam penelitiannya. Sama seperti
referensi yang sebelumnya pengumpulan datanya dengan melakukan
wawancara, dokumentasi dan observasi, dan menguji keabsahan datanya
menggunakan teknik trianggulasi. Eka tidak menggunakan teori dalam
analisis pembahasannya.
Ketiga, skripsi yang berjudul tentang “Peran Ganda Perempuan
dalam Pembangunan” yang disusun oleh Mahmudi tahun 2011.
Penelitian ini dilakukan di Desa Lambangan Wetan, Kecamatan Bulu,
Kabupaten Rembang. Sesuai dengan judul nya penelitian ini melihat
perempuan turut andil dalam pembangunan, membahas dan fokus kepada
latar belakang perempuan yang berperan sebagai Kepala Desa. Penelitian
yang dilakukan oleh Mahmudi terfokus pada peran ganda perempuan
dalam pembangunan, dengan lokasi penelitian berada di Desa Lambangan
24
Wetan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang. Mahmudi juga membahas
tentang faktor yang memotivasi terjadinya peran ganda perempuan dalam
pembangunan dengan kasus yang di ambil pada kepala desa perempuan di
Desa Lembangan Wetan. Metode yang digunakan sama dengan peneliti
yaitu dengan pendekatan kualitatif serta menggunakan data primer dan
sekunder dalam penelitiannya. Sama seperti referensi yang sebelumnya
pengumpulan datanya dengan melakukan wawancara, dokumentasi dan
observasi.
Keempat, skripsi yang berjudul “Peran Ganda Perempuan
Dalam Masyarakat Pesisir” oleh Wa Seni pada tahun 2015. Pada
penelitian ini penulis memiliki fokus pada peran ganda yang di alami oleh
istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Melihat keseharian
perempuan pada sektor domestik maupun publik dan membahas waktu
yang dimiliki istri nelayan bersama keluarganya. Wa Seni menggunakan
teori stuktural fungsinal dalam menganalisa hasil penelitiannya. Teori
tersebut memiliki konsep dimana masyarakat dilihat sebagai sebuah
struktur dengan bagian yang saling berhubungan. Pendekatannya
menggunakan kualitatif dan purposive sampling. Sumber datanya berasal
dari primer maupun sekunder dan juga melakukan observasi, wawancara
serta dokumentasi.
Relevansi antara penelitian terdahulu dengan penilitian penulis :
25
Tabel 2.1. Relevansi penelitian
No Nama peneliti/judul Hasil Relevansi Penelitian
1 PERAN GANDA
PEREMPUAN
PEDAGANG KAKI
LIMA : studi kasus di
Pasar Kemiri Muka
Depok Jawa Barat.
Disusun oleh Erin
Elifa Dini di tahun
2014 (Skripsi)
Motivasi yang mendorong
perempuan untuk bekerja
terbagi menjadi 6 yaitu,
meningkatkan penghasilan
keluarga atau membantu
pendapatan suami, menjadi
tulang punggung keluarga,
meningkatkan status sosial,
kemandirian, dan mengisi
waktu luang
-Wa Seni menemukan hasil
bahwa perempuan yang
berperan ganda dengan
bekerja disektor publik
sebagai pedagang
mengalami beban berlebih
atau double barden
-menimbukan dampak rasa
bersalah, tidak dapat
memanjakan dirinya dan
fisik yang lemah.
Hasil penelitian ini
memiliki relevansi
dengan penelitian yang
akan dilakukan peneliti.
Erin menganggkat judul
tentang peran ganda
perempuan pedang kaki
lima. Secara garis besar
pembahasan memiliki
kesamaan dengan yang
ingin di teliti oleh penulis.
Perbedaannya dalam
penelitian Erin,
perempuan yang menjadi
subjek semuanya masih
memiliki suami
sedangkan subjek penulis
ada yang janda dan ada
yang bersuami. Kemudian
latarbelakang dan lokasi
penelitian juga berbeda.
Penulis melakukan
penelitian di Kampung
Wisata Jodipan
sedangkan Erin di lokasi
Pasar Kemiri Muka
Depok.
2 PERAN GANDA
PEREMPUAN
PADA IBU
PEKERJA DI DESA
PEKEMBINANGUN,
PAKEM, SLEMAN,
YOGYAKARTA,
yang disusun oleh
Eka Puspita Sari
tahun 2016. (Skripsi)
-Menurut hasil penelitian
ini yang menjadi alasan
perempuan untuk bekerja
adalah tanggungan
keluarga, memenuhi
kebutuhan ekonomi
keluarga, dan
memanfaatkan ilmu yang
dimiliki dari hasil
pendidikan yang dilakukan
selama ini.
-ketika ibu bekerja sang
anak dititipkan pada TPA
dan selalu bangun lebih
awal agar pekerjaan
domestik dan publik tidak
terbengkalai dan harus
profesionalitas dalam
Hasil penelitian ini
memiliki relevansi yang
sama dengan penelitian
yang dilakukan penulis,
sebagian besar
pembahasan tentang
peran ganda perempuan
memiliki kesamaan
dengen penulis, tetapi
fokus penelitian ini pada
ibu bekerja disektor
formal sedangkan yang
diteliti penulis di
Kampung Wisata Jodipan
semuanya bekerja pada
sektor non formal.
Latarbelakang dan lokasi
juga berbeda, namuu pada
26
bekerja dengan manaati
peraturan yang ada
walaupun sedang terjadi
permasalahan keluarga
-peran ganda menimbulkan
waktu permasalahan namun
penelitian ini juga
membahasa solusi yang
digunakan ibu yang
berperan ganda, misalnya
pada kurangnya waktu
untuk berkumpul bersama
keluarga, agar tidak
menimbulkan
kesalahpahaman makan
sang ibu mencoba
menjelaskan kepada anak
agar mengerti akan
ketidakhadiran secara penuh
dirumah. Kemudian ketika
seorang ibu yang bekerja
memiliki permasalahan
pada keluarganya, sang ibu
memilih untuk bercerita
pada rekannya sehingga
mendapatkan solusi untuk
meredam permasalahan
tersebut.
metode penelitiannya
sama dengan
menggunakan pendekatan
negatif, melakukan
observasi, wawancara,
dokumentasi dan
menggunakan teknik
purposive sampling dalam
penentuan sampelnya.
Penulis menggunakan
teori tindakan sosial dan
teori ketimpangan gender
tetapi dalam tulisan Eka
tidak menggunakan
analisis teori dalam
pembahasan analisanya.
3 PERAN GANDA
PEREMPUAN
DALAM
PEMBANGUNAN.
Disusun oleh
Mahmudi, tahun 2011
(Skripsi)
Menurut hasil yang
didapatkan Mahmudi peran
ganda dalam pembangunan
yang dilakukan oleh kepala
desa perempuan di Desa
Lambungan Wetan, banyak
memberikan hal-hal yang
positif bagi masyarakat dan
kemajuan desa tersebut.
Kepala desa Lembangan
Wetan diakui oleh staf dan
masyarakatnya memiliki
kepemimpinan yang baik
dengan usaha dan tanggung
jawabnya untuk kemajuan
desa Lembangan Wetan ini.
.
-Peran ganda dalm
pembangunan juga
memiliki faktor yang
Hasil penelitian ini
memiliki relevasi dengan
penelitian yang akan
dilakukan penulis.
Memiliki kesamaan
dalam pembahasan peran
ganda dalam keluarga,
terkait bagaimana seorang
istri menjalankan
perannya pada sektor
domestik dan sektor
publik, hanya saja fokus
utamanya yang berbeda
dikarenakan lebih
membahas tentang politik
dan birokrasi serta
perjuangannya dalam
memimpin untuk
keberhasilan suatu
pembangunan. Sedangkan
27
menjadi penghambat dalam
pembangunan desa
berdasarkan kasus kepala
desa perempuan di Desa
Lambangan Wetan sebagai
berikut: pertama faktor
internal meliputi, peran
ganda perempuan sebagai
seorang istri dan ibu yang
kemudian menjadi wanita
karir, anggapan masyarakat
yang meragukan perempuan
menjadi seorang pemimpin
desa.
dan faktor eksternal; Desa
Lambangan Wetan
termasuk desa yang jauh
dari pusat pemerintahan dan
daerahnya tandus sehingga
rawan kekeringan. Selain
itu hambatan yang dihadapi
kepala desa perempuan di
Desa Lambangan Wetan
dalam menjalankan
perannya adalah mengenai
bantuan Raskin dan
Jamkesmas bagi warga
miskin.
penulis akan meneliti
tentang faktor dan peran
ganda yang dialami
perempuan di Kampung
Wisata Jodipan
4 PERAN GANDA
PEREMPUAN
DALAM
MASYARAKAT
PESISIR Disusun
oleh Wa Seni, pada
tahun 2015 (Skripsi)
Hasilnya adalah istri
berperan di sektor dimestik
atau sebagai ibu rumah
tangga ia juga berperan dan
ikut berpartisipasi mencari
nafkah untuk pemenuhan
ekonomi keluarganya
(publik)
1. Dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi
keluarganya, istri
selain menjadi ibu
rumah tangga yaitu
mengurus rumah
tangga
(mencuci,memasak),
mengurus suami
Seorang istri selalu
setia kepada
suaminya baik
Penelitian ini memiliki
relevansi yang sama
dengan penelitian
dilakukan penulis. Wa
Seni membahas tentang
peran ganda perempuan
dalam masyarakat pesisir.
secara garis besar
pembahasahan memiliki
kesamaan, hanya saja
latar belakang pekerjaan
dan lokasi peneliti
membuat penjelasannya
berbeda dengan penulis
yang melakukan
penelitian di kampung
wisata Jodipan. Teori
yang digunakan juga
berbeda, Wa Seni
menggunakan Teori
28
dalam keadaan
susah maupun
senang karena
seorang istri selalu
mendampinggi
suaminya dan suami
adalah perisai buat
istri,dan mengurus
anak (mendidik
anak, memberikan
nasehat dan motivasi
terhadap anak,dan
keterlibatan ritual
ibu dalam hal
mengajarkan anak
shalat)
2. Ibu rumah tangga
yang berada di Desa
Mola Selatan juga
medistribusikan
waktu mereka baik
itu untuk kegiatan
mereka di sektor
domestik, di sektor
publik dalam hal
pemenuhan ekonomi
keluarga maupun
dalam lingkungan
masyarakat.
Struktural Fungsional dan
penulis menggunkan
Teori Tindakan Sosial dan
Feminis Liberal.
2.1.2 Tinjauan Pustaka
1. Peran Gender dalam Keluarga
Makna keluarga dijelaskan Iver dan Page dalam Suadah (2005 :
22) dalam perspektif sosiologi keluarga dapat dijelaskan sebagai kelompok
sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pada
dasarnya keluarga terbentuk pada sebuah ikatan pernikahan dan hubungan
garis keturunan maupun tambahan (adopsi), searah dengan keturunan yang
merupakan suatu satuan yang khusus.
29
Pada sebuah keluarga individu memiliki peran masing-masing
sesuai dengan hak dan kewajibannya, termasuk dalam hal pekerjaan di
sektor domestik maupun publik. Goode menjelaskan bahwa kesetaraan
pekerjaan dan kewajiban pada suami dan istri dalam sebuah keluarga
sudah jelas. Seorang istri memiliki tanggung jawab pada sektor domestik
seperti mengasuh dan mendidik anak, menanamkan ikatan badaniah dan
rohaniah, melayani suami, mengurus segala macam urusan rumah tangga,
memberikan kasih sayang, menghibur, merawat, memberikan ketenangan
dan kedamaian pada anggota keluarga yang berselisih (Goode, 1983 : 14)
Stevin Tumbage,dkk (2017 : 2) menjelaskan bahwa peran seorang
ibu lebih dominanan di dalam rumah tangga, seorang ibu tidak hanya
berkaitan dengan memasak, mengasuh anak, melayani suami, berbelanja,
mencuci, melayani suami, namun banyak sekali kegiatan yang dilakukan
perempuan dalam rumah tangga baik menjadi seorang ibu bagi anaknya
dan menjadi seorang istri bagi suaminya. Hal ini sangat jelas sekali bahwa
perempuan memiliki peran yang lebih banyak dalam sebuah keluarga
dibandingkan dengan laki-laki. Tugas antara suami dan istri juga
dijelaskan dalam undang-undang perkawinan tahun 1974 pasal 31 yang
mengatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu
rumah tangga, namun ayat sebelumnya dijelaskan bahwa suami dan istri
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam urusan rumah tangga.
Goode juga menjelaskan bahwa seorang suami atau ayah berperan
sebagai pemimpin dan mengatur pembagian tugas dalam keluarga,
kemudian juga memiliki peran untu melindungi keluarga dari pertentangan
30
politik atau perang. Seorang ayah harus mampu memecahkan
permasalahan yang ada di lingkungan luar yang terkait dengan jasmaniah
maupun sosial. Peran ibu dan ayah dalam sebuah keluarga haruslah
berfungsi sebagaimana mestinya, Goode menjelaskan bahwa seorang ibu
yang lemah atau tidak berfungsi dalam keluarga atau ayah yang bersifat
kejam atau sebaliknya memungkinakan terjadi sebuah kegagalan dalam
pemasyrakatan (Goode, 1983 : 14-15)
2. Peran Ganda Perempuan dalam Keluarga
Peran ganda menurut Denrich Suryadi (2004 : 12) dapat dijelaskan
sebagai seseorang yang memiliki peran lebih dari satu pada waktu yang
bersamaan. Peran ganda hal ini merupakan perempuan yang memiliki
peran di sektor domestik maupun di sektor publik, pada sektor domestik
perempuan berperan sebagai ibu bagi anaknya dan seorang istri bagi
suaminya, kemudian pada sektor publik seorang istri keluar rumah untuk
bekerja atau memiliki karir yang dapat membantu memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Utami Munandar menjelaskan bahwa sejak abad ke-21 seorang
perempuan dituntut untuk memiliki sikap mandiri, di samping suatu
kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang sesuai
dengan bakat yang telah dimilikinya. Profil perempuan Indonesia saat ini
dapat digambarkan sebagai manusia yang harus hidup dalam situasi yang
tidak nyaman karena terjebak pada dua pilihan. Perempuan indonesia
dituntut agar mampu berperan di semua sektor, tetapi disisi lain muncul
31
sebuah tuntutan agar perempuan tidak melupakan kodrat mereka sebagai
sebagaimana mestinya. Menurut Dowling yang dikutip oleh Ihromi (2004 :
30) Peran ganda disebutkan dengan konsep dualisme kultural, yakni
adanya konsep lingkungan domestik (domestik sphere) dan lingkungan
publik (public sphere). Kedua pengertian ini menggambarkan keterpisahan
peranan dan pembagian pekerjaan yang ketat antara laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat yakni peranan kaum perempuan umumnya
terbatas pada lingkungan dosmestik saja (lingkungan khas bagi
perempuan) dan laki-laki umumnya dominan pada lingkungan publik
(lingkungan khas bagi kaum laki-laki).
Jika dilihat dari sistem kebutuhannya, menurut S.C Utami
Munandar (1985 : 37) pada hakekatnya setiap orang mempunyai
kebutuhan-kebutuhan pokok yang sama, apakah seorang pria atau seorang
wanita. Kita dapat membedakan kebutuhan-kebutuhan primer dan
kebutuhan sekunder. Menurut Utami yang termasuk dalam kebutuhan
primer ialah kebutuhan yang mutlak, perlu untuk hidup, kebutuhan
fisiologis, seperti kebutuhan akan zat asam, akan makan dan minum.
Sedangkan kebutuhan-kebutuhan sekunder ialah kebutuhan psikologis dan
kebutuhan sosial. Seperti kebutuhan akan kasih sayang, akan penghargaan.
Kebutuhan-kebutuhan ini secara hirarkhis dalam kedudukan yang lebih
tinggi, dalam arti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini belum atau tidak akan
terpenuhi sebelum kebutuhan-kebutuhan yang hirarkis lebih rendah sudah
mendapat pemuasan.
32
Utami menjelaskan sebagai seorang perempuan (yang telah
menikah atau telah berkeluarga) perempuan tersebut mempunyai peran
dalam keluarga inti sebagai istri bagi seorang suami,ibu bagi anaknya, dan
memiliki tanggung jawab mengurus urusan rumah tangga. Ini pada umum
nya di rasa sebagai tugas utama dari seorang perempuan yang yang telah
terikat oleh perkawinan. Ketiga peran yang telah dijelaskan di atas,
seorang istri memberikan tenaga seutuhnya demi kesejahteraan
keluarganya. Pada kehidupan saat ini sebagai kehiduan yang modern pada
era pembangunan perempuan di tuntut dan memiliki motivasi untuk
mejalankan peran lebih dari itu, tidak lagi terbatas pada melayani suami,
mengurus anak, dan mengurus rumah tangga saja, namun banyak
perempuan yang merasa tidak puas dengan ketiga peran tersebut. Oleh
karena itu banyak sekali perempuan keluar rumah untuk mengembangkan
dirinya dan memanfaatkan kemampuan (skill) yang dimilikinya untu
meningkatkan kesejahteraan keleuarga (Utami munandar, 1985: 47).
3. Pergeseran Peran Gender Pada Perempuan Berperan Ganda
Perempuan yang menjalani peran ganda akan memunculkan
permasalahan dalam rumah tangganya karena ketidakmampuan seorang
istri untuk hadir setiap saat karena pekerjaan yang dijalani. Menurut Ibnu
Ahmad (1992 : 91) menjelaskan bahwa wanita karir (pekerja) memiliki
tiga ciri yaitu, wanita yang bertugas pada sektor publik atau pada bidang
pekerjaan laki-laki, seperti menjadi direktur, eksklusif dan lain-lain,
kemudian tugas-tugas wanita karir memiliki perhatian khusus sehingga
33
memerlukan waktu tersendiri pada pengerjaannya. Wanita karir (pekerja)
dipertegas dengan memiliki pekerjaan bukan di dalam rumah, melainkan
diluar rumah.
Akibat dari tuntutan tugas yang disebutkan di atas menyebabkan
wanita pekerja tidak mampu melakukan beberapa hal terkait dengan
urusan rumah tangga seperti, ia tidak bisa selalu ada bagi keluarganya
karena harus menyelesaikan tugasnya bekerja di sektor publik. Tidak bisa
menjadi ibu bagi anak-anaknya karena kesibukan yang dijalani. Tugas
seorang ibu seperti merawat anak, mendidik, dan mengawasi tidak bisa
dilakukan sepenuhnya karena tanggung jawab pada karir. Intensitas juga
menjadi berkurang karena rasa lelah setelah bekerja, sehingga dapat
dikatakan bahwa perempuan yang megembangkan karir berarti fungsi-
fungsi kerumahtanggaan yang harus dijalani menjadi vakum atau terhenti.
Fenomena peran ganda yang disatu atap bukan lagi merupakan hal
yang asing bagi masyarakat Indonesia. Ibnu Ahmad (1992 : 92)
menjelaskan bahwa keluarga dibentuk melalui perkawinan yang sah,
sehingga untuk menjaga keeksistensian perkawinan suami dan istri harus
mampu menjalankan fungsi-fungsi sesuai yang dengan perannya antara
suami dan istri. Terdapat lima fungsi yang harus dijalani sesuai dengan
keadaan (kodratnya) masing-masing, fungsi tersebut dijelaskan sebagai
berikut :
1. Fungsi pengembangan keturunan, berhubungan dengan kodrat
wanita untuk hamil dan melahirkan,
34
2. Fungsi ekonomi, seorang istri telah menjalanlkan fungsi
pengembangan keturunnan danmengurus rumah tangga,
sehingga fungsi ekonomi dilakukan oleh suami untuk manfkahi
keluarganya.
3. Fungsi pendidik anak, mendidik anak lebih dibebankan kepada
seorang ibu karena semenjak dalam kandungan ibu dan anak
sudah memiliki ikatan yang membatin, sehingga baik buruknya
kepribadian dan perkembangan anak tergantung pada ibu yang
menjalankan fungsinya tersebut
4. Fungsi kesejahteraan keluarga, fungsi ini berkaitan dengan
tugas rumah tangga dan pelayanan yang diberikan kepada
suami.
5. Fungsi hubungan masyarakat, fungsi ini berkaitan dengan
keluarga sebagai anggota masyarakat secara keseluruhan.
Ibnu Ahmad (1992 : 104) menjelaskan bahwa wanita bekerja akan
memiliki konflik keluarga didalamnya. Wanita yang berkarir atau
memiliki perkerjaan di sektor publik tidak bisa menjalankan fungsinya
secara utuh sebagai ibu rumah tangga. Seorang istri sebagi ibu rumah
tangga adalah hal yang mutlak yang harus dilakukan, sebab ketika suami
pulang bekerja dan diwaktu yang bersamaan sang istri juga pulang
bekerja, siapa yang akan melayani suami bahkan perasaan ingin dilayani
pun muncul dari seorang istri karena merasa kelelahan setelah bekerja
seharian. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan baik maka
akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Peran seorang istri dan ibu
35
yang hilang diwaktu yang bersamaan akan memunculkan dampak negatif
terutama bagi suami. Ibnu menjelaskan bahwa hal ini dapat membuat
suami menyeleweng dengan wanita lain, karena istrinya sendiri tidak bisa
memberikan perhatian kepada suaminya akibat sibuk bekerja.
4. Wanita yang Bekerja ; Dampak Terhadap Keluarganya
Menurut William J. Goode (1983 : 153) perempuan yang bekerja
bukanlah hal yang baru, karena sejak dulu banyak perempua yang bekerja.
perempuan yang bekerja ini memasuki pasaran terhitung baru ketika
memasuki masyarakat industri modern, karena sejak itu lah perempuan
lebih mudah memperoleh pekerjaan dan promosi tanpa bantuan dari laki-
laki. Diantara negara-negara barat, kurang lebih 30-40 % tenaga kerja non
pertanian terdiri dari tenaga wanita, terutama di negara-negara: Jerman,
Denmark, Firlandia, Sweden, Swiss, Perancis, Inggris, dan A.S yang
menonjol, negara-negara Industri.
Goode Menjelaskan meskipun hampir di semua negara persentasi
ini tidak bertambah dalam jumlah besar selama setengah abad ini,
beberapa perubahan kualitatif memang nyata terjadi. Perempuan dapat
lebih bebas masuk atau keluar pasaran tenaga kerja, dan lebih diterima
secara ikhlas sebagai pekerja. Perempuan telah diberikan kedudukan yang
tinggi dalam segala jenis pekerjaan. Banyak kemungkinan, pada
permulaan abad ini, sedikit sekali perempuan yang bekerja kecuali karena
faktor kemiskinan yang mereka alami. Sekarang ini perempuan yang
36
bekerja memiliki tujuan untuk meningkatkan kehidupan perekonomian
keluarga atau karena mereka ingin bekerja (Goode, 1991 : 153)
Utami memberikan sebuah pertanyaan apa yang sebenarnya
mendorong seorang istri untuk bekerja sehingga harus meninggalkan
rumah tangga dan anggotanya untuk waktu tertentu?. Menurut S.C Utami
Munandar (1985 : 47-49), motivasinya perempuan keluar dari rumah untuk
bekerja adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan penghasilan keluarga (faktor ekonomi)
- Kemandirian (agar tidak bergantung pada suami)
- Untuk menghindari rasa kebosanan atau mengisi waktu
luang
- Karena ketidakpuasan dalam pernikahan
- Mengembangkan atau memanfaatkan keahlian yang
dimiliki.
- Meningkatkan status sosial
- Untuk pengembangan diri.
Utami Munandar menjelaskan istri atau ibu untuk bekerja, dengan
sendirinya keputusan tersebut akan menimbulkan dampak terhadap
keluarganya, terhadap suaminya, anak-anaknya, maupun terhadap urusan
rumah tangganya. Dampak tersebut dapat bersifat negatif atau positif.
Seorang istri atau ibu yang bekerja ada kemungkinan memiliki dampak
negatif tertentu terhadap keluarganya, antara lain:
37
1) Ketika sorang istri atau ibu bekerja, ia tidak selalu ada disaat
keadaan yang sangat penting atau keadaan dimana sang ibu ini
dibutuhkan
2) Ketika seorang istri tidak berada dirumah karena sibuk bekerja
tidak semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi setiap saat,
misalnya: seorang ibu yang tidak sempat memasak di pagi hari,
sehingga anggota keluarga harus membeli makan di luar.
3) Seorang istri yang bekerja banya menghabiskan waktu di luar
rumah sehingga waktu untuk berkumpul bersama keluarga
semakin berkurang
Seorang istri yang bekerja juga memiliki banyak sekali dampak
positif, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Seorang istri yang bekerja menimbulkan hal-hal yang postitif
pada dirinya, hal ini didukung oleh interaksi dan komunikasi
yang antar sesama pekerja sehingga dapat mengurangi tingkat
kejenuhan ketika mereka berda dirumah
2) Seorang istri lebih merasakan kepuasan hidup, yang juga
membuatnya lebih mempunyai pandangan positif terhadap
masyarakat.
3) Ibu yang bekerja memiliki pola didik yang berbeda,
ketidakhadiran ibu setiap saat bagi anak-anaknya membuat
pola asuh ibu tidak menggunakan teknik otoriter atau displin
yang keras.
38
4) Seorang istri yang memiliki sikap positif pada pekerjaannya
dan mencintai pekerjaannya akan memberikan penyesuaian
pribadi dirinya dan sosial yang lebi baik
Menurut Utami (1985 : 50) dampak positif dan negatif dari seorang
istri yang bekerja tergantung dari sikap suaminya menyikapi hal tersebut.
Pada saat ini banyak suami yang yang dapat bersikap modern, suami yang
bersikap modern diartikan sebagai suami yang menganggap segala urusan
rumah tangga dan anak adalah tanggung jawab bersama antara suami dan
istri, sehingga pembagian tugas dapat dilakukan dengan baik karena suami
tidak keberatan untuk membantu sang istri dalam mengurus urusan rumah
tangganya. Hal ini menimbulkan dapat yang baik karena dapat mengurangi
beban ganda yang dirasakan seorang istri. Utami menjelaskan bahwa pada
suami yang bersikap modern diharapkan dapat menghargai pekerjaan satu
sama lain antara suami dan istri dan tidak memandang seorang istri yang
bekerja sebagi saingannya, dan justru sebaiknya dapat mendukung istri
dan membantu terkait kebutuhan istri ketika bekerja di sektor domestik
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Bagi Weber dunia ini seperti apa yang kita lihat saat ini, dunia ada
karena adanya tindakan sosial dari manusia dalam keseharian. Weber
menjelaskan bahwa seseorang melakukan suatu tindakan karena seseorang
itu memutuskan melakukan tindakan tersebut, tujuannya adalah untuk
mencapai sesuatu yang mereka inginkan. Proses tindakan tersebut
berlanjut pada sasaran yang dipilih seseorang, kemudian
39
mempertimbangkankan atau memperhitungkan keadaan, setelah
menemukan cara yeng tepat kemudian memilih tindakan yang akan
dilakukan. Pip Jones menjelaskan bahwa struktur sosial adalah hasil atau
produk dari tindakan itu. Cara hidup seseorang dianggap sebagai produk
pilihan yang di motivasi. Keadaan sosial yang tercipta di dalam
masyarakat menimbulkan hambatan sebagai kekuatan struktural, tetapi
bagaimanapun tindakan sejatinya tetap mental yang di pilih dalam konteks
presepsi pelaku dari hambatan struktural itu. Penjelasan di atas
menunjukan bahwa realitas sosial dapat dipahami hasil dari tindakan
tersebut, yang menjelaskan mengapa manusia menentukan pilihannya
(Jones, 2010 : 114)
Ritzer and Goodman (2016 : 137) menjelaskan bahwa teori
tindakan sosial yang digagas oleh Weber bertujuan untuk terfokus pada
perhatian kepada individu, dengan melihat pola dan keteraturan tindakan,
dan bukan terfokus pada kolektivitas atau sejumlah besar dari masyarakat.
Weber menjelaskan bahwa untuk beberapa tujuan dari tindakan tersebut
harus memperlakukan kolektivitas sebagai individu, “namun untuk
menafsirkan tindakan subyektif dalam karya sosiologi, kolektivitas-
kolektivitas ini harus di perlakukan semata-mata sebagai resultan dan
mode organisasi dari tindakan invidu tertentu, karena semua itu dapat
dilakukan sebagai agen dalam tindakan yang dapat dipahami secara
subjektif” (1921/1968:13). Pada akhirnya Weber tidak bisa menolak
karena sosiologi yang mengkaji tindakan lebih membahas tentang tindakan
individu tersebut, bukan lagi berbicara secara kolektivitas
40
Pada penerapannya Weber mengklasifikasikan tindakan atau
prilaku sosial menjadi empat tipe, empat tipe tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Pertama, tindakan rasionalitas instrumental (sarana-tujuan), tindakan
ini membahas tentang kesesuain antara cara dan tujuan dari seorang
individu. Individu melakukan tindakan berdasarkan atas pertimbangan
yang telah dilakukannya secara sadar ketersediaan alat untuk mecapai
tujuan tersebut. Misalnya, seorang mahasiswa selalu ketinggalan
informasi-informasi penting dari kampus karena handphone nya tidak
memiliki aplikasi Line, akhirnya mahasiswa tersebut membeli
hanphone baru yang lebih canggih agar ia dapat mengetahui informasi
yang disebar melalui aplikasi Line.
Kedua, rasionalitas nilai atau tindakan yang di tentukan oleh
keyakinan penuh kesadaran akan nilai, prilaku-prilaku etis, estetis,
religius, atau bentuk prilaku lain, yang terlepas dari prospek
keberhasilannya. Tindakan ini terjadi melalui pertimbangan terlebih
dahulu, yang lebih mendahulukan nilai-nilai, baik nilai sosial dan nilai
agama yang ia miliki.
Ketiga, tindakan afektual (yang hanya sedikit diperhatikan Weber)
tindakan yang di tentukan oleh keadaan aktor. Biasa tindakan ini
terjadi secara spontan sebagai sebuah tindakan yang bersiaft emosional
dari seorang individu.
Keempat, tindakan tradisional yaitu tindakan yang dilakukan seorang
individu tanpa memperhitingkan rasional, tindakan ini sebagai hal
41
yang biasa dilakukan sejak turun temurun. Misalnya, pada prilaku
masyarakat indonesia menjelang hari besar seperti idul fitri, yang
dimana masyarakat memilih untuk pulang kekampung halaman
sebagai tradisi yang biasa dilakukan
Max Weber menjelaskan dalam Irawan (2012 : 79) seorang
individu pada masyarakat merupakan aktor yang kreatif dan dinamis,
sehingga realitas sosial bukan merupakan sebuah alat yang tidak bergerak
(statis) dari paksaan fakta sosial. Hal ini dapat diartikan bahwa tindakan
yang lakukan manusia tidak seluruhnya di tentukan oleh kebiasaan, nilai,
norma dan sebagainya yang ada pada konsep fakta sosial. Weber juga
mengakui bahwadi dalam sebuah masyarakat terdapat struktur dan pranata
sosial atau sistem norma yang dapat mengatur tindakan individu dalam
masyarakat, sehingga pranata sosial dan struktur sosial merupakan konsep
yang barkaitan satu sama lainnya dalam membentuk tindakan sosial yang
dilakukan oleh seorang individu
2.2.2 Teori Ketimpangan Gender (Feminisme Liberal)
Feminisme liberal menurut Fakih (2013 : 81) merupakan aliran
yang muncul sebagai kritik yang ditujukan pada teori politik liberal. Teori
politik liberal pada hakikatnya menjunjung tinggi nilai suatu
otonomi,menjunjung persamaan dan nilai moral, mejunjung kebebasan
individu, namun pada saat yang sama teori ini malah mendiskriminasi
kaum perempuan. hal ini dikarenakan teori tersebut mendefinisikan
permasalahan kaum perempuan dengan tidak sistem dan struktur sebagai
pokok persoalan.
42
Ritzer and Goodman (2016 : 498) menjelaskan terkait ada empat
ciri ketimpingan gender yang permasalahkan oleh kaum feminis yaitu
sebagai berikut:
Pertama, laki-laki dan perempuan di pandang masyarakat memiliki
kedudukan dan kesmpatan yang berbeda, banyak sekali ketimpangan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat.hal ini dapat dijelaskan pada sumber
daya materi yang diperoleh perempuan jauh lebi sedikit dibandingkan laki-
laki, pembedaan status sosial, kesempatan dan aktualisasi diri laki-laki dan
perempuan dibedakan bedasarkan kelas, ras, etnisitas, pekerjaan,
pendidikan agama, nasionalitas dan lain sebagainya.
Kedua, ketimpangan yang terjadi dalam organisasi masyarakat.
Ketiga, adanya anggapan bahwa perempuan makhluk yang lemah
dan tidak berdaya dibandingkan dengan laki-laki dalam mewujudlam
kebutuhannya.
Keempat, pada teori ketimpangan menganggap bahwa laki-laki
dan perempuan secara alamiah bersifat egaliter atau memiliki hak-hak
yang sama terhadap struktur dan situasi sosial
Ritzer dan Goodeman juga menjelaskan baahwa feminisme liberal
berpendapat bahwa perempuan harus memiliki kesadaran untuk
mengklaim kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai mana
hakikat sebagai seorang manusia yang dilahirkan memiliki kesempatan
dan hak yang sama. Feminisme liberal menganggap bahwa ketimpangan
yang terjadi selama ini akibat dari kebudayaan patriarkhi yang tertanam
pada masyarakat tradisional, sehingga berdampak pada pembagian kerja
43
dalam keluarga, sistem pemerintahan, pendidikan, lapangan pekerjaan dan
media massa (Ritzer and Goodman, 2016 : 498)
Feminisme liberal bersandar pada keyakinan bahwa, (1) seluruh
umat manusia memiliki ciri tertentu, (2) perempuan dan laki-laki memiliki
kemampuan masing-masing yang mendapatkan pengakuan secara legal
dan memiliki hak-hak universal (3) permasalahan ketimpangan yang
terjadi selama ini terkait dengan unsur biolois atau jenis kelamin antar
laki-laki dan perempuan, hal ini merupakan sebuah kontruksi soail yang
tidak berdasarkan pada hukum alam, dan (4) perubahan sosial untuk
menjunjung tentang kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan dapat
didapatkan dari gerakan dan seruan terorganisasi bagi publik dan
penggunaan kekuasaan negara dengan menggunakan pemikiran dan
akalnya.
Penjelasan feminisme liberal kontemporer tentang ketimpangan
gender beralih pada hubungan empat faktor yaitu, konstruksi sosil gender,
pembagian kerja berdasarkan kelamin, doktrin dan praktik ruang publik
dan ruang domestik, dan ideologi patriarkal. Pembagian kerja berdasarkan
jenis kelamin di masyarakat modern membagi produksi menurut gender
dan ruang yang di maknai sebagai “publik” dan “privat atau domestik”;
perempuan di beri tanggung jawab utama di ruang domestik, sementara itu
laki-laki diberi ruang dan akses yang istrimewa pada ruang publik (yang di
pandang feminis liberal sebagai sebagai lukus imbalan sebenarnya dari
kehidupan sosial, uang, kekuasaan, status, kebebasan, kesempatan untuk
tumbuh dan memperoleh harga diri).
44
Mereka berusaha melakukan perubahan melalui hukum, legislasi,
litigasi dan regulasi dan dengan mendorong kapasitas manusia untuk
melakukan penilaian moral dengan akalnya, yaitu kapasitas publik untuk
digerakan oleh argumen demi tercapainya keadilan. Mereka menyerukan
kesempatan pendidikan dan ekonomi; kesetaraan tanggung jawab bagi
aktivitas kehidupan keluarga; penghapusan peran-peran seksis dalam
keluarga; pendidikan dan media massa; dan penentangan individu terhadap
seksisme dalam kehidupan sehari-hari. Feminisme liberan menunjukan
kreativitas luarbiasa dalam mendefinisikan kembali strategi yang akan
melahirkan kesetaraan (Ritzer and Goodman, 2016 : 502)
Kemudiann dijelaskan oleh Mansour Fikih, (2013 : 81) feminisme
liberal memiliki asumsi dan pandangan terhadap kebebasan dan
kesetaraan yang berakar pada pemikiran rasionalitas dan adanya pemisah
antara dunia privat atau sektor domestik dan sektor publik. Feminisme
liberal memiliki kerangka kerja yang memperjuangkan tentang persoalan
yang ada di masyarakat terkait dengan „kesempatan yang sama dan hak
yang sama‟ bagi setiap individu, sehingga tidak membedakan kesempatan
dan hak antara kaum laki-laki dan perempuan. Kesetaraan ini sangat
penting bagi perempuan dikarenakan perempuan dan laki-laki adalah
manusia, sehingga feminisme liberal berasusmi perempuan merupakan
makhluk rasional juga sama seperti laki-laki.
Fakih menjelaskan persoalan yang dihadapi perempuan selama ini
sebagai masalah (anomaly) bagi partisipasi perempuan di ranah politik,
kesempatan perempuan di ruang ekonomi, dan partisipasi perempuan
45
dalam pembangunan. Feminisme liberal menganggap bahawa
keterbelakangan yang terjadi pada kaum perempuan, selain karena
diakibatkan oleh pemikiran tradisional yang masih memengang teguh
nilai-nilai di masa lampau, juga karena kurangnya kesempatan bagi
perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Oleh karena
itu pemberian kesempatan pada perempuan untuk berpartisipasi pada
sektor publik dalam industrialisasi dan program pembangunan dianggap
sebagai suatu kesempatan yang besar untuk pengembangan kemampuan
perempuan, sehingga menciptakan dampak postif dan mengurangi tingkat
ketidaksamaan pada laki-laki dan perempuan (Fakih, 2013 : 83).