bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian … ii.pdf · untuk kepentingan umum dan ... bahkan...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sektor Informal
Hart Keith (1971) pertama kali melontarkan istilah sektor informal dengan
menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar
tenaga kerja yang terorganisasi. Masyarakat pendatang tanpa latar belakang pendidikan yang
memadai tidak akan dapat masuk ke sektor formal dalam hal ini mereka akan mencari alternatif
lain untuk tetap bertahan hidup di perkotaan. Sektor informal menjadi pilihan masyarakat yang
tidak memiliki pendidikan yang memadai. Aktifitas aktifitas informal tersebut merupakan cara
melakukan sesuatu yang ditandai dengan mudah untuk dimasuki bersandar pada sumber daya
lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologi bersifat
adaptif, keterampilan dapat diperoleh diluar sektor formal dan tidak terkena secara langsung oleh
regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Menurut Hart Keith (1971) ada dua macam sektor
sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan yaitu :
1. Sah terdiri dari
a. Kegiatan kegiatan primer dan sekunder yakni pertanian, perkebunan yang berorientasi
pasar, kontraktor bangunan dan lain lain.
b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar yaitu perumahan, transportasi, usaha usaha
untuk kepentingan umum dan lain lain.
c. Distribusi kecil kecilan yaitu pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong,
pedagang asongan dan lain lain.
d. Transaksi pribadi yaitu pinjam meminjam dan pengemis
e. Jasa yang lain antara lain pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah
dan lain lain.
2. Tidak sah, terdiri dari :
a. Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya yaitu penadah barang barang curian,
lintah darat, perdagangan gelap dan penyelundupan.
b. Transaksi : pencurian kecil (pencopet), perampokan, pemalsuan uang dan perjudian.
Landasan teori mengenai sektor informal banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut
Sihite Romany dalam Handayani (2000) sektor informal dicirikan oleh pola kegiatan yang tidak
teratur, tidak tersentuh oleh aturan aturan pemerintah, modal dan omset kecil dalam hitungan
harian, tempat tidak tetap dan terikat dengan usaha usaha lain, tidak membutuhkan keahlian dan
keterampilan khusus, sedangkan umumnya memakai tenaga yang jumlahnya sedikit atau dari
dalam keluarga dan tempat tinggal cukup tinggi. Sektor informal merupakan katup pengaman
bagi perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kemampuan sektor
informal menyerap tenaga kerja cukup banyak untuk bekerja di sektor informal tidak
memerlukan persyaratan yang sulit. Kegiatan ekonomi sektor informal sebagai penyambung
rangkaian kegiatan ekonomi yang belum atau tidak dapat dicapai di sektor formal misalnya
pedagang pengecer yang menyalurkan barang barang produksi sektor formal (Handayani, 2000)
Menurut Sumaryani (2005) sektor formal dan sektor informal dapat dibedakan dari ciri
pekerjaan yang dilakukan beserta pola pengerahan tenaga kerja yang bisa juga didasarkan atas
beberapa ciri ciri yakni unit produksi yang melakukan pekerjaan tersebut serta hubungan kerja
eksternalnnya. Sektor formal adalah sektor yang dimana pekerjaan didasarkan atas kontrak yang
jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau permanen. Sektor informal adalah sektor
dimana seorang pekerja tidak didasarkan atas suatu kontrak atau tidak terikat pada kontrak
bahkan biasanya para pekerja tersebut bekerja untuk dirinya sendiri dan penghasilannya tidak
tetap dan tidak permanen terus menerus. Sektor formal sangat susah untuk dimasuki karena
memiliki beberapa persyaratan dan harus lulus kualifikasi, berbeda dengan sektor informal.
Sektor informal dikatakan gampang untuk dimasuki itu karena persyaratan tidaklah ketat. Sektor
formal dapat dikategorikan tenaga kerjanya terampil dan terdidik sedangkan pada sektor
informal tenaga kerja yang dimiliki tidak terampil dan tidak berpendidikan. Menurut laporan
International Labour Organization (ILO) (1993) ada beberapa ciri pokok dari sektor Informal
antara lain :
a. Kegatan usahanya tidak terorganisir secara baik karena timbulnya unit usaha yang tidak
mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal.
b. Pola kegiatan usahanya tidak teratur baik dalam lokasinya maupun jam kerjanya
c. Umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak
menjangkau sampai sektor ini
d. Unit usahanya mudah keluar masuk dari suatu sub sektor ke sektor yang lain
e. Teknologi yang dipergunakan masih sangat minim
f. Modal dan perputaran usahanya masih relatif kecil sehingga skala operasinya juga relatif
kecil
g. Umumnya unit usahanya termasuk golongan one-man-enter prises dan kalau tenaga
kerjanya biasanya berasal dari keluarga
h. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari uang sendiri atau tabungan bahkan
dari meminjam
i. Hasil produksinya biasanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat berpenghasilan
menengah
Badan Pusat Statistika (2008) mengkategorikan pekerjaan yang tergolong ke dalam sektor
formal adalah penduduk yang bekerja dengan status berusaha dengan bantuan karyawan atau
memiliki karyawan dengan kontrak yang sah, dan buruh. Fakta yang ada di lapangan bahwa
sektor informal adalah sektor yang memiliki kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja yang
tinggi bahkan hampir tidak memiliki titik jenuh. Sektor ini berperan cukup besar dalam
menyangga sektor formal. Studi yang menunjukan bahwa 75 persen pekerja sektor formal di
Jakarta bergantung pada keberadaan sektor informal baik untuk konsumsi sehari hari maupun
pemukiman (pembantu rumah tangga) menurut Soepotra Y.Bintang (2009). Sektor Informal
ditandai dengan karakteristik khas seperti aneka bidang kegiatan produksi barang dan jasa
berskala kecil sebagian besar unit unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga,
banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya) dan teknologi yang dilibatkan terhitung
sederhana.
Umumnya mereka tidak banyak memiliki pendidikan formal, tidak memiliki
keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal. Produktivitas dan pendapatan mereka
cenderung lebih rendah dari tenaga kerja di sektor formal (Todaro, 1995). Menurut Manning dan
Effendi (1985) yang mengemukakan istilah sektor informal sebagai suatu manifestasi dari situasi
pertumbuhan kesempatan kerja di Negara Berkembang yang bertujuan untuk mencari
kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh keuntungan. Sektor informal biasanya
digunakan untuk menyatakan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor Informal
berskala kecil karena pada umumnya mereka berasal dari kalangan miskin, berpendidikan
rendah, berketrampilan rendah dan kebanyakan dilakukan oleh para pendatang. Usaha usaha
pada sektor informal dapat digambarkan bahwa dalam sektor ini berupaya menciptakan
kesempatan kerja dan memperoleh pendapatan.
Ciri ciri sektor informal menurut Safaria (2003) adalah jumlah barang sedikit dengan
mutu rendah, modal sangat terbatas, teknik operasinya masih tradisional, kesempatan kerja yang
elastis dan terdapat banyak tenaga kerja yang tidak diberi upah. Menurut Wirosardjono dalam
Budi (2006) yang mengartikan sektor informal sebagai sektor kegiatan ekonomi kecil kecilan
yang mempunyai ciri sebagai berikut :
1.Pola kegiatan tidak teratur baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimannya
2. Tidak tersentuh oleh ketentuan atau peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah
3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omset- omsetnya biasanya kecil dan atas dasar
hitungan harian
4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar
6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah
7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga dapat menyerap bermacam
macam tingkat tenaga kerja
8. Tidak mengenal sistem perbankan
9. Umumnya setiap satuan usaha memperkerjakan tenaga kerja yang sedikit dan berasal dari
lingkungan keluarga, kenalan atau dari daerah yang sama.
2.1.2 Pengertian Pedagang dan Usaha Ritel
Pedagang yaitu orang yang melakukan kegiatan berdagang atau menjual barang
dagangannya (baik barang buatannya sendiri maupun barang yang sudah jadi) sebagai mata
pencaharian sehari hari dan penjual umumnya langsung kepada konsumen akhir (Ealyanti,
2010). Pedagang di sektor informal adalah pedagang yang memiliki sifat kerja yang fleksibel,
waktu kerjanya tidak terstrukur serta modal yang digunakan relatif kecil. Rata rata pedagang
informal adalah pedagang pengecer yang termasuk pedagang kecil pada sektor informal contoh
dari pedagang ini yaitu pedagang yang memilih berjualan di pinggiran jalan dan pedagang
pedagang yang menempati kios kios sederhana. Usaha dagang atau ritel adalah semua kegiatan
yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang kepada konsumen untuk kepentingan
konsumsi ataupun rumah tangga. Usaha eceran atau ritel tidak harus selalu memiliki toko. Usaha
ritel yang berfokus pada penjualan barang sehari hari terbagi dua yaitu usaha ritel tradisional dan
usaha ritel modern. Usaha ritel tradisional memiliki ciri ciri yaitu sederhana, tempatnya tidak
terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan masih
sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar
dengan pedagang serta produk yang dijual tidak di pajang secara terbuka sehingga pelanggan
tidak mengetahui apakah usaha ritel tersebut memiliki barang yang dicari atau tidak.
Usaha ritel modern adalah sebaliknya menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual
banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja,
harga jual sudah tetap sehingga tidak ada proses tawar menawar dan adanya sistem swalayan
atau pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa
melihat, memilih bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.
Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ritel (Guswai, 2009) antara lain :
a. Lokasi Usaha
Faktor Utama yang diperhatikan dalam usaha ini adalah lokasi.
b. Terlihat (visible)
Lokasi usaha ritel yang baik harus terlihat oleh banyak orang yang selalu lalu lalang di
lokasi tersebut.
c. Lalu lintas yang padat (heavy traffic)
Semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang maka semakin banyak orang yang tahu
mengenai usaha ritel tersebut.
d. Arah pulang ke rumah (direction to home)
Pada umumnya pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada saat pulang ke rumah dan
sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat bekerja.
e. Fasilitas umum (public facilities)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal umum,
pasar maupun tempat pariwisata.
f. Biaya akuisisi (acquisition cost)
Biaya ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan karena apakah pelaku usaha ini
akan menyewa suatu lokasi maupun akan membeli lahan serta harus melihat dari sisi
keuangan.
g. Akses (acces)
Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang baik haruslah
memudahkan calon pembeli untuk sampai ke usaha ritel tersebut.
Usaha ritel dapat diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu :
1) Ritel besar (modern)
Perdagangan ritel berskala besar menyediakan satu jenis barang maupun berbagai jenis
barang kepada pelanggannya dalam satu toko. Ritel berskala besar ini menyediakan
kenyamanan bagi pelanggan baik dari segi interior dan eksteriornya serta keramahan dari
toko tersebut.
2) Ritel kecil (tradisional)
Ragam produk yang ditawarkan biasanya tidak sebanding dengan ritel besar. Misalnya
untuk produk pakaian, jenis pakaian yang ditawarkan tidak terlalu banyak. Usaha ritel kecil
atau tradisional dibagi menjadi dua yaitu :
a. Usaha ritel berpangkal (menetap)
Usaha ritel ini memiliki lokasi tetap seperti warung atau kios. Lokasi kios ini
biasanya memiliki luas yang tidak terlalu besar.
b. Usaha ritel tidak berpangkal atau berpindah pindah
Usaha ini tidak memiliki suatu lokasi yang khusus dalam melakukan kegiatan
usahanya. Jenis usaha ini menggunakan alat dalam kegiatan usahanya, seperti roda
dorong atau alat pikul.
2.1.3 Definisi Pariwisata
Menurut arti katanya pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata
yaitu Pari dan Wisata. Kata Pari berarti penuh, seluruh atau semua dan kata wisata berarti
perjalanan. Menurut Wahab (1992) pariwisata mengandung tiga unsur yaitu manusia (sebagai
pelaku), tempat (unsur yang tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang
dihabiskan di suatu tempat atau tujuan). Menurut Prof. Salah Wahab dalam Yoeti (2008)
pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan
secara bergantian diantara orang orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar negeri yang
dapat meliputi kepuasan beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya. Pariwisata
dapat di definisikan sebagai suatu industri yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan cepat dan dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan di dalam hal
memberikan efek pada sektor industri lainnya salah satunya dalam hal penerimaan Negara.
Pariwisata adalah suatu jasa dan pelayanan (Spillane, 1994). Berdasarkan Undang
Undang Nomor 9 tahun 1990 usaha pariwisata dibagi dalam tiga kelompok utama yaitu usaha
jasa pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata. Usaha
adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan barang maupun jasa dalam satu lokasi atau
tempat tertentu serta memiliki izin tersendiri dan yang bertanggung jawab dalam usaha tersebut.
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan mengadakan jasa pariwisata,
menyediakan, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang berhubungan dengan industri
pariwisata. Menurut Undang Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan usaha
pariwisata digolongkan dalam 3 yaitu:
1. Usaha Jasa Pariwisata, usaha ini ada karena berbagai macam keperluan dan kebutuhan bagi
wisatawan yang akan mendorong tumbuhnya berbagai jenis usaha jasa pariwisata yang akan
menyediakan keperluan bagi wisatawan dan bertujuan membantu perjalanan calon
wisatawan. Contohnya yaitu jasa biro perjalanan, jasa agen perjalanan wisata, usaha jasa
pramuwisata, usaha jasa konvensi perjalanan insentif dan pameran, jasa konsultasi pariwisata
dan jasa informasi pariwisata.
2. Pengusahaan Obyek dan Daya tarik wisata yaitu:
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam dan tata lingkungan yang telah ditetapkan sebagai obyek dan daya tarik wisata untuk
dijadikan sasaran wisata.
3. Usaha Sarana Pariwisata yaitu:
Usaha Sarana Pariwisata ini biasanya yang umum ada yaitu adanya penyediaan akomodasi,
penyediaan makanan dan minuman, penyediaan sarana wisata tirta dan penyediaan kawasan
pariwisata.
Jasa pariwisata merupakan sarana pendukung pengembangan pariwisata di suatu daerah.
Tingginya jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke suatu obyek wisata dapat memberikan
efek positif pada sektor sektor informal yang ada di obyek wisata tersebut. Semakin tinggi
tingkat pelayanan dan kepuasan yang diberikan kepada wisatawan yang berkunjung maka akan
menimbulkan dampak yang baik juga terhadap suatu obyek pariwisata sehingga dapat menarik
para wisatawan untuk berkunjung kembali ke tempat tersebut. Menurut Pendit (1990)
menyatakan bahwa pariwisata mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi karena dapat
menyediakan lapangan kerja, menstimulasi berbagai sektor produksi, serta memberikan
kontribusi secara langsung bagi kemajuan dalam usaha usaha pembuatan dan perbaikan
pelabuhan, jalan raya, pengangkutan serta mendorong pelaksanaan program kebersihan dan
kesehatan proyek sarana budaya, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya yang dapat
memberikan keuntungan dan kesenangan baik kepada masyarakat setempat maupun wisatawan
dari luar.
Industri pariwisata telah membuktikan dirinya sebagai sebuah alternatif kegiatan ekonomi
yang dapat diandalkan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Industri pariwisata dituntut untuk berkembang ke arah yang maju dan menghasilkan produk yang
dapat diunggulkan (Marpaung, 2004). Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang
timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah serta masyarakat dalam proses
menarik dan melayani wisatawan wisatawan serta para pengunjung lainnya (Pendit, 2003).
Produk industri pariwisata adalah semua bentuk pelayanan yang dinikmati wisatawan semenjak
wisatawan tersebut meninggalkan tempat tinggalnya dan selama berada di daerah tujuan wisata
yang dikunjungi hingga wisatawan tersebut kembali pulang ke asalnya semula (Yoeti, 2002).
Obyek wisata di suatu wilayah merupakan suatu kondisi yang menguntungkan. Obyek wisata
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai suatu wadah pembukaan lapangan pekerjaan dan usaha.
Peluang bekerja dan berusaha yang muncul dengan adanya pengembangan obyek yang ada di
daerah tersebut selain itu dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat sekitar
melalui usaha atau penyerapan tenaga kerja yang biasanya bersifat informal.
2.1.4 Teori Pendapatan
Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2011) yang menyatakan bahwa pendapatan
adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas norma entitas selama
suatu periode dan arus masuk tersebut akan mengakibatkan kenaikan ekuitas tetapi tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan memiliki banyak nama seperti sales, fees, interest,
devidends and royalties. Pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan
permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pendapatan
permanen yaitu pendapatan yang selalu dan pasti diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gajih dan upah. Pendapatan sementara yakni
pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya (Guritno Mangkoesoebroto, 1998).
Pendapatan menunjukkan seluruh uang yang diterima seseorang dalam jangka waktu
tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi. Pendapatan adalah segala bentuk balas karya yang
diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi.
Pendapatan adalah uang yang diberikan kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasi prestasi
yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha
perorangan dan pendapatan dari kekayaan (Mulyanto, 1982). Menurut Sukirno (2001)
pendapatan pada dasarnya merupakan pendapatan yang diterima semua rumah tangga dalam
perekonomian (atau yang diterima satu keluarga) dari penggunaan faktor faktor produksi yang
dimilikinya. Masing - masing faktor produksi tersebut yakni tanah dan harta tetap akan
memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa
berupa gaji dan upah, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta
keahlian keusahawan akan memperoleh balas jasa dalam bentuk keuntungan laba (Sukirno,
2001).
Pemanfaatan tenaga kerja pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji
disebut dengan pendapatan tenaga kerja atau labor income dan pendapatan yang berasal dari
balas jasa selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja atau non labor
income. Pendapatan transfer atau transfer income yaitu pendapatan yang bukan berasal dari balas
jasa atas pemanfaatan faktor produksi dan tidak bersifat mengikat. Pendapatan transfer atau
transfer income dapat berasal dari pemberian perorangan atau institusi misalnya dari pemerintah.
Menurut Nanga (2005) membedakan pendapatan antara pendapatan tenaga kerja (labor income)
dan pendapatan bukan tenaga kerja (non labor income) tidaklah selalu mudah dilakukan ini
disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor lain.
Menghitung besar kecilnya pendapatan digunakan 3 pendekatan antara lain :
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendekatan ini untuk mengetahui besar kecilnya pendapatan yang dilakukan dengan
menghitung nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Pendekatan ini untuk mengetahui besar kecilnya pendapatan yang dilakukan dengan
menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi
dalam satu periode tertentu.
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendekatan ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dilakukan dengan
menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.
Menurut Simanjutak (1998) ada enam faktor yang mempengaruhi pendapatan
seseorang, antara lain :
1. Pengalaman Kerja
Pengalaman Kerja seseorang sangat mendukung keterampilan dan kecepatan dalam
menyelesaikan pekerjaannya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang.
Semakin lama pengalaman kerja atau semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki
oleh seseorang maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Jam Kerja
Semakin banyak jam kerja seseorang yang dicurahkan maka jumlah barang yang
dihasilkan semakin banyak sehingga cenderung semakin besar pendapat seseorang yang
diterima.
3. Produktivitas Kerja
Semakin cepat seseorang menyelesaikan tugasnya maka semakin sedikit waktu yang
diperlukan untuk bekerja. Semakin sedikit waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk
menyelesaikan tugasnya berarti orang tersebut dapat mengambil pekerjaan lain atau dapat
meneyelesaikan tugasnya yang lain.
4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga yang tinggi pada suatu rumah tangga tanpa dibarengi
dengan peningkatan dari segi ekonomi akan mengharuskan anggota keluarga selain
kepala keluarga untuk mencari nafkah dan tidak terkecuali wanita.
5. Modal Industri
Modal Industri merupakan salah satu faktor juga yang mempengaruhi pendapatan
pekerja. Modal industri yang lebih besar cenderung menggunakan modal yang lebih besar
juga. Modal industri akan berpengaruh pada usaha usaha ekonomi produktif yang
dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Modal perusahaan
yang semakin besar maka semakin banyak pekerjaan yang dapat dilakukan yang pada
akhirnya berpengaruh pada pendapatan yang diterima.
6. Kualitas dan Kemampuan Pekerja
Kualitas dan kemampuan pekerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan dan
kemampuan fisik. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung
dengan pelaksanaan tugas tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta
kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
Pendidikan yang semakin tinggi maka semakin tinggi pula produktivitas kerja dan akan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima.
2.1.5 Definisi Biaya dan Klasifikasi Biaya
Menurut Cecily dan Michael (2011) mengatakan biaya (cost) merupakan pengukuran
moneter dari sumber daya yang dibelanjakan untuk mendapatkan sebuah tujuan seperti membuat
barang atau mengantarkan jasa. Menurut Mburu (2002) biaya transaksi dapat diartikan sebagai:
1) biaya pencarian informasi: 2) biaya negosiasi dan keputusan atau mengeksekusi kontrak: 3)
biaya pengawasan, pemaksaan dan pemenuhan. Biaya merupakan dasar dalam adanya penentuan
harga karena suatu tingkat harga yang tidak dapat menutupi biaya akan menimbulkan suatu
kerugian dalam usaha dagang. Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan pada usaha dagang tersebut. Biaya ada ada dua yaitu
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang berubah ubah atau tidak konstan
yang disebabkan karena adanya perubahan jumlah hasil dalam penjualan. Biaya tetap adalah
biaya yang tidak berubah atau konstan yang dikeluarkan oleh pedagang tanpa adanya pengaruh
naik turunnya volume penjualan. Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel
(Swastha dan Sukojo,1997).
Menurut Bickenbach,et.al. (1999) ada dua kondisi penting dalam transaksi yang
menyebabkan kontrak berisiko yakni kurangnya atau keterbatasan informasi dan spesifitas aset.
Keterbatasan informasi adalah suatu kondisi informasi yang tidak simetris (asymmetry
information) salah satu pelaku yang melakukan kontrak mempunyai pengetahuan yang lebih
banyak ketimbang pelaku yang lain. Faktor ketidakpastian perilaku oportunitis dan rasionalitas
terbatas termasuk didalamnya menurut Wiliamson (1975) dalam Yustika (2013) sehingga jika
kondisi ini diminimalkan maka besar kemungkinan biaya transaksi akan menurun dan tercapai
efisiensi ekonomi. Menurut Petrovic dan Krstic (2011) tingginya tingkat biaya transaksi tidak
hanya dibuktikan dengan fungsi pasar yang tidak sempurna tetapi akibat tidak adanya lembaga.
Biaya transaksi sangat penting bagi suatu lembaga. Semakin tinggi biaya transaksi dapat
diartikan bahwa permintaan yang lebih besar terhadap lembaga yang lebih efisien dalam sebuah
perekonomian dan masyarakat. Sebuah lembaga bisa dikatakan efisien yang maksimal ketika
biaya transaksi sama dengan nol. Menurut Carter (2009) biaya variabel didefinisikan sebagai
biaya yang totalnya meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan
menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktifitas.
2.1.6 Pengaruh Pariwisata Terhadap Pendapatan Sektor Informal
Pariwisata memiliki peran yang penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan
karena pariwisata menawarkan potensi kepada sektor lain untuk memanfaatkan sumber daya di
daerah tersebut agar mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat
sekitar (Eagles, 2002). Menurut laporan WTO (2002) dalam ESCAP (2003) hal lain yang
dipandang bahwa pariwisata relevan terhadap perekonomian masyarakat sekitarnya, karena :
1. Produk pariwisata dikonsumsi di destinasi wisata sehingga akan meningkatkan peluang
masyarakat untuk menjual barang dan jasa lainnya
2. Pembatasan akses sektor yang bersifat tradisional terhadap pasar internasional tidak
berlaku dalam transaksi pariwisata
3. Sumber daya alam dan budaya adalah potensi pariwisata dan merupakan asset yang
dimiliki oleh masyarakat
4. Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang padat karya
5. Pariwisata memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi karena adanya
kaitan yang luas dengan sektor sektor lainnya
Perkembangan pariwisata menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara tidak
langsung meningkat melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi yang
dihasilkan oleh perkembangan pariwisata. Melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur
ekonomi pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat semakin
meningkat secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Spillane (1989) dan AVE (2006)
yang mengatakan bahwa pariwisata di samping memberikan dampak langsung juga memberikan
dampak tidak langsung dan dampak ikutan (induced effect) terhadap perekonomian.
2.1.7 Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin
tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai. Efisiensi
yang dijelaskan oleh Marhasan (2005) sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan
sumber daya tertentu. Output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya yang digunakan maka
semakin tinggi pula tingkat efisiensi yang dicapai. Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh
Roger Lee Rey Miller dan Roger E Meiners (2000) yang membagi efisiensi menjadi dua jenis
yaitu:
1. Efisiensi Teknis
Efisiensi Teknis atau technical efisiensi mengharuskan adanya proses produksi yang
dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah
yang sama.
2. Efisiensi Ekonomis
Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya yang
artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu tingkatan output
apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output serupa dengan biaya yang lebih
murah.
Efisiensi merupakan rasio antara output, input dan perbandingan antara masukan dan
keluaran. Secara sederhana menurut Nopirin (1997) efisiensi dapat berarti tidak adanya
pemborosan. Penggunaan daya produksi dikatakan belum efisien apabila sumber daya tersebut
masih mungkin digunakan untuk memperbaiki setidak tidaknya keadaan kegiatan yang satu
tanpa menyebabkan kegiatan yang lain menjadi lebih buruk. Sumber daya dikatakan efisien
penggunaannya jika sumber daya tersebut tidak mungkin lagi digunakan untuk memperbaiki
keadaan kegiatan yang satu tanpa menyebabkan kegiatan yang lain menjadi lebih buruk (Lipsey,
1992). Menurut Mubyarto (1986) efisiensi adalah suatu keadaan di mana sumber daya telah
dimanfaatkan secara optimal. Untuk memperoleh sejumlah produk diperlukan bantuan atau
kerjasama antara beberapa faktor produksi. Menurut Mardiasmo (2009) pengertian efisiensi
berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan
menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost
of output). Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu
unit organisasi (misalnya: upah, biaya administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator
tersebut memberikan informasi konversi masukan menjadi keluaran (misalnya : efisiensi dari
proses internal). Mengalokasikan sumber daya dalam proses produksi harus dilakukan secara
efektif dan efesien. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba di waktu tertentu.
Efektif terjadi ketika suatu kegiatan produksi mampu mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumber daya tersebut mampu
menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input (Soekartawi, 2003).
Menurut Soedarsono (1983), efisiensi menggambarkan besarnya biaya atau pengorbanan yang
harus dibayar atau ditanggung untuk menghasilkan produksi. Menurut Thandelilin (2010),
menyatakan bahwa efisiensi merupakan kondisi dimana asset - aset yang ada teralokasikan
secara optimal, penggunaan biaya produksi paling murah dan perusahaan mendapatkan
keuntungan yang tinggi dengan menyesuaikan harga di pasar. Proses penyesuaian harga tidak
harus berjalan dengan sempurna, tetapi yang dipentingkan adalah harga yang terbentuk tidak
merugikan perusahaan. Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan masukan yang sekecil
kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar besarnya. Banyaknya ongkos yang
digunakan untuk menambah penggunaan input sama dengan tambahan output yang diterima.
Keuntungan maksimal terjadi saat nilai produk marginal sama dengan harga dari masing masing
faktor produksi yang digunakan dalam usaha (Mubyarto, 1995).
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara yang kebenarannya masih harus dilakukan
pengujian. Hipotesis disini untuk memberikan suatu arah bagi analisis penelitian (Marzuki,
2005). Berdasarkan dari uraian pokok permasalahan dan landasan teori maka dapat dapat
dirumuskan hipotesis dari penelitian ini antara lain :
1. Pedagang baju Bali menetap memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dibandingkan
pedagang semi menetap.
2. Pedagang baju Bali menetap memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dibandingkan pedagang
semi menetap.