bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian 2.1 ... ii.pdfmenurut arifin (2005) dalam lestari...

25
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Agency Theory Agency Theory menjelaskan hubungan yang terjadi antara pihak agen (pihak manajemen, professional atau CEO dari suatu perusahaan) dengan prinsipal (pemilik perusahaan/pemegang saham). Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam teori keagenan mendefinisikan hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agen untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal, sementara agen adalah pihak yang diberi amanat. Agen bertindak sebagai pihak yang berkewenangan mengambil keputusan, sedangkan prinsipal adalah pihak yang mengevaluasi informasi (Lestari, 2010). Implementasi Agency Theory berupa kontrak kerja yang mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan memaksimumkan utilitas. Agen diharapkan bertindak menggunakan cara-cara yang sesuai kepentingan prinsipal. Prinsipal akan memberikan insentif yang layak pada agen sehingga tercapai kontak kerja optimal. Menurut Arifin (2005) dalam Lestari (2010) inti dari Agency Theory adalah pedesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal ini terjadi konflik kepentingan. Penelitian ini

Upload: others

Post on 03-Sep-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Agency Theory

Agency Theory menjelaskan hubungan yang terjadi antara pihak agen

(pihak manajemen, professional atau CEO dari suatu perusahaan) dengan

prinsipal (pemilik perusahaan/pemegang saham). Menurut Jansen dan Meckling

(1976) dalam teori keagenan mendefinisikan hubungan agensi muncul ketika satu

orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan

suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada

agen tersebut. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agen

untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal, sementara agen adalah pihak

yang diberi amanat. Agen bertindak sebagai pihak yang berkewenangan

mengambil keputusan, sedangkan prinsipal adalah pihak yang mengevaluasi

informasi (Lestari, 2010).

Implementasi Agency Theory berupa kontrak kerja yang mengatur proporsi

hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan memaksimumkan utilitas. Agen

diharapkan bertindak menggunakan cara-cara yang sesuai kepentingan prinsipal.

Prinsipal akan memberikan insentif yang layak pada agen sehingga tercapai

kontak kerja optimal. Menurut Arifin (2005) dalam Lestari (2010) inti dari Agency

Theory adalah pedesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan

prinsipal dan agen dalam hal ini terjadi konflik kepentingan. Penelitian ini

2

menjelaskan, perusahaan bertindak sebagai prinsipal, sementara auditor

independen merupakan agen. Konflik kepentingan dapat terjadi karena berbagai

sebab, seperti asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan

ketidakseimbangan informasi yang diterima anatara agen dan prinsipal. Efek dari

asimetri informasi ini bisa berupa moral hazard, jika permasalahan yang timbul

jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang ada dalam kontak kerja. Konflik

kepentingan dapat terjadi pula karena adverseselection, yaitu keadaan dimana

prinsipal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil agen benar-

benar didasarkan atas informasi yang diperoleh, atau terjadi sebagai sebuah

kelalaian dalam tugas.

Agency Theory yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976)

bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham seringkali

bertentangan, sehingga bisa menyebabkan konflik diantara keduanya. Hal tersebut

disebabkan antara lain karena manajer cenderung untuk berusaha mengutamakan

kepentingan pribadi daripada kepentingan pemegang saham. Perbedaan

kepentingan menyebabkan agen menyalahgunakan kewajibannya dalam

menyampaikan informasi kepada prinsipal dengan cara memberikan atau

menahan informasi yang diminta prinsipal bila hal tersebut menguntungkan bagi

agen. Untuk menengahi antar kepentingan agen dan prinsipal dalam mengelola

keuangan perusahaan maka perlu adanya auditor independen. Auditor akan

mengaudit laporan keuangan yang menghasilkan laporan keuangan auditan yang

berguna untuk pengambilan keputusan prinsipal.

3

2.1.2 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan wujud pertanggungjawaban manajemen

perusahaan sebagai pengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Laporan keuangan disiapkan pada akhir periode oleh emiten terkait aktivitas

pendanaan dan investasi yang dilakukan pada periode tersebut. Laporan keuangan

seringkali dijadikan alat analisis kinerja perusahaan khususnya oleh pihak

eksternal perusahaan. Menurut Harahap (2011:105) laporan keuangan dapat

menggambarkan posisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu dan juga arus

kas perusahaan. Laporan keuangan menjadi sarana yang penting untuk analisis

dalam pengambilan keputusan.

Menurut Halim dan Hanafi (2009: 49) terdapat tiga macam laporan

keuangan pokok yang dihasilkan :

1) Neraca meringkaskan posisi keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu

dan menampilkan sumber daya ekonomis (asset), kewajiban ekonomis

(hutang), modal saham dan hubungan antar item tersebut. Neraca tidak

memberikan informasi nilai perusahaan secara langsung tetapi informasi

tersebut bisa dilihat dengan mempelajari neraca yang digabung dengan

laporan keuangan yang lain.

2) Laporan rugi laba meringkas hasil dari kegiatan perusahaan selama periode

akuntansi tertentu. Laporan ini sering dipandang sebagai laporan akuntansi

yang paling penting dalam laporan tahunan. Sumbangan laporan laba rugi

terhadap penyampaian informasi akan meningkat apabila laporan laba rugi

bisa memberikan informasi mengenai prestasi operasional perusahaan,

4

informasi ROI, biaya, feedback terhadap evaluasi prediksi pendapatan dan

komponen-komponennya.

3) Laporan aliran kas dipakai untuk menganalisis aliran kas masuk dan keluar

perusahaan. Laporan aliran kas bertujuan untuk melihat efek kas dari kegiatan

operasional, investasi dan pendanaan suatu perusahaan selama periode

tertentu. Tujuan kedua laporan arus kas adalah untuk memberikan informasi

mengenai efek kas dari kegiatan investasi, pendanaan dan operasi perusahaan

selama periode tertentu.

Menurut Suwaldiman (2005:5) tujuan umum laporan keuangan menurut

Prinsip Akuntansi Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan

kewajiban serta modal suatu perusahaan.

2) Memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam

aktiva neto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari

kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.

3) Memberikan informasi keuangan yang membantu para pengguna laporan

keuangan didalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

4) Memberikan informasi penting lainya mengenai perubahan dalam aktiva dan

kewajiban suatu perusahaan seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan

dan investasi.

5) Mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan

laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan keuangan

seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan.

5

Pengungkapan laporan keuangan memerlukan informasi dan penjelasan

yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu perusahaan. Informasi yang diberikan

haruslah lengkap dan jelas dalam menggambarkan kejadian-kejadian ekonomi

dalam perusahaan.

Menurut Lestari (2010) konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan

adalah pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair) dan lengkap (full).

Konsep yang paling sering digunakan adalah cukup, mencakup pengungkapan

minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan keuangan tidak

menyesatkan. Wajar menunjukan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan

yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan.

Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi

yang relevan. Karakteristik kualitatif dalam penyajian laporan keuangan harus

dipenuhi. Menurut Lestari (2010) karakteristik kualitatif merupakan ciri yang

melekat pada informasi keuangan atau akuntansi sehingga bisa mempunyai nilai

tambah.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyebutkan empat karakteristik

kualitatif dalam laporan keuangan (IAI, 2009 : 45) :

1) Dapat dipahami

Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah

kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Guna mencapai maksud ini,

diasumsikan pemakai memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas

ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi

dengan ketekunan yang wajar.

6

2) Relevan

Informasi disebut relevan ketika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi

pemakai. Informasi harus dapat digunakan untuk mengevaluasi masa lalu, masa

sekarang, dan masa mendatang (predictive value), menegaskan atau memperbaiki

harapan yang dibuat sebelumnya (feedback value), juga harus tersedia tepat waktu

bagi pengambil keputusan sebelum mereka kehilangan kesempatan atau untuk

mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).

3) Keandalan

Informasi disebut andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,

kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang

tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang

dapat disajikan secara wajar.

4) Dapat dibandingkan

Identifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan laporan

keuangan perusahaan antar periode hendaknya dapat diperbandingkan oleh

pemakai. Pemakai dapat memperoleh informasi tentang kebijakan akuntansi yang

digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta

pengaruh perubahan tersebut. Ketaatan pada standar akuntansi keuangan,

termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan,

membantu pencapaian karakteristik ini.

7

2.1.3 Auditing

Menurut Mulyadi (2011 : 9) auditing merupakan suatu proses sistematis

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai kegiatan dan

kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara

pernyataan tersebut kepada pemakai yang berkepentingan. Audit adalah suatu

proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan

dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara

objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan

kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-

pihak yang berkepentingan (Haryono, 2001 :11). Munawir (2008 :4)

mendefinisikan audit sebagai proses yang sistematis yang merupakan rangkaian

langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi dalam memeriksa

dasar-dasar pernyataan, mengevaluasinya secara bijaksana, secara independen

untuk menyatakan pendapatnya mengenai kesesuaian pernyataan tersebut dengan

kriteria yang ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

2.1.4 Audit Report Lag

Audit report lag adalah rentang waktu penyelesaian audit dari tanggal

tutup buku perusahaan sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan

audit (Afify, 2009). Secara sederhana audit report lag dapat didefinisikan sebagai

rentang waktu dalam menyelesaikan pekerjaan audit hingga tanggal

diterbitkannya laporan audit. Diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan

8

untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan

tahunan perusahaan, sejak tanggal tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember

sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen (Juanita dan Rutji,

2012). Semakin lama auditor menyelesaikan pekerjaan auditnya, maka semakin

lama pula audit report lag. Jika audit report lag semakin lama, maka

kemungkinan keterlambatan penyampaian laporan keuangan akan semakin besar

(Fadoli, 2014). Givoly dan Palmon (1992) lamanya waktu penyelesaian audit akan

dapat mempengaruhi ketepatan waktu publikasi informasi keuangan auditan,

sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi tersebut.

Keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga

Keuangan (LK) Nomor: KEP-346/BL/2011 mewajibkan setiap emiten dan

perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek untuk menyampaikan laporan

keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dalam rangka audit atas

laporan keuangan yang memuat opini audit dari akuntan kepada Bapepam dan LK

paling lama 3 bulan (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Pada 1

Agustus 2012 BAPEPAM dan LK mengeluarkan peraturan XK 6 pada lampiran

Nomor: Kep-431/BL/2012 yang menyatakan bahwa emiten atau perusahaan

publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib

menyampaikan laporan keuangan dan laporan akuntan kepada Bapepam dan LK

paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir (Tambunan, 2014).

Dyer dan McHugh (1975) dalam Nesia (2014), menjelaskan tiga kriteria

keterlambatan pelaporan keuangan antara lain:

9

1) Preliminary lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan

sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.

2) Auditor’s report lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan

keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.

3) Total lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai

tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.

2.1.5 Pergantian Auditor

Menurut Uli Tambunan (2014) pergantian auditor adalah putusnya

hubungan perusahaan dengan auditor yang lama dan menggantikannya dengan

auditor yang baru. Auditor yang baru diangkat oleh perusahaan untuk mengaudit

laporan keuangannya membutuhkan waktu yang lama untuk memahami

karakteristik perusahaan dan sistem yang berada didalamya. Menurut keputusan

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : Kep – 310/BL/2008 pemberian jasa

audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor

Akuntan Publik paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh

seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Kantor

Akuntan Publik (KAP) dan Akuntan dapat menerima penugasan audit kembali

untuk klien tersebut setelah 1 (satu) tahun buku tidak mengaudit klien tersebut.

Arens, et al. (2011:16) mengungkapkan putusnya hubungan kerjasama perusahaan

dengan auditor yang lama dan mengangkat auditor yang baru mengharuskan

auditor yang baru (penerus) berkomunikasi dengan auditor sebelumnya,

mengidentifikasi alasan klien dan mendapatkan kesepahaman dengan perusahaan.

10

Setelah memahami alasan perusahaan untuk melakukan audit, auditor harus

menyusun strategi pengauditan awal dengan memahami bisnis dan industri klien.

Pergantian auditor adalah pergantian auditor atau KAP yang dilakukan oleh

perusahaan klien. Pergantian auditor tersebut dapat bersifat wajib (mandatory)

ataupun sukarela (voluntary). Aturan mengenai pergantian auditor secara

mandatory telah ditetapkan oleh banyak Negara. Hal tersebut dipelopori oleh

regulator pemerintahan Amerika yang membuat The Sarbanas Oxley Act (SOX)

yang memuat aturan mengenai wajibnya perusahaan melakukan pergantian

auditor.

Pergantian auditor secara sukarela ini dapat dipicu oleh beberapa faktor,

baik yang berasal dari klien maupun dari pihak auditor atau KAP. Menurut

Wijayanti (2010), ketika klien mengganti auditor lamanya dengan yang baru akan

terjadi informasi yang tidak simetris antara klien dengan auditor baru. Klien lebih

mengetahui informasi yang diperlukan untuk proses audit dari pada auditor. Klien

dipastikan akan mencari auditor yang kemungkinan akan sepakat dengan praktik

akuntansi perusahaan. Dua kemungkinan yang terjadi ketika auditor menerima

penugasan tersebut, pertama, auditor telah memiliki informasi yang cukup

lengkap tentang usaha klien dan yang kedua, auditor tidak memiliki informasi

yang lengkap tentang klien tapi menerima penugasan klien hanya karena alasan

lain, misalkan alasan finansial.

11

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada

audit report lag. Besar kecilnya suatu perusahaan dipengaruhi oleh kompleksitas

operasional, variabel dan intensitas transaksi perusahaan. Ukuran perusahaan

diukur dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Semakin besar nilai

total asset perusahaan maka semakin pendek audit report lag dan sebaliknya

(Lianto dan Hartono, 2010).

Keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep-11/PM/1997 menjelaskan bahwa

perusahaan menengah dan kecil adalah badan hukum yang memiliki jumlah

kekayaan (total aset) tidak lebih dari seratus miliar rupiah, sedangkan perusahaan

besar adalah badan hukum yang memiliki jumlah kekayaan (total aset) lebih dari

seratus miliar rupiah. Penelitian Jeane dan Rustiani (2007) menyatakan bahwa

faktor ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang sering diteliti pada

penelitian sebelumnya. Ukuran perusahaan merupakan fungsi dari kecepatan

pelaporan keuangan karena semakin besar suatu perusahaan maka akan

melaporkan semakin cepat karena perusahaan memiliki lebih banyak sumber

informasi. Semakin besar aset perusahaan maka semakin pendek audit report lag.

Penyebabnya adalah pertama, perusahaan – perusahaan go public atau perusahaan

besar mempunyai sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat

mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan

sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan.

Lemahnya pengendalian internal klien memberikan dampak audit report lag yang

semakin panjang karena auditor membutuhkan sejumlah waktu untuk mencari

12

bukti yang lebih lengkap dan kompleks untuk mendukung opininya. Kedua,

perusahaan-perusahaan besar cenderung mendapat tekanan dari pihak eksternal

yang tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan, sehingga manajemen akan

berusaha untuk mempublikasikan laporan audit dan laporan keuangan auditan

lebih tepat waktu (Ahmad dan Kamarudin, 2002 dalam Yuliana dan Ardiati,

2004).

Dyer dan Hugh (1975) dalam Nesia (2014) menyatakan bahwa manajemen

perusahaan besar, memiliki dorongan untuk mengurangi masalah audit report lag

dan penundaan laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar

senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asosiasi perdagangan, dan oleh

agen regulator. Perusahaan besar menghadapi tekanan yang kuat untuk

menyampaikan laporan keuangan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan

kecil.

2.1.7 Laba Rugi

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi

sampingan, transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha dan semua

transaksi/kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha selama suatu periode

kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik

(Baridwan, 2004 :173). Perusahaan cenderung tidak menunda publikasi berita

baik seperti laba yang tinggi. Sebaliknya perusahaan cenderung mengundur waktu

publikasi berita buruk seperti kerugian. Auditor akan berhati-hati selama proses

audit dalam merespon kerugian perusahaan apakah kerugian tersebut disebabkan

13

oleh kegagalan finansial atau kecurangan manajemen (Putri, 2012). Rugi adalah

penurunan modal (aktiva bersih) dari transaksi sampingan,transaksi yang jarang

terjadi dari suatu badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang

mempengaruhi badan usaha selama suatu periode kecuali timbul dari biaya

(expense) atau distribusi pada pemilik (Baridwan, 2004:174). Penelitian Carslaw

dan Kaplan (1991) menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian

meminta auditornya untuk menjadwalkan pelaksanaan pengauditannya lebih

lambat dari yang seharusnya, hal ini berakibat pada penyerahan laporan keuangan

yang terlambat.

2.1.8 Jenis Perusahaan

Asthon et al. (1987) membagi jenis industri menjadi 2 golongan besar

yaitu industri sektor keuangan dan non keuangan. Industri sektor keuangan adalah

industri yang memberikan jasa keuangan dan terkait dengan uang dan investasi.

Industri sektor keuangan juga digunakan untuk merujuk pada organisasi yang

menangani pengelolaan dana. Contoh industri-industri tersebut adalah bank,

lembaga pembiayaan, perusahaan efek, perusahaan asuransi dan industri sektor

keuangan lainnya. Jenis industri non keuangan adalah semua jenis industri yang

tidak termasuk dalam industri sektor keuangan. Jenis industri yang berbeda-beda

dapat menyebabkan perbedaan rentang waktu dalam proses pelaksanaan audit.

Menurut Ashton, et al.(1989) mengungkapkan bahwa perusahaan sektor keuangan

mempunyai audit report lag lebih pendek daripada perusahaan industri lainnya.

Hasil tersebut didukung dengan hasil penelitian Ahmad dan Kamarudin (2003) di

14

Kuala Lumpur Stock Exchange yang menunjukkan audit report lag pada

perusahaan non keuangan lebih besar 15 hari daripada perusahaan keuangan. Hal

ini dikarenakan perusahaan keuangan tidak memiliki saldo persediaan yang cukup

signifikan sehingga audit yang diperlukan tidak memerlukan waktu yang cukup

lama..

Perbedaan mendasar antara kedua jenis industri tersebut dapat

digolongkan menjadi beberapa bagian, yaitu dari segi jenis aset dan sistem

informasi akuntansi. Menurut Utami (2006) industri keuangan cenderung

memiliki aset berupa aset moneter yang lebih mudah diukur. Kebanyakan aset

dari industri non keuangan berupa aset fisik. Umumnya industri non keuangan

membutuhkan banyak aset berupa fisik seperti mesin dan peralatan untuk

melangsungkan proses bisnisnya. Industri keuangan memiliki sistem informasi

akuntansi yang lebih tersentralisasi dan terotomatisasi dibandingkan dengan

industri non keuangan.

2.1.9 Pembahasan Penelitian Terdahulu

Penelitian Putra dan Sukirman (2014) yang berjudul “Opini auditor, Laba

atau Rugi Tahun Berjalan, Auditor Switching dalam Memprediksi Audit Report

Lag menggunakan sampel sebanyak 84 perusahaan property dan real estate

periode 2009 sampai 2012. Hasil penelitian menunjukan variabel laba rugi tahun

berjalan dapat digunakan untuk memprediksi audit report lag sedangkan opini

auditor, auditor switching tidak dapat digunakan untuk memprediksi audit repot

lag. Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada sampel dan periode

15

penelitian. Penelitian sekarang menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar di

BEI tahun 2013 dan 2014.

Tambunan (2014) dengan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Opini

Audit, Pergantian Auditor dan Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Audit

Report Lag (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia)” menggunakan sampel sebanyak 89 perusahaan manufaktur. Hasil

penelitian menunjukan opini audit dan pergantian auditor tidak berpengaruh

terhadap audit report lag. Ukuran KAP berpengaruh terhadap audit repot lag.

Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

dalam periode 2010 dan 2011 sedangkan penelitian sekarang meneliti seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 dan 2014.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Ariyani (2014) yang berjudul

“Pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, kompleksitas operasi perusahaan,

reputasi KAP terhadap audit report lag menggunakan 162 perusahaan manufaktur

tahun 2010 sampai 2012. Hasil penelitian ini menunjukan profitabilitas dan

ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Audit Report Lag.Kompleksitas

operasi perusahaan dan reputasi KAP berpengaruh positif terhadap Audit Report

Lag. Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada sampel dan periode

pengamatan.

Penelitian Fadoli (2014) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Faktor Internal dan Eksternal terhadap Audit Report Lag (studi empiris pada

perusahaan manufaktur dan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2013”

menggunakan 186 perusahaan yang terdiri dari perusahaan manufaktur dan

16

perbankan. Hasil penelitiannya menunjukan solvabilitas berpengaruh terhadap

audit report lag sedangkan profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, umur

perusahaan, jenis perusahaan dan opini audit tidak berpengaruh terhadap audit

report lag. Penelitian ini memiliki perbedaan sampel dan periode pengamatan

dengan penelitan sekarang.

Penelitian Juanita dan Satwiko (2012) yang berjudul “Pengaruh Ukuran

Kantor Akuntan Publik, Kepemilikan, Laba Rugi, Profitabilitas dan Solvabilitas

terhadap Audit Report Lag menggunakan 372 sampel perusahaan manufaktur

tahun 2007 sampai 2009. Hasil penelitian ini menyatakan hanya variabel laba rugi

yang berpengaruh terhadap audit report lag.penelitian ini memiliki perbedaan

sampel dan periode penelitian dengan penelitian yang sekarang. Penelitian

Sumartini (2014) yang berjudul “Pengaruh Opini Audit, Solvabilitas, Ukuran

KAP dan Laba Rugi terhadap Audit Report Lag” menggunakan 68 sampel

perusahaan pertambangan tahun 2009 sampai 2011. Hasil penelitian ini

menyatakan opini audit dan laba rugi berpengaruh negatif terhadap audit report

lag. Sedangkan solvabilitas dan ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap audit

report lag. Penelitian ini memiliki perbedaan sampel dan periode penelitian

dengan penlitian yang sekarang.

Penelitian Tiono dan Yulius (2013) yang berjudul “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Audit Report Lag pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia” menggunakan 600 sampel perusahaan tahun 2009 sampai 2011. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa hanya variabel jenis indutri yang berpengaruh

terhadap audit report lag. Variabel profitabilitas, opini audit, ukuran perusahaan,

17

reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sekarang terletak pada sampel dan periode penelitian.

Penelitian Puspatama (2014) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang

Berpengaruh terhadap Audit Report Lag pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2011 dan 2012 menggunakan sampel 174 perusahaan.

Hasil penelitian ini menyatakan variabel profitabilitas dan ukuran perusahaan

memilikipengaruh terhadap audit report lag. Sedangkan solvabilitas, umur

perusahaan, jenis industri dan opini audit tidak memiliki pengaruh terhadap audit

report lag. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sekarang terletak pada

sampel dan periode penelitian.

Penelitian Ahmed dan Hossain (2010) yang berjudul “Audit Report Lag

(A Study Of the Bangladeshi Listed Companies)” menggunakan sampel sampel

sebanyak 87 perusahaan yang terdaftar di Bangladesh pada tahun 2007. Hasil dari

penelitian ini menyatakan type of auditor, financial companies, profitability dan

size of company berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Laverage dan

qualified opinion berpengaruh positif terhadap audit report lag. Ringkasan

penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 2.1.

18

Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

N

o

Penulis

(Tahun

Judul Variabel Alat Ukur Hasil Penelitian

1 Ahmed

dan

Hossain

(2010)

Audit

Report Lag

(A Study Of

the

Bangladeshi

Listed

Companies)

Dependen :

ARL

Indpenden:Typ

e of auditor,

financial

companies, size

of company,

laverage,

qualified

opinion.

OLS

Regression

Hasil dari

penelitian ini

menyatakan type

of auditor,

financial

companies,

profitability dan

size of company

berpengaruh

negatif terhadap

audit report lag.

Laverage dan

qualified opinion

berpengaruh

positif terhadap

audit report lag.

2 Juanita

dan

Satwiko

(2012)

Pengaruh

Ukuran

Kantor

Akuntan

Publik,

Kepemilik-

an, Laba

Rugi,

Profitabilit-

as dan

Solvabilitas

terhadap

Audit

Report Lag

Dependen :

ARL

Independen:

Ukuran KAP,

kepemilikan,

laba rugi,

profitabilitas,

solvabilitas.

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

menunjukan

variabel laba

rugi berpengaruh

terhadap audit

report lag

sedangkan

ukuran KAP,

kepemilikan,

profitabilitas dan

solvabilitas tidak

berpengaruh

terhadap audit

report lag.

3 Tiono dan

Yulius

(2013)

Faktor-

faktor yang

Mempenga-

ruhi Audit

Report Lag

pada

Perusahaan

yang

Terdaftar di

Bursa Efek

Indonesia

Dependen :

ARL

Independen:

jenis industri,

profitabilitas,

opini audit,

ukuran

perusahaan,

reputasi KAP

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

ini menyatakan

bahwa hanya

variabel jenis

indutri yang

berpengaruh

terhadap audit

report lag.

Sedangkan

variabel

profitabilitas,

opini audit,

19

ukuran

perusahaan,

reputasi KAP

tidak

berpengaruh

terhadap audit

report lag

4 Fadoli

(2014)

Pengaruh

Faktor

Internal dan

Eksternal

terhadap

Audit

Report Lag

(studi

empiris

pada

perusahaan

manufaktur

dan

perbankan

yang

terdaftar di

bei tahun

2008-2013

Dependen :

ARL

Independen:

solvabilitas,

profitabilitas,

likuiditas,

ukuran

perusahaan,

umur

perusahaan,

jenis

perusahaan,

opini audit.

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil

penelitiannya

menunjukan

solvabilitas

berpengaruh

terhadap audit

report lag

sedangkan

profitabilitas,

likuiditas,

ukuran

perusahaan,umur

perusahaan, jenis

perusahaan dan

opini audit tidak

berpengaruh

terhadap audit

report lag.

5 Putra dan

Sukirman

(2014)

Opini

auditor,

Laba atau

Rugi Tahun

Berjalan,

Auditor

Switching

dalam

Mempredik-

si Audit

Report Lag

Dependen:

ARL

Independen:

Opini auditor,

laba atau rugi

tahun berjalan,

auditor

switching.

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

menunjukan

variabel laba

rugi tahun

berjalan dapat

digunakan untuk

memprediksi

audit report lag

sedangkan opini

auditor, auditor

switching tidak

dapat digunakan

untuk

memprediksi

audit repot lag.

6 Sumartini

(2014)

Pengaruh

Opini

Audit,

Solvabilitas,

Ukuran

KAP dan

Dependen :

ARL

Independen:

opini audit,

solvabilitas,

ukuran KAP

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

ini menyatakan

opini audit dan

laba rugi

berpengaruh

negatif terhadap

20

Laba Rugi

terhadap

Audit

Report Lag

dan laba rugi audit report lag

sedangkan

solvabilitas dan

ukuran KAP

tidak

berpengaruh

terhadap audit

report lag

7 Tambunan

(2014)

Pengaruh

Opini

Audit,

Pergantian

Auditor dan

Ukuran

Kantor

Akuntan

Publik

Terhadap

Audit

Report Lag

(Studi

Empiris

Perusahaan

Manufaktur

yang

Terdaftar di

Bursa Efek

Indonesia)

.Dependen :

ARL

Independen

:opini audit,

pergantian

auditor, ukuran

KAP

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

menunjukan

opini audit dan

pergantian

auditor tidak

berpengaruh

terhadap audit

report lag.

Sedangkan

Ukuran KAP

berpengaruh

terhadap audit

repot lag.

8 Puspatama

(2014)

Analisis

Faktor-

Faktor yang

Berpengar-

uh terhadap

Audit

Report Lag

pada

Perusahaan

yang

Terdaftar di

Bursa Efek

Indonesia

periode

2011 dan

2012

Dependen :

ARL

Independen:

profitabilitas,

ukuran

perusahaan,

solvabilitas,

umur

perusahaan,

jenis industri

dan opini audit.

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

ini menyatakan

variabel

profitabilitas dan

ukuran

perusahaan

memiliki

pengaruh

terhadap audit

report lag.

Sedangkan

solvabilitas,

umur

perusahaan, jenis

industri dan

opini audit tidak

memiliki

pengaruh

21

terhadap audit

report lag

9 Ariyani

(2014)

Pengaruh

profitabilit-

as, ukuran

perusahaan,

kompleksit-

as operasi

perusahaan,

reputasi

KAP

terhadap

audit report

lag

Dependen :

ARL

Independen:

profitabilitas,

ukuran

perusahaan,

kompeksitas

operasi,

reputasi KAP.

Uji

statistik

linier

berganda

Hasil penelitian

ini menunjukan

profitabilitas dan

ukuran

perusahaan

berpengaruh

negatif terhadap

Audit Report

Lag.

Kompleksitas

operasi

perusahaan dan

reputasi KAP

berpengaruh

positif terhadap

Audit Report

Lag.

Sumber : Data sekunder diolah, 2015

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh pergantian auditor, ukuran

perusahaan, laba rugi dan jenis perusahaan pada audit report lag. Kerangka

pemikiran yang diajukan seperti pada gambar 2.1 berikut.

22

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Data sekunder diolah, 2015

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Pergantian Auditor terhadap Audit Report Lag

Pergantian auditor merupakan merupakan perpindahan auditor atau KAP

yang dilakukan oleh perusahaan klien (Ari dan Rasmini, 2013). Keputusan Ketua

BAPEPAM dan LK Nomor: KEP- 310/BL/2008, menetapkan bahwa pemberian

jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor

Akuntan Publik paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh

seorang akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Klien yang

mengganti auditornya tanpa alasan yang jelas, mungkin disebabkan oleh

ketidakpuasan klien terhadap jasa yang diberikan oleh auditor yang lama.

Perusahaan yang mengganti auditornya dengan auditor yang baru akan

membuat auditor yang baru memahami lingkungan bisnis kliennya dari awal dan

dituntut untuk berkomunikasi dengan auditor sebelumnya. Hal ini yang membuat

auditor membutuhkan waktu yang lebih lama guna melakukan proses audit.

Rustiarini dan Mita (2013) membuktikan bahwa pergantian auditor

berpengaruh secara positif pada audit report lag. Perusahaan yang mengalami

Pergantian Auditor

(X1)

Ukuran Perusahaan

(X2)

Laba/Rugi Perusahaan

(X3)

Jenis Perusahaan

(X4)

Audit Report Lag

(Y)

(+)

(-)

(-)

(-)

23

pergantian auditor akan mengangkat auditor yang baru, dimana butuh waktu yang

cukup lama bagi auditor yang baru dalam mengenali karakteristik usaha klien dan

sistem yang ada didalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H1 :Pergantian auditor berpengaruh positif terhadap audit report lag.

2.3.2 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit repot lag

Ukuran perusahaan menunjukan besar kecilnya sebuah perusahaan. Suatu

perusahaan dapat dikatakan besar atau kecil dilihat dari beberapa sudut pandang

seperti total nilai aset, total penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya (Tiono

dan Yulius, 2012). Berdasarkan penelitian Wulansari dan Supriyanti (2012),

Ariyani (2014) menyatakan ukuran perusahaan (total aset) memiliki hubungan

yang negatif dengan audit report lag. Artinya, bahwa semakin besar aset

perusahaan maka semakin pendek audit report lag. Hal ini dapat dilihat dari

sistem pengendalian internal perusahaan dan perusahaan besar cenderung

mendapat tekanan dari pihak eksternal yang tinggi terhadap kinerja keuangan

perusahaan.Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit report lag.

24

2.3.3 Pengaruh laba rugi perusahaan terhadap audit report lag

Menurut Hassanudin (dalam Utami, 2006), laba menunjukkan

keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Perusahaan tidak akan

menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik. Perusahaan yang meraih

laba cenderung lebih tepat waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan

dengan perusahaan yang mengalami kerugian. Para investor akan menyukai

perusahaan yang mengumumkan laba dibanding rugi karena dipandang good

news, sehingga pihak manajemen cenderung melaporkan tepat waktu agar investor

segera mendapatkan good news tersebut (Iskandar dan Estralita, 2010) dan

membuat audit report lag suatu perusahaan lebih pendek. Peneliti mengajukan

hipotesis ini untuk perusahaan yang mendapatkan laba karena memandang laba

sebagai sinyal dan berita baik serta memberikan kesan positif terhadap kinerja

manajemen. Penelitian Sumartini (2014) yang menyatakan laba rugi berpengaruh

negatif pada audit report lag. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H3 : Laba Rugi berpengaruh negatif terhadap audit report lag.

2.3.4 Pengaruh Jenis Perusahaan terhadap audit report lag

Menurut Ashton, et al (1989), perusahaan sektor keuangan mempunyai

audit report lag lebih pendek dari pada perusahaan industri lain. Hal ini

disebabkan karena perusahaan keuangan tidak mempunyai saldo persediaan yang

merupakan daerah paling sulit untuk diaudit, sehingga audit yang diperlukan tidak

memerlukan waktu yang cukup lama. Perusahaan keuangan memiliki lebih

25

banyak aset berbentuk nilai moneter yang lebih mudah diukur dibandingkan

dengan aset yang berbentuk fisik. Industri keuangan memiliki sistem informasi

akuntansi yang lebih tersentralisasi dan terotomatisasi dibandingkan dengan

industri non keuangan. Pelaksanaan audit lebih dimudahkan dengan adanya sistem

yang tersentralisasi dan terotomatisasi. Pelaksanaan audit oleh auditor akan lebih

singkat dengan adanya sistem informasi yang terotomatisasi dan tersentralisasi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Iskandar dan Trisnawati (2010), Tiono dan

Yulius (2013) bahwa jenis industri berpengaruh negatif terhadap audit report lag.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Jenis perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit report lag.