bab ii kajian pustaka - blog iain...

122
46 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil kajian pustaka secara berurutan dan lebih mendalam meliputi: a). Pemahaman tentang Public relations; b). Public relations di lembaga pendidikan, yang terdiri dari hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat, manajemen public relations di lembaga pendidikan; fungsi dan tujuan public relations di lembaga pendidikan; c). Sistem komunikasi yang dijalankan public relations, yang terdiri dari pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, proses pemberian komunikasi, efek komunikasi public relations, publik dan opini, tipe publik, d). Strategi public relations untuk memperbaiki citra lembaga pendidikan; e). Model public relations; f). Public relations dalam manajemen pendidikan Islam yang terdiri dari prinsip dan kaidah serta etika public relations dalam perspektif al-Qur‟an, prinsip dan kaidah serta etika public relations dalam perspektif al-hadits, public relations yang efektif dalam manajemen pendidikan Islam, g). Manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah. Selanjutnya penulis akan membahas sub-sub bab tersebut secara lebih mendetail dan mendalam. A. Pemahaman Tentang Public Relations Mengawali pembahasan dalam kajian pustaka ini, ada beberapa pendapat tokoh yang ahli di bidang public relations. Kendati ada beberapa pendapat yang sama dan ada pula yang berbeda, di sini akan diuraikan secara jelas tentang makna public relations. Hal ini tentunya akan mengantarkan

Upload: vuanh

Post on 10-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

46

46

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan hasil kajian pustaka secara berurutan dan lebih

mendalam meliputi: a). Pemahaman tentang Public relations; b). Public relations

di lembaga pendidikan, yang terdiri dari hubungan lembaga pendidikan dengan

masyarakat, manajemen public relations di lembaga pendidikan; fungsi dan tujuan

public relations di lembaga pendidikan; c). Sistem komunikasi yang dijalankan

public relations, yang terdiri dari pengertian komunikasi, unsur-unsur

komunikasi, proses pemberian komunikasi, efek komunikasi public relations,

publik dan opini, tipe publik, d). Strategi public relations untuk memperbaiki citra

lembaga pendidikan; e). Model public relations; f). Public relations dalam

manajemen pendidikan Islam yang terdiri dari prinsip dan kaidah serta etika

public relations dalam perspektif al-Qur‟an, prinsip dan kaidah serta etika public

relations dalam perspektif al-hadits, public relations yang efektif dalam

manajemen pendidikan Islam, g). Manajemen public relations di pondok

pesantren salafiyah. Selanjutnya penulis akan membahas sub-sub bab tersebut

secara lebih mendetail dan mendalam.

A. Pemahaman Tentang Public Relations

Mengawali pembahasan dalam kajian pustaka ini, ada beberapa

pendapat tokoh yang ahli di bidang public relations. Kendati ada beberapa

pendapat yang sama dan ada pula yang berbeda, di sini akan diuraikan secara

jelas tentang makna public relations. Hal ini tentunya akan mengantarkan

47

kepada pemahaman yang terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian

ini.

Public Relations atau dalam istilah lain lazim disebut sebagai

hubungan masyarakat adalah salah satu bagian dari manajemen yang

merupakan komponen penyempurna1 dari suatu organisasi pendidikan atau

pendidikan Islam. Karena tanpa adanya komponen tersebut suatu organisasi

sudah dapat berjalan, namun dengan tertatih-tatih dan tidak mampu

berkembang dengan baik. Menurut Jefkins, public relations berarti suatu

bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang

bersifat komersial maupun yang bersifat non komersial, di sektor publik

(pemerintah) maupun privat (pihak swasta).2

IPRA atau The International Public Relations Association, seperti

yang dikutip Onong, mendefinisikan public relations sebagai fungsi

manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara

berkesinambungan yang oleh beberapa organisasi dan juga lembaga-lembaga

umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling

pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada sangkut pautnya dan

yang diduga akan ada kaitannya dengan cara menilai opini publik mereka

dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijakan dan

1 Komponen penyempurna adalah komponen yang keberadaannya tidak mutlak harus ada

seperti komponen dasar pendidikan Islam (personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, sarana

prasarana), namun komponen penyempurna ini melengkapi komponen-komponen dasar untuk

mencapai kemajuan suatu lembaga pendidikan. Komponen-komponen ini harus mendapatkan

perhatian manajerial bila suatu lembaga pendidikan Islam menginginkan kemajuan yang

signifikan. Diantara komponen penyempurna adalah hubungan lembaga dengan masyarakat,

layanan, mutu, perubahan dan konflik. Lihat Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam:

Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 182-183 2 Frank Jefkins, Public Relations, terj: Aris Munandar, (Jakarta : Erlangga, 1992), hlm. 2.

48

ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih efisien, dengan

kegiatan penerangan yang berencana dan tersebar luas.3

Sedangkan Cutlip mendefinisikan public relations sebagai fungsi

manajemen yang membentuk dan memelihara relasi yang saling

menguntungkan antara organisasi dengan publiknya. Keberhasilan atau

kegagalan public relations ini tergantung bagaimana membentuk dan

memelihara relasi yang saling menguntungkan itu.4 Menurut Wilcox, public

relations is the art and social science of analysing trends, predicting their

consequences, counselling organisation leaders and implementing planned

programmes of action which will serve both the organisation‟s and the public

interest.5

Tondowidjojo menyadur beberapa definisi public relations dari

beberapa ilmuwan yang berbeda-beda sebagai berikut:

1. Definisi situasi: degree of understanding and goodwill achieved between

an individual, organization or institution and the public (Webster‟s New

Intern, diet.. 1966)

2. Definisi kebijakan: Public Relations is the management of

communication between an organization and its public.

3. Definisi profesi: Public Relations is the art and social science of

analyzing trends, predicting their consequences, counseling organization

leaders, and implementing planned programmes of action which will

serve both the organization and the public interest.

4. Definisi teknik: Public Relations is the skilled communication of ideas to

the various publics with the object of producing a destred result.

5. Definisi pelajaran: Public Relations is the art and science of achieving

harmony with the environment through mutual understanding based on

truth and full information.6

3 Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations, (Bandung: Mandar

Maju, 1993), hlm. 118. 4 Ibid., hlm. 32.

5D.L Wilcox, G.T. Cameron, P.H Ault, W.K Agee, Public Relations, Strategies and

Tactics, 7th edition, (Allyn and Bacon, 2003), hlm. 6 6 John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations,( Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. xiv

49

Dari beberapa definisi tersebut di atas bisa dijabarkan bahwa public

relations dalam definisi situasi adalah pencapaian tingkat pemahaman dan

itikad baik antara individu, organisasi/institusi dan publik; definisi kebijakan,

public relations adalah manajemen komunikasi antara organisasi dengan

publik; dalam definisi profesi public relations adalah seni dan ilmu sosial

yang cenderung menganalisa, memprediksi konsekuensi mereka, konseling

pemimpin organisasi dan melaksanakan program yang direncanakan,

tindakan melayani organisasi dan kepentingan public; definisi secara teknik

public relations adalah kemahiran mengkomunikasikan ide ke berbagai

kalangan publik dengan tujuan untuk meningkatkan hasil produksi; dan

definisi pelajaran public relations adalah seni dan ilmu untuk mencapai

keselarasan dengan lingkungan melalui saling pengertian berdasarkan

kebenaran dan kelengkapan informasi.

Adapun Morissan mengutip beberapa definisi dari Public Relations

dari beberapa ahli sebagai berikut:

1. Edward L Berney: Public Relations is inducing the public to have

understanding for and goodwill.

2. Kamus Webster‟s Third New International Dictionary: Public Relations

is the art of science of developing reciprocal understanding and

goodwill.

3. The British Institute of Public Relations: Public Relations is an effort to

establish and maintain mutual understanding between organization and

its public.

4. Definisi singkat: Public Relations is doing good and getting credit for it.

5. Cutlip-Center-Broom: Public Relations is the planned effort to influence

opinion through good character and responsible performance, based on

mutually satisfactory two-way communications.

6. World Assembly of Public Relations: Public Relations is the art and

social science of analyzing tends, predicting their consequences,

50

counseling organization leaders and implementing planned programs of

action which serve both the organization‟s and the public interest.7

Edward L Berney berpendapat bahwa public relations adalah upaya

mendorong masyarakat untuk memiliki pemahaman dan itikad yang baik;

sedangkan kamus Webster‟s Third New International Dictionary menyatakan

bahwa public relations adalah ilmu tentang seni yang mengembangkan

pemahaman timbal balik dan kemauan yang baik; The British Institute of

Public Relations menggarisbawahi bahwa public relations adalah upaya

untuk membangun dan memelihara saling pengertian antara organisasi

dengan publik; adapun definisi secara singkat menyatakan public relations

adalah berbuat baik dan mendapatkan perbuatan baik itu; Cutlip-Center-

Broom berpendapat bahwa public relations adalah upaya terencana untuk

mempengaruhi pendapat melalui karakter yang baik dan kinerja yang

bertanggung jawab, berdasarkan rasa saling memuaskan dan komunikasi dua

arah; dan World Assembly of Public Relations mengemukakan pengertian

public relations adalah seni dan ilmu sosial yang cenderung menganalisa,

memprediksi konsekuensi mereka, konseling pemimpin organisasi dan

melaksanakan program yang direncanakan, tindakan melayani organisasi dan

kepentingan publik.

Definisi Public Relations yang lain adalah sebagai berikut:

1. Menurut Waluyo, Public Relations berintikan kegiatan pemberian

informasi dan sejenisnya atau seperti yang diartikan dalam istilah

komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau

proses pemberian informasi dari satu pihak, biasanya lembaga, kepada

7 Morissan, Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta:

Kencana, 2008), hlm. 6-9

51

pihak lain, yaitu lembaga, kelompok masyarakat tertentu, atau

masyarakat umum.8

2. Dalam kamus Fund and Wagnel, sebagaimana yang dikutip oleh

Nasution, Public Relations adalah segenap kegiatan dan teknik/kiat yang

digunakan organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara

suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan

dan aktivitasnya.9

Public relations didefinisikan sebagai komunikasi antara organisasi

dengan masyarakat di sekitar. Public relations sering dikenal dengan istilah

humas. Terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Letak

persamaannya pada keduanya sama-sama membangun komunikasi antara

lembaga dengan masyaraktnya. Sedangkan perbedaannya, public relations

lebih memiliki ruang lingkup yang luas jika dibandingkan dengan humas.

Public relations sangat berperan aktif baik urusan interen maupun ekstern

yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas, menangani konflik,

keluhan komunikasi interen, pengumpulan dana maupun penyampaian

bantuan. Sedangkan humas ruang lingkupnya lebih sempit dan perannya

hanya sebagai pembantu untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.

Sehingga humas memiliki persamaan dasar dengan penerangan, yaitu

memperjelas komunikasi demi pemahaman yang lebih baik. Penerangan lebih

bermuatan tanggung jawab agar yang menerima penerangan dapat mengambil

keputusan yang terbaik.10

Grunig and Hunt mengatakan The majority of practitioners ... still

prefer to 'fly by the seat of their pants' and use intuition rather than

8 B. Suryobroto, Humas Dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya,

2010), hlm. 12-15 9 Zulkarnain Nasution, Manajemen Humas Di Lembaga Pendidikan, Konsep, Fenomena,

Dan Aplikasinya, (Malang: UMM Press, 2006), hlm. 12 10

John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 4.

52

intellectual procedures to solve public relations problems.11

Jadi dapat

disimpulkan jika penelitian mengenai public relations ini biasanya dilakukan

tanpa menggunakan rasionalisasi yang jelas dan hanya pelengkap, padahal

dibalik hubungan dengan masyarakat ini terdapat teori yang sangat besar jika

digali.

Public relations menurut Moore, adalah suatu filsafat sosial dari

manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya,

melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan

pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh

saling pengertian dan itikad baik. Lebih lanjut Moore mengatakan bahwa

dalam humas ada empat unsur dasar, pertama, hubungan masyarakat

merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial; kedua, hubungan

masyarakat adalah suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam keputusan

kebijaksanaan; ketiga, hubungan masyarakat adalah tindakan akibat

kebijaksanaan tersebut; dan keempat, hubungan masyarakat merupakan

komunikasi dua arah yang menunjang kearah penciptaan kebijaksaan ini

kemudian menjelaskan, mengumumkan, mempertahankan, atau

mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling pengertian

dan ittikad baik.12

Definisi-definisi tersebut sebenarnya mencakup unsur-unsur antara

lain:

11

James E. Grunig, and Todd Hunt, Managing Public Relations, (Holt Rinehart & Winston,

Inc.,1984), h.77 12

Frazier Moore, Hubungan Masyarakat: Prinsip, Kasus, dan Masalah, (Bandung: Remaja

Rosda Karya,1988), hlm. 6-7.

53

1. Suatu proses yang mencakup hubungan timbal balik antara organisasi

dengan publiknya.

2. Analisis dan evaluasi melalui penelitian lapangan terhadap sikap, opini dan

kecenderungan sosial, serta mengkomunikasikannya kepada pihak

manajemen/pimpinan.

3. Konseling manajemen agar dapat dipastikan bahwa kebijaksanaan, tata

cara kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dalam konteks

demi kepentingan bersama bagi kedua belah pihak.

4. Pelaksanaan atau menindaklanjuti program aktivitas yang terencana,

mengkomunikasikan dan mengevaluasi.

5. Perencanaan dengan itikad yang baik, saling pengertian, dan penerimaan

dari pihak publiknya sebagai hasil akhir dari aktivitas public relations.13

Selanjutnya dalam penelitian ini penulis mengambil benang merah

bahwa terdapat kesamaan antara pengertian public relations dan humas,

walau secara fungsi dan peran terdapat perbedaan. Selanjutnya segala yang

berkaitan dengan humas di sini akan dianggap juga berkaitan dengan public

relations. humas merupakan terjemahan bebas dari public relations. Kedua

istilah ini dipakai secara bergantian, yang terdiri dari semua bentuk

komunikasi yang terselenggara antara lembaga atau organisasi yang

bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya.

Menurut Onong, dalam public relations harus ada dua aspek yaitu;

pertama, sasaran public relations adalah internal public dan external public.

13

Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm. 95.

54

Internal public adalah orang-orang yang berada atau tercakup oleh organisasi,

sedangkan external public adalah orang-orang yang berada di luar organisasi

yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya; kedua,

kegiatan public relations adalah komunikasi dua arah timbal-balik (reciprocal

two way traffic communication), ini berarti bahwa dalam penyampaian

informasi, baik yang mengarah ke internal public maupun yang mengarah ke

external public terjadi umpan balik.14

Oleh karena itu public relations bukanlah sekadar publikasi atau

marketting. Hal ini sebagaimana pendapat Thomas L. Hariss, yang

memaparkan hubungan antara Corporate Public Relations (CPR), Marketting

Public Relations (MPR), komunikasi dan pembentukan citra. Hubungan

antara ketiganya sebagaimana diagram berikut dibawah ini:

14

Effendy, Human Relations…, hlm. 110.

55

Gb. 2.1. Hubungan antara Public Relations dengan Marketting,

Komunikasi dan Citra15

Kerancuan antara public relations dengan pemasaran/marketting

sering terjadi dalam praktek di lapangan. Setiap orang pada dasarnya pernah

mengenal dan mempraktekkan fungsi tersebut, karena manusia adalah

makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan orang lain untuk

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Istilah dasar ini seringkali kabur dan tidak

dipahami oleh semua orang. Mereka menganggap public relations adalah

marketting itu sendiri, padahal pemasaran adalah bagian dari kegiatan public

relations.

Mengacu pada pengertian-pengertian tentang public relations di atas,

pada dasarnya public relations adalah bidang atau fungsi tertentu yang

diperlukan oleh setiap organisasi, baik organisasi yang bersifat komersial

maupun organisasi yang bersifat non komersial. Mulai dari yayasan,

15

Thomas L Harris, The Marketer‟s Guide to Public Relations, (New York: John Wiley

and Sons, 1991)

CPR

MPR

Komunikasi

pemasaran

Personal

Branding

Product branding

Corporate branding

Industrial branding

CITRA Pelanggan

Pemerintah

Komunitas lokal

Lembaga keuangan

Pemasok

Pembeli

Media

Kelompok penekan

karyawan

IDENTITAS

Filosofi lembaga

Budaya perusahaan

Wujud: logo, warna,

simbol, dll

56

pesantren, perguruan tinggi, dinas militer sampai dengan lembaga-lembaga

pemerintahan. Kebutuhan dan kehadiran public relations tidak dapat dicegah,

terlepas dari suka atau tidak suka, karena public relations merupakan salah

satu elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif.

Arti penting public relations sebagai sumber informasi semakin kita rasakan

pada era globalisasi seperti saat ini.

B. Public Relations di Lembaga Pendidikan

1. Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat

Di negara kita pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab

bersama antara, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.16

Masyarakat

dengan lembaga pendidikan bisa dilukiskan sebagai kekotaan atau

pedesaan, sebagai pertanian atau non-pertanian, sebagai industri atau non-

pemukiman, sebagai kelas pertengahan atau kelas bawahan. Jadi yang

dihadapi oleh lembaga pendidikan sebenarnya bukan satu masyarakat

yang memiliki kepentingan dan masalah yang sama, yaitu pendidikan

anak yang sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat. Lukisan

tentang hakekat masyarakat sekolah ini mungkin bisa memberikan

petunjuk kepada administrator lembaga pendidikan tentang bagaimana ia

hendak bekerja dengan masyarakat.17

Seorang manajer pendidikan harus menyadari bahwa masyarakat

memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberadaan, kelangsungan

16

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973

tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. 17

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional,

(Bandung:Amkasa,1983), hlm. 144.

57

bahkan kemajuan lembaga pendidikan baik yang umum maupun yang

Islam. Setidaknya salah satu parameter penentu nasib lembaga pendidikan

adalah masyarakat. Bila terdapat lembaga pendidikan mengalami

kemajuan, salah satu penentunya karena keterlibatan yang maksimal dari

masyarakat. Begitu pula sebaliknya, bila terdapat lembaga pendidikan

yang memprihatinkan, salah satu penyebabnya karena masyarakat enggan

mendukungnya, meskipun sikap masyarakat ini menjadi akibat dari

penyebab lainnya baik bersifat internal maupun eksternal dari lembaga

pendidikan itu sendiri.

Kepercayaan masyarakat menjadi salah satu kunci kemajuan

lembaga pendidikan. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan terhadap

suatu lembaga pendidikan, mereka akan mendukung penuh bukan saja

dengan memasukkan putra-putrinya ke dalam lembaga itu tetapi bahkan

mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebaliknya,

ketika masyarakat tidak percaya, mereka bukan hanya tidak mau

memasukkan putra-putrinya ke lembaga tersebut tetapi bahkan

memprovokasi tetangganya atau kawannya supaya tidak memasukkan

putra-putrinya ke lembaga tersebut. Ini berarti masyarakat sebagai

komponen strategis yang harus mendapat perhatian penuh oleh manajer

pendidikan.

Masyarakat memiliki posisi ganda yaitu posisi objek dan posisi

subjek yang keduanya memiliki makna fungsional bagi pengelolaan

lembaga pendidikan. Ketika lembaga pendidikan sedang melakukan

58

promosi merekrut calon siswa/santri/mahasiswa baru, maka masyarakat

sebagai objek yang mutlak dibutuhkan. Sedangkan respon masyarakat

terhadap promosi itu menempatkan mereka sebagai subjek yang memiliki

kewenangan penuh untuk menerima atau menolaknya. Manajer lembaga

pendidikan tidak berwenang memaksa sikap mereka. Posisi masyarakat

sebagai subjek juga terjadi ketika mereka berkapasitas sebagai pengguna

lulusan-lulusan lembaga tersebut. Maka mereka harus dikelola dengan

baik.

Dalam hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat

terdapat beberapa tujuan yang bersifat esensial, sebagaimana yang

disebutkan Mujamil, yaitu: (1) Untuk mendapatkan umpan balik (feed

back) dari masyarakat atas kebijakan-kebijakan yang ditempuh lembaga;

(2) Untuk menunjukkan transparansi pengelolaan lembaga pendidikan

sehingga memiliki akuntabilitas publik yang tinggi; dan (3) Untuk

mendapatkan dukungan riil dari masyarakat terhadap kelangsungan

lembaga pendidikan.18

Untuk merealisasikan tujuan tersebut ada beberapa syarat dan cara

yang dapat ditempuh, antara lain kerjasama. Mengenai syarat kerjasama

itu menurut Emery Stoop sebaiknya memenuhi syarat jujur, mulia,

mencakup segala yang dibutuhkan, komprehensif, sensitif terhadap

masyarakat, dan dapat dipahami oleh mereka.19

Adapun cara yang dapat

18

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga

Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 168 19

Emery Stoop et.al., Handbook of Educational Administration Second Edition, (A. Boston:

Allyn and Bacon Inc., 1981), hlm. 465

59

ditempuh adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang

program-program ideal yang telah dilaksanakan secara realistik

argumentatif sehingga masyarakat bisa diyakinkan dan kemudian

menyatakan dukungannya kepada kebijakan manajer melalui program-

program yang telah disampaikan tersebut.

Menurut Ametambun, seperti yang dikutip oleh Daryanto,

konsepsi hubungan antara sekolah atau lembaga pendidikan dan

masyarakat adalah sebagai berikut:20

a. Konsep “menunggu”, yaitu lembaga pendidikan hanya menunggu dan

mengharapkan perhatian dan bantuan dari masyarakat.

b. Konsep preventif kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk mencegah

hal-hal yang tak diinginkan oleh masyarakat.

c. Konsep tanda bahaya kegiatan-kegiatan hubungan masyarakat terjadi

apabila ada bahaya, misalnya kebakaran, sehingga lembaga

pendidikan memerlukan bantuan dengan masyarakat.

d. Konsep pameran sebuah lembaga pendidikan hanya memamerkan

kegiatannya kepada masyarakat, tentu saja hal-hal yang dipamerkan

hanya tertentu yang telah diseleksi. Hal ini tidak mencerminkan

keaslian dari keseluruhan program .

e. Konsep prestise kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk

menonjolkan karirnya. Biasanya hal ini cenderung untuk mencari

popularitas.

20

M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1998), hlm. 73.

60

f. Konsep partnership, hubungan ini dapat diinterpretasikan sebagai

hubungan proses timbal balik. Dimana kebutuhan dan keinginan

masyarakat juga menjadi kebutuhan dan keinginan lembaga

pendidikan.

g. Konsep social leadership, suatu lembaga pendidikan sebagai lembaga

pendidikan utama bagi masyarakat, harus dapat diharapkan membina

kepemimpinannya dengan pihak yang erat hubungannya dengan

problema-problema sosial.

Layanan Riset Pendidikan dan Asosiasi Nasional Kepala

Pendidikan Dasar di Alexandria, seperti yang dikutip Burhanuddin, dkk,

merumuskan beberapa teknik meningkatkan keterlibatan berbagai pihak

dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai berikut:21

a. Layanan masyarakat. Dalam hal ini lembaga pendidikan harus

mempelajari kebutuhan masyarakat dan berusaha memberikan layanan

yang terbaik kepada masyarakat.

b. Program pemanfaatan alumni. Lembaga bisa melibatkan alumni-

alumni yang sukses sebagai pembicara dalam seminar-seminar atau

kegiatan lain untuk meningkatkan semangat siswa atau mahasiswanya.

c. Masyarakat sebagai model. Masyarakat sebagai model siswa, terutama

masyarakat yang telah berhasil dalam kehidupannya.

21

Burhanuddin,dkk, Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam

Institusi Pendidikan, (Malang: UNM,2003), hlm. 127-128.

61

d. Open house. Lembaga pendidikan secara terbuka bersedia diobservasi

oleh masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui penyelenggaraan

pendidikan di lembaga tersebut.

e. Pemberian kesempatan kepada masyarakat. Lembaga memberi

kesempatan kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam

penyelenggaraan pendidikan.

f. Masyarakat sebagai sumber informasi. Lembaga selalu mencari isu-isu

dalam masyarakat guna mengembangkan lembaganya.

g. Diskusi panel. Mahasiswa, orang tua, staf dan pekerja mengadakan

pertemuan untuk menindaklanjuti kegiatan hubungan lembaga

pendidikan dengan masyarakat.

h. Memberdayakan orang-orang kunci. Lembaga juga bisa

memberdayakan orang-orang kunci dalam masyarakat seperti kyai,

sesepuh lingkungan, pengusaha sukses, pejabat setempat,dan lain-lain

untuk diikutkan dalam memikirkan program pengembangan lembaga

pendidikan.

Untuk meningkatan keterlibatan masyarakat dalam lembaga

pendidikan, James J. Jones menawarkan lima cara yaitu: (1) Melalui

aktivitas-aktivitas para siswa kurikuler; (2) Melalui aktivitas-aktivitas para

pengajar; (3) Melalui kegiatan ekstra kurikuler; (4) Melalui kunjungan

masyarakat atau para orang tua ke lembaga pendidikan; dan (5) Melalui

media masa.22

22

James J. Jones, Secondary School Administration, (New York : Mc. Graw Hill Book

Company, 1969), hlm. 395 - 400

62

Pendekatan-pendekatan dan cara-cara untuk menjalin hubungan

antara lembaga dengan masyarakat dan juga menarik partisipasi

masyarakat itu merupakan aplikasi riil dari upaya lembaga menjalin

hubungan dengan masyarakat. Intinya, bagaimana masyarakat di sekitar

lembaga pendidikan dan masyarakat yang lebih luas lagi dapat dibangun

kepercayaannya dengan landasan yang kuat dan bukti-bukti riil, agar

mereka mendukung dan membantu pelaksanaan pendidikan yang

dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan tersebut khususnya dan

pendidikan secara umum.

Upaya menjalin hubungan lembaga dengan masyarakat diharapkan

membuahkan hasil nyata bagi lembaga pendidikan. Made Pidarta

menyatakan bahwa hubungan kerjasama lembaga dengan masyarakat

melalui pendekatan situasional, memungkinkan lembaga itu tetap tegak

berdiri. Sebab ia berada dan hidup bersama masyarakat dan sekaligus

menjadi mercusuar atau inovator bagi masyarakat.23

Kegunaan kerjasama

juga dirasakan masyarakat sehingga terjadi dampak yang saling

menguntungkan kedua belah pihak atau simbiosis mutualisme. Mengenai

keuntungan kedua belah pihak ini, Stoop mengatakan bahwa kerjasama

seperti ini mengisyaratkan adanya informasi yang berkelanjutan di antara

lembaga pendidikan dengan masyarakat. Informasi itu seharusnya bersifat

23

Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988), hlm.

193-194

63

dua arah yaitu dari lembaga ke masyarakat dan dari masyarakat ke

lembaga pendidikan.24

Untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara masyarakat

dengan lembaga pendidikan Islam dengan optimal, sebaiknya ditempuh

beberapa strategi berlapis dari yang bersifat usaha internal kemudian baru

usaha eksternal. Strategi tersebut meliputi urutan berikut ini :

a. Membangun citra (image building) yang baik pada lembaga

pendidikan Islam dengan kejujuran, amanat dan transparansi

pengelolaan terutama dapat membuktikan wujud riil dari pendanaan

yang diterima lembaga itu baik berasal dari negara maupun

masyarakat.

b. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan

Islam dengan menunjukkan prestasi akademik dan prestasi non

akademik kepada masyarakat luas. Prestasi akademik berupa nilai

raport, nilai ijazah, nilai DANEM, nilai cerdas cermat, nilai olimpiade,

dan nilai lomba karya ilmiah. Sedangkan prestasi non akademik

berupa prestasi kejuaraan olah raga, usaha kesehatan sekolah,

pramuka, dan lain sebagainya.

c. Mensosialisasikan dan mempublikasikan kelebihan-kelebihan

lembaga Pendidikan Islam kepada masyarakat luas terutama yang

sesuai dengan selera segmen masyarakat.

24

Stoop et. al., Handbook of Educational..., hlm. 464

64

d. Mengundang masyarakat luas ke dalam lembaga pendidikan Islam

baik saat menerima raport, hari-hari besar nasional dan keagamaan,

wisuda, maupun khusus orang-orang tertentu untuk membina kegiatan

di sekolah.

i. Mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak lembaga

melibatkan diri dalam acara-acara tertentu yang dilaksanakan di

masyarakat.25

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan masyarakat

mempunyai peranan yang urgen bagi perkembangan institusi di masa yang

akan datang. Begitu juga sebuah lembaga pendidikan, suatu lembaga

pendidikan bisa dikatakan sukses jika mampu mendapatkan kepercayaan

dari masyarakat, karena bagaimanapun juga pendidikan adalah tanggung

jawab bersama antara orang tua, lembaga pendidikan dan masyarakat.

Dari uraian di atas jelas bahwa keterlibatan masyarakat

mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan organisasi.

Untuk itulah bagi setiap organisasi khususnya lembaga pendidikan perlu

meningkatkan kerja sama yang baik dengan masyarakat sehingga akan

diraih keberhasilan seperti yang diharapkan.

2. Manajemen Public Relations di Lembaga Pendidikan

Setiap kegiatan dalam organisasi membutuhkan manajemen,

begitu juga dalam kegiatan public relations di pesantren atau lembaga

pendidikan. Manajemen banyak diartikan sebagai ilmu dan seni untuk

25

Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 175

65

mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain. Ini berarti manajemen hanya

dapat dilaksanakan apabila dalam pencapaian tujuan tersebut tidak hanya

dilakukan seseorang tetapi juga dilakukan lebih dari seorang dalam

pencapaian tujuan.26

Secara bahasa kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu

dari manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-

kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani.

Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata

kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk

orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau

pengelolaan.27

David H. Holt, seperti yang dikutip oleh Amin,

menjelaskan bahwa manajemen adalah proses merencanakan dan

mengendalikan (manusia, material, dan sumber daya keuangan) dalam

suatu lingkungan organisasi.28

Menurut Siagian seperti yang dikutip Nasution, Manajemen adalah

sebagai proses menggerakkan orang lain untuk memperoleh hasil tertentu

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses

dalam manajemen merupakan bentuk kemampuan atau ketrampilan

memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-

kegiatan organisasi tersebut. Karena itu dalam manajemen mencakup

26

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 11. 27

Husaini Usman, Manajemen, Teori Praktik& Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,

2008), hlm. 4. Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 5 28

Widjaya Tunggal Amin, Manajemen Suatu Pengantar,(Jakarta:Rineka Cipta,1993), hlm.

31.

66

konsep kepemimpinan, human relations, pengambilan keputusan,

manusia, sarana, dan kerja sama.29

Sayyid Mahmud al-Hawary mengatakan bahwa manajemen adalah

mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari,

kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal

anda sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dan proses

mengerjakannya30

Menurut Stooner, sebagaimana yang dikutip

Sulistiyorini, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

pengguna sumber daya organisasi lainnya agar dapat mencapai tujuan

organisasi yang ditetapkan.31

Jadi yang dinamakan manajemen adalah

usaha pengelolaan sebuah lembaga yang di dalamnya merupakan kerja

sama antara beberapa orang dengan cara menyiasati sumber-sumber yang

ada.

Berdasarkan pengertian manajemen dan pengertian public

relations seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,

definisi manajemen public relations menurut Ruslan adalah suatu proses

dalam menangani perencanaan, pengorganisasian, mengkomunikasikan

serta pengkoordinasian yang secara serius dan rasional dalam upaya

pencapaian tujuan bersama dari organisasi atau lembaga yang

29

Nasution, Manajemen Humas…,hlm. 11. 30

Sayyid Mahmud al-Hawary, al-Idarah al-Ushus wa Ushus al-Ilmiah, (Kairo: Dar al-

Syuruq, tt), hlm. 569 31

Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan…, hlm. 5

67

diwakilinya.32

Jadi manajemen public relations adalah proses pengelolaan

hubungan dengan masyarakat yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pengkomunikasian dan pengkoordinasian untuk

mencapai tujuan bersama dan pengembangan sinergitas lembaga dengan

masyarakat.

Dengan demikian kegiatan public relations di pesantren atau

lembaga pendidikan baik umum maupun Islam tidak terlepas dari

manajemen, dan begitu juga manajemen tidak mungkin berjalan

sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya public relations. Dari

pengertian manajamen public relations tersebut, fungsi pokok atau

tahapan-tahapan dalam manajemen public relations meliputi:

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengkoordinasian,

pengarahan, dan pengawasan dalam konteks kegiatan di lembaga

pendidikan.33

Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi Perencanaan

Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu

apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus

dikerjakan dan siapa yang akan mengerjakannya. Perencanaan

merupakan awal langkah dalam penentuan kegiatan yang hendak

dilakukan pada masa yang akan datang. “Perencanaan adalah proses

32

Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada,2001), hlm. 15. 33

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 14.

68

dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan cakupan

penilaiannya”.34

Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin

dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang

diperlukan, dan berapa jumlah biayanya. Perencanaan ini dibuat

sebelum suatu tindakan dilaksanakan. Perencanaan menurut Gibson,

seperti yang dikutip oleh Nasution, mencakup kegiatan menentukan

sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut jangkauan waktunya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga

tahapan, yakni: 1) perencanaan jangka pendek (satu minggu, satu

bulan, dan satu tahun); 2) perencanaan jangka menengah (perencanaan

yang dibuat dalam jangka waktu 2 sampai 5 tahun); dan 3)

perencanaan jangka panjang (perencanaan yang dibuat lebih dari 5

tahun).35

Ada alasan yang bagus untuk membuat perencanaan:

memfokuskan usaha, memperbaiki efektifitas, memacu pandangan

jangka panjang, membantu untuk menunjukkan nilai uang,

mengurangi kesalahan, menyelesaikan konflik, dan memfasilitasi

tindakan yang proaktif.36

Perencanaan merupakan acuan dasar untuk

melaksanakan kegiatan selanjutnya. Perencanaan merupakan alat

untuk mencapai tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi.

34

HLM. B. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 42 35

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. 36

Anne Gregory, Planning and Managing Public Relations Campigns (Perencanaan dan

Manajemen Kampanye Public Relations), terj. Dewi Damayanti, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm.

29-30

69

“Perencanaan sebagai suatu proses bertahap dari tindakan yang

terorganisasi untuk menjembatani perbedaan antara kondisi yang ada

dan aspirasi kondisi”.37

Untuk terciptanya suatu perencanaan yang baik para ahli

manajemen meminjam konsep Rudyard Kipling seorang sastrawan

Inggris yang terkenal, pernah mengatakan bahwa dalam hidupnya

mempunyai enam pertanyaan yang harus dijawab dengan baik, ialah

pertanyaan: (a) what, (b) where, (c) when, (d) how, (e) who, (f)

Why.38

Perencanaan untuk masa depan itu sesuai dengan yang

diungkapkan oleh E. Mc. Farland yang dikutip oleh Sahertian bahwa

“perencanaan adalah suatu keaktifan pimpinan untuk meramalkan

keadaan yang akan datang dalam mencapai harapan, kondisi dan hasil

yang akan datang.39

Agar perencanaan menghasilkan rencana yang

baik, konsisten, dan realistis maka kegiatan-kegiatan perencanaan

perlu memperhatikan:

a) Keadaan sekarang (tidak dimulai dari nol, tetapi dari sumber daya

yang ada)

b) Keberhasilan dan faktor-faktor kritis keberhasilan

c) Kegagalan masa lampau

37

Siswanto, Pengantar Manajemen…, hlm. 42 38

Nursyamsiyah Yusuf, “Manajemen Pendidikan Islam” dalam Akhyak (ed), Meniti Jalan

Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 313-314 39

Piet A Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985),

hlm. 301

70

d) Potensi, tantangan, dan kendala yang ada

e) Kemampuan merubah kelemaham menjadi kekuatan, dan ancaman

menjadi peluang analisis (Strenghts, Weakness, Opportunities, and

Threats atau SWOT)

f) Mengikutsertakan pihak-pihak terkait

g) Memperhatikan komitmen dan mengkoordinasikan pihak-pihak

terkait

h) Mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, demokratis,

transparan, realistis, legalitas, dan praktis.40

Demikian juga dalam hal perencanaan dalam manajemen

public relations. Seorang manajer harus bertindak sesuai dengan

prosedur dan dengan cekatan memahami kondisi masyarakat sekitar

lembaga tersebut. Tanpa adanya pemahaman dan langkah yang tepat,

maka lembaga tidak akan dapat melakukan relasi dengan baik dengan

masyarakat.

b. Fungsi Pengorganisasian

Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-

tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama di lembaga

pendidikan. Kegiatan pengorganisasian bertujuan menentukan siapa

yang akan melaksanakan sesuai tugas sesuai dengan prinsip

manajemen lembaga pendidikan. Fungsi pengorganisasian di sini

40

Usman, Manajemen…, hlm. 124

71

meliputi pembagian tugas kepada masing-masing pihak, membentuk

bagian, mendelegasikan, serta menetapkan wewenang dan tanggung

jawab, sistem komunikasi, serta mengkoordinasi kerja setiap

karyawan di dalam suatu tim kerja yang solid dan terorganisir.41

Pengorganisasian adalah penyatuan, pengelompokan, dan

pengaturan orang-orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan,

sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan menuju tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan.42

Nanang Fatah menyebutkan bahwa

istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama,

organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional,

misalnya sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan,

badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada proses

pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan

diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi tersebut dapat

tercapai secara efektif.43

Tahap-tahap pengorganisasian adalah sebagai berikut: Tahap

pertama yang harus dilakukan dalam merinci pekerjaan; tahap kedua,

membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat

dilaksanakan oleh perseorangan atau perkelompok. Tahap ketiga,

menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional,

efisien. Tahap keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk

mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis.

41

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. 42

Alex Gunur, Manajemen, (Jakarta: Bharata Karya Akasara, 1982), hlm. 35 43

Fattah, Landasan Manajemen…,hlm. 71

72

Tahap kelima, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah

penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas.44

c. Fungsi Penggerakan

Dalam hal ini, menggerakkan adalah merangsang anggota-

anggota dalam organisasi melaksanakan tugas-tugas dengan antusias

dan kemauan yang baik. Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh

Nasution, menggerakkan adalah kemampuan pemimpin membujuk

orang-orang mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh

semangat. Jadi, pemimpin lembaga pendidikan menggerakkan dengan

semangat. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin lembaga

pendidikan, karena itu kepemimpinan lembaga pendidikan

mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan

karyawan, tenaga pengajar, melaksanakan program kerja.45

Tanpa

pemimpin yang bisa menggerakkan, maka suatu organisasi atau

lembaga pendidikan akan stagnan dan tidak akan mengalami

perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan lembaga tersebut akan

mengalami kemunduran, karena tidak ada efektifitas dari

kepemimpinan yang ada di lembaga tersebut. Maka dari itu

dibutuhkan pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang jelas dalam

memimpin suatu lembaga pendidikan dan yang mempunyai relasi

yang baik dengan masyarakat.

44

Fattah, Landasan Manajemen…, hlm. 72-73 45

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 16.

73

d. Fungsi pengkoordinasian

Pengkoordinasian berarti menjaga agar masing-masing tugas

yang telah diberi wewenang dan tanggung jawab dikerjakan sesuai

dengan aturan dalam mencapai tujuan. Pengkoordinasian pada

lembaga pendidikan adalah mempersatukan rangkaian aktivitas

penyelenggaraan di lembaga pendidikan dan pembelajaran dengan

menghubungkan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya

sehingga semua berlangsung secara tertib ke arah tercapainya maksud

yang telah ditetapkan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan cara:

rapat lengkap, pertemuan berkala, pembentukan panitia jika

diperlukan, wawancara kepada bawahan, dan interuksi. Dengan

demikian kemampuan kepemimpinan lembaga pendidikan dalam

mengkoordinasikan program-program kerja lembaga pendidikan

menjadi demikian penting.46

Tanpa adanya koordinasi yang baik maka

lembaga pendidikan tidak akan dapat mewujudkan tujuannya dan

tidak akan menghasilkan mutu yang berkualitas.

e. Fungsi pengarahan

Pengarahan dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama

tetap melalui jalur yang ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang

dapat menimbulkan terjadinya pemborosan, sehingga kegiatan yang

dilakukan tetap berorientasi pada tujuan yang ditetapkan.

46

Ibid, h.17.

74

Menurut Sagala, kegiatan pengarahan antara lain: 1)

memberikan petunjuk dalam melaksanakan suatu kegiatan; 2)

memberikan dan menjelaskan suatu perintah; 3) memberikan

kesempatan meningkatkan pengetahuan kepada pegawai agar lebih

efektif dalam melaksanakan tugas; 4) memberikan kesempatan ikut

serta menyumbangkan tenaga dan pikiran; 5) memberikan koreksi

agar setiap personil melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien.47

Maka dari itu setiap pemimpin dari suatu lembaga pendidikan harus

bisa mengarahkan anggota yang dipimpinnya ke arah yang jelas.

f. Fungsi pengawasan

Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk

mengetahui realisasi perilaku tenaga pengajar dan karyawan dalam

organisasi lembaga pendidikan. Secara umum pengawasan dikaitkan

dengan upaya mengendalikan, membina dan pelurusan, sebagai upaya

pengendalian kualitas pendidikan.

Pengawasan, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa

mengadakan penilaian, mengadakan koreksi sehingga apa yang

dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud

dengan tujuan yang telah digariskan”48

Menurut Johnson,49

pengawasan

merupakan fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap

rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan

47

Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta,2002), hlm.

22. 48

Ahmad Elqorni, “Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen (Definition and Functions of

Management)” dalam http://www.w3.org/1999/xhtml, diakses 17 April 2010 49

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 18.

75

sistem hanya dalam dalam batas-batas yang dapat ditoleransi.

Sedangkan Handoko menyatakan bahwa pengawasan sebagai proses

“menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai

sesuai dengan yang direncanakan.50

Teknik atau cara menjalankan pengawasan ada dua macam:

1) Pengawasan secara langsung (direct control), yakni pengawasan

yang dijalankan sendiri oleh pimpinan yang langsung datang dan

memeriksa kegiatan-kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan

langsung ini juga disebut “observasi sendiri”, yang dapat dijalankan

dengan dua cara pula yakni:

a) Dengan cara diam-diam atau incognito, bila kepada orang-orang

yang sedang melaksanakan pekerjaan itu, tidak diberitahukan

lebih dahulu bahwa aka nada pemeriksaan oleh atasan

b) Dengan cara terbuka, bila kepada orang-orang yang sedang

melaksanakan pekerjaan itu, diberitahukan lebih dahulu bahwa

akan ada pemeriksaan oleh atasan.

2) Pengawasan secara tidak langsung (indirect control), yakni

pengawasan dengan menggunakan perantaraan laporan, baik

laporan secara tertulis maupun secara lisan.51

Jamal Madhi mengemukakan kontrol atau pengawasan yang

efektif sebagai berikut:

50

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,

2010), hlm. 130 51

Gunur, Manajemen…, hlm. 47-48

76

1) Tidak dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang mengganggu

atau jarang sekali dilakukan yang menjadi kurang efektif.

2) Tidak berusaha untuk mengomentari kesalahan atau mencari-cari

kejelekan, sehingga kontrol dapat diterima oleh bawahan dengan

lapang dada.

3) Kontrol harus mencapai tiga sasaran: kewajiban tugas dan

pelaksanaan fungsi sebagai pemimpin, kewajiban lemah lembut

terhadap mereka yang salah agar mengingatkan mereka dari

kelalaian, dan berkewajiban untuk bersikap adil kepada para

pegawai yang tidak dikenal identitasnya, ikhlas, jujur dan selalu

bekerja diam-diam tanpa banyak bicara.

4) Kontrol yang bertumpu pada refleksi kepribadian seorang

pemimpin, bukan atas keputusan-keputusan lisan atau tulisan.

5) Kontrol yang merepresentasikan universalitas, bukan hanya untuk

orang-orang tertentu tetapi sampai menjangkau (unit) para

pelaksana kecil.52

Dengan kontrol yang efektif, maka suatu organisasi akan lebih

konkrit dalam melaksanakan kegiatannya, anggota organisasi tersebut

juga akan bekerja secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

52

Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen

Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, (Bandung : PT. Syaamil Cipta

Media, 2004), hlm. 43

77

3. Fungsi dan Tujuan Public Relations di Lembaga Pendidikan

Organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka.

Sebagai sistem yang terbuka, sebuah lembaga pendidikan pasti akan

mengadakan hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya begitu juga

dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan. Sebuah lembaga

pendidikan yang maju pasti banyak mengadakan hubungan dengan

lembaga-lembaga lain di luar organisasinya. Sebagai contoh dalam hal

beasiswa, peringatan hari besar Islam (PHBI), praktek ketenagakerjaan

dan masih banyak lagi. Menurut Immegart, seperti yang dikutip Pidarta,

hanya sistem yang terbuka yang memiliki negentropy, yaitu suatu usaha

yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy

atau kepunahan.53

Agar lembaga pendidikan dapat mengantisipasi berbagai persoalan

global, khususnya dalam mengantisipasi masalah opini negatif terhadap

suatu lembaga pendidikan diperlukan fungsi public relations sebagai alat

manajemen pada suatu lembaga pendidikan. Artinya fungsi public

relations tidak dipisahkan dengan fungsi kelembagaan pendidikan

tersebut. Jelasnya bagaimana public relations bisa menyelenggarakan

komunikasi dua arah antara lembaga pendidikan yang diwakilinya dengan

publik. Artinya fungsi ini turut menentukan sukses tidaknya visi dan misi

dari suatu lembaga pendidikan.

53

Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar,(Jakarta:Gramedia

Widiasarana,1995), hlm. 189.

78

Adapun fungsi manajemen public relations pada sebuah lembaga

pendidikan antara lain:54

a. Mampu menjadi mediator dalam menyampaikan komunikasi secara

langsung (komunikasi tatap muka) dan komunikasi tidak langsung

(melalui media) kepada pimpinan lembaga dan publik interen (guru,

karyawan, dan siswa).

b. Mendukung dan menunjang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

mempublikasi lembaga pendidikan. Dalam hal ini humas bertindak

sebagai pengelola informasi kepada publik interen dan publik

eksteren, seperti menyampaikan informasi kepada pers dan promosi.

c. Menciptakan suatu citra yang positif terhadap lembaga pendidikannya.

d. Membantu mencari solusi dan menyelesaikan masalah antar lembaga

pendidikan dengan masyarakat

e. Public Relations bertindak sebagai mediator untuk membantu kepala

sekolah mendengarkan kritikan, saran, dan harapan masyarakat, dan

sebaliknya public relations juga harus mampu menjelaskan informasi

dan kebijakan dari kepala sekolah.

f. Public relations membantu mengatasi permasalahan yang terjadi pada

lembaga pendidikan dengan memberikan masukan kepada pimpinan.

Dalam public relations dikenal adanya dua publik yaitu publik

eksternal yang berada di luar organisasi dan publik internal yaitu

publik yang saling berbagi identitas organisasi. Karena keluasan

54

Nasution, Manajemen Humas…, h.28.

79

publik public relations ini sehingga terkadang tidak semua publik

dapat dikelola dengan baik, maka sebagai seorang public relations dia

harus dapat menentukan prioritas publik yang paling penting bagi

organisasi.

Ada sepuluh dasar fungsi dan peran public relations:

a. Public relations bekerja dengan realitas (fakta), dan bukan fiksi.

b. Public relations bekerja dengan publik (khalayak aktif) dan

tidak didasarkan pada hubungan secara pribadi.

c. Kepentingan publik harus menjadi acuan utama penyelenggaraan

sebuah program atau kebijakan

d. Public relations dituntut menggunakan media massa, oleh sebab

itu integritas media massa harus dapat di pertanggungjawabkan.

e. Public relations menjembatani hubungan antara organisasi dengan

publiknya

f. Public relations harus bisa menggunakan riset opini publik yang

dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan

g. Public relations juga harus mampu menggunakan pendekatan

keilmuan

h. Public relations membutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu

i. Praktisi public relations harus waspada terhadap masalah yang

terjadi sehingga masalah tersebut tidak akan berubah menjadi krisis.

80

j. Praktisi public relations harus bisa dinilai berdasarkan ethical

performance-nya.55

Sementara itu, Tondowidjojo mengemukakan fungsi dan tugas

public relations secara lebih rinci sebagai berikut:

a. Membantu menentukan dan merumuskan tempat dan tujuan organisasi

dalam kehidupan bersama. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) membantu

perumusan kebijaksanaan; 2) menilai organisasi dari segi

kemasyarakatan, budaya dan ilmu pengetahuan; 3) antisipasi terhadap

reaksi-reaksi.

b. Memberi masukan untuk kebijaksanaan dan langkah-langkah

selanjutnya. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) penyelidikan terhadap

opini dan interpretasinya, 2) memberi masukan untuk jangka pendek

dan jangka panjang.

c. Memberi masukan dalam kepemimpinan. Fungsi ini mempunyai

tugas: 1) memberi penilaian tentang pembagian tugas dan budget; 2)

memberi bimbingan kepada yang bekerja sama dengan pimpinan, 3)

saran-saran untuk perbaikan intern.

d. Mengetahui situasi organisasi dan perkembangan dalam kehidupan

bersama dan opini publik. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) memelihara

dan menyimpan dokumen organisasi; 2) mengetahui perkembangan

dalam kehidupan dan opini publik; 3) menanamkan dan menyimpan

daftar inventaris.

55

Newsome, Doug, Turk, Judy Vanslyke, dan Krucke be rg, Dean. 2004. This Is PR : The

Realties of Public Relations. 8th Edition. Be lmont, CA : Wadsworthlm.

81

e. Menetapkan adanya kelompok-kelompok publik yang relevan dari

organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas antara lain: 1) membuat

pemandangan tentang kelompok publik dan menentukan tingkat

ketergantungan; 2) mengumpulkan data tentang bagaimana penilaian

kelompok-kelompok publik yang relevan itu terhadap organisasi; 3)

menyusun dan menyimpan daftar alamat dan relasi, d) memberikan

gambaran tentang karakteristik organisasi.

f. Presentasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas sebagai berikut: 1)

mengembangkan kejelasan bertindak (kesatuan langkah); 2)

menentukan garis/gerak untuk membentuk visualisasi dan bagian-

bagiannya; 3) mencatat events dalam organisasi, d) menentukan

prosedur penanganan pengaduan.

g. Pembuatan dan pengurusan sarana-sarana komunikasi. Fungsi ini

mempunyai tugas antara lain sebagai berikut: 1) mengusahakan isi dan

bentuk informasi media cetak tentang organisasi, kontak dengan

penulis-penulis dan percetakan, 2) menyiapkan teks-teks sambutan,

brosur, buku-buku dan laporan-laporan, 3) memberikan tugas untuk

membuat material (audio) visual, 4) mengadakan bank data (cerita

dokumentasi dan informasi), 5) mengurus sarana-sarana media

komunikasi.

h. Mengurus representasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas

sebagai berikut: 1) memberi masukan/mengatur pengambilan bagian

dalam kegiatan-kegiatan, seperti: simposium, pertunjukan-

82

pertunjukan, dll; 2) menghadiri rapat-rapat atas nama organisasi/ dan

memberi masukan dalam hal sponsor advertensi.56

Fungsi dan tugas public relations yang lain, sebagaimana disebutkan

oleh Morrisan, adalah membantu terciptanya komunikasi yang baik antara

guru dengan orang tua murid, penggalangan dana, menjalin hubungan

yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah

maupun pihak swasta.57

Lembaga pendidikan perlu mengubah program dan prosedur. Ada

tiga alasan yang mendasar pentingnya public relations bagi lembaga

pendidikan ke depan, yaitu:58

a. Pengelolaan lembaga pendidikan masa yang akan datang semakin

otonom, sehingga pimpinan selalu menghasilkan kebijakan yang

terkait dengan kelembagaannya. Dalam hal ini diperlukan suatu

bagian yang dengan intensif dan terprogram mensosialisasikan dengan

masyarakat baik di tingkat internal maupun di tingkat eksternal.

b. Persaingan yang sehat dan dinamis antar lembaga pendidikan dalam

merebut animo calon santri untuk menimba ilmu di lembaga

pendidikan tersebut, sehingga dituntut agar diperlukan unit kerja yang

mengelola dan memberikan informasi atau berita-berita tentang

lembaga pendidikan selalu baik dan positif.

c. Perkembangan media massa di daerah semakin meningkat, baik media

televisi swasta lokal, radio, maupun media cetak, khususnya yang

56

Tondowidjojo, Dasar dan Arah..., hlm. 62-63. 57

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 88-89. 58

Nasution, Manajemen Humas…, h 29.

83

sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual, untuk itu perlu

membina hubungan yang harmonis dengan media massa tersebut agar

informasi atau berita-berita selalu baik dan positif.

Sedangkan peran public relations di lembaga pendidikan

adalah:59

a. Membina hubungan yang harmonis kepada publik interen (dalam

lingkungan lembaga pendidikan, seperti dosen, tenaga administrasi,

dan mahasiswa), serta hubungan kepada publik eksteren (di luar

lembaga pendidikan, seperti instansi, masyarakat, dan media massa).

b. Membina komunikasi dua arah kepada publik internal (dosen,

mahasiswa, karyawan) dan publik eksternal (lembaga luar, instansi,

masyarakat, dan media massa) dengan menyebarkan pesan, informasi

dan publikasi hasil penelitian, dan berbagai kebijakan-kebijakan yang

telah ditetapkan pimpinan.

c. Mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai

persoalan, baik yang ada di lembaga pendidikan maupun yang ada di

masyarakat.

d. Berkemampuan mendengar keinginan atau aspirasi-aspirasi yang

terdapat di dalam masyarakat.

e. Bersikap terampil dalam menterjemahkan kebijakan-kebijakan

pimpinan dengan baik.

59

Ibid,. hlm. 30.

84

Seorang manajer lembaga pendidikan harus mampu mengemas

program-program dan keberhasilan lembaga pendidikan yang

dikendalikan itu benar-benar menarik sehingga mampu menyerap

perhatian yang besar dari masyarakat. Dalam melaksanakan tugas ini

sebenarnya penuh dengan seni me-manage karena manajer berupaya keras

untuk memunculkan daya tarik masyarakat sehingga termasuk wilayah

estetika. Masyarakat terkadang menjadi tertarik pada program lembaga

pendidikan tidak semata-mata lantaran manajer telah melakukan

kejujuran/amanat, tetapi bisa jadi mereka lebih tergerak setelah ada

kemasan-kemasan tertentu. Di sinilah arti penting public relations.

Menurut Elsbree dan McNally, seperti yang dikutip oleh Ngalim

Purwanto, ada tiga tujuan pokok public relations di lembaga pendidikan,

yaitu:60

a. Untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak atau

mahasiswa.

b. Untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat.

c. Untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat, dalam

membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Dengan demikian peran public relations tersebut diharapkan bisa

menjadi mata dan telinga, juga tangan kanan pimpinan sekolah yang ruang

lingkupnya meliputi: membina hubungan ke dalam (siswa, guru, dan

karyawan, wali murid) dalam hal ini menjembantani komunikasi dua arah

60

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya,2007), hlm. 190. Lihat juga Mulyono, “Urgensi Manajemen..., hlm. 11

85

antar pimpinan dengan siswa, guru, karyawan, dan wali murid. Ruang

lingkup yang lainnya adalah membina hubungan ke luar (orang tua

mahasiswa, alumni, lembaga/instansi luar, dan masyarakat pengguna jasa,

media massa dalam membantu membangun opini).

Keberadaan dan peran public relations lembaga pendidikan di

tanah air sampai saat ini masih tertinggal dengan public relations lembaga

pendidikan di negara-negara maju, dan dengan public relations di

perusahaan-perusahaan di tanah air. Peran public relations masih banyak

dipersepsikan pimpinan sebagai bagian yang menangani dokumentasi

memfoto, mengkliping, dan menyampaikan berita kepada pers. Hal ini

disebabkan karena:61

a. Rendahnya pemahaman pimpinan terhadap peran dan fungsi public

relations, sehingga public relations di lembaga pendidikan kurang

diberdayakan pimpinan. Hal ini menyebabkan posisi Public Relations

lembaga tidak berada pada tempat yang strategis.

b. Public relations masih dikategorikan sebagai bagian yang tidak terlalu

penting terhadap perkembangan organisasi.

c. Kurang pemahaman tentang public relations di lembaga pendidikan

secara institusi maupun secara operasional.

d. Penempatan personil atau staf public relations tidak dibarengi dengan

kemampuan pemahaman dan ketrampilan kehumasan.

61

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 81-82,

86

e. Anggaran untuk kegiatan dan program kerja public relations yang

tidak memadai

Dengan demikian, fungsi public relations pada lembaga

pendidikan adalah sebagai mediator dalam menyampaikan komunikasi

secara langsung maupun tidak langsung baik internal maupun eksternal

lembaga pendidikan. Komunikasi yang dimaksud adalah memberikan

informasi internal lembaga maupun kepada masyarakat tentang kegiatan

yang telah berjalan di lembaganya, apakah hasil penelitian, proses

pendidikan, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain. Selain itu

public relations juga berfungsi mengkomunikasikan kebijakan lembaga

serta mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam

suatu lembaga, baik internal lembaga maupun permasalahan lembaga

pendidikan dengan masyarakatnya. Sedangkan tujuan akhir dari public

relations adalah untuk menciptakan suatu citra yang positif terhadap

lembaga.

C. Sistem Komunikasi yang Dijalankan Public Relations

Humas atau public relations adalah salah satu cabang ilmu

komunikasi yang sangat penting.62

Setiap orang pasti melakukan fungsi

humas baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain atau untuk

kepentingan keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat. Karena

komunikasi merupakan induk dari humas atau public relations, maka penulis

akan mencoba membahasnya secara lebih mendetail.

62

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 37.

87

1. Pengertian Komunikasi

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, dalam

public relations komunikasi sangat penting. Istilah komunikasi berasal

dari bahasa Latin “communicatio” yang berarti “pemberitahuan” atau

“pertukaran pikiran”. Istilah communicatio tersebut bersumber pada kata

“communis” yang berarti “sama”. Kata “sama” di sini berarti “sama

makna”. Jadi, antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus

terdapat kesamaan makna. Jika tidak terjadi kesamaan makna maka

komunikasi tidak berlangsung. Berdasarkan penjelasan di atas,

komunikasi proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang

bermakna sama bagi kedua pihak. 63

Menurut Cutlip, seperti yang dikutip El Qorni, komunikasi adalah

proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi

informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang

sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan

konteks sosialnya”. 64

Menurut Terry seperti yang dikutip oleh Nasution, pada suatu

manajemen ada lima jenis komunikasi, yaitu:65

a. Komunikasi formal, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam jalur

organisasi formal yang memiliki wewenang dan tanggung jawab,

63

Effendy, Human Relations…, hlm. 11. 64

Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/ 65

Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 19-20.

88

misalnya: instruksi dalam bentuk tertulis dan lisan sesuai dengan

prosedur secara fungsional yang berlaku dari atas ke bawah atau

sebaliknya.

b. Komunikasi non formal, adalah komunikasi yang dilakukan di luar

jalur formal secara fungsional, misalnya: hubungan pribadi dengan

orang lain.

c. Komunikasi informal, adalah komunikasi yang dilakukan karena

terjadinya kontak hubungan antar manusia dominan yang terkait

dengan aspek-aspek kejiwaan, sensitif, dan sentimental. Komunikasi

informal ini banyak dipergunakan pihak bagian kepegawaian untuk

mengetahui lebih mendalam mengenai aspek psikologi karyawan.

d. Komunikasi teknis, adalah komunikasi yang bersifat teknis yang dapat

dipahami oleh tenaga kerja tertentu,misalnya: komunikasi bidang

pekerjaan teknik mesin industri, program komputerisasi, internet, dan

sebagainya.

e. Komunikasi prosedural, yaitu komunikasi yang lebih dekat dengan

komunikasi formal, misalnya: pedoman teknis, peraturan lembaga

pendidikan dan sebagainya.

Komunikasi dalam manajemen menurut Onong dibagi menjadi

dua yaitu:66

a. Komunikasi internal, yaitu komunikasi yang berada di dalam

organisasi secara timbal balik. Komunikasi ini dibagi menjadi tiga

66

Effendy, Human Relations…, hlm. 22.

89

macam, yaitu; 1) Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari bawahan

ke pimpinan secara timbal balik; 2) Komunikasi horisontal, yaitu

komunikasi secara mendatar antara karyawan dengan karyawan,

guru/dosen/ustadz dengan guru/dosen/ustadz, dan siswa/santri dengan

siswa/santri; 3) Komunikasi diagonal, yaitu komunikasi dalam

organisasi antara orang yang berbeda kedudukannya.

b. Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi antara organisasi dengan

publik di luar organisasi. Dalam hal ini dibagi menjadi dua jalur yang

berlangsung secara timbal balik yaitu komunikasi dari organisasi ke

khalayak luar atau dari khalayak luar ke organisasi.

Komunikasi harus mendapat perhatian semaksimal mungkin. Akibat

manajemen komunikasi yang baik ini, diharapkan bukan hanya berfungsi

menghindari salah faham, ketersinggungan bahkan permusuhan, melainkan

bisa mengharmoniskan pergaulan sosial maupun hubungan kerja sehingga

kondusif memajukan lembaga pendidikan Islam. Harmonisasi ini menjadi

salah satu pilar kekompakan dalam menjalankan roda organisasi apa saja,

termasuk juga organisasi pendidikan Islam.

Untuk itu, komunikasi ini harus senantiasa dikelola dengan baik

setidaknya untuk menghindari kegagalannya. Jalaluddin Rakhmat

menuturkan, “Para pakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa

kegagalan komunikasi berakibat fatal baik secara individual atau sosial.”67

Hubungan persahabatan bisa berbalik menjadi permusuhan, dan ini

67

Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, (Bandung:

Mizan, 1991), hlm. 76

90

menjadi makin fatal lagi, jika salah satu pihak tidak menyadari

kesalahannya, sehingga tidak ada upaya untuk melakukan pendekatan-

pendekatan yang mengarah pada rekonsiliasi (ishlâh).

Al-Syaukani dalam kitab tafsirnya, Fath al-Qâdir, mengartikan al-

bayân sebagai kemampuan berkomunikasi.”68

Selain al-bayân, kata kunci

untuk komunikasi yang banyak disebut dalam al-Qur'an adalah al-qawl.69

Al-bayân maupun al-qawl, keduanya mengarah kepada komunikasi.

Melalui keduanya itu, terutama al-qawl terdapat cara atau etika

berkomunikasi yang bermacam-macam bentuknya.

Sedemikian pentingnya komunikasi, sehingga al-Qur‟an diturunkan

juga mempunyai fungsi untuk mengkomunikasikan perintah dan kehendak

Allah kepada manusia atau makhluk-Nya, terlebih lagi dalam menjalin

relasi dengan masyarakat atau publik. Seorang manajer yang melakukan

public relations hendaknya menguasai cara-cara berkomunikasi yang baik

dengan siapapun, dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi

pada waktu itu, atau dalam bahasa ilmu balaghah dinamakan muqtadha al-

hâl atau muqtadha al-maqâm.

2. Unsur-unsur komunikasi

Dalam komunikasi pastilah terdapat unsur-unsur baku atau pokok.

Unsur-unsur komunikasi dijelaskan sebagai berikut:70

68

Al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 7, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Al-Maktabah Al-Syamilah,

2005), hlm. 100 69

Rakhmat, Islam Aktual..., hlm. 77 70

Effendy,Human Relations…, hlm. 15-17.

91

a. Pengirim. Pengirim atau disebut juga komunikator adalah orang yang

menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain.

Komunikator dapat bertindak secara individu maupun kelompok.

b. Pesan. Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message adalah

lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.

c. Saluran, adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang

disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

d. Penerima. Penerima juga disebut komunikan yaitu seseorang atau

sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia

menyampaikan pesannya.

e. Konteks hubungan. Konteks hubungan adalah bagaimana, untuk apa,

dan dalam situasi apa komunikasi berlangsung.

f. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah lingkungan dimana

proses komunikasi itu berlangsung.

Menurut Shanon-Weaver, sebagaimana yang dikutip Morissan,

komunikasi terdiri dari: 1) sumber komunikasi; 2) pesan atau sinyal; 3)

saluran dan; penerima atau tujuan.71

Sedangkan menurut Schramm

komunikasi tidaklah sesederhana sebagaimana yang dikemukakan model

komunikasi Shannon dan Weaver. Konsep komunikasi membutuhkan

proses komunikasi dua arah (two-way-process) di mana pengirim dan

penerima pesan berkomunikasi dalam konteks kerangka acuan (frame of

reference), hubungan dan situasi sosial mereka masing-masing. Dengan

71

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 42

92

demikian, komunikasi adalah proses timbal balik pertukaran tanda untuk

memberitahukan, memerintahkan atau membujuk berdasarkan makna dan

kondisi bersama melalui hubungan komunikator dan konteks sosial.72

Hal

ini sebagaimana pada gambar berikut:

Konteks Hub

Kerangka acuan A Kerangka Acuan B Enkoder Pesan A Dekoder Komunikator A Komunikator B Dekoder Enkoder [ Pesan B

Gb. 2.2. Model Komunikasi 2 arah model Schramm73

3. Proses pemberian informasi

Dalam menyampaikan informasi harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut:74

a. Menarik perhatian terhadap komunikasi

b. Mendapatkan penerimaan pesan

c. Mengusakan agar pesan ditafsirkan sebagaimana diharapkan

d. Menyimpan pesan untuk penggunaan selanjutnya

Seseorang dalam melakukan komunikasi, ada yang membosankan

dan ada yang menyenangkan. Hal tersebut dikarenakan adanya

keterlibatan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi daya tarik

komunikasi itu, yaitu: (1) Pribadi komunikan. Pada aspek pribadi ini ada

72

Ibid., hlm. 42-43 73

Cutlip & Center, Effective…, hlm. 200. Lihat pula Morissan, Manajemen …, hlm. 42-43 74

Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/

93

beberapa prinsip yang perlu diperhatikan: Pribadi harus dipandang secara

kesatuan yang utuh, pribadi itu dinamis, setiap pribadi mempunyai nilai

sendiri, setiap pribadi itu unik, dan pribadi itu sukar dinilai; (2) Arti kata

atau kalimat. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman

hidupnya. Maka dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan

secara rinci dengan contohnya; (3) Konsep diri. Ketepatan memahami

konsep diri ini sangat membantu efektivitas kamunikasi; (4) Empati. Hal

ini perlu diperoleh dari orang lain sehingga komunikasi bisa efektif karena

ada kesamaan sudut pandang antara komunikator dengan komunikan; dan

(5) Umpan balik. Komunikator dalam berkomunikasi perlu mendapatkan

umpan balik dari komunikan karena akan mengetahui kemungkinan

terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir.75

Di samping itu, ada delapan prinsip yang perlu dilakukan agar

komunikasi bisa dikerjakan dengan efektif, yaitu: (1) Berfikir dan

berbicaralah dengan jelas; (2) Ada sesuatu yang penting; (3) Ada tujuan

yang jelas; (4) Penguasaan terhadap masalah; (5) Pemahaman proses

komunikasi dan menerapkannya dengan konsisten; (6) Mendapatkan

empati dari komunikan; (7) Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak

terlalu keras atau lemah, dan menghindari ucapan pengganggu; dan (8)

Komunikasi harus direncanakan (apa pesan yang ingin dikomunikasikan,

siapa komunikan yang dituju, buatlah skenario yang jelas, dan hendaknya

mempersiapkan diri agar menguasai masalah).76

75

Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 235 76

Ibid.

94

Delapan prinsip tersebut ada yang terkait dengan komunikator,

komunikan dan komunikasi itu sendiri. Ketika delapan prinsip itu dipenuhi

maka komunikasi akan berjalan secara efektif yaitu mampu merubah

perilaku komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.

Perubahan perilaku komunikan ini menjadi target dari suatu komunikasi

karena perubahan itu menjadi harapan bagi komunikator. Keampuhan

komunikasi itu ditentukan oleh perubahan perilaku tersebut, yang berarti

komunikan mengikuti apa yang disampaikan komunikator. Semakin

komunikan cepat berubah mengikuti keinginan komunikator berarti

komunikasi yang disampaikan semakin efektif. Di samping itu,

komunikasi akan bisa tersampaikan dengan baik atau efektif apabila

dilakukan dari dalam lubuk hati yang dalam.

Menurut Jamal Madhi, keahlian berkomunikasi itu meliputi tujuh

sikap yakni cekatan (mubâdarah), kecepatan (sur‟ah), ketekunan

(mutsâbarah), fleksibilitas (murunah), penguasaan (saitharah),

kemampuan untuk memperhatikan (ishgha‟), dan meminimalkan tenaga.77

Seorang manajer yang melakukan public relations harus menguasai itu

semua, agar komunikasi yang dilakukan dapat efektif dan mampu merubah

perilaku komunikan.

77

Madhi, Menjadi Pemimpin..., hlm. 104-105

95

4. Efek komunikasi

Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang tentulah mempunyai

efek tertentu bagi lingkungan sekitarnya, maupun bagi yang lainnya. Efek

tersebut dapat berupa efek yang tampak secara langsung, maupun yang

tidak tampak secara langsung, baik efek negatif maupun efek positif.

Menurut El Qorni ada beberapa efek yang ditimbulkan dalam komunikasi,

seperti yang dijelaskan sebagai berikut:78

a. Menciptakan persepsi tentang dunia di sekitar kita

Persepsi dunia kita berhubungan dengan dunia luar dan

gambaran di sekeliling kita yang mendeskripsikan hubungan antara

situasi (scene) tindakan (orang, tempat, tindakan dan seluruh fenomena

yang mungkin ada), persepsi terhadap situasi tindakan dan respon

berdasarkan persepsi. Jadi pada intinya seorang komunikator ingin

mengsinkronkan antara persepsi tentang dunia yang ada dalam

pikirannya dengan kenyataan atau fakta yang ada. Jika persepsi yang

ada dalam pikiran tersebut tidak sinkron dengan kenyataan yang ada,

maka komunikasi tidak akan berefek.

b. Menentukan agenda

Diambil dari ide Walter Lippman tentang dampak media yang

menyangkut apa yang kita pikirkan tentang sesuatu (apa yang kita

ketahui tentang sesuatu) dan apa yang kita pikirkan (opini dan

perasaan kita) sehingga ada dua konsep dalam penentuan agenda

78

Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/

96

dalam public relations yaitu: a). Issue silence (keutamaan dan

penetrasi isu terhadap audien atau seberapa baikkah isu itu beresonansi

dengan masing-masing publik. b). Cognitive priming (pengalaman

personal dan hubungan seseorang dengan isu).

c. Penyebaran informasi dan inovasi

Teori penyebaran informasi dan teori inovasi menyangkut ide-

ide atau inovasi lebih mudah diadopsi oleh audiens apabila a) Lebih

menguntungkan ketimbang situasi sekarang. b). Kompatibel dengan

pengalaman sebelumnya dan spek situasi lainnya. c). Sederhana d).

Mudah dicoba e). Mudah diamati melalui hasil yang kelihatan.

d. Mendefinisikan dukungan sosial.

Dukungan sosial sesuai dengan teori spiral keheningan (Spiral

of Silence) yaitu orang akan merespon fiksi dan realitas dengan cara

yang sama kuatnya dan dalam banyak kasus mereka membantu

menciptakan fiksi yang kemudian mereka tanggapi. Teori ini

menyatakan bahwa pendapat pribadi tergantung pada apa yang

dipikirkan dan diharapkan orang lain. Individu cenderung menghindari

pengucilan dengan melihat lingkungan sekitar, pandnagan mana yang

dominan, yang akhirnya berani mengekspresikan atau sebaliknya,

sehingga menyatakan pendapat sementara yang lain diam mengawali

proses spiral keheningan yang memapankan suatu pendapat umum

yang dominan.

97

5. Komunikasi Public Relations

Seorang manajer yang membidangi public relations harus

melakukan komunikasi untuk melakukan relasi dengan siapapun, baik

stake holder maupun masyarakat luas. Sekolah atau pihak yang

bertanggung jawab dalam hal public relations hendaknya harus lebih aktif

dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan

untuk mempertahankan citra yang baik yang ada dalam masyarakat.

Jangan sampai dalam benak masyarakat terdapat kesan bahwa lembaga

hanya selalu mengharapkan dukungan masyarakat untuk mempertahankan

eksistensi lembaga tersebut.79

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam komunikasi public relations, yaitu sebagai berikut:80

a. Mendapat perhatian dari publik sasaran

b. Menstimulasi minat dalam isi pesan.

c. membangun keinginan dan niat untuk bertindak berdasarkan pesan

d. mengarahkan tindakan dari mereka yang berperilaku yang konsisten

dengan pesan

Keunikan yang ada dalam komunikasi public relations telah

dikemukakan oleh Scott Cutlip, sebagaimana dikutip Morissan, bahwa

perhatian anda merupakan objek persaingan sengit. Hal itu berarti

beberapa pesan akan bisa menarik perhatian anda, namun lebih sedikit

pesan yang mampu memberikan efek atau dampak. Maka dari itu, tugas

pertama praktisi humas adalah mendapatkan perhatian dari khalayak

79

Nur Aedi dan Elin Rosalin, “Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam Tim Dosen

Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 282 80

Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/

98

sasaran; kedua, menarik minat (ketertarikan) khalayak terhadap isi pesan;

ketiga, membangun suatu keinginan dan niat khalayak untuk bertindak

sesuai dengan pesan; dan keempat, mengarahkan tindakan khalayak agar

tetap sesuai dengan pesan yang disampaikan.81

Pada intinya dalam komunikasi public relations seorang praktisi

harus pandai-pandai memanfaatkan situasi dan kondisi serta perhatian dan

gaya bicara atau komunikasi yang dilakukannya, agar dapat menarik

simpati dari masyarakat atau publik dengan maksimal. Proses komunikasi

public relations dikatakan berhasil apabila masyarakat mempunyai

kesadaran untuk memiliki suatu lembaga tersebut dan memeliharanya

layaknya milik mereka sendiri, sehingga model komunikasi yang dibangun

adalah komunikasi terbuka. Hal ini sebagaimana model komunikasi Cutlip

sebagaimana gambar dibawah ini:

81

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 41

99

I Struktur Keadaan & Proses tujuan

II

III Variasi IV

dlm Lingk

Gb. 2.3. Model Komunikasi Terbuka82

6. Publik dan Opini

Ada beberapa pengertian tentang publik menurut beberapa tokoh

seperti yang dikutip oleh El Qorni, yaitu:83

a. Menurut Jefkin, publik adalah kelompok atau orang-orang yang

berkomunikasi dengan suatu oragnisasi, baik secara internal maupun

eksternal.

82

Cutlip & Center, Effective…, hlm. 191 83

Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/

Ket.

I : info +/- tentang keadaan tujuan

II : Internal= mengubah /mempertahankan

tujuan

III : output

eksternal=mengubah/mempertahankan

variasi dlm lingk

IV : masukan=energi persoalan dan info yg

mempengaruhi keadaan tujuan

Struktur rencana &

program

organisasi

Hub yg diinginkan dg

public

(tujuan&sasaran)

Pengetahuan,

kecenderunga

n & perilaku

publik

Info: ttg hub dg public yg

diinginkan vs yg diobservasi

Internal: pemeliharaan / definisi

ulang hub yg diinginkan

Input: tindakan yg

dilakukan oleh/info ttg

publik

Output:

eksternal=tindkan &

komunikasi yg

ditujukan pd publik

100

b. Menurut Dewey, publik diartikan sebagai unit sosial aktif yang terdiri

dari semua pihak yang terlibat mengenali problem bersama yang akan

mereka cari solusinya secara bersama-sama.

c. Sedangkan Cutlip mengartikan opini publik sebagai sekumpulan

pandangan individu terhadap isu yang sama yang berhubngan dengan

arah opini, pengukuran intensitas, stabilitas, dukungan informasional

dan dukungan sosial.

d. Menurut Noelle-Neumann, sebagaimana dikutip Morissan, opini

publik adalah sikap atau tingkah laku yang ditunjukkan seseorang

kepada khalayak jika ia tidak ingin dirinya terisolasi; dalam hal isu

kontroversial, opini publik adalah sikap yang ditunjukkan seseorang

kepada khalayak tanpa harus membahayakan dirinya sendiri yaitu

berupa pengucilan.84

Pandangan kedua tokoh ini tertuang dalam teori

spiral keheningan. Namun masih ada satu teori lagi yang juga

berperan membentuk opini publik, yaitu teori agenda setting. Pada

kesempatan kali ini, penulis akan membahas hal tersebut satu per satu.

1) Teori spiral keheningan; teori ini menyatakan bahwa pendapat

pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan atau diharapkan

oleh orang lain. Individu pada umumnya berusaha untuk

menghindari terjadi pengucilan atau isolasi karena ia sendirian

mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Orang akan

mengamati lingkungannya terlebih dahulu guna mempelajari

84

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 72

101

pandangan-pandangan mana yang tidak dominan atau populer,

sehingga kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat

dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses

spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai

pendapat umum atau pendapat yang dominan. Gambaran proses

spiral keheningan adalah sebagai berikut:

Gb. 2.4. Proses Teori Spiral Keheningan85

2) Teori agenda setting, menurut teori yang dikeluarkan oleh Maxwell

McCombs dan Donald Shaw, media massa memiliki kekuatan

dalam hal apa saja yang perlu dipikirkan masyarakat. Teori ini

menyatakan bahwa: Media may not tell us what to think, but media

tell us what to think about.86

Dampak agenda setting dalam media

adalah apa yang dipikirkan (kognisi) dan apa yang kita pikirkan

(perasaan/kecenderungan), yang tertuang dalam hubungan segitiga

public opinion versi Lippmann sebagai berikut:

85

Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective Public Relations: Merancang dan

Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan sukses, (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 2000), edisi

Bahasa Indonesia, Jakarta: Indeks Kel Gramedia, 2005, hlm. 208-209. Lihat pula Melvin L. De

Fleur & Sandra J. Ball Rokeach, Theories of Mass Communication, ed. 4, (New York: Longman,

1982), hlm. 225. Lihat pula Morisaan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas

Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008) ed. I, cet. I, h.72-73 86

Morisaan, Manajemen, hlm. 74

Pesan

persuasif

Menentukan

proses social culture

kelompok

Membentuk/mengganti

definisi

perilaku yg disetujui secara

sosial untuk

anggota

kelompok

Mencapai

perubahan

arah perilaku

lahiriyah

102

Persepsi tindakan

Tempat kejadian Tindakan

Tanggapan Berdasar Persepsi

Gambar 2.5. Hubungan Segitiga Public Opinion dalam Agenda Setting87

7. Tipe publik

Empat tipe publik menurut Grunig & Repper dalam bukunya

Strategic Management, Public and Issues, seperti dikutip El Qorni, yaitu:

a. All issue publics, yaitu public yang bersikap aktif dalam berbagai isu.

b. Apathetic publics, yaitu public yang tidak memperhatikan atau tidak

aktif terhadap semua isu

c. Single issue publics, yaitu public yang aktif pada satu atau sejumlah

isu terbatas

d. Hot issue publics, yaitu public yang baru aktif setelah semua media

mengekspos hampir semua orang dan isu menjadi topik sosial yang

diperbincangkan secara luas.

Untuk menjaga image atau citra perguruan tinggi dibutuhkan

profesionalisasi dalam public relations yang tidak dapat dipisahkan dari

opini public atau pendapat umum. Terciptanya opini public didasarkan

saling mempercayai adanya kesadaran akan kebutuhan bersama, tugas

87

Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective, hlm. 206-207. Lihat pula Walter Lippmann,

Triangle Public Opinion Theory, (New York: Harmurt Brace & Company, 1927), hlm. 16-17

103

public relations mengelola opini public agar kesan masyarakat terhadap

lembaga pendidikan menjadi positif. Agar opini public terhadap lembaga

pendidikan memiliki citra yang baik diperlukan langkah-langkah

pengendalian opini public. Langkah-langkah tersebut meliputi:

a. Menemukan masalah di dalam lembaga tersebut, seperti menemukan

masalah dengan public interen (pimpinan, dosen, mahasiswa, dan

karyawan), menemukan masalah dengan lingkungannya dan

menemukan masalah dengan konsumen lembaga pendidikan.

b. Menemukan opini yang berkembang, baik yang muncul secara

kelompok maupun individual.

c. Menganalisis opini dari segi lingkup, kompetisi, mutu, kadar, dan

pemunculan.

d. Membuat strategi, dalam hal ini kita menentukan arah opini yang akan

kita bentuk.

e. Setelah menentukan arahnya, maka dibuat program untuk mencari

opini yang diinginkan.

f. Dirumuskan pesan komunikasi yang tepat.

Dengan strategi yang dirumuskan tersebut diharapkan komunikasi

dalam rangka pengendalian opini publik dapat dilakukan dengan baik,

sehingga komunikasi terbuka yang dijalankan bisa membangun citra

lembaga pendidikan akan menjadi positif di kalangan publik.

104

D. Strategi Public Relations untuk Memperbaiki Citra Lembaga Pendidikan

Karakteristik public relations di lembaga pendidikan sangat berbeda

dengan public relations di perusahaan, instansi pemerintah, dan BUMN.

Public relations lembaga pendidikan bukan produk yang bisa langsung

dipasarkan, namun produk public relations di lembaga pendidikan adalah

mendukung kegiatan pendidikan yang menghasilkan output yang berkualitas,

hasil penelitian yang bisa diterapkan pada dunia usaha dan lainnya serta

kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat yang bisa

membentuk citra positif lembaga lembaga pendidikan.

Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau

instansi, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan

perilaku dan etika instansi tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya

dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik

terhadap institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek,

orang atau organisasi.88

Dalam teori manajemen, pembangunan citra (image) merupakan salah

satu bagian yang terpisahkan dari strategi marketing. Arthur W. Page dalam

Sagara menjelaskan bahwa strategi pencitraan adalah sebuah upaya yang tidak

datang tiba-tiba dan tidak bisa direkayasa.89

Citra akan datang dengan

sendirinya dari upaya yang ditempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan

perusahaan atau institusi merupakan saah satu faktor utama untuk

mendapatkan citra yang positif. Hal ini memerlukan waktu yang panjang dan

88

Soemirat dan Ardianto, Dasar-Dasar …, hlm. 112. 89

Arthur W. Page, All Bussiness in a Democratic Country Begins with Public Permission

an Exist by Public Approavala, dalam Edo Sagara, Journal, 1999

105

selalu belajar dari pengalaman-pengalaman dalam melayani pengguna produk

atau jasa. Hal ini sebagaimana pernyataan Michell yang menegaskan bahwa

esensi pencitraan bagi institusi adalah dalam rangka repositioning dan merebut

pangsa pasar (public).90

Image adalah istilah kontroversi dalam public relations. Image

berhubungan dengan komunikasi yang menyiratkan ke publik mengenai

organisasi tertentu yang berkaitan dengan hal yang abstrak. Image

berhubungan dengan simbol, persepsi, tingkah laku yang dibentuk oleh

organisasi untuk disampaikan ke publik. Image mempengaruhi reputasi positif

suatu organisasi. Keberhasilan suatu universitas tergantung pada image yang

dibangun.91

Aset terpenting dalam Perguruan Tinggi adalah image. Image

didefinisikan dengan skore tes ujian masuk mahasiswa, kualitas fakultas,

kebutuhan mahasiswa, perpustakaan yang menunjang, seleksi administrasi,

beasiswa dan block grant, pemenuhan alumni, fasilitas mutu, besarnya

anggaran, reputasi inovasi, dan kualitas kepemimpinan.92

Demikian juga

lembaga pendidikan Islam yang lain, image akan terbentuk dengan sendirinya

apabila lembaga pendidikan tersebut memberikan pelayanan yang prima

kepada masyarakat.

90

Strategi pengembangan lembaga membutuhkan kiat yang disebut dengan riset

pemasaran. Riset pemasaran adalah suatu riset yang ditujukan untuk mengumpulkan data yang

akan digunkaan oleh pimpinan untuk merumuskan kebijakan pemasaran dan rencana usaha.

Converse Hugey and Michell, 1958 dalam Jhonatan E., Branding dalam Teori Marketing, (Jakarta:

tp, 2009) 91

Kazoleas, D., Kim, Y., & Moffit, Institutional Image: a Case Study, (Corporate

Communications: An International Journal, 2001) 6 (24), hlm. 205-206 92

Theus, K.T.. Academic reputations: the process of formation and decay. Public

Relations Review, 19 (3) (1993), 277-91.

106

Sedangkan menurut R. Abratt,93

citra dalam konteks strategi lembaga

adalah terkait dengan proses corporate image management. Citra dalam benak

khalayak adalah akumulasi pesan yang terekam di alam pikiran mereka. Citra

terbentuk tidak hanya karena pengalaman menggunakan produk, tetapi juga

karena interaksi dengan pihak institusi. Citra idealnya mencerminkan wajah

dan budaya institusi sejalan dengan strategi institusi, jelas dan konsisten. Citra

sebagaimana pendapat Kotler dalam Sanaky, berarti kepercayaan, ide, dan

impresi seseorang terhadap sesuatu.94

Sedangkan menurut Buchari,95

citra

merupakan kesan, impresi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik

mengenai perusahaan atau insitusi suatu obyek, orang atau lembaga. Citra

merupakan gambaran yang ada dalam benak publik baik itu publik internal

maupun eksternal tentang lembaga.

Berdasar riset yang bisa dipertanggungjawabkan, beberapa lembaga

telah berhasil menciptakan image sehingga bisa masuk segmen pasar (publik)

secara militan. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa indikator yang oleh

Faradilah disebut sebagai tiga langkah strategis membangun image,96

yaitu:

Branding, Position and Differensiasi.

Pertama, Brand atau merek merupakan bagian terpenting dari institusi,

karena merek akan memberikan image kepada lembaga. Sebuah merek akan

memiliki potensi jika memperhatikan: a) A quality product, kualitas adalah

93

Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk),

(Bandung: Resensi, 2007) 94

Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake

Sarasin, 2006) 95

Alma Buchari, Manajemen Pemasaran danPemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta, 1992),

hlm. 32 96

Faradilah R, Penerapan Marketing untuk Meningkatkan Prestasi Sekolah, (Jakarta: UI

Press, 2005)

107

nomor satu yang diinginkan konsumen, karena kepuasan konsumen digunakan

untuk mengukur nilai-nilai merek (brand values); b) Being first, adalah

menjadi pertama dalam pasar bukan dalam teknologi; c) Unique positioning

concept, adalah merek harus memiliki konsep yang unik, yang membedakan

dengan kompetitornya; d) Strong communications program berarti merek

yang sukses harus disertai dengan penjualan yang efektif, pengiklanan,

kampanye, promosi yang akan mengkomunikasikan fungsi dari brand itu dan

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; e) Time and Consistency, maksudnya

merek tidak diangun dalam waktu yang cepat, namun membutuhkan waktu

untuk membangun merek tersebut dan nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Dalam memelihara nilai-nilai dalam merek tersebut membutuhkan waktu yang

berkesinambungan dan dihubungkan dengan perubahan lingkungan.

Kedua, position, merupakan penempatan lembaga pada posisi yang

benar, pada level segmentasi. Agar lebih fokus, maka pihak lembaga harus

mampu membidik segmentasi tertentu sesuai dengan tujuan yang telah

ditargetkan. Hal ini akan mempermudah mengukur kemampuan internal serta

memperlihatkan tujuan dan arah dari lembaga itu sendiri di hadapan

masyarakat.

Ketiga, differensiasi, adalah sisi keunggulan yang dimiliki oleh pihak

lembaga yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Dengan keunggulan ini akan

mempermudah memberikan keterangan dan identitas pada khalayak atau

dengan kata lain meletakkan posisi lembaga di masyarakat.

108

Pada dasarnya industri jasa kependidikan menghasilkan dua kategori,

yaitu produk sepenuhnya yaitu jasa/pelayanan kependidikan dan produk

parsial adalah lulusan. Produk-produk pendidikan sekolah terdiri dari jasa:

kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat,

ekstrakurikuler dan administrasi. Kelima produk inilah yang merupakan

wilayah kendali penuh sekolah dan merupakan tolok ukur pelayanan sekolah

oleh komponen pendidikan lainnya.97

Citra dibentuk dari identitas organisasi atau korporasi (corporate

identity). Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citranya

yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis,

seragam, dan benda-benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat oleh

organisasi untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya khalayak

akan mempersepsi citra sebuah organisasi berdasarkan pada pesan yang

dikirimkan organisasi dalam bentuk identitas organisasi yang

terlihat tersebut.

Citra merupakan daya magnet bagi sebuah produk. Image positif

terhadap sesuatu akan muncul jika publik percaya (trust) dan selanjutnya

yakin bahwa suatu produk bisa memenuhi tuntutan emosional mereka, karena

trust dalam ilmu sosial merupakan social capital yang paling dominan dalam

mempengaruhi perilaku masyarakat.

97

Daulat HLM. Tampubolon,. Pendidikan Bermutu untuk Semua. Makalah Seminar

Meningkakan Mutu Pendidikan Indonesia, 12 Mei 2005, Jakarta: IBII, 2005

109

Cutlip menyatakan bahwa terdapat beberpa cara membentuk citra

positif bagi organisasi atau lembaga, antara lain yaitu98

: 1) Menciptakan public

understanding. Pengertian public understanding berarti persetujuan atau

penerimaan, dan persetujuan belum berarti penerimaan; 2) Menciptakan public

confidence; 3) Menciptakan public support; 4) Menciptakan public corporate;

adalah adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi atau lembaga.

Sasaran pencitraan adalah bagaimana tercipta opini publik dalam

kaitannya dengan keberadaan sebuah lembaga yang melayani atau

memperjelas lembaga tersebut yang tergabung dalam istilah public relations

atau humas. Mereka menjadi penghubung antara lembaga dan khalayak,

dengan harapan penjelasan pesan-pesan dari public relations atau humas akan

mampu mengubah citra publik terhadap institusi atau perusahaan melalui

media massa. Upaya untuk memperkenalkan diri kepada khalayak untuk

memperoleh pengikut bukanlah persoalan yang mudah, sebab dewasa ini

orang menyamakan dirinya dengan orang lain atau pihak lain tidak semata-

mata mengikuti aspek kebutuhan nyata tetapi lebih pada rasa kebutuhan itu

sendiri. Tugas penting dari lembaga adalah merumuskan nilai penting yang

bisa mendekatkan produk dan institusinya kepada segmen penghubung antara

lembaga dengan khalayak. Salah satu hal penting yang harus diperhitungkan

dalam membangun citra adalah unsur budaya. Dengan demikian, pencitraan

bagi lembaga sangat penting karena sangat dibutuhkan untuk memberikan

nilai positif.

98

Scott M. Coultip, Allen HLM. Center & Gleen M. Broom, Effective Public Relations,

Alih bahasa Tri Wibowo, (Jakarta: Prenada Media, 2006)

110

Ada hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan

respon masyarakat. Apabila kepercayaan tinggi, pendekatan aktif, maka

menghasilkan respon yang positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan

sedang, maka respon cukup positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan pasif,

maka respon agak positif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan aktif maka

respon masyarakat ada peningkatan; Bila kepercayaan sedang, pendekatan

sedang, maka respon masyarakat pasif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan

pasif, maka respon masyarakat agak negatif. Bila kepercayaan rendah,

pendekatan aktif, maka respon ada sedikit peningkatan; Bila kepercayaan

rendah, pendekatan sedang, maka responnya negatif; dan bila kepercayaan

rendah, pendekatan pasif, maka respon masyarakat pasti negatif sekali.

Penjelasan hubungan sinergisme sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2.1

Hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan respon

masyarakat99

Trustment Approach Respon

Tinggi Aktif Positif

Tinggi Sedang Cukup positif

Tinggi Pasif Agak positif

Sedang Aktif Ada peningkatan

Sedang Sedang Pasif

Sedang Pasif Agak negatif

Rendah Aktif Sedikit peningkatan

Rendah Sedang Negatif

Rendah Pasif Negatif sekali

a. Pemasaran produk dan jasa termasuk sekolah terkait dengan konsep:

permintaan, produk (jasa dan lulusan). Jasa: kurikuler, penelitian,

pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan

99

Mujamil Qomar, Manajemen…, hlm. 190

111

administrasi, nilai dan kepuasan pelanggan. Langkah-langkah mengelola

pemasaran sekolah adalah: a) Identifikasi pasar, b) Segmentasi

pasar/positioning, c) Diferensiasi produk, d) Komunikasi pemasaran.

100

Sedangkan salah satu cara untuk membangun citra lembaga pendidikan

yaitu dengan cara mengelola hubungan yang baik dengan stakeholders,

sehingga melalui hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai

hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai tujuan lembaga

pendidikan secara realistis. Dari asumsi dan uraian tersebut, pencapaian fungsi

public relations di lembaga pendidikan harus mampu mengidentifikasi dan

memetakan sasaran dan stakeholders pendidikan yang meliputi: santri,

guru/ustadz, staf administrasi, alumni, masyarakat, pemerintah, media pers,

dan orang tua/wali santri. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Santri/siswa

Siswa/santri merupakan publik internal yang penting bagi lembaga

sekolah dan juga public relations. Opini dan sikap santri merupakan faktor

kuat yang dapat meningkatkan persepsi publik terhadap lembaga

pendidikan Islam.

2. Staf administrasi .

Staf administrasi merupakan publik internal pesantren yang

menangani manajemen dan administrasi pesantren, sehingga hubungan

baik juga harus dijalin.

3. Dewan Asaˆtidz.

100

Philip Kotler, Marketing Management, 10th edition, (Upper Saddle River:Prentice Hall,

Inc, 2000).

112

Dewan asaˆtidz merupakan publik internal yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat. Maka hubungan dengan dewan asâtidz

juga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Karena image suatu lembaga

pendidikan Islam terutama pesantren juga dipengaruhi oleh gerak-gerik

dewan asaˆtidz.

4. Alumni

Alumni merupakan output dari proses pendidikan, dalam hal ini

kontribusi merupakan dukungan yang sangat besar bagi sekolah maupun

lembaga pendidikan yang lain. Misalnya alumninya ada yang sudah

menjadi profesor atau kiai, maka citra lembaga pendidikan tersebut juga

akan menanjak di kalangan masyarakat umum.

5. Hubungan dengan masyarakat dan lingkungan bisnis

Hubungan ini harus dibangun dengan baik untuk membangun citra

positif. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam program

pendidikan yang dicanangkan oleh suatu lembaga pendidikan. Di samping

itu, lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau

mercu penerang bagi masyarakat,101

maka dalam hal ini lembaga

pendidikan atau sekolah selain sebagai layanan terhadap masyarakat yang

berupa pendidikan dan pengajaran juga sebagai agen pembaru, karena

banyak hal baru bagi masyarakat yang bersumber dari lembaga

pendidikan

101

Pidarta, Manajemen Pendidikan..., hlm. 181

113

6. Pemerintah

Sebagai negosiator, public relations harus mampu memonitor dan

melaporkan perkembangan kebijakan dan segala informasi dari kedua

belah pihak. Maka dari itu, seorang public relations yang mempunyai

jaringan dan relasi yang cukup kuat dalam sistem pemerintahan agar

mengetahui perkembangan kebijakan yang muncul untuk disosialisasikan.

7. Media Massa

Lembaga pendidikan Islam harus membangun hubungan baik

dengan surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal ini disebabkan karena

media massa sebagai sumber berita yang menyorot pesantren tersebut.

8. Orang Tua/wali santri

Orang tua/wali santri sebagai donator dan penyandang dana bagi

suatu lembaga pendidikan, terlebih lagi pesantren dalam meningkatkan

sarana dan prasarana. Tanpa adanya dorongan dari wali santri atau orang

tua murid, maka lembaga pendidikan akan merasa sulit untuk

mengembangkan pendidikan yang dikelolanya.

Di atas telah disebutkan berbagai strategi yang dikemukakan oleh

Mujamil untuk membina hubungan yang baik dengan masyarakat. Dalam

kesempatan ini penulis mengutip pendapat El Qorni, bahwa agar lebih mudah

untuk membangun citra lembaga pendidikan, menurut El Qorni ada beberapa

strategi yang harus ada dalam public relations, yaitu:102

102

Ahmad Kurnia El-Qorni, http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2008/01/tujuan-

dan-fungsi-public-relations.html

114

1. Strategi persuasive

a. Informasi atau pesan yang disampaikan harus berdasarkan pada

kebutuhan atau kepentingan khalayak sebagai sasarannya.

b. Public relations sebagai komunikator dan sekaligus mediator

berupaya membentuk sikap dan pendapat yang poistif dari masyarakat

melalui rangsangan atau stimulasi.

c. Mendorong publik untuk berperan serta dalam aktifitas

perusahaan/organisasi agar tercipta perubahan sikap dan penilaian

d. Perubahan sikap dan penilaian dari publik dapat terjadi maka

pembinaan dan pengembangan terus-menerus dilakukan agar peran

serta tersebut terpelihara dengan baik.

2. Strategi melalui kontribusi pada tujuan dan misi perusahaan atau lembaga

pendidikan:

a. Menyampaikan fakta dan opini yang ada di dalam maupun diluar

perusahaan atau lembaga pendidikan.

b. Menelusuri dokumen resmi perusahaan atau lembaga pendidikan dan

mempelajari perubahan yang terjadi secara historis

c. Melakukan analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities,

Threats)

Menurut James E. Grunig dan Fred Repper, dalam Kasali, seperti

yang dikutip oleh Soemirat dan Ardianto, mengemukakan model strategic

manajement dalam kegiatan public relations melalui tujuh tahapan,

dimana tiga tahapan pertama mempunyai cakupan luas sehingga lebih

115

bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari

tiga tahap pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda-beda,

yakni:103

1. Tahap stakeholder

Yaitu sebuah organisasi mempunyai hubungan dengan

publiknya bilamana perilaku organisasi tersebut mempunyai pengaruh

terhadap stakeholdernya atau sebaliknya. public relations harus

melakukan survey untuk terus membaca perkembangan lingkungannya,

dan membaca perilaku organisasinya serta menganalisis konsekuansi

yang akan timbul. Komunikasi yang dilakukan secara kontinyu dengan

stakeholders ini membantu organisasi untuk tetap stabil.

2. Tahap Publik

Publik terbentuk ketika organisasi menyadari adanya problem

tertentu. Publik selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai

potensi akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Publik bukanlah suatu

kumpulan massa umum biasa, mereka sangat efektif dan spesifik

terhadap suatu kepentingan tertentu dan problem tertentu. Oleh karena

itu public relations perlu terus-menerus mengidentifikasi publik yang

muncul terhadap berbagai problem.

3. Tahap Isu

Publik muncul sebagai konsekuansi dari adanya problem yang

selalu mengorganisasi dan menciptakan isu. Isu di sini dimaksudkan

103

Sormirat dan Elvinaro, Dasar-Dasar…, hlm. 94-95.

116

bukan berarti kabar burung atau kabar tak resmi yang berkonotasi

negatif, melainkan suatu tema yang dipersoalkan. Mulanya pokok

persoalan demikian luas dan mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian

akan terjadi kristalisasi sehingga pokoknya menjadi lebih jelas karena

pihak-pihak yang terkait saling melakukan diskusi.

Public relations mengantisipasi dan responsif terhadap isu-isu

tersebut. Langkah ini dalam manajemen dikenal dengan Issues

Manajement. Pada tahap ini media memegang peranan yang sangat

penting karena media akan mengangkat suatu pokok persoalan kepada

masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai

peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan bahkan

membelokkannya sesuai dengan persepsinya. Media104

dapat

melunakkan sikap publik atau sebaliknya meningkatkan perhatian

publik, khususnya bagi hot-issue, yakni yang menyangkut kepentingan

publik lebih luas.

Kegiatan public relations dalam konteks manajemen strategis, bisa

berupa sosialisasi secara cermat dan hati-hati kepada lingkungan internal

organisasi, dan secara fungsional menjadi bagian yang menjalankan

strategi pada tingkat divisi/bagian yang menjalankan strategi organisasi

secara keseluruhan.105

Public relations selain sebagai salah satu unit dalam organisasi

menjalankan strategi dan mendukung strategi organisasi pada tingkat

104

Media ini bisa berupa media massa dan media mismassa. 105

Yosal Iriantara, Manajemen Strategis Public Relations, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2004), hlm. 73.

117

operasional/fungsional. Semua proses manajemen strategis itu, ketika

masih dalam bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis. Tahapan-

tahapan dalam perencanaan strategis ini bisa dilihat pada bagian di bawah

ini, yang dibuat oleh Robson, seperti yang dikutip oleh Iriantara.

Gambar: 2.6 Model Perencanaan Strategis106

Menurut Simandjuntak,dkk, perencanaan strategis selalu dimulai

dengan penentuan misi organisasi, dimana misi adalah suatu tujuan jangka

panjang ke mana organisasi akan mengarah. Proses pembuatan rencana

strategik biasanya dimulai dengan melakukan apa yang dikenal dengan

106

Ibid., hlm. 74

118

nama mereview keberadaan organisasi. Dalam tahap ini apa yang telah

dilakukan oleh organisasi selama ini akan dianalisis apakah sudah baik

atau masih ada kelemahan. Kesemua itu akan dicatat dan dikelompokkan

menjadi bagian-bagian yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk

membuat rencana kedepan.107

Adapun Citra yang berkaitan dengan lembaga pendidikan Islam

(pesantren) akan terbangun dari image dan trustment dari khalayak melalui

interaksi108

timbal balik antara khalayak dengan lembaga/institusi. Hal ini

sebagaimana diungkap oleh kotler dan Sanaky yang menyatakan bahwa

citra adalah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap sesuatu.109

Sedangkan konsep dasar untuk membangun/pembentukan citra menurut

Rosady Ruslan adalah sebagai diagram berikut dibawah ini:

CITRA

I

Gambar: 2.7 Proses Image Bulding110

107

Simanjuntak,dkk, Public Relations …, hlm. 81. 108

Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk),

(Bandung: Resensi, 2007) 109

Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake

Sarasin, 2006) 110

Nasution, Manajemen Humas..., hlm. 25.

Faktor

Penentu

Latar

belakang

budaya

Pengalaman

masa lalu

Nilai-nilai yg

dianut

Berita yg

bercabang

Perse

psi

Opini Konse

nsus Opini

Public

SIKAP Afektif

Behavior

Cognitif

119

Sehubungan dengan konsep membangun citra tersebut di atas,

implementasi pembangunan citra di pondok pesantren tidak terlepas dari

opini publik yang dibangun dan juga sikap out put yang terbentuk dari

pondok pesantren tersebut. Namun demikian sikap dan kharisma seorang

kiai tetap menjadi mercusuar pondok pesantren dalam menjalin

komunikasi dan berinteraksi guna mencari dukungan positif dari khalayak.

Pembangunan citra pondok pesantren bisa diukur dari seberapa besar

pendidikan pondok pesantren mampu memainkan peran pemberdayaan

(enpowerment) dan mampu mentransformasikan nilai-nilai social society

secara efektif dalam masyarakat.111

Latar belakang budaya dan nilai

sebagai faktor penentu dari pesantren berupa nilai-nilai (values) religius,

keyakinan (values), budaya (culture) dan norma perilaku yang dianggap

bersifat tradisional oleh khalayak menjadi suatu hal yang memiliki nilai

keunikan dan interest publik tersendiri dan harus tetap dipertahankan

karena justru faktor penentu inilah yang menjadikan pesantren bisa

diterima oleh masyarakat dengan memberikan label/citra positif. Faktor

penentu tersebut merupakan landasan bagi perubahan dalam hidup pribadi

atau kelompok,112

yang mana jika faktor-faktor penentu tersebut

dihilangkan justru gaung pesantren akan redup.

111

Marzuki Wahid, Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society, (Aula no. 2 tahun

XXII, Pebruari, 2000), hlm. 76 112

Stephen HLM. Robbins, Organizational Behavior, Mexico: Prentice Hall, 2003), hlm.

81

120

E. Model Public Relations

Model dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain, suatu deskripsi

atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu

yang tidak dapat langsung diamati. Model juga dipahami sebagai suatu sistem

asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipergunakan untuk

menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa,113

sehingga

model public relations merupakan suatu deskripsi dari suatu sistem yang

mungkin atau imajiner, terjemahan realitas dari sistem kerja public relations

yang disederhanakan. Menurut James Grunnig dan Todd Hunt, terdapat empat

model public relations, yaitu: 1) Press agentry/publicity model, 2) Public

information model, 3) two way asymmetric model, dan 4) two way symmetric

model.114

Adapun penjelasan dari keempat model tersebut adalah sebagai

berikut:

Pertama, Press agentry/publicity model adalah sebuah model dimana

informasi bergerak satu arah, dari organisasi menuju publik. Model ini adalah

bentuk paling tua dari public relations dan model ini bermakna sama dengan

promosi dan publisitas. Praktisi public relations yang mempraktikkan model

ini selalu mencari kesempatan agar nama baik organisasi mereka muncul di

media. Mereka tidak banyak melakukan riset tentang publiknya. Termasuk

dalam praktik model ini adalah taktik propaganda seperti penggunaan nama

113

Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 152 114

James E. Grunig and Todd Hunt, Managing PublicRelations, (Belmont, CA: Thompson

Wadworth, 1984), hlm. 22. Lihat pula Alison Theaker, The Public Relations Handbook, (London

and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2004), hlm. 11-14, dan Theodore J.

Kowalski, Public Relations in School, (New Jersey: Pearson, Merrill Prentice), 2004),

hlm. 9.

121

selebriti dan perangkat yang bisa memancing perhatian orang; pemberian

hadiah gratis, parade, dan grand opening. Walaupun press agentry ini

dianggap etis, namun juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak etis. Semakin

keras mereka bersuara, semakin banyak perhatian yang akan mereka peroleh,

terlepas mereka salah atau benar sehingga akan semakin baik dalam melakukan

pekerjaan mereka.

Kedua, Public Information Model. Model ini berbeda dengan press

agentry, karena tujuan utamanya adalah untuk memberi tahu publik dan bukan

untuk promosi dan publisitas, namun alur komunikasinya masih tetap satu

arah. Sekarang model ini mewakili praktik public relations di pemerintahan,

lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, dan bahkan di beberapa korporasi.

Para praktisi public relations yang bekerja dengan model seperti ini sedikit

sekali melakukan riset terhadap audiensi mereka dalam rangka menguji

kejelasan pesan yang mereka sampaikan. Mereka adalah “jurnalis-di-rumah”

yang menghargai akurasi, tetapi memutuskan sendiri [tanpa riset] tentang

informasi apa yang paling baik dikomunikasikan kepada publik mereka.

Ketiga, Model Two-way Asymmetric Model. Model ini memandang

bahwa public relations sebagai kerja persuasi ilmiah. Model ini

menerapkan metode riset ilmu sosial untuk meningkatkan efektivitas

persuasi dari pesan yang disampaikan. Praktisi public relations dengan

model ini menggunakan survei, wawancara, dan fokus group untuk mengukur

serta menilai publik sehingga mereka bisa merancang program public

relations yang bisa memperoleh dukungan dari publik kunci. Walaupun

122

timbal balik (feedback) dari semua itu dipertimbangkan ke dalam proses

pembuatan program, namun organisasi dengan model ini masih lebih tertarik

mengenai bagaimana publik menyesuaikan diri dengan mereka ketimbang

sebaliknya, organisasi yang menyesuaikan dengan kepentingan publik.

Keempat, Two-way symmetric model. Model ini menggambarkan

sebuah orientasi public relations di mana organisasi dan publik saling

menyesuaikan diri. Model ini berfokus pada penggunaan metode riset ilmu

sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian serta komunikasi dua arah

antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu arah. Tahun 2001, James

E. Grunig menciptakan nama lain dari model ini; mixed motives, collaborative

advocacy, dan cooperative antagonism. Tujuannya adalah untuk

mempresentasikan sebuah model yang “menyeimbangkan kepentingan pribadi

dengan kepentingan publik dalam proses memberi serta menerima yang bisa

berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi”. Grunig berpendapat bahwa

model ini merupakan model yang paling etis karena semua kelompok

merupakan bagian dari resolusi masalah.

Untuk lebih jelasnya, karakteristik empat model public relations adalah

sebagaimana tabel berikut:

123

Tabel 2. 2 Characteristics of Four Models of Public Relations115

Characteristic

Model

Press Agentry/publicity

Public Information Two-way asymmetric

Two-way symmetric

Purpose Propaganda Dissemination of

information

Scientific

persuasion

Mutual

understanding

Nature of communication

One-way: complete

truth not essential

One-way: truth

important

Two-way:

imbalanced effects

Two-way: balanced

effects

Communication model

Source rec. Source rec. Sourcerec.

feedback

Groupgroup

Nature of research Little; „counting

house‟

Little; readibility,

readership

Formative;

evaliative of

attitudes

Formatives;

evaluative of

understanding

Leading historical figures

PT. Barnum Ivy Lee Edward L. Bernays Bernays, educators,

profesional leaders

Where practised today

Sport, theatre,

product promotion

Government,non-

profit associations,

business

Competitive

business, agencies

Regulated

business, agencies

Estimated percentage of organizations practising today

15 50 20 15

Pada model public relations yang ketiga, yaitu two way asymmetric,

terdapat pengembangan model yang menjelaskan bagaimana public

relations dilakukan secara lebih efektif, yaitu dengan adanya temuan tentang

dua model pengembangan: model prediktor kultural (the cultural interpreter

model) dan model pengaruh personal (personal influence model). Kedua model

ini dapat dimasukkan ke dalam kategori asimetris karena kedua model ini

115

Grunig and Hunt, Characteristics of Four Models of Public Rekations, dalam Alison

Theaker, The Public Relations…, hlm. 11

124

memberikan lebih banyak hal untuk dipikirkan dalam memahami public

relations.116

Ikhtisar singkat dari kedua model itu adalah sebagai berikut:

1. Model prediktor kultural menggambarkan praktik public relations dalam

organisasi yang melakukan bisnis di negara lain, “di mana mereka

membutuhkan seseorang yang memahami bahasa, budaya, adat-istiadat,

dan sistem politik dari negara bersangkutan.”

2. Model pengaruh personal menggambarkan praktik public relations, di

mana praktisinya berusaha membangun hubungan personal dengan tokoh-

tokoh kunci “sebagai orang yang dapat dimintai bantuannya”.

Dari penjabaran tentang karakteristik model tersebut di atas

menunjukkan bahwa public relations di insitusi pemerintahan dan nonprofit,

termasuk di dalamnya lembaga pendidikan termasuk dalam kategori model

kedua, yaitu model public information dan menuju model ketiga two way

asymmetric. Demikian penjabaran tentang model public relations berdasar

pendapat para pakarnya. Selanjutnya peneliti membahas tentang pemahaman

public relations dalam perspektif manajemen pendidikan Islam.

F. Public Relations dalam Perspektif Manajemen Pendidikan Islam

Sebelum membahas secara lebih mendalam mengenai public relations

dalam perspektif manajemen pendidikan Islam, penulis perlu menghadirkan

116

Kedua model ini ditemukan dari riset yang dilakukan oleh mahasiswa lulusan University

of Maryland yang kembali ke negara asalnya, India, Yunani, dan Taiwan untuk menguji apakah

praktisi public relations di negara mereka menggunakan empat model asli public relations atau

tidak. Walaupun kedua model ini bisa saja merepresentasikan praktik public relations di budaya

lain, mereka melihat aplikasi kedua model ini juga dijalankan dalam praktik public relations di

Amerika. Lihat Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, dan Elizabeth L.Toth, Public

Relations Profesi dan Praktik, hal. 63-65

125

definisi manajemen pendidikan Islam dan bahan dasar manajemen pendidikan

Islam untuk membedakan dari manajemen pendidikan pada umumnya. Hal

tersebut dikarenakan public relations merupakan bagian dari manajemen

pendidikan Islam.

Menurut Mujamil Qomar, manajemen pendidikan Islam adalah suatu

proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan

cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk

mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.117

Berdasarkan

definisi tersebut maka manajemen pendidikan Islam mempertimbangkan

bahan-bahan sebagai berikut:

a. Teks-teks wahyu baik al-Qur‟an maupun hadits yang terkait dengan

manajemen pendidikan.

b. Perkataan-perkataan (aqwâl) pada sahabat Nabi maupun ulama dan

cendikiawan Muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.

c. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.

d. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.

e. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.118

Selanjutnya penulis akan menjelaskan prinsip dan kaidah serta etika

public relations untuk mengantarkan pembahasan public relations dalam

manajemen pendidikan Islam

117

Qomar, Manajemen Pendidikan ..., hlm. 6 118

Ibid., hlm. 11-12.

126

1. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif Al-

Qur’an

Prinsip dan kaidah public relations yang terdapat dalam al-Qur‟an

adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan perkataan yang benar

ق ول ولي قولوا اللو ف ليت قوا عليهم خافوا ضعافا ذرية خلفهم من ت ركوا لو ينالذ وليخش (9) سديدا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang

mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S.al-Nisa‟/3: 9)119

Kata qawlan sadidan (perkataan yang benar) ini dalam

bahasanya al-Alusi adalah perkataan yang benar yang disertai lemah

lembut dan adab yang baik.120

Maka hendaknya dipahami oleh

seorang manajer bahwa dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada

publik hendaknya dilakukan dengan benar dan tidak kasar juga

dengan tata krama yang baik.

b. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami serta berbekas pada

pihak lain.

(63) بليغا ق ول أن فسهم ف لم وقل

....dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa

mereka. (Q.S.al-Nisa‟/3: 63)

119

Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), hlm. 79.

Selanjutnya buku referensi ini digunakan peneliti untuk pengambilan kutipan ayat dari al-Qur‟an. 120

Shihab al-Din al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma‟ani, juz 3, (Mauqi‟u al-Tafasir: Dalam

Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 444

127

Kata baliighan dalam ayat ini mengindikasikan kata atau

komunikasi yang membekas pada jiwa. Pakar tafsir al-Alusi

mengartikan kata ini dengan kata ma‟tsuran.121

Hal ini dapat dipahami

bahwa seorang praktisi humas hendaknya dalam berkata-kata atau

berkomunikasi mempunyai rasa atau membekas pada komunikan atau

publik. Maka selayaknya bagi praktisi menguasai etika dalam

melakukan public relations yang akan penulis bahas di bawah ini.

Komunikasi yang membekas adalah komunikasi yang

mempunyai rasa dalam jiwa dan dapat tersimpan dalam hati. Ibarat

orang yang mengatakan cinta yang dilakukan sepenuh hati, maka

orang yang dicintai akan selalu terngiang-ngiang dengan

perkataannya, bahkan sampai tidak dapat tidur karena selalu

memikirkan perkataan itu. Seorang manajer diharapkan dalam

berkomunikasi dilakukan dengan hati menuju ke hati agar komunikasi

yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh komunikan, ibarat

orang yang mengatakan cinta kepada kekasihnya.

c. Menggunakan komunikasi yang menyenangkan pihak lain

(23) كرميا ق ول لما وقل....

....dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Q.S. al-

Isra‟/17:23)

121

Ibid., hlm. 112

128

Kata kariˆman diartikan oleh al-Baidhawi dengan kata

jamiˆlan la sirasyata fiˆhi.122

Hal itu mengindikasikan bahwa

kariˆman adalah perkataan yang mulia yang tidak ada niat untuk

mencela komunikan. Maka implementasinya seorang manajer

hendaknya menggunakan kata-kata yang mulia dalam berkomunikasi,

terlebih lagi berkomunikasi dengan organisasi yang berada di atasnya.

Hal ini sesuai dengan peribahasa hormatilah dan muliakanlah orang

lain agar kamu dihormati dan dimuliakan orang lain.

d. Menggunakan bahasa komunikasi yang mulia (menghormati dan

menghargai pihak lain)

(28) ميسورا ق ول لم ف قل ت رجوىا بكر من رحة ابتغاء عن هم ت عرضن وإما

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari

Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka

ucapan yang pantas. (Q.S. al-Isra‟/17:28)

Kata maisuˆran di sini diartikan dengan perkataan yang lembut

yang menghormati orang lain namun dengan berharap rahmat allah.123

Dari sini terdapat prinsip bahwa seorang praktisi humas harus

menghormati orang lain dan juga senantiasa berharap rahmat Allah

ketika melakukan komunikasi agar tujuan komunikasi tersebut

berhasil.

122

Nashr al-Din al-Baidhawi, Tafsir Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta‟wil, juz 3, (Mauqi‟u

al-Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 415 123

Ibid., hlm. 419

129

e. Menggunakan bahasa komunikasi yang agung dan memuliakan pihak

lain.

(40) يماعظ ق ول لت قولون إنكم إناثا الملئكة من واتذ بالبني ربكم أفأصفاكم

Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki

sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para

malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata

yang besar (dosanya). (Q.S. al-Isra‟/17:40)

Implikasinya bahwa seorang praktisi humas harus biasa

menggunakan kata-kata yang mempunyai daya tarik dalam moments-

moments tertentu. Tapi jangan menggunakan secara terus menerus

kata-kata tersebut, karena akan menimbulkan kesulitan pemahaman

bagi masyarakat umum.

f. Menggunakan bahasa komunikasi yang baik

(5) معروفا ق ول لم وقولوا

dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Q.S.al-

Nisa‟/3:5)

Kata ma‟rufan dalam bahasa ushul fiqih berarti kebaikan yang

dinilai oleh masyarakat sekitar. Sedangkan dalam penafsiran Ibn

Katsir, berarti kebaikan dalam rangka menjalin persaudaraan.124

Maka

untuk menjalin komunikasi public relations yang baik, seorang

praktisi harus bisa menyesuaikan komunikasinya dengan keadaan

masyarakat tersebut dan dilakukan dengan lemah lembut.

124

Abu al-Fida' Isma'il ibn Umar al-Dimasqa, Tafsir al-Qur'an Adzim, juz 2, (Mauqi'u al-

Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 215

130

g. Menggunakan bahasa yang lemah lembut

(44) يشى أو ي تذكر لعلو لي نا ق ول لو ف قول

maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."(Q.S.Taha/20: 44)

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam berbicara

harus dilakukan dengan lemah lembut walaupun dengan lawan

sekalipun. Lemah lembut tapi mempunyai rasa yang kuat di hati. Jadi

istilahnya dengan menggunakan kata-kata yang lembut tapi

menghanyutkan. Seperti yang dilakukan oleh seorang wanita.

Kelembutan wanita kadang bisa mengalahkan keperkasaan seorang

laki-laki.

h. Menggunakan sistem kelompok atau kerjasama dengan pihak lain

dalam suatu urusan (terorganisir, ter-manage)

يعا انفروا أو ث بات فانفروا حذركم خذوا اآمنو الذين أي ها يا (71) ج

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah

(ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah

bersama-sama! (Q.S.al-Nisa‟/3:71)

Hal ini berarti dalam melakukan public relations tidak dapat

dilakukan secara sendiri-sendiri atau personal, namun harus dinaungi

oleh organisasi, sebagaimana perkataan (qawl) dari Sayyidina Ali bin Abi

Thalib.125

بالنظام الباطل ي غلبو نظام بل الق“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan

yang diorganisir.”

125 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga

Pendidikan Islam, ( Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 25

131

Qawl ini mengingatkan kita tentang pentingnya berorganisasi

dan sebaliknya bahayanya suatu kebenaran yang tidak diorganisir

melalui langkah-langkah yang kongkrit dan strategi-strategi yang

mantap. Maka tidak ada garansi bagi perkumpulan apa pun yang

menggunakan identitas Islam meski memenangkan pertandingan,

persaingan maupun perlawanan jika tidak dilakukan pengorganisasian

yang kuat. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan teologi

malainkan murni pengorganisasian.

Oleh karena itu, qawl yang berasal dari Sayyidina Ali ini

memberikan inspirasi tentang pendidikan berorganisasi. Dari sisi

wadah, organisasi memayungi manajemen yang berarti organisasi

lebih luas daripada manajemen, tetapi dari sisi fungsi, organisasi

(organizing) sebagai bagian dari fungsi manajemen, yang berarti

organisasi lebih sempit daripada manajemen.

ىو ربك إن أحسن ىي بالت وجادلم السنة والموعظة بالكمة ربك سبيل إل ادع (125) بالمهتدين أعلم وىو سبيلو عن ضل نب أعلم

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah126

dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.al-Nahl/16: 125)127

Dari ayat ini dapat diambil pelajaran, bahwa seorang manajer

yang melakukan public relations harus mampu bermasyarakat dan

126

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak

dengan yang bathil 127

Al-Qur‟an…, hlm. 282

132

mengajak masyarakat dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Secara

etimologi hikmah adalah bentuk masdar dari hakama, yang berarti

kebijaksanaan. Dan dalam al-Qur'an, kata hikmah ini tertera sebanyak

20 kali dalam 19 ayat termuat dalam 11 surah, yaitu Q.S. al-

Baqarah/2:129, 151, 231, 269, Q.S. Ali Imran/3:48, 81, 164, Q.S. al-

Nisa/4:54, 113, Q.S. al-Maidah/5:11, Q.S. al-Nahl/16:125, Q.S. al-

Isra'/17:39, Q.S. Luqman/31:12, Q.S. al-Ahzab/33:20, 34, Q.S. Al-

Zuhruf/43:63, Q.S. al-Qamar/54:5, Q.S. al-Jumu'ah/62:2. Namun

sebagaimana dikutip Miftahul Huda, dari tafsir Mafaˆtihul Ghaib,

pendapat Muqatil menyatakan bahwa secara umum kata hikmah yang

tertera dalam al-Qur'an memiliki empat makna, yaitu: nasehat-nasehat

al-Qur'an (Q.S. al-Nisa'/4:114), pemahaman dan pengetahuan (Q.S.

Luqman/31:12), kenabian (Q.S. al-Nisa'/4:57) dan rahasia-rahasia al-

Qur'an (Q.S.al-Nahl/16:125).128

Sementara menurut terminologi, terdapat berbagai penafsiran,

antara lain: Quraish Shihab, mengemukakan bahwa arti hikmah adalah

mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan

maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah

ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung

oleh ilmu.129

128

Huda, Interaksi Pendidikan...., hlm. . 193 129

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an Vol 11,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. .121. Hal ini sama dengan pendapat al-Razi, yaitu beramal

dengan ilmu, lihat Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, juz 12, (Mauqi'u al Tafasir:

Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 266

133

Menurut Mujahid, hikmah adalah pemahaman, akal, benar

dalam perkataan dan bukan kenabian.130

Menurut Baghawi, akal,

pengetahuan dan aplikasinya dan benar dalam perbuatan.131

Menurut

Jumhur ulama, pemahaman dan akal.132

Menurut al-Nasafi, benar

dalam perbuatan dan perkataan.133

Sedangkan menurut Abu Hayyan

adalah perkataan yang dijadikan nasehat, diingat-ingat dan dipikirkan

oleh manusia.134

Menurut Ibn Katsir, pemahaman, pengetahuan dan

pengungkapan.135

Menurut sebagian ulama, kesempurnaan jiwa

manusia dengan mengambil ilmu teoritis sebagai landasan gerak

menuju kesempurnaan perbuatan sesuai dengan kemampuannya.136

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

hikmah mencakup benar pada pengetahuan atau ilmu, pemahaman,

perkataan dan perbuatan sehingga menjadikan seseorang tersebut

mampu beramal dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Dari pemahaman ayat ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa

seorang manajer yang melakukan public relations harus mempunyai

pengetahuan atau ilmu, pemahaman, perkataan dan perbuatan

sehingga menjadikan seseorang tersebut mampu beramal dan

menempatkan sesuatu pada tempatnya supaya dapat mengajak

masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.

130

Al-Thabari, Tafsir al-Jami' ....juz 20, hlm. 136 131

Al-Baghawi, Mu'allim al-Tanzil.... juz 6, hlm. 286. 132

Ibid. 133

Al-Nasafi, Madarik al-Tanzil.....juz 3, hlm. 106. 134

Abu Hayyan, Tafsir Bakhr al-Mukhit..., juz 9, hlm. 101 135

Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an....,juz 6, hlm. 335. 136

Nashir al-Din al-Baidhawi, Anwar al-Tanzil wa asrari al-Ta'wil, juz 4, (Mauqi'u al

Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 492.

134

فاعف حولك من لن فضوا القلب غليظ فظا كنت ولو لم لنت اللو من رحة فبما يب اللو إن اللو على ف ت وكل عزمت ذافإ المر ف وشاورىم لم واست غفر عن هم

(159) المت وكلي

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu

maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.137

Kemudian

apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada

Allah.. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada-Nya.(Q.S.Ali Imran/3:159)138

Ayat ini menunjukkan perintah musyawarah. Musyawarah untuk

mencapai mufakat merupakan salah satu cara atau alat yang ampuh untuk

mengatasi konflik dalam suatu organisasi dan juga merupakan salah satu

kaidah dari public relations. Musyawarah berasal dari kata syawara-

yusyawiru yang berarti saling memberi dan meminta nasihat atau saran.

Imam al-Tabrasi mendefinisikan term as-syura sebagai diskusi untuk

menemukan hak. Sedangkan Raqib al-Asfahani menegaskan bahwa

syura adalah upaya menemukan pemikiran yang selaras dengan pendapat

orang banyak. Ibn Arabi dalam bukunya, Ahkam Al-Qur‟an menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan as-syura adalah pertemuan yang

mendiskusikan silang pendapat untuk menemukan pemikiran terbaik.139

Dengan demikian, esensi musyawarah adalah proses pengambilan

137

Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,

ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya 138

Al-Qur‟an…, hlm. 72 139

Ibn Arabi, Ahkam al-Qur‟an, juz 6, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-

Samilah, 2005), hlm. 79.,

135

keputusan yang melibatkan orang banyak demi menghasilkan keputusan

yang terbaik bagi masyarakat atau demi kebaikan bersama.140

Maka konsekuensinya seorang manajer yang melakukan public

relations harus rajin-rajin untuk bermusyawarah dengan masyarakat dan

mendengarkan ide-ide masyarakat juga mensosialisasikan program dari

lembaga pendidikan tersebut.

Etika berasal dari bahasa Inggris: ethic, latin: ethicus, yunani:

ethicos adalah himpunan azas-azas moral yang berkaitan dengan perilaku

salah dan benar.141

Dalam Islam etika ini dinamakan akhlak. Akhlaq

bentuk jama' dari khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat

kebiasaan.142

Menurut Quraish Shihab, "Kata akhlak walaupun terambil

dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan

bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur'an.

143". Yang terdapat dalam al-Qur'an adalah kata khuluq, yang merupakan

bentuk mufrad dari kata akhlak.

Akhlak adalah kelakuan yang ada pada diri manusia dalam

kehidupan sehari-hari. Maka dari itu ayat di atas ditunjukkan kepada

Nabi Muhammad yang mempunyai kelakuan yang baik dalam kehidupan

yang dijalaninya sehari-hari. Jika dilihat dari tinjauan terminologis,

terdapat berbagai pengertian antara lain sebagaimana al-Ghazali, yang

dikutip Abidin Ibn Rusn, menyatakan: "Akhlak adalah suatu sikap yang

140

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3884_0_3_0_M 141

Marfu‟ah, dkk, Dasar-Dasar..., hlm. 48 142

Sahilun A.Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al Akhlas, tt), hlm. 14. 143

Quraish Shihab, Wawasan Al Qur'an: Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai Persoalan Umat,

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003), hlm. 253.

136

mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan

mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan"144

. Ibn

Maskawaih, sebagaimana dikutip Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga,

memberikan arti akhlak adalah "Keadaan jiwa seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui

pertimbangan pikiran (lebih dulu)"145

. Bachtiar Afandie, sebagaimana

dikutip Isngadi, menyatakan bahwa "akhlak adalah ukuran segala

perbuatan manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang tidak

baik, benar dan tidak benar, halal dan haram."146

Sementara itu Akhyak

dalam Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, mengatakan, bahwa

"akhlak adalah sistem perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam

ucapan, sikap dan perbuatan"147

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak

adalah keadaan jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan tanpa melalui

pemikiran dan pertimbangan yang diterapkan dalam perilaku dan sikap

sehari-hari. Berarti akhlak adalah cerminan keadaan jiwa seseorang.

Apabila akhlaknya baik, maka jiwanya juga baik dan sebaliknya, bila

akhlaknya buruk maka jiwanya juga jelek. Adapun etika public relations

yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut:

144

Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), hlm. 99. 145

Zahruddin AR, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004), hlm. 4. 146

Isngadi, Islamologi Populer, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), hlm. 106. 147

Akhyak, Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 175.

137

a. Amanah

تكموا أن الناس ب ي حكمتم وإذا أىلها إل المانات وات ؤد أن يأمركم اللو إنيعا كان اللو إن بو يعظكم نعما اللو إن بالعدل (58) بصريا س

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar

lagi Maha melihat. (Q.S.al-Nisa‟/4:58)

b. Menepati janji

.....بالعقود أوفوا آمنوا الذين أي ها يا

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad148

itu....(Q.S.al-

Maidah/5:1)

c. Benar

ف وجاىد الخر والي وم باللو آمن كمن الرام المسجد وعمارة الاج سقاية أجعلتم (19) الظالمي القوم ي هدي ل واللو اللو عند يست وون ل اللو سبيل

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang

mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram kamu samakan

dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian

serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan

Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.149(Q.S.al-

Taubah/9:19)

d. Ikhlas

وذلك الزكاة وي ؤتوا الصلة ويقيموا حن فاء الدين لو ملصي لوال لي عبدوا إل أمروا وما (5) القيمة دين

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)

agama yang lurus,150

dan supaya mereka mendirikan shalat dan

148

Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang

dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya 149

Ayat ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum Para haji dan

mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah 150

Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan

138

menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang

lurus.(Q.S.al-Bayyinah/98:5)

e. Adil

والب غي والمنكر الفحشاء عن وي ن هى القرب ذي وإيتاء حسانوال بالعدل يأمر اللو إن

(90) تذكرون لعلكم يعظكم

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi

pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

(Q.S.al-Nahl/16:90)

f. Sabar

لونكم شروب والثمرات والن فس الموال من ون قص والوع الوف من بشيء ولنب

(156) راجعون إليو وإنا للو إنا قالوا مصيبة أصاب ت هم إذا الذين (155) الصابرين

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit

ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan

berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)

orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:

"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.151

(Q.S.al-Baqarah/2:155-

156)

g. Kasih sayang

(17) بالمرحة وت واصوا بالصب وت واصوا آمنوا الذين من كان ث

Dan Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling

berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.

(Q.S.al-Balad/90:17)

151

Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.

kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan

menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil

139

h. Pemaaf

ف والمهاجرين والمساكي القرب أول ي ؤتوا أن والسعة منكم الفضل أولو يأتل ول (22) رحيم غفور واللو لكم اللو ي غفر أن تبون أل وليصفحوا ولي عفوا اللو سبيل

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan

kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan

memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang

miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan

hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu

tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.152(Q.S. al-Nur/24:22)

i. Kuat

(139) مؤمني كنتم إن العلون وأن تم تزنوا ول تنوا ول

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih

hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya),

jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S.ali Imron/3: 139)

j. Memelihara kesucian diri

(10) دساىا من خاب وقد (9) زكاىا من أف لح قد

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan

Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S.al-

Syams/91: 9-10)

Demikian beberapa prinsip, kaidah dan etika public relations

yang diambil dari al-Qur‟an. Maka seorang manajer yang melakukan

152

Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi

apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong

tentang diri 'Aisyahlm. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan

menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas

perbuatan mereka itu.

140

public relations harus menggunakan kaidah dan prinsip tersebut juga

bertindak sesuai dengan etika tersebut jika ia ingin berhasil untuk

menarik partisipasi masyarakat.

2. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif Al-

Hadits

Sebagian prinsip dan kaidah, serta etika public relations yang

terdapat dalam al-hadits adalah sebagai berikut:

a. Menerapkan musyawarah untuk mufakat

تتمع ل أمت إن ي قول وسلم عليو اللو صلى اللو رسول سعت ي قول مالك بن أنس153العظم بالسواد ف عليكم اختلفا رأي تم فإذا ضللة على

Artinya: Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya umatku tidak

dibenarkan untuk berkumpul dalam satu kebatilan, apabila

menemukan perbedaan selesaikanlah dengan syawadhil a‟dham

(musyawarah untuk mufakat).

اللو صلى اللو رسول من لصحابو ورةمش أكث ر أحدا رأيت ما قال ىري رة أب عن154وسلم عليو

Artinya: Dari Abu Hurairah berkata Aku tidak menemukan orang lain

yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabatnya selain

Rasulullah SAW.

b. Menghormati, menghargai dan mengakui hak asasi manusia

153

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz 11, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah

al-Syamilah, 2005), hlm. 442. Sanadnya adalah

ث نا مشقي عثمان بن العباس حد ث نا الد ث نا مسلم بن الوليد حد ثن السلمي رفاعة بن معان حد قال العمى خلف أبو حد مالك بن أنس سعت

154 al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Juz 6, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-

Syamilah, 2005), hlm. 312. Hadits tersebut lengkapnya:

ث نا ث نا ىناد حد ا قال اللو عبد عن عب يدة أب عن مرة بن عمرو عن العمش عن عاويةم أبو حد وجيء بدر ي وم كان لم وف عيسى أبو قال طويلة الديث ىذا ف قصة فذكر السارى ىؤلء ف ت قولون ما وسلم عليو اللو صلى اللو رسول قال بالسارى

رأيت ما قال ىري رة أب عن وي روى أبيو من يسمع ل عب يدة وأبو حسن حديث وىذا ىري رة وأب وأنس أيوب وأب عمر عن الباب وسلم عليو اللو صلى اللو رسول من لصحابو مشورة أكث ر اأحد

141

المسلم قال وسلم عليو اللو صلى النب عن عن هما اللو رضي عمرو بن اللو عبد عن 155عنو اللو ىن ه ما ىجر من والمهاجر ويده لسانو من المسلمون سلم من

Artinya: Dari Abd Allah bin „Amr RA, dari Rasulullah SAW berkata:

Orang Islam yang sempurna adalah orang yang apabila orang-orang

muslim (di dekatnya) selamat dari lisannya dan tangannya

(kekuasaannya), dan orang yang hijrah yaitu orang yang hijrah dari

sesuatu yang dilarang Allah.

ل واللو ي ؤمن ل واللو منؤي ل واللو قال وسلم عليو اللو لىص النب أن شريح أب عن156ب وايقو جاره يأمن ل الذي قال اللو رسول يا ومن قيل ي ؤمن

Artinya: Dari Abu Syuraih: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda; demi

Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak

beriman. Dikatakan, siapa hai rasul? Nabi berkata: orang yang

tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya (tipu dayanya).

c. Menggunakan perkataan yang baik

ا اللو معصية ف طاعة ل وقال حسنا ق ول للخرين وقال.... ف الطاعة إن157المعروف

Artinya: …Nabi berkata kepada sahabat yang lain dengan perkataan

yang baik, dan Nabi berkata: tidak ada ketaatan pada maksiat kepada

Allah dan sesungguhnya ketaatan itu hanya pada sesuatu yang baik.

d. Menggunakan bahasa yang lugas

158شديدا ق ول لو وقال...

155

Muhammad al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-

Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 65. Sanad hadits tersebut adalah

ث نا ث نا قال إياس أب بن آدم حد الشعب عن خالد أب بن وإساعيل السفر بأ بن اللو عبد عن شعبة حد156

Ibid., juz 18, hlm. 433. Sanad hadits tersebut:

ث نا ث نا علي بن عاصم حد سعيد عن ذئب أب ابن حد157

Muslim, Shahih Muslim, juz 9, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-

Syamilah, 2005), hlm. 371. Sanad hadits tersebut adalah:

ث نا د حد ث نا قال المث ن لبن واللفظ بشار وابن المث ن بن مم ث نا جعفر بن ممد حد بن سعد عن زب يد عن شعبة حد علي نع الرحن عبد أب عن عب يدة

158 Ibid., juz 8, hlm. 496. Sanad hadits tersebut adalah:

142

Artinya…Nabi berkata kepada laki-laki tersebut dengan perkataan

yang lugas…

e. Menggunakan bahasa penjelasan

تو عن حصي بن يي عن عت ها قال الصي أم جد اللو رسول مع حججت قولت س ق ول وسلم عليو اللو صلى اللو رسول ف قال قالت الوداع حجة وسلم عليو اللو صلىعتو ث كثريا ....ي قول س

159

Artinya: Dari Yahya ibn Husain dari neneknya, yaitu ummu al-

Husain. Yahya berkata: saya mendengar nenek saya berkata: “saya

melaksanakan haji wada‟ bersama Nabi Muhammad saw”. Ummu al-

Husain berkata: Rasulullah bersabda. dengan perkataan yang banyak

(penjelasan) kemudian saya mendengarkan beliau bersabda…

Demikian beberapa prinsip dan kaidah serta etika public relations

dalam perspektif al-hadits. Sebenarnya masih banyak prinsip, kaidah serta

etika public relations dalam al-hadits. Tapi di sini bukan tempatnya

mengeksplore prinsip dan kaidah serta etika tersebut.

F. Public Relations di Pondok Pesantren Salafiyah

Public relations di pondok pesantren salafiyah adalah hubungan

antara pondok pesantren dengan masyarakat. Pesantren membangun sinergi

dengan masyarakat, baik dalam hal menjaga citra dalam masyarakat juga

menjalin kesinambungan antara pondok pesantren dengan masyarakat. Kalau

berbicara mengenai pondok pesantren, maka kurang tepat apabila belum

membicarakan pengertian pondok pesantren terlebih dahulu, baik ditinjau dari

segi asal kata maupun elemen-elemennya. Walaupun pembicaraan tersebut

ث نا ر شيبة أب بن بكر وأبو السعدي حجر بن علي حد ث نا قالوا حرب بن وزىي أب عن أيوب عن علية ابن وىو إسعيل حد حصي بن عمران عن المهلب أب عن قلبة

159 Ibid., juz 9, hlm. 369

143

tidak mendalam dan hanya sekilas saja. Istilah pondok berasal dari pengertian

asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang

dibuat dari bambu atau berasal dari bahasa Arab fundug, yang berarti hotel

atau asrama.160

Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri161

,

dengan awalan pe- dan akhiran–an yang berarti tempat para santri. Sedangkan

menurut Nurcholish Madjid terdapat dua pendapat tentang arti kata “santri”

tersebut. Pertama, pendapat yang mengatakan beradal dari kata “shastri”,

yaitu sebuah kata sanskerta yang berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang

mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa jawa “cantrik” yang

berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru itu

pergi menetap.162

Nama “pesantren” sering kali dikaitkan dengan kata

“santri” yang mirip dengan istilah bahasa india “shastri” yang berarti orang

yang mengetahui buku–buku suci agama Hindu atau orang yang ahli tentang

kitab suci.163

Selanjutnya kata pondok dan kata pesantren digabung menjadi satu

sehingga membentuk pondok pesantren. Pondok pesantren menurut Arifin

adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui

160

Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi pandangan Hidup kyai (jakarta; LP3ES,

1994), hlm. 18 161

Dalam penelitiannya, Clifford geertz berpendapat, kata santri mempunyai arti luas dan

sempit. Dalam arti sempit santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok

atau pesantren. Oleh sebab itu perkataan pesantren diambil dari perkataan santri yang berarti

tempat untuk para santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah bagian penduduk Jawa yang

memeluk Islam secara benar-benar, bersembahyang, pergi ke masjid dan berbagai aktifitas

lainnya. Lihat Clifford Geertz, Abangan Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab

Mahasin, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), hlm. 268. Lihat juga Imron Arifin, Kepemimpinan

Kiai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press, 1993), hlm. 4 162

Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 2006), hlm. 21. Lihat

juga Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Tradisional,

(Ciputat Press: Jakarta, 2002), hlm. 62 163

Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta : Logos

Wacana Ilmu, 2002), hlm. 94 lihat juga dalam Dhofier, Tradisi pesantren..., hlm. 18

144

masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri

menerima pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang

sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau

beberapa orang kiai dengan cirri-ciri khas yang bersifat karismatik serta

independent dalam segala hal.164

Sedangkan Zuhairini memberikan definisi mengenai pondok pesantren

adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan

sekaligus diasramakan di tempat itu.165

Sedangkan Mahpuddin Noor

memberikan definisi pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam

yang minimal terdiri dari tiga unsur, yaitu Kiai/ustadz yang mendidik serta

mengajar, masjid dan pondok atau asrama.166

Dari berbagai definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa

pondok pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam yang dipimpin

oleh seorang Kiai yang mempunyai karismatik dan bersifat independent

dimana santri disediakan tempat untuk menginap.

Jika ditelusuri secara lebih mendalam, maka akan ditemukan statemen

bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia

yang berasal dari pribumi.167

Sebelum membahas lebih jauh mengenai asal

usul pesantren, maka terlebih dahulu penulis akan membahas mengenai

pendiri pesantren pertama kali. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa

164

M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm. 240 165

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 212 166

Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren: Lintasan Sejarah, Perubahan dan

Perkembangan Pondok Pesantren, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 19 167

Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan

Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Islam, 2003), hlm. 7

145

asal usul kapan persisnya kemunculan pesantren di Indonesia belum bisa

diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal

Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan

lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya. Namun, memang banyak

pihak yang menyebut –dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang

banyak mengamati kondisi masyarakata Jawa, Pigeud dan de Graaf–

pesantren sudah ada semenjak abad ke 16.168

Dari catatan sejarah, lembaga pendidikan pesantren tertua adalah

Pesantren Tegalsari di Ponorogo, yang didirikan pada tahun 1724. Namun

sekitar seabad kemudian, yakni melalui survei Belanda tahun 1819, tampak

sekali bahwa pesantren tumbuh dan berkembang secara sangat pesat,

terutama di seluruh pelosok Pulau Jawa. Survei itu melaporkan lembaga

pendidikan ini sudah terdapat di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu,

Surabaya, Madiun, dan Ponorogo. Melihat data itu Martin Van Bruinessen

yakin bahwa sebelum abad ke 18 atau sebelum berdirinya Pesantren Karang,

belum ada lembaga yang layak disebut pesantren. Yang ada hanyalah tempat

pengajaran perorangan atau perorangan biasa atau tidak terstruktur.

Pada fakta lain, dalam Serat Centhini, memang sempat disebutkan

bahwa tokoh Jayengresmi yang hidup sezaman dengan Sultan Agung

Mataram, yaitu pada paruh Abad ke-17, mempunyai lembaga pendidikan

pesantren. Tapi ini diragukan karena serat Centhini baru disusun pada awal

abad ke-19. Sedangkan, `klaim‟ lain bahwa pesantren sudah berdiri sejak ke-

168

www.Google.com sejarah pesantren di Indonesia

146

16169

atau seiring masuknya Islam di Banten sudah ada pesantren yang

disebut Perguruan Karang, juga diragukan.

Saridjo sebagaimana dikutip Arifin, berpendapat bahwa pondok

pesantren tertua di Jawa Timur (sejak masa perubahan) ialah pondok

pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH.Hasyim Asy‟ari.170

Pesantren ini

merupakan pesantren yang paling berpengaruh di Jawa dalam abad ke 20171

dan merupakan kiblatnya pesantren di Jawa dan Madura, sekalipun fakta

sejarah menunjukkan bahwa pondok pesantren tertua di Jawa Timur yang ada

sampai sekarang ini, yang keberadaannya dicatat dalam Serat Centhini yang

ditulis pada abad ke-18 adalah pesantren Sidosermo di Surabaya dan

pesantren Tegalsari di Ponorogo.172

Mengenai pendiri pesantren, sebagian ahli sejarah menyebutkan

bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pesantren pertama kali

di Jawa.173

Sementara itu, Said dan Affar, sebagaimana dikutip oleh Mujamil,

menyatakan bahwa Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri

pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya.174

Bahkan Kiai Machrus

Ali menginformasikan bahwa disamping Raden Rahmat di Surabaya, ada

yang mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati di Cirebon sebagai pendiri

169

Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Kurnia Kalam,

2005), hlm. 106 170

Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. 171

Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 103 172

Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. Lihat juga Harits Daryono Ali Haji, Dari

Majapahit Menuju Pondok Pesantren: Santri-Santri Negarawan Majapahit sebelum Wali Songo

dan Babad Pondok Tegalsari, (Tulungagung: Surya Alam Mandiri, 2009). 173

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,

1985), hlm. 231 174

Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi

Institusi,(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 8

147

pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam

khalwat, beribadah secara istiqamah untuk bertaqarrub kepada Allah.175

Dari berbagai pendapat tersebut, penulis lebih memilih pendapat yang

menyatakan bahwa pendiri pesantren pertama kali adalah Syaikh Maulana

Malik Ibrahim dengan alasan bahwa beliau adalah penyebar Islam pertama

kali di Jawa yang melakukan akulturasi kebudayaan dan merupakan peletak

dasar pertama sendi-sendi berdirinya pesantren.

Sebagai model pendidikan yang mempunyai karakter dan ciri khusus

dan berbeda dengan yang lain, maka sistem pondok pesantren ini telah

mengundang berbagai macam spekulasi. Teori pertama menyebutkan bahwa

pondok pesantren merupakan bentuk adapasi terhadap pendidikan Hindu dan

Budha sebelum Islam datang.176

Sistem tersebut diberi nama Mandala.177

Teori kedua mengklaim bahwa pesantren berasal dari India. Ini

dikarenakan persamaan madzhab yang dianut antara Islam di pesantren

dengan yang berkembang di daerah Gujarat, yaitu madzhab Syafi‟i. Di

samping itu, India merupakan daerah transit para penyebar Islam di

Indonesia. Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok pesantren

ditemukan di Baghdad.178

Teori ini diilhami oleh perkembangan madrasah

175

Machrus Ali “Hakekat Cita Pondok Pesantren” dalam Soeparlan Soeryopratondo dan

M. Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT Paryu Burkah, tt), hlm. 40 176

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj. Butche B. Soendjojo,

(Jakarta: P3M, 1986), hlm. 100. 177

Haji, Dari Majapahit …, hlm. 171. Disebutkan mandala adalah suatu wanasrama yang

berisi bangunan tempat sang Resi atau Dewaguru yang disebut tapowana atau pajaran. Karena tata

letak kompleks bangunan yang konsentris maka bisa jadi wanasrama itulah yang disebut mandala. 178

George Makdisi yang dikutip Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 80

148

Nidzamiyah yang ada di Baghdad. Pesantren merupakan system pendidikan

pengadopsian dari Madrasah Nidzamiyah.

Teori keempat menyatakan bahwa model pondok pesantren

merupakan perpaduan Hindu budha dan India179

. Ini merupakan perpaduan

dari teori pertama dan kedua yang mengalami akulturasi. Teori kelima

mengungkapkan bahwa model pondok pesantren berasal dari perpaduan dari

kebudayaan Hindu Budha dan Arab. Di sini terdapat akulturasi kebudayaan

Hindu Budha yang bernama Mandala dengan kegiatan pendidikan yang

dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mendidik sahabatnya dengan

membentuk halaqah, dimana beliau mengambil tempat mula-mula di bukit

yang jauh dari keramaian.180

Teori keenam menegaskan bahwa model pondok pesantren merupakan

perpaduan dari India dan orang Islam Indonesia.181

Ini berarti pondok

pesantren merupakan lembaga asli karya orang Islam Indonesia dan ciri khas

Islam di Indonesia. Penyebar Islam dari Arab yang singgah di India hanya

memfasilitasi berdirinya pondok pesantren dengan mengadopsi budaya India.

Teori ketujuh menilai bahwa model pesantren adalah perpaduan dari model

timur tengah, India dan tradisi local yang lebih tua.182

Teori ini menyatakan

bahwa pondok pesantren merupakan akulturasi dari ketiga budaya, baik

budaya penyebar Islam maupun budaya masyarakat lokal.

179

Qomar, Pesantren…, hlm. 10 180

Dawam Rahardjo, “Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan” dalam Dawam Rahardjo

(ed), Pesantren dan Pembaharuan, (t.kp: LP3ES,1995), hlm. 32 181

Qomar, Pesantren…, hlm. 10 182

Ibid.

149

Terdapat lima elemen dasar yang mutlak ada dalam sebuah tradisi

pondok pesantren. Lima elemen tersebut antara lain: pondok sebagai asrama

santri, masjid sebagai sentral peribadatan dan pendidikan Islam, santri,

pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.183

a. Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan

Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di

bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang dikenal dengan sebutan

kiai. Pondok, asrama bagi santri merupakan ciri khas tradisi pesantren,

yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-

masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam negara-negara

lain.184

Kata pondok berarti kamar, gubuk, rumah kecil yang dalam bahasa

Indonesia menekankan kesederhanaan bangunan.185

Tetapi ada juga yang

mengatakan bahwa pondok itu berasal dari bahasa Arab funduq yang

berarti ruang tidur, wisma, atau motel sederhana.186

Dahulu memang

tempat asrama bagi para santri tersebut merupakan tempat yang sederhana,

namun sekarang telah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman,

sehingga memunculkan berbagai tipologi pondok pesantren.

b. Masjid

183

Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 44. Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 5-6 184

Ibid., (Tradisi Pesantren), hlm. 45 185

Ziemek, Pesantren..., hlm. 18 186

Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 6

150

Menurut Sidi Gazalba, dilihat dari segi harfiah, perkataan masjid

berasal dari kata bahasa Arab. Masjid berasal dari pokok sujudan, dengan

fi‟il madli sajada yang berarti tempat sujud atau tempat sembahyang, dan

karena berupa isim makan, maka diberi awalan “ma” yang kemudian

berubah kata menjadi masjidu. Umumnya dalam bahasa Indonesia huruf

“a” menjadi “e”, sehingga kata masjid ada kalanya disebutkan dengan

mesjid.187

Sependapat dengan Sidi Gazalba, Wahyudin Sumpeno

memberikan pengertian masjid secara harfiah sebagai kata yang berasal

dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan, masjidun yang berarti tempat

sujud atau tempat shalat, sehingga masjid mengandung pengertian tempat

melaksanakan kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat lima

waktu yang diperintahkan Allah SWT. Pengertian lain tentang masjid,

yaitu seluruh permukaan bumi, kecuali kuburan adalah tempat sujud atau

tempat beribadah bagi umat Islam.188

Dalam pendapat yang lain, menurut

Yusuf al-Qardhawi, “masjid adalah rumah Allah SWT, yang dibangun

agar umat mengingat, mensyukuri, dan menyembah-Nya dengan baik”.189

Lembaga-lembaga pesantren di jawa memelihara tradisi

tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah yang belum begitu

terkontaminasi dengan pengaruh, dapat ditemukan kiai yang selalu

187

Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,

Cetakan V, 1989), hlm. 118. 188

Wahyudin Supeno, Perpustakaan Masjid, Pembinaan dan Pengembangannya,ed. Abdul

Hamid, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 1. 189

Yusuf Al-Qardhawi, Tuntunan Membangun Masjid, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, ed.

Darmadi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 7.

151

memberikan wejangan kepada muridnya di masjid. Masjid merupakan

elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai

tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam

praktek sembahyang lima waktu, khutbah, shalat jum‟ah dan pengajaran

kitab-kitab Islam klasik. Dalam pesantren, kedudukan masjid sebagai pusat

pendidikan yang merupakan manifestasi universalisme dari sistem

pendidikan Islam tradisional.190

c. Santri

Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami

agama di pesantren.191

Para santri tinggal di pondok yang menyerupai

asrama. Mereka melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci, memasak

dan lain sebagainya di tempat tersebut.

Dhofier, sesuai dengan pengamatannya, membagi santri menjadi

dua kelompok, yaitu:

1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh

dan menetap dalam kelompok pesantren.

2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di

sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.

Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik

(nglajo) dari rumahnya sendiri.192

d. Pengajaran kitab-kitab klasik

190

Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 49 191

Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 11 192

Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 51-52

152

Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan salah satu elemen yang

tak terpisahkan dari sistem pesantren. Bahkan ada seorang peneliti yang

mengatakan, sebagaimana yang dikutip Arifin, apabila pesantren tidak lagi

mengajarkan kitab-kitab kuning, maka ke-asli-an pesantren itu semakin

kabur, dan lebih tepat dikatakan sebagai sistem perguruan atau madrasah

dengan sistem asrama daripada sebagai pesantren.193

Hal tersebut dapat

berarti bahwa kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai

dan faham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Kitab-kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna

kuning dengan memakai huruf arab dalam bahasa Arab, melayu, jawa dan

sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal, atau biasa disebut dengan

kitab gundul. Lembaran-lembarannya terpisah-pisah atau biasa disebut

dengan koras. Satu koras terdiri dari 8 lembar. 194

e. Kiai

Kiai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan dari bahasa Jawa.

Kata-kata kiai mempunyai makna yang agung, keramat dan dituahkan.

Untuk benda-benda yang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti

keris, tombak, dan benda lain yang keramat disebut kyai. Selain untuk

benda, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang lanjut usia, arif dan

dihormati di Jawa.195

Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kiai

dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai

193

Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 8 194

Ibid., hlm. 9 195

Ibid., hlm. 13. Lihat juga Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 55

153

muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta

menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran pandangan Islam

melalui kegiatan pendidikan.196

Jadi pada dasarnya kiai adalah sebutan

bagi orang yang ahli dalam pengetahuan Islam.

Kiai mutlak keberadaannya dalam sebuah pondok pesantren. Tanpa

adanya kiai, maka pesantren tersebut tidak dapat berjalan. Dalam sebuah

pesantren, kiai mempunyai otoritas penuh. Kiai biasanya mengajar kitab

kuning kepada santrinya dengan metode bandongan atau sorogan.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia

yang tetap memiliki daya tarik untuk diamati, diteliti dan didialogkan,

terlepas dari adanya kelemahan dan kelebihannya. Pesantren merupakan salah

satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional dan berciri

khusus, baik sistem pendidikan, sistem belajar maupun tujuan serta

fungsinya. Saat ini jumlah pesantren di Indonesia tidak kurang dari 7.000

buah dengan jumlah santri sekitar 11 juta orang dan jumlah tenaga pendidik

sekitar 150 ribu orang197

. Jumlah tersebut sangat strategis dan

menguntungkan bagi pembangunan bangsa Indonesia, terutama dalam era

globalisasi, dengan catatan jika potensi ini dapat diberdayakan secara

maksimal dan tidak mengalami kendala yang signifikan.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang

sejak awal berdirinya telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya

mencerdaskan bangsa, dan juga telah memberikan andilnya yang besar dalam

196

Ibid. 197

Pesantren di Indonesia, Jawa Pos, (31 Oktober 2006), hlm. 3

154

pembinaan dan pengembangan kehidupan umat Islam di Indonesia.198

Keberadaan pesantren selalu mendapat perhatian dan pengakuan dari

masyarakat. Para pengamat perkembangan masyarakat di Indonesia akan

mengakui bahwa pesantren telah berhasil melahirkan banyak pemimpin.

Tidak sedikit pemimpin-pemimpin negeri ini, baik pemimpin yang duduk

dalam pemerintahan atau bukan, besar ataupun kecil, yang dilahirkan oleh

pondok pesantren, misalnya Abdurrahman Wahid, Said Aqil Siradj, dan lain

sebagainya.

Catatan sejarah memang menunjukkan bahwa pesantren juga banyak

melahirkan pemimpin masyarakat, di samping mencetak kyai. Menurut E.

Shobirin Nadj, ada pesantren besar yang harum namanya karena dulu banyak

melahirkan kyai dan ada pula pesantren yang terkenal karena namanya selalu

dikaitkan dengan beberapa alumninya yang menjadi pemimpin masyarakat.

Tetapi sekarang, kemampuan pesantren untuk melahirkan calon kyai atau

pemimpin itu disangsikan. Bahkan belakangan ini, ada pesantren yang

dilanda masalah kepemimpinan ketika ditinggalkan kyai pendirinya karena

tidak adanya anak kyai yang sanggup meneruskan kepemimpinan ayahnya,

baik dari segi penguasaan, segi ilmu-ilmu keislaman maupun segi

pengelolaan kelembagaannya.199

Seperti pondok pesantren yang didirikan

oleh Mbah Saren di Solo. Mengenai kondisi pesantren ini, dulunya pesantren

198

A. Malik Fajar, “Sintesa Antara Perguruan Tinggi dan Pesantren”, dalam Nurcholis

Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan Madrasah dan Tantangan Modernitas,

(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 86 199

E. Shobirin Najd, “Perpektif Kepemimpinan dan Manajemen Pesantren”, dalam M.

Dawam Rahardo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M,

1985), hlm. 114

155

itu sangat terkenal tapi sekarang hanya jadi asramanya tukang jahit. Kalau

malam mereka di pesantren mengaji, wiridan dan sebagainya, paginya di

Pasar Klewer.

Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, disamping otoritas kiai

untuk membuat model-model sesuai dengan keinginannya, pesantren hingga

kini telah berkembang dengan berbagai variasinya, sehingga sulit

digeneralisir. Berbagai pesantren dalam berbagai variasi dan tipologinya

sekarang telah berkembang dengan pesat.

Variasi pesantren itu dapat dipandang dari berbagai sudut sehingga

menghasilkan kategorisasi yang rinci. (1) Dilihat dari segi rangkaian

kurikulumnya, pesantren dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren modern,

pesantren tahassus, dan pesantren campuran; (2) Dilihat dari segi kemajuan

berdasarkan muatan kurikulumnya, pesantren juga dibagi menjadi tiga

macam, ada pesantren paling sederhana, pesantren sedang, dan pesantren

paling maju; (3) Dilihat dari segi jumlah santri dan pengaruhnya, pesantren

dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren kecil, pesantren menengah, dan

pesantren besar; (4) Dilihat dari segi spesifikasi keilmuan, pesantren dibagi

menjadi empat macam, ada pesantren alat, pesantren fiqh, pesantren qira'ah,

dan pesantren tasawuf; (5) Dilihat dari segi jenis santri, pesantren dibagi

menjadi empat macam, ada pesantren khusus untuk anak-anak balita,

pesantren khusus orang tua, dan pesantren mahasiswa, ada pesantren umum;

(6) Dilihat dari segi kecenderungan pada organsiasi sosial keagamaan, ada

pesantren NU, pesantren Muhammadiyah, pesantren Persis, pesantren netral,

156

dan sebagainya, Gontor dan al-Yaqin termasuk pesantren yang netral itu; (7)

Dilihat dari segi sistem pendidikan yang dikembangkan ada tiga macam; (8)

Dilihat dari segi unsur-unsur pesantren ada lima macam; (9) Dilihat dari segi

kelembagaan yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi lima

kategori; dan (10) Dilihat dari segi keterbukaannya terhadap perubahan-

perubahan yang terjadi ada pesantren salafi dan khalafi.200

Jika dilihat dari unsur pesantren, pesantren dibagi menjadi 5 pola atau

tipe. Tipe pertama adalah yang sederhana, yaitu yang terdiri dari masjid dan

rumah Kiai. Kiai mempergunakan masjid atau rumahnya sebagai tempat

untuk mengajar. Dalam pondok pesantren ini, santri yang datang hanya santri

sekitar pesantren itu sendiri, dan rata-rata tidak menginap. Tipe kedua,

pesantren yang terdiri dari masjid, rumah Kiai dan asrama. Pesantren tipe

kedua ini memberi kesempatan santrinya untuk menginap. Tipe ketiga, terdiri

dari masjid, rumah Kiai, pondok dengan sistem wetonan dan sorogan. Pondok

pesantren tipe ketiga ini menyelenggarakan pendidikan formal dalam bentuk

klasikal. Tipe keempat, pondok pesantren ini selain memiliki komponen fisik

seperti tipe ketiga, juga memiliki tempat untuk pendidikan ketrampilan

seperti kerajinan, perbengkelan, sawah, ladang dan sebagainya. Tipe kelima,

pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren modern atau pondok

pesantren pembangunan. Tambahan bangunannya meliputi: perpustakaan,

dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah penginapan

tamu, ruang operation, dan sebagainya.201

200

Qomar, Pesantren…, hlm. 16-18 201

Dikutip dari Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 7

157

Istilah pesantren salafi dan khalafi pertama kali dipopulerkan oleh

Zamakhsyari Dhofier. Pertama, pesantren Salafi yang tetap mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren.

Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai

dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama tanpa mengenalkan

pengajaran pengetahuan umum. Masih cukup besar jumlah pesantren yang

mengikuti pola ini, yaitu pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri, pesantren

Maslahul Huda di Pati, dan pesantren Termas di Pacitan. Kedua, pesantren

Khalafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-

madrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe sekolah-sekolah umum

dalam lingkungan pesantren. Pondok pesantren Gontor tidak mengajarkan

lagi kitab-kitab Islam Klasik. Pesantren-pesantren besar, seperti Tebuireng

dan Rejoso di Jombang, telah membuka SMP, SMA dan Universitas, dan

sementara itu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.202

Distingsi pesantren salafi dan khalafi ini dapat memudahkan untuk

memahami variasi pesantren, tetapi masih menimbulkan masalah baru. Sebab

ada pesantren yang menamakan modern (khalafi) seperti Gontor ternyata

mengajarkan kitab Bidayat al-Mujtahid, sebuah kitab Fiqh Muqarani (Fiqh

perbandingan) yang ditulis Ibn Rusyd (1126-1198 M), sementara itu, periode

klasik terjadi 650-1250 M. Pada kejadian lain, ada pesantren yang

menamakan diri sebagai pesantren salafiyah, tetapi dulu mengajarkan

Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Bahasa Inggris seperti Pesantren

202

Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 41-42

158

Langitan Tuban, dan mengajarkan ilmu administrasi seperti pesantren

Lirboyo Kediri.

Pada perkembangan terakhir, sistem pendidikan pesantren telah

mengalami proses konvergensi dan sedikitnya dapat diklasifikasikan ke

dalam lima tipe, yaitu : (1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan

formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki

sekolah keagamaan sekaligus sekolah umum; (2) pesantren yang

menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan

mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional;

(3) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk

madrasah diniyyah; (4) pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian

(majlis taklim); (5) pesantren yang disediakan untuk asrama mahasiswa dan

pelajar sekolah umum203

Pada akhirnya pondok pesantren beserta tipologinya mengalami

perkembangan dan menghadapi kejamnya era modernitas ini. Ada pesantren

yang berkembang pesat karena mampu mempertahankan eksistensinya dan

menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada pesantren yang kembang

kempis atau bahkan mati karena tidak mampu menyesuaikan dengan

perkembangan zaman dan permintaan masyarakat. Namun secara garis besar,

penulis tetap memilih kategorisasi yang dilakukan oleh Dhofier, yaitu

membagi pesantren menjadi dua, salafi dan khalafi.

203

Raharjo, Pergulatan Dunia …, hlm. 116

159

Di pesantren, tugas seorang kiai menjadi multifungsi: sebagai guru,

muballigh, dan manajer sekaligus.204

Sebagai guru, kiai menekankan pada

kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitar agar memiliki

kepribadian Muslim yang utama; Sebagai muballigh, kiai berupaya

menyampaikan ajaran Islam kepada siapapun yang ditemui berdasarkan

prinsip memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar (amar ma'rûf

nahi munkar); dan sebagai manajer, kiai berperan dalam hal pengendalian

bawahannya. Di dalam pesantren, top manajer dipegang oleh kiai. Maka dari

itu, kiai memegang otoritas penuh terhadap maju mundurnya juga

berkembangnya pesantren.

Dari tiga fungsi tersebut, fungsi sebagai muballigh itulah yang

mempengaruhi performance-nya termasuk penampilan ketika me-manage

pesantren sehingga ditemukan kenyataan pola-pola manajerial serba mono

dan serba tidak formal. Menurut tradisinya, kegiatan dakwah tidak didasari

perencanaan dengan matang, pengorganisasian yang mapan maupun

pengawasan yang ketat. Dengan pengertian lain, kegiatan dakwah bi al-lisân

biasanya dipraktekkan ala kadarnya dan sesuai dengan situasi dan kondisi

yang terjadi pada saat itu.

Nur Syam juga mengemukakan beberapa fungsi kiai, antara lain:

Pertama, sebagai agen budaya, kiai memerankan diri sebagai penyaring

budaya yang datang ke masyarakat; Kedua, kiai sebagai mediator, yaitu

menjadi penghubung antara kepentingan berbagai segmen masyarakat,

204

Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar…, hlm. 68-69

160

terutama kelompok elit dengan masyarakat; Ketiga, sebagai makelar budaya

dan mediator, kiai menjadi penyaring budaya sekaligus sebagai penghubung

berbagai kepentingan masyarakat.205

Dalam hal ini, kiai tidak hanya berkiprah

di pesantren saja, melainkan juga memainkan kiprahnya di masyarakat.

Di kalangan masyarakat, kiai mendapat posisi yang terhormat. Kiai

senantiasa dituakan (dianggap orang tua atau sesepuh) sehingga menjadi

tempat pengaduan masyarakat dari berbagai persoalan yang dihadapinya baik

menyangkut persoalan sosio-kultural, sosio-religius, sosio-politik, sosio-

ekonomik maupun persoalan-persoalan pembangunan desa bahkan tidak

jarang menyangkut masalah kesehatan juga dikonsultasikan pada kiai. Maka

dalam hal ini, kiai dituntut mengerti dan mampu memahami persoalan yang

terjadi di masyarakat, disamping memahami berbagai disiplin ilmu sebagai

alat penyelesaian persoalan tersebut.

Penghargaan dan penghormatan masyarakat kepada kiai begitu tinggi

karena masyarakat kita adalah masyarakat paternalistik. Terlebih lagi

masyarakat pedesaan yang belum begitu terkontaminasi dengan budaya

modernisasi. Dalam masyarakat tersebut, kiai dianggap sebagai bapak yang

selalu mendidik mereka dan tidak mungkin menyesatkan mereka, sehingga

mereka menaruh kepercayaan penuh pada kiai. Konsekuensinya segala

(perintah) kiai mendapat respon yang tinggi dari mereka. Bahkan hal ini juga

merambah dalam masalah politik dan ekonomi.

205

Nur Syam, "Kepemimpinan dalam Pengembangan Pondok pesantren", dalam A. Halim

et.al (eds), Manajemen Pesantren, ( Yokyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 79-80

161

Perilaku masyarakat itu terhadap kiai juga terjadi di kalangan santri di

pesantren. Bahkan di pesantren perilaku santri lebih sistematis dalam

melakukan penghormatan yang sangat tinggi kepada kiainya sehingga muncul

kekhawatiran kualat jika tidak mentaati kiai, su' al-adâb dan tidak mendapat

barokah, sehingga kiai di pesantren salafiyah dianggap hampir menyamai

keyakinan bahwa kiai terhindar dari kesalahan. Fatwa-fatwanya dianggap

selalu benar sehingga tidak boleh dikritik. Maka dari itu, kemudian timbul

penyucian pemikiran agama (taqdîs afkâr al-dîni) dari komunitas pesantren

terutama para santri.

Dalam hal ini Abdurrahman Mas'ud mengatakan bahwa para santri

menerima kepemimpinan kiai karena percaya pada konsep dalam

masyarakat jawa ,yaitu berkah atau baraka yang didasarkan atas doktrin

keistimewaan status seorang alim dan wali.206

Mereka meyakini bahwa

orang yang alim maupun wali memiliki kemampuan istimewa yang

tidak dimiliki orang pada umumnya sehingga menerima kepemimpinannya

sebagai keniscayaan. Kepercayaan masyarakat dan santri terhadap karomah

kepemimpinan kiai biasanya sangat kuat. Namun, tradisi tersebut agak luntur

dikalangan santri yang melanjutkan studinya di perguruan tinggi..

Di dalam pesantren, penerimaan santri pada kepemimpinan kiai lebih

niscaya lagi baik karena pertimbangan struktural, teologis maupun kultural.

Secara struktural, posisi kiai di pesantren ibarat posisi raja di kerajaan. Jadi

posisinya tertinggi, dan tidak mungkin ditandingi posisi orang lain. Secara

206

Abdurahman Mas'ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi,

(Yokyakarta: LKIS, 2004), hlm. .13

162

teologis, kiai diyakini dapat membantu atau memberikan kenikmatan tetapi

juga bisa mengakibatkan bahaya. Sedangkan secara kultural, kiai sebagai

orang tua dari sisi usianya atau dituakan karena kedalaman ilmunya mesti

harus dihormati dan dijadikan panutan/pemimpin.

Secara tradisional, kepemimpinan pesantren dipegang oleh satu

atau dua kiai, dan biasanya merupakan pendiri pesantren yang

bersangkutan.207

Pesantren menekankan sikap konservatif yang bersandar

dan berpusat pada figur kiai.208

Tanpa kiai, maka pesantren akan menjadi

vakum dan tidak dapat menentukan sesuatu atau bahkan akan mati. Maka

Sindu Galba menyimpulkan, "Kiai merupakan elemen yang paling

esensial dari suatu pesantren."209

Oleh karena itu, kiailah dan bukan

pribadi lain, yang mewarnai pesantren selama ini.

Kiai dalam pesantren merupakan figur sentral, otoritatif dan pusat

seluruh kebijakan dan perubahan.210

Maka selain kiai, walaupun keluarga

kiai, tidak mempunyai peran yang berpengaruh dan membawa perubahan

dalam dunia pesantren. Dalam pesantren, kiai adalah pemimpin tunggal

yang memegang wewenang hanpir mutlak. Di sini tidak ada orang lain yang

lebih dihormati daripada kiai.211

Bahkan apabila seorang bupati masuk ke

pesantren, ia harus tunduk kepada seorang kiai. Maka kiai tetap mendapat

207

Azra, Pendidikan Islam…, hlm. 104 208

Fadjar, Holistika Pemikiran…, hlm. 219. 209

Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Ed. Riri Manan, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1995), hlm. 62 210

Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pesantren…,hlm. 14-15 211

Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,

(Yokyakarta: LKIS, 1999), hlm. 156

163

penghormatan yang tertinggi. Sejak Islam menjadi agama yang banyak dianut

di Jawa, kiai menikmati status sosial yang tinggi itu.212

Kiai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan

pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu.

Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar

kebiasaan setelah mendapat restu dari kiai. Dia ibarat raja, segala titahnya

menjadi konstitusi --baik tertulis maupun konversi--yang berlaku bagi

kehidupan pesantren.213

Masa depan pesantren sangat ditentukan oleh faktor manajerial.214

Pesantren yang kecil akan berkembang secara signifikan manakala dikelola

secara profesional. Dengan pengelolaan yang sama pesantren yang sudah

besar akan bertambah besar lagi. Sebaliknya pesantren yang telah maju akan

mengalami kemunduran manakala manajemennya tidak terurus dengan baik.

Sementara itu, karena mengabaikan manajemen, pesantren yang kecil akan

gulung tikar menghadapi tantangan multidimensional.

Tantangan itu bisa berupa tuntutan-tuntutan keterbukaan

(inklusivisme), pengembangan metodologi, kemampuan manajerial,

kolektivitas, demokratisasi, kebersamaan, egalitarianisme, dan lain-lain.

Semua tantangan itu terakumulasi menjadi satu tantangan besar yang

memaksa pesantren untuk mengadakan perubahan manajemen.

Dalam kaitan ini penyelenggaraan manajemen pendidikan pesantren

memiliki nilai sama pentingnya dengan upaya menjaga estafet

212

Mas'ud, Intelektual Pesantren…, hlm. 14 213

Qomar, Pesantren…, hlm. 31 214

Rahman, "Menggugat Manajemen.....", hlm. 114

164

kepemimpinan. Untuk itu, kiai harus menguasai ilmu keislaman, mengetahui

tugas-tugas manajerial dan hal-hal ilmu keduniaan yang menjadi tuntutan

perkembangan zaman.215

Dengan pengertian lain, kiai harus visioner menatap

masa depan, sehingga orientasinya tidak semata-mata pada kecakapan

beribadah tetapi juga kecakapan fungsional dalam menghadapi tantangan-

tantangan baru.

Berdasarkan pengamatan terhadap pesantren yang ada, dapat

ditegaskan, "Pesantren yang berhasil membutuhkan pemimpin, bukan

pengatur, bahkan perusahaan yang berhasil membutuhkan pemimpin bukan

pengatur."216

Ada perbedaan mendasar antara pemimpin dan pengatur.

Pengatur lebih berorientasi pada penerapan aturan-aturan legal formal kepada

bawahan sehingga sentuhannya bercorak hierarkhis-birokratis. Sedangkan

pemimpin lebih berorientasi upaya mengayomi, melindungi, memberi

tauladan dalam kehidupan sehari-hari, dan memotivasi sehingga sentuhannya

lebih bercorak human skill (keahlian menyadarkan orang lain sebagai

bawahan).

Tampaknya, manajemen pesantren harus mencakup berbagai

komponen yang segera mendapat penanganan karena telah lama menjadi

problem yang terabaikan secara manajerial. Farchan dan Syarifuddin

memberikan alternatif solusi bahwa untuk menata manajemen pesantren agar

lebih maju, banyak hal yang harus dibenahi dengan cara: (a) Mengadopsi

manajemen modern; (b) Membuat wira usaha; (c) Melakukan pelatihan

215

Ibid., hlm. 116 216

Imam Suprayogo, Reformasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: STAIN Press, 1999), hlm.

162

165

kewirausahaan; (d) Membuat network ekonomi.217

Alternatif ini lebih

menekankan pada pemberdayaan ekonomi daripada pemberdayaan

intelektual, sosial, kultural dan struktural misalnya. Padahal yang dibutuhkan

adalah adanya pemberdayaan secara relatif menyeluruh terhadap komponen-

komponen pendidikan pesantren sehingga terdapat keseimbangan.

Keberhasilan dan kemajuan sebuah pesantren tidak terlepas dari faktor

manajerial. Pola kepemimpinan karismatik dalam pesantren menjadi salah

satu faktor kelemahan pesantren, selain faktor lainnya. Perlu diadakan

pembaharuan dalam manajerial pesantren dan membutuhkan solusi–solusi

yang lebih komprehensif dan menyebar ke berbagai komponen pendidikan,

untuk mengembangkan dan memperbaiki kwalitas dan kwantitas pesantren.

Fakta menggambarkan bahwa pesantren tradisional tersebut dikelola

berdasarkan tradisi dan bukan secara profesional yang berdasarkan keahlian

(skill) baik human skill, conceptual skill maupun technical skill secara terpadu

sehingga pengelolaan pesantren tidak mengenal perencanaan yang matang,

distribusi kekuasaan atau kewenangan, dan sebagainya. Tradisi sebagai

kelemahan pesantren meskipun dalam batas-batas tertentu sebagai

kelebihannya. Dalam perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola

suatu lembaga termasuk pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal

jadi, tidak memiliki fokus strategi tertentu, dominasi personal terlalu besar,

dan cenderung eksklusif dalam pengembangannya. Hal itu menyebabkan

ketergantungan pesantren pada satu orang saja, dan mengakibatkan pesantren

217

Ibid., hlm. 70-73

166

sulit untuk maju, terutama dalam bidang manajemennya, termasuk bidang

humas atau public relations-nya.

Jika pesantren tradisional itu sejak semula dikelola secara profesional

berdasarkan skill manajerial yang terpadu, maka tentunya telah mampu

berkembang dengan pesat sebagai pusat kajian keislaman yang progresif dan

produktif. Jadi pada intinya faktor utama keterlambatan dan ketertinggalan

pesantren tersebut adalah disebabkan faktor manajemen. Dalam pesantren

salafiyah biasanya menerapkan program alumni dalam hubungan dengan

masyarakat. Biasanya pondok pesantren salafiyah juga menerapkan sistem

dakwah yang dilaksanakan oleh ustadz-ustadznya.

Oleh karena itu, manajemen merupakan faktor kelemahan pesantren

tradisional, padahal keberadaan manajemen yang mapan untuk sebuah

institusi semacam pesantren sangat diperlukan agar kelangsungan proses

belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.218

Dalam public relations

pondok pesantren salafiyah, kiai masih berperan secara eksis dan otoritasnya

masih mendominasi secara penuh. Maka hubungan pesantren salafiyah

dengan masyarakat luar harus mendapat restu dari kiai, sebagai leader.

Hal itu dikarenakan kebanyakan pesantren menganut pola serba mono,

mono manajemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi

kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.219

Keputusan-

keputusan kiai yang bersifat deterministik itu mengharuskan untuk

dijalankan, termasuk juga public relations yang ada dalam lembaga tersebut.

218

Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar …, hlm. 110 219

Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pondok …, hlm. 115

167

Prin

sip d

an K

aidah

Public R

elatio

ns d

alam P

erspek

tif Islam

Maka seharusnya kiai memberikan kewenangan kepada para ustadznya untuk

melakukan hubungan dengan masyarakat, agar hubungan dengan masyarakat

lebih terjalin dan masyarakat benar-benar merasakan peran pesantren.

Dari pembahasan mengenai beberapa teori tersebut di atas, dapat

peneliti visualisasikan sebagai berikut:

Gambar. 2.8. Visualisasi Teori Manajemen Public Relations

Pri

nsi

p d

an K

aidah

Publi

c R

elati

ons

dal

am P

ersp

ekti

f I

slam

Keberadaan Komunikasi

Citra

Two ways communication

Proses

Teori Thomas L. Harris

PR-Marketing-Komunikasi-Citra

Teori word of mouth

Teori Eduard L. Bernays

How to inform

How to persuade

How to integrate

Teori Agenda setting

Teori Organizational Saga

Teori Image building

Teori Spiral Keheningan

Pelaku, sasaran,

Kondisi sosiologis

& kultural

persepsi

publiksikap

opinikonsensusopi

ni publikterbangun

citra lembaga

MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS

Teori James Grunig & Todd Hunt

1. Press Agentry

2. Public Informations

MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS

Teori James Grunig & Todd Hunt

3. Two Ways Asymmetris

4. Two Ways Symmetris

Public

Relations