bab ii kajian pustaka a. tinjauan tentang pondok …repository.ump.ac.id/1056/3/bab ii_suganda...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang pondok pesantren
1. Pengertian pondok pesantren
Pandangan tentang pondok pesantren sendiri cukup beragam.
Pondok pesantren dapat dipandang sebagai lembaga ritual, atau lembaga
pendidikan Islam. Sejak didirikan pertama kali, pesantren memang
merupakan sebuah lembaga pendidikan yang memfokuskan pengajaran
dalam bimbingan agama Islam Widiyanta & Miftahuddin (dalam
suhardi,2012 : 320)
Pesantren dapat disebut sebagai model lembaga pendidikan asli
(indigenous) Indonesia, yang dalam hal ini mempunyai persamaan bentuk
dengan pendidikan model Hindu di India. Tampak ada beberapa unsur
yang sama yang dapat ditemukan baik di dalam sistem pendidikan Hindu
maupun Pesantren di Indonesia, namun tidak dapat dijumpai dalam sistem
pendidikan Islam yang asli di mekah. Unsur-unsur tersebut antara lain
adalah seluruh sistem pendidikannya yang bersifat keagamaan, guru yang
tidak mendapatkan gaji, dan penghormatan yang besar terhadap guru.
Pondok Pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren, kata
pondok berasal dari bahasa arab funduq yang artinya asrama atau tempat
tinggal, dan pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat tinggalnya para santri yang sedang
mencari ilmu agama. Pada dasarnya pendidikan pondok pesantren disebut
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
10
sistem pendidikan produk Indonesia. Atau dengan istilah indigenious
(pendidikan asli Indonesia). Pondok Pesantren adalah lembaga Pendidikan
Islam yang tertua di Indonesia.
Peraturan pemerintah republik Indonesia No.55 tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan keagamaan dijelaskan dalam pasal 26 ayat (1)
yaitu: pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan
menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia,
serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan,
dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu Agama Islam
(mutafaqqih fiddin) dan atau menjadi muslim yang memiliki
keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di
masyarakat.
Steenbrink (dalam Hamid, 2015 : 7) dalam bukunya Pesantren
Madrasah Sekolah menjelaskan secara detail bagaimana metamorfosis
pesantren yang bermula dari pengajaran al-Qur’an (pendidikan Islam yang
paling sederhana), kemudian pengajian kitab (pendidikan lanjutan),
sampai menjadi sebuah institusi formal yang disebut “Madrasah” dan
bahkan kemudian menjadi institusi modern yang bernama “Sekolah”,
untuk itu sebelum membahas panjang lebar tentang pondok pesantren,
maka ada baiknya saya mengulas tentang pengertian pondok pesantren.
Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yang menunjukkan pada
suatu pengertian yaitu kata pondok dan kata pesantren.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
11
Menurut Qomar (dalam hamid, 2015 :7) dalam pemakaian sehari-
hari, istilah pesantren biasa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini
digabung menjadi pondok pesantren. Secara esensial, semua istilah ini
mengandung makna yang sama. Dalam bahsa Arab “mahad” atau
pesantren adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang untuk
sementara waktu yang terdiri atas sejumlah kamar, dan dipimpin oleh
seorang kepala mahad.
Definisi lain diungkapkan oleh Dhofier (dalam hamid, 2015 :7)
pesantren berasal dari kata “santri” yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran-
an yang berarti menunjukkan tempat para santri. Dalam perkembangan
selanjutnya, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Agama
Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut
terimplementasikan dengan cara nonklasikal, dimana seorang Kiai
mengajarkan santri berdasarkan kitab-kitab bahasa arab dari ulama-ulama
besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santrinya tinggal dalam
asrama. Menurut para ahli, pondok pesantren baru dapat disebut pondok
pesantren bila memenuhi 5 syarat, yaitu: (1) ada kiai, (2) ada pondok, (3)
ada masjid, (4) ada santri, dan (5) ada pengajian kitab kuning.
Azizi membagi pondok pesantren atas dasar kelembagaannya yang
dikaitkan dengan system pengajarannya menjadi lima ketegori: (1) pondok
pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan
kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan
maupun yang juga memiliki sekolah umum; (2) pondok pesantren yang
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
12
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum
nasional; (3) pondok pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama
dalam bentuk madrasah diniyah; (4) pondok pesantren yang hanya sekedar
menjadi tempat pengajian (majlis ta'lim); (5) pondok pesantren untuk
ma’had anak-anak belajar sekolah umum dan mahasiswa.
Di bawah ini disebutkan metode-metode pembelajaran yang
bersifat tradisional menjadi trade mark pondok pesantren, yaitu: (1)
metode sorogan; (2) metode bandongan/wetonan; (3) metode musyawarah
atau (bahtsul masail); (4) metode pengajian pasanan; (5) metode hafalan
(muhafadzah); (6) metode demonstrasi/praktek ibadah; (7) metode rihlah
ilmiyah (study tour); (8) metode muhawarah/muhadatsah; (9) metode
mudzarakah; (10) metode riyadhah.
2. Sejarah Pondok Pesantren
Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntutan umat.
Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga
hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitarnya sehingga
keberadaan nya di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi terasing.
Dalam waktu yang sama segala aktivitasnyapun mendapat dukungan dan
apresiasi penuh dari masyarakat sekitarnya. Semuanya memberi penilaian
tersendiri bahwa sistem pesantren adalah suatu yang bersifat “asli” atau
“indigenos” Indonesia. Sehingga dengan sendirinya bernilai positif.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
13
Sejarah asal mula pendirian pesantren diuraikan oleh para peneliti
dengan informasi yang beragam. Dhofier (dalam Wekke,2012: 208)
menjelaskan bahwa pesantren telah hadir sejak zaman kolonial. Adapun
Boland (dalam Wekke:2012 :208) menggambarkan dalam masa
pemerintahan colonial, pesantren menjadi inti pasukan dengan
menggabungkan pasukan Hisbullah ke dalam kesatuan tentara.
Selanjutnya ini menjadi cikal bakal bagi pendirian Tentara Nasional
Indonesia. Bahkan dalam abad ke-15, Islam telah menggantikan dominasi
agama Hindu.
Adapun kerajaan Demak hadir sejak abad ke-16 dengan
mengislamkan pulau Jawa. Sementara Majelis Ulama Indonesia (dalam
Wekke,2012: 209) menguraikan data bahwa pesantren di Jawa, Dayah di
Aceh, Surau di Padang telah hadir sejak abad ke-13. Dengan demikian,
dari penelusuran sejarah ini dapat kita lihat walaupun ada perbedaan
pandangan kapan tepatnya pesantren mulai berada sebagai institusi
pendidikan di Indonesia atau Nusantara, tetapi pergolakan pesantren tentu
sudah mengalami fase yang tidak pendek. Bukan saja sorotan positif yang
diterima pesantren. Bahkan kerap aksi kekerasan dihubungkan dengan
pesantren.
Adanya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan alumni pesantren,
maka pesantren kerap mendapatkan tudingan sebagai sarang teroris. Pada
praktiknya, Lukens-Bull (dalam Wekke,2012: 209) justru sampai pada
kesimpulan bahwa jihad yang dijalankan oleh para santri dan kiyai adalah
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
14
jihad jalan damai (peace full jihad). Dimana pesantren justru menjadi
tempat bersemainya anak-anak muda dengan pengetahuan keagamaan
yang mumpuni. Merekalah yang kemudian pada saatnya, menjadi
pemimpin bangsa sekaligus menjadi inspirator bagi perubahan dalam
konteks lokal dan kemudian juga menginspirasi dalam skala nasional.
Bahkan di dunia internasional mereka menjadi pendorong bagi usaha-
usaha perdamaian. Jika melihat kasus kekerasan yang terjadi, maka itu
bukan pola yang dikembangkan pesantren.
Unsur utama pesantren terletak pada kiyai dan santri. Dhofier dan
Mastuhu (dalam Wekke,2012: 209) menjelaskan relasi antara kiyai dan
santri sebagai hubungan yang tidak berjalan searah saja. Tetapi justru
dengan pola-pola pengajaran badongan dan sorogan kemudian menjadi
interaksi timbal balik dalam proses pembelajaran. Selain itu melalui
metode cerama pondok pesantren memberikan pembelajaran kepada santri
seperti Menurut Sriyono (Harsono,2009) menjelaskan metode ceramah
adalah penuturan dan penjelasan guru secara lisan. Dimana dalam
pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk
memperjelas uraian yang disampaikan kepada murid-muridnya. Unsur-
unsur pesantren seperti kiyai, santri, masjid, pondok, dan kitab Islam
klasik (kitab kuning) saling bersinergi dalam proses pengajaran. Di awal
pengembangan pesantren hanya ada pendidikan secara informal di masjid.
Ketika ide kemoderenan masuk ke dalam pesantren, maka bertambah
sistem pendidikan yang berbentuk klasikal.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
15
Basyir (dalam Wekke,2012: 209) menjelaskan bahwa pendirian
Gontor pada tahun 1926 menjadi pionir bagi kelembagaan pesantren
secara modern. Dimana sebelumnya tidak ada pelaksanaan pendidikan
yang menekankan kepada penguasaan bahasa Arab dan Inggris. Pondok
Moderen Darussalam Gontor yang kemudian populer dikenal dengan
Gontor memperkenalkan prinsip-prinsip modern dalam pendidikan Islam
Indonesia. Ini berkembang sampai keluar pulau Jawa, dimana alumni
Gontor tidak sebatas di pulau Jawa semata-mata tetapi juga bahkan dari
luar negara seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Tantangan utama lembaga pendidikan dimanapun adalah bagaimana
melakukan proyeksi pendidikan untuk masa depan. Dengan demikian,
penetapan kurikulum sesungguhnya bagian dari perancangan masa depan
tersebut. Bukan justru untuk menelisik masa lalu. Jika masa lalu
digunakan untuk pembelajaran masa kini dan masa depan, maka
kontekstualisasi kurikulum menemukan bentuknya yang ideal.
Proses pengembangan kurikulum memerlukan adanya kontak
sosial dalam bentuk interaksi sosial. Untuk itu, proses pembentukan
kurikulum dijalani dalam bentuk proses sistematik dan terstruktur serta
membentuk suatu sistem. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain, konteks ide, pola interaksi, sikap individu, pemahaman tentang
budaya dan orientasinya, nilai dan keyakinan, dan serangkaian faktor
psikologis. Kurikulum harus menjadi respon atas keperluan masyarakat.
Bahkan kurikulum dibentuk dengan pendekatan pembelajaran sebaya
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
16
(Riese, Samara, dan Lillejord, dalam Wekke, 2012:2010). Termasuk
dalam proses tersebut, pembentukan kurikulum dengan mengidentifikasi
dinamika konflik, O’Sullivan (dalam Wekke,2012: 2010 ).
3. Pondok pesantren Miftahul Huda
kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren
dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Hal ini terbukti adanya
perkembangan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren yang berupa pendidikan non formal dan formal.
Pendidikan formal
a. Taman pendidikan al-Quran.
b. Madrasah Diniyah, yang meliputi Madrasah Diniyah Awaliyah,
Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Ulya.
c. Tahfidzul Qur’an
Pendidikan Formal
Selain pendidikan non formal, pondok pesantren juga
menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal. Kurikulum yang
digunakan mengacu pada Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan
Nasional. Pendidikan formal di pondok pesantren diantaranya:
a. Taman kanak-kanak
b. Madrasah Ibtidaiyah
c. Madrasah Tsanawiyah
d. Madrasah Aliyah
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
17
e. SMK Komputama
Pondok pesantren tergolong tipe pondok pesantren terpadu yang
melaksanakan pendidikan sistem shalaf dan khalaf. Pendidikan sistem
salaf adalah sistem pendidikan yang mengajarkan ilmu agama Islam yang
bersumber dari kitab kuning, meliputi bidang: tauhid, tafsir, hadis, bahasa
Arab, fikih dan akhlak. Kurikulum dalam sistem pendidikan shalaf ini
berdasarkan tingkat kemudahan dan kompleksitas masalah yang dibahas
dalam kitab. Sistem yang digunakan adalah sistem berjenjang, yakni dari
tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat lanjut yang bersifat non
formal.
Sistem khalaf yang dipakai oleh pondok pesanten adalah sistem
madrasah dari tingkat Ibtidaiyah sampai tingkat Aliyah yang bersifat
formal, yang sepenuhnya menerapkan kurikulum yang diajarkan dalam
pondok pesantren. Kurikulum yang digunakan pada pendidikan formal
mengacu pada Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional.
B. Hakekat pendidikan moral
1. Pendidikan moral
Pendidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan
(konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta
didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti
luhur, berahlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat dalam
Pancasila dan UUD 1945.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
18
Menurut jarolimek dalam buku (zuriah,2011: 19) pendidikan moral
: berusaha untuk mengembangkan pola perilaku sesorang sesuai dengan
kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau
kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam
masyarakat. Karena menyangkut dua aspek inilah, yaitu (a) nilai-nilai, dari
(b) kehidupan nyata, maka pendidikan moral lebih banyak membahas
masalah dilema (seperti makan buah simalakama) yang berguna untuk
mengambil keputusan moral yang terbaik bagi diri dan masyarakat.
Menurut paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan
moral akan mengarahkan seorang menjadi bermoral, yang penting adalah
bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup
bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dilakukan
pengondisian moral (moral conditioning) dan latihan moral (moral
training) untuk pembiasaan.dreeben dalam (Mirwansyah,2014 :15)
Pengertian moral dalam pendidikan moral disini hampir sama saja
dengan rasional, di mana penalaran moral dipersiapkan sebagai prinsip
berfikir kritis untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral (moral choice
and moral judgmen) yang dianggap sebagai pikiran dan sikap terbaiknya
Dewey (Faiz,2015 :13)
Menurut richard eyre dan Linda (Mirwansyah,2014 :15)
menyebutkan bahwa nilai yang benar dan diterima secara universal adalah
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
19
nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif,
baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.
Dengan nilai-nilai tersebut para siswa akan menjadi manusia yang
cinta damai, tanggung jawab, jujur, dan serangkaian akhlak mulia lainnya.
Ada pun nilai-nilai 9 pilar terdiri dari.
1. Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya 2. Tanggung
jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian 3. Kejujuran 4. Hormat dan Santun
5. Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama 6. Percaya Diri, Kreatif,
Kerja Keras, dan Pantang Menyerah 7. Keadilan dan Kepemimpinan 8.
Baik dan Rendah Hati 9. Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan
Metode penanaman 9 pilar tersebut dilakukan secara eksplisit dan
sistematis, yaitu dengan knowing the good, reasoning the good, feeling the
good, dan acting the good ternyata telah berhasil membangun karakter
anak. Dengan knowing the good anak terbiasa berpikir hanya yang baik-
baik saja. Reasoning the good juga perlu dilakukan supaya anak tahu
mengapa dia harus berbuat baik. Misalnya kenapa anak harus jujur, apa
akibatnya kalau anak jujur, dan sebagainya. Jadi anak tidak hanya
menghafal kebaikan tetapi juga tahu alasannya. Dan juga dengan feeling
the good, kita membangun perasaan anak akan kebaikan. Anak-anak
diharapkan mencintai kebaikan. Lalu, dalam acting the good, anak
mempraktekkan kebaikan. Jika anak terbiasa melakukan knowing,
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
20
reasoning, feeling, dan acting the good lama kelamaan anak akan
terbentuk moralnya (Megawangi,2010 : 5)
2. Tujuan pendidikan moral
Emanuel Khant sudah lama merumuskan tujuan pendidikan moral
yang disampaikan secara formal di sekolah atau secara non formal oleh
orang tua, sebagai berikut.
1) Memaksimalkan rasa hormat kepada manusia sebagai individu. Oleh
karena itu setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang hendaknya
diarahkan demi kebaikan orang lain sebagai tujuan akhir dan bukan
sebagai alat atau demi dirinya sendiri
2) Memaksimalkan nilai-nilai moral universal, maksudnya tujuan
pendidikan moral bukan saja deni terlaksanakannya aturan-aturan yang
didukung oleh otoritas masyarakat tertentu,tetapi demi
terlaksanakannya prinsip-prinsip moral universal yang diterima dan
diakui secara universal, seperti keadilan dan persamaan tiap individu
manusia sjarkawi dalam ( Adisusilo, 2013: 127).
Selain itu ada tujuan pendidikan moral/nilai menurut Djahiri dalam (Edu
2012 :1). Yaitu:
a. Mengajak anak untuk mengklarifikasi dan menggungkapkan dirinya.
b. Membina, menigkatkan serta mengembangkan masalah afeksi melalui
cara yang wajar dan sesuai dengan potensi diri yang bersangkutan.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
21
c. Membawakan dunia emosiona/afeksi dalam pengajaran serta melatih
anak untuk melakoninya sendiri.
d. Melatih dan membina perbaikan kehidupan/sosial (social and life
adjustment).
e. Menanamkan nilai/sistem nilai yang utama/esensial serta
melestarikannya.
f. Membina tata cara pemahaman(understanding) moral dan perilaku
seseorang dengan kajian sistem nilai.
g. Membina kesadaran akan perlunya nilai/moral, kebaikan tentang suatu
nilai dan mendorong keinginan untuk menganut serta
melaksanakannya.
h. Pembinaan pengembangan kepribadian anak.
Sasaran atau target dalam pembelajaran moral, tidak hanya sebatas
kemampuan afektif anak saja, tetapi domain lainnya turut menjadi sasaran,
seperti domaian kognitif dan psikomotor. Ketiganya merupakan suatu
kesatuan yang utuh dan bulat. Seperti yang dijelaskan oleh djahiri dalam
(Edu 2012 : 1). Bahwa sasaran atau target yang idealnya dicapai guru pada
setiap domainnya sebgai berikut:
Kawasan kognitif, hendaknya mengutamakan pembinaan :
a. Kemampuan memproses informasi/konsep menjadi milik terstruktur
secara baik/layak dan mantap.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
22
b. Kemampuan tadi hendaknya diproses melalui pola berfikir kritis-
analisis-interaktif dan evaluatif baik secara konvergen maupun
divergen. Cara ini membakukan siswa untuk menerima sesuau secara
nalar/rasional.
Kawasan afektif, seyogyanya dibina :
a. Kepekaan dan keterlibatan seluruh potensi afeksinya untuk merasakan
menghayati-menilai dan berkemauan menyerap.
b. Sistem nilai (Belief Syestem) ybs dibina melalui pola klarifikasi,
sehngga nilai/moral baru yang masuk akan diterimanya secara baik
dan mampu bersatu raga (Personalized) dengan sistem nilai yang
sudah ada dalam dirinya. Siswa akan mampu melakukan ini bila
nilai/moral baru itu merupakan keyakinan atau belief-nya
Kawasan psikomotor, hendaknya pembinaan :
a. Melalui pola proses/procedural latihan atau melakoni (experiencing)
baik secara langsung (secara fisik) maupun dalam bentuk mind
purposefull movement (gerak terarah secara abstrak/nyawang).
b. Aneka ketrampilan melalui pola tadi yang melahirkan
gerak/ketrampilan yang manipulatif dalam arti gerak-ketrampilan hasil
belajar (learned behavior) dan bukan lagi gerak ketrampilan yang
reflektif/kodrati (Edu 2012: 1 ).
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
23
Sasaran atau target yang dirancang dalam pendidikan moral tersebut,
melahirkan materi-materi atau unsur yang akan menjadi bahan dalam
kegiatan pembelajaran diantaranya:
a. Kejujuran
Giligan menghubungkan keadilan sebagai kejujuran (fairnes)
dalam perangkat aspek pergaulan yang dikatakan relevan dalam
pendidikan moral. Jujur adalah kualitas moral dan spiritual yang
mulia. Umumnya seseorang tidak mampu menyimpang dari aturan
untuk jujur. Jika tidak ada prinsip moral lain yang berlaku suatu
kelompok.
b. Kepatuhan atau ketaatan orientasi
Moral menunjukan kepada aturan-aturan yang harus dilaksanakan
dan kepada citra diri tentang apa yang harus dilakukan oleh orang-
orang yang baik, loyal dan terpercaya terhadap sasarannya. Secara
lebih jelas seseorang melihat dan mematuhi peran sosial dalam
dirinya dimana banyak mempengaruhi peranan moralnya. Manusia
telah dibekali kesadaran sosial sebagai fitrah yang dibawanya sejak
lahir. Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri dalam
berhadapan dengan baik dan buruk. Kecenderungan manusia itu
ingin berbuat dengan hukum-hukum mora; karena manusia selalu
ingin mengikuti ajaran-ajaran tuhan.
c. Keadilan
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
24
Prinsip yang paling inti bagi perkembangan moral adalah prinsip
keadilan. Keadilan adalah penghargaan utama terhadap nilai dan
persamaan semua insan manusia, merupakan tolak ukurbyang
mendasar dan universal. Penggunaan keadilan sebagai prinsip itu
dujamin kebebasan dalam berkeyakinan, menggunakan konsep
moralitasbyanf dapat dibenarkan secara filosofis dan didasarkan
pada fakta-fakta psikologis dan perkembangan manusia. Tahap
keadilan itu diangkat menjadi tahap tertinggi dan merupakan titik
acuan bagi seluruh proses perkembangan moral manusia. Dengan
kata lain keadilan dalam prinsip moral bermakna adanya perhatian
terhadap orang lain secara sama.
d. Kesopanan
Moral adalah adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai dan
tata cara kehidupan. Nilai-nilai moral yang bermaksud seperti
kejujuran, kesopanan dan kedisiplinan.
e. Kedisiplinan
Moral berkaitan dengan disiplin, kemajuan, kualitas perasaan,
emosi, dan kecenderungan manusia.
f. Kepedulian
Perasaan simpati dan kepedulian kepada orang lain merupakan
dasar motivasi yang penting bagi penataan tindakan moral. Toleran
dan pengorbanan diri adalah masalah penghargaan diri dan tanda
keterbukaan hati dan kebesaran jiwa sehingga menjalani
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
25
kepentingannya demi kepentingan orang lain dan untuk
mempertahankan tujuan yang diharapkan. Menghormati orang lain
dan menhargai prestasinya, juga merupakan sifat mulia. Sifat-sifat
mulia adalah bagian dari nilai moral tertinggi (edu 2012-1)
Dalam publikasi pusat kurikulum dinyatakan bahwa pendidikan
karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik. (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur. (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Dalam kaitan itu telah di
identifikasikan seju,lah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil
kajian empirik pusat kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari Agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah : (1)
Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif,
(7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat
kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16)
Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung
Jawab.selanjutnya dalam implementasinya di satuan pendidikan pusat
kurikulum menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan
mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-masing sekolah misalnya
bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan, dan santun.(Samani, 2012 : 9-10).
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
26
Sedangkan pelanggaran moral biasanya diwujudkan dalam bentuk
kenakalan. Santrock (2003) menjelaskan kenakalan remaja berdasarkan
tingkah laku, yaitu :
1. Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena
bertentangan dengan nilai-nilai norma-norma dalam masyarakat.
Contoh : berkata kasar pada guru dan orang tua.
2. Tindakan pelanggaran ringan seperti : membolos sekolah, kabur
pada jam pelajaran tertentu, dll.
3. Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan
krimina yang dilakukan oleh remaja, seperti : mencuri, seks
pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang.
3. Metode-metode pendidikan moral
Banyak pakar telah mengembangkan berbagai pendekatan dan
metode pembelajaran nilai. Dari berbagai pendekatan dan metode
pembelajaran tersebut masing-masing ada kekuatan dan kelemahannya,
sangat tergantung dari tujuan pendidikan nilai dirumuskan dan kontekstual
peserta didik. Oleh sebab itu, para pendidik harus dapat memilih
pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat, yang kontekstual agar
pembelajaran menjadi bermakna.
Esensi pendidikan nilai (budi pekerti ataupun moral) bertujuan
untuk membentuk pribadi anak agar menjadi manusia yang cerdas secara
spiritual, cerdas secara emosional dan sosial, cerdas secara intelektual,
cerdas secara kinestesis, baik dan bermoral, menjadi warga negara dan
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
27
warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab. Pendidikan nilai
(moral) di Indonesia tentu saja tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang
bersumber pada budaya Indonesia sebagaimana terangkum dalam
Pancasila dan UUD 1945 (Adisusilo,2014 : 132).
Para pakar pendidikan nilai seperti superka, menunjukan lima
pendekatan dan metode dalam pendidikan nilai, yaitu :
1. Pendekatan dan metode penanaman nilai (inculcation approuch)
2. Pendekatan dan metode perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach)
3. Pendekatan dan metode penalaran moral (moral reasoning approch)
4. Pendekatan dan metode pembelajaran berbuat (action learning
approach)
5. Pendekatan dan metod klarifikasi nilai (values clarification approch)
Sementara itu, Simon,dkk,(dalam Adisusilo,2014 : 133) menggolongkan
pendekatan pendidikan nilai sebagai berikut :
1. Memoralisasi
2. Besikap membiarkan
3. Menjadi model
4. Teknik pendekatan klarifikasi nilai, yang dikenal dengan istilah VCT.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
28
C. Model Pembelajaran
Model embelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain menurut joyce&weil (Rusman,2014
:133). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru
boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikannya.
Adapun menurut Soekamto, dkk (Trianto,2009 :22)
mengemukakakn maksud dari model pembelajaran adalah : kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematisdalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar
merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Joyce dan Weil (Arista,2013 :22) berpendapat model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-
bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau di
tempat lain. Model pembelajaran dalam pendidikan di pondok pesantren
ada yang modern menyesuaikan perkembangan zaman dan masih ada yang
tradisional.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
29
Model pembelajaran modern terdiri dari:
a. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning).
Menurut Nurhadi (Arista,2013 :22) model pembelajaran
kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Rusman (Arista,2013 :23) model pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.
Pendapat lain menurut Nurulhayati (Arista,2013 :23) model
pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
c. Model Pembelajaran Tematik
Menurut Rusman (Arista,2013 :23) model pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema tertentu.
Tema merupakan wadah atau wahana untuk mengenalkan berbagai konsep
materi kepada peserta didik secara menyeluruh. Tematik diberikan dengan
maksud menyatukan konten kurikulum dalam unit-unit atau satuan-satuan
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
30
yang utuh dan membuat pembelajaran lebih terpadu, bermakna, dan
mudah dipahami peserta didik
Menurut Mahmud (Arista,2013 :24) metode pembelajaran
tradisional yang masih dipakai di pondok pesantren adalah sebagai berikut:
a. Metode Sorogan
Metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran santri yang lebih
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan individu dalam
bimbingan kyai atau ustad. Bentuknya dalam ruangan posisi tempat
duduk kyai atau ustad berhadapan dengan meja pendek yang
digunakan untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri
yang lain duduk agak jauh untuk mendengarkan materi yang
disetorkan ke ustad sambil mempersiapkan diri dan menunggu
gilirannya dipanggil.
b. Metode Bandongan atau Wewaton
Metode bandongan dilakukan kyai atau ustad terhadap sekelompok
santri yang mendengarkan dan menyimak kitab yang dibacanya.
Seorang kyai atau ustad membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan
mengulas teks-teks huruf arab tanpa harakat, dan masing-masing santri
melengkapi teks huruf arab tersebut, mencatat kedudukan kata, dan
artinya di bawah kata yang dimaksud.
c. Musyawarah atau Bathsul Masa’il
Musyawarah atau bathsul masa’il adalah model pembelajaran yang
lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa santri membentuk
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
31
lingkaran yang dipimpin seorang kyai atau ustad untuk membahas dan
mengkaji persoalan yang ditentukan sebelumnya. Para santri pun bebas
mengajukan pertanyaan atau menyampaikan pendapatnya. Metode ini
melatih seseorang untuk belajar menyampaikan argumentasi dan
logika berfikir yang bagus untuk memecahkan pokok persoalan.
d. Metode Pengajian Pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar sekelompok santri
dalam bentuk mengkaji sebuah kitab yang dipimpin seorang ustad dan
dilakukan secara maraton dengan tenggang waktu tertentu. Umumnya
metode ini digunakan pada bulan ramadhan atau satu bulan penuh
tergantung besarnya kitab yang dibahas.
Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, yang membedakan
metode pengajian pasaran memiliki target waktu untuk menyelesaikan
pembahasan kitab tertentu.
e. Metode Hafalan
Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal
teks tertentu dalam bimbingan dan pengawasan kyai atau ustad. Para
santri diberi tugas untuk menghafal al qur’an, hadist, atau kitab tertentu
kemudian menyetorkannya ke pengajar.
f. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan
memperagakan suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah
tertentu, baik dilakukan perorangan atau kelompok dalam petunjuk dan
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
32
bimbingan ustad. Materi belajarnya biasanya yang didemonstrasikan
seperti tata cara wudhu, tayamum, sholat dan sebagainya.
D. Penelitian yang Relevan
1. penelitian yang relevan peneliti menggunakan pada skripsi dengan
judul “kajian tentang implementasi bentuk pendidikan moral pada
masyarakat desa Karangreja Kecamatan Kutasari kabupaten
Banyumas”. Skripsi PPKN Universitas Muhammadyah Purwokerto,
karya Muhammad Faris Muthohar. Hasil dari penelitian skripsi ini
adalah dalam pendidikan moral di desa Karangreja mempunyai dua
bentuk yaitu pendidikan formal dan non-formal. pendidikan moral
tersebut diimplementasikan melalui ondok pesantren, Madrasah
Ibtidaiyah dan Majelis-majelis ta’lim.
2. Penelitian yang relevan peneliti menggunakan hasil skripsi dengan
judul ”Peran pondok pesantren Miftahussalam Banyumas dalam
pelaksanaan pendidikan moral”. Skripsi Program studi pendidikan
Sejarah Universitas Muhammadyah Purwokerto, karya Catur
Wulandari. Hasil dari penelitian skripsi ini adalah dalam penyampaian
pendidikan moral menggunakan metode secara implisif dilaksanakan
melalui berbagai aktifitas pondok dan suri tauladan para pengasuh dan
pengurus pondok. Hal ini tampak pada langkah-langkah para pengasuh
pondok antara lain:
1. Dengan memberikan contoh yang baik dalam hal kehidupan
bermasyarakat dan beragama.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016
33
2. Membiasakan santri untuk berperilaku yang sesuai dengan ajaran-
ajaran agama islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad
S.A.W.
3. Menanamkan sikap-sikap kebersamaan, rasa setiakawan, tanggung
jawab, kejujuran, rendah hati dan rasa keadilan.
Kajian Tentang Pendidikan …, Suganda Ahmad Sudiyo, FKIP UMP, 2016