bab ii kajian pustaka a. tinjauan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/40384/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Affandi (2013) hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan PT. Mayora
Indah, Tbk pada tahun 2007-2011, dilihat dari rasio likuiditas menyatakan bahwa
perusahaan dalam kondisi keuangan yang baik, karena mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Dari rasio aktivitas juga baik, karena perusahaan
menunjukkan kinerja yang semakin meningkat, dan dari rasio solvabilitas
menyatakan kinerja perusahaan baik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil dari penelitian Janaloka (2015).
Janaloka (2015) hasil penelitian yang dilakukan pada 3 perusahaan
telekomunikasi yaitu PT.Telkomsel Tbk, PT.indosat Tbk, dan PT.smartfren Tbk
menyatakan bahwa perusahaan masih belum bisa dikatakan likuid, karena rasio
likuiditasnya kurang dari 2 kali sehingga, perusahaan perlu menghindari
keputusan yang bersifat mengejar keuntungan yang bersifat jangka pendek,
namun mampu memberikan kerugian bersifat jangka panjang. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil dari penelitian dari Handayani (2015).
Handayani (2015) hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan Asuransi
yang Go Public, menunjukkan bahwa kinerja keuangan pada perusahaan BUMN
Asuransi tergolong baik. Dari penilaian analisis rasio, hasilnya tidak ada analisis
6
rasio yang bernilai negatif, dan Risk Based Capital yang negatif. Analisis rasio
yang terdiri dari likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan rentabilitas menunjukkan
nilai terbaik pada PT. Asuransi Jiwa Sraya, dan yang terendah pada PT. Asuransi
Ekspor Indonesia, tetapi pada Risk Based Capital tertinggi pada PT. Asuransi Jasa
Raharja, dan yang terendah pada PT. Asuransi Ekspor Indonesia. Hasil ini sejalan
dengan penelitian terdahulu dari Herdiananda (2017).
Herdiananda (2017) hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan
Tambang yang terdaftar di BEI, yaitu dari seluruh perusahaan tambang yang
terdaftar, ada perusahaan yang memiliki kinerja yang kurang baik yaitu PT.
ATPK Resources Tbk ini terjadi, karena berdasarkan standart industry dari 9 rasio
keuangan hanya 2 rasio yang memenuhi standar industri yaitu current ratio dan
quick ratio, 7 rasio lainnya tidak memenuhi standar industri.
A. Tinjauan Pustaka
1. Laporan Keuangan
Menurut Baridwan (2004:17), laporan keuangan merupakan ringkasan dari
suatu proses pencatatan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen
dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Laporan keuangan dapat juga digunakan
untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di
luar perusahaan.
7
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia No.1 (2009), laporan keuangan adalah
suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Menurut Munawir (2010:5), pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari
neraca dan perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2012 :10), menyatakan bahwa secara umum laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan,
baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu. Laporan keuangan juga
dapat disusun secara mendadak sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun
secara berkala. Menurut Rudianto (2009:18), tujuan laporan keuangan sebagai
berikut :
a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya dengan perubahaan dalam
sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan yang timbul dalam aktivitas usaha
dalam rangka memperoleh laba.
c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan
dalam mengistimasi potensi perusahaan guna menghasilkan laba dimasa
mendatang.
8
d. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan
dalam mengistimasi potensi perusahaan guna mengasilkan laba.
e. Untuk memberikan informasi lainya mengenai perubahan dalam sumber-
sumber ekonomi dalam kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas
pembelanjaan dan investasi.
f. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan,
seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.
3. Kegunaan Laporan Keuangan
Fahmi (2012 : 23), menyatakan laporan keuangan sangat diperlukan untuk
mengukur hasil usaha dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu dan
untuk mengetahui sudah sejauh mana perusahaan mencapai tujuannya. Laporan
keuangan pada dasarnya merupakan hasil proses akuntansi yang dapat digunakan
sebagai alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan
tersebut. Sehingga, laporan keuangan memegang peranan yang luas dan
mempunyai suatu posisi yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
4. Bentuk Laporan Keuangan
Analisis terhadap laporan keuangan, sangatlah penting bagi seorang analis
untuk mengetahui dan mengenal bentuk ataupun prinsip penyusunan laporan
keuangan serta masalah-masalah yang diperkirakan timbul dalam penyusunan
laporan keuangan.
9
a. Neraca
Menurut Munawir (2002:39), neraca atau balance sheet adalah laporan yang
menyajikan sumber-sumber ekonomis dari suatu perusahaan atau aktiva,
kewajiban-kewajiban atau utang, dan hak para pemilik perusahaan yang tertanam
didalam perusahaan tersebut atau modal pemilik pada suatu saat tertentu.
Neraca dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Aktiva (Asset)
Kasmir (2008 : 39), menyatakan aktiva merupakan harta atau kekayaan
yang dimiliki oleh perusahaan, baik pada saat tertentu maupun periode tertentu.
Komponen aktiva secara umum, adalah sebagai berikut :
a. Aktiva Lancar (current asset)
Menurut Munawir (2002), Aktiva Lancar adalah uang kas dan aktiva
lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan dengan uang tunai,
dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau
dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal). Penyajian pos-pos aktiva
lancar didalam neraca didasarkan pada urutan likuiditasnya, sehingga
penyajiannya dimulai dari aktiva yang paling likuid sampai dengan aktiva yang
tidak likuid.
10
b. Investasi (invesment)
Menurut Sadono Sukirno, investasi adalah sebagai pengeluaran atau
pembelanjaan penanam-penanam suatu modal atau perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan juga perlengkapan-perlengkapan produksi untuk
menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan juga jasa-jasa yang
tersedia dalam perekonomian.
c. Aktiva Tetap (fixed asset)
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang mempunyai umur relatif
permanen (memberikan manfaat kepada perusahaan selama bertahun-tahun yang
dimiliki dan digunakan untuk operasi sehari-hari dalam rangka kegiatan normal
dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali (bukan barang dagangan) serta
nilainya relatif material (Munawir, 2010:139).
d. Aktiva Tidak Berwujud (intangible asset)
Aktiva tak berwujud adalah aktiva non moneter yang bisa diidentifikasi,
tidak memiliki wujud fisiksecara nyata serta dimiliki guna menghasilkan maupun
menyerahkan barang dan jasa, disewakanmaupun hanya untuk tujuan administrasi
(PSAK No.19).
e. Aktiva Lain-lain (other asset)
Aktiva lain- lain adalah aktiva yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kriteria aktiva yang lainnya (aktiva tak berwujud, aktiva lancar, investasi jangka
panjang). Contoh aktiva lain – lain: mesin yang sudah tidak dipakai dan tanah
yang tidak menjadi tempat usaha.
11
2) Hutang/kewajiban (liabilities)
Kewajiban adalah pengorbanan ekonomis yang dilakukan oleh perusahaan
di masa yang akan datang dalam bentuk penyerahan aktiva atau pemberian jasa
yang disebabkan oleh tindakan atau transaksi pada masa sebelumnya. Komponen
dari kewajiban secara umum adalah sebagai berikut :
a. Kewajiban Lancar (current liabilities)
Menurut Munawir (2007:18), hutang lancar atau hutang jangka pendek
adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasan atau pembayaran akan
dilakukan dalam jangka waktu pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
b. Kewajiban Jangka Panjang (long term liabilities/debt)
Menurut Baridwan (2000:365), hutang jangka panjang digunakan untuk
menunjukkan hutang-hutang yang pelunasannya akan dilakukan dalam waktu
lebih dari satu tahun atau akan dilunasi dari sumber-sumber yang bukan kelompok
dari aktiva lancar.
c. Kewajiban Lain-lain (other liabilities)
Kewajiban lain-lain merupakan pos yang dimaksudkan untuk menampung
kewajiban-kewajiban bank yang tidak dapat digolongkan kedalam salah satu pos
tersebut diatas dan tidak cukup material untuk disajikan dalam pos tersendiri,
antara lain seperti setoran jaminan (PSAK No.31).
d. Kewajiban yang Disubordinasi (subordinated loan)
12
Kewajiban yang disubordinasi adalah utang yang didalam perjanjian
disubordinasi, artinya pembayarannya ditempatkan lebih rendah dari prioritasnya,
sesudah perusahaan melunasi kewajiban-kewajiban lain. Jika terjadi likuidasi
perusahaan, utang ini baru dibayar sesudah kewajiban-kewajiban lainnya
dilunaskan (IAI 1984:43).
3) Modal (equity)
Modal merupakan setoran kekayaan (sumber ekonomi) dari pemilik
perusahaan kepada perusahaan. Termasuk ke dalam golongan modal ini antara
lain adalah pendapatan, beban, dan prive. Hal ini dikarenakan, akun/ rekening ini
berpengaruh besar terhadap pertambahan dan pengurangan modal suatu
perusahaan. Komponen terakhir dari neraca adalah modal itu sendiri, yaitu selisih dari
aktiva dengan kewajiban (hutang). Modal ini adalah investasi yang dilakukan oleh
pemilik perusahaan. Komponen modal adalah :
a. Modal Saham (capital stock)
Modal saham merupakan jenis modal yang hanya terdapat dalam
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang diperoleh dengan cara
menerbitkan dan menempatkan saham – saham tersebut kepada pihak tertentu
atau kepada masyarakat umum. Tingkat kepemilikan pemegang saham terhadap
perusahaan tergantung seberapa besar bagian saham yang dikuasainya.
b. Agio Saham (surplus/premium)
Agio Saham adalah kekayaan bersih perusahaan yang diperoleh dari
penilaian atau penjualan saham di atas nilai nominalnya. Nilai agio saham diambil
13
dari selisih harga jual dan harga beli suatu saham. Singkatnya, agio saham adalah
selisih lebih setoran pemegang saham di atas nilai nominalnya.
c. Laba yang Ditahan (retained earning)
Laba Ditahan (Retained Earnings) merupakan kumpulan laba tahun berjalan
dari sejak tahun pertama perusahaan berdiri sampai dengan sekarang setelah
dikurangi dengan dividen yang dibagi. Laba Ditahan (Retained Earnings)
biasanya ada pada perusahaan yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas).
d. Laba Tahun Berjalan (profit of current year)
Laba ditahan merupakan modal yang berasal dari dalam perusahaan yaitu
kumpulan laba dan rugi sampai saat tertentu sesudah dikurangi dividen yang
dibagi dan jumlah yang dipindahkan ke rekening modal.
e. Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan
adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai
aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi
atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi
mencerminkan nilai yang wajar.
b. Laporan Rugi-Laba
Laporan rugi laba adalah laporan yang memberikan informasi tentang
komposisi keuangan penjualan, harga pokok, dan biaya-biaya perusahaan selama
suatu periode tertentu. Melalui laporan rugi-laba dapat diketahui jumlah
keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dialami oleh perusahaan selama
14
periode tertentu tersebut. Bentuk laporan rugi-laba yang biasa digunakan menurut
Kasmir (2008: 49) sebagai berikut :
1) Single Step, yaitu merupakan gabungan dari jumlah seluruh penghasilan baik
pokok (operasional) maupun di luar pokok (nonoperasional) dijadikan satu,
kemudian jumlah biaya pokok dan di luar pokok juga dijadikan satu.
2) Multiple Step, yaitu merupakan pemisahaan antara komponen usaha pokok
(operasional) dengan di luar pokok (nonoperasional).
5. Analisis Laporan Keuangan
Harahap (2011:190) mengungkapkan analisis laporan keuangan berarti
menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil
dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna
antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-
kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang
sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Tujuan analisis
laporan keuangan mempunyai maksud untuk menegaskan apa yang diinginkan
atau diperoleh dari analisis yang dilakukan. Dengan adanya tujuan, analisis
selanjutnya akan dapat terarah, memiliki batasan dan hasil yang ingin dicapai.
6. Kinerja Perusahaan
Fahmi (2012:2) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah melaksanakan
dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Praytino (2010:9) menyebutkan unsur dari kinerja keuangan perusahaan sebagai
15
berikut: Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran kinerja perusahaan
disajikan pada laporan keuangan yang disebut laporan laba rugi, penghasilan
bersih seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran
lainnya. Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai
perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan
perusahaan tersebut (Sutrisno, 2009:53). Ada empat tujuan dilaksanakannya
pengukuran kinerja keuangan perusahaan (Munawir (2004:31) yakni untuk:
1. Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
2. Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi,
kewajiban keuangan yang dimaksud mencakup keuangan jangka pendek maupun
jangka panjang.
3. Mengetahui tingkat profitabilitas atau rentabilitas, yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dengan
menggunakan aktiva atau modal secara produktif.
4. Mengetahui tingkat stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam
menjalankan dan mempertahankan usahanya sehingga tetap stabil. Kemampuan
yang dimaksud diukur dari kemampuan perusahaan membayar pokok hutang dan
beban bunga tepat pada waktunya.
16
7. Analisis Kinerja Keuangan
Menurut Jumingan (2006:240) analisis kinerja keuangan merupakan proses
pengkajian secara kritis terhadap keuangan bank menyangkut review data,
menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi solusi terhadap keuangan
pada suatu periode tertentu. Dengan demikian, prosedur analisis meliputi tahapan
sebagai berikut:
a. Review Data Laporan
Aktivitas penyesuaian data laporan keuangan terhadap berbagai hal, baik
sifat atau jenis perusahaan yang melaporkan maupun sistem akuntansi yang
berlaku. Sistem akuntansi yang diterapkan dalam memberi pengakuan terhadap
pendapatan dan biaya akan menentukan jumlah pendapatan maupun laba yang
dihasilkan perusahaan. Dengan demikian, kegiatan me-review merupakan jalan
menuju suatu hasil analisis yang memiliki tingkat pembiasaan yang relatif kecil.
b. Menghitung
Dengan menggunakan berbagai metode dan teknik analisis dilakukan
perhitungan-perhitungan, baik metode perbandingan, persentase perkomponen,
analisis rasio keuangan, dan lain-lain. Dengan metode atau teknik apa yang akan
digunakan dalam perhitungan sangat bergantung pada tujuan analisis.
c. Membandingkan atau Mengukur
Langkah berikutnya setelah melakukan perhitungan, adalah
membandingkan atau mengukur. Langkah ini diperlukan guna mengetahui 16
17
kondisi hasil perhitungan tersebut apakah sangat baik, baik, sedang, kurang baik,
dan seterusnya.
Menurut Syamsuddin (2009:39), pada pokoknya ada dua cara yang dapat
dilakukan didalam membandingkan ratio financial perusahaan, yaitu “Cross-
sectional approach” dan “Time series analysis”. Cross-sectional approach
adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat
bersamaan. Dengan menggunakan pembandingan Cross-sectional approach,
haruslah dipenuhi persyaratan:
1. Perusahaan sejenis
2. Periode/tahun pembandingan sama
3. Ukuran (size) perusahaan relatif sama besar.
Analisis dapat menggunakan data rasio industri untuk melakukan cross
section, dengan tetap memenuhi persyaratan pembandingan di atas. Sedangkan,
time series analysis dilakukan dengan jalan membandingkan hasil yang dicapai
perusahaan dari periode yang satu ke periode lainnya. Dengan pembandingan
semacam ini, akan diketahui hasil yang dicapai perusahaan, apakah mengalami
kemajuan atau kemunduran. Perkembangan keuangan perusahaan terlihat melalui
tren dari tahun ke tahun.
d. Menginterpretasi
Interpretasi merupakan inti dari proses analisis sebagai perpaduan antara
hasil pembandingan/pengukuran dengan kaidah teoritis yang berlaku. Hasil
18
interpretasi mencerminkan keberhasilan maupun pemasalahan apa yang dicapai
perusahaan dalam pengelolaan keuangan.
e. Solusi
Langkah terakhir dari rangkaian prosedur analisis dengan memahami
masalah keuangan yang dihadapi perusahaan akan menempuh solusi yang tepat.
Selanjutnya, prosedur analisis keuangan dapat diilustrasikan dalam alur prosedur
berikut :
Gambar 2.1: Alur Prosedur Analisis Laporan Keuangan
Sumber: Jumingan (2006:241)
Sedangkan, menurut Fahmi (2012:3), ada lima tahapan dalam menganalisis
kinerja perusahaan secara umum yaitu:
1. Melakukan Review terhadap data laporan keuangan
Review disini dilakukan dengan tujuan agar laporan keuangan yang sudah
dibuat tersebut sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam
Data Laporan Keuangan :
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Arus Kas Cross Section
Menghitung Review Solusi Menginterpretasi Membandingkan
Times Series
19
dunia akuntansi, sehingga dengan demikian hasil laporan keuangan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Melakukan Perhitungan
Penerapan metode perhitungan disini adalah disesuaikan dengan kondisi
dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut
akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.
3. Melakukan Perbandingan
Perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh. Dari hasil
hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan
hasil hitungan dari berbagai perusahaan lain. Metode yang paling umum
dipergunakan untuk melakukan perbandingan ini ada dua, yaitu:
a. Times series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atau periode,
dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.
b. Cross sectional approach,yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil
hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan perusahaan
lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan secara bersamaan.Dari
hasil penggunaaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan dapat dibuat satu
kesimpulan yang menyatakan posisi perusahaan tersebut berada dalam kondisi
sangat baik, baik, sedang/normal, tidak baik, dan sangat tidak baik.
4. Melakukan Penafsiran (interpretasi) terhadap berbagai permasalahan yang
ditemukan.
20
Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan perusahaan adalah setelah
dilakukan ketiga tahap tersebut selanjutnya dilakukan penafsiran untuk melihat
apa-apa saja permasalahan dan kendala-kendala yang dialami perusahaan tersebut.
5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan.
Pada tahap terakhir ini setelah ditemukan berbagai permasalahan yang
dihadapi maka dicarikan solusi guna memberikan suatu input atau masukan agar
apa yang menjadi kendala dan hambatan selama ini dapat terselesaikan.
8. Penilaian Kinerja Keuangan
Bagi investor, informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dapat
digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka
di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Apabila kinerja perusahaan
baik, maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para
investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan
terjadi kenaikan harga saham. Sedangkan bagi perusahaan, informasi kinerja
keuangan perusahaan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu
periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan
kegiatannya.
2. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka
pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian
dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.
21
3. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang
akan datang.
4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada
umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
5. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
9. Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah suatu kajian yang melihat perbandingan antara
jumlah-jumlah yang terdapat pada laporan keuangan dengan mempergunakan
formula-formula yang dianggap representatif untuk diterapkan (Fahmi, 2012:49).
Analisis rasio merupakan angka-angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan laporan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yangrelevan dan signifikan (Harahap, 2007:297).
Pada dasarnya rasio keuangan itu banyak macamnya dan dapat dibuat
sesuai kebutuhan penganalisis. Berdasarkan sumbernya, rasio keuangan
digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Pertama, Rasio-rasio neraca (Balance Sheet Ratio), yakni rasio-rasio yang
disusun dari data dalam neraca.
2. Kedua, Rasio-rasio laporan rugi-laba (Income Statement Ratio), yakni rasio-
rasio yang disusun dari data dalam laporan rugi laba.
22
3. Ketiga, Rasio-rasio antar laporan (Intern Statement Ratio), yaitu rasio-rasio
yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainnya yang berasal dari
laporan rugi laba. Berdasarkan tujuan analisis angka-angka rasio dibagi menjadi 4
yakni: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas yang
dapat dijelaskan berikut ini:
A. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu
perusahaan untuk melunasi semua kewajiban yang harus segera dipenuhi (hutang
jangka pendeknya). Menurut Riyanto (2010:67), masalah likuiditas berhubungan
dengan masalahkemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya yang harus segera dipenuhi.
Apabila kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban
pada pihak luar (kreditur) dinamakan likuiditas badan usaha, sedangkan apabila
kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban financial untuk
penyelenggaraan proses produksi, maka dinamakan likuiditas perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk membayar hutang jangka
pendek disebut perusahaan yang likuid, sedang bila tidak disebut unlikuid. Rasio
likuiditas yang umum dipergunakan untuk mengukur tingkat likuiditas suatu
perusahaan antara lain:
1. Current Ratio
Menurut Kasmir (2016:134) “Rasio Lancar atau current ratio merupakan
rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
23
jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat dirtagih secara
keseluruhan.” Dalam praktiknya seringkali dipakai bahwa rasio lancar dengan
standar 2 kali, (2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup
baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Dengan kata lain, seberapa banyak
aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera
jatuh Tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan
antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. Rumus untuk mencari rasio
lancar atau current ratio adalah sebagai berikut:
Dari hasil pengukuran rasio, apabila rasio lancar rendah, dapat dikatakan
bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil
rasio tinggi, belum tentu perusahaan dalam kondisi baik. Bisa saja hal ini terjadi
karena kas tidak digunakan dengan sebaik mungkin.
2. Quick Ratio
Quick Ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara
jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar.
Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio, karena persediaan
merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya. Quick
ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih likuid yaitu:
kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau
hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Jadi rumusnya:
24
Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current
ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti
terjadi investasi yang besar pada persediaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan
aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar
rasio ini semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 1:1, sudah dapat dikatakan
baik.
3. Cash Ratio
Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera
menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah uang
perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk rekening Koran.
Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar yang dengan mudah
dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. Rumus untuk
menghitung cash ratio adalah:
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan
total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Meskipun hasil dari
rasio ini hanya 1:1, perusahaan dapat dikatakan baik.
25
B. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka
panjang apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang mempunyai
aktiva/kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, disebut
perusahaan yang solvable, sedang yang tidak disebut insolvable. Perusahaan yang
solvabel belum tentu ilikuid , demikian juga sebaliknya yang insolvable belum
tentu ilikuid. Macam-macam rasio keuangan berkaitan dengan rasio solvabilitas
yang biasa digunakan adalah:
1. Total Debt to Total Assets Ratio
Rasio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur
prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah
semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berjangka pendek maupun
yang berjangka panjang. Kreditor lebih menyukai debt ratio yang rendah sebab
tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik (Sutrisno, 2001:249). Untuk
mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:
Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva.
Semakin kecil rasionya semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap aktiva
harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).
26
2. Debt to Equity Ratio
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan
antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi
rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi
perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar
beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini semakin baik.
Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman.
Rumusnya:
C. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas atau profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam mendapatkan laba. Perhatian
ditekankan pada rasio ini karena hal ini berkaitan erat dengan kelangsungan hidup
perusahaan. Ada beberapa ukuran rasio rentabilitas yang dipakai, yakni:
1. Profit Margin
Rasio ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat langsung pada
analisis common size untuk laporan rugi laba (baris paling akhir). Rasio ini bisa
diintepretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya
(ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu (Hanafi dan Halim,
2000:84). Rasio profit margin bisa dihitung sebagai berikut:
27
2. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang
diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang
sama. Rasio ini mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat
dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya berarti semakin baik
kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut:
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba, yang
akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan
atas rasio ini dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi
sehingga perusahaan dapat menikmati laba. Semakin besar rasionya, semakin baik
(Harahap, 2002:306).
3. Net Profit Margin
Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih digunakan untuk mengukur
rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan dan
mengukur seluruh efisien, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan,
penentuan harga maupun manajemen pajak. Semakin tinggi rasionya
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat
penjualan tertentu. Tetapi, jika rasionya rendah menunjukkan penjualan yang
28
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk
tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut (Prastowo dan
Juliaty, 2003:91). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap
satu rupiah penjualan. Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat
penjualan tertentu.
4. Return On Investment (ROI)
Return On Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang
dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih
setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). Rasio ini dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang
dihasilkan oleh setiap satu rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar
rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255).
5. Return On Assets Ratio
Disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
29
Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau
EBIT (Sutrisno, 2001:254). Rasio ini dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan.
Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254).
D. Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat
aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang
rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya
dana kelebihan yang tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut
akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Beberapa
rasio aktivitas yang digunakan adalah:
1. Perputaran Piutang
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan
dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan
dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya
digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap modal kerja, karena
memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas.
Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suatu piutang bisa
ditagih (jangka waktu pelunasan). Semakin lama jangka waktu
30
pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang
(Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin tinggi
tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno,
2001:252).
2. Perputaran Persediaan
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas
perusahaan, yaitu dengan cara mengukur efisiensi perusahaan dalam mengelola
dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Perputaran persediaan
yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun.
Hal ini menandakan efektivitas manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika
perputaran persediaan rendah menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang
efektif (Hanafi dan Halim, 2000:80). Rumus perhitungannya adalah:
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi
tingkat perputarannya, semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno,
2001:251).
31
3. Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva
tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif proporsi aktiva tetap
tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai proporsi aktiva
tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa
industri yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang
kecil, rasio ini barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan
Halim, 2000:81). Perputaran aktiva tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam
mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif
penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253).
4. Perputaran Total Aktiva
Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio perputaran
total aktiva. Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini
menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya
menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat
manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran investasi atau
32
modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). Rasio perputaran total aktiva
menggunakan rumus:
Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam
menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif
perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno, 2001:253).