bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/46365/3/bab ii.pdf15 lapangan....

20
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian Kota tanpa kumuh yang pernah dilakukan sebelum penelitian ini, serta perbedaan penelitian Program Kota tanpa kumuh (KOTAKU) dalam peningkatan kualitas hidup yang lakukan dengan penelitian-penelitian sebelumya. Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002) menjelaskan pengembangan tiga model konseptual yang menjelaskan kepuasan dengan aspek lingkungan mempengaruhi kualitas hidup penduduk atau kepuasan hidup. 10 Table 2.1 : Hasil Penelitan Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002) Model Konseptual Pengaruh Terhadap Kuliatas Hidup Hasil Aspek Sosial, Ekonomi dan Fisik Lingkungan mempengaruhi keseluruhan perasaan kualitas hidup terhadap lingkungan Kualitas hidup seseorang cenderung berkontribusi terhadap kepuasan yang berlebihan seseorang dengan lingkungan atau kepuasan lingkungan, yang kemudian memberikan peran positif. Data yang diperoleh di lokasi penelitian Virginia barat daya tidak menunjukkan dukungan terhadap model ini. Aspek lingkungan (sosial, ekonomi dan fisik) tidak mempengaruhi kualitas hidup dalam bentuk hirarki Aspek-aspek ini di anggap tidak mempengaruhi kepuasan hidup dalam aspek hirarkis yaitu kepuasan perumahan, rumah dan kepuasan masyarakat. Data yang diperoleh peneliti gagal apabila kepuasan atau kualitas hidup seseorang hanya dinilai dari aspek- aspek atau temuan tersebut. 10 Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002). How neighborhood features affect quality of life. Social indicators research, 59(1), 79-114.

Upload: others

Post on 02-Mar-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Kota tanpa kumuh yang pernah dilakukan sebelum

penelitian ini, serta perbedaan penelitian Program Kota tanpa kumuh

(KOTAKU) dalam peningkatan kualitas hidup yang lakukan dengan

penelitian-penelitian sebelumya.

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Sirgy, M. J., & Cornwell,

T. (2002) menjelaskan pengembangan tiga model konseptual yang

menjelaskan kepuasan dengan aspek lingkungan mempengaruhi kualitas

hidup penduduk atau kepuasan hidup.10

Table 2.1 : Hasil Penelitan Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002)

Model Konseptual Pengaruh Terhadap

Kuliatas Hidup

Hasil

Aspek Sosial,

Ekonomi dan Fisik

Lingkungan

mempengaruhi

keseluruhan

perasaan kualitas

hidup terhadap

lingkungan

Kualitas hidup seseorang

cenderung berkontribusi

terhadap kepuasan yang

berlebihan seseorang

dengan lingkungan atau

kepuasan lingkungan,

yang kemudian

memberikan peran positif.

Data yang diperoleh

di lokasi penelitian

Virginia barat daya

tidak menunjukkan

dukungan terhadap

model ini.

Aspek lingkungan

(sosial, ekonomi dan

fisik) tidak

mempengaruhi

kualitas hidup dalam

bentuk hirarki

Aspek-aspek ini di anggap

tidak mempengaruhi

kepuasan hidup dalam

aspek hirarkis yaitu

kepuasan perumahan,

rumah dan kepuasan

masyarakat.

Data yang diperoleh

peneliti gagal apabila

kepuasan atau

kualitas hidup

seseorang hanya

dinilai dari aspek-

aspek atau temuan

tersebut.

10

Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002). How neighborhood features affect quality of life. Social

indicators research, 59(1), 79-114.

11

Aspek lingkungan (sosial, ekonomi dan

fisik) mempengaruhi

kualitas hidup yang

berbeda.

Model ini berpendapat apabila kualitas aspek

fisik dapat mempengaruhi

kualitas hidup dan

lingkungan, kualitas

lingkungan memiliki

peran dalam kualitas

hidup masyarakat, baik itu

perumahan dan

komunitas.

Data yang diperoleh menunjukkan apabila

sebagian besar

masyarakat setuju

akan pendapat ini,

dan hal ini sesuai

dengan realitas

masyarakat.

Kedua, Manfaat penataan pemukiman kumuh terhadap masyarakat

nelayan di kawasan bandengan Kabupaten Kendal, merupakan penilitian

yang di lakukan oleh mustofa kamal pada tahun 2005. Kawasan kumuh

yang berada di Kabupaten Kendal merupakan salah satu kawasan kumuh

di wilayah pemukiman nelayan, penanganan permasalahan kekumuhan

harus diantisipasi sehingga tidak menimbulkan wilayah kumuh baru.

Usaha pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh yaitu melalui

menata pemukiman kumuh dengan ideal yang diarahkan pada upaya

peningkatan kesejahteraan dan harkat masyarakat melalui penataan dan

perbaikan kualitas. Penelitian yang dilakukan bedasarkan analisa terhadap

29 indikator sebelum adanya penataan lingkungan kumuh menyatakan

bahwa, menilai kriteria kawasan kumuh disuatu pemukiman harus melihat

berbagai aspek yang kompleks yaitu luas wilayah, jumlah bangunan,

frekuensi bencana, tingkat kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk,

angka kematian, kesehatan, sanitasi, pengelolaan sampah, drainase,

kondisi jalan, ruang terbuka, kemiskinan, pendapatan, tingkat pendidikan

dan tingkat keamanan. Bedasarkan indikator-indikator tersebut maka

menghasilkan kesimpulan bahwa perlu adanya perbaikan saran prasarana

12

untuk menunjang aspek dasar penunjang perumahan seperti air bersih,

saluran pembungan dll yang dilakukan oleh pemerintah, melalui

pemanfaatan fisik lingkungan (pemukiman masyarakat yang berbentuk

semi permanen perlu adanya penataan ulang atau merelokasi kedaerah

yang lebih baik oleh pemerintah) , sosial budaya dengan adanya

pembenahan kondisi perumahan kumuh, dan ekonomi masyarakat,

penataan pemukiman dapat terwujud apabila tingkat perekonomiannya

baik, dan masyarakat setempat memiliki perekonomian rendah.11

Ketiga, Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi

Lingkungan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Matajalasan Kota Tanjung

Balai. Penelitian yang dilakukan oleh Tety Julianty Siregar (2010),

penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk yang

tinggi dan tidak sebandingnya dengan ketersediaan lahan pemukiman yang

mengakibatkan ketidak teraturan bangunan dan pembangunan sanitasi

yang buruk. Tujuan dari penelitian tersebut ialah untuk mengkaji

bagaimana kepedulian masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan

pemukiman kumuh di kelurahan matahalasan Kota Tanjungbalai,

Bagaimana keberhasilan perubahan perilaku masyarakat dalam perbaikan

snaitasi serta factor yang mempengaruhi kepedulian masyarakat terhadap

perbaikan sanitasi di pemukiman kumuh. Bedasarkan hasil penelitian ini

disimpulkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepedulian

11

Mustofa Kamal (2005). Tesis Memanfaat Pemetaan Permukiman Kumuh Terhadap Masayrakat

Nelayan Di Kawasan Bandengan Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro Semarang.

Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota

13

masyarakat dalam perbaikan sanitasi yaitu : (1). Kepedulian masyarakat

ditandai atau didapatkan dari perilaku masyarakat yang selalu bertanggung

jawab dan memperhatikan kepentingan orang lain, dan (2) kepedulian

masyarakat bergantung kepada peran dan dorongan memulai (pelopor,

dukungan pemerintah).12

Perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian

terdahulu yang telah dipaparkan diatas ialah, dalam pemilihan tema

penelitian terkait Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)

dalam Peningkatan Kualitas Hidup ini menggunakan indikator kualitas

hidup dalam menilai dan menganalisa keterkaitannya dengan lingkungan

kumuh. Penelitian penelitian terdahulu yang telah dilakukan melihat

konteks kumuh dalam pendekatan ilmu teknik yang erat kaitannya dengan

faktor fisik, dalam penelitian ini peneliti tidak hanya melihat faktor fisik

sebagai penunjang kualitas hidup manusia, tetapi juga melihat aspek sosial

yaitu pola perilaku yang ditimbulkan setelah adanya program. Penelitian

ini melihat konteks kualitas hidup dikaitkan dengan faktor lingkungan

serta pemenuhan fasilitas dasar masyarakat sebagai standar kualitas hidup

yang telah ditentukan yaitu kondisi bangunan yang layak huni, kepadatan

bangunan yang seimbang, pelayanan air bersih, saluran drainase ,

penegelolaan limbah dan kondisi jalan lingkungan yang baik.

12

Tety Julianty Siregar (2010) Tesis Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi

Lingkungan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Matajalasan Kota Tanjung Balai.

Universitas Diponegoro Semarang, Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan

Wilayah Kota.

14

B. Konsep Implementasi

Implimentasi kebijakan dalam pengertian luas merupakan tahapan

dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Dimana

dalam hal ini terdapat aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja sama

untuk menjalankan kebijakan dalam upaya pencapaian tujuan kebijakan

atau program. Implementasi di lihat dari segi lainnya ialah suatu

fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu

proses, suatu keluaran (Output), maupun sebagai suatu dampak

(Outcome).13

Konteks kebijakan suatu produk diimplementasikan dan

dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau serangkaian keputusan dan

tindakan yang ditunjukkan agar keputusan dapat dijalankan. Implementasi

juga dapat diartikan sebagai suatu keluaran atau sejauh mana target yang

telah direncanakan mendapat dukungan. Implementasi juga dapat diartikan

sebuah proses mentranformasikan tujuan kedalam sebuah agenda atau

rencana kedalam sebuah aksi atau praktek lapangan yang menimbulkan

dampak langsung kedalam tatanan masyarakat. Tahapan implementasi

terdiri dari14

:

1. Tahap Persiapan (Engagement) dalam tahapan persiapan terdiri dari

dua hal yaitu tahapan (1) persiapan petugas dan (2) persiapan

13

Sulila, I. (2015). Implementasi dimensi layanan publik dalam konteks otonomi daerah.

Deepublish. 14

Adi, Isbandi R. (2002). Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesjahteraan Sosial.

Jakarta. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universita Indonesia.

15

lapangan. Persiapan petugas dalam hal ini terkait dengan prasyarat

tenaga pelaksana program yang nantinya akan dikerjakan di lapangan.

Persiapan anggota juga membicarakan tentang konsep pendekatan

yang natinya akan diterapkan didalam masyarakat. Persiapan lapangan

merupakan tahap pengkajian uji kelayakan yang nantinya akan

dijadikan sasaran baik formal mauapun non formal. Dua tahapan

persiapan ini dilakukan agara mencapai sinergi yang searah anatara

masyarakat dengan petugas program.

2. Tahap Pengkajian (Assesment) dalam tahapan ini dapat dilakukan

dengan memilah kebutuhan, permasalahan dan potensi yang dimiliki

dalam masyakat. Bentuk keluaran dari tahapan ini merupakan upaya

perubahan atau program apa yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, simultan dan tidak mengalami disfungsi program.

3. Tahapan Perencanaan Alternatif Program (Designing) dalam tahapan

ini petugas sebagai agen malakukan diskusi dengan masyarakat

tentang pengimplementasian program. Masyarakat dilibatkan agar

masyarakat mampu Berkembang dan memahami akan permasalahan

yang dihadapi dan mempu menyelesaikan secara mandiri.

4. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi (Designing), tahapan ini etugas

dan masyarakat sudah dapat memetakan keberhasilan program dimasa

mendatang, dan capaiannya dalam jangka pendek yang dirasakan.

5. Tahap Pelaksaan Program (implementasi) tahap pengimplementasian

program merupakan tahapan terpenting untuk mencapai tujuan yang

telah di rencanakan dan capaian-capaiannya. Pentingnya sinergisitas

16

masyarakat dengan petugas menjadikan barometer keberhasilan jangka

pendek yang harus tercapai. Sinergisitas penting dikarenakan nantinya

jika petugas telah selesai maka penting peran masyarakat untuk

melanjutkannya.

6. Tahap Evaluasi dalam tahapan ini penting pengawasan masyarakat

sebagai subjek pengimplementasian program. Peran masyarakat

menjadi sentral karena diharapkan masyarakat mengerti jika dalam

program yang dilaksanakan terdapat sistem yang terhubung terhadap

kehidupan masyarakat. Evaluasi program diharapkan ada umpan balik

dari masyarakat dan program yang anggap kurang sesuai dapat di

perbaiki.

C. Konsep Kota Kumuh

Kota merupakan suatu ciptaan peradaban umat manusia, Kota

yang berada di indoneisa berkembang sejak dahulu, pemilihan lokasi

didasarkan kepada potensi yang dapat dikembangkan terutama potensi

sumber daya alam yang letaknya strategis.15

Kota merupakan pemukiman

yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh orang-orang yang

hetrogen kedudukan sosialnya, sehingga Kota merupakan wilayah yang

luas, penduduknya memiliki sistem sosial yang jamak. Kawasan

perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

15

Pandaleke Alfien. (2015) Sosiologi PerKotaan. Bogor.Maxindo Internasional. Halaman 3

17

pertotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.16

Kumuh merupakan lingkungan permukiman yang telah

mengalami penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan

lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota atau

Kabupaten. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak laik

huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan

yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang

tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah

perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat

hunian.17

Bedasarkan dua definisi tentang Kota dan kumuh, maka dapat

ditarik kedalam suatu definisi kompleks tentang Kota kumuh yaitu

pemukiman yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh

orang-orang yang hetrogen kedudukan sosialnya, dimana

lingkungannya telah mengalami penurunan kualitas baik secara fisik,

ekonomi, dan budaya, dan lokasinya sesuai dengan rencana tata

ruang.

16

undang-undang republik Indonesia no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang 17

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

18

D. Konsep KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh)

Penanganan permukiman kumuh menjadi tantangan yang rumit

bagi pemerintah Kota atau Kabupaten, karena di sisi lain pengentasan

masalah ini memerlukan sifat pekerjaan dan skala pencapaian yang besar,

maka perlu adanya kola borasi dari pemerintah pusat hingga daerah.

Pemerintah menetapkan penanganan perumahan dan permukiman kumuh

sebagai target nasional, sasaran pembangunan kawasan permukiman

adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh perKotaan menjadi 0

Ha melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 Ha

yang berada di seluruh Indonesia.18

Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang

dilaksanakan secara nasional di 269 Kota atau Kabupaten di 34 Propinsi

di Indonesia, basis penanganan kumuh yang mengintegrasikan berbagai

sumber daya dan sumber pendanaan (pemerintah pusat, provinsi, Kota

atau Kabupaten, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan) yang

berkontribusi untuk menyelesaikan permasalah kumuh. KOTAKU

bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan

kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dalam perencanaan

maupun implementasinya mengedepankan partisipasi masyarakat. Hal

tersebut dapat dilakukan melalui revitalisasi peran Badan

KeswadayaanMasyarakat (BKM), yang berada di tingkat kelurahan.

Berdasarkan surat edaran nomor : 40/SE/DC/2016 tentang pedoman

18

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.Dalam RPJMN 2015-

2019

19

umum program Kota tanpa kumuh secara garis besar pencapaian tujuan

diukur dengan indikator “outcome” KOTAKU sebagai berikut:

1. Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan

pelayanan perKotaan (drainase, air bersih serta air minum,

pengelolaan persampahan, pengelolaan air limbah, pengamanan

kebakaran, Ruang Terbuka Publik).

2. Menurunnya luasan permukiman kumuh dikarenakan adanya akses

infrastruktur dan pelayanan perKotaan yang lebih baik.

3. Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkat

Kabupaten atau Kota untuk mendukung program KOTAKU.

4. masyarakat pemukiman kumuh mendapat akses yang baik dengan

kualitas infrastruktur dan pelayanan perKotaan di permukiman

kumuh.

5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong

penghidupan berkelanjutan di wilayah kumuh.

Terdapat 9 prinsip yang diterapkan dalam pelaksanaan program

KOTAKU adapun prinsip-prinsip19

tesebut adalah (1) pemerintah daerah

dan pemerintahan kelurahan atau desa sebagai nahkoda yang artinya

memimpin kegiatan penanganan permukiman kumuh secara kolaboratif,

19

Surat Edaran Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat Nomor : 40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum Program Tanpa Kumuh

(KOTAKU).

20

(2) perencanaan komperhensif dan berorientasi outcome atau tujuan yaitu

untuk terciptanya pemukiman layak huni dan target nasional 0 Ha dalam

jangka lima tahun mendatang, (3) Sinkronisasi perencanaan dan

penganggaran dengan adanya integrasi dari pemerintah pusat hingga

daerah, (4) partisipatif masyarakat dalam perencanaan, (5) Kreatif dan

inovatif dalam menciptakan lingkungan layak huni, (6) pengelolaan

lingkungan dan sosial yang berpinsip pembangunan berkelanjutan, (7) tata

kelola pemerintahan yang baik, (8) investasi penanganan pemikiman

melalui peningkatan kapasitas dan daya dukung lingkungan, dan (9)

revitalisasi peran BKM dalam pencegahan dan peningkatan pemukiman

kumuh baru.

E. Landasan Hukum Program KOTAKU

Program Kota tanpa kumuh merupakan program pemerintah pusat

yang dilakukan oleh segala sektor pemerintah daerah baik Kota ataupun

Kabupaten untuk menangani pemukiman kumuh di seluruh pelosok negeri,

adapun dasar pembentukan program ini ialah :

Pertama Undang - undang nomor 1 tahun 2011 tentang

perumahan da kawasan pemukiman (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Repiblik

Indonesia Nomor 5188), berdasarkan undang-undang ini bahwa

pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan

kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi

21

masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat

sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang

fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin

kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi

daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.20

dalam upaya peningkatan kualitas terhadap

perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola

penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.21

Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah pusat dan daerah bersinergis

untuk mewujudkan pemukiman yang layak dan menjaga kelestarian dalam

program ini.

Kedua Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang

pemerintahan daerah (lembaran Negara republik Indonesia tahun 2014

nomor 244, tambahan lembaran Negara republik Indonesia nomor 5587)

bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan

daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

20

Undang - undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan da kawasan pemukiman. Bagian

menimbang. 21

Undang –undang nomor 1 tahun 2011. Op.It. pasal 96

22

pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan

aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan

antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan

tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan Negara.22

Ketiga Peraturan presiden nomor 2 tahun 2015 tentang rencana

pembangunan jangka menengah tahun 2015-2019 (lembaran negera

republik Indonesia tahun 2015 nomor 3) RPJM Nasional memuat strategi

pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga

dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,

serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian

secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja

yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat

indikatif. RPJM Nasional dapat menjadi acuan bagi masyarakat

berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.23

Keempat Peraturan presiden nomor 15 tahun 2015 tentang

kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (lembaran Negara

republik Indonesia tahun 2015 nomor 16) Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk

membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

22

Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Bagian menimbang. 23

Peraturan presiden nomor 2 tahun 2015 tentang rencana pembangunan jangka menengah tahun

2015-2019. Pasal 2-3.

23

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyelenggarakan

fungsi salah satunya ialah perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan,

penyediaan perumahan dan pengembangan kawasan permukiman,

pembiayaan perumahan, penataan bangunan gedung, sistem penyediaan air

minum, sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan, dan pembinaan jasa konstruksi.24

Kelima Peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat

republik Indonesia nomor 02/prt/m/2016 tentang peningkatan terhadap

perumahan kumuh dan pemukiman kumuh. bahwa dalam rangka

meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui

perumahan dan permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur

dibutuhkan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan

Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan,

dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,

pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang

terkoordinasi dan terpadu.25

24

Peraturan presiden nomor 15 tahun 2015 tentang kementrian pekerjaan umum dan perumahan

rakyat. Pasal 2-3 25

Peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat republik indonesi nomor

02/PRT/M/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

pemukiman kumuh. Pasal 1

24

F. Konsep kualitas hidup

WHO mendefinisikan Kualitas Hidup sebagai persepsi individu

tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem

nilai di mana mereka hidup yang berkaitan dengan tujuan, harapan, standar

dan kekhawatiran mereka.26

Hal ini merupakan konsep luas yang

dipengaruhi oleh kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian,

hubungan sosial, kepercayaan pribadi dan hubungan dengan lingkungan.

Istilah kualitas hidup sering disebut sebagai kesejahteraan.27

kesejahteraan

adalah digunakan untuk merujuk pada kondisi kehidupan obyektif yang

berlaku untuk populasi secara umum, sementara kualitas hidup harus lebih

kepada penilaian subjektif individu dari kehidupan mereka apa yang

dirasakan sebagai evaluatif dari kualitas hidup. kualitas hidup atau

kesejahteraan memiliki kedua komponen objektif yaitu komponen

eksternal untuk individu dan dapat diukur oleh orang lain, dan komponen

subjektif yaitu penilaian pribadi atas kehidupan seseorang atau aspek-

aspek kehidupan tertentu menggunakan ukuran kepuasan, kebahagiaan,

atau skala penilaian diri lainnya.

26

World Health Organization (1997). Programme on mental health WHOQOL measuring Quality

of life : the world health organization on quality of life instruments. English : 1-6 27

Theofilou.P. (2013). Europe’s Journal of Psikologi : Theoretical contributions Quality of life

definition and measurement. Volume 9(1) page 150-162

25

G. Indikator Kualitas Hidup

Dewan Pembangunan Sosial Ontario dan Jaringan Perencanaan

Sosial Ontario, Kanada telah mendefinisikan kualitas hidup sebagai Produk

antara sosial, kesehatan, kondisi ekonomi dan lingkungan yang

mempengaruhi perkembangan manusia dan sosial.28

Meningkatkan kualitas

hidup individu menjadi tujuan semakin penting dari sejumlah bidang

penelitian ilmiah sosial dan perilaku mulai dari perawatan kesehatan hingga

psikologi, dan termasuk perencanaan. Konsep kualitas hidup menjadi

konstruk yang lebih kuat dapat mencakup berbagai kepentingan dalam

definisi dan penyelidikannya. Kualitas hidup seseorang dipengaruhi secara

signifikan oleh lingkungan sosial, maka ada dimensi kolektif atau publik

yang kuat untuk kualitas hidup yang melengkapi dimensi individu atau

pribadi, dan lingkungan sosial.29

Bedasarkan hal tersebut dapat disimpilkan

apabila kualitas hidup sangat erat hubungannya dan saling mempengaruhi

antara individu atau masyarakat dengan lingkungan sosialnya.

Merujuk dari jurnal penelitian In Proceedings of the Third

International Conference on Environment and Health (Dalam Prosiding

Konferensi Internasional Ketiga tentang Lingkungan dan Kesehatan),

menyatakan bahwa dalam studi ini, kualitas hidup lingkungan kumuh dapat

28

Massam, B. H. (2002). Quality of life: public planning and private living. Progress in

planning, 58(3), 141-227. 29

Clark, S. C. (2000). Work/family border theory: A new theory of work/family balance. Human

relations, 53(6), 747-770.

26

dinilai melalui parameter30

yaitu : (1) Struktur tempat tinggal, (2) Sumber

air minum, (3) Kepadatan penduduk, (4) Resapan air hujan, (5) Sistem

pengelolaan limbah, (6) kondisi jalan dan lingkunggan dan, (7) Kondisi

kesehatan atau akses pelayanan kesehatan.

Tujuh indikator tersebut akan menilai apakah daerah kumuh atau

lingkungan kumuh dapat menciptakan dan memperngaruhi kondisi kualitas

hidup masyarakat. Dalam aspek struktur bangunan atau tempat tinggal, di

Negara Indonesia dalam undang-undang menyatakan bahwa setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar

manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam

pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya

membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan

produktif.31

Standar kualitas hidup secara global ditentukan oleh tiga hal yaitu

kesehatan, pendidikan dan profesi serta pendapatan, dalam hal lain standar

ini bisa berubah dengan kondisi yang dibutuhkan. Standart kualitas hidup

diperKotaan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti faktor geografi,

desain, kondisi lingkungan dan perumahan.32

Standart kualitas hidup

masyarakat dilihat melalui beberapa hal yaitu : (1) kondisi fisik, (2)

30

Sundari, S. (2003, December). Quality of life of migrant households in urban slums. In

Proceedings of the Third International Conference on Environment and Health, Chennai,

India (pp. 15-17) 31

Undang-undang no 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman. 32

Węziak-Białowolska, D. (2016). Quality of life in cities–Empirical evidence in comparative

European perspective. Cities, 58, 87-96.

27

Aksesbilitas kebutuhan (3) Akses kesehatan, (4) Transpotasi, (5) Rasa Aman

dan (6) privasi. Enam indikator diata merupakan upaya untuk

mensejahterakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat ialah :

1) Kondisi fisik yang dimaksud ialah kondisi fisik terkait bukan semata-

mata tentang kondisi kesehatan fisik yang dialami oleh individu, tetapi

juga melihat kondisi fisik lingkungan sosial masyarakat yang

mendukung atau tidak dalam pemenuhan dan akselesarasi diri suatu

individu.

2) Aksesbilitas kebutuhan, pemahaman konsep aksesbilitas berbicara

mengenai potensi pembangunan, kepadatan penduduk, dan kepadatan

aktivitas, sehingga aksesbilitas dapa dikatakan bahwa ukuran

kemudahan dalam melakukan aktifitas terkait pemenuhan kebutuhan

(pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, psikologi, budaya, dan rasa

aman) yang menghasilkan interaksi yang porposinal antara masyarakat

dengan sistem sumber yang diakses.

3) Akses kesehatan berbicara tentang potensi penyakit yang timbul di

masyarakat, yang dapat di proyeksikan melalui pemetaan wilayah dan

permasalahan wilayah yang dihadapi, dalam kondisi kumuh akses

kesehatan penti untuk mencegah penyakit yang ditimbulkan dari

lingkungan yang kurang standar teknisnya. Pelayanan kesehatan juga

berbicara rasio antara jumlah pelayanan kesehatan, jarak dan biaya yang

dikeluarhan, sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan

kesehatan secara maksimal.

28

4) Transportasi merupakan akses utama masyarakat dalam upaya

pemenuhan kebutuhan, bagaimana akses ini memudahkan masyarakat

dalam melakukan aktivitas sosial, ekonomi dll.

5) Rasa aman adalah upaya perlindungan masyarakat terhadap ancaman

dari pihak luar atau upaya kriminalitas. Kualitas hidup dapat dinilai baik

dari rasa aman yang dirasakan masyarakat baik jaminan hukum,

kesehatan dan pemenuhan hakhaknya.

6) Privasi merupakan kemampuan untuk menyaring dan melindungi

kehidupan personalnya dalam upayanya mencapai perlindungan dan

keamanan.

Maka berdasarkan hal diatas kualitas hidup dapat diperoleh apabila keenam

aspek diatas dapat terpenuhi, meski dalam konteks kehidupan nyata sangat

sulit direalisasikan. Pemenuhan kualitas hidup harus sesuai standar dan

aspek yang secara menyeluruh dapat terpenuhi mseki tidak secara utuh,

karena banyak hal yang diperlukan dan digunakan dalam aspek-aspeknya.

H. Pendekatan Teori Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi

sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang

terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi

29

kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,

jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.33

Kesejahteraan sosial dapat diperoleh melalui lingkungan sosial,

lingkungan sosial merupakan keterkaitan antara seluruh komponen yang

terdapat dalam lingkungan hidup, bukan semata-mata interaksi sosial

berserta pranata, symbol, nilani dan normanya saja tetapi juga kaitannya

dengan unsur-unsur lingkungan hidup lainnya, alam dan lingkungan binaan

atau buatan.34

Melihat hal tersebut penting adanya pengelolaan lingkungan

sosial, secara teoritis pengelolaan lingkungan sosial dapat diartikan sebagai

upaya atau serangkaian tindakan untuk perencanaa, pelaksanaan,

pengendalian atau pengawasan, dan evaluasi yang bersifat komunikatif

dengan pertimbangan beberapa hal yaitu (1) ketahanan sosial (daya dukung

dan daya tampung sosial setempat), (2) keadaan ekosistem, (3) tata ruang,

(4) kualitas sosial setempat objekti dan subjektif, (5) sumber daya sosial

(potensi) dan keterbatasan (pantangan) yang bersifat kemasyarakatan (yang

tampak dalam bentuk pranata, pengetahuan lingkungan dan etika

lingkungan), dan (6) kesesuaian dengan azas, tujuan dan sasaran

pengelolaan lingkungan hidup.

33

Undang-undang republik Indonesia nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Pasal 1 34

Purba, J. (2002). Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor Indonesia. Halaman 14