bab ii kajian pustaka a. pembelajaran matematikadigilib.uinsby.ac.id/8708/5/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang berbeda dalam
pembelajaran tetapi dua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Dengan kata lain, belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang erat
kaitannya. Belajar menunjuk apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek
yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada
apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.3 Dua konsep tersebut
menjadi terpadu dalam satu kegiatan pembelajaran, manakala terjadi interaksi
antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Interaksi guru dan siswa memegang peranan penting dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar
seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.4 Menurut Gagne
dan Briggs pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu
proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
3 Nana S, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008),
h.28 4 Yusufhadi Miarso, Menyamai Benih Teknologo Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
h.528
13
belajar peserta didik yang bersifat internal.5 Dengan demikian, inti dari
pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
belajar pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak
menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya.
Dalam proses pembelajaran, matematika merupakan suatu ilmu yang
berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak
dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu.6 Menurut James dan James dalam
kamus matematikanya menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang
yaitu aljabar, analisis dan geometri.7
Menurut Soejadi, pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan
yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.8 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu upaya meningkatkan peranan siswa dalam
mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri
sedemikian hingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.
5 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan & Aplikasinya, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2008), h.266 6 Herman Hudojo, Common Teks Book Pengembangan kurikulum dan pembejaran
Matematika, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2003), h.123 7 Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Common Teks Book Strategi Pembelajaran
Matematika, (Bandung: JICA universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2001), h.17 8 Ibid., h.6
B. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran yang mudah dan sering digunakan oleh kebanyakan
dari para guru adalah pembelajaran langsung. Pembelajaran ini sederhana dan
langkah-langkah penerapan juga tidak terlalu sulit bagi seorang guru.
Model pembelajaran langsung adalah “pendekatan mengajar yang dapat
membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi
yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah”.9 Pembelajaran langsung
merupakan suatu model pembelajaran yang cocok apabila guru menginginkan
siswa-siswanya belajar pengetahuan deklaratif dan prosedural. Pengetahuan
deklaratif adalah pengetahuan yang di miliki siswa tentang sesuatu. Pengetahuan
Prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Menurut Kardi dan Nur, menjelaskan bahwa gambaran umum model
pembelajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut:10
1. adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa dan termasuk
prosedur penilaian hasil belajar,
2. sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran, dan
3. sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
9 Soeparman Kardi, Model Pengajaran Langsung, (Surabaya: DEPDIKNAS, 1999), h.2 10 Ibid., h.3
Model pembelajaran langsung merupakan model yang berpusat pada guru
dan mempunyai lima langkah 1). menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa, 2). mendemonstrasikan keterampilan atau pemahaman yang merupakan
fokus pelajaran itu, 3). memberikan latihan terbimbing, 4). mengecek pemahaman
dan memberikan umpan balik , 5). memberikan latihan mandiri.11
Jadi model pembelajaran langsung yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah bentuk pembelajaran yang terstruktur dari awal hingga akhir yang
memiliki tujuan, sintaks, lingkungan dan pengelolaan kelas yang dapat membantu
siswa mempelajari keterampilan-keterampilan dan informasi dasar.
11 Ibid., h. 8
TABEL 2.1
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG 12
No. Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa 1. 2. 3. 4. 5.
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Mendemonstrasikan ketrampilan atau pemahaman yang merupakan fokus pelajaran itu Memberikan latihan terbimbing Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan latihan mandiri
mengkomunikasikan garis besar tujuan pelajaran tersebut, memberi informasi, latar belakang, dan menjelaskan mengapa pelajaran itu penting. Serta mempersiapkan siswa untuk belajar. mempresentasikan pengetahuan tersebut dengan benar atau mendemonstrasikan langkah demi langkah memberi dan membimbing latihan awal dengan cara mengawasi siswa pada saat mereka menyelesaikan satu atau dua tugas pendek pada waktu tertentu. mengecek untuk mencari tahu apakah siswa melakukan tugas dengan benar dan memberi umpan balik mempersiapkan kondisi untuk latihan lanjutan dengan memusatkan perhatian pada transfer keterampilan tersebut ke situasi-situasi yang lebih kompleks
mendengarkan apa topik pelajaran tersebut; mengetahui bagaimana pelajaran tersebut berhubungan dengan dunia nyata; serta menyiapkan diri untuk mengikuti proses pembelajaran dengan maksimal. mendengar suatu penjelasan; melakukan diskusi kelas; membaca penjelasan dalam buku teks; melafalkan pemahaman; meniru proses yang di demonstrasikan menyelesaikan satu atau dua soal matematika di tempat duduk masing-masing menyelesaikan suatu tugas di papan tulis, sementara yang lain melakukan pekerjaan yang sama di tempat duduk mereka menyelesaikan tugas di kelas; menyelesaikan tugas pekerjaan rumah
12 M. Nur, Guru Yang Berhasil dan Model Pengajaran Langsung , (Surabaya: DEPDIKNAS,
2008), h. 36
C. Media Pembelajaran
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan media, khususnya media
yang digunakan dalam proses pembelajaran, dikemukakan beberapa pendapat dari
para ahli/ pakar di bidang media antara lain:13
1. AECT (Asssociation for Education and Comunication Technology)
Media adalah segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses
penyaluran informasi.
2. NEA (National Education Association)
Media adalah segala benda yang data dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca
atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut.
3. Gagne
Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
4. Brigg
Media adalah alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya proses
belajar terjadi.
5. Anderson
Media adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung
antara karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan para siswa.
13 Karti Suharto, dkk, Teknologi Pembelajaran, (Surabaya: Surabaya Intellectual Club, 2008),
h.98
Dari beberapa pendapat tersebut diperoleh persamaan-persamaan yaitu
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, dan minat
serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengalaran maka media itu
disebut media pembelajaran.14 Menurut Latuheru media pembelajaran adalah
bahan, alat, metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara guru dan anak
didik dapat berlangsung tepat guna dan berdaya guna.15 Jadi yang dimaksud
dengan media pembelajaran dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta
didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta
didik.
1. Manfaat media pembelajaran
Sudjana dan Rifai mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam
proses belajar siswa, yaitu:16
a. pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
14 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.4 15 Tutut Wulandari, Penerapan Media Permaian Ular Tangga Dalam Pembelajaran
Pencemaran Udara Di Kelas 2 SMU Negeri 1 Trenggalek , op.cit., h. 13 16 Nana Sudjana, Media Pengajaran, (Bandung: C.V Sinar Baru, 1990), h.30
b. bahasa pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
difahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pembelajaran.
c. metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi kalau guru menagajar pada setiap jam pelajaran.
d. siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemostrasikan, memerankan, dan lain-lain.
2. Fungsi media pembelajaran
Fungsi media pembelajaran menurut Nuryani. dkk ada 9 antara lain:17
a. memperjelas dan memperkaya/ melengkapi informasi yang diberikan
secara verbal.
b. meningkatkan motivasi dan perhatian siswa untuk belajar.
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi.
d. menambah variasi penyajian materi.
e. pemilihan media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah dan
mencegah kebosanan siswa untuk belajar.
f. kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak
17 Agustin Rahmawati, Penggunaan Media Permaian Ular Tangga Dalam Pembelajaran
Biologi Pada Sub Pokok Bahasab Klasifikasi Makhluk Hidup Di Kelas VII SMP Negeri 2 Sugio Lamongan , (Skripsi tidak dipublikasikan, 2006 ), h.9
mudah dilupakan siswa.
g. memberikan pengalaman yang lebih kongkrit bagi hal yang mungkin abstrak.
h. meningkatkan simulus dan mendorong respons siswa.
i. meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa.
3. Klasifikasi media
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi
perkembangan teknologi oleh Seels & Glaslow dibagi ke dalam dua kategori
luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.18
a. Pilihan media tradisional
1) visual diam yang diproyeksikan: Proyeksi opaque (tak tembus
pandang), proyeksi overhead, Sides, Filmstrips.
2) visual yang tidak diproyeksikan: gambar/ poster, foto, charts, grafik,
diagram, pameran, papan info, papan-bulu.
3) audio: rekaman piringan, pita-kaset, real, cartridge.
4) penyajian multimedia: slide plus suara (tape), multi-image.
5) visual dinamis yang diproyeksikan: film, televise, video.
6) cetak: buku teks, modul, teks program, work book, majalah ilmiah,
berkala, lembaran lepas (hand out).
7) permainan: teka-teki silang, simulasi, permainan papan, ular tangga.
8) realia: model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka).
18 Ibid., h.9
b. Pilihan media teknologi mutakhir
1) media berbasis telekomunikasi: teleconference, kuliah jarak jauh.
2) media berbasis mikroprosesor: computer-assited instruction, permaian
computer, system tutor intelejen, interaktif, hypermedia, compact dist
(video).
4. Media permainan
Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses kegiatan belajar
mengajar adalah permainan. Permainan adalah konteks antara pemain yang
berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu pula.19
Permainan dapat menjadi sumber belajar atau media belajar.
Permainan tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan atau
pembelajaran. Anak dapat belajar dalam berbagai kesempatan dan kegiatan
baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Permainan dapat membuat
suasana lingkungan belajar menjadi menyenangkan, segar, hidup, bahagia,
santai. Namun permainan ini masih tetap memiliki suasana belajar yang
kondusif.
19 Tutut Wulandari, Penerapan Media Permaian Ular Tangga Dalam Pembelajaran
Pencemaran Udara Di Kelas 2 SMU Negeri 1 Trenggalek , op.cit., h.16-17
Menurut Sadiman sebagai media pembelajaran permainan mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu:20
a. permainan adalah suatu yang menyenangkan untuk dilakukan, sesuatu
yang menghibur dan menarik.
b. permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar.
c. permainan dapat memberikan umpan balik langsung.
d. permainan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah-masalah nyata.
e. Permainan memberikan pengalaman-pngalaman nyata dan dapat diulangi
sebanyak yang dikehendaki, kesalahan-kesalahan operasional dapat
diperbaiki.
f. membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikatifnya.
g. membantu siswa yang sulit belajar dengan metode tradisional.
h. pemainan bersifat luwes, dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan.
i. permainan dapat dengan mudah dibuat dan di perbanyak.
5. Media permainan ular tangga
Media permainan ular tangga merupakan satu set alat bermain yang
berupa sebuah papan atau karton bergambar kotak-kotak biasanya berukuran
10×10 kotak. Tiap kotak diberi nomor urut mulai dari nomor 1 dari sudut kiri
bawah sampai nomor 10 disudut kanan bawah, lalu dari kanan ke kiri mulai
nomor 11 baris kedua sampai nomor 20 dan seterusnya sampai nomor 100 di
20 Ibid., h.17-18
sudut kiri atas. Ciri khas yang tidak pernah berubah adalah kehadiran ular dan
tangga dalam gambar permainan tersebut. Giliran bermain dan jumlah langkah
yang akan dimainkan ditentukan menggunakan lemparan dadu.
Media permainan ular tangga dalam pembelajaran adalah sebagai alat
penyalur pesan ke penerima pesan. Sebagai pembawa pesan dalam
pembelajaran media permainan ular tangga bertujuan untuk mempermudah
tercapainya tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Siswa tidak semata-mata
hanya untuk mendapat kesenangan, melainkan kegiatan untuk mempermudah
pemahaman siswa dalam belajar.
Media permainan ular tangga dapat menimbulkan kegiatan belajar
menjadi menarik, membuat suasana lingkungan belajar menjadi menyenangkan,
segar, hidup, santai. Namun tetap serius sehingga dapat mengatasi kejenuhan
dalam belajar. Media permainan ular tangga ini melibatkan seluruh siswa/
pemain aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan media permaian
ular tangga terdapat aturan-aturan yang mengharuskan pemain (siswa) untuk ikut
aktif dalam memecahkan masalah yang ada.
Berdasarkan penggolongan jenis-jenis media, media permainan ular
tangga dapat dikategorikan grafis dan termasuk pilihan media tradisional
karena media ini berbentuk dua dimensi (mempunyai panjang dan lebar).
Hanya saja pembelajaran dengan menggunakan media ini diutamakan yang
bersifat mengenal, menghafalkan, dan membedakan.
Menurut Wulandari, permainan ular tangga dapat digunakan untuk
mencapai tujuan kognitif secara umum, terutama yang termasuk pengenalan,
membedakan, pemahaman, hafalan, rumus-rumus matematika, dan lain-lain.
Sedangkan tujuan afektif dapat ditinjau dari adanya kesatuan kerja sama,
bekerja sendiri, tambah percaya diri, tidak putus asa dan pantang menyerah.
Sementara tujuan psikomotor dari permainan ular tangga ini kurang berperan.
Selain itu permainan ini juga menambah motivasi pada pokok-pokok bahasan
yang biasanya kurang menarik perhatian siswa, misalnya pemahaman konsep
yang abstrak, hafalan, cerita, dan lain-lain.21
Sementara itu para guru umumnya beranggapan bahwa pelajaran yang
bersifat hafalan mudah bagi siswa, namun dalam kenyataannya hal ini tidak
selalu benar karena proses menghafal menuntut penggunaan kemampuan
mengingat yang tinggi. Proses mengingat sulit dilakukan apabila hal yang
diingat tidak bermakna bagi siswa.22 Untuk menjelaskan topik-topik tersebut
diharapkan media permainan ular tangga merupakan media alternatif karena
dalam permainan ini selain memecahkan masalah siswa juga bermain,
sehingga membuat siswa lebih tertarik pada materi.
21 Tutut Wulandari, Penerapan Media Permaian Ular Tangga Dalam Pembelajaran Pencemaran Udara Di Kelas 2 SMU Negeri 1 Trenggalek, op.cit,. h.19
22 Agustin Rahmawati, Penggunaan Media Permaian Ular Tangga Dalam Pembelajaran Biologi Pada Sub Pokok Bahasab Klasifikasi Makhluk Hidup Di Kelas VII SMP Negeri 2 Sugio Lamongan, op.cit., h.11
D. Efektivitas Pembelajaran
Suatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dapat diselesaikan pada
waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas menekankan
pada perbandingan antara rencana dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu,
efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan pembelajaran,
atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi.
Eggen dan Kauchak mengatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif
apabila siswa aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi
(pengetahuan). Semakin aktif siswa, maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran
semakin besar sehingga semakin efektiflah pembelajaran.23 Selanjutnya Sutikno
menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah suatu pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan,
dan dapat tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan.24
Menurut Slavin, dinyatakan bahwa keefektifan pembelajaran terdiri atas
empat indikator, yaitu kualitas pembelajaran (Quality Levels of Instruction),
kesesuaian tingkat pembelajaran (Approriate of Intruction), insentif (Incentive),
dan waktu (Time).25
23 Indri Kurniastutik, Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Alat Peraga Pada
Materi Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Tegak Di Kelas VII-C SMP Negeri 21 Surabaya, (Skripsi tidak dipublikasikan, 2005 ), h.14
24 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan & Aplikasinya, op.cit., h.288 25 Ria Andriyana, Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Alat Peraga Pada
Materi Pokok Bahasan Pecahan Di Kelas III-A SDN Ketintang 1 Surabaya, (Skripsi tidak dipublikasikan, 2005 ), h.8
1. kualitas pembelajaran (Quality Levels of Instruction), yaitu banyaknya
informasi atau keterampilan yang disajikan sehingga siswa dapat
mempelajarinya dengan mudah atau makin kecil tingkat kesalahan yang
diperoleh. Semakin kecil tingkat kesalahan yang diperoleh berarti semakin
efektif pengajaran. Penentuan tingkat keefektifan pembelajaran tergantung
pada pencapaian penguasaan tujuan pengajaran tertentu, biasanya disebut
dengan ketuntasan belajar. Jadi, ketuntasan belajar merupakan salah satu
indikator keefektifan pembelajaran.
2. kesesuaian tingkat pembelajaran (Approriate of Intruction), yaitu sejauh
mana guru memastikan tingkat kesiapan siswa untuk mempelajari materi baru
(mempunyai keterampilan dan pengetahuan) yang berkaitan dengan pelajaran
tersebut. Dengan kata lain pelajaran yang diberikan tidak terlalu sulit atau
tidak terlalu mudah.
3. insentif (Incentive), yaitu seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk
mengerjakan tugas-tugas belajar dan mempelajari materi yang diberikan.
Semakin besar motivasi yang diberikan guru, maka keefektivan siswa
semakin besar pula sehingga tercipta pembelajaran yang efektif.
4. waktu (Time), yaitu banyaknya waktu yang diberikan kepada siswa untuk
mempelajari materi yang disajikan. Pembelajaran akan efektif apabila siswa
dapat menyelesaikan peajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka pembelajaran dikatakan efektif
apabila siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga siswa mampu
memahami informasi dengan mudah dan akhirnya mencapai ketuntasan belajar.
Jadi efektivitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
seberapa besar pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya dapat tercapai berdasarkan aspek-aspek berikut.
1. aktivitas siswa selama pembelajaran dikategorikan aktif.
2. kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikategorikan baik atau
sangat baik.
3. respons siswa terhadap pembelajaran positif.
4. ketuntasan belajar siswa secara klasikal tuntas.
Suatu pembelajaran dikatakan efektif jika paling sedikit tiga dari empat
aspek di atas dipenuhi, dengan syarat aspek satu dan empat dipenuhi. Hal ini
dikarenakan tujuan dari pembelajaran itu sendiri adalah adanya keterlibatan siswa
dalam pembelajaran dan ketuntasan belajar dalam suatu pembelajaran yang telah
dilakukan.26
26 Mutmainnah, Keefektifan Team Teaching dalam Pembelajaran Matematika Pada Sub
Materi Pokok Jarak Pada Bangun Ruang Di Kelas X-2 SMA Negeri 1 Gedangan, (Skripsi tidak dipublikasikan, 2008), h.21
E. Aktivitas siswa
Menurut Chaplin aktivitas siswa adalah segala kegiatan yang dilakukan
siswa secara mental atau fisik.27 Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama mengikuti proses
belajar mengajar. Dengan demikian dalam kegiatan belajar mengajar perlu
diperhatikan bagaimana keterlibatan siswa dalam pengorganisasian dan
pengetahuannya, apakah mereka aktif atau pasif. Untuk melihat terwujudnya cara
belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator.
Melalui indikator tersebut dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam
proses belajar mengajar berdasarkan apa yang dirancang oleh guru.
Menurut Sriyono, indikator dari sudut siswa, dapat dilihat dari:28
1. keinginan, keberanian, menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahannya.
2. keinginan dan keberanian serta kesmpatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
persiapan, proses dan kelanjutan belajar.
3. menampilkan berbagai usaha atau kekreatifan dalam menjalani dan
menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan.
4. kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru
atau pihak lain (kemandirian belajar).
27 J.P.Chaplins, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.9 28 Tatag Yuli Eko Siswono, Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing)
Dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya, (Tesis tidak dipublikasikan, 1996 ), h.20
Paul B. Diedrich membuat suatu daftar mengenai aktivitas siswa yang
dapat digolongkan sebagai berikut:29
1. visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,
percobaan, mengamati pekerjaan orang lain, dan sebagainya.
2. oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi, dan
sebagainya.
3. listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,
pidato, dan sebagainya.
4. writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket,
menyalin, dan sebagainya.
5. drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola,
dan sebagainya.
6. motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
7. emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.
Berdasarkan klasifikasi di atas disimpulkan bahwa keaktifan siswa dapat
dilihat dari tingkah laku yang muncul berdasarkan apa yang dirancang guru
(dalam hal ini melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan media permainan
ular tangga). Tingkah laku tersebut berupa:
29 Sardiaman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), h.99
1. mendengar/ memperhatikan penjelasan guru/ siswa. (listening activities)
2. merangkum pelajaran. (listening activities)
3. menulis (yang relevan dengan KBM). (writing activities)
4. membaca/ memahami/ mengejakan buku siswa (LKS). (visual activities)
5. melaksanakan permainan ular tangga. (motor activities)
6. mengerjakan soal turnamen. (motor activities)
7. melakukan latihan terbimbing. (oral activities)
8. perilaku yang tidak relevan dengan KBM, seperti percakapan yang tidak
relevan, mengerjakan sesuatu yang tidak relevan dan bergurau. (emotional
activities)
Tingkah laku pada butir 1 dan 3 merupakan tingkah laku atau aktivitas
pasif dalam pembelajaran. Karena siswa hanya menerima respons yang diberikan/
dianjurkan guru. Sedangkan tingkah laku pada butir 2, 4, 5, 6, dan 7 merupakan
tingkah laku aktif. Karena siswa tidak hanya dilibatkan secara mental, tetapi
siswa menunjukkan kegiatan-kegiatan jasmani, seperti: bertanya, mengerjakan
tugas, dan lain-lain. Tingkah laku butir 8 merupakan tingkah laku siswa yang
menyimpang/ negatif, yang mungkin terjadi dalam setiap pembelajaran, sehingga
dalam penelitian dimunculkan sebagai indikator dan dikategorikan sebagai
aktivitas pasif.
Dalam penelitian ini aktivitas siswa aktif jika prosentase aktivitas siswa yang
dikategorikan aktif lebih besar daripada aktivitas siswa yang dikategorikan pasif.
F. Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran
Efektivitas pembelajaran juga dapat dilihat dari aspek guru sebagai
pengajar. Shackleford dan Henak mengungkapkan bahwa guru yang efektif
adalah guru yang menguasai: apa yang diajarkan, teori pengajaran yang relevan,
hal-hal baru (mau melakukan penelitian untuk memperkaya isi bahan ajar yang
diberikan), dan karakteristik siswa.30
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas
guru dalam suatu pembelajaran (dalam hal ini melakukan kegiatan pembelajaran
menggunakan media permainan ular tangga). Aktivitas tersebut berupa:
1. persiapan
2. mengkomunikasikan indikator pembelajaran.
3. mengaitkan pelajaran sekarang dengan yang lalu.
4. memotivasi dan menyiapkan siswa.
5. menjelaskan materi pelajaran.
6. memberikan contoh soal tentang materi yang dipelajari.
7. mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar.
8. mendemostrasikan kepada siswa tentang penggunaan media permainan ular
tangga.
9. mengamati cara kerja setiap kelompok secara bergiliran pada saat bermain
ular tangga.
30 Indri Kurniastutik, Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Alat Peraga pada
Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Tegak di Kelas VII C SMP Negeri 21 Surabaya, op.cit., h.13
10. memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan.
11. memberikan latihan melalui LKS.
12. membimbing siswa yang mengalami kesulitan.
13. mengecek pemahaman siswa melalui tugas terstruktur (LKS).
14. memberikan umpan balik.
15. membimbing siswa membuat rangkuman.
16. pengelolaan waktu
17. berpusat pada siswa
18. siswa antusias
19. guru antusias
Dalam penelitian ini kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah
keterampilan guru dalam melaksanakan setiap langkah pembelajaran yang diukur
dengan lembar kemampuan guru mengelola pembelajaran. Keterampilan tersebut
meliputi: persiapan, pendahuluan, kegiatan inti, penutup, pengelolaan waktu, serta
suasana kelas.
Pengelola pembelajaran dikatakan efektif bila kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran telah mencapai kriteria baik atau sangat baik.
G. Respon siswa
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan. Tanggapan siswa merupakan pertanyaan siswa yang menggambarkan
apakah siswa berminat atau tidak dalam mengikuti pembelajaran. Seperti yang
dikatakan Slameto suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pertanyaan
yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai sesuatu hal daripada hal
lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas
dan cenderung memberikan perhatian lebih besar terhadap obyek tersebut.31
Dalam proses pembelajaran ada berbagai faktor yang mempengaruhi
terjadinya respon siswa, antara lain: guru, materi, metode pembelajaran, waktu,
tempat dan fasilitas.32 Dalam penelitian ini, tanggapan siswa dinyatakan dalam angket
yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Respon siswa dikatakan positif jika prosentase
respon siswa dalam menjawab ya lebih besar daripada yang menjawab tidak.
H. Ketuntasan Belajar
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar siswa, diperlukan alat penilaian atau evaluasi yang berupa tes. Dalam
penelitian ini tes yang digunakan adalah tes tertulis. Tes tersebut disusun
berdasarkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Dengan demikian
tes hasil belajar terkait dengan pencapaian tujuan belajar. Hasil tes belajar yang
tinggi, menunjukkan tingkat pencapaian tujuan belajar yang tinggi pula.
Tingkat pencapaian tujuan belajar tidak lepas dengan ketuntasan belajar.
Menurut Abdullah “belajar dikatakan tuntas jika apa yang dipelajari siswa dapat
31 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2003), h.180 32 Trianto, Mendesain Pembelajaran Kontekstual Di Kelas, (Surabaya: Cerdas Pustaka,
2008), h.173
dikuasai sepenuhnya atau siswa telah mencapai taraf penguasaan tertentu mengenai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan standar norma tertentu pula”.33
Tingkat ketuntasan baik secara individu maupun klasikal dinyatakan dalam
prosentase.
Ketuntasan belajar dalam penelitian ini adalah tingkat ketercapaian tujuan
pembelajaran yang dicapai siswa tehadap materi perbandingan. Ketuntasan
belajar dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan KKM yang ditetapkan oleh
MTs. Nurul Huda Kalanganyar Sedati Sidoarjo 2009 – 2010. MTs. Nurul Huda
Kalanganyar Sedati Sidoarjo menetapkan bahwa seorang siswa dikatakan tuntas
belajar apabila siswa tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan skor ≥
65 %. Sedangkan dikatakan tuntas secara klasikal apabila di kelas tersebut telah
terdapat ≥ 75 % siswa yang tuntas belajar.
I. Uraian Materi Perbandingan
PERBANDINGAN
Skala
Skala adalah perbandingan antara ukuran pada gambar dengan ukuran yang
sebenarnya.34 Jadi
33 Tatag Yuli Eko Siswono, Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing)
Dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya, op.cit., h.14
34 Dewi Nuharini, Matematika Konsep Dan Aplikasinya, (Surabaya: JePe Press Media Utama, 2008), h.149
Jarak pada gambar ( model) Skala = Jarak sebenarnya
Misalkan pada sebuah peta tertulis skala 1 : 1.400.000, maka artinya adalah
“setiap 1 cm pada peta mewakili 1.400.000 cm atau 14 km pada jarak sebenarnya.
Contoh:
Diketahui skala suatu peta 1 : 1.500.000. Jika jarak Kota A ke Kota B pada peta
tersebut 6 cm, tentukan jarak sebenarnya Kota A ke Kota B.
Penyelesaian:
Skala = 1 : 1.400.000
Jarak pada peta = 6 cm.
Jarak pada gambar ( model) Skala = Jarak sebenarnya 1 6 cm
1.500.000 = Jarak sebenarnya Jarak sebenarnya = 6 x 1.500.000
= 9.000.000 cm
= 90 km
Jadi, jarak sebenarnya Kota A ke Kota B adalah 90 km.
Faktor perbesaran dan pengecilan pada gambar berskala
Biasanya pameran perumahan dilengkapi dengan maket atau model rumah yang
diperdagangkan. Bagian-bagian yang bersesuaian pada model rumah dengan
rumah yang sebenarnya mempunyai perbandingan yang sama. Perhatikan rumus
berikut!
Panjang pada model Tinggi pada model Lebar pada model Panjang sebenarnya = Tinggi sebenarnya = Lebar sebenarnya
Contoh:
Sebuah foto berukuran lebar 8 cm dan tinggi 12 cm akan dibuat bingkai dengan
lebar 16 cm. Tentukan tinggi bingkai foto tersebut.
Penyelesaian:
Ukuran-ukuran pada foto bersesuaian dengan ukuran pada bingkainya, sehingga
dapat ditulis perbandingan berikut.
Lebar foto Tinggi foto Lebar bingkai = Tinggi bingkai
168
⇔ x
12=
x8⇔ = 1216×
x⇔ 8
1216×=
x⇔ cm24=
Jadi, tinggi bingkai = 24 cm
Jenis-Jenis Perbandingan
a. Perbandingan seharga (senilai)
Pengertian perbandingan seharga (senilai)
Perbandingan seharga (senilai) adalah perbandingan dimana besar ukurannya
selalau berbanding lurus dengan nilai satuannya. Jika besar ukurannya
bertambah, maka nilai satuannya juga bertambah, dan sebaliknya.35
35 Cholik Adinawan, Seri Pendalaman Materi Matematika SMP Dan MTs, (Jakarta: Esis,
2007), h.39
Contoh:
1. Jumlah barang dengan harganya.
2. Waktu dengan jarak tempuh.
3. Jumlah mobil dengan jumlah rodanya.
4. Banyaknya hari kerja dengan upah yang diterima.
5. Gambar skala (model) dengan benda aslinya.
Perhitungan berdasarkan perbandingan seharga (senilai)
Contoh:
Amir membeli 5 buku tulis dengan harga Rp 25.000,00. jika amir membeli 8
buku tulis, berapakah harga yang harus dibayar?
Peneyelasaian:
Banyak buku Harga buku 5 Rp 25.000,00 8 x
Karena jumlah buku dan harga buku merupakan perbandingan yang seharga
(senilai) maka diperoleh persamaan sebagai berikut.
xRp 00,000.25
85=
⇔ 00,000.2585 Rpx ×=
⇔ ( ) 5:00,000.258 Rpx ×=
⇔ 00,000.40Rpx =
Jadi, 8 buku harganya = Rp 40.000,00.
b. perbandingan berbalik harga (nilai)
Pengertian perbandingan berbalik harga (nilai)
Perbandingan berbalik harga (nilai) adalah perbandingna dimana besar
ukurannya selalu berbanding terbalik dengan nilai satuannya. Jika besar
ukuran bertambah, maka nilai satuannya berkurang, dan sebaliknya.36
Contoh:
1. Banyak pekerja dan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan.
2. Jumlah ternak dengan habisnya pakan.
3. Kecepatan dan waktu tempuh.
4. Banyaknya ubin yang diperlukan dengan luas ubin (ukuran ubin).
5. Banyaknya anak dengan jumlah bagian yang diterima tiap anak.
Perhitungan berdasarkan perbandingan berbalik harga (nilai)
Contoh:
Sebuah sepeda motor bergerak pada lintasan tertentu dengan kecepatan tetap
20 km/jam selama 6 jam. Sebuah mobil bergerak pada lintasan yang sama
dengan kecepatan 60 km/jam. Tentukan waktu yang dibutuhkan mobil itu!
Peneyelasaian:
Kecepatan Waktu 20 km/jam 6 jam 60 km/jam x jam
36 Ibid., h.40