bab ii kajian pustaka a. kemampuan penalaran induktif...
TRANSCRIPT
8
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis
Istilah penalaran sebagai terjemahan dari reasoning didefinisikan sebagai proses
pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Shurter
dan Pierce dalam Aulia, 2016). menurut Copi (dalam Putri, 2016) “Reasoning is
special kind of thingking ini which inference takes place, in which conclusions are
drawn from premises”. Penalaran adalah jenis berfikir khusus dimana terjadi
kesimpulan yang diambil dari premis-premis. menurut Kusumah (dalam Aulia,
2016) penalaran dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan dalam sebuah
argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan dalam upaya
memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-sifat atau
hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan langkah-langkah
tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan. kesimpulan yang bersifat umum
dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Aulia, 2016).
Gardner (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015) mengungkapkan bahwa penalaran
matematis adalah kemampuan menganallisis, menggeneralisasi, mensintesis/
mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan masalah tidak
rutin.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan
penalaran adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai
suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta dan sumber yang telah diketahui
sebelumnya dan mampu untuk merumuskan langkah-langkah yang terarah dan
sistematis untuk memperoleh kesimpulan tersebut. Penalaran erat kaitannya dengan
matematika, hal ini sesuai penyataan Depdiknas(dalam Putri, 2016) bahwa materi
matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, yaitu materi matematika dipaham dengan penalaran dan penalaran
dipahami dan dilatih dengan belajar matematika. oleh karena itu, untuk dapat
memahami matematika secara utuh, haruslah siswa memiliki kemampuan
9
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penalaran yang baik . Suria Sumantri (dalam Aulia, 2016) menyatakan bahwa ciri-
ciri penalaran adalah:
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebuk logika , hal ini berarti
dalam penalaran memiliki logika tersendiri. Oleh karena itu, penalaran bisa
disebut dengan proses berpikir logis, yang berarti kegiatan berpikir menurut
pola atau logika tertentu.
2. Penalaran dilihat dari proses berpikirnya bersifat analitik, yang merupkan suatu
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu
Indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo (dalam Lestari
& Yudhanegara, 2015), yaitu:
1. Menarik kesimpulan logis
2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat
analogi dan generalisasi.
5. Menyusun dan menguji konjektur.
6. Menbuat counter example (kontran contoh).
7. Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa valisitas argumen.
8. Menyusun argumen yang valid.
9. Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan menggunakan induksi
matematika.
Menurut Hurley (dalam Putri,2016) penalaran dibagi menjadi dua macam yaitu
penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan proses
penarikan kesimpulan yang berdasarkan pada beberapa kemungkinan yang
dimunculkan dari premis-premis, sedangkan penalaran deduktif adalah proses
penarikkan kesimulan yang konklusinya diturunkn secara mutlak menurut premis-
premis dan tidak dipengaruhii faktor lain.
Hamers (dalam Putri, 2016) menyatakan bahwa seseorang yang menggunakan
kemampuan penalaran induktifnya untuk membangun pengetahuan yang koheren
akan menyebabkan pengetahuan itu lebih mudah diaplikasikan dan lebih meluas,
sehingga penalaran induktif ini perlu dimiliki oleh siswa.
10
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam penelitian ini kemampuan yang akan dibahas adalah kemampuan
penalara induktif matematis siswa. Indikator kemampuan penalaran induktif
matematis yang digunakan adalah(Putri, 2016):
1. Analogi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data/ proses.
2. Generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data
yang teramati.
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
4. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang
ada.
5. Menghubungkan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur.
B. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran khusus dalam matematika sebagai hasil adaptasi dari
Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan pertama kali di
negeri Belanda, tepatnya di the Freudenthal Institute, Utrecht University, sejak
tahun 1970an (Freudenthal dalam Jupri, 2017). PMRI merupakan versi dari RME
untuk konteks yang telah diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan
kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Zulkardi dan Ilma (dalam Wanto, 2017),
PMRI adalah teori pembelajaran yang titik awal pembelajarannya berasal dari
konteks kehidupan nyata yang pernah dialami siswa, menekankan keterampilan
“proces of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi
dengan teman sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu
maupun kelompok. Selaras dengan yang dikemukakan oleh Gravemeijer bahwa
dalam teori RME/PMRI pelajaran diawali dari bahan yang kontekstual yang real
dari segi pengalaman siswa (Sembiring, 2010).
Kata ‘real’ dalam ‘realistik’ maksudnya real dalam arti bermakna bagi siswa,
pada hakikatnya kata ‘realistik’ dapat bermakna tiga hal: (1) konteks nyata dalam
kehidupan sehari-hari; (2) konteks matematis formal dalam matematika; atau (3)
konteks hayalan yang dapat dibayangkan oleh pikiran.
11
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Freudenthal (dalam Jupri, 2017) matematika itu hendaknya dikenalkan
sebagai pengetahuan yang bermakna bagi siswa, dan matematika itu merupakan
aktivitas manusia. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, matematika bukan
dipelajari sebagai sistem tertutup, melainkan harus dipelajari sebagai suatu aktivitas
mematematisasi realitas dan mematematisasi matematika itu sendiri. Dasar filosofi
yang digunakan dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu
konsep matematika siswa membangun sendiri pengertian dan pemahamannya.
Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pengertian dan pemahaman
tentang konsep yang baru dipelajarinya.
Gravemeijer (dalam Herlawan, 2016) mengungkapkan ada tiga prinsip yang
merupakan dasar teoretis PMRI/RME, yaitu: Guided Reinvention and Progressive
Mathematization, Didactical Phenomenology, dan Self-Developed Model.
1. Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Kembali
secara Terbimbing dan Matematisasi Progresif)
Prinsip Guided Reinvention ialah penekanan pada “penemuan kembali” secara
terbimbing. Jadi pembelajaran tidak diawali dengan pemberitahuan tentang
“ketentuan” atau “pengertian”, atau “nama objek matematis” (definisi), atau
“sifat”(teorema), atau “aturan”, yang diikuti dengan contoh-contoh serta
penerapannya, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual yang realistik
(dapat dipahami atau dibayangkan oleh siswa, karena diambil dari dunia siswa atau
dari pengalaman siswa). Selanjutnya melalui aktivitas diharapkan siswa dapat
menemukan kembali pengertian (definisi), sifat-sifat matematis (teorema), dll.
Meskipun dalam pengungkapannya masih dalam bahasa informal (nonmatematis).
Prinsip Progressive Mathematization menekankan “matematisasi” atau
“pematematikaan”, yang dapat diartikan sebagai upaya mengarah ke pemikiran
matematis. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan,
yaitu (1) matematisasi horizontal yaitu penalaran matematika yang berawal dari
masalah kontekstual dan berakhir pada matematika yang formal, dan (2)
matematisasi vertikal yaitu proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu
sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-
konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika.
12
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Didactical Phenomenology (Fenomenoligi Didaktis)
Prinsip ini menekankan pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan
pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika
kepada siswa. Tujuan utama pembelajaran dalam PMR bukanlah diketahuinya
beberapa konsep atau rumus, atau dikerjakannya banyak soal oleh siswa, melainkan
pengalaman belajar yang bermakna atau proses belajar yang bermakna, dan sikap
positif terhadap matematika sebagai dampak dari matematisasi, kebiasaan
berdiskusi dan merefleksi.
3. Self-Developed Model (Membangun sendiri model)
Prinsip ini menunjukkan adanya “jembatan” yang berupa model karena
berpangkal pada masalah kontekstual dan akan menuju ke matematika formal.
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan model sendiri. Dalam
pembelajaran, proses yang diharapkan terjadi adalah: pertama siswa dapat membuat
model situasi yang dekat dengan siswa, kemudian dengan proses generalisasi dan
formalisasi model situasi diubah kedalam model tentang masalah (model of).
Selanjutnya, dengan proses matematisasi horizontal model tentang masalah
berubah menjadi model untuk (model for). Setelah itu, dengan proses matematisasi
vertikal model untuk berubah menjadi model pengetahuan matematika formal.
Menurut Turmudi (dalam Herlawan, 2016) terdapat lima karakteristik
pendidikan matematika realistik yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) menggunakan
konteks; (2) menggunakan simbol, situasi, skema, dan model-model; (3)
Melibatkan kontribusi siwa; (4)menggunakan model interaktif dalam pembelajaran
matematika; (5) mengaitkan sesama topik dalam matematika.
1. Menggunakan Konteks
Dalam pendekatan PMR haruslah menggunkan konteks atau permasalahan
realistik sebagai titik awal pembelajarannya. Secara lebih rinci de Figueiredo
(dalam Herlawan, 2016) mengatakan bahwa konteks dalam RME haruslah
merupakan hal yang dapat dibayangkan dengan mudah, dapat dikenal, dan
situasinya menarik. Lalu konteks tersebut berhubungan dengan dunia siswa,
menghendaki pengorganisasian secara matematis yang dimulai dengan
pengetahuan informal siswa, dankonteks dalam RME harus bisa membantu siswa
untuk menyelesaikan persoalan.
13
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Menggunakan Simbol, Situasi, Skema, dan Model-Model
Penggunaan model, situasi, skema, dan simbol-simbol menekankan pad
penyelesaian masalah secara informal. Jadi siswa membentuk konsep matematika
diawali dengan menggunakan bahasa dan cara mereka sendirii yang setelah itu
menuju ke matematika formal.
3. Melibatkan Kontribusi Siwa
Guru harus bisa membuat siswa berkontribusi menyampaikan ide/ gagasannya
terhadap konsep matematika. menggunaan kontribusi siswa ini akan
mengakibatkan siswa membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif,
artinya siswa mengkonstruksi sendiri konsep matematika.
4. Menggunakan Model Interaktif dalam Pembelajaran Matematika (interactiviy)
Siswa dikondisikan agar bisa melakukan interaksi dengan lingungan sekitar,
baik itu dengan guru maupun dengan siswa lainnya. Proses belajar siswa di kelas
menjadi lebih bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan isi pikirannya
kepada siswa yang lain. Selain itu, dengan adanya interaksi siswa saling berbagi ide
dan strategi yang tentunya setiap orang memiliki ide dan strategi yang berbeda-
beda.
5. Mengaitkan Sesama Topik Dalam Matematika (intertwine)
Matematika harus dipandang sebagai suatu kesatuan, karena antar topik
matematika itu saling berkaitan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan hirarki
matematika spiral, yaitu untuk memahami materi matematika yang lebih tinggi
tingkatannya siswa harus memahami materi sebelumnya. artinya pengalaman siswa
dalam matematika sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu,
intertwine menjadi ciri dari pembelajaran PMR. Dalam pembelajaran dengan
pendekatan PMR siswa diberi kesempatan untuk mengasah kemampuan mereka
dalam melihat keterkaitan antar konsep matematika yang telah mereka pelajari
sebelumnya.
Sedangkan menurut Treffers (dalam Jupri, 2017) terdapat enam prinsip atau
karakteristik dalam PMR, keenam prinsip pembelajaran dengan pendekatan RME
itu meliputi: Prinsip aktivitas(activity principle), prinsip realitas (reality principle),
prinsip tingkatan (level principle), prinsip keterkaitan (intertwinement principle),
14
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
prinsip interaktivitas (interactivity principle), dan prinsip pembimbingan (guidance
principle).
Melalui prinsip aktivitas siswa diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam
proses pembelajaran matematika. Artinya, matematika dipelajari dengan cara
melibatkan siswa secara langsung melalui pemecahan permasalahan matematika
(doing mathematics).
Melalui prinsip realitas pembelajaran matematika dimulai dengan situasi
realistik yang bermakna bagi siswa, dan bukan dimulai dari definisi atau teori,
kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun konsep
matematika dari situasi permasalahan yang bermakna. Prinsip ini pun bermakna
bahwa pengetahuan matematika yang dipelajari siswa diharapkan dapat diterapkan
dalam menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari.
Prinsip tingkatan bermakna bahwa dalam proses belajar matematika siswa
melewati tingkatan-tingkatan pemahaman matematis: dari pemahaman yang
bersifat informal, semiformal, hingga tahapan formal. Dalam hal ini model
matematis diperlukan untuk menjembatani antara matematika yang bersifat
informal dan matematika yang formal.
Menurut prinsip keterkaitan topik-topik matematika, seperti bilangan, aljabar,
dan geometri tidak dipandang sebagai topik-topik terpisah, melainkan sebagai
topik-topik yang saling terkait dan terintegrasi. Melalui prinsip ini, siswa difasilitasi
oleh permasalahan matematis yang kaya dan mengkaitkan antar topik-topik
matematika tersebut.
Prinsip interaktivitas memandang bahwa belajar matematika itu bukanlah
aktivitas individu semata, melainkan aktivitas sosial yang melibatkan individu-
individu lain. Melalui prinsip ini dalam proses pembelajaran siswa diharapkan aktif
berdiskusi, mengemukakan gagasan baik dalam aktivitas kelas ataupun aktivitas
berkelompok, sehingga terjadi interaksi antar siswa serta antara siswa dan guru.
Dalam prinsip pembimbingan guru dituntut berperan aktif membimbing siswa
dalam proses pembelajaran, sehingga para siswa dapat melewati tahap-tahap
pemahaman matematis dari yang bersifat informal hingga yang formal
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa prinsip realitas, prinsip tingkatan, dan
prinsip keterkaitan tercermin secara dominan pada bahan ajar yang digunakan
15
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam proses pembelajaran. Sedangkan prinsip aktivitas, prinsip interaktivitas, dan
prinsip pembimbingan secara dominan tercermin dalam proses implementasi
pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik
(Jupri, 2017).
C. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah diterapkan di kurikulum 2013.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu fenomena, untuk
memperoleh pengetahuan baru atau mereduksi dan memadukan dengan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method
of inquiry) harus bebasis pada bukti bukti dari obkek yang diobservasi, empiris, dan
terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik (Andary, 2016). Pendekatan
saintifik adalah pengorganisasian pengalaman belajar siswa dengan urutan logis
dan memuat proses pembelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi/ menalar, dan mengkomunikasikan (Permendikbud No. 103 Tahun
2014). Dalam penerapan pendekatan saintifik, peran guru adalah sebagai fasilitator.
Sehingga peran siswa menjadi lebih aktif dan lebih bisa bereksplorasi untuk
menggali berbagai potensi. Penbelajaran langsung dengan pendekatan saintifik
terditi dari beberapa fase, yaitu:
1. Mengamati
Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat,
menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat
2. Menanya
Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang
informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui atau
sebagai klarifikasi.
3. Mengumpulkan Informasi
Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru
bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber melalui angket,
wawancara, dan memodifikasi atau menambahi atau mengembangkan.
4. Mengasosiasi/ Menalar
Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk
membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena atau informasi
16
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola dan menyimpulkan.
5. Mengkomunikasikan
Menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun
laporan tertulis dan menyajikan laporan.
D. Jenis Kesalahan
Kesalahan adalah tindakan yang tidak tepat atau menyimpang dari aturan yang
telah ditentukan (Sulistiyanto, 2018). Sedangkan Rosyidi (dalam Wijaya dan
Masriyah, 2013) mendefinisikan kesalahan sebagai suatu bentuk penyimpangan
terhadap hal yang dianggap benar atau prosedur yang ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan pengertin di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan merupakan
suatu tindakan penyimpangan dari hal yang telah ditetapkan suatu aturan terhadap
hal tersebut.
Wiyartimi (dalam Kanduli, Prayitno, & Khasanah, 2018) mengemukakan
bahwa terdapat 5 jenis kesalahan yang di lakukan siswa, yaitu: 1) Kesalahan
konsep, yaitu kesalahan siswa dalam menafsirkan dan menggunakan konsep
matematika. 2) Kesalahan prinsip, yaitu kesalahan siswa dalam menafsirkan dan
menggunakan rumus - rumus matematika. 3) Kesalahan operasi, yaitu kesalahan
siswa dalam menggunakan operasi dalam matematika. 4) Kesalahan karena
kecerobohan, yaitu kesalahan siswa karena salah dalam perhitungan. dan 5)
Kesalahan tanda atau notasi adalah kesalahan dalam memberikan atau menulis
tanda atau notasi matematika. Sedangkan Wijaya dan Masriyah (2013)
mengidentifikasi jenis kesalahan yang berkaitan demgan objek matematika yaitu
konsep, operasi, dan prinsip, yaitu sebagai berikut.
1. Indikator kesalahan konsep
Kesalahan konsep yaitu kesalahan yang dibuat siswa dalam menggunakan
konsep-konsep yang terkait dengan materi, sebagai berikut.
a. Salah dalam memahami makna soal.
b. Salah dalam menerjemahkan soal ke dalam model matematika.
c. Salah tentang konsep variabel yang digunakan untuk membuat model
matematika.
d. Salah konsep tentang metode eliminasi dan substitusi.
17
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Indikator kesalahan prinsip
Kesalahan prinsip yaitu kesalahan dalam menggunakan aturan-aturan atau
rumus-rumus matematika atau salah dalam menggunakan prinsip-prinsip yang
terkait dengan materi, seperti salah dalam penarikan kesimpulan dalam
menentukan jawab akhir soal.
3. Indikator kesalahan operasi
Kesalahan operasi yaitu kesalahan dalam melakukan operasi atau perhitungan.
Indikatornya yaitu siswa tidak dapat menggunakan aturan operasi atau perhitungan
dengan benar.
Berdasarkan uraian di atas, jenis kesalahan yag akan dibahas dalam penelitian
ini adalah:
1. Kesalahan memahami soal, yaitu meliputi kesalahan menentukan apa yang
diketahui dari soal dan kesalahan menentukan apa yang ditanyakan dalam soal.
2. Kesalahan Konsep, yaitu kesalahan yang berhubungan dengan konsep bangun
ruang sisi datar.
3. Kesalahan Prinsip, yaitu kesalahan dalam menggunakan aturan matematika
serta kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis
untuk menjawab suatu masalah.
4. Kesalahan operasi, yaitu kesalahan dalam melakukan pengoperasian aljabar
atau dalam menghitung.
E. Aspek Sikap Siswa
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.
Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi seseorang terhadap suatu stumulis yang
dating kepada dirinya (Sudjana, 2012). Sikap merupakan kecenderungan perasaan
terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain ataupun dirinya sendiri, akibat hasil
dari proses belajar ataupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka/
mendukung (sikap positif) atau rasa tidak suka/ tidak mendukung (sikap negative)
(Lestari & Yudhanegara, 2015).
Menurut Sujana (2012), ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan
konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek tau
stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi
18
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
objek tersebt, sedangkan konasi berkenaan tentang kecenderungann berbuat
terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan
kepada objek tertentu, misalnya seperti sikap siswa terhadap materi pembelajaran,
sikap guru terhadap profesinya, dan lain-lain.
Sudaryono (2012) memaparkan mengenai objek sikap yang perlu dinilai dalam
proses pembelajaran di sekolah, yaitu:
1. Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan
tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan
akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang dijaarkan.
2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru
akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan guru tersebut. Dengan
demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar
akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
3. Sikap terhadap proses pembelajaran. peserta didik juga perlu memiliki sikap
positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran
mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran
yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan
menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga
dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
4. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi
pelajaran.
5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan
dengan mata pelajaran .
6. Sikap berhubungan skala penilaian yang mencakup skala Likert, skala semantic
diferensial, skala Thurstone, dan skala Guttman.
Adapun indikator sikap menurut Lestari dan Yudhanegara (2015) adalah:
1. Menerima/ tidak menerima stimulus yang diberikan
2. Menunjukkan kesenangan/ ketidaksenangan dalam pembelajaran
3. Merespon/ tidak merespon stimulus yang diberikan
4. menunjukkan kesungguhan/ ketidaksungguhan dalam belajar.
19
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. menghargai/ tidak menghargai stimulus yang diberikan
6. bertanggung jawab/ tidak bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan.
F. Penelitian yang Relevan
1. Edi Saputra (2011) melakukan penelitin yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematika Siswa SMP dengan
PendekatanPMRI pada pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer”.
Kesimpulan dari penelitianny adalah pendekatan PMRIyang diterapkan pada
pembelajaran geometri berbantuan computer khususnya program cabri 3-D
(PG-PMRI) dapat meningkatkan kemampuan spasial siswa terutama pada
sekolah berkategori baik. pada sekolah dengan kategori baik peningkatan
kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran PG-PMRI dapat jauh
melampaui peningktan kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional.
2. Kusumaningrum D. S. (2016) melakukan penelitian yang berjudul “Penigkatan
Kemampuan Penalaran dan Kemandirian Belajar Matematik Melalui
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Siswa SMP”.
Kesimpulan dari penelitiannya adalah peningkatan kemampuan penalaran
matematis dan kemandirian belajar makematik siswa siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional.
3. Widayanti Nurma Sa’adah (2010), melakukan penelitian yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa kelas VIII SMP Negeri
3 Banguntapan dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia(PMRI)”. Kesimpulan dari
penelitiannya adalah Setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan
pendekatan PMRI,terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
kelas VIII-A SMP Negeri 3 Banguntapan.
G. Paradigma Berfikir
Paradigma berfikir dalam penelitian ini didasari oleh masing-masing langkah
pembelajaran pada pendekatan PMRI dan pendekatan saintifik. Pendekatan
manakah yang lebih mendukung untuk pencapaian kemampuan penalaran induktif
matematis siswa. Terdapat beberapa perbedaan prisip pembelajaran antara
20
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penrsdekatan PMRI dan pendekatan saintifik yang dipaparkan pada Tabel 2.1
berikut ini:
Tabel 2. 1
Prinsip Pembelajaran dalam Pendekatan PMRI dan Pendekatan Saintifik
Pendekatan PMRI Pendekatan Saintifik
Menggunakan Konteks Realistik :
Menggunakan masalah kontekstual yang
berdasarkan kehidupan sehari-hari/nyata.
Mengamati : mengamati
permasalahan
Interactivity: Adanya interaksi antara siswa
dengan guru atau dengan siswa lainnya
Menanya : membuat dan
mengajukkan pertanyaan
Intertwine : Mengaitkan sesama topik
dalam pembelajaran matematika
Mengumpulkan informasi
Model of : Mengembangkan/ menciptakan
model-model simbolik secara informal
terhadap permasalahan yang diberikan.
Mengasosiasi/ menalar :
mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan
Model for : Menarik kesimpulan berupa
model matematika/ rumus umum suatu
konsep
Mengkomunikasikan :
menyajikan laporan kinerja
Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa pendekatan PMRI memiliki langkah
pembelajaran yang sedikit mirip dengan langkah pembelajaran dalam pendekatan
saintifik. Seperti: 1) Langkah “Menggunakan konteks realistik” dalam PMRI dan
langkah “Mengamati” dalam Saintifik, keduanya sama-sama merupakan kegiatan
dimana guru memberikan permasalahan/ kasus kemudian siswa mengamati
permasalahan tersebut. Bedanya dalam pendekatan PMRI permasalahan tersebut
harus sesuai dengan kehidupan nyata/ realistik, sedangkan dalam pendekatan
saintifik tidak harus sesuai dengan kehidupan nyata. 2) Langkah “Interactivity”
dalam PMRI dan langkah “Menanya” dalam Saintifik, Keduanya hampir sama
karena merupakan kegiatan yang membuat siswa berinteraksi dengan sekitarnya.
Cara interaksi siswa bisa dengan menanya atau berdiskusi dengan temannya.
Kemudian dalam pendekatan PMRI terdapat langkah-langkah/ kegiatan
pembelajaran yang mendukung tercapainya kemampuan penalaran induktif
21
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
matematis siswa, yaitu pada kegiatan mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran
matematika (Intertwine), mengembangkan model (Model of), dan pada kegiatan
menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus umum suatu konsep (Model
for). Proses Intertwine memberi kesempatan kepada siswa untuk bisa
menghubugkan materi yang sedang dipelajari dengan materi yang telah ia pelajari.
Hal ini tentu saja mempertajam konsep dan ingatan siswa. Kemudian pada proses
Model for siswa diarahkan untuk menggeneralisasi atau menarik kesimpulan/
penetapan kesimpulan yang diambil dari premis-premis yang telah diketahui,
sehingga terjadilah proses reasoning/ penalaran yang bisa mendukung tercapainya
kemampuan penalaran induktif matematis.
Sedangkan langkah pembelajaran dalam pendekatan saintifik yang serupa
dengan kedua proses tersebut adalah langkah pembelajaran “Mengasosiasi/
Menalar”. Namun, menalar dalam pengertian ini adalah padanan dari istilah
“associating” dalam bahasa inggris, bukan kata “reasoning”. Associating lebih
merujuk pada teori belajar asosiasi (Yunus, 2015). Sebuah modul pelatihan
kurikulum 2013 menjelaskan bahwa esensi istilah asosiasi ini merujuk pada
kemampuan pengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam
peristiwa yang kemudian memasukkannya menjadi pengalaman memori
(Kemendikbud dalam Yunus, 2015). Sehingga, langkah pembelajaran
“Mengasosiasi/ menalar” dalam pendekatan saintifik belum cukup untuk
memfasilitasi tercapainya kemampuan penalaran induktif.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka kegiatan Intertwine dan Model Of
diharapkan bisa mendukung pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis,
karena penalaran induktif matematis dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan
secara logis dari beberapa argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan
dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-
sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya. Sehingga dalam
pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa akan lebih condong
untuk menggunakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI
dibandingkan dengan menggunakan pendekatan saintifik.
22
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
H. Hubungan Pendekatan PMRI dengan Penalaran Induktif Matematis
Penalaran induktif matematis dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan
secara logis dari beberapa argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan
dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-
sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan langkah-
langkah tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan yang bisa berupa konsep
matematika ataupun rumus umum dalam materi pembelajaran.
Pendekatan PMRI adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang diawali atau bertolak dari masalah kontekstual yang berasal dari
kehidupan sehari-hari. Adapun proses yang ada dalam pendekatan PMRI,
diantaranya adalah menggunakan masalah kontekstual yang berdasarkan kehidupan
sehari-hari (menggunakan konteks), adanya interaksi antara siswa dengan guru atau
dengan siswa lainnya (Interactivity), mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran
matematika (Intertwine), menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus
umum suatu konsep (Model Of), dan menggunakan rumus yang telah diperoleh
untuk mengerjakan soal lainnya (Model For).
Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI
memberi kesempatan pada siswa untuk mengaitkan beberapa konsep matematika
dan mengarahkan siswa untuk mengeneralisasi/ menyimpulkan suatu konsep
matematika dari suatu permasalahan, sehingga pelaksanaannya diharapkan untuk
bisa mencapai kemampuan penalaran induktif matematis siswa.
Dalam konsep pendekatan PMRI yang telah disebutkan di atas mengenai
menggunakan masalah kontekstual yang berdasarkan kehidupan sehari-hari
(menggunakan konteks), adanya interaksi antara siswa dengan guru atau dengan
siswa lainnya (Interactivity), mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran
matematika (Intertwine), menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus
umum suatu konsep (Model Of), dan menggunakan rumus yang telah diperoleh
untuk mengerjakan soal lainnya (Model For), kiranya terdapat hubungan dengan
kemampuan penalaran induktif matematis yaitu melihat pola hubungkan beberapa
konsep ataupun materi matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan
generalisasi atau menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus umum
suatu konsep dari premis-premis yang telah diketahui sebelumnya.
23
Adzni Nurul Fajriani, 2019
PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
I. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori dan paradigm berfikir yag telah dikemukakan
sebelumya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan
pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis antara siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMRI dan siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan saintifik”.