bab ii kajian pustaka a. keanekaragaman hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 bab ii.pdf13 salah...

18
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati dan Norma Masyarakat Adat 1. Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Norma Masyarakat Adat Masyarakat adat menganggap dirinya sebagai bagian dari alam. Masyarakat berkembang bersama seluruh komponen yang ada di dalamnya, baik secara individual maupun kelompok. Masyarakat adat tidak menjalani hidup yang hanya mementingkan hubungan dengan sesama (manusia). Penting bagi mereka untuk melakukan interaksi dengan ekosistem di sekitarnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa cara hidup masyarakat adat sangat berkaitan dengan kondisi alam disekitarnya (Keraf. 2010: 364-365). Masyarakat adat memandang alam, sumber daya, dan karakteristik ekosistem merupakan komponen yang menentukan totalitas kegiatannya. Dengan kata lain, kegiatan masyarakat adat berkaitan dengan pengelolaan alam di sekitarnya (Suryadarma, 2009: 46). Pada dasarnya pengelolaan dilakukan untuk memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Begitu pula, pada aspek pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Menurut Mitchell (2010:253), aspek-aspek kunci pembangunan berkelanjutan meliputi pemberdayaan masyarakat lokal (masyarakat adat), swasembada dan keadilan sosial. Salah satu usaha untuk mencapai hal

Upload: dinhnhan

Post on 09-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keanekaragaman Hayati dan Norma Masyarakat Adat

1. Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Norma Masyarakat Adat

Masyarakat adat menganggap dirinya sebagai bagian dari alam. Masyarakat

berkembang bersama seluruh komponen yang ada di dalamnya, baik secara

individual maupun kelompok. Masyarakat adat tidak menjalani hidup yang

hanya mementingkan hubungan dengan sesama (manusia). Penting bagi

mereka untuk melakukan interaksi dengan ekosistem di sekitarnya. Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa cara hidup masyarakat adat sangat berkaitan

dengan kondisi alam disekitarnya (Keraf. 2010: 364-365). Masyarakat adat

memandang alam, sumber daya, dan karakteristik ekosistem merupakan

komponen yang menentukan totalitas kegiatannya. Dengan kata lain, kegiatan

masyarakat adat berkaitan dengan pengelolaan alam di sekitarnya (Suryadarma,

2009: 46). Pada dasarnya pengelolaan dilakukan untuk memberikan

pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan

pencapaian tujuan. Begitu pula, pada aspek pengelolaan lingkungan yang

berkelanjutan.

Menurut Mitchell (2010:253), aspek-aspek kunci pembangunan

berkelanjutan meliputi pemberdayaan masyarakat lokal (masyarakat adat),

swasembada dan keadilan sosial. Salah satu usaha untuk mencapai hal

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

12

tersebut adalah berpindah dari bentuk pengelolaan lingkungan dan

sumberdaya, yang didominasi oleh ahli professional dari sektor pemerintah

dan swasta, menuju pendekatan yang mengkombinasikan pengalaman,

pengetahuan, dan pemahaman berbagai kelompok masyarakat tradisional.

2. Nilai Religius Masyarakat Adat dan Keanekaragaman Hayati

Kesamaan pemahaman merupakan hal yang paling mendasar dari seluruh

masyarakat adat di dunia dipandang dari sudut etika lingkungan. Masyarakat

tradisional memandang alam dan interaksi antara dirinya dengan alam dari

sudut pandang religius dan spiritual. Interaksi antar keduanya diwarnai oleh

kesadaran spiritual yang merupakan kesadaran paling tinggi. Spiritual

mewarnai seluruh interaksi antara manusia dengan seluruh komponen yang ada

di alam termasuk interaksi antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan

alam, dan manusia dengan yang gaib. Dengan demikian, pandangan inilah yang

menjadikan agama sebagai sebuah cara hidup yang meuntun manusia untuk

mencapai tujuan yang selaras dengan alam. Dengan kata lain yang spiritual

menyatu dengan yang material (Keraf. 2010: 362-363).

Menurut (Mitchell, 2010: 298), pengetahuan masyarakat lokal yang

terakumulasi sepanjang sejarah hidupnya mempunyai peran sangat besar.

Pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan sistem

kepercayaan yang menekankan penghormatan terhadap lingkungan alam

merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan berkelanjutan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

13

Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah

menganggap beringin sebagai pohon keramat dan angker. Pandangan tersebut

memberikan stigma bahwa sesuatu yang keramat tidak dapat diperlakukan

sembarangan. Jika, stigma tersebut dilanggar, maka pelakunya kana mendapat

sanksi baik dari alam. Dengan demikian, konservasi terhadap keutuhan beringin

tetap lestari. Hal tersebut merupakan bentuk aksi konservasi yang bersumber

dari masyarakat lokal. Pohon beringin memiliki akar yang dalam dan biasanya

di bawahnya terdapat sumber air. Berdasarkan hal tersebut, aksi masyarakat

adat membantu melestarikan konservasi pohon beringin dan sumber air

(Suhartini, 2009: 211-212).

Menurut Zuhud (2007: 5), suatu spesies tumbuhan yang berinteraksi dengan

manusia dalam jangka waktu yang sangat lama, diyakini konservasi dan

bioekologinya banyak terkait dengan sikap dan perilaku manusia. Hal ini

mengindikasikan bahwa sikap dan perilaku manusia menyesuaikan dengan

kebutuhan hidup spesies tumbuhan tersebut. Dengan pengertian lain, bahwa

keberlangsungan suatu spesies tumbuhan tergantung pada sinyal sebagai

informasi yang ditangkap oleh manusia. Sinyal tersebut dapat berupa infromasi

kelangkaan yang berhubungan dengan regenerasi spesies tumbuhan tersebut,

sehingga dapat menjadi stimulus maupun pendorong terhadap sikap masyarakat

maupun pengelola untuk aksi konservasi.

Beyond Belief, melaporkan potensi ajaran agama dapat mendorong dan

berkontribusi sebagai salah satu sarana dalam melindungi kawasan konservasi.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

14

Tempat-tempat suci yaitu tempat atau situs-situs dan lingkungan yang telah

dibentuk dan hadir secara alami maupun semi alami dapat secara langsung

berkontribusi pada upaya-upaya konservasi global. Ajaran agama memberikan

pengaruh melalui filsafat, aksi dan pengaruh dan dampak dimana para

pengikutnya memandang tentang perlindungan alam (Mangunjaya. 2007: 31).

B. Pohon Beringin dalam Budaya Jawa

Menurut Sunjata et al, (1995), menyatakan bahwa masyarakat Jawa

mengenal Ficus benjamina dengan sebutan beringin atau waringin. Pemaknaan

terhadap pohon beringin ini diantaranya sebagai komponen simbol dalam lambang

negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Garuda Pancasila dan

simbol partai politik. Penggunaan simbol pohon Beringin ini tidak serta merta

muncul saat kemerdekaan Negara Indonesia. Namun, sudah ada sejak masa

kerajaan Mataram yang terus berlangsung hingga saat ini. Dalam budaya Jawa,

beringin merupakan simbol pohon kehidupan yaitu pohon yang mampu

memberikan hayat atau kehidupan kepada manusia yang fungsinya dapat

memberikan pengayoman dan perlindungan serta mempertebal semangat dan

keyakinan masyarakat. Bentuknya yang besar dan rimbun menimbulkan rasa gentar

dan hormat serta berkesan menakutkan. Oleh karenanya banyak masyarakat yang

beranggapan bahwa pohon beringin mempunyai kekuatan istimewa. Beringin

sering di tanam di halaman pusat pemerintahan maupun di pusat keramaian (alun-

alun, pasar, pertigaan/perempatan jalan, dan di tempat lainnya). Hal ini tidak lepas

dari makna yang terdapat di serat Salokapatra yang menyatakan bahwa pohon

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

15

beringin ditanam di lingkungan pusat pemerintahan/keraton sebagai perwujudan

lambang perlindungan, pengayoman pemimpin (raja) kepada rakyatnya serta

melambangkan bersatunya raja dan rakyatnya (Baskara dan Wicaksana: 2013. 22).

Gambar 1. Pohon Beringin Ditanam Sejak Zaman Kerajaan Mataram di Halaman

Masjid Besar Kota Gede (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

C. Keistimewaan Arsitektur Tata Ruang Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta memiliki filosofi dan histori penataan ruang yang erat

kaitannya dengan aspek lingkungan. Sejak masa kepemimpinan Sri Sultan

Hamengku Buwono I, pembentukan struktur ruang kota sudah direncanakan

melalui keselarasan lingkungan yang didasari oleh nilai-nilai budaya yang kuat.

Konsep pembentukan struktur ruang Kota Yogyakarta divisualisasikan melalui

formasi linier yang meliputi garis imajiner Gunung Merapi, Kraton, Laut Selatan.

Sumbu imajiner tersebut selaras dengan konsep Tri Hita Karana dan Tri Angga

(Parahyangan-Pawongan-Palemahan atau Hulu-Tengah-Hilir serta nilai Utama-

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

16

Madya-Nistha) melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia

dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang termasuk

lima komponen pembentukannya, yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah

(bantala) dari bumi Ngayogyakarta, dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin

(maruta) dan angkasa (eiter) (Kurniawan & Sadali. 2015: 162)

Gambar 2. Visualisasi Garis Imaginer Tata Ruang Yogyakarta

Keraton Yogyakarta adalah kompleks kedudukan Sultan Hamengku Buwana

selaku pemimpin Kasultanan Yogyakarta sejak Sultan I hingga X yang sekarang

bertahta. Keraton ini menyumbang tiga peran penting. Pertama, sebagai tempat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

17

kediaman raja dan keluarga terdekatnya yang melayani kegiatan keseharian.

Kedua, sebagai tempat upacara yang terkait dengan raja dan kerajaan yang

menampilkan keagungan dan kewibawaan. Ketiga, sebagai ungkapan filosofis

yang mewujudkna gagasan-gagasan luhur tentang diri manusia dan semesta yang

disimbolkan dalam ruang, bangunan, tanaman, dan tindakan (Dinas Kebudayaan

DIY. 2009: 2).

D. Tumbuhan dalam Mereduksi Polutan di Udara Perkotaan

Daun tanaman dapat mengintersepsi, merefleksi, mengabsorbsi, dan

mentransmisikan sinar matahari. Efektivitasnya tergantung pada karakteristik

spesies tumbuhan, misalnya bertajuk tebal dan rapat atau tipis dan renggang,

berkulit batang kasar atau halus, dan memiliki aksesoris lainnya seperti akar nafas.

Setiap spesies tumbuhan mempunyai bentuk karakteristik, warna, tekstur, dan

ukuran. Tumbuhan dapat digunakan sebagai pembentuk ruang, pembatas,

pengatap, pelantai, dan dapat memberikan efek ruang luas menjadi sempit serta

memberikan suasana yang tentram dan nyaman. Habitus tumbuhan dapat

dimanfaatkan untuk menciptakan latar yang unik dalam pembentukan ruang.

Pepohonan dapat memberikan kesan ruang tiga dimensi, menutupi pemandangan

yang kurang indah (Irwan. 2005: 51).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

18

Gambar 3. Tanaman sebagai Pembentuk Ruang dan Pengarah Jalan di Jalan

Tamansiswa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Jenis tanaman yang berbeda sebagai komponen tanaman hutan kota

merupakan faktor yang berpengaruh dalam kemampuan mereduksi kandungan

logam berat. Jarak tanam dari tanaman ke sumber pencemar akan mempengaruhi

jumlah logam berat yang terjerap oleh tanaman. Bentuk dan struktur daun serta

umur tanaman yang ditunjukkan dari tinggi dan keliling batang juga berpengaruh

dalam mereduksi kandungan logam berat. Semakin tinggi dan besar ukurannya

dalam membentuk tajuk pohon maka reduksi logam berat akan semakin tinggi dan

kandungan unsur pencemar logam berat di udara ambien akan berkurang

(Fahruddin. 2014: 147).

Menurut Zulkifli (2014: 55-56), prinsip pencemaran udara adalah apabila

di dalam udara terdapat unsur-unsur pencemar baik primer maupun sekunder yang

melebihi ambang batas normal. Sumber pencemar tersebut dapat berasal dari

aktivitas manusia dan sebagian kecil dari aktivitas alam yang dapat mempengaruhi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

19

keseimbangan komponen udara normal. Selain itu, juga mengakibatkan gangguan

terhadap komponen biotik dalam ekosistem.

Di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap

tahunnya. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan dan pemakaian bahan bakar

minyak, maka emisi yang diintroduksikan ke atmosfer juga semakin meningkat

jumlahnya. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu

karbon dioksida (CO2), karbon monooksida (CO), maupun logam berat plumbum

(Pb) yang dilepaskan ke udara (Eka, dan Husin, 2006: 4). Selanjutnya Wright

(2008: 546) menyatakan bahwa Pb merupakan polusi udara golongan primer

karena berasal langsung dari pembakaran.

Aktivitas transportasi kendaraan bermotor merupakan sumber utama

pencemaran udara di daerah perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2020 setengah

dari jumlah penduduk Indonesia akan menghadapi permasalahan pencemaran

udara perkotaan, yang didominasi oleh emisi dari kendaraan bermotor

(Kusminingrum, dan Gunawan, 2008: 3).

Manusia selalu membuang kembali ke lingkungan segala sesuatu yang

sudah tidak dipergunakannya lagi. Misalnya, pembuangan logam berat timbal sisa

pembakaran bahan bakar minyak melalui knalpot kendaraan bermotor. Salah satu

dampak ditimbulkan adalah adanya penurunan kualitas udara terutama di daerah

perkotaan yang padat lalu lintas dan industri. Selain itu, pembuangan ini dapat

berakibat buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. (Akhadi. 2009: 116).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

20

1. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan unsur kimia jenis logam berat yang lunak berwarna

kebiru-biruan atau kelabu keperakan. Luasnya penggunaan Pb dalam aktivitas

industri menyebabkan unsur ini dapat ditemukan pada berbagai tempat di

lingkungan sekitar. Salah satu penggunaan unsur Pb adalah untuk

meningkatkan nilai oktan bahan bakar minyak. Bensin yang kaya akan

kandungan Pb dengan nilai oktannya 98 memungkinkan kendaraan unutk

berlari kencang (Akhadi. 2009:117).

Logam berat Pb dijumpai dalam sisa pembakaran bahan bakar minyak

sebagai pengikat untuk meningkatkan nilai oktan. Sampai saat ini BBM yang

beredar di Indonesia sebagian besar mengandung Pb dalam bentuk TEL (Tetra

Ethyl Lead). Hal ini menyebabkan semakin tingginya pencemaran udara,

khususnya di perkotaan yang padat lalu lintas (Eka, dan Husin, 2006: 4).

Tabel 1. Perkiraan Persentase Komponen Pencemar Sumber Pencemar

Transportasi di Indonesia

Komponen pencemar Persentase

CO 70,50 %

NOX 8,89 %

SOX 0.88 %

HC 18,34 %

Partikel 1,33 %

Total 100

Sumber: Zulkifli (2014:61).

Timbal (Pb) yang terpapar ke dalam tubuh manusia akan menganggu

sirkulasi peredaran darah, sistem saraf, ginjal dan sistem reproduksi. Pengaruh

Pb dapat menyebabkan anemia. Efek Pb yang terpapar pada ibu hamil dapat

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

21

menghambat pertumbuhan janin, sedangkan pada anak-anak dapat menurunkan

tingkat kecerdasan (IQ) (Zulkifli. 2014: 61).

2. Mekanisme Tanaman dalam Mereduksi Logam Berat

Polusi logam berat di dalam organisme memberikan efek yang berbahaya bagi

sistem kehidupan. Logam berat yang bersifat toksik diantaranya ialah timbal

(Pb), kobalt (Co), dan kadmium (Cd). Hal ini dikarenakan logam berat tersebut

dapat terakumulasi di dalam organisme tetapi tidak dapat didegradasi. Hal

tersebut memberikan keuntungan bagi lingkungan. Namun, tidak bagi tanaman

itu sendiri. Tanaman mereduksi logam berat melalui beberapa cara yang disebut

fitoremidiasi. Fitoremidiasi meliputi mekanisme fitoekstraksi, fitostabilisasi,

rhizofiltrasi, dan fitovolatilisasi. Dengan demikian, tanaman dapat mereduksi

logam berat dari udara, tanah, dan air melalui akar, batang, dan daunnya.

(Tangahu, dkk. 2011: 5).

E. Keunikan Tumbuhan Beringin sebagai Mitigasi Kerusakan Lingkungan

Akar selalu mencari zat hara untuk menyokong pertumbuahan tanaman. Akar

tanaman secara alami menyerap berbagai mineral dari tanah dan air di sekitarnya.

Beberapa akar dapat menyerap dan mencerna bahan berbahaya. Sampai saat ini

tanaman terus beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga munculah suatu

mekanisme toleransi, agar tanaman mampu bertahan hidup (survive) pada

lingkungan yang kurang sesuai. Secara kontinyu tanaman melawan pencemaran

organik dan hasil metabolik yang bersifat toksik melalui mekanisme untuk

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

22

beradaptasi, sehingga tanaman mampu tetap tumbuh kondisi lingkungan kurang

sesuai (Fahruddin. 2014: 145).

Tajuk pohon beringin yang rapat mampu menangkap air dan akar pohon ini

dapat menyerap dan menyimpan air dalam jumlah banyak dari sekitar tempat

tumbuhnya, sehingga pohon ini sering dijumpai di lokasi mata air. Pohon beringin

mudah tumbuh pada lahan kritis (sebagai pohon pionir). Beringin mampu tumbuh

di tanah yang tandus, gersang, berbatu, bercadas, dan lereng berbatu yang terjal.

Perakarannya yang dalam dan memiliki akar pengikat yang banyak dan menyerabut

sehingga tidak mudah tumbang. Selain itu pohon beringin ini dapat ditanam sebagai

pohon pionir untuk rehabilitasi lahan kritis (Mukhlisa. 2015: 21).

Gambar 4. Beringin Tumbuh di Media Beton di Jembatan Lempuyangan Kota

Yogyakarta (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Baskara dan Wicaksana (2013: 23), melaporkan bahwa beringin oleh

masyarakat Jawa dipercayai sebagai tanaman suci dan memiliki daya magis yang

tinggi. Beringin memiliki nilai ekologis dan hidrologis yang tinggi. Beringin

dijumpai pada berbagai sumber mata air yang berada di kawasan karst bagian

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

23

selatan Jawa Timur seperti Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Pacitan,

Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar dan Kabupaten

Malang. Kemampuan ini tak lepas dari arsitektur pohon beringin yang memiliki

bentuk tajuk yang tebal dan rapat, sekaligus menunjukkan sistem perakaran yang

dalam dan menyebar dan mencengkeram tanah dengan baik. Akar pohon beringin

dapat menyebar dan mencengkeram dengan kedalaman tanah hingga di area sungai

bawah tanah yang banyak tersedia di kawasan karst. Beringin dimaknai sebagai

pohon suci dan pohon kehidupan yang diimplementasikan dalam bentuk simbol

pada lambang NKRI maupun partai politik. Dalam budaya Jawa, pohon beringin

tidak lepas dari kehidupan masyarakat kerajaan khususnya Yogyakarta dan

masyarakat Jawa yang lainnya. Beringin ditanam di tempat-tempat strategis seperti

di alun-alun, halaman perkantoran, taman-taman, pasar, halaman pusat pendidikan,

hutan kota, di pertigaan jalan, dan di jalur hijau seperti di tepi jalan raya.

Penanaman di lokasi strategis ini selain sebagai filosofis simbol hubungan

pemerintah dan rakyatnya, juga didasarkan pada alasan fungsional beringin sebagai

tanaman penghijau jalan di Kota Yogyakarta. Bentuk tajuk yang lebar dan rapat

serta memiliki sifat evergreen mampu memberikan efek yang menentramkan.

Dalam hal ini, pohon beringin memberikan efek suhu yang sesuai dengan kata lain

nyaman untuk beraktivitas di sekitarnya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

24

F. Tinjauan Umum tentang Beringin

1. Taksonomi Beringin

Menurut Heyne (1987) dalam Desyanti (2012: 11), klasifikasi

tumbuhan beringin adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Ficus.

Pohon beringin tergolong ke dalam suku Moraceae. Ficus merupakan

marga terbesar dalam suku Moraceae yang banyak dijumpai Indonesia.

Gambar 5. Pohon Ficus di Sumber Air Ngedaren I, Ponjong, Gunung Kidul

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

25

Terdapat sekitar 1000 jenis suku Moraceae dan sebagiannya adalah Ficus.

Pohon ini dapat tumbuh di tanah dan di pohon lainnya sebagai hemi-epifit

(Ulum,2010).

2. Persebaran dan Habitat Beringin

Marga Ficus merupakan jenis yang hidup pada tempat dengan intensitas

cahaya yang mencukupi, sehingga jarang tumbuh pada tegakan hutan yang

rapat. Beringin terbagi menjadi tiga cara hidup yaitu epifit, hemi-epifit, dan

pohon. Epifit biasanya hidup menumpang pada batang pohon lain dan pada

akhirnya membunuh pohon inangya. Hemi-epifit pada awalnya hidup

menumpang, tetapi kemudian akarnya dapat mencapai tanah dan akhirnya

dapat hidup sendiri, sedangkan jenis beringin yang termasuk pohon dapat hidup

langsung di tanah tanpa perantara pohon inang (Astika, 2003).

Menurut Harrison (2005), marga Ficus mempunyai sistem penyerbukan

yang berbeda dengan pohon-pohon lainnya. Penyerbuk bunga Ficus disebut

tawon Ficus (figwasp) dari suku Agaoninae, Agaonidae, dan Chalcidoidea.

Tawon masuk ke dalam sikonium muda untuk melakukan polinasi dan

meletakkan telur pada beberapa ovul. Saat telur mulai menetas dan beranjak

dewasa, buah Ficus terutama yang berumah satu (satu buah terdapat fungsi

bunga jantan dan betina) kemudian akan terjadi penyerbukan di dalam buah.

Sekitar satu bulan setelah telur diletakkan, tawon akan menetas dan tawon

jantan akan mati setelah kawin, sedangkan tawon betina keluar dan menyebar

membawa serbuk sari dari buah Ficus asal. Tawon betina harus menemukan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

26

sikonium muda yang reseptif dari spesies yang sesuai selama rentang hidupnya

(2 sampai 3 hari) untuk bereproduksi. Seiring dengan hal tersebut, serbuk sari

bunga Ficus yang terbawa oleh tawon betina akan membantu penyerbukan pada

sikonium yang beruntung untuk pembentukan biji (Baskara dan Wicaksono

(2013:24).

Di seluruh dunia terdapat sekitar 1200 spesies satwa pemakan buah beringin

yang berbuah sepanjang tahun yang penting bagi satwa liar ketika buah-buahan

lainnya yang tidak tersedia. Keberadaan beringin pada kawasan hutan dapat

dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi hutan karena peran dari

satwa liar yang memakan bijinya, kemudian memicu terjadinya komunitas

lanjutan. Beringin juga sebagai sumber pakan dan suaka bagi beberapa jenis

burung, serangga, reptilia, dan mamalia. Akar gantung pohon beringin

merupakan tempat bermain untuk beberapa jenis primata (Ulum, 2009; Baskara

dan Wicaksana, 2013: 24).

3. Botani Beringin

Van Stenis, et. al (1975) dalam (Suwarno, 2006: 4) menyatakan bahwa

marga Ficus termasuk ke dalam suku Moraceae. Anggota famili Moraceae

dapat berupa pohon, tanaman memanjat atau perdu, dan biasanya bergetah.

Daun duduknya berlainan dan tunggal. Marga Ficus mempunyai satu daun

penumpu pada setiap daun, ujung daunnya menggulung. Daun penumpu yang

rontok akan meninggalkan bekas (scar) yang jelas. Susunan bunganya memiliki

berbagai tipe yakni bulir rapat atau sikonium. Sikonium berbentuk bola atau

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

27

“buah peer” dan memiliki lubang (ostiol) di bagian ujungnya. Bunga

berkelamin dua, berumah satu dan atau dua. Bunga jantan memiliki daun tenda

bunga 4 dan stamen berjumlah 4, kepala sari beruang dua. Bunga betina

memiliki daun tenda bunga 4, bebas dan atau melekat, tidak rontok dan

membesar setelah mekar. Bakal buah menumpang dan atau tenggelam, beruang

1, bakal biji berjumlah 1, tangkai putik berjumlah 1 sampai 2. Sebagian dari

bunga berubah bentuk menjadi bunga gall (bunga yang disebabkan oleh adanya

serangga yang tumbuh di dalamnya).

4. Kegunaan Beringin

Menurut Heyne (1987), tumbuhan beringin sering ditanam di alun-alun dan

halaman serta sangat dinilai tinggi oleh penduduk. Secara teknis, pohon ini

bernilai rendah sama seperti jenis Ficus lainnya. Tumbuhan ini juga berkhasiat

untuk obat-obatan yaitu pada bagian akar udara dan daun. Akar nafas pohon

beringin bermanfaat untuk mengatasi pilek, demam, radang amandel, dan

rematik. Daunnya bermanfaat untuk mengatasi malaria, radang usus akut,

disentri, dan influenza (Desyanti, 2012: 12).

Dari aspek lingkungan, pohon Ficus berperan dalam menjaga siklus air

serta mencegah erosi karena secara alami struktur perakaran lateralnya yang

dalam mampu mencengkram tanah dengan baik. Tajuknya yang tebal dapat

menyerap CO2 dalam jumlah yang relatif tinggi dan polutan lainnya dari udara

(Ulum, 2009).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati …eprints.uny.ac.id/51038/3/3 BAB II.pdf13 Salah satu bentuk praktik kearifan lokal masyarakat adat Jawa ialah menganggap beringin sebagai

28

G. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Distribusi

Pohon Beringin

Peta Distribusi

Beringin dalam

Mereduksi Bahan

Pencemar Udara

Timbal (Pb) Debu

Pengetahuan

Masyarakat tentang

Pohon Beringin

Mitologi Lingkungan Sejarah

Ukuran pohon

Beringin

DBH Tinggi

Pohon

Umur

CC

Basal

Area

Gambar 6. Kerangka Berpikir Penelitian

Pemangkasan

Pot/Bis

Luas

CC

Eksistensi

Masyarakat

tradisional