bab ii kajian pustaka a. kajian teori teman sebayarepository.ump.ac.id/3562/3/bab ii.pdf · masalah...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Teman Sebaya
a. Pengertian Teman Sebaya
Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan
persahabatan yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik.
Teman sebaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:563)
diartikan sebagai “kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja
dan berbuat.” Santosa (2004:79) berpendapat “teman sebaya adalah
kelompok anak sebaya yang sukses ketika anggotanya dapat
berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak tersebut adalah hal
yang menyenangkan saja.” Menurut Santrock (1983:268) teman
sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurag
lebih sama. Hurlock (1978:288) mengartikan teman sebaya sebagai
anak yang memiliki usia dan taraf perkembangan yang sama.
Beberapa pengertian teman sebaya di atas dapat disimpulkan
bahwa teman sebaya merupakan interaksi pada anak-anak dengan
tingkat usia yang sama serta mempunyai tingkat keakraban yang relatif
tinggi diantara kelompoknya. Pada teman sebaya biasanya individu
mendapat dukungan sosial. Dukungan tersebut dapat mengacu pada
kesenangan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
9
yang dirasakan karena penghargaan atau kepedulian serta memberi
bantuan agar hubungan dapat terjalin lebih akrab.
b. Peran Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai sejumlah peran dalam proses
perkembangan sosial anak. Menurut Santrock (2011:277) Peranan
teman sebaya dalam proses perkembangan sosial anak antara lain
sebagai sahabat, stimulasi, sumber dukungan fisik, sumber dukungan
ego, fungsi perbandingan sosial dan fungsi kasih sayang. Peran teman
sebaya juga dikemukakan oleh Yusuf (2010:60) yaitu memberikan
kesempatan berinteraksi dengan orang lain, mengontrol perilaku sosial,
mengembangkan keterampilan dan minat sesuai dengan usianya, dan
saling bertukar pikiran dan masalah.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya
mempunyai peran bagi perkembangan perilaku social anak. Teman
sebaya memberi kesempatan untuk berinteraksi dengan orang di luar
anggota keluarganya.
c. Pengaruh Teman Sebaya
Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku.
Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan dapat pula
berupa pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dimaksud adalah
ketika individu bersama teman-teman sebayanya melakukan aktifitas
yang bermanfaat seperti membentuk kelompok belajar dan patuh pada
norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pengaruh negatif yang
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
10
dimaksudkan dapat berupa pelanggaran terhadap norma-norma sosial,
dan pada lingkungan sekolah berupa pelanggaran terhadap aturan
sekolah.
Hubungan teman sebaya yang baik diperlukan untuk
perkembangan sosio-emosional yang normal, anak-anak yang ditolak
oleh teman sebaya atau menjadi korban temannya maka dia akan
merasa kesepian dan beresiko menjadi depresi. Anak-anak yang
agresif terhadap teman sebayanya beresiko terlibat dengan sejumlah
masalah termasuk penyimpangan dan putus sekolah. Menurut
Coplan&Arbeau (dalam Santrock, 2011:122) menyatakan bahwa
frekuensi interaksi teman sebaya yang dilakukan selama bertahun-
tahun baik positif maupun negatif terjadi cukup signifikan. Anak-anak
banyak menghabiskan waktu untuk berinteraksi dengan teman sebaya
yaitu dengan bercakap-cakap atau bermain seperti negosiasi peran dan
aturan permainan, berdebat dan menyetujui.
Dampak positif dan negatif teman sebaya dijabarkan oleh
Desmita (2009:220-221) yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Dampak positif
Fungsi positif teman sebaya menurut Kelly dan Hansen
(Desmita, 2009:220) yang diuraian kebagai berikut:
a. Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi dengan
teman sebaya, anak belajar bagaimana memecahkan berbagai
petentangan dengan cara lain selain dengan tindakan agresif.
b. Memperoleh dorongan emosional dan sosial dari teman sebaya
untuk menjadi lebih independen. Dorongan yang diperoleh dari
teman sebaya menyebabkan berkurangnya ketergantungan anak
pada keluarga.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
11
c. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar mengekspresikan perasaan
dengan cara yang baik.
d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan perilaku peran
jenis kelamin. Anak belajar mengenai perilaku dan sikap yang
mereka asosiasikan dengan menjadi laki-laki dan perempuan.
e. Meningkatkan harga diri, yaitu dengan menjadi orang yang
disukai oleh teman-temannya membuat anak merasa senang
tentang dirinya.
2. Dampak negatif
Desmita (2009:221) menjabarkan pengaruh negatif dari teman
sebaya terhadap perkembangan anak-anak, antara lain:
a. Anak yang ditolaknya atau diabaikan oleh teman sebayanya
akan memunculkan perasaan kesepian atau permusuhan
b. Budaya dari teman sebaya bisa jadi merupakan suatu bentuk
kejahatan yang merusak nilai dan kontrol orang tua.
c. Teman sebaya dapat mengenalkan anak kepada hal-hal yang
menyimpang seperti merokok, alkohol, narkoba dan
sebagainya.
d. Jenis Teman Sebaya
Teman yang berbeda memainkan peran yang berbeda dalam proses
sosialisasi. Teman yang sesuai dengan usia dan taraf perkembangan
anak, maka dapat membantu anak ke arah penyesuaian yang baik.
Hurlock (1978:288-289) mengklasifikasikan teman pada masa anak-
anak yang dibagi menjadi tiga klasifikasi utama, masing-masing
klasifikasi mempengaruhi sosialisasi pada periode yang berbeda.
Ketiga jenis teman antara lain:
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
12
1. Kawan
Kawan adalah orang yang memuaskan kebutuhan anak
akan teman melalui keberadaannya di lingkungan si anak. Anak
dapat mengamati dan mendengarkan mereka tetapi tidak
memiliki interaksi langsung dengan mereka. Kawan bisa terdiri
dari berbagai usia dan jenis kelamin.
2. Teman bermain
Teman bermain adalah orang yang melakukan aktivitas
yang menyenangkan dengan si anak. Teman bermain dapat
terdiri dari berbagai usia dan jenis kelamin, tetapi biasanya anak
memperoleh kepuasan yang lebih besar dari mereka yang
memiliki usia dan kenis kelamin yang sama, serta mempunyai
minat yang sama. Menurut Upton (2012:94) keuntungan teman
bermain bagi perkembangan anak adalah tanpa intervensi orang
dewasa, anak-anak belajar mengatur sendiri permainan dan
ruang di lapangan bermain.
3. Sahabat
Sahabat adalah orang yang tidak hanya bermain dengan
anak, tetapi juga berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa
percaya, permintaan nasehat dan kritik. Anak yang mempunyai
usia, jenis kelamin dan taraf perkembangan sama lebih dipilih
menjadi sahabat. Papalia (2014:368) menjelaskan bahwa
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
13
persahabatan yang kuat melibatkan komitmen yang sama dan
perhatian saling memberi dan menerima.
Klasifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa jenis teman yang
paling mempengaruhi anak adalah sahabat, karena sahabat tidak
sekedar teman untuk bermain melainkan teman saling bertukar ide dan
perasaan.
e. Status teman sebaya
Status sosiometrik merupakan penilaian anak-anak terhadap
seberapa banyak mereka suka atau tidak suka dengan teman sebaya
atau teman sekelas mereka. Wentzel dan Asher (Santrock, 2011:271)
membedakan status teman sebaya, yaitu:
1. Anak-anak populer, yaitu anak yang sering dinominasikan sebagai
teman terbaik dan jarang tidak disukai teman sebayanya.
2. Anak-anak biasa, yaitu anak yang menerima jumlah rata-rata, baik
nominasi positif maupun nominasi negatif dari teman sebaya atau
teman sekelasnya.
3. Anak-anak terabaikan, merupakan anak yang jarang dinominasikan
sebagai seorang sahabat tetapi bukan tidak disukai oleh teman
sebaya mereka.
4. Anak-anak yang ditolak, yaitu anak yang jaeang dinominasikan
sebagai seorang sahabat dan secara aktif tidak disukai oleh teman
sebayanya.
5. Anak-anak kontroversial, adalah anak yang sering dicalonkan baik
sebagai sahabat terbaik maupun yang tidak disukai.
f. Kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak yang
mempunyai peranan cukup penting bagi perkembagan kepribadiannya.
Aspek kepribadian anak berkembang secara menonjol dalam
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
14
pengalamannya dengan teman sebaya dikemukakan oleh Johnson
(Yusuf, 2010:59) adalah:
1. Social Cognition : kemampuan untuk memikirkan tentang
pikiran, perasaan, motif dan perilaku dirinya dan orang lain.
Kemampuan memahami orang lain memungkinkan anak untuk
ampu menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan teman
sebayanya.
2. Konformitas : motivasi untuk menjadi sama, sesuai, seragam
dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran, atau budaya dengan
teman sebayanya. Konformitas terjadi apabila: a) norma secara
jelas dinyatakan b) individu berada di bawah pengawasan
kelompok c) kelompok memiliki sanksi yang kuat d) kelompok
memiliki sifat kohesif yang tinggi e) kemungkinan kecil
dukungan terhadap penyimpangan dari norma.
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya tidak
hanya berpengaruh pada aspek fisik (yang terlihat) saja namun juga
berpengaruh terhadap aspek psikis seperti pikiran atau perasaan.
g. Indikator teman sebaya
Monks (1994: 183-187) mengemukakan indikator kelompok
teman sebaya yang di dalam penelitian ini dijadikan salah satu
variabel, antara lain:
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
15
1) Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia,
terutama terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.
2) Situasi, keadaan mempunyai imbas dalam menentukan permainan
yang hendak dilakukan bersama-sama.
3) Keakraban, keakraban mampu menciptakan suasana yang
kondusif dalam hubungan sosial, termasuk dalam hubungan
dengan teman sebaya.
4) Ukuran kelompok, jumlah anak yang saling berinteraksi juga
dapat mempengaruhi hubungan teman sebaya. Semakin besar
jumlah anak yang terlibat dalam suatu pergaulan dalam
kelompok, interaksi yang terjadi akan semakin rendah.
5) Perkembangan kognitif, keterampilan menyelesaikan masalah
yaitu membantu memecahkan permasalahan dalam kelompok
teman sebaya.
Indikator di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya dapat
terbentuk karena kesamaan umur dan situasi. Interaksi diantara teman
sebaya dapat meningkatkan hubungan sosial yang memicu
perkembangan kognitif dimana anak-anak dapat memecahkan masalah
yang terjadi pada anggotanya.
2. Persepsi Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Persepsi
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
16
Menurut Rakhmat (2011:50) “persepsi adalah pengalaman tentang
objek, perstiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.” Sugihartono dkk
(2013: 8) mengemukakan bahwa persepsi yaitu kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus. Persepsi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2008:1147) diartikan sebagai tanggapan (penerimaan)
langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal
dari panca indranya. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa persepsi adalah proses penerimaan stimulus atau informasi
melalui alat indera atau inderawi yang kemudian diinterpretasikan oleh
individu.
b. Faktor-Faktor yang Menentukan Persepsi
Rakhmat (2011:55) mengemukakan bahwa persepsi yang ada pada
manusia dapat disebabkan oleh dua faktor, antara lain:
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu dan faktor personal. Faktor penentu persepsi bukanlah jenis
atau bentuk stimulus tetapi karakteristik orang yang memberikan
respon pada stimulus itu. Krech dan Crutcfield (Rakhmat, 2011:55)
merumuskan bahwa persepsi bersifat selektif secara fungsional,
artinya objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi
biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan. Penelitian dari beberapa ahli menunjukkan bahwa
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
17
persepsi dapat dipengaruhi oleh kondisi biologis seseorang,
suasana emosional (suasana bahagia, suasana kritis dan suasana
gelisah), dan pengaruh kebudayaan
2. Faktor-Faktor Struktural
Faktor-faktor struktural berasal dari sifat stimulus fisik da efek-
efek syaraf yang ditimbulka pada sistem syaraf individu. Menurut
teori Gestalt (Rakhmat, 2011:57), bila seseorang memersepsikan
sesuatu maka orang tersebut memersepsikannya sebagai suatu
keseluruhan, dengan kata lain tidak melihat bagian-bagiannya
namun menghimpunnya. Kohler (Rakhmat, 2011:57) juga
mengungkapkan bahwa jika seseorang ingin memahami suatu
peristiwa, peristiwa tersebut tidak dapat diteliti dari fakta-fakta
yang terpisah melainkan harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor fungsional
terjadi karena emosi seseorang. Tekanan dari pengalaman masa
lalu membuat seseorang mempersepsikan sesuatu dan memandang
akan terjadi hal yang sama di masa yang akan datang. Faktor
struktural memandang bahwa persepsi berasal dari stimulus fisik
dan orang yang memersepsikan sesuatu akan memersepsikannya
secara keseluruhan.
c. Teori Persepsi
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
18
Berry, M. H. (1999: 1-3) menjelaskan dua tipe dasar dari teori
yang telah mendominasi perdebatan realis tentang persepsi yaitu teori
persepsi langsung dan tidak langsung.
1. Teori Persepsi Langsung
Teori persepsi langsung dipandu oleh gagasan akal sehat
yaitu ketika menggunakan alat indera, apa yang kita rasakan
adalah objek eksternal dari dunia itu sendiri seperti bau kopi,
merasakan halus kasar meja, melihat matahari terbit. Objek
persepsi sebagian besar merupakan benda-benda fisik dan
peristiwa yang ada di dunia, dan melalui indera mereka sendiri
yang datang sebelum menjadi pikiran. O'Connor dan Brian Carr
(Broniak, 1997: 31) menulis bahwa akal sehat realisme
membuat lima asumsi sebagai berikut: (1) Benda fisik ada
secara independen dari yang dirasakan orang. (2) Objek
eksternal dapat berupa masyarakat, karena dapat dirasakan oleh
sejumlah pengamat. (3) Benda fisik adalah "netral” antara indera
satu orang dengan orang lain sama. Misalnya, orang dapat
melihat, sentuhan, bau dan rasa apel yang sama. (4) Memiliki
lokasi dan ekstensi di kedua waktu dan ruang. Terakhir, (5)
Benda-benda fisik yang padat, yang berarati menempati volume
ruang dan tidak tembus.
2. Teori Persepsi Tidak Langsung
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
19
Ilusi dan halusinasi menjadi masalah yang mendorong ke
arah teori persepsi tidak langsung. Jika gajah merah muda
sebagai objek eksternal, maka orang yang mempersepsikan
berpikir dengan cara lain, karena jika ada satu hal yang kita
yakin aneh seperti situasi persepsi, hal tersebut menandakan
bahwa kita melihat sesuatu di luar akal sehat. Mengingat
keadaan ini, bahwa orang lain tidak melihat benda tersebut di
dunia secara langsung, melainkan apa yang perseptor lihat
adalah semacam perantara persepsi, atau yang sering disebut
sensasi. Alasan untuk memperkenalkan perantara sebagai objek
persepsi adalah hal itu memungkinkan untuk penjelasan dari
ilusi dan fenomena terkait realisme langsung yang tidak mampu
mengatasi.
Teori persepsi tidak langsung mampu menjelaskan
fenomena persepsi karena apa yang dirasakan adalah perantara
mati, bukan keberadaan dari objek itu sendiri. Karakter
perantara mati belum tentu mati sama dengan objek eksternal.
Persepsi visual mencatat bahwa persepsi berawal dari gambar
yang dihasilkan pada benda mati, kemudian mata akan
memberikan gambaran yang tidak memadai dari dunia.
Halusinasi, ilusi, atau kesalahan persepsi sederhana dapat
dijelaskan dengan mengatakan bahwa cara mengambil sesuatu
yang ada di dunia untuk menjadi melibatkan proses penalaran
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
20
perantara ini, dan bahwa selama proses ini dapat membuat
asumsi tertentu atau tebakan yang berubah menjadi kesalahan.
Teori persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
langsung diperoleh ketika individu terlibat langsung pada
peristiwa atau kejadian tertentu ataupun merasakan dengan alat
inderanya. Persepsi tidak langsung mempunyai arti yang
berlawanan dengan persepsi langsung, yaitu persepsi didapat
dari angan-angan, ilusi atau sensasi karena individu tersebut
tidak secara langsung terlibat dalam suatu peristiwa dan tidak
merasakan dengan alat inderanya secara langsung.
d. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Desmita (2009:144) menjelaskan bahwa pola asuh merupakan
aspek yang sangat penting dalam hubungan orang tua dan anak. Pola
asuh orang tua merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan
sosial anak. Menurut Ormrod (2008:94) pola asuh melibatkan
hubungan antara orang tua dan karakteristik anak namun belum tentu
menunjukkan hubungan sebab akibat.
e. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Sumbangan keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh
sifat hubungan antara anak dengan anggota keluarga termasuk orang
tua. Hubungan ini dipengaruhi oleh pola asuh keluarga (orang tua) dan
sikap atau perilaku anggota keluarga terhadap anak. Pola asuh orang
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
21
tua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan di dalam
keluarga namun juga pada sikap dan perilaku anak pada keluarga
tersebut. Sriyanto (2014:77) berpendapat bahwa orang tua juga
memberikan dasar kehidupan emosi dan dasar kehidupan moral pada
anak. Anak yang berasal dari keluarga yang hubungan positif dan
sehat, biasanya hubungan demikian menghasilkan anak yang bahagia,
ramah, dianggap menarik oleh oran lain dan relatif bebas dari
kecemasan.
Anak yang mempunyai penyesuaian buruk biasanya berasal dari
pola asuh orang tua yang tidak baik. Penyesuaian tersebut terjadi
karena anak meniru gaya orang tua yang tidak baik atau kurangnya
kasih sayang dari orang tua dan mempunyai hubungan yang kurang
baik antara orang tua dengan anak. Anak yang tidak memperoleh
perhatian dan kasih sayang orang tua menjadi haus akan kasih sayang
karena mereka merasa takut dikesampingkan. Perlakukan terhadap
seorang anak oleh orang tuanya mempengaruhi sikap anak itu terhadap
orang tua dan hubungan yang berkembang di antara mereka serta
berakibat pada lingkungan sekitar.
Hurlock (1980:170) menjabarkan pengaruh dari hubungan keluarga
dan pola asuh orang tua yaitu:
1. Pekerjaan di sekolah dan sikap anak sangat dipengaruhi oleh
hubungan dengan anggota keluarga. hubungan keluarga yang
bahagia akan menimbulkan dorongan untuk berprestasi
sedangkan hubungan yang kurang sehat menimbulkan
ketegangan yang mempengaruhi konsentrasi anak dan
kemampuan belajar.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
22
2. Pola asuh orang tua mempengaruhi penyesuaian diri anak
secara sosial di luar rumah. Pada pola asuh yang otoritatian
menyebabkan anak kurang memiliki keterampilan sosial dan
memiliki gaya komunikasi yang koersif dalam berhubungan
dengan orang lain, berbeda dengan pola asuh otoritatif yang
menciptakan anak memiliki keterampilan sosial yang efektif.
3. Peran yang dimainkan di rumah menentuka pola peran di luar
rumah, karena peran yang harus dilakukan di rumah dan jenis
hubungan dengan anggota keluarga sebagai dasar hubungan
anak dengan teman-temannya.
4. Jenis metode pelatihan anak yang digunakan di rumah
mempengaruhi peran anak. Pola asuh otoriter menjadikan anak
belajar menjadi pengikut. Pelatihan yang demokratis
mendorong anak mengembangkan kemampuan memimpin.
5. Pelatihan di rumah mempengaruhi penggolongan peran seks.
Stereotip peran seks yang dipelajari anak di rumah
mempengaruhi bagaimana anak melakukannya di luar rumah.
6. Cita-cita dan prestasi anak di berbagai bidang sangat
dipengaruhi oleh poala asuh orang tua. Orang tua biasanya
lebih menekankan pada anak pertama atau anak tunggal agar
lebih berprestasi dari adik-adiknya. Anak lebih banyak dibantu
dan didorong untuk mencapai tujuan yang ditetapkan orang
tuanya.
7. Anak kreatif atau bersifat konformistis di pengaruhi oleh
pelatihan di rumah. Metode pelatihan anak demokratis
mendorong anak untuk berkreativitas, sedangkan metode
otoriter cenderung mendorong anak kepada sikap konformistis.
8. Hubungan keluarga mempunyai pengaruh besar bagi
perkembangan kepribadian anak. Pandangan anak-anak tentang
diri mereka sendiri merupakan cerminan langsung dari apa
yang dinilai dari cara mereka diperlakukan oleh anggota
keluarga.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh sangat
mempengaruhi kepribadian dan perkembangan anak. Kepribadian
dan perkembangan anak merupakan cerminan pola asuh yang orang
tua terapkan. Peran yang dimainkan orang tua sangat menentukan
peran anak saat dia berada di luar rumah atau di lingkungan
masyarakat. Peran orang tua juga mempengaruhi prestasi dan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
23
kreativitas anak, pola asuh yang otoritatif biasanya dapat memotivasi
anak untuk berkembang dan perperilaku sesuai aturan yang berlaku.
f. Tipe Pola Asuh
Baumrind (Santosa, 2015:104-109) mengelompokkan 4 tipe pola
asuh yaitu:
1. Pola Asuh Authoritarian (Otoriter)
Orang tua tipe otoriter mengunakan disiplin dan aturan dalam
mengasuh anaknya. Setiap anak melanggar aturan maka anak
tersebut mendapat konsekuensi. Menurut Santrock (1983:257)
pengasuhan gaya otoriter adalah suatu gaya yang membatasi,
menghukum dan menuntut anak untuk mengikti perintah orang tua
dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang
kepada anak untuk berbicara (bermusyawarah).
2. Pola Asuh Permissive (Permisif)
Orang tua tipe permisif sering memanjakan anak, tidak banyak
menuntut anak, jarang mendisiplinkan anak dan kontrol yang
rendah terhadap perilaku anak, biasanya orang tua sangat responsif
terhadap kebutuhan anak. Maccoby & Martin (Santrock, 1983:258)
membagi pola asuh permisif menjadi dua yaitu permissive
indifferent dan permissive indulgent. Pola asuh permissive
indifferent adalah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat
dalam kehidupan anak, tipe pola asuh ini diasosiasikan dengan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
24
inkompetensi sosial anak khususnya kurangnya kendali diri. Pola
asuh permissive indulgent adalah gaya pengasuhan dimana orang
tua sangat terlibat dalam kehidupan anak tetapi menetapkan sedikit
batas atau kendali terhadap mereka.
3. Pola Asuh Un-Involved (Acuh Tak Acuh)
Orang tua un-involved bisanya kurang memiliki tuntutan terhadap
anak (seperti orang tua permisif) dan kurang responsif terhadap
kebutuhan anak. Orang tua tipe ini juga kurang memiliki kekuatan
batin yang kuat terhadap anak, mereka hanya menyediakan sedikit
dukungan emosional terhadap anak dan terkadang malah tidak
sama sekali, mereka juga menerapkan sedikit ekpektasi atau
standar perilaku bagi anak. Orang tua tipe un-involved merasa telah
menjalankan tugasnya sebagai pemberi nafkah, memberikan
fasilitas kehidupan dan pendidikan terbaik untuk anak namun
jarang hadir secara psikis menjadi pendengar untuk anaknya.
4. Pola Asuh Authoritative (Otoritatif)
Orang tua tipe ini memberikan aturan main dan disiplin kepada
anak, namun memiliki gaya yang lebih baik dari pada authoritatian,
selain itu orang tua memberikan penuh kasih sayang kepada anak.
Orang tua otoritatif merupakan orang tua yang mempunyai
karakter idel dan menjadi teladan, mereka mendidik anak dengan
kasih sayang dan disiplin tetapi mereka juga memberi kebebasan
kepada anak dengan penuh tanggung jawab dengan kata lain
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
25
mereka benar-benar memahami karakter anaknya dan mengetahui
ketutuhan emosional anak. Ormrod (2008:94) menjelaskan bahwa
anak-anak yang berasal dari keluarga otoritatif biasanya
mempunyai sifat gembira, semangat, percaya diri dan mandiri.
Anak dapat menjalin hubungan pertemanan dengan mudah,
memiliki keterampila sosial yang baik dan menunjukkan
kepedulian terhadap hak dan kebutuhan orang lain, mereka juga
termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang bagus di sekolah.
g. Peranan dan fungsi keluarga
Keluarga mempunyai peranan penting dalam upaya
mengembangkan kepribadian anak. Erickson (Yusuf, 2010:38)
menjelaskan bahwa delapan tahap perkembangan psikologis dalam
kehidupan individu, bergantung pada pengalaman yang diperolehnya
dalam keluarga. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa
memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan
baik diantara anggota keluarga. Keluarga yang memiliki hubungan
tidak harmonis dan penuh konflik diantara anggota keluarganya maka
dapat menimbulkan masalah kesehatan mental bagi anak.
Menurut Yusuf (2010:38) secara psikososiologis keluarga
mempunyai fungsi sebagai:
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya.
2. Sumber penuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis.
3. Sumber kasih sayang dan penerimaan.
4. Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar
menjadi anggota masyarakat yang baik.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
26
5. Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara
sosial dianggap tepat.
6. Pembentuk anak dalam ememcahkan masalah yang
dihadapinya dalam rangka menyesuaikan diri terhadap
kehidupan.
7. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal
dan sosial yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri.
8. Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk
mencapai prestasi baik di sekolah mauoun di masyarakat.
9. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
10. Sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup
usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila
persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.
Yusuf (2010:38) mejelaskan fungsi keluarga dari sudut
pandang sosiologis dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi
sebagai berikut:
1. Fungsi Biologis
Keluarga merupakan pranata sosial yang membeikan
legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya
untuk memenuhi kebutuhan dasar biologis.
2. Fungsi Ekonomis
Keluarga (ayah) mempunyai kewajiban menafkahi anggota
keluarganya (istri dan anak). Surat Al Baqarah ayat 223
menjelaskan bahwa kewajiban seorang suami memberi
makan dan pakaian kepada istri dan anaknya dengan cara
yang baik. Seorang suami mencari nafkah untuk
keluarganya sesuai dengan kesanggupannya atau
kemampuannya.
3. Fungsi Pendidikan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
27
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan
utama bagi anak. Keluarga mempunyai fungsi pendidikan
yaitu menyangkut penanaman, pembimbing dan
pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan jenis-jenis
keterampilan yang berguna bagi anak.
4. Fungsi Sosialisasi
Keluarga mempunyai fungsi sebagai miniatur masyarakat
yang mensosialisasikan nilai atau peran dalam masyarakat
yang harus dilakukan oleh anggota keluarganya. Keluarga
merupakan lembaga yang dapat mempengaruhi
perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan,
bekerja sama, bersifat toleransi, menghargai pendapat orang
lain, bertanggung jawab dan mempunyai sikap baik
terhadap kehidupan yang heterogen.
5. Fungsi Perlindungan
Pada fungsi ini keluarga mempunyai fungsi sebagai
pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan,
ancaman atau kondisi yang menyebabkan rasa tidak aman
bagi anggota keluarganya.
6. Fungsi Rekreatif
Keluarga mempuyai fungsi rekreatif apabila lingkungan
keluarga memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan,
dan memberikan semangat bagi anggotanya. Keluarga
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
28
harus ditata sedemikian rupa agar anggota keluarga dapat
merasa nyaman dan mempunyai rasa satu sama lain seperti
adanya dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi
tidak kaku, makan bersama, bercengkrama dengan penuh
humor dan sebagainya.
7. Fungsi Agama
Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat menanamkan
nilai-nilai agama kepada anak agar mereka mempunyai
pedoman hidup yang benar. Pada Surat Al-Tahrim ayat 6
menjelaskan bahwa orang tua diwajbkan memelihara diri
dan keluarganya dari murka Allah SWT.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai
peran yang sangat penting bagi perkembangan anak. Keluarga tidak
hanya memberikan hal yang berupa materi kepada anak, namun
juga memberika rasa kenyamanan, kehangatan, kasih sayang dan
hal lain yang berupa psikis, selain itu keluarga juga sebagai tempat
pembentukan mental dan moral anak.
3. Agresivitas
a. Pengertian Agresivitas
Agresivitas merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang
terdapat pada individu. Menurut Patricia D Barry (Yosep, 2007:48)
agresivitas adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
29
perasaan frustasi dan benci atau marah. Agresivitas dapat dikatakan
sebagai suatu perilaku yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
untuk melukai atau menyakiti seseorang dengan sengaja. Pengertian
serupa juga dikemukakan oleh berkowitz (Taganing:2008) bahwa
agresivitas merupakan bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk
menyakiti seseorang, baik fisik maupun mental. Breakwell (Zhafarina,
2014:286) mengemukakan bahwa agresif adalah setiap bentuk perilaku
yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang
bertentangan dengan kemauan orang itu, Herbert (Aisyah, 2010) juga
menyatakan bahwa agresivitas merupakan tingkah laku yang tidak
dapat diterima secara sosial, yang menyebabkan luka fisik, psikis pada
orang lain atau yang bersifat merusak benda.Menurut pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah suatu perilaku yang
dapat menyakiti dan melukai seseorang baik secara fisik maupun non
fisik dan baik dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja.
b. Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas
Menurut Ormrod (2008:176) agresivitas anak dapat disebabkan
dari diri anak itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor-faktor tersebut
dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor internal (kognisi dan motivasi siswa)
a. Kurang mampu melihat sudut pandang orang lain.
Siswa yang memiliki agresif tinggi cenderung memiliki
kemampuan yang terbatas untuk melihat situasi dari sudut
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
30
pandang orang lain atau kurang berempati terhadap korban-
korbannya.
b. Kesalahan mengartikan syarat-syarat sosial.
Siswa yang mempunyai agresivitas secara fisik maupun
secara relasional terhadap teman sebayanya cenderung
mengartikan perilaku orang lain sebagai niat permusuhan,
terutama perilaku tersebut mempunyai makna yang ambigu.
Anak yang mempunyai agresivitas seperti ini biasanya
hidup di lingkungan keluarga yang broken home atau penuh
kekerasan.
c. Dominannya menguntungan diri sendiri.
Sebagian siswa membentu dan melanggengkan hubungan
interpersonal menjadi prioritas utama. Bagi siswa yang
mempunyai perilaku agresif, tujuan-tujuan yang
menguntungkan diri sendiri seringkali menjadi pemicu
tindak agresivitas.
d. Strategi pemecahan masalah sosial yang efektif.
Siswa yang agresif biasanya tidak tahu bagaimana cara
melakukan persuasi, negosiasi atau kompromi. Mereka
lebih suka menggunakan negosiasi fisik (seperti memukul,
mendorong).
e. Keyakinan bertindak agresif itu tepat dan efektif.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
31
Banyak siswa agresif yang meyakini bahwa kekerasan dan
berbagai bntuk agresi erupakan cara yang tepat dalam
meyelesaikan konflik dan membalas perilaku orang lain.
Siswa yang memperlihatkan agresi proaktif mengira bahwa
tindakan agresif dapat memberikan hasil yang positif.
2. Faktor eksternal (lingkungan)
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor untuk perkembangan anak
dalam kehidupan sosial. Menurut Mircea Cel Batran
(2015:247) hubungan keluarga sangat memungkinkan
untuk membentuk kesadaran yang memadai dan
kemampuan beradaptasi dengan cara merubah hidup, atau
anak akan mengalami subjektif psikis ketidaknyamanan
semua waktu yang disertai dengan depresi konstan dan rasa
kurang mampu. Hubungan antara orang tua, baik biologis
atau psikologis, melacak model dasar perilaku anak dan
interaksi masa depan yang berhubungan denan latar
belakang keluarga latar belakang dan dunia sekitarnya.
b. Sekolah
Sekolah menjadi salah satu faktor pendukung
perkembangan anak. Anak menerima pendidikan di sekolah
dan melakukan interaksi dengan warga sekolah. Aktifitas di
sekolah lebih menekankan pada pembinaan intelektual dan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
32
memberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
anak.
c. Teman sebaya
Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang
anggotanya mempunyai kesamaan usia, minat, status, dan
posisi sosial. Teman sebaya mempunyai peranan penting
bagi perkemangan anak. Hubungan anak dengan teman
sebaya dapat berdampak positif maupun negatif. Menurut
Santrock (2011:122) budaya teman sebaya mempunyai
pengaruh buuruk yang melemahkan nilai dan kontrol orang
tua.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa agresivitas dapat
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri sedangkan
faktor eksternal meliputi keadaan lingkungan. Faktor eksternal
mempunyai pengaruh agresivitas yang berbeda-beda, tinggi
rendahnya agresivitas dapat dikarenakan dukungan yang mereka
dapat dari lingkungannya.
c. Indikator Agresivitas
Buss dan Perry (1992:452-453) telah mengklasifikasikan
agresivitas menjadi empat aspek yang menjadi indikator penelitian ini.
Klasifikasi agresivitas tersebut yaitu:
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
33
1. Agresi fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang
lain secara fisik, seperti memukul, menendang, menusuk.
2. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai
orang lain secara verbal. Agresi verbal dilakukan dengan cara
membentak, mengumpat, mengejek dan berdebat.
3. Kemarahan yaitu perasaan yang tidak mempunyai tujuan
apapun, seperti seseorang yang sedang frustasi sehingga
menimbulkan rasa marah pada orang tersebut.
4. Kebencian adalah penilaian negatif seseorang terhadap orang
lain, seperti seseorang curiga kepada orang lain karena orang
tersebut hanya dianggap pura-pura baik.
Ormrod (2008:175) mengelompokkan perilaku agresif menjadi
dua yaitu:
1. Agresif fisik, yaitu sebuah tindakan yang berpotensi menyebabkan
cedera terhadap orang lain, perilaku ini biasanya dilakukan oleh
anak laki-laki.
2. Agresif relasional, yaitu sebuah tindakan yang dapat menimbulkan
kerugian pada hubungan persahabatan dan hubungan interpersonal
yang lain seperti mengucilkan teman sebaya, menggosip atau
membicarakan kejelekan orang lain.
Crick dan Dolge (Ormrod, 2008:175) juga mengklasifikasikan
perilaku agresif menjadi dua, yaitu:
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
34
1. Agresif proaktif, yaitu secara sengaja memulai perilaku agresif
sebagai sarana mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Agresif reaktif, yaitu tindakan agresif yang dijadikan sebagai
respon terhadap perasaan frustasi atau provokasi.
Klasifikasi agresivitas di atas menunjukkan bahwa semua bentuk
agresivitas merupakan perilaku negatif. Agresivitas yang terjadi pada
diri seseorang dapat berupa fisik maupun non fisik (verbal).
Agresivitas dapat dilakukan dengan maksud tertentu maupun tanpa
maksud atau tujuan tertentu.
d. Upaya Mengendalikan Agresivitas
Mengatasi masalah agresivitas anak tidak hanya melatih anak
keterampilan pemecahan masalah, namun juga menumbuhkan
keterampilan social, latihan sikap asertif dan meningkatkan
aspirasinya. Lochman, Nelson dan Sims (Safaria, 2004:99)
mengemukakan teknik mengontrol amarah dan self instructional yang
terdiri dari 10 sesi secara berkelompok. Pada sesi pertama berusaha
meningkatkan kesadaran anak akan kesamaan, perbedaan diantara
anggota baik secara fisik, perilaku, dan emosi, sesi kedua
mengeksplorasi reaksi anak untuk bagaimana bekerjasama dengan
orang lain dan bagaimana reaksi anak dalam situasi dikontrol oleh
orang lain, sesi ketiga berfokus pada identifikasi masalah, sesi keempat
fokus pada bagaimana memunculkan solusi alternatif untuk
pemecahan masalah.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
35
Sesi kelima dan keenam berfokus pada bagaimana anak mampu
mengevaluasi solusi alternatif dengan melihat hasil yang ingin dicapai,
lalu pada sesi ketujuh berfokus pada peningkatan sensitivitas anak
terhadap munculnya rangsangan kemarahan, pada sesi kedelapan
mengajarkan anak mengontrol emosi melalui self talk, pada sesi
kesembilan memberikan teknik modeling dan yang terakhir fokus pada
bagaimana anak mampu menyatukan berbagai keterampilan pada sesi
sebelumnya untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan John D Coie (1992) dalam jurnal yang berjudul
“Predicting Early Adolescent Disorder From Childhood Aggression and
Peer Rejection” mendapatkan hasil bahwa keadaan sosial, perilaku agresif,
dan jenis kelamin sebagai penyebab utama penolakan teman teman sebaya
yang kemungkinan terdapat interaksi antar variabel. Beberapa orang tua
melaporkan bahwa gangguan internal dan eksternal pada anak terjadi
karena status sosial teman sebaya. Gangguan tersebut berupa perilaku
agresif yang muncul pada diri anak. Pada akhir tahun pertama sekolah,
beberapa guru melakukan pemantauan pada anak berdasarkan pada
perilaku agresif, keadaan sosial, dan perbedaan jenis kelamin. Hasih dari
pemantauan tersebut menyatakan bahwa penyesuaian yang buruk
dikarenakan oleh agresivitas dan perbedaan jenis kelamin yang menjadi
efek dari penolakan teman sebaya.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
36
2. Ann T. Skinner dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
“Neighborhood Danger, Parental Monitoring, Harsh Parenting, and
Child Aggression in Nine Countries”, penelitian ini menghasilkan bahwa
masa anak-anak sangat memeperlukan pemantauan dari orang tua guna
mengatasi kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Aspek-aspek penting
dari pemantauan orang tua yaitu upaya untuk mengetahui apa yang anak-
anak mereka lakukan dan upaya untuk membatasi perilaku anak-anak
mereka.
3. Penelitian yang dilakukan Rachmy Diana dalam penelitiannya yang
berjudul “Komunikasi Remaja-Orangtua Dan Agresivitas Pelajar”
mendapatkan hasil bahwa komunikasi orangtua-remaja mempunyai
hubungan dengan agresivitas pelajar. Analisis data menunjukkan korelasi
negatif antara komunikasi remaja-orangtua dengan agresivitas pada
pelajar dengan r = -Q.300 dan p = 0.000 (p<0.01), dari hasil analisis
diketahui bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara
komunikasi remajaorangtua dengan agresivitas siswa. Koefisien
determinasi pada korelasi antara komunikasi remaja-orangtua dan
agresivitas pelajar menunjukkan angka sebesar 0.090, dengan demikian
komunikasi remaja-orangtua memberikan sumbangan sebesar 9% terhadap
agresivitas remaja sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yaitu
sebesar 91%.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
37
C. Kerangka Pikir
Teman sebaya merupakan kelompok anak sebaya yang sukses ketika
anggotanya dapat berinteraksi, hal-hal yang dialami oleh anak-anak merupakan
hal yang menyenangkan saja. Hubungan teman sebaya dapat menyebabkan
dampak positif maupun negatif. Anak-anak yang ditolak oleh teman sebaya
akan merasa kesepian dan beresiko menjadi depresi sehingga dia akan
cenderung bertindak agresif. Anak-anak yang mempunyai agresivitas terhadap
teman sebayanya beresiko terlibat dengan sejumlah masalah termasuk saat dia
berada di sekolah, dia akan sering mengganggu teman dan merugikan pihak
sekolah seperti sering membuat keributan atau bolos sekolah.
Keluarga merupakan tempat yang berpengaruh dalam membentuk
kepribadian anak. Pada keluarga terdapat pola asuh orang tua yang beraneka
ragam yang dapat menentukan perilaku anak saat mereka berinteraksi dengan
orang lain. Hal ini dilihat dari perilaku anak saat sedang berinteraksi dengan
teman-temannya di sekolah, salah satunya adalah siswa yang mempunyai
agresivitas tinggi, sehingga dia sering melakukan hal yang merugikan seperti
membolos, berbicara kasar, sering berkelahi dan sebagainya.
Permasalahan di atas tentu tidak lepas dari persepsi siswa terhadap pola
asuh orang tua yang diterimanya. Siswa yang mempunyai agresivitas biasanya
berasal dari kondisi keluarga yang kurang perhatian atau sering mengekang
anak sehingga anak menjadi memberontak. Jika persepsi pola asuh orang tua
yang diterima siswa merupakan hal yang tepat dan sesuai dengan keadaan
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
38
siswa, maka siswa tidak akan memiliki agresivitas. Berdasarkan uraian di atas,
kerangka berpikir dari penelitian ini dapat divisualisasikan dalam bagan
berikut:
Teman Sebaya
Agresivitas Siswa
Persepsi Pola Asuh
Orang Tua
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
D. Hipotesis
Berdasarakan rumusan masalah dapat diambil hipotesis bahwa:
1. Terdapat pengaruh teman sebaya terhadap agresivitas siswa di sekolah
dasar.
2. Terdapat pengaruh persepsi pola asuh orang tua terhadap agresivitas
siswa di sekolah dasar.
3. Terdapat pengaruh teman sebaya dan persepsi pola asuh orang tua
terhadap agresivitas siswa di sekolah dasar.
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017
39
3.2 Diagram Hipotesis Penelitian
Keterangan:
= Teman Sebaya
= Persepsi Pola Asuh Orang Tua
= Agresivitas Siswa
Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017