bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan mutakhir ii.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem...

47
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan penelitian tugas akhir ini. Menurut penelitian dari Agus Setiawan yang berjudul “Analisa Unjuk Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1 Mwp yang Terinterkoneksi Jaringan On-grid pada Kayubihi, membahas desain teknis sistem pembangkitnya, pengaruh lingkungan yang berpotensi pada hasil produksinya, dan perbandingan hasil produksi dengan skenario lingkungan yang ideal, dengan shading, dan dengan kondisi lingkungan yang riil. Penelitian ini menghasilkan beberapa data, seperti potensi optimum dari produksi energi listrik per tahun yang dihasilkan PLTS Kayubihi tanpa adanya faktor shading adalah 1656 MWh, dengan rasio performa sebesar 83,6%. Sementara itu produksi energi listrik per tahun dengan adanya faktor shading sesuai lokasi awal terpasang lebih rendah terhadap potensi optimum yaitu sebesar 1394 MWh, dengan rasio performa sebesar 70,4%. Namun produksi energi listrik riil PLTS Kayubihi sesuai lingkungan terpasang lebih kecil dibandingkan dengan potensi produksi energi listrik hasil simulasi PVSyst sesuai lingkungan terpasang, dengan selisih 18,67% antara produksi riil sejumlah 729,08 MWh terhadap hasil simulasi sejumlah 896,45 MWh, yang disebabkan oleh nilai iradiasi yang diterima PLTS lebih kecil dari simulasi, adanya shading, serta gangguan selama waktu operasi PLTS (Setiawan, 2014). Penelitian dari Isdawimah yang berjudul “Analisis Kinerja Pembangkit Listrik Energi Terbarukan pada Model Jaringan Listrik Mikro Arus Searahbertujuan untuk menganalisis kinerja dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan yang terdiri dari PLTS dan PLTB 12V/100W yang akan memasok daya ke jaringan listrik mikro arus searah. Sebelum memasok daya, masing-masing pembangkit diuji dalam kondisi tanpa beban dan berbeban. Pada jaringan listrik

Upload: vohuong

Post on 18-Jul-2019

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung tugas akhir ini, dimana

pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan penelitian tugas akhir ini. Menurut

penelitian dari Agus Setiawan yang berjudul “Analisa Unjuk Kerja Pembangkit

Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1 Mwp yang Terinterkoneksi Jaringan On-grid pada

Kayubihi”, membahas desain teknis sistem pembangkitnya, pengaruh lingkungan

yang berpotensi pada hasil produksinya, dan perbandingan hasil produksi dengan

skenario lingkungan yang ideal, dengan shading, dan dengan kondisi lingkungan

yang riil. Penelitian ini menghasilkan beberapa data, seperti potensi optimum dari

produksi energi listrik per tahun yang dihasilkan PLTS Kayubihi tanpa adanya

faktor shading adalah 1656 MWh, dengan rasio performa sebesar 83,6%.

Sementara itu produksi energi listrik per tahun dengan adanya faktor shading

sesuai lokasi awal terpasang lebih rendah terhadap potensi optimum yaitu sebesar

1394 MWh, dengan rasio performa sebesar 70,4%. Namun produksi energi listrik

riil PLTS Kayubihi sesuai lingkungan terpasang lebih kecil dibandingkan dengan

potensi produksi energi listrik hasil simulasi PVSyst sesuai lingkungan terpasang,

dengan selisih 18,67% antara produksi riil sejumlah 729,08 MWh terhadap hasil

simulasi sejumlah 896,45 MWh, yang disebabkan oleh nilai iradiasi yang diterima

PLTS lebih kecil dari simulasi, adanya shading, serta gangguan selama waktu

operasi PLTS (Setiawan, 2014).

Penelitian dari Isdawimah yang berjudul “Analisis Kinerja Pembangkit

Listrik Energi Terbarukan pada Model Jaringan Listrik Mikro Arus Searah”

bertujuan untuk menganalisis kinerja dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan

yang terdiri dari PLTS dan PLTB 12V/100W yang akan memasok daya ke

jaringan listrik mikro arus searah. Sebelum memasok daya, masing-masing

pembangkit diuji dalam kondisi tanpa beban dan berbeban. Pada jaringan listrik

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

6

diuji pembagian beban antara PLTS dan PLTB dengan mempertimbangkan

kapasitas baterai masing-masing. Hasil pengujian PLTS menunjukkan peletakan

PV module 12V, 80W ke arah timur pada bulan Juni 2010 menghasilkan arus

rata-rata terbesar (1,954A) dan mengisi baterai 12V, 45Ah selama 23 jam, lebih

cepat dibanding ke arah lain. PLTS dan PLTB mengalami penurunan tegangan

sebesar 9,4% dan 8,4% dari tegangan nominal 12V pada saat dibebani 80W. Hal

ini disebabkan adanya impedansi dari baterai sebesar 1,8Ω. Beban yang terpasang

pada jaringan listrik mikro arus searah, memperoleh pasokan daya dari PLTS dan

PLTB yang masing-masing pembangkit dilengkapi baterai dengan kapasitas sama

12V, 45Ah. Pada kondisi tanpa beban, PLTS dan PLTB mengisi baterai,

sedangkan pada kondisi berbeban, arus yang dihasilkan kedua pembangkit

mengalir ke beban, dengan pembagian pasokan daya ke beban tergantung muatan

baterai masing-masing setelah pengisian. Pembangkit dengan baterai bermuatan

besar memasok daya lebih besar dibanding pembangkit dengan baterai bermuatan

lebih kecil (Isdawimah, 2010).

Penelitian dari Putu Yudi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem PLTS

Skala Kecil Untuk Rumah Tangga Berkapasitas 250 Watt Di Daerah Singaraja”,

membahas sebuah PLTS yang menggunakan regulator pengisian dan regulator

yang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET

dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan dalam

PLTS ini menggunakan inverter jenis modified sine wave dengan daya 250 tipe

DA5 – 316. Dari observasi dan pengamatan yang telah dilakukan di Singaraja,

rata-rata periode matahari efektif untuk menjalankan sistem PLTS secara optimal

berkisar antara pukul 07.30 wita–17.00 wita. Dengan energi listrik yang tersimpan

rata – rata sebesar 64,36 Wh/hari, 1.930,73 Wh/bulan dan 23.168,72 Wh/tahun.

Besar prosentase penyinaran pada kondisi cerah sebesar 100% dan saat mendung

sebesar 81,6% dari kondisi cerah. Besar kecilnya output dari sistem ini

dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang mengenai PV module dan juga

cuaca maupun musim saat dilakukan proses pengujian (Yudi, 2011).

Penellitian oleh I Nengah Jati yang berjudul “Studi Pemanfaatan PLTS

Hibrid dengan PLN di Vila Adleson” membahas PLTS di vila Adleson yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

7

terdiri dari 12 buah PV module, satu set rack, 1 buah grid-inverter, 1 buah charger

regulator yang dilengkapi dengan automatic switch, 12 buah baterai, 1 set remote

interface. PLTS ini dibangun pada bulan Agustus tahun 2008 dengan nilai

investasi sebesar Rp 276.156.500. Investasi yang cukup besar ini disebabkan

karena sistem yang dibangun merupakan sistem yang terintegrasi dan juga

dilengkapi dengan sistem monitoring berbasis website. Kapasitas PLTS yang

dibangun adalah 1,560 kWp yang dihibrida dengan sambungan listrik PLN

sebesar 2,300 kW. Total kebutuhan energi listrik harian vila Adleson adalah 6,153

kWh/hari. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS di vila Adleson adalah 3,37

kWh/hari yang setara dengan 1.230 kwh per tahun. PLTS ini sudah mampu

mensuplai 50% dari kebutuhan energi harian vila. Berdasarkan analisa didapatkan

bahwa harga energi (cost of energy) dengan nilai investasi PLTS sebesar Rp

276.156.500 adalah Rp 26.650 per kWh. Sementara jika komponen baterai tidak

dihitung maka besarnya investasi adalah sebesar Rp 117.002.500 sehingga

didapatkan harga energi sebesar Rp 11.291per kWh. Sedangkan jika komponen

PLTS tanpa baterai dan fasilitas remote monitoring dihitung dengan harga

komponen saat ini maka nilai investasi menjadi Rp 98.600.000 sehingga harga

energi turun menjadi Rp 9.500 per kWh. Mahalnya harga energi per kWh dari

sistem ini adalah karena produksi PLTS yang relatif kecil. Dari pengamatan

dilapangan ditemukan bahwa beberapa penyebab dari kecilnya produksi PLTS

adalah cara instalasi PV module yang kurang tepat sehingga energi yang

dihasilkan kurang maksimum (Jati, 2011).

Menurut penelitian oleh Eka Indrawan yang berjudul “Perancangan

Photovoltaic Stand Alone Sebagai Catu Daya Pada Base Transceiver Station

Telekomunikasi Di Pulau Nusa Penida” membahas sistem kelistrikan BTS di

pulau Nusa Penida yang terletak di Desa Kutampi, BTS Nusa Penida dipasok oleh

PLN dan genset. BTS Nusa Penida memanfaatkan photovoltaic dikembangkan

untuk mensuplai energi listrik di BTS. PLTS ini direncanakan untuk mensuplai

energi listrik untuk perangkat BTS yang hidup 24 jam dalam rentang waktu satu

bulan. Besarnya daya PV module yang dibangkitkan untuk mensuplai energi

listrik di BTS adalah 17 kWp, yang dihasilkan dari PV module sebanyak 84 unit

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

8

dengan kapasitas PV module adalah 200 Wp dan kapasitas baterai yang digunakan

adalah 7.100 Ah dengan total baterai 30. Analisis kelayakan investasi PV module

tanpa baterai dan PV module dengan baterai yang dilakukan dengan menggunakan

NPV, PI dan DPP menunjukan hasil bahwa investasi PV module layak untuk

dilaksanakan. Untuk nilai NPV dan PI didapatkan kedua investasi (>0).

Sedangkan untuk DPP didapatkan kedua hasil investasi lebih kecil dari periode

umur proyek yang sudah ditetapkan, yaitu selama 25 tahun (Indrawan, 2011).

Menurut penelitian dari King, Boyson, dan Kratochvil yang berjudul

“Analysis Of Factors Influencing The Annual Energy Production Of Photovoltaic

Systems” bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

produksi dari sistem fotovoltaik dan parameter yang paling relevan untuk

merancang sistem fotovoltaik. Dasar yang paling relevan untuk merancang sistem

fotovoltaik adalah produksi energi tahunannya, yang juga merupakan parameter

terbaik untuk memantau kinerja jangka panjangnya. Model performa array yang

akurat berdasarkan prosedur pengujian diperlukan untuk memprediksi energi yang

tersedia pada array. Model ini, digabungkan dengan karakteristik kinerja

komponen sistem baiance lainnya, menyediakan alat yang diperlukan untuk

menghitung perkiraan performa sistem dan untuk mem-bandingkan kondisi riil

dan produksi energi yang ideal. Menggunakan alat seperti itu, penelitian ini

mengkuantifikasi faktor utama yang mempengaruhi produksi dari modul

fotovoltaik tersebut, dan pengaruh ini kontras dengan faktor lainnya yang

mengakibatkan kurang efisiennya produksi energi yang bisa disalurkan ke beban

yang tidak sesuai dengan kapasitas array yang tersedia. Produksi energi tahunan

serta musiman dibahas dalam konteks sistem fotovoltaik on-grid dan off-grid

(King, et. al, 2002).

Penelitian Agus Winarta yang berjudul “Studi Kasus Kegagalan Operasi

Serta Penentuan Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Fotovoltaic

Module System) Di Griya Siangan, Gianyar-Bali”, membahas sistem Pembangkit

Listrik Tenaga Surya di Griya Siangan Gianyar yang salah satu dari banyaknya

penggunaan energi alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya

mengatasi permasalahan krisis energi. Dalam pengoperasiannya PLTS tersebut

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

9

tidak mampu mensuplai keseluruhan beban. Tujuan dari penelitian ini adalah

mencari penyebab kegagalan operasi dan mencari konfigurasi PLTS Griya

Siangan Gianyar yang dianalisis dengan metode deskritif, sehingga menghasilkan

data-data yang dapat digunakan dalam pembangunan serta pengoperasian PLTS.

Penyebab kegagalan adalah unit battery charge controller yang memberikan

tegangan output dari 0,16 Volt sampai 0,28 Volt kepada unit baterai yang akan

mensuplai unit inverter yang diteruskan ke beban, sehingga tegangan unit baterai

sangat rendah sebesar 2,7 Volt. Kebutuhan listrik per hari Griya Siangan Gianyar

adalah 2810 Wh yang akan mampu dipenuhi PV module yang akan memberikan

total output minimal 2810 Wh/hari, kemudian dengan rumus dan pendukung

lainnya dilakukan perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan

kapasitas minimal 702,5 Ah. Inverter dengan kapasitas minimal 610 Watt dan

charge controller dengan rating arus beban minimal 2,772 Ampere (Winarta,

2006).

Penelitian yang berjudul “Studi Terhadap Unjuk Kerja Pembangkit Listrik

Tenaga Surya 1920 W di Universitas Udayana Bukit Jimbaran” oleh Gatot

Anggara bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam pengoperasian PLTS

dan menganalisis rekonfigurasi optimal PLTS. Dalam penelitian ini dilakukan

monitoring dan pengukuran tegangan-arus yang dihasilkan oleh modul, tegangan-

arus charge controller, tegangan-arus inverter, pengukuran temperatur modul,

intensitas cahaya matahari, dan monitoring kondisi cuaca lingkungan. Hasil

pengukuran PV module, tegangan output tertinggi sebesar 12.73 Volt dan arus

sebesar 2.40 Ampere pada pukul 11.45 Wita. Sedangkan tegangan output terendah

sebesar 0.57 Volt dan arus sebesar 0.14 Ampere pada pukul 18.00 Wita.

Perubahan tegangan dan arus yang dihasilkan PV module dipengaruhi oleh

perubahan intensitas radiasi matahari yang diterima PV module. Dari 32 PV

module hanya 8 buah yang digunakan untuk mensuplai beban. Agar daya PLTS

optimal maka 32 PV module akan digunakan untuk mensuplai beban di area

internet corner. Kemudian dengan rumus dan data pendukung lainnya dilakukan

perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan kapasitas 1455 Ah,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

10

inverter dengan kapasitas 6000 Watt dan charger controller dengan rating arus 20

Ampere sebanyak 4 unit (Gatot, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Rif’an dkk yang berjudul “Optimasi

Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Matahari di Jurusan Teknik Elektro

Universitas Brawijaya” menyatakan bahwa tujuan penelitian ini untuk

mengoptimasi PLTS guna memenuhi captive power di Teknik Elektro Universitas

Brawijaya dengan mengidentifikasi dan karakterisasi sel surya yang dilanjukan

dengan serangkaian analisis untuk mencari besar sudut pergeseran yang optimal.

Analisis dilakukan pada data hasil pengukuran tegangan output sel surya untuk

beberapa sudut kemiringan. Dari pengujian dan analisisnya, dapat disimpulkan

bahwa, energi yang dihasikan jika menggunakan solar tracker dengan sudut 5o

menghasilkan energi yang paling besar (Rif’an, dkk, 2012).

Penelitian yang berjudul “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

(PLTS) Terpadu Menggunakan Software PVSyst pada Komplek Perumahan di

Banda Aceh” oleh Suriadi dan Syukri ini bertujuan untuk merencanakan sebuah

PLTS pada perumahan untuk kebutuhan listrik rumah tangga sebesar 26.927 kWh

perharinya dengan menggunakan software PVSyst. Karakteristik modul surya

berkapasitas 200 Wp, baterai 100 Ah sebanyak 30 unit, baterai charge regulator

500 A, dan inverter 12 kW. PLTS ini direncanakan untuk melayani sepuluh rumah

dengan daya sambung 6 A. Dalam perancangan sistem PLTS ini, digunakan data

insolasi matahari terendah berdasarkan BMG Aceh 2009-2010 yaitu pada bulan

November yang sebesar 2,48 h. Energi yang dihasilkan mosul surya perhari

tergantung pada insolasi matahari. Untuk insolasi tertinggi menghasilkan energi

sebesar 65928 Wh dan insolasi terendah menghasilkan energi 29.620 Wh (Suriadi,

2010).

Penelitian dari Ebenezer Nyarko Kumi dan Abeeku Brew-Hammond yang

berjudul Design and Analysis of a 1 MW Grid-Connected Solar PV System in

Ghana. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan standar prosedur untuk

desain PLTS terinterkoneksi jaringan skala besar yang akan diaplikasikan pada

atap bangunan dan sentral parkir. Standar prosedur yang dikembangkan ini telah

divalidasi untuk PLTS Kwame Nkrumah University of Science and Technology

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

11

(KNUST), Gana. Unjuk kerja dan ketahanan dari PLTS ini juga sudah

disimulasikan menggunakan program RETScreen Clean Energy Project Analysis

Software. Analisis awal dari hasil simulasi menunjukan bahwa proyek ini

bermanfaat bagi universitas dengan estimasi produksi tahunannya sekitar 1.159

MWh, yaitu sekitar 12 % dari konsumsi listrik tahunan universitas ini. Penelitian

ini nantinya juga akan mengurangi pencemaran 792 ton CO2. Dari hasil simulasi

juga menyatakan PLTS ini menghasilkan Performance Ratio yang lumayan

tinggi, yaitu sebesar 74,3 % dengan Capacity Factor 13,2 %. (Nyarko &

Hammond, 2013)

Penelitian yang dilakukan oleh L.M. Moore dan H. N. Post, yang berjudul

“Five Years of Operating Experience a Large, Utility-scale Photovoltaic

Generating Plant”. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari

PLTS Grid-connected berkapasitas 3,5 MWdc milik Tucson Electric Power

Company (TEP) yang berlokasi di Arizona. Penelitian ini menghasilkan beberapa

nilai yang mewakilkan kinerja dari PLTS tersebut, seperti energi output yang

dihasilkan rata-rata pertahunnya sebesar 1.707 kWhac per kWdc array.

Sedangkan rata-rata per tahun daya sistem ac dari namplate dc array-nya sebesar

0,79 kW. Rata-rata per tahun biaya opersional dan maintenance-nya 0,12 % dari

setiap sistem yang terpasang. Dan rata-rata per tahun faktor kapasitas dari seluruh

sistem adalah sebesar 19,5 %.

Penelitian yang berjudul “Estimating Generation from Feed in Tariff

Installations” oleh James Hemingway ini membahas tentang estimasi beberapa

pembangkit di Unitend Kingdom (UK) yang menggunakan metode Feed in Tariff

(FiT). Penelitian ini menampilkan data FiT selama kurun waktu tahun 2013

quartal 3 pemasangan FiT terhitung 633 GWh yang telah dihasilkan oleh berbagai

pembangkit. Dengan PLTS 458 GWh, PLTB 77 GWh, PLTA 30 GWh, dan

beberapa pembangkit listrik lainnya. Angka ini merepresentasikan 6,1 per sen dari

semua pembangkit listrik energi terbarukan (10,3 TWh), dan 0,8 per sen dari total

pembangkitan (78,203 GWh). Dari 633 GWh pembangkitan ini, 207 Gwh

digunakan pada sektor domestik, 200 GWh digunakan pada sektor komersil, 41

GWh digunakan pada sektor industri, 7,5 GWh pada sektor komunitas, dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

12

177GWh diekspor ke jaringan. Dalam penelitian ini juga menjelaskan bahwa

faktor kapasitas PLTS di daerah UK ini memiliki rata-rata per tahunnya sebesar

9%, sedangkan pembangkit listrik lainnya hanya disebutkan berada di bawah

Renewables Obligation (RO). (Hemingway, 2013).

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Potensi Energi Matahari di Indonesia

Letak geografis Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa

menyebabkan Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat

melimpah, sumber daya alam yang tidak terbarukan maupun yang terbarukan.

Pemanfaatan SDA yang tidak terbarukan atau yang disebut energi fosil di

Indonesia telah lama dilakukan, misalnya pembangkit listrik di Indonesia sebagian

besar menggunakan energi fosil. Ketergantungan pada energi fosil ini harus

segera diubah mengingat energi fosil lambat-laun akan segera habis.

Solusi yang sangat berpotensi di Indonesia dalam pemanfaatan SDA

terbarukan atau energi non fosil dalam membangkitkan energi listrik adalah energi

matahari, ini ditunjang dengan intensitas matahari yang berlangsung tiap harinya

mencapai kisaran antara 2,56 kWh/m2 sampai dengan 5,75 kWh/m

2. Oleh karena

itu, pembangkitan energi listrik tenaga surya di Indonesia perlu pengembangan

lebih lanjut. Berikut adalah daftar intensitas radiasi matahari di Indonesia:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

13

Tabel 2.1 Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia

Propinsi Lokasi Tahun

Pengukuran Posisi Geografis

Intensitas

Radiasi

(kWh/m2)

NAD Pidie 1980 4o15’ LS; 96

o52’ BT 4.097

Lampung Kab. Lampung Selatan 1972-1979 4o28’ LS; 105

o48’ BT 5.234

DKI Jakarta Jakarta Utara 1965- 1981 6o11’ LS; 106

o05’ BT 4.187

Banten Tangerang 1980 6o07’ LS; 106

o30’ BT 4.324

Lebak 1991 - 1995 6o11’ LS; 106

o30’ BT 4.446

Jawa Barat Bogor 1980 6o11’ LS; 106

o39’ BT 2.558

Bandung 1980 6o56’ LS; 107

o38’ BT 4.149

Jawa Tengah Semarang 1979-1981 6o59’ LS; 110

o23’ BT 5.488

DI Yogyakarta Yogyakarta 1980 7o37’ LS; 110

o01’ BT 4.500

Jawa Timur Pacitan 1980 7o18’ LS; 112

o42’ BT 4.300

KalBar Pontianak 1991-1993 4o36’ LS; 9

o11’ BT 4.552

KalTim Kabupaten Berau 1991-1995 0o32’ LU; 117

o52’ BT 4.172

KalSel Kota Baru 1979 - 1981 3o27’ LS; 114

o50’ BT 4.796

1991 - 1995 3o25’ LS; 114

o41’ BT 4.573

Gorontalo Gorontalo 1991-1995 1o32’ LU; 124

o55’ BT 4.911

SulTeng Donggala 1991-1994 0o57’ LS; 120

o0’ BT 5.512

Papua Jayapura 1992-1994 8o37’ LS; 122

o12’ BT 5.720

Bali Denpasar 1977- 1979 8o40’ LS ; 115

o13’ BT 5.263

NTB Kabupaten Sumbawa 1991-1995 9o37’ LS; 120

o16’ BT 5.747

NTT Ngada 1975-1978 10o9’ LS; 123

o36’ BT 5.117

Sumber: BMKG

Pembangkit listrik yang menggunakan energi matahari sebagai sumbernya,

selain memiliki kelebihan sebagai sumber energi yang terbarukan juga memiliki

beberapa keuntungan seperti (Damastuti, 1997):

1. Sumber energi yang tersedia sepanjang tahun dan gratis.

2. Sistem pembangkitnya tidak bising.

3. Tidak menghasilkan polusi udara.

4. Tidak menyebabkan efek pemanasan global.

5. Perawatan yang mudah.

6. Umur pakai yang panjang, kurang lebih 20 tahun.

7. Dapat ditempatkan di daerah terpencil.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

14

2.2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit listrik yang

menggunakan energi cahaya matahari sebagai sumber energi yang akan dikon-

versikan menjadi energi listrik. Tenaga listrik dari cahaya matahari pertama kali

ditemukan oleh Alexandre–Edmund Becquerel seorang ahli fisika Perancis pada

tahun 1839.

PLTS mempunyai alat utama untuk menangkap, merubah dan

menghasilkan listrik, yaitu Photovoltaic atau yang disebut secara umum Modul

Solar Cell. Komponen utama dari pembangkit ini adalah solar cell, lapisan-

lapisan tipis ini umumnya terbuat dari bahan semikonduktor silikon (Si) atau

bahan semikonduktor lainnya. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk

menghasilkan listrik DC dan memerlukan inverter untuk mengubahnya menjadi

listrik AC agar bisa digunakan untuk alat elektronik sehari-hari.

Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pembangkit yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi

utamanya merupakan bagian dari sumber energi terbarukan, dimana salah satu

bentuk energi dari sumber daya alam ini tidak ada habisnya. Solar cell ini dapat

menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil

dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar, tidak memerlukan bahan bakar,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

15

dan tanpa mengeluarkan gas buang/limbah. Sehingga PLTS merupakan

pembangkit listrik yang bersih dan ramah lingkungan.

2.2.3 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Desain sistem PLTS dibagi menjadi beberapa jenis (Omran, 2000):

1. Berdasarkan lokasi pemasangannya, sistem PLTS pola tersebar (distributed PV

plant) dan sistem PLTS terpusat (centralized PV plant).

2. Berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, sistem PLTS yang tidak tehubung

jaringan (off-grid PV plant) atau PLTS berdiri sendiri (stand-alone) dan sistem

PLTS yang terhubung jaringan (on-grid PV plant).

3. Penggabungan dengan sistem pembangkit listrik lain yang disebut sistem PLTS

hybrid.

2.2.3.1 PLTS Tidak Terhubung Jaringan (Off-Grid PV Plant)

Merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya untuk daerah-daerah

terpencil/pedesaan yang tidak terjangkau oleh jaringan perusahaan listrik. Off-

Grid PV System disebut juga Stand-Alone PV system yaitu sistem pembangkit

listrik yang hanya mengandalkan energi matahari sebagai satu-satunya sumber

energi utama dengan menggunakan rangkaian photovoltaic modul (Solar PV)

untuk menghasilkan energi listrik sesuai dengan kebutuhan. Sistem ini biasanya

menggunakan pola pemasangan tersebar (distributed) dan dengan dengan

kapasitas pembangkitan skala kecil. Sistem ini sebagian besar dilengkapi dengan

sistem penyimpanan tenaga listrik dengan media penyimpanan baterai. Dilengkapi

baterai agar pada saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari tetap bisa

menggunakan pasokan listrik (http://solarsuryaindonesia.com).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

16

Gambar 2.2 Diagram Prinsip PLTS Off-Grid/Stand-Alone System

(http://alternative-energy-tutorials.com)

2.2.3.2 PLTS Terhubung Jaringan (On-Grid PV Plant)

Merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya yang terhubung dengan

jaringan PLN. Penyaluran tenaga listrik yang dihasilkan oleh PV array dirubah

menjadi listrik AC melalui inverter, lalu dialirkan ke AC load. AC load disini

dapat berupa listrik yang diperlukan di perumahan atau kantor. Yang menjadi ciri

utama dari sistem ini adalah dihubungkannya AC load ke jaringan distribusi

listrik yang dimiliki oleh perusahaan listrik. Jadi apabila listrik yang dihasilkan

oleh solar panel cukup banyak melebihi yang dibutuhkan oleh AC load maka

listrik tersebut dapat dialirkan ke jaringan distribusi yang ada. Sebaliknya apabila

listrik yang dihasilkan solar panel sedikit kurang dari kebutuhan AC load maka

kekurangan itu dapat diambil dari listrik yang dihasilkan perusahaan listrik. Hal

ini di banyak negara-negara industri maju secara peraturan telah memungkinkan.

Keuntungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan lagi baterai. Biaya baterai

dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar

panel, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik.

Berdasarkan pola operasi penyaluran tenaga listrik sistem ini dibagi

menjadi dua yaitu, sistem dengan penyimpanan baterai dan tanpa baterai (Dadzie,

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

17

2008). Baterai pada PLTS On-grid berfungsi sebagai suplai tenaga listrik untuk

beban listrik apabila jaringan/grid mengalami kegagalan untuk periode tertentu,

dan sebagai suplai ke jaringan perusahaan listrik apabila ada kelebihan daya listrik

yang dibangkitkan PLTS. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua

yaitu, Grid-connected distributed PV dan Grid-connected centralized PV (IFC,

2012)

Gambar 2.3 Diagram Prinsip PLTS On-Grid

(http://alternative-energy-tutorials.com)

2.2.3.3 PLTS Hybird

PLTS Hybird merupakan sistem PLTS yang dalam pengoperasiannya

digabungkan dengan jenis pembangkit listrik lain, dengan sumber energi berbeda

(dua atau lebih). Dalam upaya menyediakan pasokan tenaga listrik ke suatu

sistem, guna mendapatkan kehandalan sistem yang lebih baik, yang

berkelanjutkan, dan menggunakan manajemen operasi tertentu. Selain itu

bertujuan agar dalam pengusahaan energi listrik lebih ekonomis. Contoh PLTS

hibrid yaitu, PLTS-Genset, PLTS-Mikrohidro, dan PLTS-Bayu.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

18

2.2.4 Komponen PLTS

Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya, maka

dalam tulisan ini akan dijelaskan komponen-komponen yang dipakai dalam PLTS,

diantaranya adalah:

2.2.4.1 Sel Surya (Photovoltaic)

Komponen utama pada PLTS adalah sel surya atau Photovoltaic Solar

Cell. Sel surya adalah perangkat yang terdiri dari bahan semikonduktor seperti

silikon, galium arsenide, dan kadmium telluride yang mengubah sinar matahari

langsung menjadi listrik. Bahan semikonduktor saat ini yang paling sering

digunakan untuk produksi sel surya adalah silikon, karena memiliki beberapa

keuntungan diantaranya: mudah ditemukan di alam, tidak mencemari, tidak

merusak lingkungan, mudah mencair, dan mudah dibentuk.

Ketika sel surya terkena sinar matahari, berdasarkan efek fotovoltaik maka

pada sel surya akan terjadi perpindahan elektron dari daerah elektron yang lebih

tinggi (N) ke daerah (P) yang memiliki kelebihan lubang (hole). Perpindahan ini

merupakan aliran arus internal, apabila pada sambungan terhubung dengan

penghantar, dan terhubung dengan rangkaian tertutup atau terhubung dengan

beban, maka akan terjadi aliran arus listrik dengan tegangan tertentu menuju

beban (belum menyerap daya listrik) yang kontinyu, selama dan dipengaruhi oleh

adanya sinar matahari yang diterima oleh sel surya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

19

Gambar 2.4 Prinsip Kerja Sel Surya dengan P-N Junction (Tubbs, 2014)

Ketika sinar matahari menimpa sel surya tidak 100% energi tersebut

terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam

penyampaiannya masih ada presentase kerugian (losses) yang terjadi dengan

rincian sebagai berikut (ABB QT10, 2010):

a.) 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan).

b.) 23% photons dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang

untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas.

c.) 32% photons dengan panjang gelombang pendek, dengan energi yang berlebih

(penyebaran/transmission).

d.) 8,5% penggabungan-ulang dari free charge carriers.

e.) 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan.

f.) 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi.

g.) 13% energi listrik yang dapat dipakai.

2.2.4.1.1 Karakteristik Sel Surya

Penyinaran cahaya matahari yang diterima sel surya sangat bervariasi

setiap harinya. Untuk mengetahui kapasitas daya yang dihasilkan, dilakukanlah

pengukuran terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada sususan sel surya. Untuk

mengukur arus maksimum, kedua terminal dari modul dibuat rangkaian hubung

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

20

singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan

menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang

dinamakan short circuit current atau Isc. Pengukuran terhadap tegangan (V)

dilakukan pada terminal positif dan negatif dari modul dengan tidak meng-

hubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini dinamakan open

circuit voltage atau Voc. Hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya daya

puncak Maximum Power Point (MPP) yang dapat dicapai. Secara sederhana,

karakteristik dari sel surya ini diterangkan lewat kurva arus terhadap tegangan

(Kurva I-V). Pada kurva I-V terdapat hal-hal yang sangat penting yaitu:

a. Arus short circuit (Isc) pada sel surya

Arus hubung singkat sel surya adalah arus yang mengalir pada saat

tegangan sel surya sama dengan nol atau arus keluaran maksimum PV module

yang dikeluarkan di bawah kondisi tidak ada resistansi.

b. Tegangan rangkaian terbuka (Voc) pada sel surya

VOC adalah tegangan maksimum dari sel surya dan terjadi pada saat arus

sel sama dengan nol. Tegangan rangkaian terbuka sesuai dengan jumlah bias maju

pada sel surya, karena bias junction sel surya sama dengan arus cahaya yang

dihasilkan.

c. Faktor pengisian (Fill Factor)

Fill factor adalah salah satu besaran yang menjadi parameter unjuk kerja

sel surya. Fill factor (FF) merupakan besaran tak berdimensi yang menyatakan

perbandingan daya maksimum yang dihasilkan sel surya terhadap perkalian antara

Voc dan Isc (http://pveducation.org, 2014):

(2.1)

Semakin besar harga FF suatu sel surya maka unjuk kerja sel surya

tersebut semakin baik, dan akan memiliki efisien konversi energi yang semakin

tinggi. Berdasarkan persmaan (2.1) besarnya FF sangat bergantung pada nilai dari

perkalian Voc dan Isc. Akan tetapi nilai Voc dan Isc ini berhubungan erat dengan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

21

besarnya celah pita energi (Eg) material semikonduktor pembuatnya. Untuk suatu

jenis material semikonduktor, terjadi keterbalikan nilai Voc dan Isc ini. Material

semikonduktor yang memiliki Eg besar akan memiliki nilai Voc besar tetapi nilai

Isc nya kecil, dan sebaliknya. Adanya keterbalikan nilai Voc dan Isc ini

menyebabkan sulitnya memprediksi material manakah yang menghasilkan nilai

FF yang besar. FF dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 Grafik Fill Factor (http://pveducation.org)

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa area A adalah daya

aktual yang dihasilkan oleh sel surya, sedangkan area B adalah daya fiktif.

Semakin besar FF pada sel surya, akan menggambarkan area A semakin dekat

dengan area B seperti gambar diatas.

d. Efisiensi sel surya

Efisiensi adalah parameter yang paling umum digunakan untuk mem-

bandingkan unjuk kerja dari sel surya satu dengan yang lainnya. Efisiensi

didefinisikan sebagai rasio output energi dari sel surya untuk energi masukan dari

matahari. Selain mencerminkan unjuk kerja sel surya sendiri, efisiensi tergantung

pada spektrum, intensitas sinar matahari, dan suhu sel surya. Oleh karena itu,

kondisi dimana efisiensi diukur harus dikontrol untuk membandingkan kinerja

satu perangkat ke perangkat lainnya. Sel surya terestrial diukur dalam kondisi Air

Mass (AM) 1.5 spektrum dan pada suhu 25°C. Efisiensi sel surya ditentukan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

22

sebagai fraksi penyinaran sinar matahari yang diubah menjadi listrik dan

didefinisikan sebagai (http://pveducation.org, 2014):

(2.2)

× 100% (2.3)

Dimana:

Pmax = Daya keluaran maksimum modul surya (W)

Voc = Tegangan rangkaian terbuka (V)

Isc = Arus hubung singkat (A)

FF = Fill Factor (W)

= Efisiensi sel surya (%)

Pin = Daya input (intensitas radiasi matahari × luas modul)

e. Maximum Power Point (MPP)

Maximum power point (MPP) pada kurva I-V adalah titik operasi yang

menunjukan daya maksimum yang dihasilkan oleh sel surya. Hasil perkalian arus

dan tegangan maksimum menyatakan besar dayanya. (http://pveducation.org,

2014).

Gambar 2.6 Grafik Daya Maksimum (Davis, 2011)

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

23

Kurva daya pada saat sel surya bekerja berbentuk segitiga. Secara grafis,

daya maksimum pada sel adalah puncak dari segitiga yang memiliki luas terbesar.

Titik ini disebut dengan maximum power point (PMPP), tegangan maksimum

keluaran modul surya (VMPP) lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc)

dan arus maksimum keluaran modul surya (IMPP) lebih rendah dari arus hubung

singkat (Isc). Nilai PMPP dapat dicari dengan persamaan 2.4 berikut:

PMPP = Vmp x Imp (2.4)

f. Pengaruh irradiance terhadap sel surya

Radiasi matahari yang diterima bumi terdistribusi pada beberapa range/

panjang gelombang, mulai dari 300 nm sampai dengan 4 mikron. Sebagian radiasi

mengalami refleksi di atmosfer (diffuse radiation) dan sisanya dapat sampai ke

permukaan bumi (direct radiation). Kedua radiasi ini yang dipakai untuk

mengukur besaran radiasi yang diterima sel surya (http://pveducation.org, 2014).

Besaran-besaran penting untuk mengukurnya adalah:

1. Spectral irradiance – Daya yang diterima oleh satu unit area dalam bentuk

differensial panjang gelombang dλ, satuan: W/m2 µm.

2. Irradiance – Integral dari spectral irradiance untuk keseluruhan panjang

gelombang, satuan: W/m2.

3. Radiansi – Integral waktu dari irradiance untuk jangka waktu tertentu. Oleh

sebab itu, satuannya sama dengan satuan energi, yaitu J/m2-hari, J/m

2-bulan,

J/m2-tahun.

Dilihat dari gambar 2.7, keluaran daya berbanding lurus dengan

irradiance. Isc lebih terpengaruh oleh perubahan irradiance daripada Voc. Hal ini

sesuai dengan penjelasan cahaya sebagai paket-paket foton. Pada saat irradiance

tinggi, yaitu pada saat jumlah foton banyak, arus yang dihasilkan juga besar.

Demikian pula sebaliknya, sehingga arus yang dihasilkan berbanding lurus

terhadap jumlah foton.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

24

Gambar 2.7 Karakteristik Kurva I-V Sel Surya Terhadap Perubahan Irradiance (Coleman, 2002)

Pengujian modul surya pada datasheet umumnya dilakukan pada Standard

Test Condition (STC), yaitu Air Mass (AM) 1,5; irradiance 1000 W/m2 dan

temperatur 25o C. Dalam kondisi nyata, irradiance tidak mencapai nilai tersebut,

bergantung dari posisi lintang, matahari, dan kondisi cuaca. Nilai irradiance pada

lokasi tertentu juga bervariasi dari bulan ke bulan.

g. Pengaruh suhu pada sel surya

Irradiance bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki

pengaruh penting pada kurva I-V ada juga pengaruh suhu. Suhu memiliki

pengaruh peranan penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen

semikonduktor seperti dioda sensitif terhadap perubahan suhu, begitu pula dengan

sel surya. Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa suhu berpengaruh banyak pada Voc

daripada terhadap Isc, berkebalikan dengan pengaruh irradiance. Kenaikan suhu

mengurangi Voc sel surya. Hal ini disebabkan peningkatan suhu menurunkan band

gap semikonduktor. Band gap yang dimaksud adalah sejumlah energi yang

dibutuhkan untuk mengeluarkan elektron dari ikatan kovalennya sehingga

terjadilah aliran arus listrik (http://pveducation.org, 2014).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

25

Gambar 2.8 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kurva I-V Sel Surya (http://pveducation.org)

2.2.4.1.2 Teknologi Sel Surya

Kinerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar matahari

menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang digunakan oleh sel surya

itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti jenis material yang digunakan

sebagai bahan utama pembuatan sel surya. Maupun proses/teknologi pembuatan-

nya. Bahan semikonduktor jenis silikon merupakan bahan yang paling umum

digunakan dalam pembuatan sel surya, meskipun saat ini digunakan juga jenis

bahan seperti cadmium telluride dan copper indium (gallium) di-selenide. Setiap

bahan memiliki karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat terhadap

peforma sel surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya (Sutrisno, 2012).

Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon, pembuatannya

dengan cara memotong tipis silikon dari batangan silikon murni. Sel surya juga

bisa terbuat dari teknologi film tipis biasa disebut thin film technologies, dimana

lapisan tipis dari bahan semikonduktor diendapkan pada low-cost substrates. Sel

surya selanjutnya digolongkan sesuai dengan batasan struktur dari bahan

semikonduktornya seperti, mono-crystalline, multi-crystalline (poly-crystalline)

atau amorphous material. Pada tabel di bawah ini akan diperlihatkan karakteristik

nilai efisiensi, kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis sel surya.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

26

Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Teknologi Sel Surya

Sumber: ABB QT10 (2010)

2.2.4.2 Modul Surya

Modul surya merupakan komponen PLTS yang tersusun dari beberapa sel

surya yang dirangkai sedemikian rupa, baik dirangkai seri maupun paralel dengan

maksud dapat menghasilkan daya listrik tertentu dan disusun pada satu bingkai

(frame) dan dilaminasi atau diberikan lapisan pelindung. Kemudian susunan dari

beberapa modul surya yang terpasang sedemikian rupa pada penyangga disebut

array.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

27

Gambar 2.9 Susunan Sel Surya (http://etap.com/)

Sebagai sebuah komponen penghasil listrik, modul surya memiliki karak-

teristik tertentu berdasarkan parameter terukur sebagai berikut (ABB, 2010):

a.) Peak Power (Wp), menyatakan daya maksimum yang terjadi pada titik lutut

(knee point) kurva I-V.

b.) Peak voltage (Vmp), menyatakan nilai tegangan pada titik lutut kurva I-V.

c.) Open voltage (Voc), menyatakan nilai tegangan pada saat terminal positif dan

negatif tidak ada beban atau terbuka.

d.) Peak current (Imp), menyatakan besarnya arus yang mengalir pada titik lutut

kurva I-V.

e.) Short circuit current (Isc), menyatakan arus yang mengalir pada saat terminal

positif dan negatif dihubung singkat.

f.) Standard Test Conditions (STC), memberi keterangan bahwa modul surya diuji

dengan kondisi test tertentu, seperti: iradiasi = 1000 W/m2; temperatur = 25

oC.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

28

Gambar 2.10 Lapisan Modul Sel Surya (davis, 2011)

Modul surya dengan tingkat sensitifitas yang tinggi sangat rentan terhadap

pengaruh luar dan sangat mempengaruhi output atau energi yang dihasilkan.

Sebaiknya dengan karakteristik seperti itu, agar modul ataupun panel surya bisa

menghasilkan tegangan yang maksimum perlu memenuhi beberapa faktor sebagai

berikut:

a. Temperatur

Temperatur panel surya memiliki pengaruh terhadap tegangan yang

dihasilkannya. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada

panel surya akan melemahkan tegangan (Voc). Di mana, setiap kenaikan

temperatur sel surya sebesar 100 Celsius (dari 25

0C) akan mengurangi sekitar 0,4

% total energi yang dihasilkan atau akan melemah dua kali lipat untuk kenaikan

temperatur sel per 100C.

b. Radiasi Matahari

Radiasi matahari memiliki pengaruh terhadap arus (I) pada panel surya.

Kenaikan nilai intensitas radiasi matahari akan menaikkan arus yang dihasilkan

oleh panel surya.

c. Kecepatan Angin

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

29

Kecepatan angin berpengaruh terhadap temperatur panel surya. Sehingga,

dengan adanya angin, suhu panel surya dapat diturunkan.

d. Orientasi Panel

Orientasi dari rangkaian panel surya ke arah matahari secara optimum

adalah penting agar panel surya dapat menghasilkan energi maksimum. Sudut

orientasi (tilt angle) dari panel surya juga sangat mempengaruhi hasil energi

maksimum. Untuk lokasi yang terletak di belahan utara, maka panel surya

sebaiknya diorientasikan ke selatan, karena meskipun orientasi ke timur-barat

menghasilkan sejumlah energi, tetapi tidak akan mendapatkan energi matahari

optimum.

e. Keadaan atmosfer bumi

Keadaan atmosfer bumi seperti berawan, mendung, jenis partikel debu

udara, asap, uap air udara, kabut dan polusi sangat menentukan hasil maksimum

arus listrik dari deretan panel surya.

2.2.4.2.1 Rangkaian Sel Surya Secara Seri dan Paralel

Satu sel surya fotovoltaik memberikan suatu tegangan sekitar 0,5V, ini

jauh sangat rendah untuk pemakaian. Maka dari itu, sebuah modul fotovoltaik

terdiri dari sejumlah sel fotovoltaik, yang dihubungkan secara seri. Konfigurasi

standar adalah 36 atau 40 buah sel fotovoltaik dengan dimensi 10 x 10 cm yang

dihubungkan secara seri. Ini berarti bahwa akan terjadi suatu tegangan 18 V, yang

cukup untuk mengisi sebuah baterai 12V nominal.

Sel Fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dibungkus untuk

membentuk sebuah kesatuan mekanik. Kesatuan seperti ini dinamakan sebuah PV

module. PV module memberikan perlindungan yang layak terhadap pengaruh-

pengaruh pengkaratan, hujan dan lain-lainnya. PV module standar dapat

dipergunakan untuk bermacam-macam pemakaian, juga untuk sistem-sistem

dengan baterai atau tanpa baterai. Jika suatu aplikasi khusus memerlukan suatu

tegangan atau arus yang lebih tinggi yang akan dibekali oleh sebuah PV module,

maka PV module dapat digabungkan secara seri, dan membentuk suatu sususnan

parallel untuk mendapatkan tegangan atau arus yang dibutuhkan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

30

Gambar 2.11 Konfigurasi Rangkaian Seri-Paralel Modul Surya (Roberts, 1991)

Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan

kebutuhan, maka PV module tersebut harus dikombinasikan secara seri dan

paralel dengan aturan sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan

keluaran PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus

dihubungkan seri.

2. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari arus keluaran

PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan

secara paralel.

3. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran

PV module dengan tegangan yang konstan maka PV module harus

dihubungkan secara seri dan paralel.

2.2.4.3 Inverter

Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct

current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC

(alternating current). Inverter pada PLTS juga berperan sebagai pengkondisi

tenaga listrik (power condition) dan sistem kontrol. Pada PLTS penggunaan

inverter satu fasa biasanya untuk sistem yang bebannya kecil, sedangkan untuk

sistem yang besar dan terhubung dengan jaringan utilitas (PLN) biasanya

digunakan inverter tiga fasa (Setiawan, 2014).

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

31

Berdasarkan karakteristik dari peforma yang dibutuhkan, inverter untuk

sistem PLTS berdiri sendiri (stand-alone) dan PLTS grid-connected memiliki

karakteristik yang berbeda, yaitu:

a.) Pada PLTS stand-alone, inverter harus mampu mensuplai tegangan AC yang

konstan pada variasi produksi dari modul surya dan tuntutan beban (load

demand).

b.) Pada PLTS grid-connected, inverter dapat menghasilkan kembali tegangan

yang sama persis dengan tegangan jaringan pada waktu yang sama, untuk

mengoptimalkan dan memaksimalkan keluaran energi yang duhasilkan oleh

modul surya.

2.2.4.3.1 Inverter pada sistem PLTS

Hubungan inverter menjelaskan tentang bentuk rangkaian inverter pada

suatu sistem PLTS terhadap pembangkit daya listrik oleh panel surya. Secara

umum ada dua kelas dari inverter, yaitu central inverter dan string inverter.

a. Konfigurasi central inverter

Biasanya konfigurasi ini digunakan pada berbagai sistem PLTS skala

menengah dan skala besar. Modul surya yang banyak terhubung secara seri

menghasilkan string tegangan tinggi. Kemudian string ini dihubungkan secara

paralel ke inverter. Central inverter menyajikan instalasi yang lebih handal dan

sederhana. Kekurangan dari inverter jenis ini terletak pada rugi-rugi yang

meningkat tidak sepadan (missmatch losses) yang disebabkan variasi profil

tegangan dan arus dari modul surya pada array yang sama, dan ketiadaan dari

maximum power point tracking (MPPT) untuk setiap string. Hal ini mungkin

menyebabkan masalah pada array yang memiliki kemiringan dan sudut orientasi

beragam, bayangan yang diterima atau tipe modul surya yang berbeda.

Central inverter biasanya merupakan sistem tiga fasa dan dilengkapi

transformator frekuensi jaringan (grid frequency transformer), trafo ini

meningkatkan berat dan volume dari inverter, jadi lebih membutuhkan ruang yang

lebih luas untuk pemasangannya. Pada kondisi tertentu central inverter

menggunakan konfigurasi master slave. Dimana artinya beberapa inverter tidak

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

32

akan bekerja/padam ketika iradiasi dalam keadaan rendah, sedangkan inverter

lainnya tetap bekerja sesuai/mendekati pembebanan yang optimal. Ketika iradiasi

tinggi, semua beban dibagikan dan ditanggung oleh semua inverter (IFC, 2012).

Gambar 2.12 Konfigurasi Central Inverter

(http://alternative-energy-tutorials.com)

b. Konfigurasi string inverter

Konsep inverter ini menggunakan inverter yang berlipat ganda untuk

string array yang berlipat ganda juga. Penggunaan inverter string sangat banyak

dan meningkat dikarenakan inverter string dapat mengatasi batasan daya yang

luas dan lebih murah dalam proses pabrikasinya daripada jenis central inverter.

Selain itu sistem ini memiliki kemampuan untuk menyajikan MPPT pada setiap

tingkatan dari string yang bekerja tersendiri dan berbeda dengan lainnya. Sistem

ini memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dalam perbaikan dan penggantian,

karena tidak diperlukan personil yang spesialis, dan waktu yang dibutuhkan tidak

selama sistem sentral, jadi tidak banyak hasil produksi energi yang terbuang saat

perbaikan.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

33

Gambar 2.13 Konfigurasi String Inverter

(http://alternative-energy-tutorials.com)

2.2.4.4 Solar Charge Controller

Solar Charge Controller adalah komponen di dalam sistem PLTS

berfungsi sebagai pengatur arus listrik (Current Regulator) baik terhadap arus

yang masuk dari panel PV maupun arus beban keluar/digunakan. Bekerja untuk

menjaga baterai dari pengisian yang berlebihan (Over Charge), Ini mengatur

tegangan dan arus dari panel surya ke baterai.

Sebagian besar solar PV 12 Volt menghasilkan tegangan keluar (V-Out)

sekitar 16 sampai 20 volt DC, jadi jika tidak ada pengkontrolan baterai akan rusak

dari pengisian tegangan yang berlebihan yang umumnya baterai 12 Volt

membutuhkan tegangan pengisian (Charge) sekitar 13-14,8 volt (Tegantung Tipe

Battery) untuk dapat terisi penuh (http://solarsuryaindonesia.com, 2012).

Fungsi dan fitur Solar Charge Controller :

1. Saat tegangan pengisian di baterai telah mencapai keadaan penuh, maka

controller akan menghentikan arus listrik yang masuk ke dalam baterai

untuk mencegah overcharge, dengan demikian ketahanan baterai akan jauh

lebih tahan lama. Di dalam kondisi ini, listrik yang tersuplai dari panel surya

akan langsung terdistribusi ke beban/peralatan listrik dalam jumlah tertentu

sesuai dengan konsumsi daya peralatan listrik tersebut.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

34

2. Saat voltase di baterai dalam keadaan hampir kosong, maka controller ber-

fungsi menghentikan pengambilan arus listrik dari baterai oleh

beban/peralatan listrik. Dalam kondisi voltase tertentu (umumnya sekitar

10% sisa voltase di baterai), maka pemutusan arus beban dilakukan oleh

controller. Hal ini menjaga baterai dan mencegah kerusakan pada sel-sel

baterai. Pada kebanyakan model controller, indikator lampu akan menyala

dengan warna tertentu (umumnya berwarna merah atau kuning) yang

menunjukkan bahwa baterai dalam proses charging. Dalam kondisi ini, bila

sisa arus di baterai kosong (dibawah 10%), maka pengambilan arus listrik

dari baterai akan diputus oleh controller, maka peralatan listrik/beban tidak

dapat beroperasi.

3. Pada controller tipe-tipe tertentu dilengkapi dengan digital meter dengan

indikator yang lebih lengkap, untuk memonitor berbagai macam kondisi

yang terjadi pada sistem PLTS dapat terdeteksi dengan baik.

2.2.4.5 Baterai

Baterai memiliki fungsi utama untuk menyimpan energi listrik yang

dihasilkan oleh panel surya dalam bentuk energi arus searah. Baterai merupakan

salah satu komponen yang digunakan pada sistem PLTS yang dilengkapi dengan

penyimpanan cadangan (back up) energi listrik. Energi cadangan yang disimpan

di baterai biasanya dipergunakan pada saat panel surya tidak menghasilkan energi

listrik, misalnya pada saat malam hari atau pada saat cuaca mendung, selain itu

tegangan keluaran ke sistem cenderung lebih stabil. Satuan kapasitas energi yang

disimpan pada baterai adalah ampere hour (Ah), yang diartikan arus maksimum

yang dapat dikeluarkan oleh baterai selama satu jam. Namun dalam proses

pengosongan (discharge), baterai tidak boleh dikosongkan hingga titik

maksimumnya, hal ini dikarenakan agar baterai dapat bertahan lebih lama usia

pakainya (life time), atau minimal tidak mengurangi usia pakai yang ditentukan

dari pabrikan. Batas pengosongan dari baterai sering disebut dengan istilah depth

of discharge (DOD), yang dinyatakan dalam satuan persen, biasanya ditentukan

sebesar 80% (Dunlop, 1997).

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

35

2.2.5 Periode Jatuh Matahari dan Orientasi PV Array

Indonesia merupakan daerah sekitar khatulistiwa dan daerah tropis dengan

luas daratan hampir 2 juta Km2, yang dikaruniai penyinaran matahari lebih dari

enam jam dalam sehari atau 2.400 jam dalam setahun. Pada keadaan cuaca cerah

permukaan bumi menerima sekitar 1000 Wh/m2. Periode jatuhnya sinar matahari

dalam setahun pada umumnya digunakan untuk mengetahui bagaimana sudut

jatuh sinar matahari terhadap lokasi penempatan PV array.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka permukaan PV array

harus tegak lurus dengan jatuhnya sinar matahari. Mengingat poros bumi

mempunyai kemiringan tetap 23,45o

selama mengitari matahari, maka sinar

matahari tidak selalu jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa, akan tetapi pada

waktu tertentu sinar matahari akan jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa.

Dalam satu tahun periode jatuhnya sinar matahari dapat disimpulkan sebagai

berikut (Messenger, 2004):

1. Periode 21 Maret – 20 Juni, terjadi penyimpangan sebesar 23,450 kearah garis

balik utara (northern hemisphere) terhadap garis Khatulistiwa.

2. Periode 21 Juni – 20 September, sinar matahari jatuh tepat pada garis

Khatulistiwa.

3. Periode 21 September – 20 Desember, terjadi penyimpangan sebesar 23,450

kearah garis balik selatan (southern hemisphere) terhadap garis Khatulistiwa.

4. Periode 21 Desember – 20 Maret, sinar matahari jatuh tepat pada garis

Khatulistiwa.

Gambar 2.14 Orbit Bumi dan Sudut Penyimpangan (Messenger, 2004)

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

36

Untuk mendapatkan jatuh sinar matahari yang tegak lurus dengan

permukaan PV array, maka perlu adanya perhitungan sudut penyimpangan

jatuhnya sinar matahari. Untuk mengetahui sudut jatuhnya sinar matahari terhadap

permukaan bumi (α), dapat mengunakan persamaan berikut ini:

α = 900 ± φ – δ (2.5)

Dimana :

φ adalah posisi lintang dari lokasi

a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa

b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa

δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa

a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa

b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa

Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV array terhadap permukaan bumi

(β) dapat dirumuskan sebagai berikut:

β = 900 – α (2.6)

2.2.5.1 Sudut Kemiringan PV module

Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari

dipermukaan PV module. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama

satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan PV module sama dengan

lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan

pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit

tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam

sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dapat dibuat secara manual, yaitu

dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara

otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil.

Otomatis ini dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun

dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan PV module yang

mudah dan murah adalah dengan memasang PV module dengan posisi tetap

dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan arah sudut kemiringan PV

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

37

module harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan PV module

tersebut. Penentuan sudut pemasangan PV module ini berguna untuk

membenarkan penghadapan PV module ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan

PV module ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar PV module mendapatkan

penyinaran yang optimal. PV module yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0o)

yang diletakan mendatar (tilt angle = 0o), akan menghasilkan energi maksimum

(Hanif, 2012)

Gambar 2.15 Sudut Kemiringan Modul Surya (Hanif M, 2012)

2.2.6 Perancangan Teknis PLTS On-Grid Terpusat

Pada sub-bab ini akan dibahas tentang regulasi Pemerintah RI dalam usaha

pengembangan pembangunan PLTS terpusat, terutama mengenai aspek-aspek

teknis dalam perancangan suatu sistem PLTS On-grid terpusat, khususnya tanpa

sistem penyimpanan energi. Perancangan PLTS On-grid terpusat meliputi:

2.2.6.1 Kebijakan dan pemerintah RI dalam pembangunan PLTS terpusat

Berdasarkan Permen ESDM No. 02 tahun 2012 tentang petunjuk teknis

penggunaan dana alokasi khusus bidang listrik pedesaan tahun anggaran 2012.

Bahwa pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi

terbarukan, telah didanai dari dana alokasi khusus bidang listrik pedesaan . Pada

Permen ini pembangunan PLTS terpusat merupakan salah satu dari arah kegiatan,

sasaran dan perencanaan yang dirumuskan. Selain itu diatur juga pedoman dan

spesifikasi teknis pembangunan PLTS terpusat sebagai berikut:

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

38

2.2.6.1.1 Pedoman pembangunan PLTS terpusat

a. Kriteria pengusulan lokasi PLTS terpusat:

1. Lokasi yang diajukan letaknya jauh dari jangkauan jaringan distribusi

PLN dan usulan yang diterima dengan menyertakan data-data jarak

lokasi (desa) ke jaringan distribusi PLN akan menjadi bahan

pertimbangan untuk mendapatkan prioritas.

2. Pengguna tinggal berkelompok atau jarak antar rumah satu dengan yang

lainnya letaknya berdekatan dan jumlahnya relatif besar, paling sedikit

30 kepala keluarga (KK) per kawasan/kelompok (prioritas akan

diberikan untuk kelompok pengguna lebih dari 100 KK/kawasan).

3. Dalam jangka waktu tertentu (misalnya 5 s.d. 10 tahun ke depan) belum

dapat terlayani melalui jaringan distribusi PLN.

4. Diutamakan dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di lokasi

(desa) yang diajukan atau paling sedikit memenuhi 2/3 jumlah kepala

keluarga (KK) yang ada agar dapat dilanjutkan ke program desa

mandiri energi.

5. Pengguna membentuk lembaga pengelola PLTS terpusat secara

mandiri, yang keanggotaannya dipilih secara musyawarah oleh

masyarakat setempat, yang selanjutnya akan bertugas memungut iuran

dari masyarakat pengguna untuk perawatan perangkat dan penggantian

komponen-komponen yang tidak berfungsi lagi setelah masa garansi

usai (umur teknis komponen sudah tercapai), misalnya penggantian

lampu, baterai, dan lainnya.

6. Usulan/proposal pengguna/penerima manfaat listrik (sampai ke tingkat

desa) harus direkomendasikan oleh pemerintah daerah atau tokoh

masyarakat setempat.

Secara umum peralatan PLTS Terpusat terdiri dari:

1. Modul surya.

2. Solar charge controller.

3. Inverter.

4. Baterai.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

39

5. Rumah pembangkit.

6. Struktur pendukung dan instalasi.

7. Distribusi tenaga listrik, sambungan rumah dan instalasi rumah.

b. Spesifikasi teknis modul surya

1. Jenis : poly / mono-crystalline

2. Power tolerance per modul : ± 5%

3. J-box : dilengkapi dengan cable gland atau DC-

multi connector

4. Sertifikasi : SNI

5. Garansi : paling sedikit 10 tahun untuk degradasi

output < 10%

6. Efisiensi : paling sedikit 14%

7. Memprioritasjan penggunaan peralatan produk dalam negeri yang

dibuktikan dengan melampirkan salinan tanda sah capaian tingkat

komponen dalam negeri (TKDN) yang diterbitkan oleh Kementrian

Perindustrian.

8. Diproduksi di pabrik yang memiliki ISO 9001 dan melampirkan

sertifikatnya.

9. Label data peforma modul ditempel dibagian belakang modul.

10. Pengujian modul surya mengikuti SNI 04-3850.2-1995: karakteristik

modul surya fotovoltaik.

c. Penyangga modul surya (module array support)

1. Bahan dan treatment : plat besi, besi siku, dan atau pipa dengan hot

deep galvanized treatment.

2. Tinggi penyangga : paling sedikit satu meter dari permukaan tanah.

3. Module array support dapat berupa modul support untuk pemasangan

pada permukaan tanah ataupun di atap bangunan.

4. Untuk pemasangan diatas permukaan tanah, perlu dilengkapi dengan

sistem anchor.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

40

d. Solar charge controller

1. Umum : kontroler berfungsi mengatur charging ke

baterai, discharge dari baterai harus dapat

dikontrol agar tidak merusak baterai.

2. Tegangan input : paling sedikit 48 Vdc

3. Efisiensi : > 90%

4. Tegangan baterai : paling sedikit 48 Vdc

5. Charge control : pulse width modulation (PWM), kapasitas

disesuaikan.

6. Sistem proteksi : high voltage disconnect (HVD), low voltage

disconnect (LVD), short circuit protection.

7. Dilengkapi dengan display, data logger, sensor temperatur baterai.

8. Garansi paling sedikit satu tahun.

e. Inverter

1. Umum : inverter berfungsi mengubah arus DC ke

AC

2. Wave form : pure sine wave

3. Rated AC voltage : 220/230 Vac (1 fasa) atau 380/400 Vac (3

fasa)

4. Frekwensi : 50 Hz

5. Output voltage HD factor : < 3%

6. Efisiensi : > 90%

7. Tegangan baterai : paling sedikit 48 Vdc

8. Charge control : pulse width modulation (PWM) kapasitas

disesuaikan.

9. Sistem proteksi : high voltage disconnect (HVD), low

voltage disconnect (LVD), short circuit

protection.

10. Dilengkapi dengan display, data logger, sensor temperatur baterai.

11. Menyediakan fasilitas remote monitoring.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

41

12. Garansi paling sedikit satu tahun.

f. Baterai

1. Tipe : valve regulated lead acid (VRLA).

2. Kapasitas : menyesuaikan kapasitas PV modul dan

beban.

3. Kemampuan cycling : paling sedikit 1.200 cycle pada 80% depth

of discharge (DOD).

4. Sertifikasi : lembaga nasional atau internasional.

5. Garansi : paling sedikit satu tahun.

6. Harus dilengkapi dengan sistem koneksi yang dapat mencegah korosi

dan arus hubung singkat (termasuk pada waktu pemasangan).

g. Jaringan distribusi PLTS Terpusat

Pekerjaan distribusi tenaga listrik telah diatur dalam SNI, antara lain :

1. SNI 04-3855-1995 : Pedoman Teknis Instalasi Jaringan

2. SNI 04-0225-2000 : Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000

3. SNI 04-0227-1987 : Tegangan Standar

4. SNI 04-1707-1989 : Listrik Pedesaan

5. SNI 04-1690-1989 : Tiang Kayu, Syarat-syarat Teknis

6. SNI 04-0533-1989 : Sakelar Arus Bolak-balik

7. SNI 04-017-1989 : Fitting Lampu Arus Bolak-balik

8. SNI 04-1705-1989 : Sistem Distribusi, Keandalan

9. SNI 04-0532-1989 : Kotak Hubung Bagi Arus Bolak-balik

10. SNI 04-1922-1990 : Frekuensi Standar

11. SNI 04-1923-1990 : Arus Pengenal Standar

12. SNI 04-1926-1990 : Jaringan Distribusi Listrik Pedesaan

13. SNI 04-2702-1992 : Kilowatt Hour Meter Arus Bolak-balik Kelas

0,5;1,2

14. SNI 04-3885-1995 : Pembumian JTR dan Instalasi Tegangan Rendah

15. SNI 04-3879-1995 : Gangguan pada Sistem Suplai yang Diakibatkan

oleh Piranti Listrik dan Perlengkapannya

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

42

h. Instalasi rumah

1. Umum

Instalasi rumah mencakup instalasi kabel dari jaringan ke rumah dan

instalasi listrik di dalam rumah dengan ketentuan instalasi di dalam

rumah terdiri dari instalasi jaringan kabel, paling sedikit 3 buah titik

lampu, 1 buah stop kontak, alat proteksi short circuit, dan alat pembatas

sesuai kapasitas daya tersambung dan pemakaian energi listrik.

2. Kabel Instalasi: NWM 2 x 1,5mm2 (SNI), maksimal 25 m.

3. Lampu penerangan: Lampu hemat energi (TL/PL/CFL) 220 V. Daya

lampu disesuaikan kebutuhan, seta tidak menggunakan lampu dengan

daya lebih dari 10 watt per titik lampu, agar tidak terjadi pengurasan

daya yang berlebihan.

4. Alat pembatas

Berfungsi membatasi pemakaian energi (Vah) dengan spesifikasi sebagai

berikut:

a.) maksimum arus output sampai dengan 10 A, 220 V;

b.) batas pemakaian energi dan reset timr dapat diatur;

c.) setting batas pemakaian per hari adalah tetap;

d.) memiliki sistem untuk memutus (dan menyambung kembali)

hubungan listrik pada pelanggan tertentu yang bermasalah;

e.) memiliki fungsi proteksi apabila terjadi arus hubung singkat (short-

circuit) dan fungsi ini tidak menggunakan peralatan yang

memerlukan stok pengganti (contoh stok mechanical fuse

sekering);

f.) memiliki sistem pengaman/segel sehingga pelanggan tidak dapat

melakukan pencurian energi (bypass).

i. Sistem pengaman

Sistem pengamanan jaringan listrik jika terjadi gangguan, baik untuk

alasan keselamatan, gangguan sosial, maupun untuk kemudahan perbaikan harus

menjadi bagian dari desain sistem.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

43

j. Rumah pembangkit (shelter)

1. Umum

a.) Sistem Modular

Menggunakan sistem knock down, sehingga menghemat waktu

instalasi.

b.) Tipe

Tahan cuaca panas/dingin dan anti karat.

c.) Pemasangan

Shelter harus mudah dilepas/dipasang apabila akan dipindahkan

ke lokasi lain.

d.) Perawatan

Perawatan shelter harus dapat mengurangi biaya yang dibutuhkan.

e.) Efisiensi Energi

Modul atau panel untuk shelter terbuat dari bahan polyurethane

dengan ketebalan modul atau panel paling sedikit 75 mm dan

modul tersebut dapat mengurangi hingga 10 dBA kebisingan yang

berasal dari bagian dalam ruangan dan memantulkan hingga 90%

energi panas atau cahaya pada bagian luarnya.

2. Pondasi Shelter

Perkuatan shelter terbuat dari bahan yang mampu menahan beban dari

atasnya dan Shelter dipasang dengan sistem boltting (menggunakan

mur dan baut) pada frame-nya sehingga tidak diperlukan pekerjaan

pengelasan, pemotongan atau pekerjaan berat lainnya ketika akan

dipasang sedangkan apabila pondasi shelter-nya berada di atas tanah,

maka pondasi harus dibuat dari beton bertulang/batu kali yang mampu

menahan beban.

3. Modul

Dinding shelter berupa modul yang didalamnya berisi frame/rangka

yang cukup mampu menahan angin dengan kecepatan 120 km/jam,

hujan dan panas atau gangguan lainnya dan modul tersebut

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

44

dihubungkan dengan lainnya pada suatu jointing border dengan sistem

pengunci anti karat.

4. Atap

Atap terbuat dari bahan yang sama dengan panel dinding/modul shelter.

5. Pintu

Pintu terbuat dari bahan yang memiliki kemampuan yang sama dengan

dinding/modul shelter, dan engsel pintu harus tidak dapat dibongkar

dari luar.

2.2.7 Analisis Performa/Unjuk Kerja PLTS

Keluaran energi listrik dari PLTS tergantung dari beberapa faktor,

diantaranya radiasi matahari yang terjadi pada lokasi PLTS, kemiringan dan arah

dari panel surya, ada tidaknya sinar matahari, performa teknis dari

komponen/peralatan yang digunakan pada PLTS (terutama modul surya dan

inverter).

Performa/kinerja dari PLTS diperkirakan menurun sejalan dengan usia

pakainya, khususnya pada dekade kedua dan ketiga usianya, karena disebabkan

oleh degradasi dari modul surya, dan umur dari komponen yang digunakan

(penyusutan).

2.2.7.1 Definisi Performa PLTS

Performa atau kinerja aktual suatu PLTS on-grid jika dilihat berdasarkan

alat ukur untuk kWh meternya sendiri sangatlah mudah untuk dilaporkan, namun

ketika tujuannya sebagai suatu perbandingan kelayakan yang adil antara

pembangkit-pembangkit tersendiri, tidaklah sesederhana itu. Pertama, iklim dari

matahari ialah berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya, dan data cuaca tidak

selalu daoat diperkirakan lebih dekat. Selanjutnya, energi terpasang riil pada

umumnya tidak diketahui secara persis, akibat efek dari shading yang tidak

diketahui, pemanasan belebih, dan ketersediaan jaringan. Akan tetapi standar

presentasi berbeda dari performa atau kinerja PLTS sudah dikembangkan dari

waktu ke waktu, dan yang paling biasa digunakan pada umumnya untuk

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

45

mengetahui keluaran energi dari suatu PLTS selama periode tertentu berdasarkan

hal berikut:

a.) Performa spesifik dalam kWh bersih (nett. kWh) yang terkirim ke jaringan per

kW dari daya nominal modul surya yang terpasang, sama dengan terhadap

jumlah dari beban penuh untuk pembangkit.

b.) Faktor kapasitas, hal ini didapat sebagai persamaan jam beban penuh sekitar

dalam % dari waktu sebelumnya.

c.) Rasio performa bulanan dan tahunan digambarkan sebagai jumlah aktual dari

energi PLTS ke jaringan pada satu periode, dibagi oleh jumlah teoritis

menurut data STC modul surya.

2.2.7.1.1 Parameter Relevan untuk Performa PLTS

Berikut paramter-parameter relevan sebagai acuan desain suatu performa

PLTS grid-connected (Danish Energy Agency, 2009):

Tabel 2.3 Parameter Untuk Performa PLTS Grid-Connected

General data Use Source Units Type

range

Importance

Site/location Reference

to meteo

data

System

owner

Latitude

and

longitude

+/- 60 High

Inclination Correction

of

irradiation

(or

insolation)

System data Degrees

from hor.

0-90 High

Orientaion Correction

of irr.

System data Degrees

from S to

W

+/- 45

from

south

High

Fixed/tracking

mount

Correction

of irr.

System data - 0,1,2

axis

High

Shading/Horizon

profile

Correction

of irr.

Site data Moderate-

high

Albeldo Correction

of irr.

Site data 0.1-0.4 Moderate-

high

PV Panel

Area Check of

limits

Manufacturer m2

Low

Nominal power General

sizing

Manufacturer Wp High

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

46

General data Use Source Units Type

range

Importance

System

voltage

Match

with

inverters

Manufacturer V 100-500 High

Number of

strings

Electric

design

Manufacturer 1-10 Moderate

Reflectors/

concentrators

Booster Manufacturer High

Mismatch of

modules

Quality

check

Manufacturer % or

min/max

+/- 5% Moderate

Thermal

behaviour of

array

Operating

temperatur

System

designer

K at 1000

W/m2

20-40 K

over

ambient

Moderate

Modules

Electrical

data

Simulation Manufacturer High

Temperatur

coefficients

Simulation Manufacturer % per K

Low

Irradiance

influence on

module

efficiency

Simulation Manufacturer %

efficiency

Depends

on

technology

Moderate

Number of

bypass diodes

Mismatch/

shadow

sensitivity

Manufacturer Moderate

Angle of

incidence

correction

Simulation Manufacturer Low

Shadow

tolerance

Simulation Manufacturer Moderate

Long term

degradation

of

performance

Economic

analysis

Manufacturer %

decrease

per year

0.25%-

0.5%

Moderate

Inverter

Efficiency

curve

Simulation Manufacturer High

Inverter

configuration

(string-

central)

Electrical

design

System

designer

Moderate-

low

Input voltage

range

Electrical

design

Manufacturer High

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

47

General data Use Source Units Type

range

Importance

Standby

consumption

Simulation Manufacturer W 0-5 Moderate-

low

MPPT

efficiency

Simulation Manufacturer % 90-99% Moderate/

High

Response to

overload

Electrical

design

Manufacturer Close

down,

reduced

power

Moderate

Conrol

strategy e.g.

master/slave

Simulation Manufacturer Moderate

Sumber: Danish Energy Agency (2009)

2.2.7.2 Analisis Sistem PLTS

Untuk menilai performa dari PLTS, maka perlu dilakukan perhitungan dan

analisis dari data-data yang didapatkan dari hasil monitoring sistem itu sendiri.

Perhitungan yang dilakukan mengikuti acuan yang ditetapkan oleh standar IEC,

yaitu mengacu pada IEC Standard 61724.

2.2.7.2.1 Hasil Akhir / Final Yield (YF)

Hasil akhir atau final yield (YF) ditetapkan dalam periode tahunan,

bulanan, atau harian dari keluaran bersih energi (kWh AC) pada sistem dibagi

dengan daya puncak dari PV array (kWp DC) yang terpasang pada kondisi

pengujian standar (STC) pada iradiasi surya 1000 W/m2 dan temperatur sel 25

oC.

(kWh AC / kWp DC) (2.7)

Dimana:

PO : Daya puncak (kWp DC)

EPV : Energi ke jaringan (kWh AC)

2.2.7.2.2 Hasil Acuan / Reference Yield (YR)

Hasil acuan atau reference yield (YR) adalah total dari insulasi matahari

pada suatu bidang (HT) dalam satuan kWh/m2 dibagi dengan iradiasi array acuan

(1 kW/m2), oleh karena itu reference yield adalah jumlah dari peak sun-hours.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

48

(kWh/m

2 / kWp) (2.8)

Dimana:

HT : Iradiasi harian rata-rata pada bidang array (kWh/m2)

GSTC : Iradiasi referensi pada kondisi STC (1000 W/m2)

2.2.7.2.3 Rasio Performa (PR)

Kualitas dari suatu PLTS dapat juga diuraikan oleh rasio performanya.

Rasio performa biasanya dinyatakan dalam persentase, dengan rumus YF dibagi

dengan YR, ini menunjukkan rugi total pada sistem saat mengkonversi dari DC

menjadi keluaran AC. Rugi tipikal pada PLTS termasuk di dalamnya rugi karena

degradasi panel surya (Ƞdeg), temperatur (Ƞtem), pengotoran/soiling (Ƞsoil), interval

network (Ƞnet), inverter (Ƞinv), transformator (Ƞtr), dan ketersediaan sistem/system

availability dan grid connection network (Ƞppc). Oleh karena itu PR dirumuskan

sebagai berikut:

= Ƞdeg . Ƞtem . Ƞsoil . Ƞnet . Ƞinv . Ƞtr . Ƞppc (2.9)

2.2.7.2.4 Hasil Array / Array Yield (YA)

Hasil array atau array yield (YA) ditetapkan oleh keluaran energi tahunan

atau harian dari PV array dibagi daya puncak dari PLTS terpasang.

(kWh/kWp DC) (2.10)

Dimana:

EA : Keluaran energi array (kWh)

PO : Daya puncak (kWp DC)

2.2.7.2.5 Rugi-rugi Sistem / System Losses (LS)

Rugi-rugi sistem diperoleh atau disebabkan oleh rugi akibat proses

konversi pada inverter dan transformator, dirumuskan sebagai berikut:

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

49

(kWh/kWp) (2.11)

2.2.7.2.6 Rugi-rugi Penangkapan Array / Array Capture Losses (LC)

Rugi-rugi penangkapan array (LC) diperoleh atau disebabkan oleh rugi

akibat proses penangkapan cahaya matahari oleh array dan saat mengkonversi

sinar matahari menjadi energi listrik, dirumuskan sebagai berikut:

(kWh/kWp) (2.12)

2.2.7.2.7 Faktor Kapasitas (CF)

Faktor kapasitas dari PLTS biasanya dinyatakan dalam presentase

merupakan rasio dari keluaran energi aktual dalam periode satu tahun dengan

keluaran jika beroperasi pada daya nominal selama setahun penuh (24 jam setiap

hari selama setahun), diuraikan dengan rumus sebagai berikut:

(2.13)

2.2.7.3 PVSyst

Pvsyst merupakan paket software/perangkat lunak yang digunakan untuk

proses pembelajaran, pengukuran, dan analisan data dari sistem PLTS secara

lengkap. PVSyst dikembangkan oleh Universitas Geneva, yang terbagi ke dalam

sistem terinterkoneksi jaringan (grid-connected), sistem berdiri sendiri (stand-

alone) sistem pompa (pumping), dan jaringan arus searah untuk transportasi

publik (DC-grid). PVSyst juga dilengkapi database dari sumber data meteorologi

yang luas dan beragam, serta data komponen-komponen PLTS. Beberapa contoh

sumber data meteorologi yang dapat digunakan pada PVSyst yaitu bersumber dari

MeteoNorm v6.1 (interpolasi 1960-1990 atau 1981-2000), NASA-SSE (1983-

2005), PVGIS (untuk Eropa dan Afrika), Satel-Light (untuk Eropa), TMY2/3 dan

SolarAnywhere (untuk USA), EPW (untuk Kanada), RetScreen, Heliolim, dan

Solar GIS (berbayar).

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

50

Salah satu parameter untuk menganalisis unjuk kerja suatu PLTS sesuai

dengan standar IEC 61724 adalah Performance Ratio (PR). Dalam PVSyst

Performance Ratio adalah energi yang diterima jaringan dibagi dengan hasil kali

dari iradiasi yang diterima modul surya dan daya nominal sistem pembangkit pada

saat dalam kondisi STC atau energi yang dihasilkan oleh sistem pada saat berjalan

dengan efisiensi nominal seperti yang tertera pada nameplate dari modul surya

tersebut.

Untuk dapat memprediksi dan menganalisa potensi produksi energi dan

unjuk kerja PLTS Kubu, digunakan fitur desain proyek (project design) pada

PVSyst. Pada fitur ini simulasi akan dijalankan dengan cara membuat terlebih

dahulu desain dari sistem PLTS sesuai dengan sistem terpasang. Langkah dalam

membuat desain proyek adalah sebagai berikut:

a.) Menetapkan proyek

Dengan cara menentukan jenis proyek atau jenis PLTS dalam hal ini dipilih

grid-connected. Dilanjutkan dengan membuat proyek baru dan mendefinisikan

proyek seperti nama proyek, lokasi, dan data meteorologi.

b.) Menetapkan perbedaan sistem (system variant)

Dengan cara menentukan orientasi terlebih dahulu seperti jenis penyangga

panel surya, kemiringan panel, dan azimuth, lalu menentukan sistem PLTS,

dengan memilih parameter opsional, seperti pemilihan profil horizon sesuai

lokasi, yang dapat ditambahkan dengan impor data dari software lain, seperti

dari Solmetric SunEye.

c.) Menjalankan simulasi untuk mendapatkan hasil simulasi.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir II.pdfyang telah dikembangkan berbasis op-amp dan sistem pensaklaran MOSFET dengan komponen IRFZ44N. Sedangkan untuk inverter yang digunakan

51

Gambar 2.16 Tampilan program PVSyst

2.2.7.4 Solmetric SunEye

Solmetric SunEye merupakan software yang menyediakan analisa lengkap

dari akses matahari (solar access) dan bayangan (shading), yang terintegrasi

dengan alat ukur genggam. Contoh alat ukur yang digunakan untuk mengukur

akses matahari dan tingkat bayangan (shading) pada lokasi tertentu, seperti

Solmetric SunEye tipe 100 dan 200. Hasil pengukuran alat kemudian akan

ditransfer pada software Solmetric SunEye untuk disimpan dan dianalisa lebih

lanjut, agar dapat dijadikan sebuah laporan.

Gambar 2.17 Solmetric SunEye