bab ii kajian pustaka 2.1 pengertian rumah...

35
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004 ). Menurut American Hospital Associaton (1974), batasan rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Sementara itu Wolper dan Pena (1987), rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai profesi tenaga kesehatan lainnya diselenggarakan (dalam Adisasmito, 2009). Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dengan maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004).

Upload: phungkien

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit

dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat

berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan

penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan (Depkes RI, 2004 ).

Menurut American Hospital Associaton (1974), batasan rumah sakit adalah

suatu organisasi tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran

yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan

yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

pasien. Sementara itu Wolper dan Pena (1987), rumah sakit adalah tempat dimana

orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana

pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai profesi tenaga

kesehatan lainnya diselenggarakan (dalam Adisasmito, 2009).

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan

alat ilmiah khusus dan rumit oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik

dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat

bersama-sama dengan maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan

kesehatan yang baik (Siregar, 2004).

Sekarang ini Rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan

instrumen masyarakat. Ia merupakan titik fokus untuk menghantarkan penderita

kepada komunitasnya. Berdasarkan hal tersebut, rumah sakit dapat dipandang sebagai

suatu struktur organisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi

kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi serta fasilitas fisik kedalam suatu sistem

terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Adisasmito,

2009).

Rumah sakit berfungsi untuk menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan

penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan

rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi

umum dan keuangan. Secara tradisional, maksud dasar keberadaan rumah sakit

adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan

fungsi dasar ini, rumah sakit melakukan pendidikan terutama bagi mahasiswa

kedokteran, perawat dan personel lainnya. Penelitian telah juga merupakan fungsi

penting. Dalam zaman modern ini fungsi keempat yaitu, pencegahan penyakit dan

peningkatan kesehatan masyarakat juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat

fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan

kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).

Berbagai kegiatan rumah sakit menghasilkan bermacam-macam limbah yang

berupa benda cair, padat, dan gas. Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya

pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan

rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran

lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (Adisasmito, 2009).

2.2 Sampah Rumah Sakit

Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang.

Sampah ini dapat berasal dari rumah tangga, rumah sakit, hotel, restoran, industria

dan lain-lain (Yuliarsih, 2002). Sedangkan Notoatmodjo (2003), sampah adalah

sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau

benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.

Sampah merupakan barang yang sudah dianggap tidak terpakai dan dibuang

oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai bila dikelola dengan

prosedur yang benar (Basriyanta, 2007).

Limbah padat (solid waste) merupakan semua bahan/ material yang dibuang

dan tidak berbentuk cair maupun gas (Soegianto, 2005).

Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah

adalah suatu benda berbentuk padat yang berasal dari kegiatan manusia, yang

dibuang oleh pemiliknya karena tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang

secara saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu

pengelolaan yang baik.

Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak terduga, tidak digunakan

ataupun yang terbuang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis dan

dikategorikan sampah radioaktif, sampah infeksius, sampah sitotoksin, dan sampah

umum atau domestik (dalam Helwi, 2002).

2.2.1 Sumber Sampah Rumah Sakit

Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis

sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap

ruangan/unit yang bersangkutan.

Tabel 2.1. Sumber Sampah Menurut Jenisnya

No. Sumber/Area Jenis Sampah

1. Kantor/administrasi Kertas

2. Unit obstetric dan

ruang perawatan

obstetric

Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/peng

osok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak

nitrat, jarum syringe (alat semprot), masker

disposable (masker yang dapat dibuang),

disposable drapes (tirai/kain yang dapat

dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet

disposable (pisau bedah), disposable chateter

(alat bedah), disposable unit enema (alat suntik

pada usus) disposable diaper (popok) dan

underpad (alas/bantalan), dan sarung disposable.

3. Unit emergency dan

bedah termasuk ruang

perawatan

Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/peng

gosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi

ampul bekas, masker disposable (masker yang

dapat dibuang), jarum syringe (alat semprot),

drapes (tirai/kain), disposable blood lancet

(pisau bedah), disposable kantong emesis, Levin

tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase

set ( alat pengaliran), kantong colosiomy,

underpads (alas/bantalan), sarung bedah.

4. Unit laboratorium,

ruang mayat,

phatology dan autopsy

Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish,

wadah specimen, slide specimen (kaca/alat

sorong), jaringan tubuh, organ, dan tulang

5. Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan

nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur),

dressing (pembalut/pakaian dan bandages

(perban), masker disposable (masker yang dpat

dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.

6. Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat

semprot), kertas dan lain-lain.

7. Unit pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah

dari ruang umum dan pasien, sisa makanan

buangan

8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan

sayuran dan lain-lain

9. Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkung daun ranting, debu.

Sumber : Depkes RI (2002)

2.2.2 Karakteristik Sampah Rumah Sakit

Karakteristik sampah rumah sakit perlu diketahui dalam kaitannya pada

pengelolaan sampah yang baik dan benar. Secara garis besar sampah rumah sakit

dibedakan menjadi sampah medis dan non medis (Wisaksono, 2001).

a. Sampah Medis

Sampah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,

veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan

yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa memba-

hayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk sampah klinis

bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Wisaksono, 2001) :

1. Sampah benda tajam

Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,

ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti

jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau

bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat

menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang

terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan

mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

2. Sampah Infeksius

Sampah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

a. Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit

menular (perawatan intensif).

b. Sampah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi

dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Sampah Jaringan Tubuh

Sampah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan

tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

4. Sampah Sitotoksik

Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau

tindakan terapi sitotoksik.

5. Sampah Farmasi

Sampah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang

terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang

terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh

masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang

bersangkutan dan Sampah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6. Sampah Kimia

Sampah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia

dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7. Sampah Radioaktif

Sampah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop

yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Sampah ini

dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay

dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan

sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini

bisa berasal dari kantor/ administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng,

botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa

pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).

2.3 Manajemen Lingkungan Rumah Sakit

Secara umum manajemen rumah sakit merupakan koordinasi antara berbagai

sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan

pengendalian untuk mencapai tujuan (dalam Hapsari, 2010).

Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis

tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila

terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan

rumah sakit, misalnya perubahan perundang-undangan dan pengetahuan yang

disebabkan oleh perkembangan teknologi (Adisasmito, 2009 ).

Rumah sakit agar dapat memenuhi kebijakan lingkungan, maka perlu

membuat tujuan manajemen lingkungan. Tujuan harus mencakup aspek lingkungan

yang diidentifikasikan, dampak yang terkait maupun penilaian awal. Dalam

menentukan tujuan dan sasaran lingkungan perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu

kesesuaian dengan kebijakan lingkungan, hubungannya dengan aspek dan dampak

yang telah diidentifikasi dan peran serta karyawan untuk memenuhinya (Adisasmito,

2009).

Tjokroamidjojo (2009) Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk

mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 5M, yaitu man,

money, machines, method, dan markets.

1. Man (manusia / SDM)

Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia

yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai

tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia

adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-

orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

Nawani (2005) SDM dibedakan antara pengertiannya secara makro dan

mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk

atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah

memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum memperoleh

pekerjaan sedangkan SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia

atau orang yang bekerja anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai,

karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain.

2. Money (Uang)

Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang

merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat

diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang

merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu

harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa

uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang

dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu

organisasi.

3. Machines (Mesin/ fasilitas)

Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin akan

membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta

menciptakan efesiensi kerja.

4. Methods (Metode)

Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara

kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat

dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan

memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-

fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.

Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya

tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan

memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap

manusianya sendiri.

5. Market (Pasar)

Memasarkan kualitas pelayanan, kinerja kerja ke masyarakat luas sangat

penting. Sebab bila pemasaran tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak

pada banyak tidaknya masyarakat yang menggunakan jasa dari rumah sakit

tersebut. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti mempromosikan merupakan

faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu produk yang dihasilkan.

Manfaat yang dapat diperoleh jika menerapkan manajemen lingkungan rumah

sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan

masyarakat. Dengan mengikuti prosedur yang ada dalam sistem manajemen

lingkungan rumah sakit, maka sekaligus akan membantu dalam mematuhi peraturan

perundang-undangan dan sistem manajemen yang efektif. Dengan demikian sistem

ini merupakan sistem manajemen praktis yang didesain untuk meminimalkan dampak

lingkungan dengan cara yang efektif - biaya (cost-effective).

Beberapa manfaat manajemen lingkungan rumah sakit antara lain

(Adisasmito, 2009):

1. Perlindungan terhadap lingkungan.

2. Manajemen lingkungan rumah sakit yang lebih baik.

3. Pengembangan sumber daya manusia.

4. Kontuinitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit.

5. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

6. Baagian dari manajemen mutu terpadu.

7. Pengurangan/ penghematan biaya.

8. Meningkatkan citra rumah sakit.

Komponen-komponen penting dalam sistem manajemen lingkungan rumah

sakit antara lain sebagai berikut (Adisasmito, 2009):

1. Dukungan Manajemen

Komponen yang paling penting di dalam menjalankan sistem manajemen

lingkungan adalah dukungan dari manajemen puncak. Nilai-nilai yang ditentukan

oleh manajemen puncak di dalam kebijakan lingkungan memegang peran yang

sangat penting dalam membentuk dan menjalankan sistem manajem lingkungan

rumah sakit.

2. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu komponen penting karena apabila gagal dalam

membuat perencanaan akan mengalami kendala dalam melakukan kegiatan

selanjutnya. Fase perencanaan dari siklus perbaikan berkelanjutan membutuhkan

perumusan perencanaan untuk memenuhi tujuan-tujuan dan sasaran kebijakan

politik. Perencanaan lingkungan seharusnya memasukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Identifikasi aspek-aspek lingkungan dan evaluasi dampak lingkungan;

b. Persyaratan-persyaratan legal;

c. Kebijakan lingkungan dan kriteria kinerja internal;

d. Tujuan dan sasaran lingkungan;

e. Perencanaan dan program manajemen.

3. Pelaksanaan

Bila rumah sakit mengharapkan program lingkungannya berjalan dengan

sukses, rumah sakit harus mengembangkan kemampuan untuk mendukung sistem

manajemen lingkungan tersebut. Pelaksanaan sistem manajemen lingkungan

rumah sakit harus mempertimbangkan hal-hal seperti sumber daya manusia dan

biaya, menyinergikan dan mengintegrasikan sistem manajemen lingkungan ke

dalam aktivitas rutin rumah sakit, sistem lingkungan manajemen rumah sakit

harus mampu mempertanggungjawabkan dan dipertanggungjawabkan, kesadaran

mengenai lingkungan dan motivasi, pengetahuan, keterampilan, dan pelatihan,

komunikasi, informasi dan pelaporan, pengendalian operasional dan persiapan

cara penanganan darurat.

4. Pemeriksaan

Pengawasan dan pengukuran merupakan salah satu cara untuk mengukur

kesuksesan dari kinerja lingkungan diorganisasi dan untuk membuat nyata sistem

manajemen. Pemeriksaan manajemen merupakan hal yang penting sebab

mencerminkan keterlibatan manajemen untuk sistem manajemen lingkungan.

5. Tindakan

Akhirnya sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah kerangka yang

harus dikembangkan secara terus-menerus dalam suatu action. Secara periodik,

rumah sakit harus menyiapkan dokumenpencatatan dan pelaporan sistem

manajemen lingkungannya dengan faktor-faktor internal dan eksternal yang

memengaruhi kebijakan dan kegiatan lingkungan. Tindakan ini harus

mencerminkan perbaikan berdasarkan hasil audit dan dokumen sistem manajemen

lingkungan.

2.4 Pengelolaan Sampah Rumah Sakit

Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi

persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi, dan

yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus

dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah,

tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan sebagainya.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008

pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Siahaan,

2010).

Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan

lingkungan rumah sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit

harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan

mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan

pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam

pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan

harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan

dengan melakukan :

1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum

membelinya.

2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.

4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan

perawatan dan kebersihan.

5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi

limbah bahan berbahaya dan beracun.

6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.

7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari

kadaluarsa.

8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.

9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.

Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat

dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah

(Dekpes. RI, 2004).

Tietjen dan Bossemeyer (2004) mengatakan bahwa maksud pengelolaan

sampah rumah sakit ialah :

1. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan;

2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan;

3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya;

4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksin dan radioaktif) dengan

aman.

2.4.1 Penanganan Awal

Penanganan awal untuk sampah rumah sakit sebagai berikut (Hapsari, 2010):

1. Pemisahan dan Pengurangan

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus

diidentifikasi dan dipilah-pilah dan reduksi volume limbah medis merupakan

persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah, petugas

emergensi, dan masyarakat. Dalam memilah dan mereduksi volume limbah

hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.

b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus,dengan

memisahkan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dannon B3.

c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3.

d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari bebagai jenis limbahuntuk

mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

e) Pemisahan limbah berbahaya dari semua tempat penghasil adalah kunci

pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantongatau kontainer

yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan danpembuangan akan

mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.

Ketentuan penanganan sampah rumah sakit (Danial, 2008):

a. Tidak boleh penuh, kantong terisi 2/3 dan dibawa ke TPA.

b. Wadah kantong plastik diikat rapat dengan tali, diberi label dan dibuang

dengan wadahnya.

c. Label bertulis tempat penghasil sampah.

d. Jangan mengeluarkan sampah dari wadahnya kegerobak sampah.

2. Penampungan

Sampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah

untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat

penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis

dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di

tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut

langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan limbah

medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam

dan musim kemarau paling lama 24 jam (Depkes RI, 2004).

Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang

adalah dengan cara memisahkan wadah/ tempat sampah untuk setiap jenis limbah

padat dengan menggunakan kantong berkode (umumnya menggunakan kode

warna). Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan

dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut (Depkes RI,

2004) :

Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Sampah Padat Sesuai Kategorinya

No Kategori Warna

Kontainer/kantong

Plastik

Lambang

Keterangan

1. Radioaktif Merah

Kantong

boksimbale

dengan

simbol

radioaktif

2. Sangat

infeksius

Kuning

Kantong plastik

kuat, anti bocor,

atau kontainer

yang dapat

disterilisasi

dengan

otoklaf

3. Sampah

infeksius

Patologi dan

anatomi

Kuning

Kantong plastik

kuat dan anti

bocor, atau

kontainer

4. Sitotoksis Ungu Kontainer

plastik kuat dan

anti bocor

5. Sampah

Kimia dan

Farmasi

Coklat

- Kantong plastik

atau kontainer

(Sumber : Depkes RI, 2004)

Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan

minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2004) :

a. bahan tidak mudah karat ;

b. kedap air, terutama untuk menampung sampah basah ;

c. bertutup rapat ;

d. mudah dibersihkan ;

e. mudah dikosongkan atau diangkut ;

f. tidak menimbulkan bising ;

g. tahan terhadap benda tajam dan runcing.

(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)

Gambar 2.1 : Tempat Sampah Rumah Sakit dibedakan Berdasarkan Jenis

Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan

pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus

sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan

manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan

Tempat Sampah Non Medis Tempat Sampah Medis

Debi Danial Debi Danial

memudahkan pencucian bak sampah. Penggunaan kantong plastik bermanfaat untuk

sampah laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang

dibungkus agar petugas pengumpul yang selanjutnya dilakukan pengangkutan

sampah tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah (Hapsari,

2010).

2.4.2 Pengumpulan

Pengumpulan dilakukan setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah

terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus

(safety box) seperti botol atau karton yang aman, sehingga memudahkan untuk

dilakukannya penggumpulan (Depkes RI, 2004).

Tersedia tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak

menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk

cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.

Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di

lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah

sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus

dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang

mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya sakit kecil

mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin 24

jam apabila disimpan pada suhu ruang (Depkes RI, 2004).

Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah

yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah perlu disediakan alat cuci

mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum

tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi

pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan desinfeksi dan pemeriksaan bila

terdapat kerusakan dan mungkin perlu diganti.

2.4.3 Pengangkutan

Sebelum pengangkutan perlu dilakukan pengumpulan sampah yang dimulai

dari tempat sumber dimana tempat tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya

sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah. Sebelum sampai ketempat

pembuangan kadang-kadang perlu adanya tempat pembuangan sampah sementara.

Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan efisien (Mukono,

2006).

Depkes RI (2002) menyatakan bahwa “Pengangkutan dibedakan menjadi dua

yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik

penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site).

Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan

secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian

kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat

pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur

pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut

termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam

kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor. Pengangkutan biasanya dengan kereta,

sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong

sampah atau lift pada tiap sudut bangunan” (dalam Hapsari, 2010).

Pengangkutan sampah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.

Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan

dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga harus aman dari

jangkauan manusia maupun binatang (Depkes. RI, 2004).

a. Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.

Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau

pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:

1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan

dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah

ditentukan secara terpisah.

3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan

disediakan sarana pencuci.

4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan

bebas dari infestasi serangga dan tikus.

5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah.

b. Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (bisa

digolongkan dalam sampah medis) dapat data tampungan bersama sampah lain

sambil menunggu pengangkutan.

1. Kereta

Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan dan dalam merencanakan

pengangkutan perlu mempertimbangkan (Depkes. RI, 2004) :

a. Penyebaran tempat penampungan sampah

b. jalur jalan dalam rumah sakit

c. jenis dan jumlah sampah

d. jumlah dan tenaga dan sarana yang tersedia

(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)

Gambar 2.2 : Pengangkutan Sampah menggunakan Kereta

Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non medis

agar tidak kesulitan didalam pembuangan dan pemusnahannya. Kereta pengangkut

hendaknya memenuhi syarat (Depkes. RI, 2004) :

a. Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air ;

b. Mudah dibersihkan ;

c. Mudah diisi dan dikosongkan.

Debi Danial Debi Danial

(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)

Gambar 2.3 : Troley / Kereta Sampah

2. Cerobong Sampah/Lift

Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk

efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah

ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan

kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk

pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila

menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan

menggunakan kantong plastik yang kuat (Depkes. RI, 2004).

Untuk mengantisipasi proses pengangkutan yang tertunda, maka perlu

diadakan tempat pengumpulan sampah sementara tetapi tidak melewati waktu yang

telah ditentukan. Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan

dengan kondisi baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa

ditempatkan dalam atau di luar gedung. Konstruksi tempat pengumpul sampah

sementara bisa dari dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu

kedap air, mudah dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu

Debi Danial Debi Danial

besar sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup

banyak perlu menambah jumlah container (Depkes. RI, 2004).

2.4.4 Penanganan Akhir (Pembuangan dan Pemusnahan)

Dalam pengembangan strategi penanganan limbah, alur limbah harus

diidentifikasikan dipilah-pilah, pemisahan limbah medis padat dan Limbah padat non

medis pada tempat penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan

tersedianya fasilitas yang dibutuhkan dalam penanganan limbah medis padat yaitu

masing-masing untuk penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan akan

mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya (Muhajirin,

2001).

Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet pisau skalpel)

melakukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas

kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya jika sampah ini dibuang di tempat sampah

umum (Tietjen dan Bossemeyer, 2004).

WHO (1999), Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang

benda-benda tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan anti

bocor. Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir atau bubuk plastik dimasukkan

dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah

ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan

sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam (dalam Tietjen dan

Bossemeyer, 2004).

Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif

yaitu (Maimunnah, 2002) :

1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan

sampah non medis bila pengelola bersedia sehingga beban rumah sakit hanya

memusnahkan sampah medis saja.

2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu

dengan menggunakan incenerator atau dengan sanitary landfill (penimbunan

sampah dalam tanah).

Dalam metode penanganan sampah sebelum dibuang untuk sampah yang

berasal dari rumah sakit perlu mendapat perlakuan agar limbah infeksius dapat

dibuang ke landfill yakni (dalam Siahaan, 2010):

a. Autoclaving

Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah

dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun dalam volume sampahyang besar saat

dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak

terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan

dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan

mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah sampah.

Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan

panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong

autoclaving. Pada kantong ini terdapat indikator, seperti pita autoclave yang

menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup.

Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji minimal

setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.

b. Disinfeksi dengan Bahan Kimia

Peranan disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas

penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan

dan mencuci kendaraan limbah. Limbah infeksius dengan jumlah kecil dapat

didesinfeksi (membunuh mikroorganisme tapi tidak membunuh spora bakteri) dengan

bahan kimia seperti hypochloite atau permanganate. Limbah dapat menyerap cairan

disinfeksi sehingga akan menambah masalah penanganan

Pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai

berikut:

1. Insinerator

Insinerator bervariasi mulai dari yang sangat canggih bersuhu tinggi, sampai

kepada unit dasar yang beroperasi dengan suhu lebih rendah. Semua jenis incinerator

dapat membunuh mikroorganisme dalam sampah menjadi abu, jika dikerjakan

dengan benar (Tietjen dan Bossemeyer, 2004).

Debi Danial

(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)

Gambar 2.4 : Pemusnahan Sampah menggunakan Insinerator

Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah

dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-18000F dan

dapat mengurangi sampah 70 % (Arifin, 2011).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila insinerator akan digunakan di

rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume

sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan

pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur

pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta

perangkap untuk melindungi insinerator dari bahaya kebakaran (Depkes RI, 2002).

Keuntungan menggunakan insinerator adalah dapat mengurangi volume

sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik

menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif

tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat

digunakan untuk mengisi tanah yang rendah, sedangkan kerugiannya adalah tidak

semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta

dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control

berupa cyclone (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran

berupa residu serta abu dikeluarkan dari insinerator dan ditimbun dilahan yang

rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui

sarana pengolah pencemar udara yang sesuai (Depkes RI, 2002).

2. Autoclave

(Sumber : Dalin Komite Medik Pengelolaan Sampah)

Gambar 2.5 : Proses Pemusnahan Sampah Menggunakan Autoclave

Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah

dipanasi dengan uap di bawah tekanan. Namun dalam 29 olumen yang besar saat

dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak

terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan

dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan

mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah limbah (Arifin, 2011).

Chandra (2007) pemusnahan sampah medis juga dapat dilakukan dengan cara

sanitary landfill yang terlebih dahulu dilakukan pemilihan lokasi penguburan.

a. Lokasi Penguburan

(Sumber : IIlmu Sipil)

Gambar 2.6: Lokasi Penguburan

Debi Danial

Khusus untuk limbah medis, seperti plasenta atau sisa potongan anggota

tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang mudah membusuk, perlu segera

dikubur.

b. Sanitary Landfill

(Sumber : IIlmu Sipil)

Gambar 2.7 : Sanitary Landfill

Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi pembuangan

sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis

terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan

dipadatkan ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja.

2.5 Petugas Pengelola Sampah

Pelayanan sanitasi rumah sakit diselenggarakan dalam kaitan untuk

menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman, dan

mengutamakan faktor keselamatan sebagai pendukung usaha penyembuhan

penderita, mencegah pemaparan terhadap bahaya-bahaya lingkungan rumah sakit

termasuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, dan menghindarkan pencemaran

ke lingkungan luar rumah sakit (Siahaan, 2010).

1. Sampah dari setiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan

oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemilahan sampah medis

dan non-medis, sedangkan ruangan lain bisa dilakukan oleh tenaga

kebersihan.

2. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi.

3. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi

dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.

Menurut KepMenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah

harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :

a) Topi/helm;

b) Masker;

c) Pelindung mata;

d) Pakaian panjang (coverall);

e) Apron untuk industri;

f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan

g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

2.6 Pengaruh Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan

Lingkungan

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif

tehadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut dapat

berupa pengaruh terhadap kesehatan, pengaruh terhadap lingkungan, pengaruh

terhadap rumah sakit itu sendiri (Siahaan, 2010).

2.6.1 Pengaruh Terhadap Kesehatan Masyarakat

1. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang

baik bagi vektor-vektor penyakit seperti lalat dan tikus.

2. Kecelakaan pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik dan

bahan tajam lainnya.

3. Insiden penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor

penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas ataupun

genangan air.

4. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar

tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula

memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita

sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen

(cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah

sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Utama, 2006).

2.6.2 Pengaruh Terhadap Lingkungan

1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.

2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan mengjhasilkan gas-

gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

3. Adanya partikel debu yang beterbangan akan menganggu pernapasan,

menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit

mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.

4. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya

akan menganggu pernapasan, penglihatan, dan penurunan kualitas udara.

2.6.3 Pengaruh Terhadap Rumah Sakit

1. Keadaan lingkungan rumah sakit yang tidak saniter akan menurunkan hasrat

pasien berobat di rumah sakit tersebut.

2. Keadaan estetika lingkungan yang lebih saniter akan menimbulkan rasa

nyaman bagi pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit.

3. Keadaan lingkungan yang saniter mencerminkan mutu pelayanan dalam

rumah sakit yang semakin meningkat.

2.7 Kerangka Berfikir

2.7.1 Kerangka Teori

Dibuang

ke TPA

Dibuat

Kompos

Biogas Dibakar

Dikumpulkan dalam

wadah terpisah

Sisa Makanan Sampah Umum

SAMPAH BASAH

Darah, duh tubuh lain,

jaringan, plasenta,

bagian janin, set

transfuse

SAMPAH KERING

Jarum, kapas, kasa,

pembalut, vial, pisau,

skalpel, dan semprit

Abu (berisi gelas dan

benda-benda tidak terbakar)

ditanam dalam lubang

dalam dan tertutup

Dibuang dalam

lubang dalam

dan tertutup

Dibakar dalam

incinerator

Di Rumah Sakit

dikumpulkan dalam

wadah terpisah

Sampah Non Medis Sampah Medis

Sistem Pengelolaan Sampah Manajemen Lingkungan RS

RS

Teknis

Operasional

Aspek

Kelembagaan

Hukum dan

UU

Peran Serta

Masyarakat

Aspek

Pembiayaan

2.7.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel yang diteliti (Independen)

Sistem pengelolaan sampah medis dan non medis mencakup :

a. Penanganan Awal

b. Pengumpulan

c. Pengangkutan

d. Penanganan Akhir

e. APD

= Variabel terikat (Dependen)

Gambaran Pengelolaan Sampah Medis dan Non Medis.

Gambaran

Pengelolaan

Sampah Medisdan

Non Medis

Penanganan Awal

Pengelolaan

Sampah

Pengumpulan

Pengangkutan

Penanganan

Akhir

APD